Anda di halaman 1dari 10

Manajemen Syok dalam Kegawatdaruratan

Selvi lim (102017034)


Jevon Belva Nirahua (102017071)
Clarissa Andreas (102017134)
Ni Luh Pricilia Sari Sudharsana (102017144)
Ronald Wongkar (102017148)
Christoper Tandrian (102017186)
Jasmine Nazer Ragustri (102017209)
Kelompok D6
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara nomor 6, Jakarta Barat.
jevon.2017fk071@civitas.ukrida.ac.id.ac.id

Abstrak

Syok adalah keadaan berkurangnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan. Syok
dapat terjadi akibat perdarahan hebat (hemoragik), trauma yang menyebabkan
perpindahan cairan (ekstravasasi) ke ruang tubuh non fungsional, dan dehidrasi
berat oleh berbagai sebab seperti luka bakar dan diare berat. Penanganan awal
dalam primary survey membantu mengidentifikasi keadaan-keadaan yang
mengancam nyawa seperti obstruksi jalan nafas, cedera dada dengan kesukaran
bernafas, perdarahan berat eksternal dan internal dan cedera abdomen. Focused
Assessment with Sonography for Trauma (FAST) adalah pemeriksaan
ultrasonografi di tempat perawatan yang dilakukan pada pasien trauma.

Kata kunci: syok, trauma, FAST

Abstract

Shock is a state of reduced organ performance and tissue oxygenation. Shock can
occur due to heavy bleeding (hemorrhagic), trauma from fluids (extravasation) to
non-functional body spaces, and severe dehydration due to various causes such as
burns and severe diarrhea. Early treatment in the primary survey helps identify life
threatening conditions such as airway obstruction, chest injury with breathing
difficulties, external and internal heavy bleeding and abdominal injury. Focused
Assessment with Sonography for Trauma (FAST) is an on-site ultrasound
examination performed on trauma patients.

Keywords: shock, trauma, FAST


Pendahuluan

Kematian akibat perdarahan merupakan masalah global yang substansial,


dengan lebih banyak lagi dari 60.000 kematian per tahun di Amerika Serikat dan
diperkirakan 1,9 juta kematian per tahun di seluruh dunia, 1,5 juta di antaranya
disebabkan oleh trauma fisik. Trauma tumpul atau tembus adalah penyebab
tersering. Kehilangan darah dalam jumlah besar hingga mencapai titik gangguan
hemodinamik dapat terjadi di dada, perut, atau retroperitoneum. Syok hemoragik
dapat terlihat seperti kehilangan darah eksternal dari trauma atau perdarahan
tersembunyi seperti perdarahan gastrointestinal kronik. Pada syok hemoragik,
tindakan penting yang harus dilakukan adalah menghentikan perdarahannya
disamping mengganti cairan.

Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis adalah pengumpulan data status pasien yang didapat dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan keadaan pasien.
Anamnesis dapat dilakukan secara langsung kepada pasien (autoanamnesis)
maupun kepada wali pasien (alloanamnesis) jika pasien tidak sadarkan diri atau
dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk melakukan wawancara. Tujuan
dari anamnesis antara lain: mendapatkan keterangan sebanyak mungkin mengenai
penyakit pasien, membantu menegakkan diagnosa sementara dan diagnosa banding,
serta membantu menentukan penatalaksanaan selanjutnya. Wawancara yang baik
seringkali sudah dapat mengarah masalah pasien dengan diagnosa penyakit tertentu.
Adapun anamnesis meliputi: pencatatan identitas pasien, keluhan utama pasien,
riwayat penyakit pasien serta riwayat penyakit keluarga.1

Primary Survey
Penanganan awal dalam primary survey membantu mengidentifikasi keadaan-
keadaan yang mengancam nyawa seperti obstruksi jalan nafas, cedera dada
dengan kesukaran bernafas, perdarahan berat eksternal dan internal dan cedera
abdomen yang terdiri dari tahapan-tahapan sebagai berikut :
a. Airway
Airway manajemen merupakan hal yang terpenting dalam resusitasi.
Oleh karena itu hal pertama yang harus dinilai adalah kelancaran jalan
nafas, yang meliputi pemeriksaan jalan nafas yang dapat disebabkan
oleh benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau
maksila, fraktur laring atau trakea. Gangguan airway dapat timbul
secara mendadak dan total, perlahan-lahan dan sebagian, dan progresif
dan/atau berulang. Bebasnya jalan nafas sangat penting bagi
kecukupan ventilasi dan oksigenasi. Jika pasien tidak mampu dalam
mempertahankan jalan nafasnya, patensi jalan nafas harus
dipertahankan dengan cara buatan seperti : reposisi, chin lift, jaw
thrust, atau melakukan penyisipan airway orofaringeal serta
nasofaringeal.2
b. Breathing
Kegagalan dalam oksigenasi akan menyebabkan hipoksia yang diikuti
oleh kerusakan otak, disfungsi jantung, dan akhirnya kematian.
Menjamin terbukanya airway merupakan langkah awal yang penting
untuk pemberian oksigen. Oksigenasi yang memadai menunjukkan
pengiriman oksigen yang sesuai ke jaringan untuk memenuhi
kebutuhan metabolik, efektivitas ventilasi dapat dinilai secara klinis.
Apabila pernafasan tidak adekuat, ventilasi dengan menggunakan
teknik bag-valve-face-mask merupakan cara yang efektif. Pulse
oxymeter dapat digunakan untuk memberikan informasi tentang
saturasi oksigen dan perfusi perifer penderita. Pulse oxymeter adalah
metoda yang noninvansif untuk mengukur saturasi oksigen darah
aterial secara terus menerus.2
c. Circulation
Ketika mengevaluasi sirkulasi maka yang harus diperhatikan disini
adalah volume darah, pendarahan, dan cardiac output. Pendarahan
sering menjadi permasalahan utama pada kasus patah tulang, terutama
patah tulangterbuka. Perdarahan eksternal harus cepat dinilai, dan
segera dihentikan bila ditemukan dengan cara menekan pada sumber
perdarahan baik secara manual maupun dengan menggunakan perban
elastis. Bila terdapat gangguan sirkulasi harus dipasang sedikitnya dua
IV line, yang berukuran besar. Kemudian lakukan pemberian larutan
Ringer laktat sebanyak 2 L sesegera mungkin.2
d. Dissability
Menjelang akhir primary survey dilakukan evaluasi terhadap keadaan
neurologis secara cepat. Hal yang dinilai adalah tingkat kesadaran,
ukuran dan reaksi pupil. Tanda-tanda lateralisasi dan tingkat (level)
cedera spinal. GSC (Glasgow Coma Scale) merupakan metode yang
lebih rinci dalam mengevaluasi status neurologis. Penurunan tingkat
kesadaran perlu diperhatikan pada empat kemungkinan penyebab
yaitu, Penurunan oksigenasi atau/dan penurunan perfusi ke otak,
Trauma pada sentral nervus sistem, Pengaruh obat-obatan dan alkohol,
Gangguan atau kelainan metabolik.2
e. Exposure
Merupakan bagian akhir dari primary survey, penderita harus dibuka
keseluruhan pakaiannya, kemudian nilai pada keseluruhan bagian
tubuh. Periksa punggung dengan memiringkan pasien dengan cara log
roll. Selanjutnya selimuti penderita dengan selimut kering dan hangat,
ruangan yang cukup hangat dan diberikan cairan intra-vena yang
sudah dihangatkan untuk mencegah agar pasien tidak hipotermi.2

Secondary survey

Pemeriksaan dilakukan setelah pasien dengan keadaan stabil dan dipastikan


airway, breathing dan sirkulasi dapat membaik. Prinsip survey sekunder adalah
memeriksa ke seluruh tubuh yang lebih teliti dimulai dari ujung rambut sampai
ujung kaki ( head to toe)baik pada tubuh dari bagian depan maupun belakang
serta evaluasi ulang terhadap pemeriksaan tanda vital penderita danjuga untuk
mencari cedera-cedera lain yang mungkin terjadi pada pasien sehingga tidak
satupun terlewatkan dan tidak terobati.3
A. Pemeriksaan kepala4
• Kelainan kulit kepala dan bola mata
• Telinga bagian luar dan membrana timpani
• Cedera jaringan lunak periorbital
B. Pemeriksaan leher4
• Luka tembus leher
• Emfisema subkutan
• Deviasi trachea
• Vena leher yang mengembang
C. Pemeriksaan neurologis4
• Penilaian fungsi otak dengan Glasgow Coma Scale (GCS)
• Penilaian fungsi medula spinalis dengan aktivitas motorik
• Penilaian rasa raba / sensasi dan refleks
D. Pemeriksaan dada4
• Clavicula dan semua tulang iga
• Suara napas dan jantung
• Pemantauan ECG (bila tersedia)
E. Pemeriksaan rongga perut (abdomen)4
• Luka tembus abdomen memerlukan eksplorasi bedah
• Pasanglah pipa nasogastrik pada pasien trauma tumpul
abdomen kecuali bila ada trauma wajah
• Periksa dubur (rectal toucher)
• Pasang kateter kandung seni jika tidak ada darah di meatus
externus
F. Pelvis dan ekstremitas4
• Cari adanya fraktura (pada kecurigaan fraktur pelvis jangan
melakukan tes gerakan apapun karena memperberat
perdarahan)
• Cari denyut nadi-nadi perifer pada daerah trauma
• Cari luka, memar dan cedera lain
G. Pemeriksaan sinar-X (bila memungkinkan) untuk :4
• Dada dan tulang leher (semua 7 ruas tulang leher harus
nampak)
• Pelvis dan tulang panjang
• Tulang kepala untuk melihat adanya fraktura bila trauma kepala
tidak disertai defisit neurologis fokal

Pada pemeriksaan fisik pasien, beberapa hal yang penting untuk dievaluasi
adalah (1) kulit yang melindungi pasien dari kehilangan cairan dan infeksi, (2)
fungsi neuromuskular (3) status sirkulasi, (4) integritas ligamentum dan tulang.
Cara pemeriksaannya dapat dilakukan dengan Look, Feel, Move.
o Pada Look, kita dapat memperhatikan penampakan dari cedera,
apakah ada fraktur
terbuka (tulang terlihat kontak dengan udara luar). Apakah terlihat
luka, deformitas dari ekstremitas tubuh, hematoma, pembengkakan
dan memar, menilai warna dan perfusi. Penilaian inspeksi dalam
tubuh perlu dilakukan untuk menemukan pendarahan eksternal
aktif, begitu pula dengan bagian punggung. Bagian distal tubuh
yang pucat dan tanpa pulsasi menandakan adanya gangguan
vaskularisasi. Ekstremitas yang bengkak pada daerah yang berotot
menunjukkan adanyacrush injury dengan ancaman sindroma
kompartemen.
o Pada pemerikasaan Feel, kita harus melakukan palpasi pada
seluruh ekstremitis dari proksimal hingga distal termasuk sendi di
proksimal maupun distal dari cedera untukmenilai area rasa sakit,
fungsi neurologi, maupun krepitasi. Seringkali akan ditemukan
cedera lain.
o Pada periksaan Move kita memeriksa Range of Motion dan gerakan
abnormal, tetapi seringkali pemeriksaan ROM tidak bisa dilakukan
karena rasa sakit yang dirasakan5,6

Syok
Syok adalah keadaan berkurangnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan.
Syok dapat terjadi akibat perdarahan hebat (hemoragik), trauma yang
menyebabkan perpindahan cairan (ekstravasasi) ke ruang tubuh non fungsional,
dan dehidrasi berat oleh berbagai sebab seperti luka bakar dan diare berat. 7 Syok
hemoragik (hipovolemik) disebabkan kehilangan akut dari darah atau cairan
tubuh. Cairan di tubuh manusia terdiri dari cairan intraselular dan cairan
ekstraselular terbagi dalam cairan intravaskular, cairan interstisial, dan cairan
transelular. Volume kompartemen cairan sangat dipengaruhi oleh natrium dan
protein plasma. Natrium paling banyak terdapat di cairan ekstraselular, di cairan
intravaskular (plasma) dan interstisial kadarnya sekitar 140 mEq/L. 8 Perdarahan
hebat dapat disebabkan oleh berbagai trauma hebat pada organ-organ tubuh atau
fraktur yang yang disertai dengan luka ataupun luka langsung pada pembuluh
arteri utama. Gejala-gejala klinis pada suatu perdarahan bisa belum terlihat jika
kekurangan darah kurang dari 10% dari total volume darah karena pada saat ini
masih dapat dikompensasi oleh tubuh dengan meningkatkan tahanan pembuluh
dan frekuensi dan kontraktilitas otot jantung. Bila perdarahan terus berlangsung
maka tubuh tidak mampu lagi mengkompensasinya dan menimbulkan gejala-
gejala klinis. Tubuh mengkompensasi kehilangan volume dengan meningkatkan
denyut jantung dan kontraktilitas, diikuti oleh aktivasi baroreseptor yang
mengakibatkan aktivasi sistem saraf simpatis dan vasokonstriksi perifer.
Biasanya, ada sedikit peningkatan tekanan darah diastolik dengan penyempitan
tekanan nadi. Saat pengisian ventrikel diastolik terus menurun dan curah jantung
menurun, tekanan darah sistolik turun. Takikardia, takipnea, dan tekanan nadi
yang menyempit mungkin merupakan tanda awal.7

1. Stadium-I adalah yang terjadi pada kehilangan darah hingga maksimal 15%
dari total volume darah. Pada stadium ini tubuh mengkompensai dengan dengan
vasokontriksi perifer sehingga terjadi penurunan refiling kapiler. Pada saat ini
pasien juga menjadi sedkit cemas atau gelisah, namun tekanan darah dan
tekanan nadi rata-rata, frekuensi nadi dan nafas masih dalam kedaan normal.7
2. stadium-II adalah jika terjadi perdarahan sekitar 15-30%. Pada stadium ini
vasokontriksi arteri tidak lagi mampu menkompensasi fungsi kardiosirkulasi,
sehingga terjadi takikardi, penurunan tekanan darah terutama sistolik dan
tekanan nadi, refiling kapiler yang melambat, peningkatan frekuensi nafas dan
pasien menjadi lebih cemas.7
3. stadium-III bila terjadi perdarahan sebanyak 30-40%. Gejala-gejala yang
muncul pada stadium-II menjadi semakin berat. Frekuensi nadi terus meningkat
hingga diatas 120 kali permenit, peningkatan frekuensi nafas hingga diatas 30
kali permenit, tekanan nadi dan tekanan darah sistolik sangat menurun, refiling
kapiler yang sangat lambat.7
4. Stadium-IV adalah pada kehilangan darah lebih dari 40%. Pada saat ini
takikardi lebih dari 140 kali permenit dengan pengisian lemah sampai tidak
teraba, dengan gejala-gejala klinis pada stadium-III terus memburuk. Kehilangan
volume sirkulasi lebih dari 40% menyebabkan terjadinya hipotensi berat,
tekanan nadi semakin kecil dan disertai dengan penurunan kesadaran atau
letargi.7
Penatalaksanaan
Manajemen syok terbagi menjadi dua yaitu terapi spesifik untuk mengatasi
penyebab syok dan terapi umum sindrom syok. Contoh spesifik terapi seperti
pemberian antibiotik untuk mengobati syok sepsis, tranfusi darah untuk syok
hemoragik, trombolisis untuk infark miokard akut atau emboli paru masif serta
aspirasi perikardium untuk tamponade perikardium. Konsep terapi ini
berdasarkan “golden hour” terutama untuk resusitasi pada syok hipovolemia
dengan menggunakan darah dan operasi.8
Pada pusat layanan kesehatan harus dilakukan pemasangan infus
intravena. Cairan resusitasi yang digunakan adalah cairan isotonik NaCl 0,9%
atau ringer laktat. Pemberian awal adalah dengan tetesan cepat sekitar 20
ml/KgBB pada anak atau sekitar 1-2 liter pada orang dewasa. Pemberian cairan
terus dilanjutkan bersamaan dengan pemantauan tanda vital dan
hemodinamiknya. Jika terdapat perbaikan hemodinamik, maka pemberian
kristaloid terus dilanjutnya. Pemberian cairan kristaloid sekitar 5 kali lipat
perkiraan volume darah yang hilang dalam waktu satu jam, karena distribusi
cairan koloid lebih cepat berpindah dari intravaskuler ke ruang intersisial. Jika
tidak terjadi perbaikan hemodinamik maka pilihannya adalah dengan pemberian
koloid, dan dipersiapkan pemberian darah segera.7
Evaluasi
Focused Assessment with Sonography for Trauma (FAST) adalah pemeriksaan
ultrasonografi di tempat perawatan yang dilakukan pada pasien trauma. Tujuan
utama dari prosedur ini, pada pasien trauma adalah untuk mengidentifikasi
cairan bebas intraperitoneal (diasumsikan sebagai hemoperitoneum dalam
konteks trauma) yang memungkinkan untuk segera dipindahkan ke ruang
operasi, CT atau lainnya.8
Kesimpulan
Syok adalah keadaan berkurangnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan
sehingga keadaan ini merupakan keadaan emergency yang membutuhkan
penanganan segera. Dalam keadaan emergency perlu diketahui mana yang
menjadi primary survey dan secondary survey, agar tidak banyak waktu yang
terbuang jika pada akhirnya terbukti terjadi suatu perdarahan internal.
Penanganan paling awal dalam syok adalah resusitasi cairan.
Daftar Pustaka

1. Bickley L.S. Anamnesis. Bates’ Guide to Physical Examination and History


Taking. International edition. 10th edition. Lippincott Williams & Wilkins.
Wolters Kluwer Health; 2009.
2. Sjamsuhidajat R. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2010: h.
960-3.
3. Pusbankes 118. Penanggulangan Penderita Gawat Darurat(PPGD), Basic
Trauma and Cardiac Support(BTCLS). Yogyakarta: Persi DI; 2013.
4. Primary Trauma Care Foundation. Terdapat di
http://www.primarytraumacare.org/wp-
content/uploads/2011/09/PTC_INDO.pdf Diakses pada 6 november 2020
5. Lee C, Porter KM. Prehospital Management of Lower Limb Fracture. Emerg
Med J.2005;22:660–663
6. American College of Surgeons Comittee on Trauma. Advanced Trauma Life
Supportfor Doctors (ATLS) Student Course Manual. 8th ed. Chicago, IL :
American College of Surgeons.2008
7. Hardisman. Memahami patofisiologi dan aspek klinis syok
hipovolemik:update dan penyegar. Jurnal FK Unand. 2013;2(3):178-182
8. Hooper N, ArmstrongTJ. Hemorrhagic shock.2020 Tersedia di
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470382/ Diakses pada 6
november 2020

Anda mungkin juga menyukai