BIOKIMIA
INTERPRETASI HASIL LAB
Dosen Pengampu : Setyo Prihatin, DCN, MSc
2020
SOP INTERPRETASI HASIL LAB
Jenis Nilai normal Melebihi nilai normal Kurang dari nilai normal
Basofil 0,4-1% inflamasi, leukemia, tahap stress, reaksi hipersensitivitas,
penyembuhan infeksi atau kehamilan, hipertiroidisme
40-100/µL inflamasi
Eosinofil 1-3% Umumnya pada keadaan atopi/ stress, luka bakar, syok,
alergi dan infeksi parasit hiperfungsi adrenokortikal.
100-300/µL
Neutrofil 55-70% Inflamasi, kerusakan jaringan, Infeksi virus,
peyakit Hodgkin, leukemia autoimun/idiopatik, pengaruh
(2500-7000/µL) mielositik, hemolytic disease of obat-obatan
newborn, kolesistitis akut,
Bayi Baru Lahir 61% apendisitis, pancreatitis akut,
pengaruh obat
Umur 1 tahun 2%
Segmen 50-65%
(2500-6500/µL)
BBL 34%
1 th 60%
6 th 42%
12 th 38%
CD4 600 - 1500 /mm3 Makin tinggi jumlah sel CD4 berarti Apabila jumlahnya merosot
makin baik sistem imun. dibawah 200, sistem kekebalan
tubuh tidak dapat bekerja
sempurna. Dengan jumlah CD4
dibawah 200, infeksi sederhana
dapat menimbulkan masalah
karena tubuh tak dapat
melawannya. Virus, bakteri,
jamur dan parasite dapat
menimbulkan infeksi.
Monosit 2-8% Infeksi virus, parasit, anemia Leukemia limfositik, anemia
hemolitik, SLE< RA aplastic
200-600/µL
Anak 4-9%
CATATAN TAMBAHAN
Indeks Eritrosit
1. Mean cell / corpuscular volume (MCV) atau volume eritrosit rata-rata (VER)
MCV = Hematokrit (l/l) / Jumlah eritrosit (106/µL)
Normal 80-96 fl
2. Mean Cell Hemoglobin Content (MCH) atau hemoglobin eritrosit rata-rata (HER)
MCH (pg) = Hemoglobin (g/l) / Jumlah eritrosit (106/µL)
Normal 27-33 pg
3. Mean Cellular Hemoglobin Concentration (MCHC) atau konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-
rata (KHER)
MCHC (g/dL) = konsentrasi hemoglobin (g/dL) / hematokrit (l/l)
Normal 33-36 g/Dl
Conventional CRP . Metode pengukuran ini digunakan untuk menganalisa adanya infeksi,
kerusakan jaringan, dan gangguan-gangguan akibat proses inflamasi. Metode ini dapat
mengukur kadar CRP secara tepat pada kadar 5 mg/l atau lebih. Orang yang sehat
biasanya memiliki kadar CRP di bawah 5 mg/l, sedangkan adanya proses inflamasi
ditunjukkan dengan kadar CRP sebesar 20-500 mg/l.
High Sensitivity CRP ( hsCRP ). Metode pengukuran ini digunakan untuk menganalisa
kondisi-kondisi yang mungkin berhubungan dengan proses inflamasi. Metode ini bersifat
lebih sensitif sehingga dapat mengukur kadar CRP secara tepat hingga 1 mg/l.
Cardiac CRP ( cCRP ). Metode pengukuran ini digunakan untuk menganalisis tingkat resiko
penyakit jantung. Metode ini memiliki sensitivitas yang menyerupai dengan hsCRP ,
namun menggunakan metode analisa yang lebih sensitif sehingga hasil yang diperoleh
lebih spesifik untuk menentukan resiko penyakit jantung
Carciac CRP dan Penyakit Jantung Seperti telah dijelaskan sebelumnya, proses inflamasi pada
pembuluh darah dapat menyebabkan penyakit atherosclerosis. American Heart Association dan
US Centers for Disease Control and Prevention telah menetapkan kelompok risiko sebagai
berikut:
Nilai-nilai tersebut hanya merupakan bagian dari proses evaluasi untuk penyakit
kardiovaskuler.Tambahan faktor-faktor risiko yang perlu dipertimbangkan adalah peningkatan
kadar kolesterol, LDL, trigliserida, dan glukosa. Selain itu, merokok, tekanan darah tinggi
(hipertensi), dan diabetes juga meningkatkan tingkat risiko.
Catatan kecil :
CRP meningkat dan penanda peradangan lainnya adalah Luka Bakar, Trauma, Infeksi,
Peradangan, aktif inflamasi arthritis, dan Kanker tertentu.
1. Direct ELISA, biasanya digunakan dengan kompetisi dan Inhibisi ELISA. Digunakan untuk
deteksi antigen.
2. Indirect ELISA, antigen terikat pada plate. Digunakan untuk deteksi antibody.
3. Sandwich ELISA, antibodi terikat pada Plate. Digunakan untuk deteksi antigen.
4. Capture ELISA, antihuman antibodi terikat pada Plate. Digunakan untuk deteksi
antibody.
Table ELISA
Definisi
Atau polymerase chain reaction adalah uji yang memeriksa langsung keberadaan virus HIV di
dalam darah. Tes ini dapat dilakukan lebih cepat yaitu sekitar seminggu setelah terpapar virus
HIV.
Minimum 2 – 8° C on ice
volume: or cold packs
Urine 6 ml preferred;
Preferred frozen
volume: acceptable;
10 ml overnight
delivery
Minimum Frozen
volume: preferred; 2 –
Solid tissues 25 mg 8° C on ice or
(A referral to Preferred cold packs
our consultants volume: acceptable;
is 50 mg overnight
recommended) delivery
Stab
1. Trombosit= Giant Trombosit
Hasil pemeriksaan lab didapatkan jenis Trombosit adalah Giant trombosit (trombosit
dengan ukuran melebihi normal) yang menandakan terdapat gangguan bentuk trombosit.
Tampak giant thrombocyte pada darah tepi menandakan adanya trombosit muda
berukuran raksasa yang dilepaskan ke sirkulasi.
2. Retikulosit = 1,0 %
Hasil pemeriksaan lab didapatkan kadar retikulosit berkisar 1,0% yang menandakan
jumlah tersebut masuk kedalam kategori nilai normal ( 0,5-2% ). Retikulosit adalah sel
darah yang muda, tidak berinti merupakan bagian dari rangkaian pembentukan eritrosit
di sumsum tulang. Peningkatan jumlah retikulosit mengindikasikan bahwa produksi sel
darah merah dipercepat; penurunan jumlah retikulosit mengindikasikan produksi sel
darah merah oleh sumsum tulang berkurang.
• Jumlah retikulosit dapat membedakan antara anemia karena kerusakan sumsum tulang
dengan anemia karena pendarahan atau hemolisis (kerusakan sel darah) karena
pendarahan atau hemolisis akan menstimulasi pembentukan retikulosit pada pasien
dengan sumsum tulang yang normal.
• Jumlah retikulosit akan meningkat pada pasien anemia hemolitik, penyakit sel sabit dan
metastase karsinoma.
• Jika jumlah retikulosit tidak meningkat pada pasien anemia, hal ini menandakan
sumsum tulang tidak memproduksi eritrosit yang cukup (misal anemia kekurangan besi,
anemia aplastik, anemia pernisiosa, infeksi kronik dan terapi radiasi).
PEMERIKSAAN URINE
1. Urin Rutin
Warna Urin Kuning muda
Warna urin normal adalah putih jernih – kuning muda – kuning
Beberapa perubahan warna dan penyebabnya :
Kuning coklat : Bilirubinuria – merah ; Hematorya. Porphyria, zat
pewarna makanan.
Coklat hitam : bemoglobinuria, myoglobinuria, Alkaptonuria,
Hijau lumut Pseudomonas aeruginosa – putih keruh seperti susu : chyloria,
pyuda berat.
Dalam Data tersebut warna urine kuning muda maka masih dalam keadaan urine
normal.
Ph 6,0
Penetapan Ph diperlukan pada gangguan keseimbangan asam basa, karena dapat
memberi kesan tentang keadaan dalam badan. Ph urine normal berkisar antara 5,0
– 8,0. Selain itu penetapan Ph pada infeksi saluran kemih dapat memberi petunjuk
ke arah etiologi. Pada infeksi pada Escherichia Colli biasanya urine bereaksi
asam, sedangkan pada infeksi dengan kuman. Proteus yang dapat merombak
ureum menjadi amoniak akan menyebabkan urin bersifat basa (Wilmar, 2000)
Berikut ini adalah keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi ph urine :
PH basa : setelah makan, vegetarian, alkalonis sistemik, infeksi saluran
kemih ( Proteus atau Psedomonas menguraikan urea C02 dan amonia ),
alkalinisasi, asidosis tubulus ginjal, spesimen basi
Ph asam : ketosis ( diabetes, kelaparan, penyakit demam pada anak ),
asidosis sitemik ( kecuali pada gangguan fungsi tubulus, asidosis
raspiratorik atau metabolic, menionin pengasaman urinee dan
meningkatkan ekskresi NH4+), terapi pengasaman.
Dalam data tersebut Ph urin 6,0 ( bersifat basa ). Urine basa dapat memberi
hasil negatif atau tidak memadai terhadap albuminurin dan unsure-unsur
mikroskopik sedimen urine, seperti eritrosit, ailinder yang akan mengalami
lisis, Ph urine yang basa sepanjang hari kemungkinan oleh adanya infeksi
yang kemungkinan terinfeksi kuman proteus.
Berat Jenis 1,025
Berat jenis urin normal berkisar antara 1.005 – 1,030. Berhubungan erat dengan
diureia dan loss repeal tubular concentrating ability, semakin besar diuretis maka
semakin rendah berat jenis urine
Urine yang mengandung glukosa atau urea tinggi menyebabkan berat jenis
cenderung tinggi dan protein sedang atau ketoasidosis dapat menyebabkan berat
jenis cenderung rendah
Dalam data tersebut berat jenis 1,025 maka masih dalam keadaan normal
Nitrit ( Negative )
Nitrat yang terdapat dalam urin akan mengalami reduksi oleh bakteri yang
mempunyai enzim reduktase menjadi nitrit. Sehingga hasil positif dari
pemeriksaan urin nitrit menujukkan adanya aktivitas bakteri yang menghasilkan
enzim reduktase, sebaliknya Pemeriksaan urin nitrit dengan hasil negatif dapat
mengekslusi adanya infeksi bakteri. Hasil positif dari pemeriksaan nitrit urin bisa
didapatkan bila urin terkontaminasi, carik celup terpapar udara lebih dari 1
minggu, atau pasien menggunakan obat fenazopiridin.
Hasil negatif dari pemeriksaan nitrit urin juga bisa didapatkan. Menurut teori hasil
negatif dapat disebabkan oleh adanya kuman penyebab bakteriuri asimtomatis
yang tidak menghasilkan nitrit, atau pada kuman yang melakukan metabolisme
nitrat menjadi amonia dengan cepat sehingga nitrit hanya sebentar saja berada
dalam urin. Semakin lama urin berada dalam kandung kemih maka semakin besar
kemungkinan hasil positif didapatkan, karena bakteri penyebab bakteriuri
memerlukan waktu 4 jam untuk mereduksi nitrat menjadi nitrit. Hasil negatif
palsu dapat juga dapat disebabkan karena ada peningkatan berat jenis,
peningkatan urobilinogen, pH, 6,0, serta pasien mengkonsumsi vitamin C.6
Dasar tes kimia nitrit adalah kemampuan bakteri tertentu untuk mereduksi nitrat
(NO3) menjadi nitrit (NO2). Nitrit terdeteksi oleh reaksi Greiss, dimana nitrit
pada pH asam bereaksi dengan amina aromatik (asam p-arsanilat atau
sulfanilamide) membentuk senyawa diazonium yang kemudian bereaksi dengan
tetrahidrobenzoquinolin menghasilkan warna azo yang merah muda. Spesimen 20
yang baik untuk pemeriksaan nitrit adalah urine pagi pertama
Dalam keadaan data tersebut diperoleh pemeriksaan nitrit dalam urin
negatif maka tidak adanya adanya aktivitas bakteri yang menghasilkan
enzim reduktase,sebalinya dapat mengekslusi adanya infeksi bakteri.
Sehingga dapat dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit.
Protein ( + 3 )
Dalam keadaan normal, urin hanya mengandung protein antara 30-200 mg,
sehingga bila dilakukan tes kualitatif, hasilnya akan negatif.
Adanya protein didalam urin disebut proteinuria. Adanya protein urin dapat
diperiksa secara semi-kuantitatif atau secara kuantitatif. Pemeriksaan urin secara
semikuantitatif dinilai berdasarkan derajat kekeruhan urin setetlah diberikan asam
sulfosalisilat atau asam asetat. Substansi yang lebih besar seperti protein tidak
akan ikut tersaring di ginjal. Namun ketika fungsi ginjalterganggu, proteinuria
adalah risiko yang mungkin terjadi.Pada penderita proteinuria, urine mengandung
protein dengan kadar yang tak normal. Kerap kali, kondisi ini menjadi sinyal
terjadinya penyakit ginjal kronis. Proteinuria adalah gejala awal saat fungsi ginjal
seseorang tidak lagi maksimal.
Dalam data tersebut diperoleh hasil protein meningkat sebesar +3 sehingga dapat
diduga bahwa terjadi penyakit ginjal kronis
Glukosa ( Negative)
Glukosa merupakan pemeriksaan urin rutin. Dalam keadaan normal, glukosa
diekskresi kedalam urin dalam jumlah < 1 gram/24 jam, sehingga hasil tes
kualitatif (Benedict) akan memberikan hasil negatif.
Peningkatan glukosa di dalam darah disebut hiperglikemia dan adanya glukosa
yang berlebih di dalam urin disebut glukosuria, misalnya pada penderita diabetes
melitus .
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan sifat glukosa sebagai zat pereduksi,
sehingga zat yang berada dalam reagens akan berubah sifat dan warnanya bila
direduksi oleh glukosa. Diantara cara yang dapat dipakai adalah cara Benedict,
yang menggunakan garam tembaga (CuSO4) sebagai zat yang yang dapat
direduksi oleh glukosa.
Selain glukosa, beberapa zat lain didalam urin yang bersifat pereduksi juga dapat
memberikan hasil positif, misalnya monosakarida lain (fruktosa, galaktosa,
pentosa), disakarida (laktosa), asam homogentisat, formalin (pengawet urin),
glukoronat-gluk0ronat, salisilat dosis tinggi, vitamin C, albumin dalam jumlah
banyak.
Dalam keadaan normal pemeriksaan glukosa dalam urin negatif maka tidak
mengalami penyakit Diabetes Mellitus.
Keton ( Negative)
Dalam urin terdiri atas aseton, asam asetoasetat dan asam 13- hidroksi butirat.
Karena aseton mudah menguap, maka urin yang diperiksa harus segar.
Pemeriksaan benda keton dengan reagens pita ini dapat mendeteksi asam
asetoasetat lebllh dari 5--10 mg/dl, tetapi cara ini kurang peka untuk aseton dan
tidak bereaksi dengan asam beta hidroksi butirat.
Urin normal hanya mengandung benda keton dalam jumlah sedikit, sehingga
memberikan hasil negatif pada tes Rothera. Bila jumlah benda keton didalam urin
menigkat, maka tes Rothera akan posistif (+) dan keadaan ini disebut ketonuria.
Dalam keadaan normal pemeriksaan benda keton dalam urin negatif. Pada
keadaan puasa yang lama, kelainan metabolisme karbohidrat seperti pada
diabetes mellitus, kelainan metabolisme lemak didalam urin didapatkan benda
keton dalam jumlah yang tinggi
Dalam data tersebut keton menunjukkan negative maka masih dalam keadaan
normal.
Bilirubin ( Negative )
Dalam urin berdasarkan reaksi antara garam diazonium dengan bilirubin dalam
suasana asam, yang menimbulkan warna biru atau ungu tua. Garam diazonium
terdiri dari p-nitrobenzene diazonium dan p-toluene sulfonate, sedangkan asam
yang dipakai adalah asam sulfo salisilat
Adanya bilirubin 0,05-1 mg/dl urin akan memberikan basil positif dan
keadaan ini menunjukkan kelainan hati atau saluran empedu. Hasil positif
palsu dapat terjadi bila dalam urin terdapat mefenamic acid, chlorpromazine
dengan kadar yang tinggi sedangkan negatif palsu dapat terjadi bila urin
mengandung metabolit pyridium atau serenium
Dalam data tersebut bilirubbin negative maka masih dalam keadaan normal
Urobilinogen ( Negative )
Dengan reagens pita perlu urin segar. Dalam keadaan normal kadar urobilinogen
berkisar antara 0,1 - 1,0 Ehrlich unit per dl urin. Peningkatan ekskresi
urobilinogen urin mungkin disebabkan oleh kelainan hati, saluran empedu atau
proses hemolisa yang berlebihan di dalam tubuh
Dalam keadaan normal tidak terdapat darah dalam urin, adanya darah dalam urin
mungkin disebabkan oleh perdarahan saluran kemih atau pada wanita yang
sedang haid. Dengan pemeriksaan ini dapat dideteksi adanya 150-450 ug
hemoglobin per liter urin. Tes ini lebih peka terhadap hemoglobin daripada
eritrosit yang utuh sehingga perlu dilakukan pula pemeriksaan mikroskopik urin
Hasil negatif bila urin mengandung vitamin C lebih dari 10 mg/dl. Hasil positif
didapatkan bila urin mengandung oksidator seperti hipochlorid atau peroksidase
dari bakteri yang berasal dari infeksi saluran kemih atau akibat pertumbuhan
kuman yang terkontaminasi
Dalam data tersebut hasil urobilinogen negatif, maka urine mengandung vitamin
C Lebih dari 10 mg/dl dan masih dalam keadaan normal
2. Sedimen
Leukosit ( + 1-2 )
Berbentuk bulat dan berbutir, normal jumlahnya 0,5/LPB; untuk membedakan
leukosit yang berasal dari saluran kemih proksimal dan distal dapat dilakukan
pewarnaan Strenheimer-Malbin, dimana leukosit yang berasal dai ginjal (glitter
cells) akan berwarna biru muda. Sedangkan leukosit dari saluran kencing akan
berwarna merah muda dengan inti ungu. Peningkatan jumlah leukosit didalam
urin disebut piuria.
Peningkatan jumlah lekosit dalam urine (leukosituria atau piuria) umumnya
menunjukkan adanya infeksi saluran kemih baik bagian atas atau bawah, sistitis,
pielonefritis, atau glomerulonefritis akut. Leukosituria juga dapat dijumpai pada
febris, dehidrasi, stress, leukemia tanpa adanya infeksi atau inflamasi, karena
kecepatan ekskresi leukosit meningkat yang mungkin disebabkan karena adanya
perubahan permeabilitas membran glomerulus atau perubahan motilitas leukosit.
Pada kondisi berat jenis urin rendah, leukosit dapat ditemukan dalam bentuk sel
Glitter merupakan lekosit PMN yang menunjukkan gerakan Brown butiran dalam
sitoplasma.
Dalam data tersebut leukosit meningkat + 1-2 maka mengalami infeksi ginjal /
saluran kencing
Eritrosit ( + 2 – 3 )
Eritrosit normal pada sedimen urine hanya 0-1/LPB. Pada urine yang encer
(hipotonik) eritrosit akan menggembung sedangkan urine yang pekat (hipertonik)
eritrosit akan mengkerut. Eritrosit perlu dibedakan dengan sel ragi dan tetesan
lemak. Sel ragi berbentuk oval dan mempunyai tunas (budding), dinding selnya
tampak seperti 2 lapis (Setiati et al., 2014).
Secara mikroskopik, eritrosit dalam urine tidak menyerap pewarna, bentuknya
bisa normal (cakram bulat), membengkak, shadow cell, ghost cells, krenasi, atau
mengecil, tergantung pada lingkungan urin. Dalam urine segar dengan BJ 1,010 –
1,020, eritrosit berbentuk cakram normal dengan diameter 7 – 8 µm.
Dalam data tersebut eritrosit meningkat + 2-3, maka diatas kisaran normal dan
dugaannya adalah mengalami batu ginjal. Bila jumlah eritrosit didalam urin
meningkat disebut hematuria.
Epitel( Negative )
Sel epitel memiliki fungsi untuk melindungi organisme atau makhluk hidup dari
kerusakan akibat mikroba, fisik, maupun bahan kimia sehingga sangat penting
untuk kelangsungan hidup makhluk hidup. Di dalam tubuh manusia sendiri
terdapat 3 jenis sel epitel sesuai dengan bentuknya, yaitu sel epitel pipih yang
biasa terdapat di pembuluh darah dan pembuluh limfa, sel epitel kubus yang
terdapat di kelenjar dan ginjal, dan juga sel epitel berbentuk silinder yang
melapisi saluran pencernaan dan kandung kemih.
Meski merupakan bagian normal dari tubuh manusia, ternyata adanya kandungan
sel epitel dalam urine dapat menjadi salah satu tanda adanya tumor dalam tubuh
Dalam data pemeriksaan tersebut diperoleh hasil epitel negatif, maka tidak
ditemukannya kandungan epitel dalam tubuh sehinnga masih dalam keadaan
normal tanpa adanya gangguan
Kristal ( Negative)
Kristal yang sering dijumpai adalah kristal calcium oxallate, triple phosphate,
asam urat. Penemuan kristal-kristal tersebut tidak mempunyai arti klinik yang
penting. Namun, dalam jumlah berlebih dan adanya predisposisi antara lain
infeksi, memungkinkan timbulnya penyakit "kencing batu", yaitu terbentuknya
batu ginjal-saluran kemih (lithiasis) di sepanjang ginjal – saluran kemih,
menimbulkan jejas, dan dapat menyebabkan fragmen sel epitel terkelupas.
Pembentukan batu dapat disertai kristaluria, dan penemuan kristaluria tidak harus
disertai pembentukan batu.
Dalam data pemeriksaan tersebut diperoleh hasil kristal negatif, maka tidak
ditemukannya kandungan kristal dalam tubuh sehinnga masih dalam keadaan
normal tanpa adanya gangguan penyakit kencing batu
Silinder ( Negative)
Silinder (cast) adalah massa protein berbentuk silindris yang terbentuk di tubulus
ginjal dan dibilas masuk ke dalam urine. Silinder terbentuk hanya dalam tubulus
distal yang rumit atau saluran pengumpul (nefron distal). Tubulus proksimal dan
lengkung Henle bukan lokasi untuk pembentukan silinder. Silinder dibagi-bagi
berdasarkan gambaran morfologik dan komposisinya.
Faktor-faktor yang mendukung pembentukan silinder adalah laju aliran yang
rendah, konsentrasi garam tinggi, volume urine yang rendah, dan pH rendah
(asam) yang menyebabkan denaturasi dan precipitasi protein, terutama
mukoprotein Tamm-Horsfall.
Dalam data pemeriksaan tersebut diperoleh hasil Silinder negatif, maka tidak
ditemukannya kandungan silinder dalam tubuh sehinnga masih dalam keadaan
normal tanpa adanya gangguan
Pemeriksaaan fisik pada AV block tidak khas, dan tidak dapat menegakkan diagnosis. Namun
demikian, tiap derajat AV block memiliki temuan pemeriksaan fisik tersendiri:
AV block derajat 3: bradikardia berat, distensi vena jugular, edema paru, kekuatan
pulsasi bervariasi, suara S2 bervariasi[1]
REFERENSI
Biomedika.co.id.2015.Pemeriksaan kimia klinis. ( Diakses pada tangga 15 November
2020-11-16 https://www.biomedika.co.id/services/laboratorium/33/pemeriksaan-
kimia-klinik.html
Dharma R, Immanuel S, Wirawan R. Penilaian hasil pemeriksaan hematologi rutin.
Cermin Dunia Kedokteran. 1983; 30: 28-31.
Gandasoebrata R. Penuntun laboratorium klinik. Jakarta: Dian Rakyat; 2009. Hal. 11-42.
Labbiomed.co.id .2015.Fungsi Ginjal. ( Diakses pada tangga 15 November 2020-11-16
http://www.labbiomed.co.id/index.php/article/18-test-fungsi-ginjal
Researchgate.net.2015.Hubungan Kadar Seum Metabolit Nitrit Oksida dan Gangguan
Fungsi Ginjal Pada Sepsis. ( Diakses pada tangga 15 November 2020-11-16
Melaluihttps://www.researchgate.net/publication/309896232_Hubungan_Kadar_Se
rum_Metabolit_Nitrit_Oksida_dan_Gangguan_Fungsi_Ginjal_pada_Sepsis
Ronald AS, Richard AMcP, alih bahasa : Brahm U. Pendit dan Dewi Wulandari, editor :
Huriawati Hartanto, Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium, edisi 11.
Jakarta: EGC; 2004.
Sutedjo AY. Mengenal penyakit melalui hasil pemeriksaan laboratorium. Yogyakarta:
Amara Books; 2008. Hal. 17-35.
SANTA.P.2015.PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA KLINIK. UNIVERSITAS
UDAYANA. DENPASAR
Theml H, Diem H, Haferlach T. Color atlas of hematology; principal microscopic and
clinical diagnosis. 2nd ed. Stuttgart: Thieme; 2004.
Vajpayee N, Graham SS, Bem S. Basic examination of blood and bone marrow. In:
Henry’s clinical diagnosis and management by laboratory methods. 21st ed. Editor:
McPherson RA, Pincus MR. China: Saunders Elsevier; 2006. Hal. 9-20.