Anda di halaman 1dari 5

Nama : Vincent Christianto

NIM : 01071190035

Ringkasan Buku ‘Menebus Sains’

Buku ‘Menebus Sains’ dengan sub bab ‘Mengapa Para Ilmuwan Harus Percaya
Kepada Allah : Atribut-Atribut Ilahi Dari Hukum Ilmiah’. Buku ini memulai dengan
pembahasan bahwa sains bertentangan dengan kepercayaan kristen ortodoks. Dahulu, sering
sekali para ilmuwan hanya percaya dan menganggap Tuhan disaat para ilmuwan tidak
menemukan jawaban atas pertanyaan di dunia ini, Tuhan hanya ditaruh di celah-celah
kebingungan para ilmuwan. Sedangkan setelah para ilmuwan menemukan jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan di dunia, serta dapat membuktikan fakta tersebut, Tuhan mulai
disingkirkan dengan adanya teori yang muncul.

Namun menurut Alkitab, Tuhan bukan hanya sekedar pengisi ‘celah’ kebingungan
para ilmuwan. Tuhan juga sering muncul pada situasi tertentu dan wilayah-wilayah yang
menjadi bagian dari sains seperti peristiwa-peristiwa reguler dan dapat diprediksi seperti
halnya musim dan juga cuaca. Regularitas ini lah yang pada akhirnya disebut sebagai hukum
alam, dan hukum alam disebut oleh para ilmuwan sebagai hukum Allah atau firman Allah
yang tidak dapat dipelajari secara tepat oleh manusia melainkan manusia hanya bisa
memperkirakan. Para ilmuwan akhirnya selalu mengharapkan adanya regularitas, karena jika
regularitas tidak ada, ilmuwan akan berhenti untuk belajar dan berhenti untuk menjelajahi
dunia sains yang baru.

Regularitas ini juga bukan para ilmuwan yang menciptakan. Kembali lagi, Tuhan lah
yang menciptakan regularitas ini. Hal ini dapat terjadi karena seorang ilmuwan harus
menemukan suatu regularitas tertentu dengan berbagai percobaan. Kalau memang para
ilmuwan dapat menciptakan suatu regularitas, maka para ilmuwan tidak perlu melakukan
percobaan, tinggal mereka membuat suatu dugaan dan membuat suatu regularitas atau
hukum. Hukum ilmiah diperkirakan adalah suatu universal artinya, hukum tersebut absolut
bisa dipakai dalam situasi apapun dan dapat melampaui waktu dan ruang. Namun,
kenyataannya banyak hukum yang bergantung pada beberapa syarat sehingga tidak dapat lagi
dikatakan sebagai universal.

Hukum selain bersifat universal, juga bersifat omnipoten atau mahakuasa, maka
semua bisa terjadi. Ini mengarah pada arti hukum adalah firman Allah, dimana mukjizat
dapat terjadi. Mukjizat tidak melanggar hukum karena mukjizat selaras dengan karakter
Allah, mukjizat hanya melanggar beberapa pengharapan dan dugaan manusia dan itu
permasalahan kita sebagai manusia bukan permasalahan Allah. Hukum juga bersifat
transenden dan imanen berarti hukum berkuasa atas ketetapannya, dan berkuasa mulai dari
hal terbesar hingga hal terkecil di alam semesta ini. Hukum memang bersifat transenden dan
imanen, namun itulah ciri khas Allah.

Hukum – hukum ilmiah juga harus kita anggap sebagai hukum Allah. Bukan
seharusnya kita berfikir bahwa hukum ilmiah merupakan ciptaan namun sebagai pencipta
karena hukum ilmiah adalah hukum Allah yaitu sang pencipta. Disinilah letak kesalahan
manusia dalam berfikir bahwa hukum ilmiah merupakan sesuatu yang sudah diciptakan dan
harus manusia temukan. Sesungguhnya hukum – hukum bukan hanya dugaan – dugaan
ataupun perkiraan – perkiraan manusiawi kita. Hukum adalah Allah yang berbicara, Allah
yang bertindak, Allah yang menyatakan diri-Nya dalam waktu dan ruang. Kesalahan kita
adalah kita menolak mengakui bahwa hukum tersebut adalah hukum Allah, tidak kurang dari
Allah yang berbicara, dan kita sedang berhadapan muka dengan Allah.

Atribut Allah yang lain adalah kebenaran, maka apakah hukum itu selalu benar ?
kebenaran Allah ditunjukkan pada hukum moral. Namun hukum moral berada diluar fokus
bidang pada ilmuwan sehingga tidak relevan. Namun dapat kita lihat juga pada hukum ilmiah
seperti hukum fisika, hukum biologis, hukum kimia, dan lain – lain. Bahwa suatu hukum, jika
kita langgar maka kita akan mendapat konsekuensinya. Karena ini lah hukum dapat dikatakan
suatu kebenaran, jika kita berani melanggarnya, hukum akan memimpin kita kepada
konsekuensinya. Misalnya kita ingin melanggar hukum newton dengan melompat dari atas
gedung, dan kita akan menerima konsekuensinya.

Tetapi apakah para ilmuwan percaya akan hukum ilmiah adalah hukum Allah ? para
ilmuwan percaya dan tidak percaya. Ini kembali lagi ke paragraf pertama dimana Tuhan
hanya pengisi sebuah celah. Para ilmuwan mengetahui keberadaan Allah, mereka bergantung
kepada-Nya. Tetapi karena pengetahuan ini menyakiti secara moral dan rohani, sehingga
mereka hanya sebatas mengetahui adanya Allah namun tidak sepenuhnya percaya kepada-
Nya.

Pertanyaan selanjutnya, apakah kita sebagai orang kristen percaya ? kita sebagai
orang kristiani terkadang sering mengadopsi sebuah konsep yang tidak memiliki dasar
Alkitab mengenai Allah. Kita berfikir bahwa hukum ilmiah atau hukum Allah lah yang
mengatur seluruh dunia bukan Allah, malah kita berfikir bahwa Allah hanya sesaat saja ke
dunia itupun hanya dalam bentuk mukjizat. Inilah yang membuat kita sebagai manusia salah
dalam berfikir dan mengadopsi sebuah konsep yang tidak memiliki dasar Alkitab.

Untuk menggunakan situasi ini sebagai sebuah titik awal bagi kesaksian, kita harus
mengingat beberapa prinsip. Pertama, pengamatan bahwa Allah yang mendasari konsep
hukum ilmiah tidak memiliki bentuk yang sama dengan pembuktian tradisional. Kedua, para
ilmuwan menolak Allah dalam konteks yang sama di mana mereka bergantung kepada-Nya.
Ketiga, memalukan bagi orang – orang yang tidak percaya, lebih memalukan juga kalau tidak
bisa di tanggung dan dinyatakan bahkan dengan ilmu apapun. Keempat, hukum menawarkan
jalan keluar satu – satunya yang dapat benar – benar mengakhiri pertarungan melawan Allah.
Kelima, mengandung peperangan rohani dalam pendapat kita, kita harus berdoa kepada Allah
dan bergantung kepada kuasa Allah daripada kepada kepintaran argumen manusia. Keenam
dan merupakan yang terakhir, kita menyadari bahwa kita semua sesama orang berdosa

Allah-lah yang melindungi kita dari bencana, ini bergantung pada providensi Allah
dan inilah hukum ilmiah atau hukum Allah. Para ilmuwan harus bekerja setiap hari dengan
kekekalan dan kemahakuasaan hukum ilmiah yang ada di depan mata mereka. Tetapi
kebanyakkan dari kita, kesetiaan Allah dinyatakan secara tidak langsung melalui
kebergantungan kita kepada teknologi yang dihasilkan dari sains. Kita mengasumsikan
sumber – sumber makanan kita dapat diandalkan, kita percaya makanan pasti tumbuh setiap
tahun, dan kita percaya makanan kita pasti menyehatkan bukan meracuni kita.

Pada batas tertentu, atribut – atribut hukum ilmiah dapat terlihat bahkan bagi orang –
orang biasa yang menikmati manfaat teknologi. Orang – orang biasa percaya bahwa produk –
produk teknologi akan bekerja dalam cara yang sama kapan pun dan di mana pun. Maka,
pada dasarnya mereka percaya kepada kekonstanan teknologi. Dan mereka secara tersirat
percaya bahwa hukum – hukum yang bekerja di balik teknologi bersifat konstan.
Kekonstanan inilah yang dapat kita rasakan sebagai kekekalan dan kemahahadiran Allah.
Providensi Allah mempengaruhi kita dalam kedua wilayah tersebut. Maka atribut – atribut
hukum ilmiah menawarkan podium untuk bersaksi kepada orang – orang biasa para ilmuwan.

Refleksi dan Tanggapan

Setelah saya membaca kutipan buku ini, pikiran saya lebih terbuka akan kelakuan
manusia yaitu hanya percaya kepada Tuhan dan menaruh Tuhan hanya pada celah – celah
dimana kita kebingungan akan adanya suatu hal. Sedangkan setelah kita menemukan hal
tersebut, kita langsung dengan mudahnya menyingkirkan Tuhan dan percaya kepada orang
yang menemukan suatu hal tersebut. Ini dikarenakan fikiran kita akan hukum, bahwa hukum
dapat kita ciptakan dan bukan merupakan bagian daripada dunia ini. Padahal hukum adalah
Allah sendiri, hukum adalah sang pencipta dan kita tidak dapat semena - mena menciptakan
hukum tersebut melainkan tugas kita adalah mencari dan menemukan hukum tersebut agar
menuntun kita ke jalan yang benar dan dijauhkan dari konsekuensi jika kita melanggar
hukum tersebut. Dari sini juga saya belajar bahwa Tuhan Allah tidak hanya sesaat untuk
mengatur alam semesta ini, melainkan Allah selalu mengatur ruang dan waktu di alam
semesta ini bergantung pada providensi-Nya. Hukum yang paling tinggi-pun adalah hukum
moral, memang kita sulit untuk menghubungkannya dengan kehidupan, karena di masa
modern ini kita hanya bergantung pada kecanggihan teknologi, namun ternyata hukum moral
memiliki mekanisme yang sama seperti layaknya hukum fisika pada teknologi canggih masa
kini.

Hukum alam yang sudah dapat dipelajari dan diperkirakan oleh manusia juga ternyata
tidak semudah itu, hukum alam sama saja dengan hukum Allah. Allah lah yang mengatur
semua ini mulai dari musim, cuaca perhari dan bencana alam di tiap wilayah. Kita sebagai
manusia hanya dapat berspekulasi dan mengevaluasi setiap terjadi bencana alam. Kita tidak
bisa mengatur kapan bencana datang dan pergi. Ini sebabnya hukum alam bukanlah hukum
biasa namun adalah hukum Allah sang pencipta.

Dari buku ini, saya juga jadi mempunyai motivasi dalam melakukan kesaksian akan
hukum Allah atau mukjizat Allah di dunia. karena dari ketidak percayaan orang kepada Allah
bisa menjadi titik awal melakukan kesaksian kepada dunia.

Cerita kontemporer

Kita bisa mengambil contoh masalah yang sedang viral saat ini yaitu Covid-19. Virus
ini mewabah tepat sebelum dunia mengalami pergantian tahun 2019-2020 tepatnya 31
Desember 2019. Dunia langsung diguncangkan dengan virus mematikan ini. Saya yakin pada
titik ini para ilmuwan sedang bekerja keras meneliti virus ini, mencari obat dan vaksin
penyembuhan virus ini. Namun, dilain sisi pasti banyak orang terutama orang kristiani yang
mendadak berdoa dan percaya kepada Tuhan untuk melewati wabah ini, agar tetap sehat
kedepannya dan jika tertular pun, orang – orang berbondong – bondong berdoa untuk dapat
sembuh. Tidak menutup kemungkinan adapun ilmuwan yang mendadak menjadi mencari
sang pencipta Tuhan agar riset mereka dapat sukses entah dengan latar belakang memang
ingin menyembuhkan manusia, atau sekedar ingin membesarkan nama agar menjadi terkenal.
Namun jika obat serta vaksin covid-19 ini sudah tercipta, dan wabah covid-19 mulai
menurun, akan banyak orang dan para ilmuwan yang akan mendadak tidak mengingat Tuhan
lagi dan lebih mengingat para ilmuwan yang telah bekerja keras untuk menemukan obat serta
vaksin dalam membasmi wabah ini. Disinilah letak kesahalan kita semua, kita dengan sangat
mudah mengingat Tuhan disaat kita terkena wabah bencana, bencana alam maupun bencana
karena keteledoran manusia sendiri. Namun, kita juga dengan mudah melupakan Tuhan
disaat kita sedang senang karena bencana yang kita alami sebelumnya dapat teratasi. Maka
dari itu kita harus introspeksi diri dengan cara lebih bersyukur kepada sang pencipta, apapun
itu keadaanya sedang sedih maupun sedang senang kita harus tetap bersyukur kepada Allah,
karena dunia ini diatur oleh Allah, dan dunia ini bergantung pada hukum ilmiah atau hukum
Allah yang tidak bisa kita pelajari secara tepat, melainkan hanya sekedar mengira – ngira.

Anda mungkin juga menyukai