Anda di halaman 1dari 140

ANALISIS TERJADINYA FRAUD PENGELOLAANKEUANGAN DESA

BERDASARKAN PERSPEKTIF FRAUD DIAMOND

PADA DESA-DESA DI KABUPATEN KUPANG

SKRIPSI

OLEH:

LORYANA PINKY WETANGTERAH

1510020014

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2019
SKRIPSI

ANALISIS TERJADINYA FRAUD PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

BERDASARKAN PERSPEKTIF FRAUD DIAMOND

PADA DESA-DESA DI KABUPATEN KUPANG

OLEH:

LORYANA PINKY WETANGTERAH

1510020014

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG
2019

i
ii
iii
LEMBAR PERNYATAAN
KEASLIAN PENULISAN SKRIPSI

Yang bertandatangan di bawah ini:


Nama : Loryana Pinky Wetangterah
NIM : 1510020014
Program Studi : Akuntansi
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan
mempertanggungjawabkan.
2. Tidak melakukan plagiasi terhadap naskah karya orang lain.
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli
atau tanpa izin pemilik karya
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data.
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya
lain.

Jika di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah
melalui pembuktian yang dapat dipertanggung jawabkan, ternyata memang
ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan ini, maka saya siap
dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di FEB Undana.

Demikian Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Kupang, 20 Agustus 2019


Yang Menyatakan

(Loryana Pinky Wetangterah)

iv
ABSTRAK

Desa diberikan kesempatan untuk mandiri dalam mengelola pemerintahan dan


berbagai sumber daya alam yang dimiliki, termasuk di dalamnya pengelolaan
keuangan dan kekayaan milik desa. Pendapatan desa setiap tahun mengalami
peningkatan cukup besar, hal ini memungkinkan terjadinya penyalahgunaan yang
besar juga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat Pengaruh
Motivasi, Pengawasan, Rasionalisasi, dan Kompetensi Sumber Daya Manusia
Terhadap Terjadinya Fraud Pengelolaan Keuangan Desa Berdasarkan Perspektif
Fraud Diamond Pada Desa-Desa di Kabupaten Kupang. Sumber data yang
digunakan adalah data primer. Metode analisis yang digunakan adalah Partial
Least Square (PLS). Penelitian ini dilakukan di 11 desa kecamatan Nekamese dan
10 desa kecamatan Amabi Oefeto Timur kabupaten Kupang. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Motivasi berpengaruh positif terhadap terjadinya fraud
pengelolaan keuangan desa berdasarkan perspektif fraud diamond pada desa-desa
di kabupaten Kupang. Pengawasan berpengaruh positif terhadap terjadinya fraud
pengelolaan keuangan desa berdasarkan perspektif frauddiamond pada desa-desa
di kabupaten Kupang. Rasionalisasi berpengaruh positif terhadap terjadinya fraud
pengelolaan keuangan desa berdasarkan perspektif frauddiamond pada desa-desa
di kabupaten Kupang. Kompetensi Sumber Daya Manusia berpengaruh positif
terhadap terjadinya fraud pengelolaan keuangan desa berdasarkan perspektif
frauddiamond pada desa-desa di kabupaten Kupang.

Kata Kunci: Motivasi, Pengawasan, Rasionalisasi, Kompetensi Sumber Daya


Manusia, Fraud Pengelolaan Keuangan Desa, Fraud Diamond.

v
ABSTRACT

The village is given the opportunity to be independent in managing the


government and various natural resources that are owned including the
management of the village’s finances and assets. Village income has increased
each year quite large, this allows a large abuse as well.This study aims to
determine whether there is an Effect of Motivation, Supervision, Rationalization,
and Human Resources Competence Against the Fraud of Village Financial
Management Based on the Diamond Fraud Perspective in Villages in Kupang
Regency. The data source used is primary data. The analytical method used is
Partial Least Square (PLS). This research was conducted in 11 villages of
Nekamese sub-district and 10 villages of Amabi Oefeto Timur district of Kupang
district. The results showed that Motivation had a positive effect on the
occurrence of fraud in village financial management based on the perspective of
diamond fraud in villages in Kupang district. Oversight has a positive effect on
the occurrence of fraud in village financial management based on the perspective
of diamond fraud in villages in Kupang district. Rationalization has a positive
effect on the occurrence of fraud in village financial management based on the
perspective of diamond fraud in villages in Kupang district. Human Resources
Competence has a positive effect on the occurrence of fraud in village financial
management based on the perspective of diamond fraud in villages in Kupang
district.

Keywords: Motivation, Supervision, Rationalization, Human Resources


Competence, Village Financial Management Fraud, Diamond Fraud.

vi
MOTTO
Janganlah hendaknya kamu khawatir

tentang apa pun juga,

tetapi nyatakanlah dalam segala hal

keinginanmu kepada Allah dalam doa

dan permohonan dengan ucapan syukur

(Filipi 4:6)

vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena hanya atas berkat dan perkenanan-Nya peneliti dapat menyelesaikan
penulisan skripsi dengan judul “Analisis Terjadinya Fraud Pengelolaan Keuangan
Desa Berdasarkan Perspektif Fraud Diamond Pada Desa-Desa Di Kabupaten
Kupang” dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Universitas Nusa Cendana.
Peneliti menyadari bahwa dalam proses penyusunan ini, banyak
mendapatkan bantuan moril dari berbagai pihak yang sangat membantu sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan. Untuk itu peneliti mengucapkan terimakasih yang
tulus kepada:
1. Bapak Prof. Ir. Fredrik L. Benu, M.Si., Ph.D, selaku Rektor
Universitas Nusa Cendana Kupang.
2. Bapak Ir. I Wayan Mudita, M.Sc,Ph,D., selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Nusa Cendana.
3. Ibu Linda Lomi Ga, SE., MSA, selaku Ketua Program Studi
Akuntansi dan Ibu Yohana F. Angi, SE., M.Aks., Ak., CA, selaku
Sekretaris Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Nusa Cendana.
4. Ibu Sarinah Joyce Margaret Rafael, SE., M.Acc., Ak., CA, selaku
Dosen Pembimbing I dan Bapak I Komang Arthana, SE., M.Si.,
Ak., CA, selaku Dosen Pembimbing II, yang telah banyak
meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, petunjuk, dan
saran bagi penyelesaian hasil penelitian ini.
5. Ibu Herly M. Oematan, SE., M.Si, selaku Dosen Penguji yang telah
meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, petunjuk, dan
saran bagi penyelesaian hasil penelitian ini.
6. Bapak I Komang Arthana, SE., M.Si., Ak., CA, selaku Dosen
Penasehat Akademik yang telah memberikan perhatian, motivasi
dan arahan.

viii
7. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Nusa
Cendana yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan
proposal penelitian ini.
8. Keluarga terkasih, Bapak Yoskar, Ibu Yohana, Ibu Pelfina, Ivandre,
Irviando dan Irchaldi yang selalu mendoakan, mengasihi,
mendukung dan menjadi penyemangat bagi peneliti untuk
menyelesaikan proposal penelitian ini.
9. Saudara-Saudari terkasih Abang Rewa, Azarya’s Squad, Besties
Squad, dan semua sahabat yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
10. Teman-teman seperjuangan Mainstream 2015 atas jalinan
pertemanan yang baik serta kontribusi yang telah kalian berikan.
11. Serta semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu,
namun telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan
dikarenakan segala keterbatasan dan kemampuan yang peneliti miliki. Namun
peneliti berusaha untuk mempersembahkan yang terbaik dan dapat bermanfaat
bagi banyak pihak. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang
membangun.

Kupang, 20 Agustus 2019

Peneliti

ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN........................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN KELULUSAN.................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN........................................................................... iv
ABSTRAK..................................................................................................... v
ABSTRACT.................................................................................................. vi
MOTTO......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR................................................................................... viii
DAFTAR ISI................................................................................................. x
DAFTAR TABEL......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................... 6
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teoritis......................................................................................... 9
2.1.1 Fraud.................................................................................................. 9
2.1.1.1 Definisi Fraud............................................................................... 9
2.1.1.2 Tipologi Fraud.............................................................................. 11
2.1.2 Fraud Triangle................................................................................... 15
2.1.3 Fraud Diamond.................................................................................. 25
2.1.4 Pengelolaan Keuangan Desa.............................................................. 28
2.1.5 Motivasi............................................................................................. 34
2.1.6 Pengawasan........................................................................................ 37
2.1.7 Rasionalisasi...................................................................................... 39
2.1.8 Kompetensi Sumber Daya Manusia.................................................. 42
2.1.9 Terjadinya Fraud............................................................................... 47
2.2 Kajian Empirik......................................................................................... 49
2.3 Kerangka Berpikir................................................................................... 52
2.4 Hipotesis.................................................................................................. 53
2.4.1 Pengaruh Motivasi Terhadap Terjadinya Fraud dalam Pengelolaan
53
Keuangan Desa berdasarkan Perspektif Fraud Diamond.................
2.4.2Pengaruh Pengawasan Terhadap Terjadinya Frauddalam
Pengelolaan Keuangan Desa berdasarkan Perspektif Fraud 55
Diamond............................................................................................
2.4.3 Pengaruh Rasionalisasi Terhadap Terjadinya Frauddalam
Pengelolaan Keuangan Desa berdasarkan Perspektif Fraud 56
Diamond............................................................................................
2.4.4 Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia Terhadap Terjadinya
Frauddalam Pengelolaan Keuangan Desa berdasarkan Perspektif 57
Fraud Diamond.................................................................................
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian.............................................................................. 59
3.2 Definisi Operasional Variabel................................................................. 59
3.3 Populasi dan Sampel................................................................................ 62

x
3.4 Metode Pengumpulan Data...................................................................... 63
3.5 Metode Analisis Data.............................................................................. 64
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Demografi Responden............................................................................. 67
4.1.1 Jenis Kelamin..................................................................................... 67
4.1.2 Usia.................................................................................................... 68
4.1.3 Tingkat Pendidikan............................................................................ 69
4.1.4 Masa Kerja......................................................................................... 70
4.1.5 Mengikuti Pelatihan Berkaitan dengan Pelaporan Keuangan Desa... 70
4.2 Statistik Deskriptif................................................................................... 71
4.3 Analisis Data............................................................................................ 73
4.3.1 Konseptualisasi Model....................................................................... 73
4.3.2 Menentukan Metode Analisis Algoritma........................................... 73
4.3.3 Menentukan Metode Resampling... .................................................. 74
4.3.4 Pembentukan Diagram Jalur.............................................................. 74
4.3.5 Evaluasi Outer Model atau Measurement Model.............................. 75
4.3.5.1 Evaluasi Konstruk Laten.............................................................. 75
4.3.5.1.1 Validitas Konvergen (Convergent Validity)........................... 75
4.3.5.1.2 Validitas Diskriminan (Discriminant Validity)....................... 77
4.3.5.1.3 Reliabilitas.............................................................................. 78
4.3.6 Evaluasi Structural Model................................................................. 79
4.3.6.1 Koefisien Determinasi.................................................................. 79
4.3.6.2 Koefisien Jalur (β) ....................................................................... 80
4.3.6.3 Ukuran Efek Cohen (f2) ............................................................... 80
4.3.6.4 Relevansi Prediktif (Q2) .............................................................. 81
4.3.7 Indeks Kualitas.................................................................................. 82
4.3.8 Pengujian Hipotesis........................................................................... 83
4.3.8.1 Pengujian Hipotesis 1................................................................... 84
4.3.8.2 Pengujian Hipotesis 2................................................................... 84
4.3.8.3 Pengujian Hipotesis 3................................................................... 84
4.3.8.4 Pengujian Hipotesis 4................................................................... 84
4.3.9 Persamaan Regresi............................................................................. 85
4.4 Pembahasan Hasil Penelitian................................................................... 85
4.4.1 Pengaruh Motivasi terhadap Terjadinya Fraud dalam Pengelolaan
85
Keuangan Desa..................................................................................
4.4.2 Pengaruh Pengawasan terhadap Terjadinya Fraud dalam
86
Pengelolaan Keuangan Desa.............................................................
4.4.3 Pengaruh Rasionalisasi terhadap Terjadinya Fraud dalam
88
Pengelolaan Keuangan Desa.............................................................
4.4.4 Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia terhadap Terjadinya
89
Fraud dalam Pengelolaan Keuangan Desa......................................
4.5 Keterbatasan Penelitian........................................................................... 90
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan.............................................................................................. 91
5.2 Saran........................................................................................................ 91
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 92
DAFTAR RIWAYAT HIDUP...................................................................... 96
LAMPIRAN.................................................................................................. 97

xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu........................................................................ 49
Tabel 3.1 Definisi Operasional........................................................................ 60
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif........................................................................... 71
Tabel 4.2 Outer Loading (Measurement Model) ............................................ 76
Tabel 4.3 Nilai Discriminant Validity (Cross Loading) Indikator................... 77
Tabel 4.4 Nilai Composite Reliability dan Cronbach Alpha........................... 79
Tabel 4.5 Nilai R2 Variabel Laten.................................................................... 80
Tabel 4.6 Nilai Koefisien Jalur Model Penelitian............................................ 80
Tabel 4.7 Nilai Efek Cohen setiap Jalur.......................................................... 81
Tabel 4.8 Nilai Relevansi Prediktif setiap Variabel Laten............................... 82
Tabel 4.9 Hasil Pengujian Hipotesis pada Model Penelitian........................... 83
Tabel 4.10 Persamaan Regresi......................................................................... 85

xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Perkembangan Pendapatan Pemerintah Desa secara Nasional
2
Tahun 2014-2016..........................................................................
Gambar 2.1 Fraud Tree.................................................................................... 11
Gambar 2.2 Fraud Triangle Theory oleh Cressey (1953)................................ 16
Gambar 2.3 Fraud Diamond Theory oleh Wolfe dan Hermanson (2004)....... 25
Gambar 2.4 Teori Kebutuhan Abraham Maslow.............................................. 36
Gambar 2.5 Kerangka Berpikir......................................................................... 53
Gambar 4.1 Data Jenis Kelamin Responden.................................................... 68
Gambar 4.2 Data Usia Responden.................................................................... 69
Gambar 4.3 Data Tingkat Pendidikan Responden............................................ 69
Gambar 4.4 Data Masa Kerja Responden......................................................... 70
Gambar 4.5 Data Mengikuti Pelatihan Berkaitan dengan Pelaporan
71
Keuangan Desa..............................................................................
Gambar 4.6 Path Diagram................................................................................ 74
Gambar 4.7 Hasil Pengujian Model struktural................................................. 82

xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Berita Acara Seminar Proposal
Lampiran 2 Berita Acara Perbaikan Proposal
Lampiran 3 Berita Acara Hasil Penelitian
Lampiran 4 Berita Acara Perbaikan Hasil Penelitian
Lampiran 5 Berita Acara Ujian Skripsi
Lampiran 6 Berita Acara PerbaikanUjian Skripsi
Lampiran 7 Lembar Konsultasi
Lampiran 8 Surat Ijin Penelitian
Lampiran 9 Surat Selesai Penelitian
Lampiran 10 Kuesioner Penelitian
Lampiran 11 Proses Analisis Data Menggunakan Partial Least Square (PLS)
Lampiran 12 Hasil Analisis Data Menggunakan Partial Least Square (PLS)

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa merupakan

kebijakan penataan dan pengaturan mengenai desa sebagai wujud pengakuan

negara terhadap Desa, khususnya dalam rangka memperjelas fungsi dan

kewenangan desa, serta memperkuat kedudukan desa dan masyarakat desa

sebagai subyek pembangunan. Desa diberi wewenang oleh pemerintah pusat

untuk mengatur dan mengembangkan daerahnya sendiri dengan pemanfaatan

sumber daya yang tersedia baik itu sumber daya alam maupun sumber daya

manusia. Segala kepentingan dan kebutuhan masyarakat desa kiranya dapat

diakomodir dengan lebih baik. Pemberian kesempatan yang lebih besar bagi desa

untuk mengurus tata pemerintahannya sendiri serta pemerataan pelaksanaan

pembangunan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup

masyarakat desa, sehingga permasalahan seperti kesenjangan antarwilayah,

kemiskinan, dan masalah sosial budaya lainnya dapat diminimalisir.

UU Nomor 6 Tahun 2014 beserta peraturan pelaksanaannya telah

mengamanatkan pemerintah desa untuk lebih mandiri dalam mengelola

pemerintahan dan berbagai sumber daya alam yang dimiliki, termasuk di

dalamnya pengelolaan keuangan dan kekayaan milik desa. UU Desa Pasal 72,

menjelaskan bahwa pendapatan desa bersumber dari pendapatan asli desa terdiri

atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain

pendapatan asli desa; alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN);

bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota; alokasi dana

1
desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima

Kabupaten/Kota; bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

(APBD) Kabupaten/Kota; hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak

ketiga; dan lain-lain pendapatan Desa yang sah. Berikut disajikan Perkembangan

Pendapatan Pemerintah Desa secara Nasional dari Tahun 2014-2016 pada gambar

1.1.

Gambar 1.1
Perkembangan Pendapatan Pemerintah Desa secara Nasional
Tahun 2014-2016

90,000,000,000,000
80,000,000,000,000
70,000,000,000,000
60,000,000,000,000
50,000,000,000,000
40,000,000,000,000
30,000,000,000,000
20,000,000,000,000
10,000,000,000,000
-
2014 2015 2016

Sumber: data diolah (2019)

Berdasarkan gambar 1.1 yang diperoleh dari Katalog Statistik Indonesia

2018 terlihat Pendapatan Desa dari tahun 2014 sampai 2016 terjadi peningkatan.

Pendapatan Desa tahun 2014 sebesar Rp25.857.926.000.000 mengalami kenaikan

101% atau sebesar Rp26.193.175.000.000 menjadi Rp52.051.101.000.000 di

tahun 2015, dan pada tahun 2016 terjadi kenaikan 49% atau sebesar

Rp25.273.252.000.000 menjadi Rp77.324.353.000.000. Pendapatan yang sangat

besar ini tentunya juga memungkinkan terjadinya penyalahgunaan yang besar

pula.

2
Dikutip dari Pena Timor, telah terjadi kecurangan dalam pengelolaan

keuangan desa yaitu pada Pemerintah Desa Kuimasi Kecamatan Fatuleu

Kabupaten Kupang yang mendapat anggaran untuk menunjang kegiatan

Pemerintah Desa Kuimasi sebesar Rp1.213.266.000 dengan rincian Dana Desa

sebesar Rp779.739.000, Alokasi Dana Desa (ADD) sebesar Rp425.591.000, Pajak

Daerah sebesar Rp2.936.000 dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar

Rp5.000.000. Terhadap anggaran tersebut, dilakukan pembiayaan sebanyak empat

item pekerjaan yakni Bidang Pemerintahan Desa dengan dana sebesar

Rp364.287.000, Bidang Pelaksanaan Pembangunan Desa dengan dana sebesar

Rp378.111.083, Bidang Pembinaan Kemasyarakatan dengan dana sebesar

Rp108.360.000 dan Bidang Pemberdayaan Masyarakat dengan dana sebesar

Rp283.476.000. Item pekerjaan itu antara lain perkerasan jalan, pengadaan ternak

babi, pengadaan pakan ternak babi, pembangunan posyandu dan balai serba guna

di desa.

Selain itu, khusus untuk pekerjaan fisik berupa perkerasan jalan,

pembangunan posyandu dan pembangunan balai serba guna terdapat kekurangan

volume pekerjaan, sementara administrasi sudah selesai 100 persen. Pada item

pengadaan ternak babi dan pakan ternak babi, jaksa menemukan bahwa bantuan

yang diterima masyarakat tidak sesuai jumlah sebagaimana tercantum dalam

RAPBDesa. Perbuatan yang dilakukan oleh Kepala Desa dan Ketua Tim

Pengelola Kegiatan ini telah merugikan keuangan negara sebesar Rp98.615.400

dengan rincian sesuai dengan Laporan Hasil Pemeriksaan Ahli Tim Teknis

Politeknik Negeri Kupang Nomor: E.03/PL23.1.11/HK/2018 tanggal 31 Agustus

2018 sebesar Rp17.537.000 dan sesuai dengan Laporan Hasil Perhitungan

3
Kerugian Keuangan Negara/Daerah dari Tim Ahli Inspektorat Daerah Kabupaten

Kupang tanggal 4 Oktober 2018 sebesar Rp81.078.400. Perbuatan para terdakwa

sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 18 Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor: 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 55 Ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP). (dikutip dari http://penatimor.com/2019/03/22dengan judul

Korupsi Dana Desa, 2 Kades di Kabupaten Kupang Segera Disidangkan. Diakses

pada tanggal 10 Mei 2019, pukul 17.00).

Pengelolaan keuangan desa yang dilaksanakan dalam satu tahun

anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember, perlu

diperhatikan dan ditaati asas umum pengelolaan keuangan desa yaitu, keuangan

desa harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan,

transparan, akuntabel, dan partisipasif dengan memperhatikan asas keadilan,

kepatutan dan manfaat bagi masyarakat desa untuk menghindarkan dari

kecurangan yang dilakukan oleh aparatur desa sebagai pihak yang bertanggung

jawab mengelola keuangan desa (Taufik, 2008).

Fraud adalah suatu tindakan yang ilegal baik disengaja maupun tidak

disengaja yang dilakukan oleh individu maupun kelompok untuk memperoleh

atau mendapatkan uang, aset, dan lain sebagainya yang tentunya dapat merugikan

orang lain (Tuanakotta, 2010). Fraud dibahas lebih lanjut dalam sebuah teori yang

diperkenalkan oleh Wolfe dan Hermanson pada tahun 2004 yaitu

FraudDiamondTheory, yang merupakan penyempurnaan dari

FraudTriangleTheory. Teori ini menjelaskan bahwa ada empat hal yang

4
mendorong terjadinya kecurangan yaitu Pressure (tekanan), Opportunity

(kesempatan), Rationalization (pembenaran), dan Capability (kemampuan).

Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2013) motivasi negatif dari

aparatur pemerintah berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat kecurangan

laporan keuangan. Artinya bahwa semakin tinggi motivasi negatif dari seorang

pegawai maka makin tinggi pula tingkat kecenderungan ia melakukan

kecurangan.

Seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Wibisono (2017)

kecenderungan terjadinya penyalahgunaan dana desa disebabkan karena tidak

berfungsinya peran pendamping desa, lemahnya unsur pembinaan dan

pengawasan dari camat, lemahnya unsur pembinaan dan pengawasan oleh tim

pengawalan pengamanan pemerintah dan pembangunan, lemahnya pengawasan

oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan lemahnya partisipasi masyarakat

dalam pengawasan dana desa.

Begitu juga denganpenelitian yang dilakukan oleh Zulkarnain (2013)

rasionalisasi yang diproksikan dengan perilaku tidak etis berpengaruh positif

terhadap kecenderungan terjadinya kecurangan (Fraud) di sektor pemerintahan

kota Surakata. Rasionalisasi ini bukan merupakan bagian dari motivasi seseorang

untuk melakukan Fraud, akan tetapi rasionalisasi diperlukan pelaku untuk

mencerna prilakunya yang melawan hukum agar tetap mempertahankan jati

dirinya sebagai orang yang dipercaya.

Penelitian yang dilakukan oleh Basirruddin (2014) tingkat pendidikan

rendah yang dimiliki oleh aparatur desa menjadi hambatan dalam mengelola

keuangan desa sehingga berpotensi terjadinya kecurangan (fraud). Begitu juga

5
penelitian yang dilakukan oleh Atmaja (2017). Kompetensi aparatur berpengaruh

tehadap pencegahan fraud dalam pengelolaan keuangan desa. Semakin tingi

kemampuan aparatur desa maka semakin tingi pula tingkat pencegahan fraud dan

semakin rendah kemampuan aparatur desa maka akan semakin tinggi indikasi

terjadinya fraud.

Dari beberapa pemaparan dan kasus yang telah diuraikan di atas, dapat

diketahui bahwa kecurangan yang dilakukan oleh aparat desa dapat disebabkan

karena motivasi yang berasal dari diri sendiri, pengawasan yang kurang dari pihak

pemerintah setempat, rasionalisasi dari pelaku kecurangan untuk membenarkan

apa yang dilakukan dan kompetensi sumber daya manusia yang kurang

mendukung.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas membuat peneliti tertarik

untuk meneliti tentang Analisis terjadinya fraud dalam pengelolaan keuangan

desa berdasarkan perspektif Fraud Diamond dengan variabel motivasi,

pengawasan, rasionalisasi dan kompetensi sumber daya manusia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka beberapa rumusan masalah

yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

1) Apakah motivasi mempunyai pengaruh terhadap terjadinya fraud dalam

pengelolaan keuangan desa berdasarkan perspektif fraud diamond?

2) Apakah pengawasan mempunyai pengaruh terhadap terjadinya

frauddalam pengelolaan keuangan desa berdasarkan perspektif fraud

diamond?

6
3) Apakah rasionalisasi mempunyai pengaruh terhadap terjadinya

frauddalam pengelolaan keuangan desa berdasarkan perspektif fraud

diamond?

4) Apakah kompetensi sumber daya manusia mempunyai pengaruh terhadap

terjadinya frauddalam pengelolaan keuangan desa berdasarkan perspektif

fraud diamond?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah:

1) Untuk mengetahui motivasi mempunyai pengaruh terhadap terjadinya

fraud dalam pengelolaan keuangan desa berdasarkan perspektif Fraud

Diamond

2) Untuk mengetahui pengawasan mempunyai pengaruh terhadap terjadinya

frauddalam pengelolaan keuangan desa berdasarkan perspektif Fraud

Diamond

3) Untuk mengetahui rasionalisasi mempunyai pengaruh terhadap terjadinya

frauddalam pengelolaan keuangan desa berdasarkan perspektif Fraud

Diamond

4) Untuk mengetahui kompetensi sumber daya manusia mempunyai

fraudterhadap terjadinya kecurangan dalam pengelolaan keuangan desa

berdasarkan perspektif frauddiamond.

7
1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

berbagai pihak terkait.

a. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan

Memberikan kontribusi pengetahuan dan perkembangan khususnya ilmu

akuntansi bagi akademika mengenai perspektif fraud diamond untuk

menganalisis terjadinya fraud dalam pengelolaan keuangan desa.

b. Bagi Pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan terhadap pemerintah

Kabupaten Kupang bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi

Aparat Desa melakukan kecurangan dan pemerintah dapat mengambil

tindakan pencegahan dan upaya mengatasi tindakan kecurangan ini.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penulis mengharapkan penelitian ini menjadi bahan referensi untuk

penelitian-penelitian yang akan dilakukan di masa mendatang.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teoritis

2.1.1 Fraud

2.1.1.1 Definisi Fraud

Tuanakotta (2010) menjelaskan Fraud menurut the Association of

Certified Fraud Examiners (ACFE) adalah perbuatan melawan hukum yang

dilakukan secara sengaja dengan tujuan tertentu seperti manipulasi, memberikan

laporan yang keliru atau bentuk perbuatan lain yang dilakukan oleh pihak pihak

tertentu baik dari dalam organisasi maupun dari luar organisasi untuk

mendapatkan keuntungan pribadi maupun kelompok tertentu yang secara

langsung ataupun tidak langsung dapat merugikan pihak lain.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) misalnya, menyebutkan

beberapa pasal yang mencakup pengertian fraud seperti:

1) Pasal 362 tentang Pencurian (definisi KUHP: ‘mengambil barang sesuatu,

yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk

dimiliki secara melawan hukum”);

2) Pasal 368 tentang Pemerasan dan Pengancaman (definisi KUHP: “dengan

maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan

hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk

memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah

kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun

menghapuskan piutang”);

9
3) Pasal 372 tentang Penggelapan (definisi KUHP: “dengan sengaja dan

melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian

adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan

karena kejahatan”);

4) Pasal 378 tentang Perbuatan Curang (definisi KUHP: “dengan maksud untuk

menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan

memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun

rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang

sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan

piutang”);

5) Pasal 396 tentang Merugikan Pemberi Piutang dalam Keadaan Pailit;

6) Pasal 406 tentang Menghancurkan atau Merusakkan Barang (definisi KUHP:

“dengan sengaja atau melawan hukum menghancurkan, merusakkan,

membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang

seluruhnya atau sebagian milik orang lain”);

7) Pasal 209, 210, 387, 388, 415, 417, 418, 419, 420, 423, 425 dan 435 yang

secara khusus diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi (Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999).

Di samping KUHP juga ada ketentuan perundang-undangan lain yang

mengatur perbuatan melawan hukum yang termasuk dalam kategori fraud, seperti

undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, berbagai undang-

undang perpajakan yang mengatur tindak pidana perpajakan, undang-undang

tentang pencucian uang, undang-undang perlindungan konsumen, dan lain-lain.

(Tuanakotta, 2010).

10
2.1.1.2 Tipologi Fraud

Secara skematis, Association of Certified Fraud Examiners (ACFE)

menggambarkan occupational fraud dalam bentuk fraud tree. Gambar Fraud Tree

disajikan dalam gambar 2.1.

Gambar 2.1
Fraud Tree

Sumber: data diolah (2019)

Pohon ini menggambarkan cabang-cabang dari dari fraud dalam

hubungan kerja, beserta ranting dan anak rantingnya. Fraud tree ini disajikan

dalam bagan 2.1. Bagan ini sengaja tidak diterjemahkan karena tidak selalu ada

istilah padanan yang menggambarkan makna aslinya. Para akuntan memahami

11
istilah bahasa Inggris dalam fraud tree, karena itu adalah yang lazim digunakan

dalam buku teks akuntansi dan auditing.

Fraud tree yang dibuat ACFE sangat bermanfaat. Fraud tree

memetakan fraud dalam lingkungan kerja. Peta ini membantu akuntan forensik

mengenali dan mendiagnosis fraud yang terjadi.

Occupational fraud tree ini mempunyai tiga cabang utama, yakni

corruption, assetmisappropriation, dan fraudulent statements.

a. Corruption

Cabang dan ranting yang menggambarkan fraud yang diberi label

“corruption” dapat dilihat di sisi kiri dari fraud tree. Istilah “corruption” di

sini serupa tetapi tidak sama dengan istilah korupsi dalam ketentuan

perundang-undangan di Indonesia. Istilah korupsi menurut Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 meliputi 30 tindak pidana korupsi, dan bukan empat

bentuk seperti yang digambarkan dalam ranting-ranting: conflicts of interest,

bribery, illegalgratuities, economic extortion.

Conflicts of interest atau benturan kepentingan sering kita jumpai

dalam berbagai bentuk, di antaranya bisnis pelat merah atau bisnis pejabat

(penguasa) dan keluarga serta kroni mereka yang menjadi pemasok atau

rekanan di lembaga-lembaga pemerintah dan di dunia bisnis sekalipun. Ciri-

ciri atau indikasinya, mereka menjadi pemasok:

(1) Selama bertahun-tahun. Bukan saja selama pejabat tersebut berkuasa.

Melalui kontrak jangka panjang, bisnis berjalan terus meskipun pejabat

tersebut sudah lengser.

12
(2) Nilai kontrak-kontrak itu relatif mahal ketimbang kontrak yang dibuat at

arm’s length. Dalam bahasa sehari-hari praktik ini dikenal sebagai mark

up atau penggelembungan. Istilah mark up sendiri sebenarnya kurang

tepat, karena baik mark up maupun mark down merupakan bagian dari

praktik bisnis yang sehat.

(3) Para rekanan ini, meskipun hanya segelintir, menguasai pangsa

pembelian yang relatif sangat besar di lembaga tersebut.

(4) Meskipun rekanan ini keluar sebagai “pemenang” dalam proses tender

yang resmi, namun kemenangannya dicapai dengan cara-cara tidak

wajar.

(5) Hubungan antara penjual dan pembeli lebih dari hubungan bisnis. Pejabat

atau penguasa bisa menggunakan sanak saudaranya (nepotisme) sebagai

“orang depan” atau ada persekongkolan (kolusi) yang melibatkan

penyuapan (bribery).

Konsep conflict of interest digunakan dalam konvensi PBB

mengenai pemberantasan korupsi (United Nations Convention Against

Corruption). Indonesia meratifikasi konvensi ini.

b. Asset Misappropriation

Asset missappropriation atau “pengambilan” aset secara ilegal

dalam bahasa sehari-hari disebut mencuri. Namun, dalam istilah hukum,

“mengambil” aset secara ilegal (tidak sah, atau melawan hukum) yang

dilakukan oleh seseorang yang diberi wewenang untuk mengelola atau

mengawasi aset tersebut, disebut menggelapkan. Istilah pencurian, dalam

13
fraud tree disebut larceny. Istilah penggelapan atau penjarahan dalam bahasa

inggrisnya adalah embezzlement.

Asset missappropriation dalam bentuk penjarahan cash atau

cashmisappropriation dilakukan dalam tiga bentuk: skimming, larceny, dan

fraudulent disbursements. Klasifikasi penjarahan kas dalam tiga bentuk

disesuaikan dengan arus uang masuk.

Dalam skimming, uang dijarah sebelum uang tersebut secara fisik

masuk ke perusahaan. Cara ini terlihat dalam fraud yang sangat dikenal para

auditor, yakni lapping. Kalau uang sudah masuk ke perusahaan dan kemudian

baru dijarah, maka fraud ini disebut larceny atau pencurian. Sekali arus uang

sudah terekam dalam (atau sudah masuk ke) sistem, maka penjarahan ini

disebut fraudulent disbursements yang lebih dekat dengan istilah penggelapan

dalam bahasa Indonesia.

c. Fraudulent Statements

Jenis fraud ini sangat dikenal para auditor yang melakukan general

audit (opinion audit). Ranting pertama menggambarkan fraud dalam

menyusun laporan keuangan. Fraud ini berupa salah saji (misstatements baik

overstatements maupun understatements). Cabang dari ranting ini ada dua.

Pertama, menyajikan aset atau pendapatan lebih tinggi dari yang sebenarnya

(asset/ revenue overstatements). Kedua, menyajikan aset atau pendapatan

lebih rendah dari yang sebenarnya (asset/ revenue understatements).

Ranting kedua menggambarkan fraud dalam menyusun laporan

non-keuangan. Fraud ini berupa penyampaian laporan non-keuangan secara

14
menyesatkan, lebih bagus dari keadaan yang sebenarnya, dan sering kali

merupakan pemalsuan atau pemutarbalikkan keadaan.

2.1.2 Fraud Triangle

Tuanakotta (2010) menjelaskan Fraud Examiners Manual menyebut

Donald R. Cressey sebagai mahasiswa terpandainya Edwin H. Sutherland. Kalau

penelitian Sutherland dipusatkan pada kriminalitas masyarakat atas, Cressey

mencari arah yang lain dalam penelitiannya. Sewaktu menulis disertasi doktornya

dalam bidang sosiologi memutuskan untuk meneliti para pegawai yang mencuri

uang perusahaan (embezzlers). Cressey mewawancarai 200 orang yang dipenjara

karena fraud tersebut.

Cressey tertarik pada embezzlers yang disebutnya “trust violators” atau

“pelanggar kepercayaan”, yakni mereka yang melanggar kepercayaan atau

amanah yang dititipkan kepada mereka. Secara khusus tertarik kepada hal-hal

yang menyebabkan mereka menyerah kepada godaan. Oleh karena alasan itu

dalam penelitiannya, Cressey tidak menyertakan mereka yang memang mencari

pekerjaan dengan tujuan mencuri. Setelah menyelesaikan penelitiannya, Cressey

mengembangkan suatu model yang sampai sekarang merupakan model klasik

untuk menjelaskan occupational offender atau pelaku fraud di tempat kerja (atau

terkait dengan pekerjaan atau jabatannya).

Penelitian Cressey diterbitkan dengan judul Other People’s Money: A

Study in the Social Psychology of Embezzlement. Hipotesisnya yang terakhir

adalah: “Trusted person become trust violators when they conceive of themselves

as having a financial problem which is non-shareable, are aware this problem

can be secretly resolved by violation of the position of financial trust, and are

15
able to apply to their own conduct in that situation verbalizations which enable

them to adjust their conceptions of themselves as trusted persons with their

conceptions of themselves as users of the entrusted funds or property.”

(“Orang yang dipercaya menjadi pelanggar kepercayaan ketika ia

melihat dirinya sendiri sebagai orang yang mempunyai masalah keuangan yang

tidak dapat diceritakannya kepada orang lain, sadar bahwa masalah ini secara

diam-diam dapat diatasinya dengan menyalahgunakan wewenangnya sebagai

pemegang kepercayaan di bidang keuangan, dan tindak-tanduk sehari-hari

memungkinkannya menyesuaikan pandangan mengenai dirinya sebagai seseorang

yang bisa dipercaya dalam menggunakan dana tau kekayaan yang dipercayakan.”)

Dalam perkembangan selanjutnya hipotesis ini lebih dikenal sebagai

fraud triangle atau segi tiga fraud, seperti terlihat dalam gambar 2.2.

Gambar 2.2
Fraud Triangle Theory oleh Cressey (1953)

Perceived
Opportunity

Perceived Rationalization
Pressure

Sumber: data diolah (2019)

Sudut pertama dari segi tiga itu diberi judul pressure yang merupakan

perceived non-shareable financial need. Sudut keduanya, perceived opportunity.

Sudut ketiga, rationalization.

16
a. Perceived Pressure

Penggelapan uang perusahaan oleh pelakunya bermula dari suatu

tekanan (pressure) yang menghimpitnya. Orang ini mempunyai kebutuhan

keuangan yang mendesak, yang tidak dapat diceritakannya kepada orang lain.

Konsep yang penting di sini adalah, tekanan yang menghimpit hidupnya

(berupa kebutuhan akan uang), padahal ia tidak bisa berbagi (sharing) dengan

orang lain. Setidak-tidaknya, itulah yang dirasakannya. Konsep ini dalam

bahasa Inggris disebut perceived non-shareable financial need.

Cressey menjelaskan, “ketika para pelanggar kepercayaan ini

ditanya: mengapa di waktu yang lalu Anda tidak melanggar kepercayaan

yang diberikan terkait dengan kedudukan-kedudukan pelanggar terdahulu,

atau mengapa pelanggar tidak melanggar kepercayaan (trust) lainnya yang

terkait dengan kedudukan pelanggar sekarang? Umumnya jawaban mereka

adalah salah satu di antara: (a) ketika itu belum ada kebutuhan (yang

mendesak) seperti sekarang, atau (b) belum pernah terpikir untuk melakukan

hal itu sebelumnya, atau (c) di waktu yang lalu menganggap perbuatan itu

tidak jujur, tapi kali ini, tidak demikian halnya.”

Bagi pelaku (embezzler), tidak bisa berbagi masalah (keuangannya)

dengan orang lain, padahal sebenarnya “berbagi masalah dengan orang lain”

dapat membantunya mencari pemecahan. Apa yang bisa diceritakan kepada

orang lain tentunya bergantung pada orang tersebut. Ada orang yang

kehilangan uang dalam jumlah besar di meja judi dan menyadari sebagai

suatu masalah, tetapi bukan masalah yang tidak dapat diceritakan kepada

17
orang lain. Orang lain dengan pengalaman yang sama menganggap masalah

itu harus dirahasiakan dan bersifat pribadi.

Masalah tadi digambarkan sebagai masalah keuangan karena

masalah ini “dapat dipecahkan” dengan mencuri uang atau aset lainnya.

Seorang penjudi yang kalah habis-habisan, (merasa) harus menutup

kekalahannya dengan mencuri. Namun, Cressey mencatat bahwa ada masalah

non-keuangan tertentu yang dapat diselesaikan dengan mencuri uang atau aset

lainnya, jadi dengan melanggar kepercayaan yang terkait dengan

kedudukannya.

Dari penelitiannya, Cressey juga menemukan bahwa non-shareable

problems yang dihadapi orang-orang yang diwawancarainya timbul dari

situasi yang dapat dibagi dalam enam kelompok:

1) Violation of ascribed obligation;

2) Problems resulting from personal failure;

3) Business reversals;

4) Physical isolation;

5) Status gaining;

6) Employer-employee relations.

Keenam kelompok situasi yang disebutkan Cressey pada dasarnya

berkaitan dengan upaya memperoleh status lebih tinggi atau mempertahankan

status yang sekarang dipunyai. Dengan lain perkataan, non-shareable

problems mengancam status orang itu, atau merupakan ancaman baginya

untuk meningkat ke status yang lebih tinggi dari statusnya pada saat

pelanggaran terjadi.

18
1) Violation of Ascribed Obligation

Suatu kedudukan atau jabatan dengan tanggung jawab keuangan,

membawa konsekuensi tertentu bagi yang bersangkutan dan juga menjadi

harapan atasan atau majikannya. Di samping harus jujur, ia dianggap perlu

memiliki perilaku tertentu. [Banyak lembaga negara dan asosiasi profesi dan

bisnis Indonesia merasa perlu menyusun pedoman perilaku pejabat atau

anggotanya. Bahkan keperluan yang lebih mendesak sering kali bukan pada

penyusunan atau pemberian pemahaman kepada yang akan diatur

perilakunya, tetapi pada publikasi terhadap masyarakat bahwa kita sudah

punya pedoman perilaku, tanpa peduli apakah perilakunya akan seperti yang

tercantum dalam pedomannya.]

Orang dalam jabatan seperti itu merasa wajib menghindari

perbuatan seperti berjudi, mabuk, menggunakan narkoba dan perbuatan lain

yang merendahkan martabatnya. Inilah kewajiban yang terkait dengan jabatan

yang dipercayakan kepadanya, ini adalah ascribed obligation baginya. Kalau

menghadapi situasi yang melanggar kewajiban yang terkait dengan jabatan,

akan merasa masalah yang dihadapi tidak dapat diungkapkan kepada orang

lain.

Pengungkapan perilaku yang bertentangan dengan kewajiban

tersebut merupakan pengakuan bahwa perilaku di bawah standar perilaku

yang diharapkan (dalam kedudukan itu). Ini setara dengan sikap perwira sejati

yang memilih “harakiri” daripada menghadapi tatapan mata masyarakat

terhadap kegagalannya di medan pertempuran.

19
2) Problems Resulting from Personal Failure

Kegagalan pribadi juga merupakan situasi yang dipersepsikan oleh

orang yang mempunyai kedudukan serta dipercaya dalam bidang keuangan,

sebagai kesalahan menggunakan akal sehat, dan karena itu menjadi tanggung

jawab pribadi. Cressey merupakan contoh seorang pengacara yang kehilangan

tabungan hasil kerjanya bertahun-tahun. Cressey menderita rugi karena

menanamkan uangnya dalam bisnis yang bersaing dengan bisnis para

pelanggannya, mereka akan bersedia membantunya.

Namun, Cressey merasa tidak mampu mengungkapkan kegagalan

tersebut karena merasa telah mengkhianati para pelanggannya dengan

berusaha dalam bisnis “rahasia” yang bersaingan dengan mereka. Cressey

bahkan tidak berani mengungkapkan kerugian itu pada istrinya, dan memilih

untuk mencuri uang perusahaannya.

Cressey takut kehilangan statusnya sebagai orang yang dipercaya

dalam bidang keuangan, karena itu Cressey takut mengakui kegagalannya,

sekalipun kepada orang-orang yang sesungguhnya dapat membantunya, dan

ia memilih untuk mencuri. Kehormatan pada diri sendiri menjadi awal

kejatuhannya.

3) Business Reversals

Cressey menyimpulkan bahwa kegagalan bisnis merupakan

kelompok situasi yang juga mengarah kepada non-shareable problem.

Masalah ini berbeda dari kegagalan pribadi yang dijelaskan di atas, karena

pelakunya merasa bahwa kegagalan itu berada di luar dirinya atau di luar

20
kendalinya. Dalam persepsinya, kegagalan itu karena inflasi yang tinggi, atau

krisis moneter/ ekonomi, tingkat bunga yang tinggi, dan lain-lain.

Cressey mengutip seorang pengusaha yang meminjam uang dari

bank dengan agunan bodong. “Ketika kondisi bisnis seperti ini, semua

pengusaha berusaha menyelamatkan diri dengan segala macam cara. Dalam

bisnis ada optimisme abadi, yakni bahwa situasi akan membaik, hari esok

senantiasa membawa harapan.”

Menarik sekali untuk dikaji bahwa dalam keadaan di mana

seseorang merasa itu bukan salahnya, masalah status tetap memainkan peran

penting. Pengusaha di atas melanjutkan: “Kalau seandainya aku cuek dan

membiarkan mereka mencap aku sebagai seorang pengusaha gagal, sementara

aku melanjutkan hidupku sebagai seorang pemegang buku, atau seorang

petani, sebenarnya sih nggak apa-apa juga. Tapi aku tak mau begitu.”

Kebutuhan untuk memberi kesan terhadap orang lain bahwa ia tetap sukses

merupakan tema yang sangat lumrah dalam kegagalan bisnis.

4) Physical Isolation

Secara bebas, situasi ini dapat diterjemahkan sebagai keterpurukan

dalam kesendirian. Dalam situasi ini,orang itu tidak mau berbagi keluhan

dengan orang lain. Tidak mempunyai orang tempat berkeluh dan

mengungkapkan masalahnya. Cressey memberi contoh seorang yang baru

ditinggalkan isterinya dan tidak mampu mengungkapkan masalah

keuangannya kepada orang lain.

21
5) Status Gaining

Situasi kelima ini tidak lain dari kebiasaan (buruk) untuk tidak mau

kalah dengan “tetangga”. Orang lain punya harta tertentu, ia juga harus

seperti itu atau lebih dari itu. Orang lain punya jabatan tertentu, ia juga harus

punya jabatan seperti itu atau lebih baik dari itu. Dalam situasi yang dibahas

di atas, pelaku berusaha mempertahankan status. Di sini, pelaku berusaha

mempertahankan status. Di sini, pelaku berusaha meningkatkan statusnya.

Kita menjelaskan perbuatan orang seperti itu sebagai “besar pasak

daripada tiang”. Namun, Cressey beranggapan bahwa penjelasan seperti ini

tidak menjelaskan akar masalahnya. Cressey bertanya, mengapa keinginan

untuk meningkatkan status menyebabkan masalahnya non-shareable?

Cressey mencatat, “masalahnya menjadi non-shareable ketika orang itu

menyadari bahwa ia tidak mampu secara financial untuk naik ke status itu,

untuk menikmati simbol-simbol keistimewaan yang dijanjikan status itu

secara wajar dan sah, dan pada saat yang sama ia tidak bisa menerima

kenyataan untuk tetap berada dalam status itu, apalagi kalau harus turun

status.

6) Employer-Employee Relations

Cressey menjelaskan bahwa umumnya situasi keenam ini

mencerminkan kekesalan (atau kebencian) seorang pegawai yang menduduki

jabatan yang dipegangnya sekarang, tetapi pada saat yang sama ia merasa

tidak ada pilihan baginya, yakni ia tetap harus menjalankan apa yang

dikerjakannya sekarang. Kekesalan itu bisa terjadi karena ia merasa gaji atau

imbalan lainnya tidak layak dengan pekerjaannya atau kedudukannya, atau ia

22
merasa beban pekerjannya teramat banyak, atau ia merasa kurang mendapat

penghargaan batiniah (pujian).

Menurut Cressey, masalah yang dihadapi orang itu menjadi non-

shareable karena kalau ia mengusulkan solusi untuk masalah yang

dihadapinya, ia khawatir statusnya di organisasi itu menjadi terancam. Juga

ada motivasi yang kuat baginya untuk “membuat perhitungan” dengan

majikannya ketika ia merasa diperlakukan tidak adil.

b. Perceived Opportunity

Cressey berpendapat, ada dua komponen dari persepsi tentang

peluang ini. Pertama, general information, yang merupakan pengetahuan

bahwa kedudukan yang mengandung trust atau kepercayaan, dapat dilanggar

tanpa konsekuensi. Pengetahuan ini diperoleh dari apa yang ia dengar atau

lihat, misalnya dari pengalaman orang lain yang melakukan fraud dan tidak

ketahuan atau tidak dihukum atau terkena sanksi. Kedua, technical skill atau

keahlian/ keterampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan kejahatan

tersebut. Ini biasanya keahlian atau keterampilan yang dipunyai orang itu dan

yang menyebabkan ia mendapat kedudukan tersebut. Orang yang

dipercayakan untuk mengisi cek yang akan ditandatangani atasannya,

membuat fraud yang berkaitan dengan pengisian cek. Petugas yang

menangani rekening koran di bank, mencuri dari nasabah yang jarang

bertransaksi (dormant accounts). Pemasar menggelapkan uang muka

pelanggannya, dan lain-lain.

Tentu saja general information dan technical skills yang dibahas

Cressey bukan semata-mata dipunyai oleh orang yang punya kedudukan,

23
pegawai biasa juga mempunyainya. Namun, mereka yang mempunyai posisi

dengan kepercayaan di bidang keuangan, ketika menghadapi non-shareable

financial problem, akan melihat general information dan technical skills

sebagai jalan keluar dari masalah itu. Posisi mereka yang mendapat

kepercayaan atau trust, khususnya di bidang keuangan, memungkinkan

mereka memanfaatkan general information dan technical skills yang mereka

miliki.

c. Rationalization

Rationalization (rasionalisasi) atau mencari pembenaran sebelum

melakukan kejahatan, bukan sesudahnya. Mencari pembenaran sebenarnya

merupakan bagian yang harus ada dari kejahatan itu sendiri, bahkan

merupakan bagian dari motivasi untuk melakukan kejahatan. Rationalization

diperlukan agar si pelaku dapat mencerna perilakunya yang melawan hukum

untuk tetap dapat mempertahankan jati dirinya sebagai orang yang dipercaya.

Setelah kejahatan dilakukan, rationalization ini ditinggalkan, karena tidak

diperlukan lagi. Ini naluri alamiah manusia.

Model klasiknya Cressey mampu menjelaskan terjadinya berbagai

fraud yang berkenaan dengan kedudukan atau jabatan, tetapi tentu tidak

semuanya. Para ilmuwan mengetes model Cressey ini, namun mereka belum

berhasil mengembangkan aplikasi praktisnya, misalnya dalam menciptakan

program pencegahan fraud. Satu model tentunya tidak bisa menjawab seluruh

bentuk fraud. Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa kajian itu hampir

berusia setengah abad. Sesudah itu terjadi banyak perubahan sosial. Sekarang,

banyak profesional di bidang pencegahan fraud berpendapat bahwa telah lahir

24
generasi pelaku fraud yang baru; suatu generasi yang hati nuraninya tidak

sanggup melawan godaan.

2.1.3 Fraud Diamond

Fraud Diamond merupakan sebuah pandangan baru tentang fenomena

Fraud yang dikemukakan oleh Wolfe dan Hermanson (2004). Wolfe dan

Hermanson mengatakan bahwa: “many Frauds would not have occurred without

the right person with the capcapabilityes the details of Fraud”. Gambar Fraud

Diamond disajikan dalam gambar 2.3.

Gambar 2.3
Fraud Diamond Theory oleh Wolfe dan Hermanson (2004)

Opportunity Rationalization

Pressure Capability

Sumber: data diolah (2019)

FraudDiamond merupakan suatu bentuk penyempurnaan dari teori

Fraud Triangleoleh Cressey (1953). Elemen-elemen dari FraudDiamond

sebenarnya sama dengan elemen-elemen yang terdapat dalam Fraud Triangle

tetapi pada FraudDiamond ditambahkan elemencapability sebagai

penyempurnanya. Capability sebagai elemen pembaharuan dari Fraud Triangle

yang dikemukakan oleh Wolfe dan Hermanson mampu mencegah terjadinya

Fraud. Wolfe dan Hermanson (2004) berpendapat bahwa: “Many Frauds,

especially some of the multibillion-dollar ones, would not have occurred without

25
the right person with the right capabilityes inplace. Opportunityopens the

doorway to Fraud, and incentive and Rationalization can draw the person toward

it. But the person must have the Capability to recognize the open doorway as an

Opportunity and to take advantage of it by walking through, not just once, but

time and timeagain. Accordingly, the critical question is; Who could turn an

Opportunity for Fraud into reality?". Artinya adalah “Banyak kecurangan-

kecurangan yang khususnya bernominal milyaran dolar mungkin tidak akan

terjadi apabila tidak ada orang tertentu dengan kapabilitas tertentu yang ada dalam

perusahaan. Peluang membuka pintu masuk untuk kecurangan dan tekanan dan

rasionalisasi yang mendorong seseorang untuk melakukan hal tersebut. Tetapi

seseorang tersebut harus memiliki kapabilitas untuk mengenali pintu yang terbuka

sebagai peluang dan mengambil keuntungan apa yang dijalaninya bukan hanya

sekali tetapi berkalikali. Berdasarkan hal tersebut pertanyan kritik yang diajukan

adalah siapa yang bisa mengubah peluang untuk kecurangan menjadi

kenyataan?”.

Wolfe dan Hermanson (2004) menyatakan bahwa posisi seseorang atau

fungsi dalam organisasi dapat memberikan kemampuan untuk membuat atau

memanfaatkan kesempatan untuk kecurangan tidak tersedia untuk orang lain.

Dalam penelitian Nursani dan Irianto (2014), Wolfe dan Hermanson (2004)

menjelaskan sifat-sifat terkait elemen kemampuan (capability) yang sangat

penting dalam pribadi pelaku kecurangan yaitu:

a. Positioning

Posisi seseorang atau fungsi dalam organisasi dapat memberikan

kemampuan untuk membuat atau memanfaatkan kesempatan untuk penipuan.

26
Seseorangdalam posisi otoritas memiliki pengaruh lebih besar atas situasi

terentu atau lingkungan.

b. Intelligence and creativity

Pelaku kecurangan ini memiliki pemahaman yang cukup dan

mengeksploitasi kelemahan pengendalian internal dan untuk menggunakan

posisi, fungsi, atau akses berwenang untuk keuntungan terbesar.

c. Convidence / Ego

Individu harus memiliki ego yang kuat dan keyakinan yang besar

dia tidak akan terdeteksi. Tipe kepribadian umum termasuk seseorang yang

didorong untuk berhasil disemua biaya, egois, percaya diri, dan sering

mencintai diri sendiri (narsisme). Menurut Diagnostic and Statistical Manual

of Mental Disorder, gangguan kepribadian narsisme meliputi kebutuhan

untuk dikagumi dan kurangnya empati untuk orang lain. Individu dengan

gangguan ini dipercaya bahwa mereka lebih unggul dan cenderung ingin

memperlihatkan prestasi dan kemampuan mereka.

d. Coercion

Pelaku kecurangan dapat memaksa orang lain untuk melakukan

atau menyembunyikan penipuan. Seorang individu dengan kepribadian yang

persuasif dapat lebih berhasil meyakinkan orang lain untuk pergi bersama

dengan penipuan atau melihat ke arah lain.

e. Deceit

Penipuan yang sukses membutuhkan kebohongan yang efektif dan

konsisten. Untuk menghindari deteksi individu harus mampu berbohong

meyakinkan dan harus melacak cerita secara keseluruhan.

27
f. Stress

Individu harus mampu mengendalikan stres karena melakukan

tindakan kecurangan dan menjaganya agar tetap tersembunyi sangat bisa

menimbulkan stres. Wolfe dan Hermanson (2004) juga menyatakan bahwa

posisi Chief Executive Officer (CEO), direksi, maupun kepala divisi lainnya

merupakan faktor penentu terjadinya kecurangan, dengan mengandalkan

posisinya yang dapat memengaruhi orang lain dan dengan kemampuannya

memanfaatkan keadaan yang dapat memperlancar tindakan kecurangannya.

Kemampuan untuk melakukan kecurangan akan kuat dan lebih baik jika yang

melakukan kecurangan tersebut adalah CEO dalam suatu perusahaan, karena

CEO merupakan seseorang yang memiliki posisi tertinggi dalam jajaran

kepengurusan suatu perusahaan.

2.1.4 Pengelolaan Keuangan Desa

Menurut Permendagri No 113 Tahun 2014 Keuangan Desa adalah

semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala

sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan

kewajiban desa. Menurut Permendagri No 113 Tahun 2014 Pengelolaan

Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan,

pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa.

Pemerintah desa menyusun perencanaan pembangunan desa sesuai

dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan

kabupaten dan kota. Rencana pembangunan desa disusun untuk menjamin

28
keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan

pengawasan. Mekanisme perencanaan menurut Permendagri No 113 Tahun 2014

adalah sebagai berikut:

1) Sekretaris Desa menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) berdasarkan

Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDesa). Kemudian Sekretaris

Desa menyampaikan kepada Kepala Desa

2) Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa disampaikan Kepala

Desa kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk

pembahasan lebih lanjut

3) Rancangan tersebut kemudian disepakati bersama, dan kesepakatan

tersebut paling lambat bulan Oktober tahun berjalan

4) Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa yang telah disepakati

bersama, kemudian disampaikan oleh Kepala Desa kepada

Bupati/Walikota melalui Camat atau sebutan lain paling lambat 3

hari sejak disepakati untuk dievaluasi. Bupati/Walikota dapat

mendelegasikan evaluasi Rancangan Peraturan Desa tentang

APBDesa kepada Camat atau sebutan lain

5) Bupati/Walikota menetapkan hasil evaluasi Rancangan APBDesa

paling lambat 20 hari kerja sejak diterimanya Rancangan Peraturan

Desa tentang APBDesa. Jika dalam waktu 20 hari kerja

Bupati/Walikota tidak memberikan hasil evaluasi maka Peraturan

Desa tersebut berlaku dengan sendirinya

29
6) Jika Kepala Desa melakukan penyempurnaan paling lama 7 hari

kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi

7) Apabila Bupati/Walikota menyatakan hasil evaluasi Rancangan

Peraturan Desa tentang APBDesa tidak sesuai dengan kepentingan

umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka

Kepala Desa melakukan penyempurnaan paling lama 7 hari kerja

terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi

8) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Kepala Desa dan

Kepala Desa tetap menetapkan Rancangan Peraturan Desa tentang

APBDesa menjadi Peraturan Desa, Bupati/Walikota membatalkan

Peraturan Desa dengan Keputusan Bupati/Walikota

9) Pembatalan Peraturan Desa, sekaligus menyatakan berlakunya pagu

APBDesa tahun anggaran sebelumnya. Dalam hal pembatalan,

Kepala Desa hanya dapat melakukan pengeluaran terhadap

operasional penyelenggaraan Pemerintah Desa

10) Kepala Desa memberhentikan pelaksanaan Peraturan Desa paling

lama 7 hari kerja setelah pembatalan dan selanjutnya Kepala Desa

bersama BPD mencabut Peraturan Desa dimaksud.

Dalam pelaksanaan anggaran desa yang sudah ditetapkan sebelumnya

timbul transaksi penerimaan dan pengeluaran desa. semua penerimaan dan

pengeluaran desa dalam rangka pelaksanaan kewenangan desa dilaksanakan

melalui rekening kas desa. Jika desa yang belum memiliki pelayanan perbankan di

wilayahnya maka pengaturannya ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.

30
Semua penerimaan dan pengeluaran desa harus didukung oleh bukti yang lengkap

dan sah. Beberapa aturan dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan desa:

1) Pemerintah Desa dilarang melakukan pungutan sebagai penerimaan

desa selain yang ditetapkan dalam peraturan desa

2) Bendahara dapat menyimpan uang dalam Kas Desa pada jumlah

tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan operasional Pemerintah

Desa

3) Pengaturan jumlah uang dalam kas desa ditetapkan dalam Peraturan

Bupati/Walikota

4) Pengeluaran desa yang mengakibatkan beban pada APBDesa tidak

dapat dilakukan sebelum Rancangan Peraturan Desa tentang

APBDesa ditetapkan menjadi Peraturan Desa

5) Pengeluaran desa tidak termasuk untuk belanja pegawai yang

bersifat mengikat dan operasional perkantoran yang ditetapkan

dalam peraturan kepala desa

6) Penggunaan biaya tak terduga terlebih dulu harus dibuat Rincian

Anggaran Biaya yang telah disahkan oleh Kepala Desa

7) Pelaksana kegiatan yang mengajukan pendanaan untuk

melaksanakan kegiatan harus disertai dengan dokumen antara lain

Rencana Anggaran Biaya

8) Rencana Anggaran Biaya diverifikasi oleh Sekretaris Desa dan

disahkan oleh Kepala Desa

9) Pelaksana kegiatan bertanggungjawab terhadap tindakan

pengeluaran yang menyebabkan atas beban anggaran belanja

31
kegiatan dengan mempergunanakan buku pembantu kas kegiatan

sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan di desa

10) Pelaksana kegiatan mengajukan Surat Permintaan Pembayaran

(SPP) kepada Kepala Desa. SPP tidak boleh dilakukan sebelum

barang dan atau jasa diterima. Pengajuan SPP terdiri atas Surat

Permintaan Pembayaran (SPP), Pernyataan tanggungjawab belanja,

dan Lampiran bukti transaksi

11) Berdasarkan SPP yang telah diverifikasi Sekretaris Desa kemudian

Kepala Desa menyetujui permintaan pembayaran dan bendahara

melakukan pembayaran

12) Pembayaran yang telah dilakukan akan dicatat bendahara

13) Bendahara desa sebagai wajib Pungut Pajak Penghasilan (PPh) dan

pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan

pajak yang dipungutnya ke rekening kas negara sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kepala Desa dalam melaksanakan penatausahaan keuangan desa harus

menetapkan Bendahara Desa. Penetapan Bendahara Desa harus dilakukan

sebelum dimulainya tahun anggaran bersangkutan dan berdasarkan keputusan

Kepala Desa. Bendahara adalah perangkat desa yang ditunjuk oleh Kepala Desa

untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, membayar, dan

mempertanggungjawabkan keuangan desa dalam rangka pelaksanaan APBDesa

(Hamzah, 2015). Bendahara Desa wajib mempertanggungjawabkan uang melalui

laporan pertanggungjawaban. Laporan pertanggungjawaban disampaikan setiap

bulan kepada Kepala Desa dan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

32
Menurut Permendagri No 113 Tahun 2014 laporan pertanggungjawaban yang

wajib dibuat oleh Bendahara Desa adalah:

1) Buku kas umum, yang digunakan untuk mencatat berbagai aktivitas

yang menyangkut penerimaan dan pengeluaran kas, baik secara

tunai maupun kredit, digunakan juga untuk mencatat mutasi

perbankan atau kesalahan dalam pembukuan. Buku kas umum dapat

dikatakan sebagai sumber dokumen transaksi

2) Buku kas pembantu pajak, yang digunakan untuk membantu buku

kas umum dalam rangka penerimaan dan pengeluaran yang

berhubungan dengan pajak

3) Buku bank, yang digunakan untuk membantu buku kas umum

dalam rangka penerimaan dan pengeluaran yang berhubungan

dengan uang bank.

Menurut Permendagri No 113 Tahun 2014, dalam melaksanakan tugas,

kewenangan, hak dan kewajiban, Kepala Desa wajib:

1) Menyampaikan Laporan Realisasi Pelaksanaan APBDesa kepada

Bupati/Walikota berupa laporan semester pertama berupa laporan

realisasi APBDesa, disampaikan paling lambat pada akhir bulan Juli

tahun berjalan dan laporan semester akhir tahun disampaikan paling

lambat pada akhir bulan Januari tahun berikutnya

2) Menyampaikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

(LPPD) setiap akhir tahun anggaran kepada Bupati/Walikota

3) Menyampaikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

(LPPD) setiap akhir tahun anggaran kepada Bupati/Walikota

33
4) Menyampaikan LPPD pada akhir masa jabatan kepada

Bupati/Walikota

5) Menyampaikan Laporan Keterangan Penyelenggaraan Pemerintah

Desa secara tertulis kepada BPD setiap akhir tahun anggaran.

Permendagri No 113 Tahun 2014 pertanggungjawaban terdiri dari:

1) Kepala Desa menyampaikan Laporan pertanggungjawaban realisasi

pelaksanaan APBDesa kepada Bupati/Walikota melalui camat

setiap akhir tahun anggaran. Laporan pertanggungjawaban realisasi

pelaksanaan APBDes terdiri dari pendapatan, belanja, dan

pembiayaan. Laporan ini ditetapkan peraturan desa dan dilampiri

format Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan

APBDesa Tahun Anggaran berkenaan, format Laporan Kekayaan

Milik Desa per 31 Desember Tahun Anggaran berkenaan, dan

format Laporan Program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang

masuk ke desa

2) Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa

sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan paling lambat 1

(satu) bulan setelah akhir tahun anggaran berkenaan.

2.1.5 Motivasi

Motivasi berasal dari bahasa Latin "movere", yang berarti

menggerakkan. Menurut Weiner (1990) motivasi didefenisikan sebagai kondisi

internal yang membangkitkan kita untuk bertindak, mendorong kita mencapai

tujuan tertentu, dan membuat kita tetap tertarik dalam kegiatan tertentu. Menurut

Uno (2007), motivasi dapat diartikan sebagai dorongan internal dan eksternal

34
dalam diri seseorang yang diindikasikan dengan adanya hasrat dan minat,

dorongan dan kebutuhan, harapan dan cita-cita, penghargaan, dan penghormatan.

Sedangkan Imron (1966) menjelaskan bahwa motivasi berasal dari bahasa

Inggris "motivation" yang berarti dorongan atau pengalasan untuk melakukan

suatu aktivitas hingga mencapai tujuan.Dari serangkain pengertian para ahli

diatas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah adanya dorongan yang

timbul dari dalam diri seseorang atau dari lingkungan sekitar untuk melakukan

sesuatu hal.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2013), hasil

penelitian mengatakan motivasi dari aparatur pemerintah untuk mencapai tujuan

organisasi masih tergolong rendah. Terbukti dari pimpinan masih sering

mengambil keputusan kerja lembur apabila laporan keuangan belum selesai,

berarti aparatur pemerintah belum mampu menyelesaikan tugas sesuai dengan

waktu yang telah ditentukan. Akibatnya ada kemungkinan laporan keuangan

dibuat tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya atau direkayasa karena batas

akhir penyerahan laporan keuangan telah habis. Selain itu terbukti juga dari

pernyataan aset secara bebas digunakan oleh para pagawai, yang dikategorikan

cukup. Hal ini menunjukkan bahwa aset milik pemerintah secara bebas digunakan

oleh para pegawai untuk kepentingan pribadinya bukan untuk kepentingan dinas.

Selain itu pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) kurang memberikan

perhatian khusus terhadap kondisi psikologis pegawainya, akibatnya pegawai

yang memiliki tekanan (pressure) hidup misalnya memiliki utang ataupun

kebutuhan (need) akan uang sehingga termotivasi untuk melakukan kecurangan

dalam instansi tempat ia bekerja.

35
Penelitian yang dilakukan oleh Aini (2017) juga menunjukkan hal yang

sama bahwa motivasi berpengaruh positif terhadap kecenderungan terjadinya

kecurangan (fraud ) dalam pengelolaan keuangan desa. Semakin tinggi motivasi

negatif dari pegawai maka akan semakin tinggi pula tingkat kecenderungan

kecurangan (fraud ) dalam pengelolaan keuangan desa.

Teori motivasi yang paling terkenal adalah Teori Hierarki Kebutuhan

milik Abraham Maslow. Ia membuat hipotesis bahwa dalam setiap diri manusia

terdapat hierarki dari lima kebutuhan, yaitu fisiologis (rasa lapar, haus, seksual,

dan kebutuhan fisik lainnya), rasa aman (rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik

dan emosional), sosial (rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan

persahabatan), penghargaan (faktor penghargaan internal dan eksternal), dan

aktualisasi diri (pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri

sendiri).

Berikut disajikan gambar Teori kebutuhan menurut Abraham Maslow

dalam gambar 2.4.

Gambar 2.4
Teori Kebutuhan Abraham Maslow

Sumber: data diolah (2019)

36
Maslow memisahkan lima kebutuhan ke dalam urutan-urutan.

Kebutuhan fisiologis dan rasa aman dideskripsikan sebagai kebutuhan tingkat

bawah sedangkan kebutuhan sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai

kebutuhan tingkat atas. Perbedaan antara kedua tingkat tersebut adalah dasar

pemikiran bahwa kebutuhan tingkat atas dipenuhi secara internal sementara

kebutuhan tingkat rendah dominan dipenuhi secara eksternal.

2.1.6 Pengawasan

Menurut George (1999) Pengawasan adalah proses untuk

mendeterminasi apa yang akan dilakukan, mengevaluasi pelaksanaan dan

bilamana perlu menerapkan tindakan-tindakan koreksi hingga pelaksanaan sesuai

dengan rencana.

Zulkifli (2005) menyatakan bahwa pengawasan adalah kegiatan

manajemen yang berkaitan dengan pemeriksaan untuk menentukan apakah

pelaksanaannya sudah dikerjakan sesuai dengan perencanaan, sudah sejauh mana

kemajuan yang dicapai dan perencanaan yang belum mencapai kemajuan serta

melakukan koreksi bagi pelaksananan yang belum terselesaikan sesuai rencana.

Maman (2006) menjelaskan bahwa pengawasan merupakan suatu

proses kegiatan yang dilakukan untuk memantau, mengukur dan bila perlu

melakukan perbaikan atas pelaksanaan kerja sehingga apa yang telah

direncanakan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

Menurut Harold (2009) Pengawasan adalah pengukuran dan perbaikan

terhadap pelaksanaan kerja bawahan, agar rencana-rencana yang telah dibuat

untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan dapat terselenggara.

37
Disiplin kerja pegawai perlu ditingkatkan dengan tujuan untuk

mencapai tujuan organisasi sangat perlu diadakan pengawasan, karena

pengawasan mempunyai beberapa tujuan yang sangat berguna bagi pihak-pihak

yang melaksanakan.

Menurut Ranupandojo (1990) Tujuan pengawasan adalah

mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang

ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki.

Menurut Manulang (2004)Tujuan utama dari pengawasan adalah

mengusahakan agar apa yang direncanakan menjadi kenyataan. Untuk dapat

benar-benar merealisasikan tujuan utama tersebut, maka pengawasan pada taraf

pertama bertujuan agar pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan instruksi yang telah

dikeluarkan dan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan serta kesulitan-kesulitan

yang dihadapi dalam pelaksanaan rencana berdasarkan penemuan-penemuan

tersebut dapat diambil tindakan untuk memperbaikinya baik pada waktu itu

maupun waktu-waktu yang akan datang.

Penelitian yang dilakukan oleh Wibisono (2017) adanya

penyalahgunaan/penyimpangan (fraud) atas pengelolaan Dana Desa dikarenakan

lemahnya pencegahan dan pengawasan yang dilakukan. Lemahnya pencegahan

tersebut terjadi karena tidak berfungsinya faktor-faktor kunci pencegahan dan

pengawasan. Lemahnya partisipasi masyarakat desa dikarenakan ketidaktahuan

mereka atas anggaran desa (APBDesa) dalam perencanaan pembangunan desa.

Tujuan pembangunan desa harusnya dapat dinikmati oleh masyarakat desa

sehingga APBDesa sebenarnya milik masyarakat desa. Perlunya upaya

pemerintah daerah, akademisi dan pemerhati atau penggiat pembangunan desa

38
untuk membuat kegiatan yang pada intinya memberikan pendidikan

(pengetahuan) pada masyarakat desa tentang anggaran desa dan rencana

pembangunan desa mulai dari RPJM Desa, RKP Desa hingga APB Desa.

2.1.7 Rasionalisasi

Rasionalitas merupakan salah satu teori yang dicetuskan oleh Weber

(1920). Dalam mencetuskan teori ini, Weber terpengaruh oleh kehidupan sosial

budaya masyarakat Barat pada waktu itu. Masyarakat Barat pada waktu itu

kondisi sosial budaya khususnya dalam segi pemikiran mulai bergeser dari yang

berpikir non rasional menuju ke pemikiran rasional. Hal ini dilihat Weber sebagai

gejala awal dari sebuah modernitas, sehingga Weber menganalisisnya

(modernitas) melalui teori Rasionalitasnya.

Konsep rasionalitas Weber sangat menarik perhatian para filsuf dalam

menganalisis masyarakat modern dan dipahami oleh para tokoh Teori Kritis

Mazhab Frankfurt sebagai merasuknya instrumental dalam segenap aspek

kehidupan, disebabkan dalam menganalisis masyarakat industri maju mencurigai

rasionalitas sebagai biang keladi segala bentuk alienasi, penindasan, dan

ketidakkritisan. Kemudian Herbert Marcuse berusaha menjelaskan rasionalitas

yang menguasai masyarakat industri maju ini diawali dengan mengkaji pemikiran

Weber sebagai tokoh yang mula-mula menerapkan konsep rasionalisasi.

Rasionalitas, berasal dari kata “rasio ” yang mengacu pada bahasa

Yunani Kuno, yang berarti kemampuan kognitif untuk memilah antara yang benar

dan salah dari Yang Ada dan dalam Kenyataan. Menurut Weber, secara garis

besar ada dua jenis rasionalitas manusia, yaitu pertamarasionalitas tujuan

(zwekrationalitaet) dan kedua rasionalitas nilai (wetrationalitaet).

39
Rasionalitas tujuanadalah rasionalitas yang menyebabkan seseorang

atau sekelompok orang dalam suatu tindakan berorientasi pada tujuan tindakan,

cara mencapainya dan akibat-akibatnya. Ciri khas rasionalitas ini adalah bersifat

formal, karena hanya mementingkan tujuan dan tidak mengindahkan

pertimbangan nilai.

Rasionalitas nilai adalah rasionalitas yang mempertimbangkan nilai-

nilai atau norma-norma yang membenarkan atau menyalahkan suatu penggunaan

cara tertentu untuk mencapai suatu tujuan. Rasionalitas ini menekankan pada

kesadaran nilai-nilai estetis, etis, dan religius. Ciri khas rasionalitas nilai ini

adalah bersifat substantif, sebab orang yang bertindak dengan rasionalitas ini

mementingkan komitmen rasionalitasnya terhadap nilai yang dihayati secara

pribadi. Dalam kenyataannya, kedua jenis rasionalitas ini sering bercampur aduk,

dimana terjadi dominasi rasionalitas tujuan atas rasionalitas nilai, begitu juga

sebaliknya.

Selain kedua jenis tersebut, beberapa Sosiolog lain menafsirkan bahwa

sebenarnya Weber mencetuskan jenis rasionalitas itu menjadi tiga bagian,

yakni rasionalitas instrumental, rasio yuridisdan rasio kognitif/ ilmiah. Ketiga

rasio ini (menurut beberapa Sosiolog, khususnya Ross Poole) tidak secara

eksplisit diungkapkan oleh Weber, namun ketiga jenis rasio ini ada dalam ajaran

rasionalitas Weber.

Rasio Instrumental, merupakan bentuk rasio yang paling dominan yang

terwujud dalam pasar yang bersifat kapitalis. Rasio ini menekankan efisiensi dan

efektifitas dalam meraih tujuan-tujuan tertentu. Dalam menerapkan rasio ini, ada

beberapa hal yang harus dilakukan, pertamapengandaian adanya tujuan untuk

40
rute-rute alternatif.Kedua, pengandaian adanya pelaku yang menganggap dirinya

bebas untuk memilih rute-rute tersebut. Karena menekankan pada efisiensi, rasio

ini lebih memilih hasil yang kuantitatif atau yang berdasarkan jumlah.

Rasio Yuridis, yakni rasio yang mengacu pada bentuk rasionalitas yang

secara obyektif terealisasi dalam bidang hukum dan birokrasi. Rasionalitas ini

menekankan prinsip konsistensi, daripada prinsip efisiensi (rasio Instrumental).

Rasio ini tidak jarang mengalami kontra dengan rasio lain, contohnya dengan

rasio instrumental. Contoh ekstremnya adalah ketika adanya penggunaan uang

pelicin (uang sogokan) untuk melancarkan suatu proyek atau usaha. Menurut rasio

ini, perbuatan itu bertentangan dengan moral dan tidak benar, namun menurut

rasio instrumental, tindakan ini sah-sah saja selama itu mempermudah untuk

mendapatkan sesuatu. Rasio Yuridis dalam hal kekuasaan dalam suatu masyarakat

berfungsi sebagai moralitas sosial yang harus dipatuhi untuk membatasi

kekuasaan. Namun dalam masyarakat kapitalis rasio ini kalah dominasi dari rasio

instrumental.

Rasio Kognitif, merupakan rasio yang menjelaskan bahwa sasaran dari

rasio adalah pengetahuan dalam rangka mencari kebenaran yang sesuai dengan

dunia. Perwujudan dari rasionalitas ini terdapat di institusi pendidikan ataupun

riset modern. Penerapan dari rasio ini adalah bahwa kebenaran hanyalah dibatasi

dengan kebenaran yang sesuai dengan pernyataan dunia. Pengertian ini akan

menyebabkan ilmu menjadi adaptif terhadap kondisi yang ada. ilmu hanya akan

melestarikan dan mendukung sistem yang ada. akibat lebih jauh dari penerapan

rasio instrumental dan rasio ilmiah inilah yang akhirnya menjadi titik acuan kritik

dari para tokoh Teori Kritis Mazhab Frankfurt di kemudian hari.

41
Penelitian yang dilakukan oleh Zulkarnain (2013) rasionalisasi yang

diproksikan dengan perilaku tidak etismenunjukkan bahwa semakin etis perilaku

pegawai instansi pemerintahan maka akan dapat menekan terjadinya fraud di

sektor pemerintahan. Perilaku etis seorang pegawai juga dipengaruhi oleh budaya

organisasi yang baik. budaya organisasi akan mempengaruhi sikap dan perilaku

semua anggota organisasi tersebut. Budaya yang kuat dalam organisasi dapat

memberikan paksaan atau dorongan kepada para anggotanya untuk bertindak atau

berperilaku sesuai dengan yang diharapkan oleh organisasi. Dengan adanya

ketaatan atas aturan dan juga kebijakan-kebijakan instansi tersebut maka

diharapkan bisa mengoptimalkan kinerja dan produktivitas para pegawai untuk

mencapai tujuan organisasi.

2.1.8 Kompetensi Sumber Daya Manusia

Kompetensi merupakan sebuah karakteristik dasar seseorang yang

mengindikasikan cara berpikir, bersikap dan bertindak, serta menarik kesimpulan

yang dapat dilakukan dan dipertahankan oleh seseorang pada waktu periode

tertentu (Moeheriono, 2009).

Kompetensi menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik

Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 Pasal 1 adalah kemampuan dan karakteristik yang

dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan, keterampilan,

dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga

Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat melaksanakan tugasnya secara profesional,

efektif, dan efisien.

Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 46A Tahun

2003 ditentukan bahwa kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang

42
dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan, keahlian, dan

sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya.

1. Pengetahuan (knowledge), yaitu fakta dan angka dibalik aspek teknis.

2. Keahlian/ Keterampilan (skill), yaitu kemampuan untuk menunjukkan tugas

pada tingkat kriteria yang dapat diterima secara terus menerus dengan

kegiatan yang paling sedikit.

3. Sikap (attitude), yaitu yang ditunjukkan kepada pelanggan dan orang lain

bahwa yang bersangkutan mampu berada dalam lingkungan kerjanya.

Hutapea dan Thoha (2008) mengungkapkan bahwa ada tiga komponen

utama pembentukan kompetensi, yaitu:

1. Pengetahuan (knowledge) adalah informasi yang dimiliki seorang pegawai

untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sesuai bidang yang

digelutinya (tertentu). Ilmu atau informasi yang dimiliki seorang pegawai

dapat digunakan dalam kondisi nyata dalam suatu pekerjaan. Pengetahuan

pegawai turut menentukan berhasil tidaknya pelaksanaan tugas yang

dibebankan kepadanya, pegawai yang mempunyai pengetahuan yang cukup

meningkatkan efisiensi perusahaan.

2. Keterampilan (skill) merupakan suatu upaya untuk melaksanakan tugas dan

tanggungjawab yang diberikan perusahaan kepada seorang pegawai dengan

baik dan maksimal, misalnya keterampilan bekerja sama dengan memahami

dan memotivasi orang lain, baik secara individu atau kelompok.

Keterampilan ini sangat diperlukan bagi pegawai yang sudah menduduki

jabatan tertentu, karena keterampilan ini sangat berpengaruh dalam

berkomunikasi, memotivasi, dan mendelegasi.

43
3. Sikap (attitude) merupakan pola tingkah seorang pegawai di dalam peran

melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sesuai dengan peraturan

perusahaan. Apabila pegawai mempunyai sifat mendukung pencapaian

organisasi, maka secara otomatis segala tugas yang dibebankan kepadanya

akan dilaksanakan sebaik-baiknya.

Wiley (2002) dalam Azhar (2007) mendefinisikan bahwa sumber daya

manusia merupakan pilar penyangga utama sekaligus penggerak roda organisasi

dalam usaha mewujudkan visi dan misi serta tujuan dari organisasi tersebut.

Sumber daya manusia merupakan elemen organisasi yang sangat penting,

karenanya harus dipastikan sumber daya manusia ini harus dikelola sebaik

mungkin agar mampu memberikan kontribusi secara optimal dalam upaya

pencapaian tujuan organisasi.

Sumber daya manusia adalah kesatuan tenaga manusia yang ada dalam

suatu organisasi dan bukan sekedar penjumlahan karyawan-karyawan yang ada.

Sebagian kesatuan sumber daya manusia harus dipandang sebagai suatu sistem di

mana tiap-tiap karyawan merupakan bagian yang saling berkaitan satu dengan

lainnya dan bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan organisasi (Matindas,

2002).

Penelitian yang dilakukan oleh Basurruddin (2014) yang mengatakan

tingkat pendidikan rendah yang dimiliki oleh aparatur desa menjadi hambatan

dalam mengelola keuangan desa sehingga berpotensi terjadinya kecurangan

(fraud).

Pengelolaan keuangan daerah yang baik dapat terjadi kalau Satuan

Kerja Perangkat Daerah memiliki kualitas sumber daya manusia yang didukung

44
dengan latar belakang pendidikan akuntansi, sering mengikuti pendidikan dan

pelatihan, dan mempunyai pengalaman di bidang keuangan agar mampu

memahami logika akuntansi (Warisno, 2008).

Pendidikan merupakan upaya untuk mengembangkan sumber daya

manusia, terutama untuk pengembangan aspek intelektual dan kepribadian

manusia. Pendidikan formal merupakan jalur pendidikan yang terstruktur dan

berjenjang yang terdiri atas pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar,

pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan formal dalam organisasi

merupakan suatu proses untuk mengembangkan kemampuan ke arah yang

diinginkan.

Tingkat pendidikan seringkali menjadi indikator yang menunjukkan

derajat intelektualitas seseorang, semakin tinggi tingkat pendidikan, maka

semakin tinggi pengetahuan dan tingkat intelektualitas seseorang. Tingkat

pendidikan yang memadai dapat menjadikan seseorang lebih mudah

melaksanakan tugasnya.

Program pendidikan dan pelatihan dilakukan untuk mengembangkan

dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan pegawai yang

sudah dimiliki agar kemampuan pegawai menjadi semakin baik. Pendidikan

ditekankan pada peningkatan pengetahuan untuk melakukan pekerjaan pada masa

yang akan datang yang dilakukan melalui pendekatan yang terintegrasi dengan

kegiatan lain untuk mengubah perilaku kerja. Sedangkan pelatihan lebih

ditekankan pada peningkatan kemampuan untu melakukan pekerjaan yang

spesifik pada saat ini. Beberapa tujuan dari program pendidikan dan pelatihan

pegawai diantaranya:

45
1. Meningkatkan produktivitas kerja.

2. Meningkatkan kecakapan manajerial pegawai.

3. Meningkatkan efisiensi tenaga dan waktu.

4. Mengurangi tingkat kesalahan pegawai.

5. Meningkatkan pelayanan yang lebih baik dari pegawai untuk konsumen

perusahaan atau instansi pemerintah.

6. Menjaga moral pegawai yang baik.

7. Meningkatkan karir pegawai.

Program pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia memberikan

dampak yang baik terhadap kinerja pegawai tersebut sebagai individu. Hal ini

jelas akan membawa peningkatan terhadap kinerja organisasi apabila pelatihan

dan pengembangan pegawai dilakukan secara terencana dan berkesinambungan.

Dalam pengelolaan keuangan daerah yang baik, program pendidikan dan

pelatihan bagi pegawai instansi pemerintah cukup penting, karena untuk

menghasilkan laporan keuangan daerah yang baik dibutuhkan pegawai memahami

betul cara dan proses penyusunan keuangan daerah.

Pengalaman dapat diperoleh seseorang secara langsung maupun tidak

langsung. Siagian (2002) mengemukakan bahwa pengalaman langsung apabila

seseorang pernah bekerja pada suatu organisasi, lalu oleh karena sesuatu

meninggalkan organisasi itu dan pindah ke organisasi yang lain. Sedangkan

pengalaman tidak langsung adalah peristiwa yang diamati dan diikuti oleh

seseorang pada suatu organisasi meskipun yang bersangkutan sendiri tidak

menjadi anggota dari organisasi di mana peristiwa yang diamati dan diikuti itu

terjadi.

46
Pengalaman kerja di dalam suatu organisasi menjadi salah satu

indikator bahwa seseorang telah memiliki kemampuan yang lebih. Semakin lama

seorang pegawai bekerja dalam suatu bidang di organisasi, maka semakin banyak

pengalaman pegawai tersebut dan semakin memahami apa yang menjadi tugas

dan tanggung jawab yang diberikan kepada pegawai tersebut.

Begitu juga dalam penyusunan laporan keuangan daerah, Satuan Kerja

Perangkat Daerah diharapkan memiliki sumber daya manusia yang telah memiliki

pengalaman kerja yang lebih lama di bidang akuntansi atau keuangan, karena

dalam menyusun laporan keuangan dibutuhkan pegawai yang benar-benar

memahami akuntansi atau keuangan beserta aturan-aturan dalam penyusunan

laporan keuangan daerah.

2.1.9 Terjadinya Fraud

Arora, dkk (2015) mendefinisikan kecurangan sebagai perilaku tidak

jujur yang dilakukan, baik di area publik maupun pribadi dengan tujuan

merugikan orang lain.Ikatan Akuntan Indonesia (IAI, 2014) menyebutkan ada dua

tipe kecurangan yaitu pertama salah saji yang timbul dari kecurangan dalam

pelaporan keuangan, hal ini menyangkut tentang penghilangan dengan sengaja

atau tidak sengaja dalam pelaporan hasil akhir suatu kegiatan yang menyebabkan

satu pihak atau lebih menerima keuntungan dan mengelabui pemakai laporan

keuangan. Kedua, salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap

aktiva, hal ini menyangkut tentang penggelapan atau penyalahgunaan dana yang

tidak seharusnya sehingga tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang telah

ditetapkan, pada umumnya hal ini dilakukan oleh satu orang internal atau lebih

47
dari sebuah institusi atau dilakukan oleh pihak ketiga dalam proses

pengerjaannya.

Desa memiliki wewenang dari penyelenggaraan pemerintahan desa,

pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan serta pemberdayaan masyarakat

(Nurcholis, 2011). Pemerintahan desa didefinisikan sebagai penyelenggara urusan

pemerintahan oleh pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa dalam

mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat (Tamtama, 2014).

Pemerintahan desa diatur berdasarkan asas ketepatan hukum, aturan

penyelenggaraan pemerintah, aturan kepentingan umum, keterbukaan

akuntabilitas, efektivitas, efisiensi dan kearifan lokal.

Desa merupakan unit organisasi pemerintah yang terhubung langsung

dengan masyarakat khususnya dalam pelaksanaan tugas di bidang pelayanan

masyarakat, sehingga desentralisasi keuangan yang lebih besar, pendanaan dan

sarana prasarana yang memadahi perlu ditingkatkan untuk penguatan otonomi

desa menuju desa yang mandiri. Pemerintah desa memiliki tugas untuk memimpin

penyelanggaraan pemerintah desa berdasarkan kegiatan yang ditetapkan bersama

Badan Permusyawaratan Desa, menetapkan peraturan desa dan mengajukan

rencana desa, mengajukan rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa

(APBDesa), serta membina kehidupan masyarakat desa, perekonomian desa,

pengembangan pendapatan desa. Pembagian wewenang sebagai wujud

kemandirian desa ditunjukkan dengan peran masing-masing perangkat desa yang

meliputi Kepala Desa, Badan Permusyawaratan Desa, Sekretaris Desa, Bendahara

Desa, Kepala Urusan Umum, dan beberapa Kepala Seksi (KASI) Bidang

Kesejahteraan Rakyat Pembangunan dan KASI.

48
2.2 Kajian Empirik

Sebelum penelitian ini dilakukan, terdapat beberapa penelitian

sebelumnya yang sejenis dengan penelitian ini dan disajikan dalam tabel 2.1.

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Tujuan Hasil Penelitian


Penelitian Penelitian
Nurul Pengaruh Untuk Menunjukkan bahwa
Aini, Perspektif mengetahui (1) Motivasi berpengaruh
Made Fraud Diamond pengaruh secara positif terhadap
Aristia Terhadap motivasi, kecenderungan terjadinya
Prayudi, Kecenderungan pengawasan, kecurangan (Fraud) dalam
Putu Terjadinya rasionalisasi, pengelolaan keuangan desa,
Gede Kecurangan dan (2) Pengawasan berpengaruh
Diatmika (Fraud) Dalam kompetensi secara positif terhadap
(2017) Pengelolaan sumber daya kecenderungan terjadinya
Keuangan Desa manusia kecurangan (Fraud) dalam
(Studi Empiris terhadap pengelolaan keuangan desa,
Pada Desa Di kecenderungan (3) Rasionalisasi berpengaruh
Kabupaten terjadinya secara positif terhadap
Lombok Timur) kecurangan kecenderungan terjadinya
(Fraud) dalam kecurangan (Fraud) dalam
pengelolaan pengelolaan keuangan desa,
keuangan desa (4) Kompetensi sumber daya
yang berada di manusia berpengaruh secara
Kabupaten positif terhadap kecenderungan
Lombok terjadinya kecurangan (Fraud)
Timur. dalam pengelolaan keuangan
desa.
Nurharib Mengungkap Untuk Hasil penelitian menemukan
nu Fenomena mengungkap penyebab lemahnya
Wibiso Pengawasan pengawasan pengelolaan Dana Desa atau
no dan Publik publik adanya kecenderungan
penyalahgunaan
Herry Terhadap Dana terhadap Dana Desa, yaitu tidak
Purnomo Desa di pengelolaan berfungsinya peran
(2017) Kabupaten dan pendamping desa, lemahnya
Madiun pertanggung unsur pembinaan an
jawaban Dana pengawasan dari Camat,
Desa di Lemahnya unsur pembinanaan

49
Peneliti Judul Tujuan Hasil Penelitian
Penelitian Penelitian
kabupaten dan pengawasan oleh Tim
Madiun. Pengawalan. Pengamanan
Pemerintahan dan
Pembangunan (TP4), lemahnya
pengawasan oleh BPD,
lemahnya partisipasi
masyarakat dalam pengawasan
Dana Desa, tingginya biaya
non budgeter, dan kurang
cakapnya sumber daya
manusia (SDM) pengelola
Dana Desa dan Kepala Desa.
Muha Peran Untuk Hasil Penelitian:
mmad Pemerintahan mengetahui: 1)Secara keseluruhan
Basirrud Desa dalam 1)Peranan pelaksanaan Pengelolaan
din Pengelolaan Pemerintahan Keuangan Desa berada pada
(2014) Keuangan Desa Desa dalam kategori “Sesuai” dengan
Alai Kecamatan pengelolaan aturan yang berlaku.
Tebing Tinggi keuangan desa 2)Sedangkan mengenai
Barat Kabupaten guna hambatan-hambatan dalam
Kepulauan mendukung pelaksanaan pengelolaan
Meranti Tahun penyelengga keuangan desa pada tahun
2012 raan 2012 ada beberapa item yang
Pemerintahan menjadi kendala hal ini
Desa di Desa disebabkan oleh faktor sebagai
Alai berikut : a) Rendahnya tingkat
Kecamatan pendidikan SDM yang dimiliki
Tebing Tinggi oleh Pemerintahan Desa. b)
Barat Kurangnya pemahaman
Kabupaten masyarakat terhadap proses
Kepulauan pembuatan kebijakan. c)
Meranti. Bimbingan pemerintah daerah
2)Untuk yang masih lemah.
mengetahui
hambatan yang
dihadapi oleh
Pemerintahan
Desa dalam
melakukan
melakukan
pengelolaan
tersebut dan
upaya yang
ditempuh
untuk
mengatasinya

50
Peneliti Judul Tujuan Hasil Penelitian
Penelitian Penelitian
Gusnardi Pengaruh Untuk Hasil penelitian ini
Kurnia Moralitas, menguji: menunjukkan bahwa:
wan Motivasi Dan 1) Pengaruh 1) Moralitas seseorang
(2013) Sistem moralitas berpengaruh signifikan negatif
Pengendalian aparatur terhadap tindakan kecurangan
Intern Terhadap pemerintah dalam laporan keuangan
Kecurangan terhadap dengan t = 3,173 dan nilai
Laporan tingkat signifikan 0,004. Semakin
Keuangan (Studi kecurangan rendahnya moralitas dari
Empiris pada dalam laporan aparatur pemerintah maka
SKPD di Kota keuangan. kecurangan akan semakin
Solok) 2) Pengaruh meningkat.
motivasi 2) Motivasi negatif
negatif berpengaruh signifikan positif
aparatur terhadap tingkat kecurangan
pemerintah dalam laporan keuangan
terhadap dengan t = 2,434 dan nilai
tingkat signifikan 0,023. Semakin
kecurangan tingginya motivasi negatif dari
dalam laporan aparatur pemerintah maka
keuangan. kecurangan akan semakin
Tujuan meningkat.
Penelitian 3) Sistem pengendalian intern
3) Pengaruh berpengaruh signifikan negatif
sistem terhadap tingkat kecurangan
pengendalian dalam laporan keuangan
intern terhadap dengan t = -0,083 dan nilai
tingkat signifikan 0,935. Semakin
kecurangan rendah sistem pengendalian
dalam laporan intern dalam pemerintah maka
keuangan. kecurangan akan semakin
meningkat.
Rifqi Analisis Faktor Untuk Hasil penelitian menunjukkan
Mirza yang menggali bahwa terdapat pengaruh
Zulkarna Mempengaruhi persepsi para negatif antara keefektifan
in (2013) Terjadinya pegawai di sistem pengendalian intern
Fraud pada instansi dengan fraud di sektor
Dinas Kota pemerintahan pemerintahan, terdapat
Surakarta mengenai pengaruh negatif antara
pengaruh kesesuaian kompensasi dengan
keefektifan fraud di sektor pemerintahan,
sistem tidak terdapat pengaruh antara
pengendalian kultur organisasi dengan fraud
internal, di sektor pemerintahan,
kesesuaian terdapat pengaruh positif
kompensasi, antara perilaku tidak etis

51
kultur dengan fraud di sektor
organisasi, pemerintahan, terdapat
perilaku tidak pengaruh negatif antara gaya
etis, gaya kepemimpinan dengan fraud di
kepemimpinan sektor pemerintahan, terdapat
, sistem pengaruh negatif sistem
pengendalian pengendalian internal terhadap
internal dan fraud di sektor pemerintahan,
penegakan tidak terdapat pengaruh
hukum. penegakan hukum terhadap
fraud di sektor pemerintahan.
Sumber: data diolah (2019)

Penelitian ini mereplikasi penelitian Nurul Aini, Made Aristia Prayudi

dan Putu Gede Diatmika (2017). Hal-hal yang membedakan penelitian ini dengan

penelitian sebelumnya yaitu penelitian sebelumnya melihat kecenderungan

kecurangan sedangkan penelitian ini melihat terjadinya kecurangan, penelitian

sebelumnya juga menitikberatkan pada Dana Desa yang merupakan salah satu

bagian dari Keuangan Desa, sedangkan penelitian ini melihat secara keseluruhan

dalam keuangan desa.

Metode analisis data dalam penelitian ini juga berbeda dengan

penelitian sebelumnya. Penelitian ini menggunakan metode analisis PLS (Partial

Least Square), sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan metode analisis

SPSS (Statistical Package for the Social Sciences). Peneliti menggunakan metode

analisis PLS karena jumlah sampel yang digunakan oleh peneliti adalah jumlah

sampel yang tidak kecil yaitu 84 sampel dan indikator harus dalam bentuk

refleksif.

2.3 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dirancang untuk dapat lebih memahami mengenai

konsep penelitian tentang Analisis kecenderungan terjadinya kecurangan

52
pengelolaan keuangan desa berdasarkan perspektif Fraud Diamond. Penelitian ini

menggunakan empat variabel independen yang disesuaikan dengan perspektif

Fraud Diamond yaitu Motivasi, Pengawasan, Rasionalisasi dan Kompetensi

Sumber Daya Manusia. Keempat variabel ini dapat mempengaruhi variabel

dependen yaitu Kecenderungan kecurangan.

Berdasarkan penjelasan di atas, kerangka berpikir dalam penelitian ini

digambarkan dalam gambar 2.5.

Gambar 2.5
Kerangka Berpikir

Motivasi (X1)

H1
Pengawasan
(X2) H2 Terjadinya Fraud
(Y)
H3
Rasionalisasi
(X3) H4

Kompetensi
Sumber Daya
Manusia (X4)

Sumber: data diolah (2019)

2.4 Hipotesis

2.4.1 Pengaruh Motivasi Terhadap Terjadinya Fraud dalam Pengelolaan

Keuangan Desa berdasarkan Perspektif Fraud Diamond

Elemen pertama dari Fraud Diamond yaitu Pressure atau tekanan.

Tekanan/motif adalah sesuatu yang mendorong orang melakukan kecurangan

dapat disebabkan oleh tuntutan gaya hidup, ketidakberdayaan dalam soal

53
keuangan, mencoba-coba untuk mengalahkan sistem dan ketidakpuasan kerja.

Berdasarkan tekanan tersebut, seseorang termotivasi untuk melakukan kecurangan

demi pemenuhan kebutuhan atau keinginan.

Morgan et al. (dalam Marwansyah dan Mukaram, 2002) menjelaskan

bahwa motivasi merupakan kekuatan yang mengendalikan dan menggerakkan

seseorang untuk melakukan tindakan atau perilaku yang diarahkan pada tujuan

tertentu. Motivasi untuk melakukan kecurangan berhubungan dengan motivasi

negatif, motivasi negatif berasal dari pengutamaan kepentingan-kepentingan

pribadi, bila perlu mengorbankan kepentingan kelompok atau kepentingan

organisasi secara keseluruhan, jika ini terjadi dalam suatu entitas akan

memungkinkan terjadinya kecurangan laporan keuangan (Henzani, 2013).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2013) hasil

penelitiannya mengatakan motivasi negatif dari aparatur pemerintah berpengaruh

signifikan positif terhadap tingkat kecurangan laporan keuangan. Artinya bahwa

semakin tinggi motivasi negatif dari seorang pegawai maka makin tinggi pula

tingkat kecenderungan ia melakukan kecurangan. Begitu juga dengan penelitian

yang dilakukan oleh marliani (2015) bahwa faktor terbesar terjadinya kecurangan

(pencurian kas) disebabkan oleh tekanan (motivasi) seorang

karyawan.Berdasarkan hal tersebut, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H1: Motivasiberpengaruh terhadap terjadinya fraud dalam

pengelolaan keuangan desa berdasarkan perspektif Fraud Diamond.

54
2.4.2 Pengaruh Pengawasan Terhadap TerjadinyaFraud dalam Pengelolaan

Keuangan Desa berdasarkan Perspektif Fraud Diamond

Elemen kedua dari Fraud Diamond yaitu Opportunity atau kesempatan.

Pengawasan yang lemah dapat menjadi kesempatan atau peluang bagi seseorang

untuk melakukan kecurangan. Handoko (2012) menjelaskan bahwa pengawasan

berkaitan dengan proses yang menjamin agar maksud dan tujuan dalam organisasi

dan manajemen dapat tercapai. Berdasarkan undang-undang Nomor 23 tahun

2014 pasal 380 dalam penjelasan ayat 2 mengatakan bahwa kusus untuk

pengawasan yang terkait dengan keuangan daerah meliputi kegiatan audit, reviu,

evaluasi, pemantauan, dan bimbingan teknis dalam pengelolaan APBD (termasuk

penyerapan APBD), sampai dengan pertanggungjawaban pelaksanaan

APBDkabupaten/kota yang dilakukan inspektorat kabupaten/kota dapat bekerja

sama dengan inspektorat jendral kementerian dan/ atau lembaga pemerintah

nonkementerian yang menyelengarakan urusan pemerintah dibidang pengawasan.

Oleh karena itu dalam hal ini, penyelewengan ataupun kecurangan yang

terjadi disebabkan olehlemahnya pengawasan yang dilakukan baik dari

pemerintah yang lebih tinggimaupun masyarakat (Yulianah, 2015). Dalam hal ini

peran serta masyarakat dinialai kurang memadai akibat kurangnya sosialisasi yang

ditujukan bagi masyarakat. Hal ini yang menyebabkan masyarakat baik secara

individu maupun melalui kelembagaan kurang mahami peran serta tugasnya.

Dalam hal ini pemahaman masyarakat adalah membantu pelaksanaan secara fisik

dari berbagai kegiatan implementasi alokasi dana desa. Seperti halnya penelitian

yang dilakukan oleh Wibisono (2017) bahwasannya dalam penelitiannya ia

menemukan bahwa kecenderungan terjadinya penyalahgunaan dana desa

55
disebabkan karena tidak berfungsinya peran pendamping desa, lemahnya unsur

pembinaan dan pengawasan dari camat, lemahnya unsur pembinaan dan

pengawasan oleh Tim pengawalan pengamanan pemerintah dan pembangunan,

lemahnya pengawasan oleh BPD dan lemahnya partisipasi masyarakat dalam

pengawasan dan desa.

Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulianah (2015),

bahwa banyaknya bantuan yang diberikan pemerintah untuk membangun desa

merupakan salah satu bentuk dari perhatian pemerintah kepada desa itu sendiri,

akan tetapi hal ini menjadi potensi penyelewengan keuangan desa, jelas sangat

besar. Hal ini tidak terlepas dari lemahnya pengawasan dari aparat pemerintahan

kabupaten terhadap alur proses mengalirnya dana desa. Berdasarkan uraian

tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H2: Pengawasan berpengaruh terhadap terjadinya fraud dalam

pengelolaan keuangan desa berdasarkan perspektif Fraud Diamond.

2.4.3 Pengaruh Rasionalisasi Terhadap Terjadinya Fraud Dalam

Pengelolaan Keuangan Desa berdasarkan Perspektif Fraud Diamond

Rationalitation atau rasionalisasi merupakan elemen ketiga dari Fraud

Diamond. Tuannakotta (2010) dalam Widianti (2016) menjelaskan rasionalisasi

adalah mencari pembenaran sebelum melakukan kejahatan, bukan sesudahnya.

Rasionalisasi ini bukan merupakan bagian dari motivasi seseorang untuk

melakukan Fraud, akan tetapi rasionalisasi diperlukan sipelaku untuk mncerna

prilakunya yang melawan hukum agar tetap mempertahankan jati dirinya sebagai

orang yang dipercaya. Adapun dalam hal ini ada beberapa pembenaran yang

dilakukan oleh pelaku kecurangan itu sendiri diantaranya adalah, pelaku

56
menganggap hal yang dilakukan merupakan suatu yang wajar/ biasa dilakukan

oleh oranglain, Pelaku merasa berjasa besar terhadap organisasi dan seharusnya

mendapat sesuatu yang lebih terhadap apa yang telah dilakukannya, dan Pelaku

menganggap tujuannya itu baik untuk mengatasi masalah, nanti akan

dikembalikan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zulkarnain (2013)

rasionalisasi yang diproksikan dengan perilaku tidak etis berpengaruh positif

terhadap kecenderungan terjadinya kecurangan (Fraud) di sektor pemerintahan

kota surakata. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Wilopo (2006)

bahwa rasionalisasi yang diproksikan dengan perilaku tidak etis memberikan

pengaruh yag positif terhadap kecenderungan kecurangan pada

perusahaan.Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai

berikut:

H3: Rasionalisasi berpengaruh terhadap terjadinya fraud dalam

pengelolaan keuangan desa berdasarkan perspektif Fraud Diamond.

2.4.4 Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia Terhadap Terjadinya

Fraud dalam Pengelolaan Keuangan Desa berdasarkan Perspektif

Fraud Diamond

Elemen keempat Fraud Diamond yaitu Capability atau kompetensi

seseorang yang menjadi salah satu penyebab melakukan kecurangan. Indrajaya

(2017) menjelaskan Kompetensi adalah kemampuan seseorang dalam menghadapi

situasi atau keadaan dalam pekerjaanya. Menurut Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 Pasal 1 (10) tentang ketenagakerjaan, kompetensi adalah kempuan

kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap

57
kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. Oleh karena itu sumber daya

yang kompeten dapat diproleh dengan berbagai cara diantaranya adalah, melalui

pendidikan formal, pendidikan dan pelatihan,pengalaman kerja dan lain

sebagainya. Hal ini berkaitan dengan kemampuan atau komepetensi aparatur

dalam mengelola keuangan desa, dalam hal ini dilihat dari pendidikan yang masih

rendah yang akan menjadi hambatan dalam pengelolaan keuangan desa sehingga

berpotensi terjadinya kecurangan (Fraud).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Basirruddin (2014) yang

mengatakan tingkat pendidikan rendah yang dimiliki oleh aparatur desa menjadi

hambatan dalam mengelola keuangan desa sehingga berpotensi terjadinya

kecurangan (Fraud). Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Admaja, dkk

(2017). Kompetensi aparatur berpengaruh tehadap pencegahan Fraud dalam

pengelolaan keuangan desa. Semakin tinggi kemampuan aparatur desa maka

semakin tingi pula tingkat pencegahan Fraud dan semakin rendah kemampuan

aparatur desa maka akan semakin tinggi indikasi terjadinya Fraud. Berdasarkan

uraian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H4: Kompetensi Sumber Daya Manusia berpengaruh terhadap

kecenderungan terjadinya fraud dalam mengelola keuangan desa

berdasarkan Fraud Diamond.

58
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kuantitatif mengenai

Analisis Terjadinya Fraud dalam Pengelolaan Keuangan Desa berdasarkan

Perspektif Fraud Diamond. Menurut Sugiyono (2014) metode penelitian

kuantitatif merupakan penelitian yang berlandaskan filsafat positivisme yang

digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu. Analisis datanya bersifat

kuantitatif atau statistik dengan tujuan menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif, karena data penelitian berupa

angka-angka.

3.2 Definisi Operasional Variabel

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel

independen dan variabel dependen. Menurut Sanusi (2011) variabel independen

adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain, dan variabel dependen adalah

variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain. Pada penelitian ini, variabel

independennya adalah motivasi, pengawasan, rasionalisasi dan kompetensi

sumber daya manusia, sedangkan variabel dependennya adalah kecenderungan

kecurangan.

Variabel independen dan variabel dependen penelitian disajikan dalam

tabel 3.1.

59
Tabel 3.1
Definisi Operasional

Variabel Definisi Indikator Skala


Independen
Motivasi Menurut Uno (2007), 1. Perasaan kurang puas Ordinal
motivasi dapat diartikan 2. Gaya hidup
sebagai dorongan internal 3. Kebiasaan buruk
dan eksternal dalam diri 4. Mendapat tekanan
seseorang yang 5. Kurang dihargai
diindikasikan dengan 6. Gaji yang tidak sesuai
adanya hasrat dan minat,
dorongan dan kebutuhan,
harapan dan cita-cita,
penghargaan, dan
penghormatan. Sedangkan
Imron (1966) menjelaskan
bahwa motivasi berasal dari
bahasa
Inggris "motivation" yang
berarti dorongan atau
pengalasan untuk
melakukan suatu aktivitas
hingga mencapai tujuan.
Pengawasan Menurut George (1999) 1. Memiliki peran penuh Ordinal
Pengawasan adalah proses dalam proses
untuk mendeterminasi apa pengawasan
yang akan dilakukan, 2. Saling mengawasi antar
mengevaluasi pelaksanaan pegawai
dan bilamana perlu 3. Dilakukan evaluasi
menerapkan tindakan- 4. Pengawasan oleh
tindakan koreksi hingga Pemerintah Daerah
pelaksanaan sesuai dengan 5. Pengawasan oleh
rencana. Pendamping Desa
Zulkifli (2005) menyatakan 6. Pengawasan oleh
bahwa pengawasan adalah masyarakat
kegiatan manajemen yang
berkaitan dengan
pemeriksaan untuk
menentukan apakah
pelaksanaannya sudah
dikerjakan sesuai dengan
perencanaan, sudah sejauh
mana kemajuan yang
dicapai dan perencanaan
yang belum mencapai
kemajuan serta melakukan
koreksi bagi pelaksananan
yang belum terselesaikan
sesuai rencana.

60
Variabel Definisi Indikator Skala
Menurut Harold (2009)
Pengawasan adalah
pengukuran dan perbaikan
terhadap pelaksanaan kerja
bawahan, agar rencana-
rencana yang telah dibuat
untuk mencapai tujuan-
tujuan perusahaan dapat
terselenggara.
Rasionalisasi Rasionalitas, berasal dari 1. Rasionalitas nilai: diam Ordinal
kata “rasio ” yang mengacu saja ketika hal yang
pada bahasa Yunani Kuno, salah terjadi
yang berarti kemampuan 2. Rasionalitas nilai:
kognitif untuk memilah kebiasaan terlambat
antara yang benar dan salah3. Rasionalitas nilai:
dari Yang Ada dan dalam mendapat balas jasa
Kenyataan. Menurut 4. Rasionalitas tujuan:
Weber, secara garis besar menggunakan
ada dua jenis rasionalitas kendaraam dinas untuk
manusia, kepentingan pribadi
yaitu pertamarasionalitas 5. Rasionalitas tujuan:
tujuan (zwekrationalitaet) Mendapat suatu yang
dan kedua rasionalitas nilai lebih
(wetrationalitaet). 6. Rasionalitas tujuan:
Tidak mengindahkan
pertimbangan nilai
Kompetensi Pengelolaan keuangan 1. Sikap: Mengerti peran Ordinal
Sumber Daya daerah yang baik dapat dan fungsi
Manusia terjadi kalau Satuan Kerja 2. Sikap: bekerja sesuai
Perangkat Daerah memiliki pedoman
kualitas sumber daya 3. Pendidikan:
manusia yang didukung Mendapatkan pelatihan
dengan latar belakang 4. Pendidikan: memiliki
pendidikan akuntansi, tingkat pendidikan
sering mengikuti cukup
pendidikan dan pelatihan, 5. Skill: Berpengalaman
dan mempunyai 6. Skill: Menjalankan
pengalaman di bidang tugas sesuai fungsi
keuangan agar mampu
memahami logika akuntansi
(Warisno, 2008).
Dependen
Terjadinya Arora, Gupta, dan Pahwa 1. Kecurangan pelaporan Ordinal
Kecurangan (2015) mendefinisikan keuangan: Pencatatan
kecurangan sebagai tanggal transaksi tidak
perilaku tidak jujur yang sesuai
dilakukan, baik di area 2. Kecurangan pelaporan
publik maupun pribadi keuangan: msnipilasi
dengan tujuan merugikan bukti transaksi

61
Variabel Definisi Indikator Skala
orang lain. 3. Kecurangan pelaporan
keuangan: Bukti
pendukung ganda
4. Kecurangan pelaporan
keuangan:
Penghapusan,
penyembunyian, atau
penghilangan transaksi
5. Kecurangan pelaporan
keuangan: Pencatatan
transaksi tanpa otorisasi
6. Kecurangan pelaporan
keuangan: Laporan
keuangan kurang
memadai
7. Kecurangan aktiva:
Penilaian kembali aset
atau pendapatan yang
tidak sesuai
8. Kecurangan aktiva:
Kecurangan aset
9. Kecurangan aktiva:
Pendataan aset tidak
rutin
10. Kecurangan aktiva:
Menaikkan anggaran
tanpa disertai bukti
11. Kecurangan aktiva:
Sisa anggaran
dibagikan sebagai
bonus
12. Kecurangan aktiva:
Belanja anggaran pada
orang yang dikenal
Sumber: data diolah (2019)

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi adalah sekumpulan elemen yang dapat dipelajari dan

digunakan peneliti untuk ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2014). Dengan kata lain,

populasi terdiri dari sekumpulan objek atau subjek yang memiliki kualitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian

ditarik kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini adalah Aparat desa yang

62
tersebar dalam 24 kecamatan yang terbagi dalam 160 desa di Kabupaten Kupang

atau sebanyak 640 populasi.

Sampel merupakan bagian dari populasi yang digunakan oleh peneliti

untuk diteliti yang dianggap sudah mewakili populasi berdasarkan karakteristik

dan teknik tertentu (Sugiyono, 2014). Teknik pemilihan sampel menggunakan

purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dengan kriteria tertentu. Kriteria

yang digunakan dalam pengambilan sampel pada penelitian ini adalah kecamatan

yang ada di kabupaten Kupang dengan pendapatan dana desa terbesar yaitu untuk

kecamatan Nekamese sebesar Rp7.396.631.000 dan kecamatan Amabi Oefeto

Timur sebesar Rp6.724.421.000.

Sampel dalam penelitian ini adalah 4 aparat desa yaitu Kepala Desa,

Sekretaris Desa, Kaur Keuangan dan Kaur Umum yang ada di 11 desa kecamatan

Nekamese dan 10 desa kecamatan Amabi Oefeto Timur atau sebanyak 84 sampel

penelitian.

Kecamatan Nekamese terdapat 11 desa yaitu desa Bismark, desa Bone,

desa Oben, desa Oelomin, desa Oemasi, desa Oenif, desa Oepaha, desa Taloetan,

desa Tasikona, desa Tunfeu dan desa Usapi Sonbai. Kecamatan Amabi Oefeto

Timut terdapat 10 desa yaitu desa Oenuntono, desa Pathau, desa Muke, desa

Oemolo, desa Oemofa, desa Seki, desa Nunmafo, desa Oeniko, desa Enolanan,

dan desa Oenaunu.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Menurut Arikunto (2006) metode pengumpulan data adalah cara yang

digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Dalam

penggunaan metode pengumpulan data, peneliti memerlukan instrumen yaitu alat

63
bantu agar pengerjaan pengumpulan data menjadi lebih mudah. Metode

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan

menyebarkan angket (kuesioner) yang telah dipersiapkan oleh peneliti.

3.5 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis Partial Least Square (PLS) untuk menguji pengaruh. PLS adalah suatu

teknik statistik multivariat yang bisa untuk menangani banyak variabel respon

serta variabel eksplanatori sekaligus. Menurut Wold, PLS adalah metode analisis

yang powerfull sebab tidak didasarkan pada banyak asumsi atau syarat, seperti uji

normalitas dan multikolinearitas.

Berdasarkan asumsi statistiknya PLS digolongkan sebagai jenis

nonparametrik, oleh karena itu dalam pemodelan PLS tidak diperlukan data

dengan distribusi normal. Dari sisi konstruk, PLS dapat mengakomodasi baik

formatif maupun reflektif. PLS berbasis pada variance, maka jumlah sampel yang

digunakan tidak besar dan dapat berkisar antara 30-100 sampel.

Menurut Ghozali (2014), Analisis model struktur pada PLS dilakukan

melalui tiga tahap yaitu:

1. Analisis Outer Model

Analisis outer model dilakukan untuk memastikan bahwa

measurement yang digunakan layak untuk dijadikan pengukuran (valid dan

reliabel). Analisis Outer Model dapat dilihat dari beberapa indikator, yaitu

convergentvalidity, discriminantvalidity, dan unidimensionality.

Convergentvalidity, yaitu nilai loadingfactor pada variabel laten dengan

indikator-indikatornya (nilai yang diharapkan >0.7). Discriminantvalidity,

64
yaitu nilai crossloadingfactor yang berguna untuk mengetahui apakah konstruk

memiliki diskriminan yang memadai yaitu dengan cara membandingkan nilai

loading pada konstruk yang dituju harus lebih besar dibandingkan dengan nilai

loading dan konstruk lainnya. Unidimensionality, yaitu konsep yang spesifik

(bukan bersifat general) yang hanya mengandung satu jenis gejala.

2. Analisis Inner Model

Analisis inner model dilakukan untuk memastikan bahwa model

struktural yang dibangun robust dan akurat. Evaluasi inner model dapat dilihat

dari beberapa indikator, yaitu koefisien determinasi (R2), predictiverelevance

(Q2), dan Goodnessof Fit Index (GoF).

3. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

menguji hubungan antar variabel. Uji statistik yang dilakukan apabila diperoleh

p-value<0,05 (alpha 5%), maka disimpulkan signifikan, demikian pula

sebaliknya. Apabila hasil pengujian pada inner model adalah signifikan, maka

dapat diartikan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan. Penerapan metode ini

memungkinkan berlakunya data terdistribusi bebas (distributionfree), tidak

memerlukan asumsi distribusi normal, serta tidak memerlukan sampel yang

besar.

Tingkat signifikansi koefisien dalam model Warp PLS yang

digunakan dalam penelitian ini adalah p-value<0,05. Dengan demikian diambil

keputusan sebagai berikut: jika koefisien jalur yang menghubungkan dua

variabel memiliki nilai p-value<0,05, maka dapat disimpulkan terdapat

pengaruh yang signifikan antar variabel tersebut. Sebaliknya jika koefisien

65
jalur memiliki nilai >0,05, maka dapat disimpulkan terdapat pengaruh tetapi

tidak signifikan antar variabel tersebut.

66
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Demografi Responden

Populasi dalam penelitian ini adalah aparatur desa yang ada di 160 desa

kabupaten Kupang. Penentuan sampel dengan menggunakan metode purposive

sampling sehingga sampel yang digunakan hanyalah yang memenuhi kriteria

yaitu kecamatan dengan alokasi dana desa terbesar. Sampel dalam penelitian ini

adalah aparatur desa yaitu kepala desa, sekretaris, kaur keuangan (bendahara), dan

kaur umum yang ada di kecamatan Nekamese dan kecamatan Amabi Oefeto

Timur.

Kecamatan Nekamese terdiri dari 11 desa, yaitu desa Besmarak, desa

Bone, desa Oben, desa Oelomin, desa Oemasi, desa Oenif, desa Oepaha, desa

Taloetan, desa Tasikona, desa Tunfeu, dan desa Usapi Sonbai. Kecamatan Amabi

Oefeto Timur terdiri dari 10 desa, yaitu desa Oenuntono, desa Pathau, desa Muke,

desa Oemolo, desa Oemofa, desa Seki, desa Nunmafo, desa Oeniko, desa

Enolanan, dan desa Oenaunu. Kuesioner penelitian ini dibuat dan disebar secara

langsung oleh peneliti dan data kuesioner dapat diolah 100%.

Demografi responden yang dibahas pada bagian ini mencakup jenis

kelamin, usia, tingkat pendidikan, masa kerja dan keikutsertaan dalam pelatihan

berkaitan dengan pelaporan keuangan desa.

4.1.1 Jenis Kelamin

Berdasarkan data hasil kuesioner yang disebarkan, dari 84 responden

terdapat 88% atau sebanyak 74 responden laki-laki dan 12% atau sebanyak 10

67
responden perempuan. Diagram yang merepresentasikan jenis kelamin responden

dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1
Data Jenis Kelamin Responden

12%

Laki-laki
perempuan
88%

(Sumber: Data diolah, 2019)

4.1.2 Usia

Data hasil kuesioner menunjukkan bahwa dari 84 responden, terdapat

11% atau 9 responden memiliki rentang usia 20 hingga 30 tahun, 32% atau 27

responden memiliki rentang usia 31 hingga 40 tahun, 42% atau 35 responden

memiliki rentang usia 41 hingga 50 tahun yang mendominasi responden dalam

penelitian ini. Setelah itu terdapat 15% atau 13 responden memiliki rentang usia

51 hingga 60 tahun. Diagram yang menunjukkan usia responden dapat dilihat

pada Gambar 4.2.

68
Gambar 4.2
Data Usia Responden

15% 11% 20-30 Tahun


31-40 Tahun
32% 41-50 Tahun
42% 51-60 Tahun

(Sumber: Data diolah, 2019)

4.1.3 Tingkat Pendidikan

Sebanyak 15% atau 13 responden memiliki tingkat pendidikan terakhir

Sarjana (S1) dan 1% atau 1 responden memiliki tingkat pendidikan terakhir D3.

Kemudian sebanyak 67% atau 56 responden memiliki tingkat pendidikan terakhir

SMA/MK sehingga mendominasi responden dalam penelitian ini. Selanjutnya,

sebanyak 13% atau 11 responden memiliki tingkat pendidikan terakhir SMP, dan

sebanyak 4% atau 3 responden memiliki tingkat pendidikan terakhir SD. Gambar

4.3 menunjukkan tingkat pendidikan terakhir yang ditempuh responden penelitian.

Gambar 4.3
Data Tingkat Pendidikan Responden

4%

1% SD
15% 13%
SMP
SMA/MK
D3
67% S1

(Sumber: Data diolah, 2019)

69
4.1.4 Masa Kerja

Mayoritas responden penelitian memiliki masa kerja dalam rentang 3

hingga 5 tahun sebanyak 54% atau 45 responden. Selanjutnya, sebanyak 30% atau

25 responden memiliki masa kerja lebih dari 5 tahun, 15% atau 13 responden

memiliki masa kerja rentang 1 hingga 3 tahun, dan 1% atau 1 responden memiliki

masa kerja kurang dari 1 tahun. Gambar 4.4 menunjukkan masa kerja responden

penelitian.

Gambar 4.4
Data Masa Kerja Responden

1%

15%
30% <1 Tahun
1-3 Tahun
3-5 Tahun
>5 Tahun
54%

(Sumber: Data diolah, 2019)

4.1.5 Mengikuti Pelatihan Berkaitan dengan Pelaporan Keuangan Desa

Berdasarkan data responden penelitian, sebanyak 43% atau 36

responden belum pernah mengikuti pelatihan berkaitan dengan pelaporan

keuangan desa. kemudian, sebanyak 27% atau 23 responden telah mengikuti 2

kali pelatihan, 22% atau 18 responden telah mengikuti lebih dari 2 kali pelatihan,

dan 8% atau 7 responden telah mengikuti 1 kali pelatihan berkaitan dengan

pelaporan keuangan desa. gambar 4.5 merepresentasikan persentase mengikuti

pelatihan berkaitan dengan pelaporan keuangan desa.

70
Gambar 4.5
Data Mengikuti Pelatihan Berkaitan dengan Pelaporan Keuangan Desa

22%
Belum Pernah
43% 1 Kali
2 Kali

27% >2 Kali

8%

(Sumber: Data diolah, 2019)

4.2 Statistik Deskriptif

Data yang ditabulasi adalah sesuai jawaban responden atas pernyataan

yang ada dalam kuesioner. Dalam pengolahan data, pernyataan-pernyataan

tersebut diberi skor dari 1 sampai 5 untuk. Analisis statistik deskriptif untuk

masing-masing variabel ditunjukkan oleh tabel 4.1.

Tabel 4.1
Statistik Deskriptif

Variabel N Min Max Mean Std.


Deviation
Motivasi 84 1 5 3,8 0,6
Pengawasan 84 1 4 3 0,4
Rasionalisasi 84 1 5 3,9 0,5
Kompetensi SDM 84 1 5 2,8 0,6
Terjadinya Fraud 84 1 5 3,7 0,3
(Sumber: Data diolah, 2019)

Berdasarkan statistik deskriptif di atas dapat dilihat rata-rata jawaban

responden dengan 84 orang responden. Untuk variabel pertama yaitu variabel

motivasi, jawaban responden nilai minimum 1, nilai maximum 5 dan nilai mean

3,8 menunjukkan bahwa rata-rata responden menjawab setuju. Standar deviasi

71
dari variabel ini adalah 0,6 lebih kecil dari nilai mean yang artinya nilai mean

dapat digunakan sebagai representasi dari keseluruhan data.

Variabel kedua yaitu variabel pengawasan, jawaban responden nilai

minimum 1, nilai maximum 4 dan nilai mean 3 menunjukkan bahwa rata-rata

responden menjawab kurang setuju. Standar deviasi dari variabel ini adalah 0,4

lebih kecil dari nilai mean yang artinya nilai mean dapat digunakan sebagai

representasi dari keseluruhan data.

Variabel ketiga yaitu variabel rasionalisasi, jawaban responden nilai

minimum 1, nilai maximum 5 dan nilai mean 3,9 menunjukkan bahwa rata-rata

responden menjawab setuju. Standar deviasi dari variabel ini adalah 0,5 lebih

kecil dari nilai mean yang artinya nilai mean dapat digunakan sebagai representasi

dari keseluruhan data.

Variabel keempat yaitu variabel kompetensi sumber daya manusia,

jawaban responden nilai minimum 1, nilai maximum 5 dan nilai mean 2,8

menunjukkan bahwa rata-rata responden menjawab kurang setuju. Standar deviasi

dari variabel ini adalah 0,6 lebih kecil dari nilai mean yang artinya nilai mean

dapat digunakan sebagai representasi dari keseluruhan data.

Variabel kelima yaitu variabel terjadinya fraud, jawaban responden

nilai minimum 1, nilai maximum 5 dan nilai mean 3,7 menunjukkan bahwa rata-

rata responden menjawab setuju. Standar deviasi dari variabel ini adalah 0,3 lebih

kecil dari nilai mean yang artinya nilai mean dapat digunakan sebagai representasi

dari keseluruhan data

72
4.3 Analisis Data

Metode analisis dan pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan

pendekatan Structural Equation Modeling (SEM) berbasis Partial Least Square

(PLS) dengan alat bantu analisis yang digunakan adalah program WarpPLS versi

4.0. Menurut Ghozali (2014), tahapan analisis menggunakan PLS-SEM

setidaknya harus melalui lima proses tahapan, yaitu konseptualisasi model,

menentukan metode analisis algoritma, menentukan metode resampling,

menggambar diagram jalur, dan evaluasi model meliputi mengevaluasi outer

model atau measurement model serta mengevaluasi model structural atau inner

model.

4.3.1 Konseptualisasi Model

Konseptualisasi model merupakan langkah awal dalam analisis PLS-

SEM. Pada penelitian ini, pengembangan dan pengukuran konstruk dilakukan

dengan mengembangkan dan mendefinisikan konstruk secara konseptual yaitu

dengan melakukan literature review serta penelitian terdahulu untuk menentukan

domain konstruk dan menentukan item-item yang merepresentasikan konstruk.

Model konseptual yang telah dibahas pada bab 2 di bagian kerangka teoritis.

4.3.2 Menentukan Metode Analisis Algoritma

Tahapan selanjutnya yaitu menentukan metode analisis algoritma yang

akan digunakan. PLS SEM memiliki tiga pilihan algoritma yaitu factorial,

centroid, dan path atau structural weighting. Algoritma PLS yang disarankan

adalah path weighting (Ghozali 2014). Sehingga, dalam penelitian ini

menggunakan algoritma path atau structural weighting untuk analisis.

73
4.3.3 Menentukan Metode Resampling

Dalam SEM terdapat dua metode yang digunakan untuk resampling,

yaitu bootstrapping dan jackknifing (Ghozali 2014). Metode bootstrapping

merupakan metode resampling yang menggunakan seluruh sampel asli.

Sedangkan metode jackknifing hanya menggunakan subsampel dari sampel asli

yang dikelompokkan ke dalam grup. Jackknifing memiliki keunggulan untuk

menghasilkan nilai koefisien jalur (pathcoefficient) yang lebih stabil dengan

ukuran sampel kecil yaitu kurang dari 100 dan dengan sampel yang mengandung

outlier. Bootstrapping menghasilkan nilai koefisien jalur (pathcoefficient) yang

lebih stabil untuk ukuran sampel yang lebih besar, namun dapat digunakan untuk

ukuran sampel yang kecil. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan metode

bootstrapping untuk resampling karena menggunakan seluruh sampel asli

sebanyak 84 sampel.

4.3.4 Pembentukan Diagram Jalur

Pembentukan diagram jalur ini sesuai dengan hipotesis dan model

penelitian yang telah diajukan, yaitu sesuai dengan gambar 2.5. Pembentukan

path diagram yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada gambar 4.6.

Gambar 4.6.
Path Diagram

(Sumber: Hasil Output WarpPLS, 2019)

74
Gambar 4.6 menunjukkan bahwa konstruk Motivasi (Mot) diukur

dengan enam indikator, konstruk Pengawasan (Peng) diukur dengan enam

indikator, konstruk Rasionalisasi (Ratio) diukur dengan enam indikator, konstruk

Sumber Daya Manusia (SDM) diukur dengan enam indikator dan konstruk

Terjadinya Fraud diukur dengan 12 indikator. Hubungan yang akan diteliti

(hipotesis) dilambangkan dengan anak panah antara konstruk.

4.3.5 Evaluasi Outer Model atau Measurement Model

Evaluasi outer model atau measurement model dilakukan untuk menilai

validitas dan reliabilitas model. Dengan mengetahui korelasinya, maka sebuah

model dapat diketahui validitas dan reliabilitasnya. Evaluasi outer model dalam

penelitian ini yaitu evaluasi pada konstruk laten yang menjadi dimensinya.

4.3.5.1 Evaluasi Konstruk Laten

Evaluasi konstruk laten dalam penelitian ini digunakan untuk menguji

validitas dan reliabilitas konstruk unidimensional yang memiliki arah indikator

berbentuk refleksif. Outer model dengan indikator refleksif dievaluasi melalui

validitas konvergen (convergent validity) dan validitas diskriminan (discriminant

validity) dari indikator pembentuk konstruk, serta composite reliability dan

cronbach alpha untuk blok indikatornya.

4.3.5.1.1 Validitas Konvergen (Convergent Validity)

Validitas konvergen bertujuan untuk mengetahui validitas setiap

hubungan antara indikator dengan konstruk atau variabel latennya. Validitas

konvergen dari model pengukuran dengan refleksif indikator dinilai berdasarkan

korelasi antara skor item atau component score dengan skor variabel laten atau

construct score yang diestimasi dengan program PLS.

75
Nilai loading yang memiliki tingkat validitas yang tinggi apabila

memiliki loadingfactor lebih besar dari 0,70 (Ghozali, 2014). Dalam penelitian ini

batas loadingfactor yang digunakan sebesar 0,70. Setelah dilakukan pengolaham

data menggunakan WarpPLS, kemudian disajikan hasil nilai outerloading dalam

Tabel 4.2 untuk masing-masing indikator yang dimiliki oleh variabel laten dalam

model penelitian.

Tabel 4.2
Outer Loading (Measurement Model)

Variabel Kode Outer Loading


Motivasi X11 1.000
X12 0.999
X13 1.000
X14 1.000
X15 1.000
X16 1.000
Pengawasan X21 1.000
X22 1.000
X23 1.000
X24 1.000
X25 1.000
X26 1.000
Rasionalisasi X31 1.000
X32 1.000
X33 1.000
X34 1.000
X35 1.000
X36 0.999
Kompetensi Sumber X41 1.000
Daya Manusia X42 1.000
X43 0.999
X44 1.000
X45 1.000
X45 1.000
Terjadinya Fraud Y1 1.000
Y2 1.000
Y3 1.000
Y4 1.000
Y5 1.000
Y6 1.000
Y7 0.999
Y8 1.000

76
Y9 1.000
Y10 0.999
Y11 1.000
Y12 1.000
(Sumber: Data diolah, 2019)

Dari hasil pengolahan data dengan PLS yang terlihat pada Tabel 4.2,

dapat dilihat bahwa indikator pada masing-masing variabel dalam penelitian ini

memiliki nilai loading yang lebih besar dari 0,70. Hal ini menunjukkan bahwa

indikator variabel yang memiliki nilai loading lebih besar dari 0,70 memiliki

tingkat validitas yang tinggi, sehingga memenuhi convergent validity.

4.3.5.1.2 Validitas Diskriminan (Discriminant Validity)

Validitas diskriminan digunakan untuk memastikan bahwa setiap

konsep dari masing-masing konstruk atau variabel laten berbeda dengan variabel

lainnya. Menurut Ghozali (2014), sebuah model memiliki discriminant validity

yang baik apabila nilai korelasi konstruk dengan item pengukuran lebih besar

daripada nilai korelasi dengan konstruk lainnya. Tabel 4.3 menunjukkan hasil

validitas diskriminan dari model penelitian dengan melihat nilai cross loading-

nya.

Tabel 4.3
Nilai Discriminant Validity (Cross Loading) Indikator

Mot Peng Ratio SDM Fraud


X11 1.000 1.000 1.000 0.999 1.000
X12 0.999 0.999 0.999 0.999 0.999
X13 1.000 0.999 0.999 0.999 0.999
X14 1.000 0.999 1.000 0.999 1.000
X15 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
X16 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
X21 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
X22 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
X23 0.999 1.000 1.000 1.000 1.000
X24 0.999 1.000 1.000 1.000 1.000
X25 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
X26 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000

77
X31 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
X32 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
X33 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
X34 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
X35 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
X36 0.999 0.999 0.999 0.999 0.999
X41 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
X42 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
X43 0.999 0.999 0.999 0.999 0.999
X44 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
X45 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
X46 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Y1 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Y2 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Y3 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Y4 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Y5 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Y6 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Y7 0.999 0.999 0.999 0.999 0.999
Y8 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Y9 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Y10 1.000 0.999 1.000 0.999 0.999
Y11 1.000 1.000 1.000 0.999 1.000
Y12 0.999 0.999 0.999 0.999 1.000
Keterangan: nilai loading blok indikator dalam huruf tebal (bold)
(Sumber: Data diolah, 2019)

Dari hasil estimasi crossloading pada Tabel 4.3, menunjukkan bahwa

nilai korelasi konstruk dengan indikatornya lebih besar daripada nilai korelasi

dengan konstruk lainnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semua

konstruk atau variabel laten sudah memiliki discriminantvalidity yang baik, di

mana indikator pada blok indikator konstruk tersebut lebih baik daripada indikator

di blok lainnya.

4.3.5.1.3 Reliabilitas

Outer model selain diukur dengan menilai validitas konvergen dan

validitas diskriminan juga dapat dilakukan dengan melihat reliabilitas konstruk

atau variabel laten yang diukur dengan dua cara, yaitu dengan melihat nilai

composite reliability dan cronbach alpha dari blok indikator yang mengukur

78
konstruk. Konstruk dinyatakan reliabel jika nilai composite reliability maupun

nilai cronbach alpha lebih besar dari 0,70 (Ghozali, 2014). Hasil output WarpPLS

untuk nilai composite reliability dan cronbach alpha dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4
Nilai Composite Reliability dan Cronbach Alpha

Variabel Composite Reliability Cronbach Alpha


Motivasi 1.000 1.000
Pengawasan 1.000 1.000
Rasionalisasi 1.000 1.000
Kompetensi Sumber
1.000 1.000
Daya Alam
Terjadinya Fraud 1.000 1.000
(Sumber: Data diolah, 2019)

Dari hasil output WarpPLS pada Tabel 4.4, model menunjukkan nilai

composite reliability dan cronbach alpha untuk semua konstruk berada di atas

nilai 0,70. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semua konstruk memiliki

reliabilitas yang baik sesuai dengan batas nilai minimum yang disyaratkan.

4.3.6 Evaluasi Structural Model

Evaluasi structural model dilakukan dengan melihat nilai koefisien

determinasi (R2), nilai koefisien jalur, ukuran efek Cohen (f2), serta relevansi

prediktif (Q2).

4.3.6.1 Koefisien Determinasi

Hasil perhitungan R2 untuk setiap variabel laten pada Tabel 4.5

menunjukkan bahwa nilai R2 berada pada nilai 1.000. Nilai R2 dianggap lemah,

moderat, dan kuat jika menunjukkan secara berurutan sekitar 0,19, 0,33, dan 0,67

(Ghozali, 2014). Dalam model penelitian ini, terdapat empat variabel yang

tergolong kuat karena mendekati nilai 1.000.

79
Koefisien determinasi ini menyatakan bahwa nilai R2 variabel laten

independen Motivasi, Pengawasan, Rasionalisasi, dan Kompetensi Sumber Daya

Manusia memiliki pengaruh yang kuat terhadap variabel laten dependen Fraud.

Tabel 4.5
Nilai R2Variabel Laten

Variabel R2
Motivasi 1.000
Pengawasan 1.000
Rasionalisasi 1.000
Kompetensi Sumber Daya Manusia 1.000
(Sumber: Data diolah, 2019)

4.3.6.2 Koefisien Jalur (β)

Hasil perhitungan koefisien jalur pada model penelitian di Tabel 4.6

menunjukkan bahwa seluruh jalur memiliki nilai koefisien yang berada pada

rentang 0,164 hingga 0,708. Nilai koefisien jalur yang berada dalam rentang nilai

-0,1 hingga 0,1 dianggap tidak signifikan, nilai yang lebih besar dari 0,1

merupakan nilai yang signifikan dan berbanding terbalik. Oleh karena itu, hampir

seluruh jalur memiliki nilai koefisien lebih dari 0,100.

Tabel 4.6
Nilai Koefisien Jalur Model Penelitian

Path Path Coefficient


Motivasi Fraud 0.708
Pengawasan Fraud 0.449
Rasionalisasi Fraud 0.164
Kompetensi SDM Fraud 0.577
(Sumber: Data diolah, 2019)

4.3.6.3 Ukuran Efek Cohen (f2)

Hasil perhitungan f2 pada model penelitian di Tabel 4.7 menunjukkan

bahwa nilai f2 untuk seluruh jalur memiliki rentang nilai 0,164 hingga 0.708. Nilai

f2 dapat digunakan untuk menilai pengaruh konstruk independen tertentu terhadap

80
variabel laten dependen apakah mempunyai pengaruh yang substantif (Ghozali,

2014). Nilai f2 dianggap memiliki pengaruh kecil, menengah, dan besar pada level

struktural jika menunjukkan secara berurutan sekitar 0,02, 0,15, dan 0,35.

Dalam model penelitian ini, terdapat satu jalur dengan konstruk

independen yang memiliki pengaruh menengah terhadap konstruk dependen yaitu

Rasionalisasi Fraud karena memiliki nilai f2 mendekati nilai 0,15. Selanjutnya,

terdapat tiga jalur dengan konstruk independen yang memiliki pengaruh besar

terhadap variabel dependen karena memiliki nilai f2 mendekati 0,35.

Tabel 4.7
Nilai Efek Cohen setiap Jalur

Path Path Coefficient


Motivasi Fraud 0.708
Pengawasan Fraud 0.449
Rasionalisasi Fraud 0.164
Kompetensi SDM Fraud 0.577
(Sumber: Data diolah, 2019)

4.3.6.4 Relevansi Prediktif (Q2)

Hasil perhitungan Q2 untuk setiap variabel laten pada Tabel 4.8

menunjukkan bahwa nilai Q2 berada pada nilai 1.000. Menurut Ghozali (2014),

nilai Q2 dapat digunakan untuk mengukur seberapa baik nilai observasi dihasilkan

oleh model dan juga estimasi parameternya. Nilai Q2 lebih besar dari 0 (nol)

menunjukkan bahwa model mempunyai relevansi prediktif. Dalam model

penelitian ini, semua konstruk atau variabel laten memiliki nilai Q2 yang lebih

besar dari 0 (nol) sehingga prediksi yang dilakukan oleh model dinilai telah

relevan.

81
Tabel 4.8
Nilai Relevansi Prediktif setiap Variabel Laten

Variabel Q2
Motivasi 1.000
Pengawasan 1.000
Rasionalisasi 1.000
Kompetensi Sumber Daya Manusia 1.000
(Sumber: Data diolah, 2019)

Untuk meringkas analisis, gambar di bawah ini menggambarkan model

estimasi PLS dari model penelitian yang diusulkan. Gambar 4.7 menunjukkan

varian (R2) di konstruk-konstruk dependen dan koefisien-koefisien jalurnya.

Gambar 4.7
Hasil Pengujian Model Struktural

(Sumber: Hasil Output WarpPLS, 2019)

4.3.7 Indeks Kualitas

Setiap bagian dari model membutuhkan validasi model pengukuran,

model struktural, dan keseluruhan model yang dapat diukur dengan nilai

Goodness of Fit (GoF) index. Nilai GoF dalam WarpPLS sebesar lebih dari sama

dengan (>=) 0,1, lebih dari sama dengan (>=) 0,25, lebih dari sama dengan (>=)

82
0,36, menunjukkan bahwa nilai kualitas keseluruhan model kecil, menengah, dan

besar. Dalam penelitian ini, nilai GoF yang dihasilkan dari output WarpPLS

sebesar 1,000, dengan demikian secara keseluruhan model dalam penelitian ini

dianggap fit karena memiliki nilai GoF > 0,36.

4.3.8 Pengujian Hipotesis

Tahap pengujian hipotesis ini dilakukan setelah tahap evaluasi

structural model dilakukan. Tahap ini dilakukan untuk mengetahui apakah

hipotesis penelitian yang diajukan pada model penelitian diterima atau ditolak.

Nilai koefisien jalur yang berada dalam rentang nilai -0,1 hingga 0,1 dianggap

tidak signifikan, nilai yang lebih besar dari 0,1 merupakan nilai yang signifikan

dan berbanding lurus, dan nilai yang lebih kecil dari -0,1 merupakan nilai yang

signifikan dan berbanding terbalik (Hass & Lehner, 2009). Pertimbangan lainnya

adalah dengan menggunakan nilai signifikan, minimal pada α = 0,05, sehingga

dianggap signifikan apabila nilai P value lebih kecil dari 0,05. Oleh karena itu,

hipotesis diterima apabila nilai koefisien jalur lebih besar dari 0,1 dan nilai P lebih

kecil dari 0,05. Tabel 4.9 menunjukkan hasil pengujian hipotesis pada model

penelitian.

Tabel 4.9
Hasil Pengujian Hipotesis Pada Model Penelitian

Hipotesis Path Path P Value Keterangan


Penelitian Coefficient
H1 Mot Fraud 0,292 <0,001 Signifikan
H2 Peng Fraud 1,449 <0,001 Signifikan
H3 Rasio Fraud 0,836 <0,001 Signifikan
H4 SDM Fraud 0,423 <0,001 Signifikan
(Sumber: Data diolah, 2019)

Dalam PLS, pengujian setiap hubungan dilakukan dengan

menggunakan simulasi dengan metode bootstrapping terhadap sampel. Pengujian

83
ini bertujuan untuk meminimalkan masalah ketidaknormalan data penelitian.

Hasil pengujian dengan metode bootstrapping dari analisis SEM PLS sebagai

berikut.

4.3.8.1 Pengujian Hipotesis 1

Hipotesis 1 menyatakan bahwa motivasi berpengaruhterhadap

terjadinya fraud dalam pengelolaan keuangan desa berdasarkan perspektif Fraud

Diamond. Hasil uji terhadap koefisien jalur antara Motivasi dengan Fraud

menunjukkan adanya nilai path coefficient 0,292 lebih besar dari 0,1 dan

signifikan pada α = 0,05, dengan demikian hipotesis 1 diterima.

4.3.8.2 Pengujian Hipotesis 2

Hipotesis 2 menyatakan bahwa pengawasan berpengaruhterhadap

terjadinya fraud dalam pengelolaan keuangan desa berdasarkan perspektif Fraud

Diamond. Hasil uji terhadap koefisien jalur antara Pengawasan dengan Fraud

menunjukkan adanya nilai path coefficient 1,449 lebih besar dari 0,1 dan

signifikan pada α = 0,05, dengan demikian hipotesis 2 diterima.

4.3.8.3 Pengujian Hipotesis 3

Hipotesis 2 menyatakan bahwa rasionalisasi berpengaruhterhadap

terjadinya fraud dalam pengelolaan keuangan desa berdasarkan perspektif Fraud

Diamond. Hasil uji terhadap koefisien jalur antara Rasionalisasi dengan Fraud

menunjukkan adanya nilai path coefficient 0,836 lebih besar dari 0,1 dan

signifikan pada α = 0,05, dengan demikian hipotesis 3 diterima.

4.3.8.4 Pengujian Hipotesis 4

Hipotesis 4 menyatakan bahwa kompetensi sumber daya manusia

berpengaruhterhadap terjadinya fraud dalam pengelolaan keuangan desa

84
berdasarkan perspektif Fraud Diamond. Hasil uji terhadap koefisien jalur antara

Kompetensi Sumber Daya Manusia dengan Fraud menunjukkan adanya nilai path

coefficient 0,423 lebih besar dari 0,1 dan signifikan pada α = 0,05, dengan

demikian hipotesis 4 diterima.

4.3.9 Persamaan Regresi

Nilai path coefficient menunjukkan seberapa kuat pengaruh suatu

variabel terhadap variabel lainnya. Semakin tinggi nilai path coefficient, maka

semakin kuat pengaruhnya. Tabel 4.10 menunjukkan model persamaan regresi

berdasarkan hasil perhitungan nilai path coefficient pada tabel 4.8.

Tabel 4.10
Hasil Persamaan Regresi

Variabel Persamaan Regresi


Fraud 0,292Mot + 1,449Peng + 0,836Rasio + 0,432SDM
(Sumber: Data diolah, 2019)

Dalam persamaan Fraud, variabel Pengawasan dan Rasionalisasi

memiliki pengaruh signifikan terhadap Fraud. Selain itu, perbedaan path

coefficient dapat digunakan untuk mengurutkan variabel berdasarkan pengaruhnya

yang terkuat. Dari nilai path coefficient yang ada, variabel yang memiliki

pengaruh kuat terhadap Fraud adalah Pengawasan, kemudian diikuti

Rasionalisasi, Kompetensi Sumber Daya Manusia dan Motivasi.

4.4 Pembahasan Hasil Penelitian

4.4.1 Pengaruh Motivasi terhadap Terjadinya Fraud dalam Pengelolaan

Keuangan Desa

Berdasarkan pengujian hipotesis, hasil menunjukkan bahwa motivasi

dari aparat desa berpengaruh terhadap terjadinya fraud dalam pengelolaan

keuangan desa. Semakin tinggi motivasi negatif yang dimiliki oleh aparatur desa

85
maka peluang terjadinya fraud dalam pengelolaan keuangan desa semakin tinggi.

Motivasi adalah adanya dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang atau dari

lingkungan sekitar untuk melakukan sesuatu hal. Motivasi dapat berbentuk

motivasi negatif atau motivasi positif. Motivasi negatif ini akan terjadi apabila

seseorang mengutamakan kepentingan pribadi untuk keuntungannya sendiri dan

bahkan akan mengorbankan kepentingan kelompok yang dapat merugikan orang

lain.

Motivasi negatif dari aparat desa yang ada di 21 desa ini terlihat dari

statistik deskriptif menunjukkan rata-rata responden setuju dengan pernyataan

kurang puas terhadap apa yang telah dimiliki termasuk dengan gaji yang didapat,

kebiasaan buruk seperti berjudi atau minum alkohol, dan tekanan saat bekerja.

Hasil pengujian hipotesis ini mendukung hasil penelitian yang

dilakukan oleh Nurul Aini (2017) mengemukakan bahwa motivasi berpengaruh

positif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud) dalam pengelolaan keuangan

desa. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2013) menunjukkan motivasi

dari aparatur pemerintah untuk mencapai tujuan organisasi masih tergolong

rendah, sehingga belum mampu menyelesaikan tugas dengan baik.

4.4.2 Pengaruh Pengawasan terhadap Terjadinya Fraud dalam Pengelolaan

Keuangan Desa

Berdasarkan pengujian hipotesis, hasil menunjukkan bahwa

pengawasan berpengaruh terhadap terjadinya fraud dalam pengelolaan keuangan

desa. Semakin rendahnya pengawasan yang dilakukan terhadap aparatur desa

maka semakin tinggi fraud yang terjadi dalam pengelolaan keuangan desa.

Pengawasan adalah proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan

86
tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan

kinerja yang telah ditetapkan tersebut. Pengawasan dilakukan dengan cara

mengamati kinerja dari aparat desa yang didasarkan dengan adanya standar untuk

ukuran kinerja, adanya informasi yang menjadi sasaran dalam mencapai hasilyang

disampaikan kepada aparat desa dan memastikan bahwa kualitas dalam menilai

suatu pekerjaan dapat tercapai.

Pengawasan yang terkait dengan keuangan daerah/ desa meliputi

kegiatan audit, review, evaluasi, pemantauan, dan bimbingan teknis dalam

pengelolaan APBDesa, sampai dengan pertanggungjawaban pelaksanaan

APBDesayang dilakukan inspektorat kabupaten dan dapat bekerja sama dengan

yang menyelengarakan urusan pemerintah dibidang pengawasan. Oleh karena itu

dalam hal ini, fraudyang terjadi disebabkan oleh lemahnya pengawasan yang

dilakukan baik dari pemerintah yang lebih tinggimaupun masyarakat.

Lemahnya pengawasan terhadap aparat desa yang ada di 21 desa ini

terlihat dari statistik deskriptif menunjukkan rata-rata responden kurang setuju

terhadap pernyataan pengawasan yang dilakukan oleh Camat atas limpahan

Bupati, pengawasan yang dilakukan oleh BPD sebagai wakil masyarakat, dan

pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat sendiri.

Hasil pengujian hipotesis mendukung penelitian yang dilakukan oleh

Wibisono (2017) mengemukakan bahwa adanya penyalahgunaan/ penyimpangan

(fraud) atas pengelolaan dana desa dikarenakan lemahnya pencegahan dan

pengawasan yang dilakukan. Lemahnya pencegahan tersebut terjadi karena tidak

berfungsinya faktor-faktor kunci pencegahan dan pengawasan serta lemahnya

87
partisipasi masyarakat desa dikarenakan ketidaktahuan mereka atas anggaran desa

dalam perencanaan pembangunan desa.

4.4.3 Pengaruh Rasionalisasi terhadap Terjadinya Fraud dalam Pengelolaan

Keuangan Desa

Berdasarkan pengujian hipotesis, hasil menunjukkan bahwa

Rasionalisasi berpengaruh terhadap terjadinya fraud dalam pengelolaan keuangan

desa. Semakin tingginya rasionalisasi yang dilakukan oleh aparat desa maka

semakin tinggi fraud yang terjadi dalam pengelolaan keuangan desa. Rasionalisasi

adalah mekanisme pertahanan yang dianggap sebagai perilaku atau perasaan yang

dijelaskan secara rasional atau logis untuk menghindari penjelasan yang benar.

Rasionalisasi ini bukan merupakan bagian dari motivasi seseorang

untuk melakukan fraud, akan tetapi rasionalisasi diperlukan untuk mencerna

perilaku yang melawan hukum agar tetap mempertahankan jati diri sebagai orang

yang dipercaya. Adapun dalam hal ini ada beberapapembenaran yang dilakukan

oleh pelaku kecurangan yaitu pelaku menganggap hal yang dilakukan merupakan

sesuatu yang wajar/ biasa dilakukan oleh oranglain.

Rasionalisasi dilakukan oleh aparat desa yang ada di 21 desa ini terlihat

dari statistik deskriptif menunjukkan rata-rata responden setuju terhadap

pernyataan hal yang wajar jika pegawai datang terlambat, hal yang wajar untuk

mendapat insentif atau sesuatu yang lebih karena melakukan pekerjaan di luar jam

kerja, dan hal yang wajar membiarkan tindakan buruk dilakukan oleh pegawai

lain.

Hasil pengujian hipotesis mendukung penelitian yang dilakukan oleh

Zulkarnain (2013) menyatakan rasionalisasi yang diproksikan dengan perilaku

88
tidak etis menunjukkan bahwa semakin etis perilaku pegawai instansi

pemerintahan maka akan dapat menekan terjadinya fraud di sektor pemerintahan.

4.4.4 Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia terhadap terjadinya

Fraud dalam Pengelolaan Keuangan Desa

Berdasarkan pengujian hipotesis, hasil menunjukkan bahwa

Kompetensi sumber daya manusia berpengaruh terhadap terjadinya fraud dalam

pengelolaan keuangan desa. semakin rendahnya kompetensi sumber daya manusia

maka semakin tinggi terjadinya fraud dalam pengelolaan keuangan desa.

Kompetensi sumber daya manusia merupakan sebuah kemampuan dan

karakteristik yang dimiliki oleh individu berupa pengetahuan, keterampilan, dan

sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga

individu tersebut dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, efektif, dan

efisien.

Sumber daya yang kompeten dapat diproleh dengan berbagai cara

diantaranya adalah melalui pendidikan formal, pendidikan dan pelatihan,

pengalaman kerja dan lain sebagainya. Hal ini berkaitan dengan kemampuan atau

komepetensi aparatur desa dalam mengelola keuangan desa.Dilihat dari

pendidikan yang masih rendah akan menjadi hambatan dalam

pengelolaankeuangan desa sehingga berpotensi terjadinya fraud dalam

pengelolaan keuangan desa.

Kompetensi sumber daya manusia yang yang kurang oleh aparat desa

yang ada di 21 desa ini terlihat dari statistik deskriptif variabel yang menunjukkan

rata-rata responden kurang setuju terhadap pernyataan telah memiliki tingkat

pendidikan yang cukup sehingga memudahkan saat bekerja, bekerja berdasarkan

89
pedoman, memiliki pengalaman, dan mendapatkan pelatihan untuk menunjang

kemampuan bekerja. Kompetensi sumber daya manusia yang kurang juga terlihat

dari demografi responden menunjukkan 67% aparat desa memiliki tingkat

pendidikan SMA/MK dan 43% aparat desa belum pernah mengikuti pelatihan

tentang pengelolaan keuangan desa.

Hasil pengujian hipotesis mendukung penelitian yang dilakukan oleh

Basurruddin (2014) menyatakan tingkat pendidikan rendah yang dimiliki oleh

aparatur desa menjadi hambatan dalam mengelola keuangan desa sehingga

berpotensi terjadinya fraud.

4.5 Keterbatasan Penelitian

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, keterbatasan penelitian ini

karena dilakukan pada 21 desa dan peneliti menggunakan metode kuantitatif

sehingga peneliti tidak dapat menjelaskan secara rinci dan spesifik tentang

keadaan di setiap desa yang menunjukkan terjadinya fraud.

90
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis terjadinya fraud pengelolaan keuangan desa

berdasarkan perspektif fraud diamond pada desa-desa di kabupaten Kupang, maka

diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Motivasi negatif berpengaruh terhadap terjadinya kecurangan pengelolaan

keuangan desa berdasarkan perspektif Fraud Diamond pada desa-desa di

kabupaten Kupang.

2. Pengawasan berpengaruh terhadap terjadinya kecurangan pengelolaan

keuangan desa berdasarkan perspektif fraud diamond pada desa-desa di

kabupaten Kupang.

3. Rasionalisasi berpengaruh terhadap terjadinya kecurangan pengelolaan

keuangan desa berdasarkan perspektif fraud diamond pada desa-desa di

kabupaten Kupang.

4. Kompetensi Sumber Daya Manusia berpengaruh terhadap terjadinya

kecurangan pengelolaan keuangan desa berdasarkan perspektif fraud

diamond pada desa-desa di kabupaten Kupang.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang dihasilkan dalam penelitian ini maka

saran bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti dengan menggunakan

metode penelitian mix methods yaitu mengkombinasikan antara dua metode

penelitian sekaligus, kualitatif dan kuantitatif sehingga akan diperoleh data yang

lebih komprehensif, valid, reliabel, dan objektif.

91
DAFTAR PUSTAKA

Aini. (2017). Pengaruh Perspektif Fraud Diamond Terhadap Kecenderungan


Terjadinya Kecurangan (Fraud) dalam Pengelolaan Keuangan Desa.
Zulkifli. 2005. Manajemen Sistem Informasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Ed Revisi VI.
Jakarta: Penerbit PT Rineka Cipta.
Atmaja. 2017. Pencegahan Fraud Dalam Pengelolaan Keuangan Desa.
Azhar. 2007. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Basirruddin. (2014). Peran Pemerintahan Desa dalam Pengelolaan Keuangan
Desa Alai Kecamatan Tebing Tinggi Barat Kabupaten Kepulauan
Meranti Tahun 2012 .
Uno. 2007. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksana.
Weiner. (1990). History Of Motivational Research In Education. Journal Of
Educational Psyhology.
Badan Pusat Statistik Jakarta Pusat. 2018. Katalog Statistik Indonesia 2018.
Jakarta Pusat: Badan Pusat Statistik.
Cressey.1953. Others people money, A study in the social psychology of
Embezzlement. Montclair: Patterson Smith.
George. 1999. Understanding and Managing Organizational Behavior. USA.
Addison-Wesley Publishing Company.
Ghozali. 2014. Structural Equation Modeling, Metode Alternatif dengan Partial
Least Square (PLS). Edisi 4. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.
Handoko. 2012. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta:
BPFE.
Nurcholis. 2011. Pertumbuhan dan penyelenggaraan pemerintahan desa. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Harold. 2009. Structure an Function of Communication in Societ.
Henzani. (2013). Pengaruh Moralitas dan Motivasi Penyusun Laporan Keuangan
SKPD terhadap Kecenderungan Kecurangan Laporan Keuangan
Pemko Kota Sawahlunto. Padang: Universitas Negeri Padang.
Hutapea dan Thoha. 2008. Kompetensi Komunikasi Plus: Teori, Desain, Kasus
dan Penerapan untuk HR dan Organisasi yang Dinamis. Jakarta:
Gramedia Pustaka Umum.

92
Imron. 1996. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Pustaka Jaya.
Katalog Badan Pusat Statistik Kabupaten Kupang Dalam Angka 2017.
Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 46 A Tahun 2003 Tentang
Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Jabatan Struktural Pegawai
Negeri Sipil.
Kurniawan. (2013). Pengaruh Moralitas, Motivasi dan Sistem Pengendalian
Intern Terhadap Kecurangan Laporan Keuangan (Studi Empiris pada
SKPD di Kota Solok).
Maman. 2006. ManajemenCetakan keenam Edisi Revisi. Penerbit Aghini.
Bandung.
Manulang. 2004. Manajemen Personalia. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Marliani. 2015. Psikologi Industri dan Organisasi. Bandung: Pustaka Setia.
Marwansyah dan Mukaram. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi
revisi, cetakan kelima. Jakarta: Bumi Aksara.
Maslow. 1954. (Inggris) A. Motivation and Personality. New York: Harper &
Row.
Moeheriono. 2009. Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi: Competency Based
Human Resource Management. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nursani dan Irianto. (2014). Perilaku Kecurangan Akademik Mahasiswa: Dimensi
Fraud Diamond. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013
Tentang Pedoman Pengembangan Sistem Pendidikan dan Pelatihan
Berbasis Kompetensi di Lingkungan Kementrian Dalam Negeri dan
Pemerintahan Daerah.
Siagian. 2002. Kepemimpinan Organisasi & Perilaku Administrasi. Jakarta:
Penerbit Gunung Agung.

Ranupandojo. 1990. Manajemen Personalia. BPFE. Yogyakarta.

Matindas. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia, Lewat Konsep Ambisi,


Kenyataan dan Usaha. Jakarta: Edisi II, Grafiti.
Sanusi. 2011. Metode Penelitian Bisnis. Salemba Empat: Jakarta
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Tamtama. (2014). Akuntabilitas Pengelolaan ADD (Alokasi Dana Desa) di
Kabupaten Madiun Tahun 2013 (Studi Kasus pada Kecamatan Kare).

93
Taufik. 2008. Pengelolaan Keuangan Desa.
Tuanakotta. 2010. Akuntansi Forensik & Audit Investigatif. Salemba Empat:
Jakarta.
Pemerintah Indonesia. 1999. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Sekretariat Negara.
Pemerintah Indonesia. 2003. Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara
Nomor 46 A Tahun 2003 Tentang Pedoman Penyusunan Standar
Kompetensi Jabatan Struktural Pegawai Negeri Sipil.
Pemerintah Indonesia. 2003. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan. Jakarta: Sekretariat Negara.
Pemerintah Indonesia. 2013. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pengembangan
Sistem Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Kompetensi di Lingkungan
Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah.
Pemerintah Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun
2014 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa.
Pemerintah Indonesia. 2014. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang
Desa. Lembaran Negara RI Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5495. Jakarta: Sekretariat Negara.
Pemerintah Indonesia. 2014. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5539. Jakarta:
Sekretariat Negara.
Pena. 2019. Korupsi Dana Desa, 2 Kades di Kabupaten Kupang Segera
Disidangkan, diakses dari http://penatimor.com/2019/03/22, pada 10
Mei 2019.
Warisno. 2008. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jambi.
Tesis. Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.
Weber. 1920. Die rationalen und soziologischen Grundlagen der Musik.
Wibisono. 2017. Mengungkap Fenomena Pengawasan Publik Terhadap Dana
Desa di Kabupaten Madiun.
Widiyanti. 2016. Analisis Elemen Fraud Diamond Dalam Mendeteksi Financial
Statement.

Wilopo. 2006.Analisis faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Kecenderungan


Kecurangan Akuntansi (Studi Pada Perusahaan Publik dan Badan
Usaha Milik Negara Indonesia).

94
Wolfe dan Hermanson. 2004. The Fraud Diamond: Considering the Four
Elements of Fraud.
Yulianah. 2015. Potensi Penyelewengan Alikasi Dana Desa Dakaji Menurut
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 Tentang
Pengelolaan Keuangan Desa.
Zulkarnain, R. M. (2013). Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Fraud
Pada Dinas Kota Surakarta.

95
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Loryana Pinky Wetangterah panggilan Pinky lahir di Kupang pada

tanggal 18 Mei 1997 dari pasangan suami isteri Bapak Romilus Yoscar Fridson

Tallas, SE dan Ibu Yohana Amina Wetangterah. Peneliti adalah anak pertama dari

4 bersaudara. Peneliti sekarang bertempat tinggal di Jalan Timor Raya Km.5 RT

08 RW 04 Kelurahan Kelapa Lima Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang.

Pendidikan yang telah ditempuh oleh peneliti yaitu SD Negeri Kelapa

Lima lulus tahun 2009, SMP Negeri 5 Kota Kupang lulus tahun 2012, SMA

Negeri 2 Kota Kupang lulus tahun 2015, dan mulai tahun 2015 mengikuti

Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Nusa

Cendana sampai dengan sekarang. Sampai dengan penulisan skripsi ini peneliti

masih terdaftar sebagai mahasiswi Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi

dan Bisnis Universitas Nusa Cendana.

96
LAMPIRAN

97
98
KUESIONER PENELITIAN

ANALISIS TERJADINYA FRAUD PENGELOLAAN KEUANGAN DESA


BERDASARKAN PERSPEKTIF FRAUD DIAMOND
PADA DESA-DESA DI KABUPATEN KUPANG

Bapak/ Ibu/ Sdr/ i yang terhormat,

Dalam rangka penelitian skripsi yang berjudul “Analisis Terjadinya


Fraud Pengelolaan Keuangan Desa Berdasarkan Perspektif Fraud Diamond Pada
Desa-Desa Di Kabupaten Kupang”, saya mohon kesediaan Bapak/ Ibu/ Sdr/ i
meluangkan waktu untuk mengisis kuesioner atau pernyataan yang dilampirkan.
Jawaban yang Anda berikan akan sangat membantu penelitian ini, dan kuesioner
ini hanya dapat digunakan apabila sudah terisi.

Perlu peneliti informasikan bahwa seluruh data dan informasi yang


diperoleh dari jawaban atas kuesioner ini semata-mata hanya akan digunakan
untuk kepentingan penelitian akademis. Semua jawaban kuesioner ini juga akan
sangat dijaga kerahasiannya. Atas bantuan, perhatian dan waktu yang Bapak/ Ibu/
Sdr/ i berikan saya mengucapkan terima kasih.

Hormat Saya,

Loryana Pinky Wetangterah


KUESIONER PENELITIAN

Dimohon dengan hormat Bapak/Ibu untuk mengisi identitas secara


lengkap (kecuali untuk nama boleh tidak diisi). Setiap pertanyaan diharapkan
hanya ada satu jawaban untuk menjamin validitas data.

Identitas Responden

1. Nama : .........................................................................................
2. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
3. Usia : ........................... Tahun
4. Tingkat Pendidikan : SD SMP SMA/SMK
D3 S1 Lain-lain ................
5. Jabatan : Kepala Desa Sekretaris Bendahara Kaur .....
6. Masa Kerja : <1 Tahun 1-3 Tahun 3-5 Tahun >5 Tahun
7. Berapa Kali Mengikuti Pelatihan Berkaitan dengan Pelaporan Keuangan Desa
Belum Pernah 1 Kali 2 Kali > 2 Kali
8. Nama Desa : ………………………..................

Petunjuk Pengisian

Berikut ini merupakan pernyataan yang mewakili pendapat-pendapat


umum mengenai kondisi di Pemerintah Desa Bapak/ Ibu/ Sdr/ i untuk mengetahui
seberapa jauh Bapak/ Ibu/ Sdr/ i sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju,
atau sangat tidak setuju terhadap pertanyaan tersebut, dengan memberi tanda
checklist (√) pada pilihan yang tersedia sebagai berikut:

Penilaian: STS: Sangat Tidak Setuju TS: Tidak Setuju


KS: Kurang Setuju S: Setuju SS: Sangat Setuju
Variabel Motivasi STS TS KS S SS
1 Saya merasa kurang puas terhadap apa yang
telah saya miliki
2 Saya cenderung memiliki gaya hidup yang
mewah
3 Saya memiliki kebiasaan berjudi/ minum
alkohol
4 Saya sering mendapat tekanan baik dari desa
maupun luar desa
5 Saya merasa hasil kerja keras saya kurang
dihargai oleh desa tempat saya bekerja
6 Saya merasa kurang puas terhadap gaji yang
saya dapatkan

Variabel Pengawasan STS TS KS S SS


1 Saya berperan penuh dalam mengelola
keuangan desa
2 Saya dan Aparatur desa lainnya saling
mengawasi satu dengan yang lain dalam
pengelolaan keuangan desa
3 Di tempat saya bekerja rutin dilakukan
evaluasi antar aparatur desa untuk
meningkatkan kualitas pelayanan
4 Camat atas limpahan wewenang bupati
secara rutin melakukan pengawasan terhadap
pengelolaan keuangan desa
5 BPD sebagai wakil masyarakat tingkat desa
melakukan pengawasan terhadap kinerja
kepala desa
6 Masyarakat melakukan pengawasan terhadap
pengelolaan keuangan desa melalui
pemantauan pelaksanaan pembangunan desa
dan penyelenggaraan pemerintah desa
Variabel Rasionalisasi STS TS KS S SS
1 Di desa tempat saya bekerja, sering kali
pegawainya diam saja ketika pegawai lain
bertindak merugikan dilingkungan tempatnya
bekerja
2 Di desa tempat saya bekerja hal yang wajar
jika pegawai datang terlambat meskipun
dengan alasan yang tidak jelas
3 Hal yang wajar bagi saya untuk mendapat
insentif saat saya melakukan pekerjaan di
luar jam kerja
4 Di desa tempat saya bekerja hal yang wajar
ketika menggunakan kendaraan instansi
untuk keperluan pribadi
5 Hal yang wajar bagi saya untuk mendapatkan
suatu yang lebih atas apa yang saya lakukan
untuk desa
6 Saya menganggap kecurangan (fraud) yang
dilakukan baik untuk desa.

Variabel Kompetensi Sumber Daya Manusia STS TS KS S SS


1 Saya telah mengerti peran dan fungsi
pengelolaan keuangan desa
2 Saya telah bekerja berdasarkan pedoman
mengenai proses akuntansi yang ada
3 Saya telah mendapatakan pelatihan minimal
1 tahun sekali untuk menunjang kemampuan
bekerja di bidang akuntansi
4 Saya memiliki tingkat pendidikan yang
cukup sehingga memudahkan untuk
menjalankan tugas
5 Saya sudah berpengalaman dibidang
akuntansi, sehingga dapat membantu saya
mengurangi kesalahan dalam bekerja
6 Saya telah menjalankan tugas sesuai dengan
fungsi akuntansi yang sesungguhnya
Variabel Kecenderungan Kecurangan STS TS KS S SS
1 Desa tempat saya bekerja pernah mencatat
tanggal transaksiyang tidak sesuai dengan
waktu transaksi yang sebenarnya
2 Desa tempat saya bekerja pernah melakukan
manipulsi bukti-bukti transaksi dengan
mengubah besarnya nominal
3 Tidak menjadi masalah bagi desa tempat
saya bekerja apabila suatu transaksi memiliki
bukti pendukung yang ganda
4 Desa tempat saya bekerja pernah melakukan
penghapusan, menyembunyikan atau
menghilangkan suatu transaksi
5 Bukan masalah bagi desa tempat saya
bekerja , apabila pencatatan bukti transaksi
dilakukan tanpa otorisasi bagi pihak yang
berwenang
6 Desa melaporkan pengungkapan atas laporan
keuangan yang kurang memadai dan ada
yang ditutup-tutupi
7 Desa tempat saya bekerja melakukan
penilaian kembali atas aset atau pendapatan
yang tidak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku
8 Kecurangan terhadap aset pernah terjadi di
desa tempat saya bekerja
9 Bukan suatu masalah di desa tempat saya
bekerja untuk mendata aset saat diperlukan
saja
10 Pegawai saling bekerja sama untuk
menaikkan anggaran dalam laporan
keuangan tanpa disertai bukti transaksi dan
dokumen pendudkung yang jelas
11 Bukan suatu masalah bagi desa tempat saya
bekerja apabila sisa anggaran dibagikan
kepada pegawai sebagai bonus
12 Menjadi suatu kewajiban di desa tempat saya
bekerja untuk belanja anggaran pada
orang/tempat usaha yang dikenal

Anda mungkin juga menyukai