Anda di halaman 1dari 18

Tugas : Asuhan persalinan dan bayi baru lahir

Dosen pengampuh : Ibu Wahida,S,SiT,M,Keb

PROSEDUR AMNIOTOMI

OLEH

NAMA: RIAN ANDRIANI

NIM : P00324019089

TINGKAT : II B

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN

2020

1
Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah Askeb II yang berjudul ”Amniotomi” ini dengan lancar.
Makalah ini di susun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Askeb II.
Penyusun berharap, dengan membaca ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua ,untuk menambah wawasan kita dalam mata kuliah ini, khususnya bagi
panyusun. Penyusun menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
sebagai pedoman dalam pembuatan makalah berikut nya. Makalah ini dapat
bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Landono 4 November 2020

Penulis

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................

A. Latar belakang............................................................................. 1

B.Rumusan masalah......................................................................... 2

C.Tujuan........................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................

A. Pengertian Amniotomi................................................................ 3

B.Indikasi Amniotomi...................................................................... 7

C. Kontra Indikasi Amniotomi......................................................... 8

D.Amnionitis dan Korioamnionitis.................................................. 10

BAB III PENUTUP........................................................................................

A. Kesimpulan.................................................................................. 13

B.Saran............................................................................................. 13

Daftar pustaka....................................................................................... 14

ii

BAB I
PENDAHULUAN

3
A.Latar belakang
Dari berbagai tindakan amniotomi yang terjadi banyak yang tidak sesuai dengan
apa yang seharusnya dilakukan pada saat tindakan, banyak kasus yang terjadi,
amniotomi dilakukan tidak sesuai indikasi dan banyak yang melakukan
amniotomi pada saat pembukaan belum lengkap sehingga dengan kejadian
tersebut dapat menimbulkan bayi banyak mengalami asfiksia. Dan jika ketuban
dipecahkan sebelum pembukaan lengkap maka akan menimbulkan infeksi
intrauterus potensial.
Menurut hasil dari berbagai penelitian yang dikutip dari jurnal
kedokteran, melakukan amniotomi dini secara rutin pada persalinan sama sekali
tidak memberikan manfaat terhadap proses persalinan. Dahulu ada anggapan
bahwa dengan dipecahkannya ketuban maka proses persalinan akan menjadi
lebih pendek dan nyeri akan berkurang. Anggapan ini terbantahkan oleh
penelitian yang melibatkan 1.463 wanita dengan hasil bahwa, ternyata
pemecahan selaput ketuban secara rutin sama sekali tidak terbukti mempercepat
proses persalinan dan mengurangi nyeri.
Amniotomi atau pemecahan selaput ketuban dilakukan jika selaput
ketuban masih utuh, ada dorongan yang besar.manfaat yang diperkirakan adalah
persalinan yang cepat, deteksi dini kasus pencemaran mekonium pada cairan
amnion, dan kesepatan untuk memasang elektroda kejanin serta memasukkan
pressure catheter dalam rongga uterus. Jika amniotomi dilakukan , harus
diupayakan menggunakan teknik aseptic yang penting kepala janin harus tetap
berada diserviks dan tidak dikeluarkan dari panggul selama prosedur, karena
tindakan seperti itu akan menyebabkan prolaps tali pusat.

Selama selaput ketuban masih utuh, janin akan terhindar dari infeksi dan
asfiksia. Cairan amniotic berfungsi sebagai perisai yang melindungi junin dari
tekanan penuh dikarenakan kontraksi. Oleh karena itu perlu dihindarkan

4
amniotomi dini pada kala satu, biasanya selaput ketuban akan pecah secara
spontan.

B.Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan amniotomi?
2. Apa saja indikasi untuk melakukan amniotomi?
3. Apa saja kontraindikasi dari amniotomi?
4. Apa yang dimaksud dengan amnionitis dan korioamnionitis?

C.Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari amniotomi
2. Untuk mengetahui indikasi untuk melakukan amniotomi
3. Untuk mengetahui kontraindikasi dari amniotomi
4. Untuk mengetahui pengertian dari amnionitis dan korioamnionitis

BAB II
PEMBAHASAN

5
A.PENGERTIAN
Amniotomi adalah tindakan yang membuka selaput amnion dengan jalan
membuat robekan kecil yang kemudian melebar seacara spontan,akibat nya gaya
berat cairan dan tekanan dalam rongga amnion.tindakan ini umumnya dilakukan
pada pembukaan lengkap agar penyelesaian proses persalinan berlangsung
sebagai mana mestinya.
Normalnya, cairan amnion mencapai satu liter pada kehamilan 36
minggu dan kemudian menurun sampai kurang dari 200 ml pada 42 minggu.
(table 21-1). Cairan tang kurang disebut dengan oligohidramnion. Terkadang
secara persepsi, cairan amnion lebih dari 2 liter di anggap berlebihan dan disebut
hidmnion atau polihidramnion.Pada keadaan yang jarang, uterus dapat
mengandung cairan yang sangat banyak, yang di laporkan sebanyak 15 liter.
Disebagian besar keadaan, berkembang hidramnion kronik, yaitu terjadi
peningkatan cairan yang berlebihan secara bertahap. Pada hidramnion akut,
uterus dapat mengalami distensi yang nyata dalam beberapa hari.
Pada umunnya kondisi selektif amniotomi dilakukan pada fase awal
sebagai upaya akselerasi persalinan .pada kondisi demikian penilaian
serviks,penurunan bagian terbawah dan luas panggul terjadi penentu
keberhasilan persalinan.penilaian yang salah dapat menyebab kan cairan amnion
sangat berkurang sehingga menimbulkan distosia dan meningkat kan
mordidilitas atau mortalitas ibu dan janin yang dikandungnya.
Kejadian fiologis yang diharapkan dari tindakan amniotomi adalah
dengan keluarnya cairan ketuban maka volume uterus berkurang, prostaqladin
dihasilkan, sehingga dapat merangsang persalinan serta kontraksi uterus akan
meningkat sehingga terjdi nya persalinan kala dua.

3
Pengukuran cairan amnion:
Selama beberapa dekade terakhir, sejumlah metode songrafi telah digunakan
untuk mengukur jumlah cairan amnion. Phelan, dkk.( 1987) menguraikan
kuantifikasi menggunakan indeks cairan amnion (amnionic fluid index)-AFI.

6
Kuantifikasi ini dihitung dengan menjumlahkan ke dalam vertikal kantong
terbesar dari setiap 4 kuadran uterus yang sama. Berdasarkan penghitungan
mereka, hidramnion yang disignifikan di artikan sebagai index yang lebih besar
dari 24 cm. Magann, dkk. (2000) melakukan penelitian cross sectional mengenai
perubahan longitudinal index cairan amnion pada kehamilan normal (tabel 21-
1). Kurva mereka dan salah satu dari kurva hinh dan ladinsky (2000) machado,
dkk (2007) menunjukkan puncak AFI sekitar usia kehamilan 32 minggu diikuti
penurunan stabil sampai usia 42 minggu. Nilai normal untuk kehamilan dengan
janin lebih dari 1 telah diberikan oleh porter dkk. (1996) serta hill dkk, (2000)
dan didiskusikan pada bab 39 (hal. 928).
Kelompok dari universitas Mississpi telah melakukan beberapa
investigasi u tuk menilai keakuratan sonografi untuk evaluasi AFI. Magann, dkk.
(1992) membandingkan nilai AFI dengan pengukuran yang didapat melalui
dilusi pewarnaan. Mereka menggunakan teknik ini untuk mengukur cairan
amnion pada 40 perempuan yang menjalani amniosintesis saat kehamilan lanjut.
Mereka menemukan bahwa AFI dapat diandalkan dalam menentukan cairan
amnion yang normal atau meningkat, tetapi tidak akurat alam mendiagnosis
oligohidranion. Dalam perbandingannya dengan alat lain untuk pengukuran
cairan amnion,
kelompok ini menunjukkan hubungan yang buruk antara AFI, dengan metode dua
diameter kantong cairan, dan metode satu kantong terdalam (Chauhan, 1997:
Johnson, 2007; Magan 2003 a, b, 2004, dkk). Disamping itu, morris, dkk. (2003)
meneliti 1584 wanita hamil cukup bulan dan menemukan bahwa AFI superior
terhadap metode satu kantong terdalam. Magann,

4
dkk. (2001) mengevaluasi penambahan pencitraan doppler berwarna dan
menyimpulkan bahwa penggunaanya secara bersamaan dengan pengukuran AFI
menyebabkan diagnosis berlebihan oligohidramnion. Peedicayil dkk, (1994)

7
menekankan bahwa nilai pada ambang batas harus diulang sebelum dilakukan
intervensi.
Beberapa faktor dapat mempengaruhi AFI. Sebagai contohnya, yancey
dan richards (1994) melaporkan bahwa ketinggian – 6000 kaki –dikaitkan
dengan peningkatan indeks. Kebanyakan, tetapi tidak semua, telah melaporkan
bahwa hidrasi ibu meningkatkan indeks (Bush, 1996 ; dk, 2001; Kerr, 1996;
Kilpatrick, 1993; Magan, 2003, dkk). Refleks ini menghilang dalam 24 jam dan
belum terbukti bermanfaat dalam memperbaiki hasil akhir (Malhotra and dk,
2004).
Sebaliknya, retriksi cairan atau dehidrasi dapat menurunkan AFI. Pada
kehamilan lebih bulan, Oz, dkk. (2002) menginvestigasi etiologi
oligohidramnion. Mereka menemukan penurunan kecepatan diastolik akhir arteri
renalis, yang menunjukkan bahwa peningkatan impedansi arteri tersebut adalah
faktor etiologi yang penting. Ross dkk, (1996) memberikan vasopresin 1-
deamino – [8 – D- Arginine] (DDAVP) pada perempuan yang mengalami
oligohidramnion. Pemberian vasopresin tersebut menyebabkan hipoosmolalitas
serum ibu sebesar 285 sampai 265 mOsm / kg yang dikaitkan dengan
peningkatan AFI dari 4 sampai 8 cm dalam 8 jam.
Amniotomi adalah tindakan yang membuka selaput amnion dengan jalan
membuat robekan kecil yang kemudian melebar secara spontan, akibatnya gaya
berat cairan dan tekanan dalam rongga amnio. Tindakan ini umumnya dilakukan
pada pembukaan lengkap.
Agar penyelesaian proses persalinan berlangsung sebagaimana
mestinya. (Asuhan kebidanan persalinan,Yanti S.ST, M.keb: 158)
Pada upaya kondisi selektif amniotomi dilakukanpada fase awal,
sebagai upaya akselerasi persalinan.

5
Pada kondisi demikian penilaian serivks, penurunan bagian terbawah dan luas
panggul menjadi penentu keberhasilan persalinan. Penilaian yang salah dapat
meyebabkan cairan amnion sangat berkurang sehingga menimbulkn distorsia

8
morbiditas atau mortalitas ibu dan bayi yang dikandungnya.(Asuhan kebidanan
persalinan,Yanti S.ST,M.keb:158)
Kejadian fisiologis diharapkan dari tindakan anatomi adalah keluarnya
cairan ketuban maka volume uterus berkurang, prostaglandin dihasilkan,
sehingga dapat merangsang persalinan serta kontraksi uterus akan menignkat
sehingga terjadi persalinan kala II.

Amniotomi melepaskan prostaglandin endogenosus yang memberi


makanan ke dalam siklus kejadian dan menignkatkan persalinan. Dengan
demikian, amniotomi telah digunakan secara menguntungkan dan menstimulasi
uterus ketika persalinan telah dimulai tetapi tidak menjamin. Bagaimananpun
amniotomi harus mengharuskan pelahiran dalam waktu singkat, sekitar 24 jam,
karena prosedurnya hampir selalu mendatangkan infeksi. Pendapat yang
menyatakan bahwa amniotomi dapat meningkatkan kekuatan antara kepala dan
serviks belum diperkuat. (Buku Ajar Konsep Kebidanan, Christine Henderson
and Cathline Jones: 284)

Percobaan klinis tentang pelaksanaaan amniotomi dalam persalinan


membuktikan bahwa amniotomi sedikit mempercepat persalinan (setengan jam)
tetapi tidak memberi manfaat dalam hal frekuensi operatif atau kesejahteraan
neonatus (UKAmniotomy group, 1994).
Amniotomi dapat mengurangi insiden hiperstimulasi jika digunakan
bersama dengan oksitosin karena itu banyak praktisi yang menggabungkan
kedua intervensi ini. (Buku Ajar Konsep Kebidanan, Christine Henderson and
Cathline Jones: 284)

B. INDIKASI
Indikasi dilakukan tindakan amniotomi adalah pada:
1. Persalinan kala ll

9
1) Pada persalinan kala ll pembukaan cendrung sudah lengkap sehingga
dapat :
a. Mendorong terjadinya reflek mengejan, sehingga persalinan dapat
dipercepat
b. Memperkecil biaya infeksi
c. Mengurangi kemungkinan prolapsus funikuli atau bagian kecil
lainnnya
d. Dapat cepat mengambil tindakan dalam menyelesaikan persalinan
e. Saat yang tepat dalam memecahkan ketuban adalah pada waktu akhir
his derasnya aliran ketuban berkurang serta menghindari terjadinya
prolapsus funikuli atau bagian kecil lainnya
2) Jika amniotomi dilakukan pada pembukaan kecil dapat menimbulkan
bahaya lain terjadi prolapsus funikuli , bahaya infeksi makin besar, serta
memperbesar kemungkinan destres janin.oleh sebab itu amniotomi pada
pembukaan kecil sebaiknya dilakukan dirumah sakit, sehingga siap untuk
mengambil tindakan operasi persalinan seksio sesaria.
2. Akselerasi persalinan
1) Akselerasi persalinan adalah tindakan untuk meningkatkan frekuensi
lama dan kekuatan kontraksi uterus dalam persalinan.

2) Tujuan nya adalah untuk mencapai his 3x dalam 10 menit lamanya 40


detik. Dengan dilakukannya amniotomi maka cairan ketuban akan
keluar, volume uterus berkurang, prostaglandin dihasilkan, dapat
persalinan , serta kontraksi uterus meningkat .

3. persalinan pervaginam dengan menggunakan instrument

10
1) Salah satu persalinan pervaginam dengan menggunakan instrument
adalah ketuban sudah pecah atau dipecahkan sehingga dapat mengurangi
komplikasi atau penyulit.
2) Didaerah dengan insiden HIV tinggi, selaput ketuban sejauh mungkin
dipertahankan .

C.KONTRAINDIKASI AMNIOTOMI
1. Poli hidramnion
Dikatakan polihidramnion atau hidramnion jika cairan ketuban lebih dari 200
cc. kejadian kejadian yang sering terjadi pada polihidramnion yaitu:
1) Cacat janin terutama pada anencepalus dan atersia oesophagei
2) Kehamilan kembar
3) Beberapa penyakit seperti DM, Pre eklamsi, eklamsi, erytroblastosis
foetalis hidramniom diman merpakan suatu kehamilan dengan resiko
tinggi karena dapat membahayakan bagian ibu dan janin. Oleh karena itu
penanganan harus sangat berhati hati, karena jika tidak, jika dilakukan
amniotomi bias terjadi:
a. Pancaran yang terlalu cepat dari selaput amnion yang secara tiba tiba
sehingga cairan terlalu cepat habis keluar maka janin terjadi distress .
b. Dilihat dibeberapa kejadian yang sering dapat menimbulkan infeksi
( DM ), prolapus,foeniculi, sulasio plasenta dan inersia urteri di
pendarahan post partum
2. Presentasi muka
Dilihat dari factor predisposisi letak ( persentasi muka) adalah panggul
sempit dan anak yang besar, kelainan tulang leher, lilitan tali pusat banyak,
anencephalus, panggul picak,

11
hidramnion, dinding perut kendor sehingga rahim jatuh kedepan.Jika
dilakukan amniotomi dapat membahayakan bagi ibu atau janin karena
kelainan-kelainan ini seharusnya dilahirkan perabdominan/sc.
3. Tali pusat terkemuka
Jika dilakukan amniotomi maka tali pusat akan menumbung sehingga asupan
nutrisi dan O2 dari ibu melalui plasenta menuju kejanin mengalami gangguan
sehingga asfiksia.
4. Vasa vervia
Karena plasenta prefia jalan satu-satunya adalah sc, sehingga bukan
wewenang kita unutk melakukan tindakan tersebut bahkan pemeriksaan
dalam saja tidak boleh dilakukan. Jika pada plasenta prefia dilakukan
amniotomi akan membuat perdarahan lebih banyak sehingga ibu bias
mengalami anemia dan syok serta kemungkinan besar terjadi infeksi.
Amniotomi bias dilakukan pada plasenta letak rendah, plasenta prefia
marginalis dan plasenta prefia lateralis ini memungkinkan dapat
menghentikan perdarahan.
5. Letak lintang persentasi bahu
Terjadi jika sumbu panjang janin letak melintang. Merupakan bagian yang
menjadi persentasi. Pada pemeriksaan abdomen sumbu panjang janin
melintang, maka teraba bagian besar (kepala atau bokong) pada simpisis
pubis. Kepala biasanya teraba didaerah pinggang. Pada pemeriksaan vagina
dapat teraba bahu, tetapi tidak selalu, dapat mengalami prolaps dan siku-siku
lengan atau tangan dapat teraba di vagina. Pada letak lintang tidak boleh
dilakukan amniotomi, oleh karena pada letak lintang ini tidak bias lahir cara
spontan dan harus dilakukan sc.

12
D. AMNIONITIIS DAN KORIOAMNIONITIS
Amnionitis adalah inflamasi kantong amnion dan cairan amnion.
Korioamnionitis adalah inflamasi korion selain infeksi cairan amnion dan
kantong amnion. Kondisi ini hamper selalu berdampingan.
Amnionitis dan korioamnionitis paling sering terjadi akibat pecah
ketuban yang lama (lebih dari 24 jam), dengan atau tanpa persalinan yang
memanjang, pada pemeriksaan dalam atau manipulasi vagina atau prosedur
intrauterine yang berulang. Amnionitis dan korioamninitis juga dapat terjadi,
walaupun jarang, pada wanita dengan ketuban utuh, dengan alasan yang tidak
diketahui. Organisme yang paling sering dikaitkan dengan korioamnionitis dan
infeksi lanjutan pada janin setelah pecah ketuban adalah streptococcus grub b,
escheriachia coli, ureaplasma urealyticum, fusobacterium species, dan
mycoplasma hominis.
Baik ibu maupun bayi akan terinfeksi, dan masing masing akan
menderita hasil komplikasi selanjutnya. Infeksi memberi dampak yang
merugikan pada kontraktilitas uterus ibu-uterus tidak berkontraksi dengan baik,
yang membuat distosia persalinan akibat disfungsi uterus dan dilatasi serviks
abnormal; selain itu, uterus tidak berespon dengan baik terhadap oksitosin.
Wanita yang terinfeksi berpotensi menjadi sakit pada saat intrapartum yang
pascapartum. Bayi dapat mengalami pneumonia dan asidosis intrauterus yang
mengancam jiwa. Korioamnionitis juga telah diidentifikasi sebagai factor resiko
para lisis serebri dan leukomalasia periventrikular kistik (cystic perifentricular
leukomalacia).
Tanda dan gejala amnionitis dan korioamnionitis adalah sebagai berikut:
1. Demam maternal
2. Takikardi maternal
3. Takikardi janin
4. Uterus lunak
5. Dinding vagina hangat (panas) tidak seperti biasa ketika disentuh.

10

13
6. Cairan amnion purulen dan berbau tidak sedap
7. Peningkatan hitung jenis sel darah putih

Setelah kelahiran, informasi tambahan berikut ini dapat digunakan


sebagai indikasi infeksi: tali pusat dan membrane janin transparan serta
berembun, dan adanya leukosit polimorfonuklear dalam asupan cairan lambung
yang diaspirasi dari bayi dan permukaan korionik amnion. Bayi cenderung
memiliki skar Apgar di bawah 7 dan mungkin mengalami hipotermia. Dilain
pihak, bayi mungkin memiliki nilai Apgar tinggi dan kemudian turun drastis
dalam 10 – 25 menit setelah kelahiran. Observasi ketat yang berlanjut pada bayi
selama 1 jam pertama setelah kelahiran wajib dilakukan.
Penatalaksanaan intrapartum pada wanita dengan amnionitis atau
korioamnionitis memiliki tujuan utama pelahiran dan penanganan infeksi.
Tujuan itu dicapai melalui kolaborasi dengan dokter yang menangani pasien.
Penatalaksaan persalinan pada kehamilan cukup bulan dengan komplikasi
korioamnionitis adalah sebagai berikut:
1. Fasilitasi kelahiran: kelahiran pervaginam yang diinduksi atau seksio sesaria
harus terjadi dalam 24 jam setelah diagnosis ditegakkan. Seksio sesaria dapat
diindikasikan jika kondisi ibu atau janin memburuk, atau jika distosia
persalinan tidak terbantu dengan oksitosin. Seksio sesaria tidak dilakukan
hanya karena korioamninitis.
2. Induksi oksitosin atau augmentasi untuk memperpendek fase laten persalinan.
3. Ruptur forewaters jika ada.
4. Alat pemantau janin elektronik internal.
5. Hidrasi dengan cairan intravena (mis, dextrose 5% dalam ringer laktat).
6. Pemantauan tanda tanda vital maternal setiap jam.
7. Pelaporan ke dokter pediatric.

11

14
Jika kelahiran diharapkan terjadi dalam 1-2 jam, tetapi antibiotic
intravena untuk ibu dapat ditunda sampai segera setelah kelahiran. Penundaan
ini dianjurkan karena antibiotic yang diberikan kepada ibu akan mengganggu
kemampuan dokter pediatrik untuk
mengidentifikasi agents penyebab infeksi pada bayi baru lahir. Sebaliknya, ibu
harus ditangani dengan antibiotic selama persalinan untuk memulai terapi bagi
ibu dan bayi dan menurunkan angka sepsis neonatus. Pemilihan antibiotik dan
dosis bervariasi sesuai dengan protokol dan apakah GBS teridentifikasi. Dalam
kasus ini regimen antibiotik spektrum luas untuk korioamnionitis lalu
menyertakan obat yang diketahui aktif melawan GBS.
Pelahiran dapat dilakukan di tempat tidur dalam ruang pelahiran yang
dilengkapi peralatan resusitasi neonates dan pengaturan hipotermi. Dokter
pediatrik harus hadir ketika pelahiran, dan kultur yang sesuai dari bayi (cairan
lambung yang di aspirasi, kulit, telinga) dan pH tali pusat harus diperoleh.
Kultur juga dapat diambil dari uterus, plasenta baik dari sisi ibu maupun janin,
dan tali pusat. Terapi antibiotic intravena dilanjutkan untuk ibu sampai gejala
infeksinya menurun dan suhu tubuh menjadi normal selama lebih dari 24-48
jam, setelah itu ibu dapat diberikan antibiotik oral. (Varney hellen,dkk 2008: hal
792-793)

12

15
BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan

Amniotomi merupakan suatu tindakan untuk memecahkan ketuban pada saat


pembukaan sudah lengkap. Amniotomi artifisialisis dilakukan dengan cara
memecahkan ketuban baik di bagian bawah depan (fore water) maupun dibagian
belakang (hind water) dengan suatu alat khusus (drewsmith catheter). Tindakan
amniotomi perlu dilakukan apabila selaput ketuban belum pecah dan pembukaan
sudah lengkap.Perhatikan warna air ketuban yang keluar saat dilakukan
amniotomi. Jika terjadi pewarnaan mekonium pada air ketuban maka lakukan
persiapan pertolongan bayi setelah lahir karena hal tersebut menunjukkan adanya
hipoksia dalam rahim atau selama proses persalinan.

B. Saran

Dari hasil kesimpulan yang telah dikemukakan, maka dapat diberikan saran-saran
sebagai bahan masukan bagi pihak yang bersangkutan dalam rangka
meningkatkan kualitas dalam pelaksanaan Amniotomi kepada klien dan
menambah informasi dan wawasan. Bagi profesi kebidananan disarankan agar
mengembangkan pengetahuan kesehatan terkait pelaksanaan amniotomi terhadap
klien guna memonitoring perkembangan kesehatan ibu dalam persalinan.

13

16
DAFTAR PUSTAKA

F. Garry Cunningham, et ai. 2015. Obstetri Williams. Jakarta: EGC.


Sumarah dkk. 2009. Perawatan Ibu Bersalin. Yogyakarta: Fitramaya.
Rukiyah Ai Yeyeh, dkk. 2009. Asuhan kebidanan II Persalinan. Jakarta: CV. Trans
Info Media.
Chamberlain Geoffrey, dkk. 1994. Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika.
Yanti, S.ST, M.Keb. 2010. Asuhan Kebidanan Persalinan. Yogyakarta: Pustaka
Rihama.
Llwellyn - Jones Derek. 2002. Dasar - Dasar Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:
Hipokrates.
Varney Hellen, dkk. 2008. Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC.
K Icesmi Sukarni, dkk. 2013. Kehamilan Persalinan dan Nifas. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Sastrawinata Sulaeman. 1981. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar Offset.
Asuhan Persalinan Normal dan Inisiasi Menyusu Dini. (JNPK_KP/POGI) dan
JHPIEGO Corporation. 2014.
Yanti, S.ST, M.Keb. 2010. Kompetensi Asuhan Kebidanan Persalinan. Yogyakarta:
Pustaka Rihama.
Sastrawinata Sulaeman. 1983. Obstetri Fisiologi. Bandung: Eleman.

17
14

18

Anda mungkin juga menyukai