Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN KASUS

Tata Laksana Anestesi pada Pasien Anak dengan Hipersplenism, Thalassemia


Mayor, dan Trombositopenia yang Menjalani Splenektomi

Doddy Tavianto, Ati Nurchaeni


Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/
Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung

Abstrak

Thalassemia merupakan penyakit genetik pembentukan rantai globin pada hemoglobin. Operasi spelenektomi
pada pasien hipersplenism dengan thalassemia mayor dan trombositopenia merupakan hal yang menantang bagi
seorang ahli anestesi dikarenakan manifestasi sistemik yang timbul karena thalassemia, penumpukan kadar besi,
dan komplikasi agen kelasi besi. Kasus ini mempresentasikan tentang seorang anak perempuan usia 6 tahun
dengan thalasemia mayor dan trombositopenia yang menjalani operasi splenektomi dalam anestesi umum. Operasi
berlangsung selama 6 jam dengan perdarahan 2.700 mL dengan transfusi 700 mL PRC, 300 mL FFP, dan 200 mL
trombosit. Hemodinamik intraoperatif pernah mengalami penurunan dikarenakan perdarahan akibat terpotongnya
arteri gastric brevis. Setelah operasi pasien diekstubasi dan dirawat di HCU.

Kata kunci : Hipersplenism, splenektomi, thalasemia mayor, trombositopenia

Anesthetic Management in Paediatric Patient with Hypersplenism, Major


Thalassemia, and Trombocitopenia undergo Splenectomy

Abstract

Splenectomy surgery in hypersplenism patient with thalassemia major and thrombocitopenia may be challenging to
anaesthesiologist because of systemic manifestations of thalassemia, iron overload, and complications of chelation
therapy. This case presenting a 6-year-old girl with thalassemia and thrombocitopenia undergo splenectomy
surgery in general anaesthesia. The surgery took 6 hours with 2,700 mL blood loss and was transfused with 700
mL PRC, 300 mL FFP, and 200 mL thrombocytes. Haemodynamic intra operative decreased because of bleeding
cut brevis gastric artery. After surgery patient was extubated then was treated in high care unit.

Key words: Hypersplenism, major thalassemia, thrombocytopenia, splenectomy

Korespondensi: Doddy Tavianto, dr., SpAn, Departemen Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran/Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin, Jl. Ligar Wangi No. 37 Awiligar Bandung, Mobile 0811229636,
Email doddytaviant@yahoo.com

109
110

Doddy Tavianto, Ati Nurchaeni

Pendahuluan kali sebanyak 1 kantong darah merah. Selama


3 tahun pasien mengkonsumsi tablet ferriprox 3
Thalassemia merupakan kelainan genetik x 500 mg. Pasien tidak memiliki riwayat alergi
autosomal resesif inherediter dimana terdapat obat dan penyakit penyerta lainnya. Pasien
kelainan pada hemoglobin. Thalassemia mayor merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, lahir
terjadi karena hemoglobin kehilangan kedua cukup bulan dengan persalinan spontan ditolong
rantai beta globin. Pada pasien dengan thalassemia bidan, langsung menangis, dan berat badan lahir
maka berbagai sistem organ dapat terganggu 2.900 gram. Kakak pasien menderita thalassemia,
dikarenakan proses perjalanan penyakit, efek pernah dilakukan operasi splenektomi, dan masih
samping dari transfusi darah yang berulang dan hidup.
jangka waktu lama, kelebihan kandungan besi Dari pemeriksaan fisik preoperatif ditemukan
dalam tubuh, serta efek samping dari terapi kelasi tulang pipi pasien kanan dan kiri pasien tampak
dalam jangka waktu lama.1 lebih besar dibanding dengan tulang pipi anak
Manifestasi klinis pada pasien thalassemia seumuran. Tidak ditemukan adanya konjungtiva
beragam mulai dengan perubahan struktur anemis dan sklera ikterik. Pasien dalam kondisi
wajah, gangguan pada jantung, paru-paru, ginjal, komposmentis dengan berat badan 20 kilogram,
dan hematologis. Secara laboratorium, pasien tekanan darah 90/60 mmHg, laju nadi 110 kali per
thalassemia selalu diikuti dengan kondisi anemia menit, laju napas 18 kali per menit, suhu tubuh
kronik dan trombositopenia. Splenektomi adalah 36,6 derajat Celcius, dan saturasi oksigen terbaca
prosedur operasi pengangkatan lien yang sering 94% dengan udara bebas posisi berbaring tanpa
dilakukan pada pasien dengan thalassemia mayor bantal. Pemeriksaan tes tahan napas bertahan
yang bertujuan untuk mengurangi kebutuhan dalam 8 detik dalam posisi berbaring tanpa bantal.
transfusi dan mengurangi risiko yang timbul Pemeriksaan jalan napas, buka mulut lebih dari 3
akibat pembesaran pada lien. Konsiderasi jari, malampati I dengan gerak leher yang tidak
anestesi pada pasien dengan thalassemia terbatas. Pada pemeriksaan fisik, tampak perut
yang menjalani splenektomi sangat menarik yang membesar, dengan di Schufner VI, dan tepi
dikarenakan banyaknya target organ yang timbul hepar teraba 2 jari di bawah arcus costa kanan.
dan berpotensi besar menimbulkan permasalahan Tidak ditemukan adanya asites. Gerak dinding
sebelum, selama, dan sesudah prosedur operasi.2 dada simetris dengan bunyi napas vesikular
yang sama antara kanan dan kiri, tanpa suara
Laporan Kasus tambahan, bunyi jantung murni regular, dengan
ictus cordis melebar dua jari sebelah kiri ictus
Seorang anak perempuan usia 6 tahun dengan cordis. Pada pemeriksaan ekstremitas ditemukan
berat badan 20 kg dan tinggi badan 103 cm adanya kehitaman pada lapisan di bawah kuku.
datang ke poli bedah anak Rumah Sakit Umum Pada pemeriksaan radiologis didapatkan
Pusat Dr. Hasan sadikin Bandung untuk kardiomegali tanpa bendungan paru dan
direncanakan operasi splenektomi elektif. Pasien elektrokardiografi ditemukan adanya takikardia
datang dengan keluhan perut semakin membesar 110 kali per menit disritmia dengan gambaran
sejak 5 tahun yang lalu. Keluhan tidak disertai gelombang Q patologis di lead I, lead II, dan
dengan mual dan muntah. Pasien mengeluhkan lead III. Pasien tidak dilakukan pemeriksaan
cepat lelah saat beraktivitas berat seperti berlari echocardiografi se belumnya. Pasien diberikan
dan berjalan jauh. Pasien juga mengeluh sesak transfusi trombosit sebanyak 300 mL di ruangan
apabila berbaring terlentang. satu hari sebelum dilakukan operasi. Dari hasil
Sejak usia satu tahun pasien mengeluh pucat, pemeriksaan laboratorium setelah transfusi
lemah, lesu, lalu didiagnosa menderita thalasemia ditemukan penurunan kadar trombosit yang
mayor. Sejak usia satu tahun pasien menerima awalnya awalnya 34.000/mm3 menjadi 22.000/
transfusi rutin setiap satu bulan satu kali mm3. Pemeriksaan laboratorium didapatkan
sebanyak 2 kantong darah merah. Sejak 3 bulan protrombine time (PT) 13,2 detik, international
terakhir transfusi dilakukan satu minggu satu normolized ratio (INR) 1,22 detik, activated

●Anesthesia & Critical Care● Vol. 34 No. 2, Juni 2016


111
Tata Laksana Anestesi pada Pasien Anak dengan Hipersplenism, Thalassemia Mayor, dan Trombositopenia yang Menjalani
Splenektomi

Tabel 1 Manifestasi Sistemik Beta Thalassemia


Sistem organ Manifestasi Mekanisme patofisiologi
Kardiomegali, kardiomiopati, gagal jantung
kongestif Peningkatan cardiac output karena
Kardiak anemia kronik dan hipervolemia karena
Abnormalitas elektrokardiografi ditandai dengan ekspansi plasma akibat shunting darah
irregular repolarisasi dengan peningkatan risiko pelebaran sumsum tulang
terjadinya Torsade de Pointes dan ventrikular
takikardi
Thoracic cage dan deformitas tulang
Respirasi Penyakit paru restriktif belakang
Peningkatan kebutuhan metabolik.
Penurunan perkembangan otot dan penurunan Penurunan supply dikarenakan anemia
Otot berat badan mengarah pada retardasi dan kronis, infeksi kronik, dan rawat inap
perawakan pendek di rumah sakit yang berulang
Deformitas kraniofasial ( frontoparietal bossing,
penonjolan tulang zygomaticus, depresi tulang
hidung, penonjolan tulang maksila, abnormalitas Ekspansi pertumbuhan jaringan
struktur dentoalveolar)
Tulang erithroid ekstrameduler yang tidak
Kompresi struktur saraf (medula spinalis, nervus efektif
opticus pada canalis opticum)
Oklusi telinga tengah karena tuli tipe konduksi.
Osteopenia yang menimbulkan fraktur patologis
Abnormalitas membran eritrosit
yang menimbulkan hemolisis kronik
Anemia mikrositik hipokrom berat dan sekuestrasi yang diperberat
splenomegali
Transfusi darah dalam jumlah besar
Koagulopati hemodilusi menimbulkan pertambahan volume
yang besar

Hematologi Penurunan nitric oxide mempermudah


terjadinya hemolisis sehingga
meningkatkan jumlah hemoglobin
Kondisi hiperkoagulasi yang meningkatkan risiko bebas dan arginin, dan mengurangi
trombosis (trombosis arteri sering terjadi pada bioavailabilitas sel darah merah.
beta thalassemia mayor dan thrombosis vena
sering terjadi pada beta thalassemia intermedia) Peningkatan aktivasi platelet dan
endothelial karena hemoglobin bebas
Penurunan jumlah antirombin III,
protein C dan S
Penurunan nitric oxide
Vaskulopati termasuk hipertensi pulmoner dan
Vaskular Ischaemia-reperfusion injury
silent cerebral infarction Aktivasi endothelial
Anemia kronik
Imunosupresi meningkatkan risiko infeksi Defisiensi nutrisi
Imunitas opurtunistik Transfusi darah berulang
Peningkatan penularan infeksi lewat darah Iron overload
Splenektomi
Hepatik Peningkatan risiko batu empedu Hemolisis kronik
Penyakit kronis mempengaruhi emosi,
Neurologi Penurunan kognitif dan neurofisiologi psikososial dan ekonomi
Gejala depresi Penurunan kualitas hidup
Dikutip dari: Kallenbach T.4

●Anesthesia & Critical Care● Vol. 34 No. 2, Juni 2016


112

Doddy Tavianto, Ati Nurchaeni

Tabel 2 Efek Sistemik Iron Overload


Sistem organ Manifestasi klinis
Kardiak Hipertrofi kardiak, pelebaran ruang jantung, kardiomiopati, penumpukan besi
subpericardium yang menimbulkan pericarditis dan myocarditis.
Endokrin Endokrinopati (diabetes mellitus, hipogonadism, hipoparatiroidism, hipotiroidsm)
dikarenakan toksisitas besi pada kelenjar pituitari anterior, pankreas, dan tiroid.
Hepatik Fibrosis yang menimbulkan serosis, liver failure, dan peningkatan terjadinya
karsinoma hepatiseluler.
Nefrotoksisitas dikarenakan peningkatan kadar besi, agen kelasi besi.
Renal Disfungsi tubular dengan hiperfiltrasi dan penurunan absorbsi mengakibatkan
proteinuria, aminoaciduria.
Peningkatan ekskresi kalsium, magnesium, dan fosfat.
Imunitas Imunosupresi.
Peningkatan infeksi bakteri, terutama Yersinia sp. dan Klebsiella sp.
Respirasi Fibrosis paru dengan atau tanpa edema intersisial menimbulkan penyakit paru
restriktif (abnormalitas rongga thorax).
Dikutip dari: Kallenbach T.4

partial thromboplastin time (APTT) 32,3 detik, edukasi kepada pasien dan keluarga maka
bleeding time (BT) 2 menit 32 detik, clotting disetujui dilakukan tindakan anestesi umum
time (CT) 2 menit 14 detik, hemoglobin (Hb) dengan kategori status fisik ASA III dengan
11,2 gram/dL, hematokrit (Ht) 34%, leukosit (L) ruang pascaoperasi high care unit (HCU). Pasien
10.600/mm3, Trombosit (Tr) 22.000/mm3, gula dipuasakan 6 jam sebelum operasi, dilakukan
darah sewaktu (GDS) 108, ureum (Ur) 27 mg/ pemasangan infus di ruang rawat dengan ukuran
dL, ureatinin (Cr) 0,3 mg/dL, serum glutamic 22G di punggung tangan kiri dengan maintenance
oxaloacetic (SGOT) 32, serum glutamic pruvic cairan, lalu diberikan premedikasi midazolam 1
transaminase (SGPT) 28, natrium (Na) 135 Persiapan anestesi dilakukan sebelum pasien
mEq/L, kalium (K) 4,5 mEq/L, chlorida (Cl) 98 masuk ke kamar operasi, yaitu obat-obatan
mEq/L, calcium (Ca) 5.10 mEq/L, magnesium anestesi dan peralatan airway serta mesin anestesi,
(Mg) 1,9 mEq/L. penghangat cairan dan kasur penghangat. Cairan
Setelah dilakukan informed consent dan yang akan digunakan dimasukkan ke dalam lemari

Dehydration Infection
hypothermia hypotension
overtransfusion hypothermia

Increased
viscosity
and statis
Acidosis
hypoxia
cooling
Tissue/organ Vascular
damaage occlusion Sikling of RBC

Figure 45.1 Pathogenesis of Sickle Cell Crises. RBC, Red Blood Cell
Gambar 1 Patogenesis sickle cell crisis, RBC, Red Blood Cell

●Anesthesia & Critical Care● Vol. 34 No. 2, Juni 2016


113

Tata Laksana Anestesi pada Pasien Anak dengan Hipersplenism, Thalassemia Mayor, dan Trombositopenia yang Menjalani
Splenektomi

penghangat, 200 mL PRC sudah dipersiapkan di Dari gambaran elektrokardiografi tampak adanya
lemari penghangat. Dilakukan pemasangan alat disritmia.
monitoring tekanan darah, elektrokardiogram, Setelah 2 jam operasi berlangsung, perdarahan
dan pulse oksimetri. Pasien dipindahkan ke meja mencapai 300 mL, lalu dimasukkan 200 mL
operasi lalu diposisikan supine dengan posisi packed red cell (PRC). Satu jam kemudian terjadi
kepala 45o diberikan oksigen nasal kanul 2 liter perdarahan masif dikarenakan terpotongnya
per menit. Keadaan pasien sebelum induksi, arteri gastrica brevis, sehingga hemodinamik
kesadaran komposmentis, dengan tekanan darah pasien turun hingga 72/44 mmHg, dilakukan
101/67 mmHg, laju nadi 104 kali per menit, laju pemasangan jalur intravena tambahan di vena
napas 18 kali per menit, suhu tubuh 36,5 derajat jugularis eksterna kiri dengan abbocath no.18 G.
Celcius, dan saturasi oksigen terbaca 97% posisi Perdarahan total 2.700 mL, dilakukan pemberian
berbaring dengan kepala 45 derajat. Setelah cairan kristaloid total 500 mL, koloid 1.000 mL,
dilakukan preoksigenisasi dengan oksigen 100%, serta total transfusi 700 mL PRC dan 200 mL
saturasi oksigen meningkat menjadi 99%–100%. trombosit. Jumlah urin yang keluar selama 6 jam
Lalu diberikan fentanil 50 mcg secara perlahan operasi sebanyak 120 mL. Setelah perdarahan
sehingga dipertahankan pasien dalam kondisi teratasi, dipasang drain di perut kiri. Pasien
napas spontan kemudian diberikan propofol 60 diberikan infiltrasi bupivakain 0,25% sebanyak
mg, setelah pasien tertidur, volatile sevoflurane 12 mL di tempat insisi, diberikan antiemetik
dibuka 2 vol% dengan O2 dan N2O dengan FiO2 ondansentron 2 mg, analgetik intravena
50%, setelah jalan napas dikuasai, atracurium paracetamol 3x500 mg dan fentanil 12 mcg
diberikan 10 mg, pasien diposisikan berbaring per jam. Setelah operasi selesai dan kondisi
lurus lalu dilakukan intubasi dengan endotracheal hemodinamik stabil, obat pelumpuh otot di
tube (ETT) no.5,5 dengan balon kedalaman 15 reverse dengan prostigmin dengan dosis 0,04 mg/
sentimeter dalam waktu 5 detik, rumatan anestesi kgBB dan sulfas tropine, lalu dilakukan awake
dengan sevoflurane 1,0–2,0 vol% dengan O2 2L/ ekstubasi. Dilakukan transfusi 300 mL fresh
menit dan N2O 2L/menit, fentanil intermiten 10 frozen plasma (FFP) di ruang pemulihan. Selama
mcg dan atracurium 10 mg setiap 30 menit. Selain 4 jam observasi di ruang pemulihan, kondisi
itu diberikan dexametason sebanyak 5 mg dengan pasien relatif stabil dengan kondisi komposmentis
dosis 0,2 mg/kgBB. Setelah induksi dilakukan tekanan darah 99/69 mmHg, laju jantung 99 kali
pemasangan kateter urin dan didapatkan urin per menit, laju napas 18 kali per menit, suhu
inisial 50 mL yang selanjutnya dikosongkan. 36,5 oC, saturasi oksigen terbaca 98% dengan
Dilakukan pemasangan akses intravena yang nasal kanul 2 L/menit, drain serosanguin terukur
besar dengan ukuran 18 G di kaki kiri, diberikan 20 mL. Hasil laboratorium pascaoperasi Hb 9,8
tranfusi trombosit 200 mL selama operasi. gram/dL, Ht 26%, L 9.900/mm3, Tr 23.000/mm3.
Selama operasi, napas pasien dikontrol dengan Pasien dipindahkan ke HCU dan dirawat selama
ventilator mode pressure control volume (PCV) 4 hari. Setelah itu, pasien dipindahkan ke ruang
dengan volume tidal tercapai 150 mL, frekuensi perawatan biasa selama 3 hari lalu diperbolehkan
16 kali per menit, FiO2 50%. Untuk mengontrol pulang.
perdarahan, MAP dijaga antara 60–65 mmHg.
Selama operasi pasien dijaga agar tidak hipotermi Pembahasan
dengan kasur penghangat dan cairan infus yang
dihangatkan. Thalassemia berasal dari kata talassa dalam bahasa
Operasi berlangsung selama 6 jam dengan Yunani yang berarti laut. Penyakit ini ditemukan
keadaan hemodinamik stabil dengan tekanan pertama kali oleh Thomas B.Cooley. Thalassemia
darah sistol antara 87–99 mmHg dan tekanan merupakan kelainan genetik autosomal resesif
darah diastol antara 53–61 mmHg, laju nadi 104– herediter. Hemoglobin normal memiliki 2
108 kali per menit, suhu tubuh antara 36,5–36,9 rantai alpha dan 2 rantai beta, dimana globin
derajat celcius, serta saturasi oksigen tercapai mengikat 4 rantai besi sehingga membentuk
antara 97%–99% dengan fraksi oksigen 50%. heme complex. Beta thalassemia merupakan

●Anesthesia & Critical Care● Vol. 34 No. 2, Juni 2016


114

Doddy Tavianto, Ati Nurchaeni

kekurangan dua rantai globin beta dari molekul pasien maka operasi tetap dijalankan. Fungsi
hemoglobin. Manifestasi klinis dari thalassemia trombosit baik ditandai dengan nilai bleeding
muncul saat usia 4–6 bulan setelah kelahiran. time dan clotting time secara laboratorium dalam
Kekurangan satu rantai beta globin menghasilkan batas normal.6
thalassemia minor. Kekurangan kedua rantai beta Sel darah merah pada pasien dengan
globin menghasilkan thalasemia mayor dimana thalassemia mayor mudah rapuh sehingga
merupakan suatu keadaan dimana membutuhkan menimbulkan anemia kronis. Pasien dengan
transfusi darah seumur hidup.3 thalassemia mayor membutuhkan transfusi darah
Dikarenakan kelainan genetik dimana rutin seumur hidup. Protokol transfusi digunakan
kekurangan rantai globin beta pada hemoglobin untuk menjaga kadar hemoglobin antara 9,0
maka bermanifestasi dengan mudah rapuhnya sampai 10,5 gram/dL, dengan pemberian transfusi
sel darah merah sehingga menimbulkan anemia PRC 10–15 mL/kgBB. Kadar hemoglobin
kronik pada pasien dan membutuhkan transfusi setelah transfusi berkurang 1 gram setiap
darah rutin. Kondisi anemia kronik ini memicu minggusehingga diperlukan transfusi darah
proses eritropoiesis menjadi tidak efektif. Dalam setiap 2–5 minggu. Efek samping dari transfusi
pemeriksaan fisik akan ditemukan facies cooley darah rutin diantaranya dapat timbul reaksi
yang merupakan ciri khas dari pasien dengan tranfusi, transmisi infeksi, serta penumpukan
thalassemia mayor dimana batang hidung akan kadar feritin dalam tubuh karena pecahnya sel
masuk ke dalam, penonjolan tulang pipi, tulang darah merah, yang disebut juga hemosiderosis.
kepala lebih besar dikarenakan sumsum tulang Penumpukan feritin dalam tubuh ini bisa timbul
yang bekerja sangat keras untuk mengatasi di berbagai organ mulai dari sistem saraf pusat,
kekurangan haemoglobin. Pada pasien dengan kardiovaskular, ginjal, maupun hepar.7,8
facies cooley akan menimbulkan potensi masalah Apabila hemosiderosis terjadi di otak, gejala
saat dilakukan ventilasi. Pada kasus ini, pasien klinis yang timbul diantaranya penurunan
ditemukan dengan kondisi tulang pipi yang lebih kesadaran dan kejang. Pada pasien ini tidak
besar dari anak sebaya namun tidak ditemukan didapatkan adanya penurunan kesadaran dan
kesulitan dalam melakukan ventilasi.4 riwayat kejang. Apabila hemosiderosis terjadi
Anemia kronik akan memicu jantung untuk pada otot jantung maka gejala klinis yang
bekerja lebih besar sehingga detak jantung akan timbul diantaranya adanya perubahan ritme pada
lebih cepat dan kardiomegali. Pada kasus ini rekaman elektrokardiografi akibat gangguan
saat dilakukan pemeriksaan fisik preoperatif kontraktilitas dari otot jantung. Pada pasien ini
ditemukan adanya takikardia 104 kali per menit terjadi disritmia otot jantung yang ditunjukkan
dan pelebaran ictus cordis. Hasil pemeriksaan dengan gambaran elektrokardiografi yang
fisik ini ditunjang dengan hasil pemeriksaan disritmia. Sedangkan apabila hemosiderosis
radiologis adanya kardiomegali dan pemeriksaan terjadi pada organ ginjal maka akan ditemukan
elektrokardiografi ditemukan adanya takikardia.5 adanya tanda-tanda acute kidney injury, adanya
Trombositopenia terjadi pada pasien thalassemia peningkatan kadar ureum dan kretinin dalam
mayor dengan splenomegali dikarenakan darah. Pada pasien ini tidak ditemukan adanya
terjadi peningkatan sekuestrasi dari trombosit gangguan dalam ekskresi saluran kemih dan
di limpa. Pemberian transfusi trombosit pada dari pemeriksaan laboratorium biomarker fungsi
pasien thalassemia mayor dengan splenomegali ginjal dalam batas normal. Hemosiderosis terlihat
tidak akan memberikan peningkatan hasil yang jelas pada ujung keempat ekstremitas di lapisan
signifikan. Pada kasus ini, pasien telah mendapat di bawah kuku yang terlihat kehitaman.7,8
transfusi trombosit sebanyak 300 mL di ruangan Penumpukan zat besi di dalam tubuh dapat
satu hari sebelum operasi namun terjadi dikurangi dengan pemberian terapi kelasi besi
penurunan jumlah trombosit setelah transf yaitu deferoxamine, deferiprone, dan deferasirox.
usi. Trombosit pasien awalnya 34.000/mm3 Terapi kelasi dimulai apabila kadar serum feritin
menjadi 22.000/mm3 setelah transfusi. Secara lebih dari 1.000 mg/dL. Deferoxamine merupakan
klinis, tidak ada riwayat perdarahan spontan dari obat untuk terapi kelasi yang paling banyak

●Anesthesia & Critical Care● Vol. 34 No. 2, Juni 2016


115
Tata Laksana Anestesi pada Pasien Anak dengan Hipersplenism, Thalassemia Mayor, dan Trombositopenia yang Menjalani
Splenektomi

digunakan tetapi memiliki beberapa keterbatasan adanya gangguan aktivitas berat seperti berlari
seperti pemberiannya secara parenteral, efek atau berjalan jauh. Dari hasil pemeriksaan
samping yang besar, dan harga yang mahal. elektrokardiografi ditemukan adanya disritmia dan
Deferiprone merupakan obat kelasi dalam bentuk gambaran gelombang Q patologis. Pemeriksaan
per oral yang cukup aman dan efektif. Deferasirox echocardiografi preoperatif diperlukan untuk
merupakan terapi kelasi oral yang efektivitasnya menilai kondisi kontraktilitas otot jantung, ruang
hampir sama dengan deferoxamine tetapi jantung, dan katup jantung. Namun pada pasien
memiliki efek samping yang lebih sedikit. Efek ini tidak dilakukan pemeriksaan echocardiografi
samping dari pemberian terapi kelasi antara lain pre-operatif.10
penurunan pendengaran sensorineural, gangguan Selama operasi perlu diperhatikan terjadinya
penglihatan, dan perubahan kondisi mental. Pada sickle cell crisis dimana terjadi sickling sel
kasus ini pasien telah 3 tahun mengkonsumsi darah merah di mikrosirkulasi. Hal tersebut
tablet ferriprox 3x500 mg per oral, namun tidak terjadi karena stress respon perioperatif,
ditemukan efek samping dari terapi kelasi.7–9 ischemia-reperfusion injury, dehidrasi, hipoksia,
Pada pasien dengan splenomegali maka hipotermia, dan asidosis.11,12
fungsi paru akan berkurang. Fungsi paru Kondisi sickle cell crisis bisa terjadi pada
menjadi restriktif dikarenakan massa yang semua organ di dalam tubuh. Apabila terjadi
besar di abdomen yang menekan diafragma ke pada sistem saraf pusat dapat terjadi kejang
arah thorax sehingga mengurangi kemampuan atau infark, pada system kardiovascular dapat
pengembangan paru. Pada saat dilakukan intubasi terjadi infark myocardium, dan pada ginjal
maka akan mudah terjadi desaturasi dikarenakan dapat terjadi acute kidney injury. Selama operasi
functional residual capacity berkurang. Pada kondisi hemodinamik pasien stabil namun
pasien ini tidak dilakukan tes fungsi paru pre- mengalami penurunan saat terpotongnya arteri
operatif namun secara klinis terjadi penurunan gastric brevis sehingga timbul perdarahan yang
fungsi paru saat berbaring terlentang tanpa bantal masif. Perdarahan masif terutama terjadi saat
ditandai dengan penurunan saturasi oksigen 94% pengangkatan di daerah hilus spleen. Setelah
dengan udara bebas serta tes tahan napas pada perdarahan teratasi, resusitasi cairan dilakukan,
pasien hanya 8 detik. Pada saat sebelum induksi, hemodinamik kembali stabil. Kondisi sickle cell
pasien diposisikan kepala 45 derajat untuk crisis tidak terjadi selama durante operasi.12
mengurangi tekanan massa ke arah thorax. Pada Selain sickle cell crisis, selama operasi yang
saat intubasi, pasien tidak mengalami de saturasi perlu menjadi perhatian lainnya adalah trauma
dikarenakan intubasi dilakukan secara cepat di daerah diafragma dan organ pencernaan
dalam waktu 5 detik.9 seperti usus dikarenakan letak anatomis dari lien
Indikasi dilakukan splenektomi pada yang dekat dengan diagragma dan organ-organ
pasien thalassemia mayor adalah apabila pencernaan. Pasca operasi pasien dipuasakan
terjadi hipersplenism, kebutuhan transfusi selama 24 jam dikarenakan untuk pemulihan
darah meningkat dua kali lipat yang menetap perdarahan di sekitar arteri gastric brevis dengan
selama lebih dari 6 bulan, kebutuhan transfusi mengurangi regangan dari dinding lambung.13
darah lebih dari 200 mL/kgBB/tahun, terdapat
leukopenia berat dan trombositopenia berat. Pada Simpulan
pasien ini indikasi dilakukan splenektomi adalah
telah terjadi hipersplenism dan trombositopenia Thalassemia mayor merupakan kelompok
berat. Splenektomi dapat mengurangi kebutuhan penyakit genetik yang memiliki berbagai
transfusi darah 25% sampai 60%.10 manifestasi sistemik. Pasien thalassemia sering
Selama operasi, cairan diberikan secara disertai dengan splenomegali dikarenakan terjadi
restriktif dikarenakan kardiomegali. Kondisi haematopoeisis ekstramedular dan peningkatan
kardiomegali akan menurunkan kontraktilitas otot destruksi sel darah merah. Pasien dengan
jantung. Manifestasi klinis yang menunjukkan thalassemia memiliki kebutuhan transfusi darah
adanya penurunan kontraktilitas jantung adalah yang berulang dan dalam jangka waktu yang

●Anesthesia & Critical Care● Vol. 34 No. 2, Juni 2016


116

Doddy Tavianto, Ati Nurchaeni

lama sehingga dapat terjadi komplikasi berupa 5. Giannakikou I, Karra A. Anaesthesia for a
penumpukan zat besi dalam tubuh. patient with B-thalassemia. Southern African
Splenektomi diindikasikan apabila terjadi J Anaesth. 2015;21(3):85–7.
peningkatan kebutuhan transfusi darah, 6. Oprea A. Haematologic disorders. Dalam:
splenomegali yang menimbulkan hipersplenism, Hines L, penyunting. Stoelting’s anesthesia
leukopenia dan trombositopenia berat, serta and co-existing disease. Edisi ke-6.
adanya penekanan pada organ sekitar. Pasien Philadelphia: Elsevier Saunders; 2012. hlm.
dengan hipersplenism dan riwayat transfusi 413–4.
darah rutin memiliki konsiderasi anestesi 7. Galanello R, Origa R. Beta-thalassemia
tersendiri apabila dilakukan operasi splenektomi. [diunduh 21 Mei 2010]. Tersedia dari : http://
Konsiderasi anestesi berhubungan dengan pubmed.gov.
perubahan fisiologis pasien dengan thalassemia, 8. Shander A, Berth U. Iron overloaded and
komplikasi transfusi darah berulang dan jangka toxicity: implications for anaesthesiologists.
waktu lama serta komplikasi terapi kelasi. Clin J Anaesth. 2012;24:419–25.
9. Saliba A, Harb A. Iron chelation therapy in
Daftar Pustaka transfusion-dependent thalassemia patients:
current strategies and future directions. Blood
1. Staikov C, Stavroulakis E, Karmaniolou Med J. 2015;6:197–209.
I. A narrative review of peri-operative 10. Weinreb N, Rosenbloom B. Splenomegaly,
management of patients with thalassemia. hypersplenism, and hereditary disorders with
Great Britain and Ireland J Anaesth. splenomegaly. Genetic J. 2013;3:24–43.
2014;69:494–510. 11. Yaish HM. Paediatric thalassemia [diunduh
2. Bolt D, Schoneboom B. Operative 11 Oktober 2015]. Tersedia dari: http://www.
splenectomy for treatment of homozygous emedicine.medscape.com.
thalassemia major in Afghan children at a US 12. Edmonds C. Sickle cell disease. Dalam: Yao F,
military hospital. Am Assoc Nurse Anaesth J. penyunting. Yao & Artusio’s anesthesiology
2010;78(2):129–33. problem-oriented patient management. Edisi
3. Singh A, Veena K. Anesthetic management ke-6. Philadelphia: Lippincot Williams &
of a patient with beta thalassemia and Wilkins, a Wolter Kluwers; 2008. Hlm. 980–
superimposed pneumonia. Ain-Shams J 93.
Anaesth. 2014;7:554–6. 13. Taher A, Musallam K. Splenectomy
4. Kallenbach T. Anaesthesia for a patient with and thrombosis: the case of thalassemia
beta thalassemia major. Southern African J intermedia. Thrombosis and Haemostasis J.
Anaesth. 2015;21(5):140–3. 2010;8:2152–8.

●Anesthesia & Critical Care● Vol. 34 No. 2, Juni 2016

Anda mungkin juga menyukai