Anda di halaman 1dari 7

Agama Dan Kebebasan Berpendapat Dalam Media Sosial

Oleh: Aunia Ulfah (201510010311002)

aunia.pai@gmail.com

Fakultas Agama Islam/ Universitas Muhammadiyah Malang

Abstract:
Religion is understood as a set of beliefs or beliefs and has become a reality that has gone against
humans since long ago. Religion is able to be a solution in solving the problems of human life, both in
terms of education, economics, law, politics, and others. So that religion is present in every line of human
life. Even so in the current era of social media, as a set of beliefs or beliefs for each individual, religion is
also present in the development of information or social media topics. This illustrates that the presence of
religion is a construction of reality on social media itself, which is able to produce an understanding of
each individual when interacting or getting information through social media.

Keywords: religion, freedom of expression, social media.


Abstrak:
Agama dipahami sebagai seperangkat kepercayaan atau pun keyakinan dan menjadi suatu realitas yang
mengiri manusia sejak dahulu. Agama mampu menjadi solusi dalam menyelesaikan problematika
kehidupan manusia, baik dalam aspek pendidikan, ekonomi, hukum, politik, dan lainnya. Sehingga agama
turut hadir disetiap lini kehidupan manusia. Begitu pun di era media sosial sekarang, sebagai seperangkat
kepercayaan atau pun keyakinan setiap individu, agama turut dihadirkan dalam perkembangan informasi
atau pun topik media sosial. Hal tersebut menggambarkan bahwa kehadiran agama merupakan konstruksi
realitas atas media sosial itu sendiri, yang mampu menghasilkan suatu pemahaman setiap individu ketika
berinteraksi atau pun mendapatkan informasi melalui media sosial tersebut.

Kata Kunci: Agama, kebebasan berpendapat, media sosial.


A. Latar Belakang
Eksistensi agama sudah ada sejak manusia itu ada, mulai dari agama primitif
yang sederhana hingga yang komplek atau pun dari agama bumi hingga agama samawi
yang melangit. Sehingga Perbincangan mengenai agama tentunya merupakan persoalan
yang rumit dan diperlukan berbagai pendekatan. Agama merupakan sebuah realitas
yang mengiringi hidup manusia sejak zaman dahulu.
Secara luas agama dipahami sebagai seperangkat kepercayaan atau keyakinan
yang memberikan bimbingan kepada seseorang dalam melakukan tindakan-tindakan
tertentu.1 Agama dipandang mampu menyelesaikan problematika kehidupan manusia,
karena secara sosiologis manusia akan mengalami situasi dimana ia merasa pengetahuan
dan teknologi tidak dapat menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. Karl Marx
mengungkapkan bahwa seorang tertarik kepada agama karena didasari oleh kebutuhan
emosionalnya yang jauh dari kebahagiaan, seperti penderitaan ekonomi membuat orang
tidak memiliki pilihan lain, sehingga mengekspresikannya kedalam agama dan dengan

1
Peter L. Berger dalam Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: Rosda, 2000), hlm. 119.
demikian agama tidak lebih dari halusinasi sesaat. 2 Hal tersebut meyakinkan bahwa
agama dan manusia tidak dapat dipisahkan.
Agama juga mampu mengikat orang-orang menjadi satu dengan mempersatukan
mereka dengan sekitar seperangkat kepercayaan, nilai, dan ritual bersama. Hal tersebut
selarah dengan pendapat Durkheim yang menyatakan bahwa agama merupakan suatu
sistem terpadu yang terdiri atas kepercayaan-kepercayaan dan praktik yang
berhubungan dengan hal yang suci, dan bahwa kepercayaan dan praktik tersebut
mempersatukan semua orang yang beriman ke dalam suatu komunitas moral yang
dinamakan umat. Semua benda yang ada di dunia ini baik benda yang nyata maupun
yang berwujud ideal memiliki pembagian, dan hal ini dibagi menjadi dua kelompok
yang bertentangan, yaitu hal yang bersifat profan dan hal yang bersifat suci (sacred).3
Agama hadir diberbagai lini kehidupan manusia, seperti hal nya dalam media
sosial yang menjadi konsumsi publik yang menjadi tempat bertukar informasi di era
sekarang ini. Media sosial dikatakan sebagai sebuah media online, dimana para
penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi
blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. 4 UUD 19945 pasal 28E ayat (3)
UUD 1945 mengenai kebebasan berpendapat yang menyatakan, “Setiap orang berhak
atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat” ,menjadikan suatu
tolak ukur dimana setiap orang bisa mengeluarkan atau pun berpendapat mengenai hal
apa saja seperti tentang agama dan yang lain-lain.
Bertolak dari pemaparan diatas, tentunya memungkinkan setiap orang
mengemukakan pendapatnya di media sosial mengenai apapun termasuk agama atau
keyakinannya. Hal tersebut kiranya penting untuk dibahas, karena nantinya media sosial
yang sudah menjadi konsumsi public akan mempengaruhi cara pandang seorang
terhadap agama bahkan akan memunculkan polemik keagamaan yang dipicu oleh
perbedaan pendapat masing-masing individu karena hal tersebut berkaitan dengan
keyakinannya.
Realitas yang kita ketahui sekarang tidak dapat dipungkiri bahwa berbagai
informasu atau pun topik dalah kehidupan yang berkembang di media sosial turut
disangkut pautkan dengan agama, baik aspek pendidikan, ekonomi, politik, hukum, dan
yang lainnya Bahkan pertikaian antar manusia tak jarang kita temui lantaran
menyangkut keyakinan agama.
Agama yang pada dasarnya menuntun umatnya kejalan yang damai, faktanya
justru menjadi penyebab konflik karena perbedaan pendapat dalam penafsirannya. 5 Hal
tersebut memberikan suatu gambaran bahwa media sosial ikut andil dalam
mengonstruksi pandangan seseorang atau pun kelompok-kelompok mengenai agama
dan keyakinannya.
2
M. Misbah, Agama dan Alienasi Manusia (Refleksi Atas Kritik Karl Marx Terhadap Agama). JURNAL
KOMUNIKA, Vol. 9, No. 2, Juli - Desember 2015, hal: 199
3
Kamanto. Sunarno, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, 2004), Hal: 67
4
Anang. S. Cahyono, PENGARUH MEDIA SOSIAL TERHADAP PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT DI
INDONESIA, Jurnal Elektronik Universitas Tulungagung, Vol. 9, No.1, 2016, Hal: 142
5
Iswandi. Syahputra, AGAMA DI ERA MEDIA : Kode Religius dalam Industri Televisi Indonesia, E-JURNAL-
UIN-SUKA.AC.ID/USHULUDDIN/ESENSIA, Vol. 11, No.1, 2016, Hal: 126
Berdasarkan fenomena tersebut, kiranya setiap individu haruslah mampu
memfilter baik informasi atau pun pendapat yang dilontarkan dalam media sosial terkait
agama dan keyakinannya. Setiap individu hendaknya mampu menempatkan hal-hal
yang bersifat sakral dan profan terkait agama agar tidak bercampur baur. Sehingga
nantinya media sosial mampu menjadi suatu instrument positif bagi manusia untuk
mendapatkan pengetahuan yang lebih luas atas kehadiran agama dalam media sosial
tersebut.
B. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan penguat dan pendukung bagi
penulis dalam penulisan ini, yaitu:
1. AGAMA DI ERA MEDIA : Kode Religius dalam Industri Televisi Indonesia.
Iswandi Syahputra. E-JURNAL-UIN-SUKA.AC.ID/USHULUDDIN/ESENSIA,
Vol. 11, No.1, 2016.
2. PENGARUH MEDIA SOSIAL TERHADAP PERUBAHAN SOSIAL
MASYARAKAT DI INDONESIA. Cahyono, Anang. S. Jurnal Elektronik
Universitas Tulungagung. Vol. 9. No.1. 2016.
3. Agama dan Alienasi Manusia (Refleksi Atas Kritik Karl Marx Terhadap
Agama). M. Misbah. JURNAL KOMUNIKA, Vol. 9. No. 2. Desember 2015
4. AGAMA DAN MEDIA MASSA. Studi Komparatif Pemberitaan Charlie Hebdo
di SKH Kompas dan Republika. Susilawati. Skripsi Fakultas Dakwah dan
Komunikasi UIN Sunan Kalijaga. 2015.
5. AGAMA DALAM REPRESENTASI IDEOLOGI MEDIA MASSA. Ahmad
Muttaqin. JURNAL DAKWAH DAKWAH & KOMUNIKASI. Vol.6 No. 2.
2012.
C. Landasan Teori
1. Relasi agama dan media
Dewasa ini relasi agama dan media sering diperbincangkan, pokok dari
kajian relasi tersebut bertumpu pada pertanyaan, bagaimana pemaknaan sesuatu
yang sakral seperti agama diproduksi oleh media sebagai suatu yang profane
atau sebaliknya. Hjarvard menilai, kajian relasi agama dan media dapat muncul
dalam dua tradisi. Pertama, agama dalam media (religion in media). Yaitu
mengkaji bagaimana agama dan teks penting keagamaan direpresentasikan
dalam media. Dan pengaruhnya pada individu dan institusi dalam konteks yang
lebih luas. Kedua, media sebagai agama (media as religion). Yaitu
menggabungkan pemahaman yang lebih luas tentang agama sebagai praktik
cultural meaning-making. Berhubungan dengan “things set apart” dengan
pendekatan cultural studies pada media dan komunikasi di sisi lainnya.6
M. Hover juga menyatakan relasi agama dan media dapat dikelompokkan
pada empat relasi. Similarity, yaitu agama dan media menggunakan simbol dan
kisah. Tanpa simbol dan kisah, agama tidak dapat dipahami dengan baik.
Distiction, yaitu agama dan media saling terpisah, bahkan bertentangan.
Mediatiside, yaitu agama dan media saling membutuhkan. Artikulasi, yaitu

6
Iswandi. Syahputra, AGAMA DI ERA MEDIA : Kode Religius dalam Industri Televisi Indonesia, E-JURNAL-
UIN-SUKA.AC.ID/USHULUDDIN/ESENSIA, Vol. 11, No.1, 2016, Hal: 126
media subordinasi agama.7 Empat kategori tersebut dapat digunakan untuk
membantu memahami berbagai relasi agama dan media yang cenderung pelik
untuk dijelaskan. Dalam konteks Indonesia, relasi agama dan media mengarah
pada kategori similarity dan mediatiside dimana agama dan media saling
membutuhkan.

2. Media Sosial
Media sosial adalah sebuah media online, dengan para penggunanya bisa
dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog,
jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual.8 Pendapat lain mengatakan bahwa
media sosial adalah media online yang mendukung interaksi sosial dan media
sosial menggunakan teknologi berbasis web yang mengubah komunikasi
menjadi dialog interaktif.
Media sosial sendiri terdiri dari teknologi, praktik, atau komunitas online
yang digunakan masyarakat untuk menghasilkan konten tertentu atau berbagi
opini, pemahaman, pengalaman, dan perspektif antara satu sama lain.9 Media
sosial direpresentasi dengan beragama teknologi yang berbeda, akan tetapi
dalam penulisan ini media sosial hanya disebut sebagai suatu objek yang bersifat
tunggal.

3. Teori konstruksi atas realitas


Gagasan tentang konstruksi realitas diperkenalkan pertama kalinya oleh
Peter Berger dan Thomas Luckman. Mereka menyatakan bahwa pemahaman
dan pengertian seorang terhadap sesuatu karena adanya komunikasi kita
terhadap orang lain.10 Realitas sosial sebenarnya tidak lebih dari hasil konstruksi
sosial dalam komunikasi tertentu.
Jika kita telaah terdapat beberapa asumsi dasar dari Teori Konstruksi
Sosial Berger dan Luckmann. Adapun asumsi-asumsinya tersebut adalah:11
1) Realitas merupakan hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuataan
konstruksi sosial terhadap dunia sosial di sekelilingnya.
2) Hubungan antara pemikiran manusia dan konteks sosial tempat pemikiran itu
timbul, bersifat berkembang dan dilembagakan.
3) Kehidupan masyarakat itu dikonstruksi secara terus menerus.
4) Membedakan antara realitas dengan pengetahuan. Realitas diartikan sebagai
kualitas yang terdapat di dalam kenyataan yang diakui sebagai memiliki
keberadaan (being) yang tidak bergantung kepada kehendak kita sendiri.
Sementara pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa realitas-
realitas itu nyata (real) dan memiliki karakteristik yang spesifik.
Dalam penulisan ini, penulis memberi pengertian bahwa pemahaman
atau pun pengertian seorang terhadap agama di era media sosial seperti sekarang

7
Ibid, Hal: 127
8
Anang. S. Cahyono, PENGARUH MEDIA SOSIAL TERHADAP PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT DI
INDONESIA, Jurnal Elektronik Universitas Tulungagung, Vol. 9, No.1, 2016, Hal: 142
9
Rina. Juwita, MEDIA SOSIAL DAN PERKEMBANGAN KOMUNIKASI KORPORAT, Jurnal Penelitian
Komunikasi Vol. 20 No. 1, Juli 2017, Hal: 48
10
Susilawati, AGAMA DAN MEDIA MASSA. Studi Komparatif Pemberitaan Charlie Hebdo di SKH Kompas
dan Republika, Skripsi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga, 2015, Hal: 13-14
11
Puji Santoso, Konstruksi Sosial Media Massa, Jurnal Al-Balagh, Vol. 1, No. 1, 2016, Hal: 30-48
ini bisa dikatakan sebagai hasil konstruksi atas realitas yang ada pada media
sosial itu sendiri.

D. Pembahasan
1. Kebebasan Berpendapat dalam Media Sosial
Kebebasan berpendapat merupakan hak setiap individu sejak dilahirkan
yang telah dijamin oleh konstitusi. Oleh karena itu, Negara Republik Indonesia
sebagai negara hukum dan demokratis berwenang untuk mengatur dan
melindungi pelaksanaannya. Kemerdekaan berpikir dan mengeluarkan pendapat
tersebut diatur dalam perubahan keempat Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia tahun 1945 Pasal 28 E ayat (3) Setiap orang berhak atas kebebasan
berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.12
Undang-undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan menyampaikan
pendapat di muka umum pasal 1 ayat (1) kemerdekaan menyampaikan pendapat
adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan,
tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.13 Kebebasan
berpendapat tersebut dapat dilihat dalam berbagai bentuk, seperti tulisan, buku,
diskusi, artikel, dan berbagai media lainnya termasuk media sosial.
Perkembangan teknologi yang kian pesat menjadikan perbedaan jarak
dan waktu tak berarti. Segala kebutuhan manusia kini lebih mudah untuk
dipenuhi,terutama kebutuhan manusia akan informasi salah satunya melalui
media sosial. Dengan adanya media sosial setiap individu mampu menuangkan
pendapat sekaligus ekspresi baik sebagai informan atau pun sebagai penerima
informasi.

2. Agama dan Kebebasan Berpendapat dalam Media Sosial


Agama merupakan sebuah realitas yang mengiringi hidup manusia sejak
zaman dahulu. Agama yang secara umum dipahami sebagai seperangkat
kepercayaan atau pun keyakinan dipandang mampu menyelesaikan problematika
kehidupan manusia, karena secara sosiologis manusia akan mengalami situasi
dimana ia merasa pengetahuan dan teknologi tidak dapat menyelesaikan
persoalan yang dihadapinya, sehingga agama menjadi solutif dari berbagai
problematika tersebut, hal itu meyakinkan bahwa antara agama dan manusia
tidak dapat dipisahkan.
Agama mampu hadir di setiap lini kehidupan, realitas tersebut bisa
dilihat pada era media sosial sekarang. Berbagai informasi atau pun isu-isu yang
berkembang dimedia sosial yang dituangkan karena adanya hak berpendapat,
baik dalam aspek pendidikan, ekonomi, hukum, politik dan yang lainnya sering
disandingkan dengan agama. Kehadiran agama di dalam media sosial tersebut
tentunya dilatar belakangi atas kepercayaan dan keyakinan setiap individu yakni
agamanya yang dianggap sebagai solusi mendasar ketika tidak dapat
menyelesaikan persoalan yang dihadapinya.
Berdasarkan hal tersebut, kehadiran agama di dalam media sosial bisa
dikatakan sebagai hasil konstuksi realitas yang hadir dalam media sosial
12
UUD 1945, Pasal 28 E ayat 3.
13
UU No, 19 Tahun 1998.
tersebut, karena dari informasi atau pun isu yang berkembang dalam media
sosial lah agama kemudian dihadirkan bagi setiap individu yang mengkonsumsi
media sosial tersebut.
E. Kesimpulan
Berdasarakan penulisan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa agama
merupakan suatu realitas sosial yang selalu mengiri kehidupan manusia. Agama
merupakan seperangkat kepercayaan dan keyakinan bagi setiap individu dan menjadi
acuan dalam menjalankan kehidupannya. Agama dipandang sebagai solusi dalam
menyelesaikan problematika kehidupan, hal tersebut turut tertuang dalam realitas yang
ada pada media sosial. Dimana dari beberapa individu yang mengonsumsi media sosial
bisa mengaitkan agama dengan berbagai topik atau pun informasi yang berkembang
dalam media sosial.
Hal tersebut juga memberikan gambaran bahwa di era media sosial ini, agama
hadir berdasarkan konstruksi realitas media sosial itu sendiri, hal itu didasari dengan
adanya kebebasan berpendapat setiap individu, sehingga agama yang menjadi acuan
dalam hidupnya pun dituangkan dan mengikut serta dalam berbagai topik atau pun
informasi yang dikonsuminya dalam media sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Juwita, Rina. 2017. MEDIA SOSIAL DAN PERKEMBANGAN KOMUNIKASI
KORPORAT, Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 20 No. 1.
Kahmad, Dadang. 2000. Sosiologi Agama. Bandung: Rosda.
Misbah, M. 2015. Agama dan Alienasi Manusia (Refleksi Atas Kritik Karl Marx
Terhadap Agama). JURNAL KOMUNIKA, Vol. 9, No. 2.
S. Cahyono, Anang. 2016. PENGARUH MEDIA SOSIAL TERHADAP
PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT DI INDONESIA, Jurnal Elektronik
Universitas Tulungagung, Vol. 9, No.1.
Santoso, Puji. 2016Konstruksi Sosial Media Massa, Jurnal Al-Balagh, Vol. 1, No. 1.
Sunarno, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia
Susilawati. 2015. AGAMA DAN MEDIA MASSA. Studi Komparatif Pemberitaan
Charlie Hebdo di SKH Kompas dan Republika, Skripsi Fakultas Dakwah dan
Komunikasi UIN Sunan Kalijaga.
Syahputra, Iswandi. 2016. AGAMA DI ERA MEDIA : Kode Religius dalam Industri
Televisi Indonesia, E-JURNAL-UIN-SUKA.AC.ID/USHULUDDIN/ESENSIA,
Vol. 11, No.1.
UU RI, No. 19, Tahun 1998.
UUD 1945, Pasal 28E, Ayat (3)

Anda mungkin juga menyukai