Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

BAHAN PAKAN ALTERNATIF


“POTENSI DAN PEMANFAATAN LIMBAH INDUSTRI BEER”

Disusun Oleh :

Kelas A
Kelompok 2

WIWIN ANGGRAENI 200110170018


YENI ALFIANI 200110170174
DAFFI NAUFAL ALMAYRIZQ 200110170195
PUTON FAZA HILMAYA DHIYAULHAQ 200110170301
AR-RIZAL NUR FAKHRI 200110170294
ANNISA MUSTIKA ASIH 200110170079

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang
yang berjudul “Potensi dan Pemanfaaan Limbah Industri Beer”. Tidak lupa kami
penyusun mengucapkan terimakasih kepada Ibu Ir. Budi Ayuningsih, M Si, dan bapak
Dr.Rahmat Hidayat, S.Pt,M.Si., selaku dosen mata kuliah Bahan Pakan Alternatif
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran yang telah membimbing kami dalam mata
kuliah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kami meminta kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan untuk kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih
kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal
sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin.

Sumedang, November 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Bab Halaman

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................iii

DAFTAR TABEL ..........................................................................................iv

I PENDAHULUAN ..........................................................................................
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Manfaat ................................................................................................... 2

II PEMBAHASAN ..............................................................................................
2.1 Pengertian dan Kandungan Nutrisi dari Limbah Industri Bir ................ 3
2.1.1 Industri Bir .............................................................................................. 3
2.1.2 Pembuatan Bir ........................................................................................ 3
2.1.3 Kandungan Nutrisi Limbah Industri Bir ................................................. 4
2.2 Potensi Sebagai Bahan Pakan dan Faktor Pembatas dari Limbah
Industri Bir .............................................................................................. 5
2.2.1 Potensi Sebagai Bahan Pakan …………………………………………. 5
2.2.2 Faktor Pembatas ...................................................................................... 5
2.3 Pengaruh Pemberian Ampas beer terhadap Ruminansia ......................... 5
2.4 Pengaruh Pemberian Ampas beer terhadap Unggas .............................. 6
2.5 Pengaruh Pemberian Ampas beer terhadap Kelinci ............................... 8

III KESIMPULAN ............................................................................................... 10


DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 11

iii
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1 Kandungan Nutrisi Ampas Beer ................................................................... 4

iv
1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ampas bir menjadi bahan pakan alternatif yang berpotensi untuk mendukung
optimalisasi pertumbuhan ternak. Ampas bir memiliki kandungan nutrisi yang baik
seperti kandungan protein yang terbilang masih cukup tinggi yaitu 33.7%. Selain
mendukung optimalisasi pertumbuhan ternak dampaknya terhadap kualitas daging yang
dihasilkanpun cukup baik. Jawa Timur menjadi daerah yang berpotensi menghasilkan
ampas bir yang cukup banyak yakni 5 ton/tahun untuk daerah Tulungagung. Petani disana
pemanfaatkan ampas bir sebagai pemenuhan kebutuhan ternak sebab hijauan cukup sulit
untuk didapatkan. Ampas bir dapat diolah menjadi pakan unggas maupun ruminansia.
Berdasarkan syarat tumbuh tanaman gandum ada beberapa daerah di Jawa Timur
yang berpotensi untuk di budidaya pengembangannya, yakni didaerah Pasuruan, Malang,
Probolinggo, Bondowoso, Lumajang, Blitar, Kediri, Trenggalek dan Pacitan, penanaman
ini dilakukan oleh pemerintah penanaman seluas 121.060 hektar. produksi gandum
selama ini biasanya mencapai 3,5 ton perhektar/tahun/bulan/harinya dan ampas bir yang
dihasilkan dari perasan gandum tersebut dimanfaatkan untuk pembuatan pakan ternak
untuk memenuhi kebutuhan pada ternak ruminansia yang dimana ampas bir dapat
mengganti pakan hijauan menggunakan ampas bir yang diolah secara kering dan basah,
dan pemerintah terus mengadakan kerja sama dengan pihak pemasaran tepung gandum
yang bertujuan menjadi mitra pemerintah dalam mengembangkan budidaya gandum.
Ampas bir memiliki nutrisi yang baik dan digolongkan kedalam bahan pakan
sebagai sumber protein yang tinggi, dan apabila diolah dan diawetkan, secara kering
maupun secara basah dapat dimanfaatkan dan disimpan dalam waktu yang cukup lama,
ampas bir juga dapat digunakan sebagi ransum dan memberikan pengaruh yang baik
terhadap performan ternak. Melihat potensi dari ampas bir tersebut dibutuhkan kajian
lebih lanjut terkait potensi dan pemanfaatan limbah industri beer.
2

1.2. Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diambil dari kajian potensi dan pemanfaatan limbah
industri bir ini adalah
1) Mengetahui kandungan nutrisi ampas bir
2) Mengetahui faktor pembatas dan potensi ampas bir sebagai bahan pakan
3) Mengetahui pengaruh pemberian ampas bir terhadap ternak ruminansia dan
unggas
4) Mengetahui pengaruh pemberian ampas bir terhadap ternak monogastrik.
3

II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Kandungan Nutrisi dari Limbah Industri Bir


2.1.1 Industri Bir
Industri bir atau pabrik bir adalah suatu tempat atau bangunan yang menghasilkan
bir, atau perusahaan yang terlibat dalam produksi bir. Biasanya pabrik bir dibagi menjadi
beberapa bagian, masing-masing untuk sebagian dari proses pembuatan bir.
Sejarah bir dapat dilacak ke zaman Mesopotamia hampir 5000 tahun yang lalu
lewat tulisan-tulisan mengenai pembagian jatah bir dan roti untuk para pekerja. Proses
pembuatan bir sebelum munculnya industri bir dilakukan di rumah oleh wanita karena
pembuatan roti dan bir dianggap pekerjaan wanita. Industri bir baru muncul saat berbagai
biara membuat bir bukan hanya untuk konsumsi sendiri, tetapi juga sebagai metode
pembayaran. Sejak saat itu, pembuatan bir dilakukan laki-laki.
2.1.2 Pembuatan Bir
Bir adalah minuman ringan beralkohol dengan kadar 3%-6% yang dibuat dengan
memfermentasikan bahan-bahan seperti malt yang berasal dari biji barley dan hop, serta
bahan lainnya menggunakan ragi. Kebanyakan bir biasanya diberi perasa yang berasal
dari bunga hop (pemberi rasa pahit dan aroma bir) juga sebagai pengawet, walaupun
sering juga diberi perasa yang berasal dari tumbuhan atau buah-buahan lain (Arlene,
2011).
Pembuatan bir (brewing) adalah proses yang menghasilkan minuman beralkohol
melalui fermentasi. Metode ini digunakan dalam produksi bir, sake, dan anggur.
Pembuatan bir memiliki sejarah yang panjang, dan bukti arkeologi menunjukkan, bahwa
teknik ini telah digunakan di Mesir kuno. Berbagai resep bir ditemukan dalam tulisan-
tulisan Sumeria. Tempat pembuatan bir dinamakan brewery (bahasa Inggris) atau
brauerei (bahasa Jerman).
Pada umumnya, semua bir terbuat dari malt. Malt adalah adalah kecambah biji-
bijian serealia yang telah dikeringkan. Biji-bijian dibuat berkecambah dengan
merendamnya di dalam air, lalu menahan proses perkecambahan lebih lanjut dengan
pengeringan. Malt bisa digunakan dari bulir jelai, gandum, atau kadang gandum hitam.
(John, 2015). Malt dibuat dengan membiarkan bulir berkecambah, kemudian
4

mengeringkannya di klin. Proses perkecambahan menghasilkan beberapa enzim,


terutama α-amilase dan β-amilase, yang akan digunakan untuk mengubah pati dalam
bulir menjadi gula.
Malt kemudian dihancurkan dan dicampur dengan air panas dalam sebuah proses
yang dinamakan mashing. Mashing biasanya memakan waktu 1 sampai 2 jam, kemudian
cairan yang dihasilkan dicampur dengan hop dan ragi. Setelah dibiarkan selama 1 sampai
3 minggu, bir kemudian disaring dan dikemas.
2.1.3 Kandungan Nutrisi Limbah Industri Bir

Ilustrasi 1. Ampas Beer


Berdasarkan penelitian yang ada di jurnal “Penentuan Kadar Protein Pada Ampas
Bir Limbah Industri Pabrik Bir”, didapatkan rata-rata kadar protein pada ampas bir hasil
limbah industri pabrik bir adalah 9,37 - 9,53%.
Tabel 1. Kandungan Nutrisi Ampas Beer
Berat Bahan Titran NaOH Titran NaOH
NO Kadar Protein %
(g) Blanko (ml) Sampel (ml)
I. 2,0024 32,50 10,60 9,45 %
II. 2,0016 32,50 10,80 9,37 %
III. 2,0031 32,50 10,40 9,53 %
(Feginanda, dkk., 2017).
Berdasarkan sumber lain, ampas bir mengandung bahan kering (BK) 18,89%,
protein kasar (PK) 19,31%, serat kasar (SK) 19,48%, dan total digestible nutrient (TDN)
69,89% (Andriyani, 2006).
5

2.2 Potensi Sebagai Bahan Pakan dan Faktor Pembatas dari Limbah Industri
Bir
2.2.1 Potensi Sebagai Bahan Pakan
Ampas bir dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai susbtitusi pakan untuk
ternak. Apabila diperhatikan ampas bir dalam ketersediaan dan kontinuitas pengadaannya
sudah mencukupi. Pada kalangan masyarakat, khususnya Jawa Tengah, ampas bir
dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Masyarakat meyakini, bahwa ampas bir dapat
digunakan sebagai pakan pengganti untuk penggemukan hewan seperti sapi, domba,
ayam, dan hewan ternak lainnya. Penggunaan ampas bir dirasa lebih murah dan mudah
didapatkan, sehingga mempermudah bagi peternak untuk menggunakannya.

2.2.2 Faktor Pembatas


Kandungan serat kasar yang tinggi pada ampas bir merupakan faktor pembatas
daya cerna, sesuai pendapat Tillman, dkk. (1991), bahwa daya cerna pakan berhubungan
erat dengan komposisi kimianya, dan serat kasar mempunyai pengaruh yang terbesar
terhadap daya cerna. Kandungan serat kasar yang terdapat pada ampas bir 18,2%
mengakibatkan kecernaan bahan keringnya sama dengan tanpa penambahan bahan aditif.
Pada bir yang berbahan baku gandum, terdapat zat anti nutrisi yang bernama asam
fitat yang memiliki kemampuan untuk menyerap mineral penting oleh tubuh. Kandungan
asam fitat pada makanan dapat dikurangi dengan proses perendaman dengan air selama
3-10 jam (suhu air 60oC), pengecambahan, fermentasi, pemanasan, dan digoreng dengan
metode deep frying (terendam) bersuhu tinggi (Almasyhuri, 1990).

2.3 Pengaruh Pemberian Ampas Beer terhadap Ruminansia


Ampas bir adalah sisa fermentasi yang sebagian besar terdiri atas pati dan
gula dari gandum pada saat pembuatan bir (Cullison, 1978). Kandungan protein
yang tinggi sekitar 27.5% mengindikasikan ampas bir dapat digunakan sebagai bahan
pakan sumber protein. Pemanfaatan ampas bir telah umum digunakan sebagai
pakan ternak ruminansia terutama pada sapi dan domba (Briggs, 1978).
Pemberian ampas bir untuk sapi dalam bentuk bahan kering adalah 10 –30%
dari ransum, sedangkan dalam bentuk basah adalah sebesar 9 –14 kg (Morrison, 1961).
Penggunaan ampas bir yang efektif dalam bentuk kering sebanyak 30 –40% dari
6

bahan kering konsentrat (King, 1974). Tingginya nilai protein kasar dan
karbohidrat terlarut yang terkandung dalam ampas bir akan mempengaruhi
populasi mikroba rumen. Di dalam rumen terdapat banyak variasi dan jumlah dari
populasi mikroba. Mikroorganisme dalam rumen dapat dibagi dalam tiga
kelompok utama, yaitu bakteri, protozoa, danfungi (Purbowati dkk., 2014).
Ransum yang diberi ampas bir menyebabkan penurunan konsentrasi VFA pada
cairan rumen. Hal ini diduga karena sebagian ampas bir mengandung kulit biji (hull),
dimana kulit tersebut masih banyak mengandung lignin, sehingga mikroba menjadi sulit
dalam mendegradasi karbohidrat. Lignin yang tinggi akan berikatan kuat dengan selulosa
dan hemiselulosa yang dapat menghambat fermentasi mikroba rumen(Hifizah, 2013).
Sesuai dengan pendapat Linko (1976) keberadaan lignin yang cukup tinggi dapat
menahan kerja enzim selulase yang dihasilkan mikroba. Diperkuat dengan pendapat
Preston danLeng (1987), bahwa keterikatan serat kasar dalam bentuk senyawa kompleks
akan menghambat kecernaan ransum.Selain ampas bir juga diduga mempunyai zat anti
nutrisi, yaitu tannin, karena dalam pembuatan ampas bir menggunakan bahan yang
disebut hop. Menurut Palmer (2006) hop merupakan sejenis tanaman perdu yangbanyak
mengandung tannin. Tannin mempunyai sifat berikatan dengan karbohidrat struktural
seperti selulosa, hemiselulosa, dan pectin. Hal ini sesuai dengan pendapat Tangendjadja
dkk., (1992) yang menyatakan bahwa tannin memiliki sifatutama dapat berikatan dengan
protein atau polimer lainnya seperti selulosa, hemiselulosa, dan pectin guna membentuk
suatu ikatan kompleks yang stabil.Ikatan yang kompleks tersebut menyebabkan mikroba
memiliki keterbatasan dalam merombak karbohidrat, sehingga banyak karbohidrat yang
tidak dicerna oleh mikroba yang medegradasi dinding sel. Akibat dari sedikitnya
karbohidrat yang terdegradasi maka konsentrasi VFA menjadi menurun (F.A.Wandra
dkk., 2020).

2.4 Pengaruh Pemberian Ampas Beer terhadap Unggas


Anggorodi(1994), bahwa salah satu faktor yang berperan penting yang
mempengaruhi laju pertumbuhan adalah konsumsi ransum. Penggunaan Tepung
Ampas Bir ( TAB ) sampai taraf 15% dalam ransum diduga belum merubah komposisi
giziransum, sehingga PBB dan bobot badanakhirnya tidak berbeda nyata.
Pertumbuhandaging sangat ditentukan oleh kandungan nutrisi pakan (Wahju,
7

1997). Anggorodi(1985) bahwa kualitas ransum tergantung pada komposisi dan


keseimbangan asam-asam amino esensial yang terkandung dalam ransum
tersebut.
Penggunaan tepung ampas bir mulaitaraf 7,5% selama 6 minggu
menunjukkanadanya pengaruh yang nyata menurunkankadar lemak karkas.Perbedaan
kadar lemak karkasdisebabkan meningkatnya kandungan tannindalam ransum yang
mengandung tepungampas bir, berasal dari Hops (Humuluslupulus). Hops banyak
mengandung tanindengan kadar 2-5% (Suliantari dan Rahayu,1990). Tannin adalah
senyawa phenol denganberat molekul tinggi yang berisi hidroxyl dankelompok lain
seperti karboxyl untukmembentuk ikatan kompleks yang kuatdengan protein (Horvath,
1981). Selain mengikat protein dan asam amino, tanin juga berikatan dengan senyawa
makro molekulerlain seperti karbohidrat terutama pati danselulosa, mineral Ca, P, Fe dan
Mg, jugavitamin B12. Selain itu, tannin apabila didalam saluran pencernaan dapat
menutupi dinding mukosa saluran pencernaan mengakibatkan penyerapan zat-zat
nutrisiransum menjadi berkurang (Reed, 1995).Pakan yang kandungan tanninnya tinggi
menghambat aktifitas kerja enzim pencernaan seperti amilase, lipase dan protease (Hoff
danSingleton, 1977).
Peningkatan level ampas bir dalam ransum meningkatkan akumulasi tanin
dalamtubuh, akibatnya akan semakin banyak proteindan energi ransum yang diikat oleh
tannin,sehingga akan semakin sedikit protein dan energi yang dimanfaatkan untuk
pertumbuhanlemak karkas. Hal ini disebabkan kandungan energi ransum yang sama,
berakibat pada konsumsi ransum yang sama, sehingga tingkat penimbunan energi dalam
tubuh dalam bentuk lemak tubuhsama antar perlakuan. Jumlah pakan yang dikonsumsi
akan menentukan jumlah zat giziyang dikonsumsi (Soeparno, 1998).Persentase lemak
abdominal rata-rata sebesar1,92% masih normal. Becker dkk., (1979)menyatakan bahwa
persentase lemakabdominal ayam broiler berkisar antara 0,73%sampai 3,78%. Leclercq
dan Witehead (1988),menyatakan bahwa lemak abdominal danlemak karkas mempunyai
hubungan korelasipositif, yaitu ketika lemak abdominal meningkat maka lemak karkas
juga akan meningkat.Penggunaan tepung ampas bir sampai taraf 15% dalam ransum
ayam broiler belum mampu menurunkan persentase lemak abdominal meskipun lemak
karkas menurun dengan nyata.
8

2.5 Pengaruh Pemberian Ampas Beer terhadap Kelinci


Empat tingkat ampas bir (0, 10, 20 dan 30%) disertakan pada 2 kepadatan gizi
berbeda yaitu 14 dan 16% protein kasar, dengan rasio energi/ protein kasar 155 ± 5. Umur
kelinci yang digunakan antara 10-12 minggu sampai umur potong yaitu 24−26 minggu.
Bobot badan awal yang digunakan adalah 800–1000 gram, untuk mengurangi stress yang
terjadi saat awal penelitian. ampas bir ternyata tidak dapat diberikan dalam bentuk basah,
karena campuran pakan dengan ampas bir basah ternyata cepat rusak, baik jamuran
maupun menjadi asam. Hal ini menyebabkan terjadinya tingkat mortalitas yang sangat
tinggi (>70%). Oleh karena itu, pemberian ampas bir basah sebagai pakan kelinci sangat
tidak praktis dilakukan pada usaha kecil. Pengeringan ampas bir setelah pencampuran
ternyata menunjukkan mortalitas yang jauh lebih rendah (<30%), meskipun masih lebih
tinggi dari ransum baku untuk kelinci (Murtisari, 2005).
Pemberian 10% ampas bir ternyata menghasilkan bobot badan akhir lebih baik
daripada tanpa ampas bir terutama pada tingkat 16% protein (2750 vs 2420 g/ekor). Pada
tingkat 14% protein, bobot badan akhir yang dihasilkan pada pemberian 10% ampas bir
tidak terlalu berbeda dengan pakan kontrol (2057 vs 2020 g/ekor). Semakin tinggi ampas
bir yang terkandung dalam pakan, bobot badan yang dihasilkan makin menurun, seperti
yang dihasilkan pada pemberian ampas bir 20 dan 30% baik pada tingkat protein 14%
maupun 16% (1747, 1740, 1820, 1692 g/ekor berturut-turut untuk bobot badan yang
dihasilkan pada pemberian 14% protein dengan 20% ambir, 14% protein 30% ambir, 16%
protein 20% ambir dan 16% protein 30% ambir. Bobot badan akhir tertinggi (2750 g)
dihasilkan oleh kelinci yang diberi pakan dengan kandungan ampas bir 10% pada tingkat
protein 16% (Murtisari, 2005).
PBBH meningkat dengan pemberian ampas bir 10% baik pada tingkat protein
14% maupun 16% (160 vs 30 g/ekor/hari untuk tingkat protein 14%, 120 vs 110
g/ekor/hari untuk tingkat protein 16%). Peningkatan kandungan ampas bir lebih dari 10%
dalam ransum kelinci justru menurunkan PBBH kelinci (60, 20 g/ekor/hari berturut-turut
untuk kandungan ambir 20% dan 30% pada tingkat protein 14%; dan 60, 28 g/ekor/hari
untuk kandungan ambir 20 dan 30% pada tingkat protein 16%). Peningkatan konsumsi
pakan paling tinggi diperoleh dari kelinci yang diberi pakan dengan kandungan 10%
ambir pada tingkat protein 16%. Oleh karena itu, kecuali megalami proses pengolahan
9

yang lebih menjanjikan, ampas bir kurang dapat digunakan pada ternak kelinci (Murtisari,
2005).
10

III

KESIMPULAN

1. Berdasarkan penelitian yang ada di jurnal “Penentuan Kadar Protein Pada Ampas
Bir Limbah Industri Pabrik Bir”, didapatkan rata-rata kadar protein pada ampas
bir hasil limbah industri pabrik bir adalah 9,37 - 9,53%.
2. Potensi ampas bir yaitu dapat digunakan sebagai pakan pengganti untuk
penggemukan hewan seperti sapi, domba, ayam, dan hewan ternak lainnya.
Kandungan serat kasar yang tinggi pada ampas bir merupakan faktor pembatas
daya cerna, bahwa daya cerna pakan berhubungan erat dengan komposisi
kimianya, dan serat kasar mempunyai pengaruh yang terbesar terhadap daya
cerna.
3. Ransum yang diberi ampas bir menyebabkan penurunan konsentrasi VFA pada
cairan rumen. Hal ini diduga karena sebagian ampas bir mengandung kulit biji
(hull), dimana kulit tersebut masih banyak mengandung lignin, sehingga mikroba
menjadi sulit dalam mendegradasi karbohidrat. Lignin yang tinggi akan berikatan
kuat dengan selulosa dan hemiselulosa yang dapat menghambat fermentasi
mikroba rumen
4. Penggunaan tepung ampas bir sampai taraf 15% dalam ransum ayam broiler
belum mampu menurunkan persentase lemak abdominal meskipun lemak karkas
menurun dengan nyata.
5. Bobot badan awal yang digunakan adalah 800–1000 gram, untuk mengurangi
stress yang terjadi saat awal penelitian. ampas bir ternyata tidak dapat diberikan
dalam bentuk basah, karena campuran pakan dengan ampas bir basah ternyata
cepat rusak, baik jamuran maupun menjadi asam. Hal ini menyebabkan terjadinya
tingkat mortalitas yang sangat tinggi (>70%). Oleh karena itu, pemberian ampas
bir basah sebagai pakan kelinci sangat tidak praktis dilakukan pada usaha kecil.
Pengeringan ampas bir setelah pencampuran ternyata menunjukkan mortalitas
yang jauh lebih rendah (<30%), meskipun masih lebih tinggi dari ransum baku
untuk kelinci
11

DAFTAR PUSTAKA

Almasyhuri, Yuniati H., dan Dewi S. S. 1990. Kandungan Asam Fitat dan Tanin dalam
Kacang-kacangan yang Dibuat Tempe. PGM 13:65-72

Andriyani, Y. (2006). Trichomonas vaginalis–Protozoa Patogen Saluran Urogenital:


Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara, pp.1–
17.

Anggorodi, R., 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia, Jakarta

Becker, M.H. 1979. Psychosocial aspects of health related behavior, dalam H.E.,
Freeman dan S.levine (eds.,) Handbook of medical sociology. PretinceHall
Englewood Cliffs, New Jersey.

Briggs, Leslie. ( 1978). Priru.:iples Instructional Design. New York Holt, Rinehart and
Winston.

Cullison, A.E. 1978. Feeds and Feeding. 2nd ED. Virginia: A Prantice Hall Company.

Creswell, John W. 2015. Penelitian Kualitatif dan Desain Riset: Memilih Diantara Lima
Pendekatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Horvath, P. J. (1981). The Nutrional and Eculogical Significance of Acer Tanins and
Related Polyphenols. Thesis. New York: Cornell University.

Kidman, Gillian dan Gina Palmer (2006). GIS: The Technology is There but The Teaching
is Yet to Catch Up. International Research in Geographical and Environmental
Education Vol. 15, No.3.

Leclercq, B., and C. C. Whitehead. 1998. Leannes in Domestic Birds. Butterworth dan
Co. Ltd-INRA. London.

Morrison, F.B. 1961. Feed and Feeding Abridged. 9th Ed. Morrison Pub. Co. Clinton,
Iowa.

Murtisari T. 2005. Pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan untuk menunjang


agribisnis kelinci. Lokakarya Nasional Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha
Kelinci. Bandung: 30 September 2005.

Soeparno. 1998. Ilmu dan teknologi daging cetakan ke tiga. Gadjah mada university,
yogyakarta.

Tillman, A.D., dkk. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai