Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH DASAR DAN PROSES PENDIDIKAN MATEMATIKA

“PERSPEKTIF PADA PENDIDIKAN MATEMATIKA”

Dosen Pengampu: Dra. Emi Pujiastuti, M. Pd.

Disusun oleh:

1. M. Bagus Al Basyari (4101418065)


2. Ilham Perdana Septiawan (4101418066)
3. Amalia Fitriani (4101418068)
4. M. Saifuddin Alamsyah (4101418069)

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................2
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................2
1.3 Tujuan Masalah...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3
2.1.1 Masalah Klasik Pendidikan Matematika.................................................................3
2.2 Paradigma Baru Tentang Bagaimana Siswa Belajar...................................................4
2.2.1 Pengembangan Pembelajaran Matematika melalui Learning Trajectory............6
2.2.2 Hakikat Pembelajaran Konstuktive......................................................................6
2.2.3 Pendidikan Matematika Realistik........................................................................6
2.3 Pentingnya Pendidikan Matematika di abad 21..........................................................9
2.4 Bagaimana Matematika Harus di Ajarkan Secara Efektif.........................................15
BAB III PENUTUP................................................................................................................17
3.1 Kesimpulan................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................18

1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan matematika masih mengalami
berbagai masalah diantaranya pelajaran dianggap sebagai mata pelajaran yang
menakutkan. Anggapan ini lahir karena banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam
mengerjakan soal matematika sehingga membuat mata pembelajaran matematika tidak
menarik. Selain itu manfaat pembelajaran matematika kurang dapat dirasakan manfaatnya
oleh orang lain. Paradigma ini menjadikan siswa untuk enggan bersemangat dalam
mengikuti pembelajaran matematika.

Dalam makalah ini akan menjelaskan bagaimana perspektif pada pendidikan


matematika, serta permasalahan, paradigma, serta pentingnya pembelajaran matematika
dan bagaimana matematika diajarkan secara efektif sehingga dapat mengatasi
permasalahan yang terjadi dalam melakukan pembelajaran matematika.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana permasalahan klasik Pendidikan Matematika ?
2. Bagaimana paradigma baru Pembelajaran Matematika ?
3. Bagaimana pentingnya Pendidikan Matematika di abad 21?
4. Bagaimana matematika harus diajarkan secara efektif ?

1.3 Tujuan Masalah


1. Menjelaskan permasalahan klasik Pendidikan Matematika
2. Menjelaskan paradigma baru Pembelajaran Matematika
3. Menjelaskan pentingnya Pendidikan Matematika di abad 21
4. Menjelaskan bagaimana matematika harus diajarkan secara efektif

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Masalah Klasik Pendidikan Matematika


Sudah menjadi masalah klasik bahwa matematika dikenal sebagai mata pelajaran
tersulit di sekolah. Para siswa merasa takut pada matematika terutama karena selama
pembelajaran matematika mereka mengalami aktivitas belajar yang kurang
menyenangkan. Selain itu, banyak siswa yang menganggap belajar matematika tidak
ada gunanya.
Dalam kehidupan sehari-hari sebagian orang belum mendapatkan manfaat
matematika, mengkin hanya beberapa dari cabang-cabang matematika yang
memberikan pengetahuan dan keterampilan praktis seperti kalkulus, statistika, dan
geometri. Motivasi belajar matematika siswa menjadi kurang karena dua masalah di
atas. Selain itu, adanya permasalahan tersebut menyebabkan pendidikan matematika
di sekolah kurang memberikan dukungan yang berarti bagi pendidikan anak secara
keseluruhan, yaitu untuk pengembangan keterampilan berpikir dimana sering
diabaikannya peningkatkan keterampilan berpikir kreatif atau keterampilan
pemecahan masalah yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari,
pembentukan sikap, dimana pembelajaran matematika di sekolah belum berhasil
meningkatkan sikap menghargai matematika sebagai ilmu yang diperlukan bagi
manusia, khususnya bagi siswa itu sendiri. , serta dalam perkembangan kepribadian,
dimana pembelajaran matematika di sekolah belum mampu mengembangkan
kepribadian siswa sehingga dapat menjadi individu yang dapat mengambil keputusan
terbaik untuk dirinya sendiri, jujur, dan berani bertanggung jawab terhadap setiap
orang.
Hal yang mereka lakukan dan kata mereka. Kegagalan ini kemudian membuat
siswa mengambil mata pelajaran matematika hanya karena sistem kurikulum
mengharuskan mereka untuk mendaftarkannya. Berdasarkan situasi tersebut, secara
umum pendidikan matematika di sekolah dan di jenjang pendidikan formal lainnya
cenderung menghasilkan lulusan yang memiliki banyak pengetahuan (khususnya
pengetahuan faktual) tetapi kurang memiliki kemampuan berpikir, berkepribadian
kurang baik, berkepribadian takut, kurang berani. untuk mengambil keputusan dan
bertanggung jawab atas apa yang telah mereka putuskan.

3
Padahal, dalam dunia yang semakin kompleks ini, setiap orang dituntut memiliki
kemampuan berpikir yang tinggi dan kreatif, berkepribadian jujur dan mandiri, serta
sikap tanggap terhadap perkembangan masyarakat dan lingkungan sekitar (NCTM,
1989; National Research Council, 1989).
Kondisi ini terjadi di banyak negara dalam beberapa tahun terakhir, termasuk di
Indonesia, di mana demokrasi, hak asasi manusia, dan kemandirian individu,
kelompok, masyarakat, dan wilayah dianggap penting. Pertanyaannya adalah, apa
yang harus kita lakukan agar pembelajaran matematika di sekolah dapat memotivasi
siswa untuk belajar matematika dan dapat mendidik siswa agar menjadi orang yang
dapat berpikir mandiri dan kreatif, berkepribadian mandiri, serta memiliki kompetensi
dan keberanian dalam menghadapi tantangan. masalah dalam hidup mereka? Apabila
pembelajaran matematika di sekolah kita dapat membangun karakteristik siswa
seperti itu, berarti pembelajaran tersebut telah memberikan kontribusi yang besar
dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Dengan menelaah lebih dalam terlihat bahwa dalam kurikulum KTSP dan
sebelumnya, tujuan pembelajaran matematika yang ditujukan untuk pengembangan
seluruh potensi siswa belum dirancang secara sengaja. Artinya, pengembangan
kemampuan berpikir, pembentukan sikap, dan pengembangan kepribadian termasuk
pengembangan soft skill belum direncanakan secara menyeluruh dalam pembelajaran.
Mengapa itu terjadi? Salah satu kemungkinan penyebabnya adalah dalam
implementasinya, nilai yang diberikan oleh kurikulum diakhiri dalam bentuk pidato
retorika seolah-olah tidak diperhitungkan. Paradigma pembelajaran matematika saat
ini juga tidak mendukung.
Kurikulum baru, akan memberikan hasil yang sama dengan kurikulum lainnya
jika tidak dijaga oleh paradigma pembelajaran yang tepat dan tidak ditangani oleh
guru yang profesional dan inovatif. Mereka adalah guru yang tidak alergi dan tidak
skeptis terhadap perkembangan dan perbaikan, termasuk perbaikan paradigma
pembelajaran matematika.
2.2. Paradigma baru Pembelajaran Matematika
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sedikit banyak telah
mempengaruhi kehidupan manusia di berbagai sektor baik dalam politik, ekonomi,
hukum, budaya, sosial, dan tak terkecuali pendidikan. Dengan bantuan teknologi
seperti alat elektronik maupun aplikasi pencarian, mencari informasi menjadi tak
terbatas dan transfer ilmu pengetahuan dapat lebih mudah dan cepat.

4
Akibat perkembangan teknologi menimbulkan pemikiran bahwa cara guru
memperlakukan muridnya tidak akan pernah sama karena perkembangan teknologi
juga menuntut untuk mempertimbangkan perubahan yang signifikan terhadap proses
pengajaran yang dilakukan. Jadi proses pengajaran yang dilakukan juga mengalami
modifikasi dengan menerapkan teknologi yang berkembang seiring berkembangan
teknologi. Dalam sudut pandang ini, Morrow (1991) seperti yang disebutkan oleh
Lappan & Briars (1994), mengakui bahwa siswa secara aktif membangun
pengetahuan mereka sendiri dari pengalaman mereka dan mengandalkan teman
sebaya, tutor, guru, dan diri mereka sendiri.
Berkaitan dengan tuntutan dan harapan pendidikan matematika, Sumarmo
(2002:2) mengatakan bahwa pendidikan matematika pada hakekatnya memiliki dua
arah dalam pengembangannya yaitu memenuhi kebutuhan masa kini dan masa
mendatang. Pada pembelajaran masa kini, pembelajaran mengarah kepada
pemahaman konsep-konsep yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematik
dan ilmu pengetahuan lainnya. Sedangkan untuk kebutuhan masa yang akan datang
pembelajaran matematika memberikan kemampuan nalar yang logis, sistemastis,
cermat, dan kritis serta berpikir objektif dan terbuka dalam kehidupan sehari-hari serta
menghadapi masa depan yang terus berubah.
Mengajar matematika bukanlah sekedar menyampaikan materi baik definisi
maupun aturan-aturan serta prosedur untuk para murid hafalkan melainkan bagaimana
melibatkan para siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran sehingga
dapat membangun atau mengkontruksi pengetahuan mereka. Dalam proses
pembelajaran tersebut hendaknya diingat bahwa setelah kegiatan belajar dan mengajar
berakhir harus adanya hasil yang nampak sebagai hasil belajar siswa. Oleh karena itu
proses pembelajaran hendaknya diarahkan pada kompetensi-kompetensi yang akan
dicapai.
Paradigma baru pendidikan lebih menekankan pada siswa sebagai manusia yang
memiliki potensi untuk belajar serta berkembang. Siswa harus berperan aktif dalam
mencari dan mengembangkan pengetahuan. Kebenaran ilmu tidak terbatas dari apa
yang disampaikan oleh guru. Guru harus lebih berperan sebagai fasilisator yang
mendukung dan membimbing para siswanya kearah pembentukan pengetahuan oleh
diri mereka sendiri.
Representasi matematika yaitu suatu aspek yang selalu hadir dalam pembelajaran
matematika. Representasi atau model dari suatu konsep matematika dengan

5
menghadirkan model-model konsep matematika secara konkrit (benda nyata). Hal ini
dapat memicu timbulnya kemampuan untuk mengaitkan ide-ide matematika sehingga
memunculkan kemampuan siswa untuk bernalar dan berkomunikasi.
2.2.1. Pengembangan Pembelajaran Matematika Melalui Learning Trajectory
Learning Trajectory adalah alur berpikir siswa tentang matematika ,
perkembangan, dan bentuknya. Dikarenakan setiap siswa memiliki karakter dan
potensi masing-masing dalam memikirkan matematika, maka learning trajectory
bersifat personal dan konstektual. Dari sifat tersebut, maka dapat diusahakan
untuk mencari pola-pola pada kelompok siswa pada suatu konteks pembelajaran
matematika tertentu.
Mengingat hal tersebut maka diungkapkan learning trajectory akan membawa
manfaat besar bagi guru matematika. Clements & Sarama (2009) dalam Dian
Armanto & Max Stephens (2011) mengatakan :”In learning mathematics,
students follow development progressions in learning mathematical ideas and
skills in their own way”.
Untuk mengungkap learning trajectory siswa, maka dalam mengajar guru perlu
melakukan kegiatan observasi belajar dan menafsirkan sesuai teori yang ada.
Learning trajectory siswa dipengaruhi oleh asumsi dasar tentang hakekat dan
kompetensi matematika sekolah, baik dalam kompetensi konten matematika
maupun proses matematika. Teori belajar yang sesuai dengan pengembangan
learning trajectory yaitu pembelajaran konstruktive dan saintifik (Simon, 1995:
ibid),
2.2.2. Hakikat Pembelajaran Konstektual
Pembelajaran konstektual melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran yaitu :
Konstruktivisme, menemukan, bertanya,masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan
penilaian yang sebenarnya.
Model Pembelajaran yang bisa diterapkan dalam pembelajaran konstektual yaitu:
1. Pembelajaran langsung
2. Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning)
3. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
4. Pembelajaran Problem Terbuka (Open Ended)
5. Model SAVI (Somatic, Auditory, Visuality, Intellectuality)
2.2.3. Pendidikan Matematika Realistik

6
Pendidikan Matematika Realistik dikembangkan berdasarkan pemikiran Hans
Freudenthal yang berpendapat bahwa matematika merupakan aktivitas manusia yang
harus dikaitkan dengan realitas. Dunia riil diperlukan untuk mengembangkan situasi
konstektual dalam menyusun materi kurikulum. Materi kurikulum yang berisi
rangkaian soal-soal konstektual dapat membantu proses pembelajaran yang bermakna
bagi siswa.
Pengajaran matematika dengan pendekatan realistis meliputi aspek berikut :
1. Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah yang “riil” bagi siswa
sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya.
2. Permasalahan yang diberikan diarahkan sesuai tujuan yang ingin dicapai
dalam pembelajaran
3. Pembelajaran berlangsung secara interaktif
Paradigma baru pendidikan menekankan bahwa proses pendidikan formal sistem
persekolahan harus memiliki ciri-ciri antara lain (Zamroni, 2000):
1. Pendidikan menekankan pada proses pembelajaran daripada mengajar
2. Pendidikan diorganisasir dalam suatu struktur yang fleksibel
3. Pendidikan memperlakukan peserta didik sebagai individu yang memiliki
karakteristik khusus dan mandiri
4. Pendidikan merupakan proses yang berkesinambungan dan senantiasa
berinteraksi dengan lingkungan.
Konsepsi tentang siswa dalam Pembelajaran Matematika Realistik yaitu:
1. Siswa memilik seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematika
yang mempengaruhi belajar selanjutnya.
2. Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu
untuk dirinya sendiri
3. Membentuk pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi
penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali dan
penolakan
4. Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk diri sendiri berasal dari
seperangkat ragam pengalaman
5. Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya, dan jenis kelamin mampu
memahami dan mengerjakan matematik
Konsep tentang guru dalam Pembelajaran Matematika Realistik yaitu :
1. Guru hanya sebagai fasilitator belajar

7
2. Guru harus mampu membanguan pengajaran yang interaktif
3. Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif
menyumbang dalam proses pembelajaran
4. Guru tidak terpaku pada materi dalam kurikulum melainkan harus
berperan aktif dalam mengaitkan materi dengan dunia nyata.
Walaupun pelaksanaan pembelajaran berbasis realistik telah diterapkan
dalam Kurikulum 2013 dengan berbagai pembaruan yang ada serasa belum
maksimal. Hasil studi yang dilakukan Bappernas menunjukkan bahwa
peningkatan kesejahteraan guru belum berdampak pada peningkatkan kualitas
guru. Revitalisasi LTPK perlu diarahkan pada pengembangan program
program akademik dan pembaruan kurikulum. Untuk mendukung pelaksanaan
Kurikulum 2013 dapat maksimal guru perlu melakukan 10 langkah
pengembangan diantaranya:
a. Mengembangkan RPP yang memfasilitasi siswa untuk membangun
keilmuan dan keahliannya
b. Mengembangkan Apersepsi sebagai kegiatan siswa dan bukan
kegiatan guru
c. Mengembangkan kegiatan diskusi kelompok
d. Mengembangkan skema pencapaian keterampilan hidup
e. Mengembangka LKS yang memfasilitasi siswa agar memperoleh
keterampilan hidup (LKS harus dibuat mandiri oleh guru dan bukan
hanya kumpulan soal atau berasal dari sumber tertentu)
f. Mengembangkan kegiatan asesmen berupa portofolio dan Authentics
Assessment
g. Mengembangkan kegiatan refleksi siswa dengan menyampaikan
kesimpulan diskusi kelompoknya
h. Mendorong siswa mendapatkan kesimpulan
i. Mengembangkan media atau alat peraga yang menunjang
j. Mengembangkan metode pembelajaran yang dinamis, kreatif ,
fleksibel, dan konstektual.
Searah dengan paradigma baru aspek perilaku yang diharapkan dari siswa yaitu:
1. Siswa aktif berdiskusi baik mengajukan pertanyaan, menyampaikan
gagasan dan bertukar pedapat serta aktif dalam mencari bahan pelajaran
yang mendukung pembelajaran

8
2. Mampu bekerjasama dengan membuat kelompok belajar.
3. Bersikap demokratis, baik dalam menyampaikan gagasan,
mempertahankan gagasan, serta menerima gagasan dari orang lain.
4. Memiliki kepercayaan diri tinggi.

2.3. Pentingnya Pendidikan Matematika di Abad 21


Pendidikan Matematika di Abad 21

Perkembangan dunia abad 21 ditandai dengan pemanfaatan teknologi


informasi dan komunikasi dalam segala segi kehidupan. Segala aktivitas kehidupan
yang dilakukan sehari-hari tak lepas dari penggunaan teknologi.

Sebagai contoh Hasil survei dari APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
Indonesia) menyebutkan bahwa pengguna internet di Indonesia pada tahun 2017
sebesar 143,26 juta jiwa dari total populasi penduduk Indonesia 262 juta orang.

Kondisi ini menggambarkan bahwa masyarakat Indonesia sudah tidak lagi


gaptek dalam pemanfaatan teknologi. Maka dari itu, penggunaan teknologi dalam
bidang pendidikan mutlak digunakan. Hal ini ditunjukkan dengan kurikulum
2013 yang mengimplementasikan pembelajaran abad ke-21.

Tujuannya untuk menyikapi tuntutan zaman yang semakin kompetitif serta


terus berkembang. Namun, di balik maraknya perbincangan mengenai abad ke-21
yang seringkali disebut dengan era revolusi industri 4.0, perlu dipersiapkan
karakter keterampilan yang harus dimikili siswa dalam proses pendidikan
menuju abad ke-21 bagi seluruh jenjang pendidikan dan semua mata pelajaran, tak
terkecuali matematika.

Pendidikan Nasional abad 21 bertujuan untuk mewujudkan cita-cita bangsa,


yaitu masyarakat bangsa Indonesia yang sejahtera dan bahagia, dengan kedudukan
yang terhormat dan setara dengan bangsa lain dalam dunia global, melalui
pembentukan masyarakat yang terdiri dari sumber daya manusia yang
berkualitas, yaitu pribadi yang mandiri, berkemauan dan berkemampuan untuk
mewujudkan cita-cita bangsanya (BSNP, 2010).

Dengan demikian menjadi sebuah tugas yang tidak mudah bagi setiap guru,
sebagai ujung tonbak pendidikan, dalam membentuk karakter siswanya agar

9
menjadi siswa mandiri dan berkemauan. Pembelajaran matematika yang
dilaksanakan harus mampu memfasilitasi siswa yang mandiri dan mampu
mewujudkan cita-cita bangsa.

Keterampilan Matematika Abad 21

Kemampuan dasar membaca, menulis, dan berhitung mutlak tidak lagi cukup
untuk dapat berkompetisi di abad 21 yang penuh dengan tantangan. Pendidikan
yang dilaksanakan harus mampu menyiapkan para siswa agar dapat berkompetisi
di masyarakat global. Salah satu usaha yang dilakukan pemerintah dalam
membentuk sumber daya yang berkualitas adalah mencanangkan Indonesia kreatif
tahun 2045.

Untuk menuju Indonesia kreatif 2045, Kementerian Pendidikan dan


Kebudayaan Republik Indonesia mengadaptasi tiga konsep pendidikan abad 21,
salah satunya yaitu 21st Century Skills.

Menurut Frydenberg & Andone (2011) untuk menghadapi pembelajaran di


abad 21, setiap orang harus memiliki keterampilan berpikir kritis, pengetahuan
dan kemampuan literasi digital, literasi informasi, literasi media dan menguasai
teknologi informasi dan komunikasi. Hal tersebut juga dijelaskan oleh (BSNP,
2010), kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah mengarah pada
kemampuan berpikir secara kritis, lateral, dan sistemik, terutama dalam konteks
pemecahan masalah.

Kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama yakni mampu berkomunikasi


dan berkolaborasi secara efektif dengan berbagai pihak. Kemampuan mencipta dan
membaharui berkaitan dengan mampunya seseorang dalam mengembangkan
kreativitas yang dimilikinya untuk menghasilkan berbagai trobosan yang inovatif.

Pembelajaran matematika menurut NCTM (2000) mengharuskan adanya


keterampilan memecahkan masalah, menalar dan membuktikan, komunikasi,
koneksi, dan representasi sehingga dalam pembelajaran matematika pun berkaitan
erat dengan keterampilan abad-21. P21 (Partnership for 21st Century Learning)

10
mengembangkan framework pembelajaran di abad 21 yang menuntut peserta didik
untuk memiliki keterampilan, pengetahuan dan kemampuan dibidang teknologi,
media dan informasi, keterampilan pembelajaran dan inovasi serta keterampilan
hidup dan karir (2015: 21). Framework ini juga menjelaskan tentang keterampilan,
pengetahuan dan keahlian yang harus dikuasai agar siswa dapat sukses dalam
kehidupan dan pekerjaanya.

Life and Career skill adalah keterampilan individu untuk hidup dan berkarir,
meliputi fleksibilitas dan adaptabilitas, inisiatif dan mengatur diri sendiri,
interaksi sosial dan budaya, produtivitas dan akuntabilitas, kepemimpinan dan
tangggung jawab.

Learning and innovation skills-4Cs (keterampilan belajar dan berinovasi)


meliputi: 1) Keterampilan berpikir kritis (critical thinking), 2) Keterampilan
komunikasi (Communication Skill), 3) Keterampilan kolaboratif (Collaborative
Skill) dan 4) Keterampilan berpikir kreatif (Creative Thinking Skill).
Information Media and Technologi Skill adalah keterampilan media dan
teknologi, meliputi literasi informasi, literasi media dan literasi ICT.

Menurut (Trilling & Fadel, 2009), keterampilan abad-21 berfokus pada


keterampilan belajar kritis dan inovasi. Keterampilan-keterampilan tersebut terdiri
dari berpikir kritis dan memecahkan masalah, komunikasi dan kolaborasi, dan
kreatif dan inovasi.

Sejalan dengan hal itu, Kemdikbud merumuskan bahwa paradigma pembelajaran


abad 21 menekankan pada kemampuan peserta didik dalam mencari tahu dari
berbagai sumber, merumuskan permasalahan, berpikir analitis dan kerjasama serta
berkolaborasi dalam menyelesaikan masalah (Litbang Kemdikbud, 2013).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap orang yang


hidup di abad 21 ini, setidaknya harus memiliki 4 keterampilan yaitu keterampilan
berpikir kritis (critical thinking), berpikir kreatif (creative thinking), keterampilan
komunikasi (communication), dan keterampilan kolaborasi (collaboration).

Dengan demikian pembelajaran matematika di era Abad 21 dituntut harus


menekankan aspek-aspek keterampilan berpikir kritis (critical thinking), berpikir

11
kreatif (creative thinking), keterampilan komunikasi (communication), dan
keterampilan kolaborasi (collaboration).

Aspek keterampilan tersebut dimaksudkan para siswa dapat menggunakan


berbagai teknik untuk membuat ide-ide baru yang bermanfaat, merinci,
memperbaiki, menganalisis, dan mengevaluasi ide-ide mereka guna
mengembangkan dan memaksimalkan usaha kreatif dan mendemonstrasikan
keaslian temuan, baik secara individu maupun kelompok.

a. Keterampilan Berpikir Kritis (Critical Thinking Skill)

Luther (2012: 115) berpendapat bahwa fungsi dari pendidikan adalah untuk
mengajar seseorang berpikir intensif dan berpikir kritis. Berpikir kritis adalah
kemampuan seseorang untuk menganalisis, menginterpretasikan,mengevaluasi, dan
mesistesakan informasi-informasi yang diperoleh (Sunardi, 2016).

Trilling dan Fadel menyatakan keterampilan berpikir kritis merupakan


kemampuan individu untuk menalar secara efektif, mengajukan pertanyaan dan
memecahkan masalah secara tajam, menganalisis dan mengevaluasi alternatif
pandangan, dan melakukan refleksi proses dan keputusan.

Dengan demikian, kemampuan berpikir kritis merupakan komponen penting


dalam pembelajaran matematika. Masalah matematika dapat dihubungkan dengan
masalah dalam kehidupan sehari-hari. Membiasakan siswa untuk memiliki sikap
memahami masalah yang dihadapi terlebih dahulu sebelum menyelesaikannya
serta kerja keras dan pantang menyerah dalam menyelesaikan masalah.

b. Keterampilan Berpikir Kreatif (Creative Thinking Skill)

Menurut Huda (2017: 383) kreatif adalah kemampuan seseorang untuk


melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik
dalam bentuk karya baru maupun kombinasi dari hal-hal yang sudah ada.
Sedangkan berpikir kreatif adalah berpikir terbuka dan menemukan banyak
kemungkinan. LTSIN secara khusus mendefinisikan berpikir kreatif adalah
“creative thinking is the process which we use when we come up with a new idea. It
is the merging of ideas which have not been merged before”.

12
LTSIN menyatakan bahwa berpikir kreatif adalah proses (bukan hasil) untuk
menghasilkan ide baru dan ide itu merupakan gabungan dari ide-ide yang
sebelumnya belum disatukan (Izzati, 2014).

Berpikir kreatif adalah kemampuan berdasarkan data atau informasi yang


tersedia dalam menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu
masalah, dimana penekanannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan, dan
keragaman jawaban. Sehingga, dapat ditarik kesimpulan bahwa berpikir kreatif
adalah proses untuk menghasilkan ide baru, serta menemukan banyak kemungkinan
jawaban dari suatu masalah.

Dari uraian di atas, dengan demikian siswa harus mampu mempunyai


kemampuan untuk mengembangkan dan menyampaikan gagasan baru kepada orang
lain, bersikap terbuka untuk menerima perubahan, saran, dan kritik serta responsif
terhadap perspektif yang baru dan berbeda.

Untuk mengembangkan karakter ini, seorang guru perlu membuka ruang dan
kebebasan kepada peserta didik untuk mengembangkan kreativitasnya. Hal ini
sebagai langkah untuk mengembangkan bakat dan minat peserta didik.

Selain itu, budayakan apresiasi terhadap sekecil apapun peran dan prestasi
peserta didik. Langkah ini bertujuan untuk memberi motivasi untuk
meningkatkan prestasinya sehingga semangat untuk belajar semakin bertambah.

c. Keterampilan Komunikasi (Communication Skill)

Komunikasi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari seluruh aktifitas


manusia. Sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa orang lain,
komunikasi menjadi hal yang sangatlah penting.

Menurut Asikin (Ningrum dan Caswita, 2016) komunikasi dapat diartikan


sebagai suatu peristiwa saling berhubungan atau dialog yang terjadi dalam suatu
lingkungan kelas dan menghasilkan pengalihan pesan dari satu orang ke orang
lainnya.

Aktifitas selama melakukan komunikasi antara lain: tukar pikiran, bertanya,


mendengar secara aktif, menganalisa situasi masalah, berbicara, memilih media

13
komunikasi, membaca, menulis, mengevaluasi pesan, dan menggunakan teknologi
(Sunardi, 2016).

Sedangkan keterampilan komunikasi merupakan kemampuan individu untuk


berkomunikasi dengan jelas, menggunakan lisan, tulisan dan bahasa nonverbal. Hal
ini berarti komunikasi yang dilakukan seorang tidak hanya berupa komunikasi
lisan, namun juga dapat berupa komunikasi tulisan.

Komunikasi tulisan, khususnya dalam pembelajaran matematika dapat berupa


tabel, grafik, atau diagram yang menggambarkan proses berpikir siswa.
Sedangkan komunikasi lisan, dapat terjadi melalui interaksi antar siswa seperti
dalam pembelajaran dengan setting diskusi kelompok (Ningrum dan Caswita,
2016). Komunikasi yang dilakukan oleh siswa khususnya dalam matematika, dapat
mengeksplorasi dan mengonsolidasikan pemikiran, serta pengetahuan dan
pengembangan dalam memecahkan masalah.

Dalam hal ini, komunikasi difokuskan pada dasar-dasar komunikasi yang


baik yaitu berbicara, menulis, membaca sebagai kebutuhan hubungan sosial.
Peserta didik dituntut untuk memahami, mengelola, dan menciptakan suatu
komunikasi yang efektif antar sesama baik dalam bentuk tulisan, lisan, dan
multimedia. Peserta didik diberi kesempatan untuk menyampaikan ide, gagasan,
dan pendapatnya baik dalam diskusi kelompok maupun dalam berdiskusi dengan
gurunya.

Kegiatan pembelajaran merupakan sarana yang sangat strategis untuk melatih,


mengembangkan, dan meningkatkan kemampuan komunikasi peserta didik, baik
komunikasi antara peserta didik dengan guru, maupun komunikasi antar sesama
peserta didik. d. Keterampilan Kolaborasi (Collaboration Skill) Kolaborasi adalah
kegiatan bekerjasama dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama.

Pembelajaran matematika haruslah dikemas dalam bentuk kelompok (team


work), agar siswa terbiasa dalam bekerja sama, mengemukakan gagasan,
menghargai pendapat orang lain, mengambil keputusan dengan tepat dan bijaksana,
serta bertanggung jawab terhadap segala keputusan yang telah diambil dalam
kelompok.

14
Menurut Sunardi, (2016) kegiatan yang dilakukan dalam kolaborasi antara lain:
halnya siswa, yang sama-sama mencari pengetahuan. membangun kelompok,
menyusun tujuan, mengelola waktu, curah pendapat dan menyelesaikan konflik
yang ada dalam kelompok.

Membangun kelompok berarti bahwa bagaimana seseorang mampu


membangun kelompok agar setiap anggota kelompok berperan aktif dalam kerja
kelompok. Menyusun tujuan berarti bagaimana kelompok mampu menyusun tujuan
yang akan dicapai selama proses kerja kelompok berlangsung.

Mengelola waktu berarti bagaimana kelompok mampu mengelola waktu


yang disediakan agar tujuan kelompok tercapai tepat waktu. Curah pendapat
berarti setiap anggota kelompok dapat berperan aktif menyampaikan pendapat
yang bertujuan untuk keberhasilan kelompok, dan mampu menyelesaikan konflik
yang timbul selama kerja kelompok berlangsung baik itu konflik yang berasal dari
dalam maupun dari luar kelompok.

Peserta didik dituntut untuk menunjukkan kemampuannya dalam kerja sama


secara berkelompok dan kepemimpinan, mampu beradaptasi dalam peran dan
tanggung jawab, bekerja secara produktif dalam kelompoknya, menghormati
perspektif yang berbeda, serta bersikap empati terhadap sesama. Pembelajaran
secara berkelompok melatih peserta didik melakukan kerja sama dan
berkolaborasi dalam bekerja.

Hal ini sebagai langkah untuk menanamkan kemampuan bersosialisasi dan


mengendalikan ego dan emosi sehingga tercipta suasana kebersamaan, rasa
memiliki, bertanggung jawab, dan kepedulian antar sesama anggota

2.4. Bagaimana Matematika Harus Diajarkan Secara Efektif


Setelah memahami apa tuntutan dunia baru terhadap pendidikan matematika,
maka penting untuk mengajarkan siswa sehingga akan melihat matematika sebagai
bagian yang masuk akal, alami dan menyenangkan dari lingkungan mereka. Kita
membutuhkan strategi bagaimana cara mengajar matematika dengan baik. Yang harus
dilakukan untuk meningkatkan pendidikan matematika adalah sebagai berikut.

15
1. Kita harus mengajarkan keterampilan dasar dan keterampilan tingkat tinggi. Kita
bisa sangat efisien jika kita mengajarkan keterampilan dasar untuk kemudian
mempraktikkannya dalam pemecahan masalah.
2. Saat menggunakan teknologi baru kita harus yakin ada keuntungan pedagogis atau
dapat membebaskan siswa dari aktivitas membosankan serta dapat membebaskan
pikiran mereka untuk berpikir dan menjadi kreatif.
3. Pendidikan matematika harus dilihat sebagai aktivitas seumur hidup, dengan
harapkan untuk terus digunakan dan dipelajari.
4. Matematika harus dipelajari sebagai satu kesatuan yang terintegrasi
5. Semua siswa harus mau dan mampu untuk menggunakan matematika secara
efektif dalam pemecahan masalah.
6. Guru membantu siswa belajar matematika menerapkan metode tertentu, kita harus
mengevaluasi hasilnya; pengetahuan konten, kemampuan dan kemauan untuk
menggunakan matematika dengan tepat, dan seterusnya
7. Persiapan guru harus ditingkatkan. Guru harus melihat pembelajaran matematika
dan metode pengajaran yang lebih baik sebagai kegiatan seumur hidup.

Kemajuan teknologi telah mengubah dunia. Masalah hidup sedang berubah.


Tuntutan masyarakat berubah. Begitu pula Matematika. Pendidikan matematika, dan
persepsi masyarakat dan dukungan untuk pendidikan matematika harus berubah untuk
memenuhi kebutuhan abad kedua puluh satu.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pembelajaran matematika masih dianggap menakutkan dan sulit bagi sebagian besar
siswa sedangkan manfaat pembelajaran matematika kurang dapat dirasakan manfaatnya
oleh orang lain. Paradigma ini menjadikan siswa untuk enggan bersemangat dalam
mengikuti pembelajaran matematika. Mengajar matematika bukanlah sekedar
menyampaikan materi melainkan bagaimana melibatkan para siswa untuk berperan aktif
dalam proses pembelajaran sehingga dapat membangun atau mengkontruksi pengetahuan
mereka. Berkaitan dengan tuntutan dan harapan pendidikan matematika, bahwa
pendidikan matematika pada hakekatnya memiliki dua arah dalam pengembangannya
yaitu memenuhi kebutuhan masa kini dan masa mendatang.

17
DAFTAR PUSTAKA

Armando, D, dan Stephen M. 2011. Developing Learning Trajectory For Enchancing


Student’s Relational Thinking : International Seminar anda the Fourth National
Conference on Mathematics Education 2011 Departement of Mathematics Education,
Yogyakarta State University.Yogyakarta. July 21-23 2011.
Marsigit dan Rosnawati.2014.Pengembangan Learning Trajectory dalam Pendidikan
Matematika.FMIPA UNY.
Marsigit.2016. Jurnal Pendidikan Matematika: Pembelajaran Matematika dalam
Perspektif Kekinian. Universitas Negeri Yogyakarta.Yogyakarta. Vol 2, No.3 Sep-
Des 2016.

18

Anda mungkin juga menyukai