Anda di halaman 1dari 2

BIOGRAFI TOKOH KEJAYAAN ISLAM

IBNU RUSYD

Kelahiran: 14 April 1126, Kordoba, Spanyol


Meninggal: 11 Desember 1198, Marrakesh, Maroko
Nama lengkap: ʾAbū l-Walīd Muḥammad bin ʾAḥmad bin Rušd
Orang tua: Abu Al-Qasim Ahmad
Terpengaruh oleh: Ibnu Sina, Al-Ghazali, Aristoteles, Al-Farabi

Biografi
Muhammad ibn Ahmad ibn Rusyd lahir pada tahun 1126 M/520 H di Kordoba, yang ketika itu
merupakan wilayah kerajaan Murabithun.[1][2] Keluarga Ibnu Rusyd dikenal sebagai tokoh
masyarakat di Kordoba, terutama atas peran mereka dalam bidang hukum dan agama. [2] Kakek
Ibnu Rusyd, yang juga bernama Abu al-Walid Muhammad (wafat 1126) menjabat qadhi  al-
qudhat (hakim kepala) di kota tersebut, dan juga merupakan imam Masjid Agung Kordoba.[2]
[1]
 Ayahnya, Abu al-Qasim Ahmad, juga menjabat sebagai kadi atau hakim pada masa kekuasaan
Murabithun, hingga Kordoba jatuh ke tangan Kekhalifahan Muwahidun.[2]
Menurut biografi-biografi klasik, Ibnu Rusyd menerima pendidikan yang istimewa, [1] dimulai
dari pelajaran ilmu Hadis, fikih (hukum Islam), kedokteran maupun ilmu akidah (teologi Islam).
Guru fikihnya adalah Al-Hafiz Abu Muhammad ibn Rizq yang bermazhab Maliki dan guru
hadisnya adalah Ibnu Basykuwal, yang merupakan murid dari kakeknya. [1][3] Ia juga belajar fikih
dari ayahnya, yang mengajarkannya kitab Muwatta karya Imam Malik, buku teks Maliki yang
paling terkenal, yang kemudian dihafalkan oleh Ibnu Rusyd. [4][5] Guru kedokterannya adalah Abu
Jafar Jarim at-Tajail, yang kemungkinan juga mengajarkannya ilmu filsafat.[6] Ia juga
mempelajari karya-karya dari Ibnu Bajjah (juga dikenal dengan nama Avempace) yang mungkin
juga merupakan salah satu gurunya.[2][3] Ia mengikuti pertemuan rutin para filsuf, dokter dan
sastrawan di kota Sevilla, yang juga dihadiri oleh filsuf Ibnu Thufail dan Ibnu Zuhri serta Abu
Yusuf Yaqub yang kelak akan menjadi khalifah.[5] Ibnu Rusyd muda juga mempelajari akidah
atau teologi kalam dari Mazhab Asy'ariyah, walaupun kelak ia akan mengkritik mazhab ini.
[6]
 Menurut penulis abad ke-13 Ibnu al-Abbar, Ibnu Rusyd lebih tertarik dengan ilmu hukum
dan ushul fiqh (kaidah-kaidah hukum) dibanding ilmu hadis dan sunnah. [6] Salah satu spesialisasi
yang ditekuninya adalah masalah ikhtilaf atau perbedaan pendapat dalam hukum Islam.[6] Ibnu
Al-Abbar juga menyebutkan ketertarikan Ibnu Rusyd muda pada "ilmu-ilmu orang terdahulu"
(al-'ulum al-awa'il), yang kemungkinan maksudnya adalah ilmu alam dan filsafat yang
dikembangkan para ilmuwan Yunani.[6]
Karier
Pada tahun 1147, gerakan Muwahhidun yang dipimpin oleh Ibnu Tumart (yang menyebut
dirinya sebagai al-Mahdi) menggulingkan kekuasaan Murabithun di ibu kota Marrakesh, dan tak
lama kemudian Al-Andalus juga jatuh ke tangan Muwahhidun. [7] Setelah berkuasa, gerakan
Muwahhidun mendeklarasikan sebuah kekhalifahan. Selain dikenal dengan misinya untuk
memurnikan ajaran tauhid atau keesaan Tuhan, Ibnu Tumart dan para pemimpin Muwahhidun
juga ingin agar masyarakat umum lebih mengenal syariah atau hukum Islam. Bersamaan dengan
ini, pemerintahan Muwahhidun banyak menggalakkan berbagai bidang ilmu seperti filsafat, fikih
dan akidah.[8]
Pada tahun 1153, Ibnu Rusyd melakukan pengamatan astronomi di Marrakesh dan membantu
pembangunan perguruan-perguruan tinggi yang sedang dilakukan pemerintah. [5][6] Ia berusaha
mencari hukum-hukum fisika yang mengendalikan pergerakan benda-benda langit, tetapi
penelitian ini tidak berhasil.[6] Pada saat itu ia kemungkinan pertama kali bertemu dengan Ibnu
Thufail, filsuf terkenal dan penulis novel Hayy ibn Yaqzhan, yang saat itu menjabat sebagai
dokter istana.[6][3] Ibnu Rusyd dan Ibnu Thufail kelak berteman, walaupun mereka kadang
berselisih dalam masalah filsafat.
Pada tahun 1184, Khalifah Abu Yaqub wafat dan digantikan oleh Abu Yusuf Yaqub al-Mansur.
[6]
 Awalnya Ibnu Rusyd tetap memiliki hubungan baik dengan istana, dan tetap menjabat sebagai
dokter istana tetapi pada 1195 situasinya berubah.[13][6][10] Ia mendapat berbagai tuduhan,
termasuk tuduhan mengajarkan aliran sesat, dan ia harus menghadapi pengadilan di Kordoba. [10]
[6]
 Pengadilan memutuskan Ibnu Rusyd bersalah, menyatakan ajarannya sesat dan
memerintahkan agar tulisan-tulisannya dibakar.[6] Ibnu Rusyd diasingkan ke kota kecil Lucena,
sebuah permukiman Yahudi yang berada di sekitar Kordoba.[14][6] Biografi-biografi klasik
menyebutkan berbagai sebab memburuknya situasi Ibnu Rusyd ini, salah satunya karena Ibnu
Rusyd dianggap menghina khalifah dalam tulisannya. [10] Namun para sejarawan modern
menganggap bahwa perlakuan keras terhadap Ibnu Rusyd ini bermotif politik. Encyclopaedia of
Islam menyebutkan bahwa khalifah berusaha menjauhkan dirinya dari Ibnu Rusyd untuk
mendapat simpati dan dukungan dari para ulama tradisional yang banyak menentang ajaran Ibnu
Rusyd.[6] Pada saat itu, khalifah sedang butuh dukungan para ulama untuk melancarkan perang
melawan kerajaan-kerajaan Kristen.[6] Sejarawan Majid Fakhry menulis bahwa banyak fukaha
atau ahli fikih tradisional pada saat itu menentang Ibnu Rusyd dan menekan sang khalifah.

Karya-karya
Ibnu Rusyd adalah penulis yang amat produktif dan tulisan-tulisannya mencakup banyak topik.
[15]
 Menurut Fakhry, karyanya "mencakup lebih banyak bidang ilmu" dibanding para
pendahulunya di Dunia Timur.[15] Bidang-bidang ilmu yang ia bahas di antaranya filsafat,
kedokteran, teori hukum, serta linguistik.[15] Kebanyakan tulisannya adalah tafsir atau uraian
terhadap karya-karya Aristoteles, yang juga sering mengandung pemikiran baru dari Ibnu Rusyd
sendiri.[15] Menurut penulis Prancis Ernest Renan, selain tafsir-tafsir Aristoteles dan Plato Ibnu
Rusyd menulis sedikitnya 67 buku yang merupakan karya baru (bukan tafsir), termasuk 28 buku
mengenai filsafat, 20 buku mengenai kedokteran, 8 buku mengenai hukum, 5 buku mengenai
teologi atau akidah, 4 buku mengenai tata bahasa, dan 2 buku mengenai astronomi. [16] Teks asli
dari banyak karya Ibnu Rusyd yang berbahasa Arab telah hilang, dan yang masih ada hanyalah
terjemahannya dalam bahasa Latin atau Ibrani.[
Pemikiran
Ibnu Rusyd adalah pemikir Muslim yang berkemajuan dalam pemikiran dan mencerahkan dalam
berislam. Ia adalah filosof yang berhasil memasukkan pikiran filsafat dalam diskursus syariat. Ia
menjembatani perdebatan tentang ijma’ dengan argumentasi filsafati yang memberikan
kemudahan dalam istinbath hukum Islam.

Anda mungkin juga menyukai