Artikel Sosiologi Agama
Artikel Sosiologi Agama
aunia.pai@gmail.com
Abstract:
Religion is understood as a set of beliefs or beliefs and has become a reality that has gone against
humans since long ago. Religion is able to be a solution in solving the problems of human life, both in
terms of education, economics, law, politics, and others. So that religion is present in every line of human
life. Even so in the current era of social media, as a set of beliefs or beliefs for each individual, religion is
also present in the development of information or social media topics. This illustrates that the presence of
religion is a construction of reality on social media itself, which is able to produce an understanding of
each individual when interacting or getting information through social media.
1
Peter L. Berger dalam Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: Rosda, 2000), hlm. 119.
demikian agama tidak lebih dari halusinasi sesaat. 2 Hal tersebut meyakinkan bahwa
agama dan manusia tidak dapat dipisahkan.
Agama juga mampu mengikat orang-orang menjadi satu dengan mempersatukan
mereka dengan sekitar seperangkat kepercayaan, nilai, dan ritual bersama. Hal tersebut
selarah dengan pendapat Durkheim yang menyatakan bahwa agama merupakan suatu
sistem terpadu yang terdiri atas kepercayaan-kepercayaan dan praktik yang
berhubungan dengan hal yang suci, dan bahwa kepercayaan dan praktik tersebut
mempersatukan semua orang yang beriman ke dalam suatu komunitas moral yang
dinamakan umat. Semua benda yang ada di dunia ini baik benda yang nyata maupun
yang berwujud ideal memiliki pembagian, dan hal ini dibagi menjadi dua kelompok
yang bertentangan, yaitu hal yang bersifat profan dan hal yang bersifat suci (sacred).3
Agama hadir diberbagai lini kehidupan manusia, seperti hal nya dalam media
sosial yang menjadi konsumsi publik yang menjadi tempat bertukar informasi di era
sekarang ini. Media sosial dikatakan sebagai sebuah media online, dimana para
penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi
blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. 4 UUD 19945 pasal 28E ayat (3)
UUD 1945 mengenai kebebasan berpendapat yang menyatakan, “Setiap orang berhak
atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat” ,menjadikan suatu
tolak ukur dimana setiap orang bisa mengeluarkan atau pun berpendapat mengenai hal
apa saja seperti tentang agama dan yang lain-lain.
Bertolak dari pemaparan diatas, tentunya memungkinkan setiap orang
mengemukakan pendapatnya di media sosial mengenai apapun termasuk agama atau
keyakinannya. Hal tersebut kiranya penting untuk dibahas, karena nantinya media sosial
yang sudah menjadi konsumsi public akan mempengaruhi cara pandang seorang
terhadap agama bahkan akan memunculkan polemik keagamaan yang dipicu oleh
perbedaan pendapat masing-masing individu karena hal tersebut berkaitan dengan
keyakinannya.
Realitas yang kita ketahui sekarang tidak dapat dipungkiri bahwa berbagai
informasu atau pun topik dalah kehidupan yang berkembang di media sosial turut
disangkut pautkan dengan agama, baik aspek pendidikan, ekonomi, politik, hukum, dan
yang lainnya Bahkan pertikaian antar manusia tak jarang kita temui lantaran
menyangkut keyakinan agama.
Agama yang pada dasarnya menuntun umatnya kejalan yang damai, faktanya
justru menjadi penyebab konflik karena perbedaan pendapat dalam penafsirannya. 5 Hal
tersebut memberikan suatu gambaran bahwa media sosial ikut andil dalam
mengonstruksi pandangan seseorang atau pun kelompok-kelompok mengenai agama
dan keyakinannya.
2
M. Misbah, Agama dan Alienasi Manusia (Refleksi Atas Kritik Karl Marx Terhadap Agama). JURNAL
KOMUNIKA, Vol. 9, No. 2, Juli - Desember 2015, hal: 199
3
Kamanto. Sunarno, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, 2004), Hal: 67
4
Anang. S. Cahyono, PENGARUH MEDIA SOSIAL TERHADAP PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT DI
INDONESIA, Jurnal Elektronik Universitas Tulungagung, Vol. 9, No.1, 2016, Hal: 142
5
Iswandi. Syahputra, AGAMA DI ERA MEDIA : Kode Religius dalam Industri Televisi Indonesia, E-JURNAL-
UIN-SUKA.AC.ID/USHULUDDIN/ESENSIA, Vol. 11, No.1, 2016, Hal: 126
Berdasarkan fenomena tersebut, kiranya setiap individu haruslah mampu
memfilter baik informasi atau pun pendapat yang dilontarkan dalam media sosial terkait
agama dan keyakinannya. Setiap individu hendaknya mampu menempatkan hal-hal
yang bersifat sakral dan profan terkait agama agar tidak bercampur baur. Sehingga
nantinya media sosial mampu menjadi suatu instrument positif bagi manusia untuk
mendapatkan pengetahuan yang lebih luas atas kehadiran agama dalam media sosial
tersebut.
B. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan penguat dan pendukung bagi
penulis dalam penulisan ini, yaitu:
1. AGAMA DI ERA MEDIA : Kode Religius dalam Industri Televisi Indonesia.
Iswandi Syahputra. E-JURNAL-UIN-SUKA.AC.ID/USHULUDDIN/ESENSIA,
Vol. 11, No.1, 2016.
2. PENGARUH MEDIA SOSIAL TERHADAP PERUBAHAN SOSIAL
MASYARAKAT DI INDONESIA. Cahyono, Anang. S. Jurnal Elektronik
Universitas Tulungagung. Vol. 9. No.1. 2016.
3. Agama dan Alienasi Manusia (Refleksi Atas Kritik Karl Marx Terhadap
Agama). M. Misbah. JURNAL KOMUNIKA, Vol. 9. No. 2. Desember 2015
4. AGAMA DAN MEDIA MASSA. Studi Komparatif Pemberitaan Charlie Hebdo
di SKH Kompas dan Republika. Susilawati. Skripsi Fakultas Dakwah dan
Komunikasi UIN Sunan Kalijaga. 2015.
5. AGAMA DALAM REPRESENTASI IDEOLOGI MEDIA MASSA. Ahmad
Muttaqin. JURNAL DAKWAH DAKWAH & KOMUNIKASI. Vol.6 No. 2.
2012.
C. Landasan Teori
1. Relasi agama dan media
Dewasa ini relasi agama dan media sering diperbincangkan, pokok dari
kajian relasi tersebut bertumpu pada pertanyaan, bagaimana pemaknaan sesuatu
yang sakral seperti agama diproduksi oleh media sebagai suatu yang profane
atau sebaliknya. Hjarvard menilai, kajian relasi agama dan media dapat muncul
dalam dua tradisi. Pertama, agama dalam media (religion in media). Yaitu
mengkaji bagaimana agama dan teks penting keagamaan direpresentasikan
dalam media. Dan pengaruhnya pada individu dan institusi dalam konteks yang
lebih luas. Kedua, media sebagai agama (media as religion). Yaitu
menggabungkan pemahaman yang lebih luas tentang agama sebagai praktik
cultural meaning-making. Berhubungan dengan “things set apart” dengan
pendekatan cultural studies pada media dan komunikasi di sisi lainnya.6
M. Hover juga menyatakan relasi agama dan media dapat dikelompokkan
pada empat relasi. Similarity, yaitu agama dan media menggunakan simbol dan
kisah. Tanpa simbol dan kisah, agama tidak dapat dipahami dengan baik.
Distiction, yaitu agama dan media saling terpisah, bahkan bertentangan.
Mediatiside, yaitu agama dan media saling membutuhkan. Artikulasi, yaitu
6
Iswandi. Syahputra, AGAMA DI ERA MEDIA : Kode Religius dalam Industri Televisi Indonesia, E-JURNAL-
UIN-SUKA.AC.ID/USHULUDDIN/ESENSIA, Vol. 11, No.1, 2016, Hal: 126
media subordinasi agama.7 Empat kategori tersebut dapat digunakan untuk
membantu memahami berbagai relasi agama dan media yang cenderung pelik
untuk dijelaskan. Dalam konteks Indonesia, relasi agama dan media mengarah
pada kategori similarity dan mediatiside dimana agama dan media saling
membutuhkan.
2. Media Sosial
Media sosial adalah sebuah media online, dengan para penggunanya bisa
dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog,
jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual.8 Pendapat lain mengatakan bahwa
media sosial adalah media online yang mendukung interaksi sosial dan media
sosial menggunakan teknologi berbasis web yang mengubah komunikasi
menjadi dialog interaktif.
Media sosial sendiri terdiri dari teknologi, praktik, atau komunitas online
yang digunakan masyarakat untuk menghasilkan konten tertentu atau berbagi
opini, pemahaman, pengalaman, dan perspektif antara satu sama lain.9 Media
sosial direpresentasi dengan beragama teknologi yang berbeda, akan tetapi
dalam penulisan ini media sosial hanya disebut sebagai suatu objek yang bersifat
tunggal.
7
Ibid, Hal: 127
8
Anang. S. Cahyono, PENGARUH MEDIA SOSIAL TERHADAP PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT DI
INDONESIA, Jurnal Elektronik Universitas Tulungagung, Vol. 9, No.1, 2016, Hal: 142
9
Rina. Juwita, MEDIA SOSIAL DAN PERKEMBANGAN KOMUNIKASI KORPORAT, Jurnal Penelitian
Komunikasi Vol. 20 No. 1, Juli 2017, Hal: 48
10
Susilawati, AGAMA DAN MEDIA MASSA. Studi Komparatif Pemberitaan Charlie Hebdo di SKH Kompas
dan Republika, Skripsi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga, 2015, Hal: 13-14
11
Puji Santoso, Konstruksi Sosial Media Massa, Jurnal Al-Balagh, Vol. 1, No. 1, 2016, Hal: 30-48
ini bisa dikatakan sebagai hasil konstruksi atas realitas yang ada pada media
sosial itu sendiri.
D. Pembahasan
1. Kebebasan Berpendapat dalam Media Sosial
Kebebasan berpendapat merupakan hak setiap individu sejak dilahirkan
yang telah dijamin oleh konstitusi. Oleh karena itu, Negara Republik Indonesia
sebagai negara hukum dan demokratis berwenang untuk mengatur dan
melindungi pelaksanaannya. Kemerdekaan berpikir dan mengeluarkan pendapat
tersebut diatur dalam perubahan keempat Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia tahun 1945 Pasal 28 E ayat (3) Setiap orang berhak atas kebebasan
berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.12
Undang-undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan menyampaikan
pendapat di muka umum pasal 1 ayat (1) kemerdekaan menyampaikan pendapat
adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan,
tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.13 Kebebasan
berpendapat tersebut dapat dilihat dalam berbagai bentuk, seperti tulisan, buku,
diskusi, artikel, dan berbagai media lainnya termasuk media sosial.
Perkembangan teknologi yang kian pesat menjadikan perbedaan jarak
dan waktu tak berarti. Segala kebutuhan manusia kini lebih mudah untuk
dipenuhi,terutama kebutuhan manusia akan informasi salah satunya melalui
media sosial. Dengan adanya media sosial setiap individu mampu menuangkan
pendapat sekaligus ekspresi baik sebagai informan atau pun sebagai penerima
informasi.