Disusun Oleh :
Maulidiniyah
NPM : 206910524
Muhammad Nuralfian
NPM : 206910408
Nadia Rahma
NPM : 206910004
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………………………………………….. 1
Daftar Isi………….……………………………………………………………………………………….. 2
Bab I Pendahuluan………….…………………………………………………….……………………….. 3
1. Latar Belakang………….………………………………………………..……………………….. 3
2. Rumusan Masalah………….…………………………………………….……………………….. 3
3. Tujuan Penulisan………….…………………………………………………….…..…………….. 3
Bab II Pembahasan………….……………………………………………………………………………...4
A. Konsep Dasar Pertumbuhan Perkembangan Peserta Didik………….…………………………….4
1. Pengertian dan Maksud Pertumbuhan Perkembangan Peserta Didik………….……………...4
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Perkembangan Peserta Didik. ……………5
3. Tugas-Tugas dan karakteristik perkembangan Individu. ………….…………………………..6
B. Konsep Dasar Diagnostik dan Remedial Kesulitan Belajar………….……………………………12
1. Pengertian dan Maksud Diagnostik dan Remedial Kesulitan Belajar………….……………...12
2. Langkah-Langkah Diagnostik Kesulitan Belajar Beserta Ilustrasi Kasusnya………….……...13
3. Tindak Lanjut Kesulitan Belajar Beserta Ilustrasi Kasusnya………….………………....14
4. Pentingnya pengajaran remedial (perbaikan) bagi guru dan siswa………….…………...15
Bab III Penutup………….…………………………..………….…………………………..……………..16
A. Simpulan………….…………………………..………….…………………………..……………..16
B. Saran………….…………………………..………….…………………………..…………………16
Daftar Pustaka
3
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Bimbingan dan konseling adalah upaya pemberian bantuan kepada peserta didik dengan
menciptakan lingkungan perkembangan yang kondusif, dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan, supaya peserta didik dapat memahami dirinya sehingga sanggup
mengarahkan diri dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan tugas-tugas
perkembangan. Upaya bantuan ini dilakukan secara terencana dan sistematis untuk semua
peserta didik berdasarkan identifikasi kebutuhan mereka, pendidik, institusi dan harapan orang
tua dan dilakukan oleh seorang tenaga profesional bimbingan dan konseling yaitu konselor.
Masalah Memahami peserta didik, merupakan sikap yang harus dimiliki dan dilakukan
guru, agar guru dapat mengetahui aspirasi/tuntutan peserta didik yang bisa dijadikan bahan
pertimbangan dalam penyusunan program yang tepat bagi peserta didik, sehingga kegiatan
pembelajaran pun akan dapat memenuhi kebutuhan, minat mereka dan tepat berdasarkan dengan
perkembangan mereka.
Terlepas dari itu semua, untuk mewujudkan pelaksanaan pendidikan tersebut maka
diperlukan suatu sistem bimbingan belajar untuk mengatasi setiap permasalahan yang menjadi
sebuah kesulitan belajar siswa dalam proses pembelajaran tersebut, dan untuk mengatasi
permasalahan yang dialami siswa tersebut yaitu dengan mendiagnostik kesulitan yang dialami
siswa serta melaksanakan remedial teaching kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar.
Dari uraian di atas, maka penyusun menuangkan hal tersebut dalam makalah ini, namun dalam
batasan mengenai “Memahami dasar – dasar pemahaman Peserta Didik, diagnostik dan remedial
teaching”.
2. Rumusan masalah
1. Apa konsep dasar dan aspek aspek perkembangan?
2. Apa yang dimaksud dengan diagnostik dan remedial kesulitan belajar?
3. Apa saja faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan perserta didik?
4. Apa saja tugas-tugas yang harus diselesaikan dalam perkembangan individu?
5. Apa pentingnya pengajaran remedial (perbaikan) bagi guru dan siswa?
3. Tujuan
1. Mengetahui konsep dasar pertumbuhan dan perkembangan individu
2. Mendeskripsikan diagnostik dan remedial kesulitan belajar.
Berbeda halnya dengan perkembangan aspek mental atau psikis yang relative berkelanjutan,
sepanjang individu yang bersangkutan tetap memeliharanya.
b. Kematangan
Kematangan mula-mula merupakan suatu hasil dari adanya perubahan- perubahan tertentu
dan penyesuaian struktur pada diri individu, seperti adanya kematangan jaringan-jaringan tubuh,
saraf, dan kelenjar-kelenjar yang disebut kematangan biologis. Kematangan terjadi pula pada
aspek-aspek psikis yang meliputi keadaan-keadaan berpikir, rasa kemauan, dan lain-lain, serta
kematangan pada aspek psikis ini yang memerlukan latihan-latihan tertentu. Misalnya anak yang
baru berusia lima tahun dianggap masih belum matang untuk menangkap masalah-masalah yang
bersifat abstrak, oleh karena itu, anak yang bersangkutan belum bisa diberikan matematika dan
angka-angka. Usaha pemaksaan terhadap kecepatan tibanya masa kematangan yang terlalu awal
akan mengakibatkan kerusakan atau kegagalan dalam perkembangan tingkah laku individu yang
bersangkutan.
c. Perubahan
Perkembangan mengandung perubahan-perubahan, tetapi bukan berarti setiap perubahan
bermakna perkembangan. Perubahan-perubahan itu tidak pula mempengaruhi proses
perkembangan seseorang dengan cara yang sama. Perubahan-perubahan dalam perkembangan
bertujuan untuk memungkinkan orang menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana ia hidup.
Untuk mencapai tujuan ini, realisasi diri atau yang biasanya disebut dengan “aktualisasi diri”
merupakan faktor yang sangat penting. Tujuan ini dapat dianggap sebagai suatu dorongan untuk
melakukan sesuatu yang tepat, untuk menjadi manusia seperti yang diinginkan baik secara fisik
maupun psikis.
9
perkembangan kognitifnya memperlihatkan kecenderungan yang ditandai oleh suasana
intuitif.
3. Tahap operasional konkret
Tahap ini berlangsung antara usia 7-11 tahun. Pada tahap ini, anak mulai menyesuaikan
diri dengan realitas konkret dan sudah mulai berkembang rasa ingin tahunya.
4. Tahap operasional formal
Tahap ini dialami oleh anak pada usia 11 tahun ke atas. Pada masa ini, anak telah
mampu mewujudkan suatu keseluruhan dalam pekerjaannya yang merupakan hasil dari
berpikir logis. Aspek perasaan dan moralnya juga telah berkembang sehingga
mendukung penyelesaian tugas-tugasnya.
2. Perkembangan Bahasa Anak
Dilihat dari perkembangan umur kronologis yang dikaitkan dengan perkembangan
kemampuan berbahasa individu, tahapan perkembangan bahasa dapat dibedakan ke
dalam tahap-tahap sebagai berikut:
1. Tahap pralinguistik atau meraban (0,3-1,0 tahun)
Pada tahap ini anak mengeluarkan bunyi ujaran dalam bentuk ocehan yang mempunyai
fungsi komunikasi
2. Tahap holofrastik atau kalimat satu kata (1,0-1,8 tahun)
Pada usia sekitar 1 tahun anak mulai mengucapkan kata-kata. Satu kata yang diucapkan
oleh anak-anak harus dipandang sebagai satu kalimat penuh mencakup aspek intelektual
maupun emosional sebagai cara untuk menyatakan mau tidaknya terhadap sesuatu.
3. Tahap kalimat dua kata (1,6-2,0 tahun)
Pada tahap ini anak mulai memiliki banyak kemungkinan untuk menyatakan
kemauannya dan berkomunikasi dengan menggunakan kalimat sederhana yang disebut
dengan istilah “kalimat dua kata” yang dirangkai secara tepat.
4. Tahap pengembangan tata bahasa awal (2,0-5,0 tahun)
Pada tahap ini anak mulai mengembangkan tata bahasa, panjang kalimat mulai
bertambah, ucapan-ucapan yang dihasilkan semakin kompleks, dan mulai menggunakan
kata jamak.
5. Tahap pengembangan tata bahasa lanjutan (5,0-10,0 tahun)
Pada tahap ini anak semakin mampu mengembangkan struktur tata bahasa yang lebih
kompleks lagi serta mampu melibatkan gabungan kalimat- kalimat sederhana dengan
komplementasi, relativasi, dan konjungsi.
6. Tahap kompetensi lengkap (11,0 tahun – dewasa)
Pada akhir masa kanak-kanak, perbendaharaan kata terus meningkat, gaya bahasa
mengalami perubahan, dan semakin lancar serta fasih dalam berkomunikasi.
10
Keterampilan dan performasi bahasa terus berkembang kearah tercapainya kompetensi
berbahasa secara lengkap sebagai perwujudan dari kompetensi komunikasi.
3. Perkembangan Sosial Anak
a. Hubungan dengan Keluarga
Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memiliki peranan penting dan menjadi
dasar bagi perkembangan psikologi anak dalam konteks sosial yang lebih luas. Untuk
dalam, dalam memahami perkembangan psikososial peserta didik, perlu dipelajari
bagaimana hubungan anak dengan keluarga.
b. Hubungan dengan Teman Sebaya
Teman sebaya mempunyai fungsi yang hampir sama dengan orangtua. Teman bisa
memberikan ketenangan ketika mengalami kekhawatiran. Tidak jarang terjadi seorang
anak yang tadinya penakut berubah menjadi pemberani berkat teman sebaya. Aspek
perkembangan hubungan peserta didik dengan teman sebayanya adalah Pembentukan
kelompok, Popularitas, penerimaan sosial, dan penolakan
c. Persahabatan
Karakteristik lain dari pola hubungan anak usia sekolah dengan teman sebayanya adalah
munculnya keinginan untuk menjalin hubungan pertemanan yang lebih akrab atau yang
dalam kajian psikologi perkembangan disebut dengan istilah friendship (persahabatan).
d. Hubungan dengan Sekolah
Bagi seorang anak, memasuki dunia sekolah merupakan pengalaman yang
menyenangkan, namun sekaligus mendebarkan, penuh tekanan, dan bahkan bisa
menyebabkan timbulnya kecemasan. Bagi banyak anak, pengalaman masuk sekolah
merupakan saat-saat pertama bagi mereka menyesuaikan diri dengan pola kelompok,
yang diatur oleh satu orang dewasa, yaitu guru.
11
4. Kenikmatan, meliputi bahagia, riang, senang, gembira, dsb.
5. Malu, meliputi rasa bersalah, malu hati, kesal hati, menyesal, hina, aib, dan hati
hancur lebur.
5. Hubungan Antara Emosi dan Tingkah Laku
Melalui teori kecerdasan emosional yang dikembangkannya, Daniel Goleman (1995)
mengemukakan sejumlah ciri utama pikiran emosional sebagai bukti bahwa emosi
memainkan peranan penting dalam pola berpikir maupun tingkah laku individu. Adapun
ciri utama pikiran emosional tersebut adalah sebagai berikut:
1. Respons yang cepat tetapi ceroboh
2. Mendahulukan perasaan kemudian pikiran
3. Memperlakukan realitas sebagai realitas simbolik
4. Masa lampau diposisikan sebagai masa sekarang
5. Realitas yang ditentukan oleh keadaan
6. Karakteristik Perkembangan Emosi Remaja
Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak ke masa dewasa. Pada
masa ini, remaja mengalami perkembangan mencapai kematangan fisik, mental, sosial,
dan emosional. Umumnya, masa ini berlangsung sekitar umur 13 tahun sampai umur 18
tahun, yaitu masa anak duduk di bangku sekolah menengah. Masa ini biasanya
diarasakan sebagai masa sulit, baik bagi remaja sendiri, maupun bagi keluarga atau
lingkungannya. Adapun karateristik berbagai periode dipaparkan berikut ini:
1. Periode Praremaja
Perubahan yang terjadi di awal masa pubertas disertai sifat kepekaan terhadap
rangsangan dari luar dan respons mereka biasanya berlebihan sehingga mereka mudah
tersinggung dan cengeng, tetapi juga cepat merasa senang atau bahkan meledak-
meledak.
2. Periode Remaja Awal
Kontrol terhadap dirinya bertambah sulit dan mereka cepat marah dengan cara-cara yang
kurang wajar untuk meyakinkan dunia sekitarnya.
3. Periode Remaja Tengah
Melihat fenomena yang sering terjadi dalam masyarakat yang sering juga menunjukkan
adanya kontradiksi dengan nilai-nilai moral yang mereka ketahui, tidak jarang remaja
mulai meragukan tentang apa yang disebut baik atau buruk.
4. Periode Remaja Akhir
Selama periode ini remaja mulai memandang dirinya sebagau orang dewasa dan mulai
mampu menunjukkan pemikiran, sikap, perilaku yang semakin dewasa.
7. Perkembangan Moral dan Agama Anak
12
a. Perkembangan Moral
Menurutu Kohlberg tingkatan perkembangan moral sebagai berikut:
1. Prakonvensional moralitas
Pada level ini ana mengenal moralitas berdasarkan dampak yang ditimbulkan oleh suatu
perbuatan, yaitu menyenangkan (hadiah) atau menyakitkan (hukuman).
2. Konvensional
Suatu perbuatan dinilai baik oleh anak apabila mematuhi harapan otoritas tau kelompok
sebaya.
3. Pasca Konvensional
Pada level ini aturan dan konstitusi dari masyarakat tidak dipandang sebagai tujuan
akhir, tetapi diperlukan sebagai subjek. Anak mentaati aturan untuk menghindari
hukuman kata hati.
b. Perkembangan Agama
Perkembangan agama menurut Fowler adalah sebagai berikut:
1. Tahap intuitive-projective faith
Berlangsung antara usia 2-7 tahun. Pada tahap ini kepercayaan anak bersifat peniruan.
2. Tahap mythic-literal faith
Dimulai dari usia 7-11 tahun. Pada tahap ini sesuai dengan perkembangan kognitifnya,
anak secara sistematis mulai mengambil makna dari tradisi masyarakat.
3. Tahap synthetic-conventional faith
Terjadi pada usia 12 akhir masa remaja atau awal usia dewasa. Kepercayaan remaja pada
tahap ini ditandai dengan kesadaran tentang simbolisme dan memiliki lebih dari satu
cara untuk mengetahui kebenaran
4. Tahap individuative-reflective faith
Terjadi pada usia 19 tahun atau masa dewasa awal. Mulai muncul sintesis kepercayaan
dan tanggung jawab individual terhadap kepercayaan tersebut.
5. Tahap conjunctive-faith
Dimulai pada usia 30 tahun sampai masa dewasa akhir. Ditandai dengan perasaan
terintegrasi dengan simbol-simbol, ritual-ritual dan keyakinan agama.
13
sendiri menurut Angelina dan Ch. Enny (Marsetyorini dan Murwaningtyas, 2012 : 60)
“berguna untuk mengetahui kesulitan belajar yang dihadapi siswa, termasuk kesalahan
pemahaman konsep”.
Sedangkan pengertian kesulitan belajar adalah suatu kejadian yang dialami siswa saat proses
pembelajaran itu berlangsung. Penurunan kinerja akademik dan prestasi belajar di sekolah
merupakan contoh yang dapat terlihat dari siswa yang mengalami kesulitan belajar. Secara
garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam, yakni
“faktor intern siswa dan faktor ekstern siswa”.
Faktor intern siswa meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko-fisik siswa, yakni:
a. Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual.
b. Yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap.
c. Yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya alat indra
penglihatan dan pendengar (mata dan telinga).
Faktor ekstern siswa meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak
mendukung aktivitas belajar siswa. Faktor lingkungan meliputi:
a. Lingkungan keluarga, contohnya: ketidakharmonisan hubungan antara ayah dengan ibu,
dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
b. Lingkungan perkampungan/masyarakat, contohnya: wilayah perkampungan kumuh (slum
area), dan teman sepermainan (peer group) yang nakal.
c. Lingkungan sekolah, contohnya: kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti
dekat pasar, kondisi guru dan alat-alat belajar yang berkualitas rendah.
Faktor khusus atau dapat dikatakan sindrom psikologis berupa learning disability
(ketidakmampuan belajar). Yang menurut Reber, sindrom (syndrome) yang berarti satuan
gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis yang menimbulkan
kesulitan belajar itu terdiri atas:
a. Disleksia (dyslexia), yakni ketidakmampuan belajar membaca.
b. Disgrafia (dysgraphia), yakni ketidakmampuan belajar menulis.
c. Diskalkulia (dyscalculia), yakni ketidakmampuan belajar matematika.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Remedial berarti pertama, berhubungan dengan
kebaikan, pengajaran ulang bagi murid yang hasil belajarnya jelek. Kedua, remedial berarti
bersifat menyembuhkan. Sedangkan teaching yang berarti “pengajaran”. Remedial Teaching
adalah segala bentuk usaha terprogram dan tersusun sistematis yang dilakukan untuk
memperbaiki atau menyembuhkan individu yang mengalami kesulitan belajar melalui
pemahaman terhadap faktor-faktor penyebab kesulitan serta membantu menemukan alternative
solusi kesulitannya.
14
2. Langkah-Langkah Diagnostik Kesulitan Belajar Beserta Ilustrasi Kasusnya
Sebelum adanya suatu pemecahan masalah kesulitan belajar, perlu diadakannya identifikasi.
Upaya ini disebut dengan diagnostik. Ada banyak langkah-langkah diagnostik, salahsatunya
adalah prosedur Weerner dan Senf, diantaranya:
a. Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa ketika mengikuti
pelajaran.
b. Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa khususnya yang diduga mengalami
kesulitan belajar. Berkaitan dengan mengidentifikasi secara fisik. Dimana guru juga harus
peka akan hal ini. Karena pada dasarnya setiap siswa memiliki kelebihan dan kelemahan
yang berbeda-beda dalam penglihatan dan pendengarannya dalam proses pembelajaran.
c. Mewawancarai orangtua atau wali siswa untuk mengetahui hal ihwal keluarga yang
mungkin menimbulkan kesulitan belajar. Hal itu berkaitan dengan latar belakang dan faktor
penyebab.
d. Memeberikan tes diagnostik bidang kecakapan tertentu untuk mengetahui hakikat
kesulitan belajar yang dialami siswa.
e. Memberikan tes kemampuan intelegensi (IQ) khususnya kepada siswa yang diduga
mengalami kesulitan belajar.
3. Tindak Lanjut Kesulitan Belajar Beserta Ilustrasi Kasusnya
Setelah diadakannya diagnosis dalam kesulitan belajar, maka ada langkah langkah
selanjutnya dalam menentukan tindakan. Dalam melakukan tindak lanjut siswa yang
mengalami kesulitan belajar, dilakukan terlebih dahulu beberapa hal penting, diantaranya:
a. Analisis hasil diagnosis
Data dan informasi yang diperoleh guru melalui diagnostik kesulitan belajar perlu
dianalisis sedemikian rupa, sehingga kesulitan khusus yang dialami siswa yang
berprestasi rendah itu dapat diketahui secara pasti.
b. Menentukan kecakapan bidang bermasalah
Pada prinsipnya, program pengajara remedial itu lebih cepat dilaksanakan tentu saja akan
lebih baik. Tempat penyelenggaraannya bisa dimana saja., asal tempat itu memungkinkan
siswa klien (siswa yang memerlukan bantuan ) memusatkan perhatiannya terhadap proses
pengajaran perbaikan tersebut.
4. Pentingnya pengajaran remedial (perbaikan) bagi guru dan siswa
Guru
Guru yang mempunyai fungsi ganda sebagai instruktur, konselor, petugas psikologi,dan
sebagainya bertanggung jawab atas tercapainya tujuan pengajaran khususnyapeningkatan
prestasi belajar siswa. Maka dalam rangka ini, pengajaran perbaikan merupakan peluang
yang besar bagi setiap siswa untuk dapat mencapai hasil prestasi belajar secara optimal.
16
17
BAB III PENUTUP
A. Simpulan
Dari uraian pada bab-bab dapat disimpukan bahwa aspek-aspek peserta didik terdiri dari:
konsep dasar pertumbuhan dan perkembangan individu, faktor- faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, tugas- tugas perkembangan individu,
pertumbuhan fisik anak, perkembangan intelektual dan bahasa anak, perkembangan sosial anak,
perkembangan afeksi anak, dan perkembangan moral dan agama anak.
18
DAFTAR PUSTAKA
19