Anda di halaman 1dari 7

A.

KLASIFIKASI
Autisme dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian berdasarkan gejalanya. Sering kali
pengklasifikasian disimpulkan setelah anak didiagnosa autis. Klasifikasi ini dapat diberikan
melalui Childhood Autism Rating Scale (CARS). Pengklasifikasiannya adalah sebagai
berikut:
1) Autis Ringan
Pada kondisi ini anak autis masih menunjukkan adanya kontak mata walaupun tidak
berlangsung lama. Anak autis ini dapat memberikan sedikit respon ketika dipanggil
namanya, menunjukkan ekspresi-ekspresi muka, dan dalam berkomunikasi dua arah
meskipun terjadinya hanya sesekali.
2) Autis Sedang
Pada kondisi ini anak autis masih menunjukkan sedikit kontak mata namun tidak
memberikan respon ketika namanya dipanggil. Tindakan agresif atau hiperaktif, menyakiti
diri sendiri, acuh, dan gangguan motorik yang stereopik cenderung agak sulit untuk
dikendalikan tetapi masih bisa dikendalikan.
3) Autis Berat
Anak autis yang berada pada kategori ini menunjukkan tindakan-tindakan yang sangat tidak
terkendali. Biasanya anak autis memukul-mukulkan kepalanya ke tembok secara berulang-
ulang dan terus menerus tanpa henti. Ketika orang tua berusaha mencegah, namun anak
tidak memberikan respon dan tetap melakukannya, bahkan dalam kondisi berada di pelukan
orang tuanya, anak autis tetap memukul-mukulkan kepalanya. Anak baru berhenti setelah
merasa kelelahan kemudian langsung tertidur (Mujiyanti, 2011).
DEFENISI
Secara harfiah autisme berasal dari kata autos (diri) sedangkan isme (paham/aliran).
Autisme secara etimologi adalah anak yang memiliki gangguan perkembangan dalam
dunianya sendiri. Beberapa pengartian autis menurut para ahli adalah sebagai berikut:
a. Autisme merupakan suatu jenis gangguan perkembangan pada anak, mengalami
kesendirian, kecenderungan menyendiri. (Leo kanker handojo, 2003)
b. Autisme pada anak merupakan gangguan perkembangan pervasif (DSM IV, sadock dan
sadock 2000)
c. Autisme adalah adanya gangguan dalam bidang Interaksi sosial, komunikasi, perilaku,
emosi, dan pola bermain, gangguan sensoris dan perkembangan terlambat atau tidak
normal. Autisme mulai tampak sejak lahir atau saat masi bayi (biasanya sebelum usia 3
tahun). “Sumber dari Pedoman Penggolongan Diagnotik Gangguan Jiwa” (PPDGJ III)
d. Autisme adalah suatu kondisi yang mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa
balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi
yang normal. Hal ini mengakibatkan anak tersebut terisolasi dari anak yang lain. (Baron-
Cohen, 1993).
Jadi Anak Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi otak yang
bersifat pervasive (inco) yaitu meliputi gangguan kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan
gangguan interaksi sosial, sehingga anak autisme mempunyai dunianya sendiri.
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh informasi tentang Konsep Medis dan Konsep Keperawatan Anak
Berkebutuhan Khusus “Autisme”.
2. Tujuan Khusus
o Konsep Medis Autisme :
a. Memperoleh informasi tentang pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
“Autisme”.
b. Memperolah pengetahuan tentang Etiologi Anak Berkebutuhan Khusus
“Autisme”.
c. Memperoleh pengetahuan bagaimana patofisiologi Anak Berkebutuhan Khusus
“Autisme”.
d. Dapat mengetahui manifestasi klinis Anak Berkebutuhan Khusus “Autisme”.
e. Memperoleh pengetahuan tentang pemeriksaan diagnostik Anak Berkebutuhan
Khusus “Autisme”.
f. Dapat mengetahui penatalaksanaan pada Anak Berkebutuhan Khusus
“Autisme”.
o Konsep keperawanan Autisme :
a. Memperoleh informasi tentang pengkajian pada Anak Berkebutuhan Khusus
“Autisme”.
b. Memperoleh informasi tentang diagnosa keperawatan pada Anak Berkebutuhan
Khusus “Autisme”.
c. Memperoleh informasi tentang intervensi keperawanan pada Anak
Berkebutuhan Khusus “Autisme”.

B. MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah untuk melatih dan menambah
pengetahuan tentang Anak Berkebutuhan Khusus Autisme. Dan diharapkan agar menjadi
acuan mahasiswa/mahasiswi dalam membuat asuhan keperawatan Anak Berkebutuhan
Khusus Autisme. Disamping itu juga sebagai syarat dari tugas mata kuliah Keperawatan
Anak II.

1. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah:
a. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.
b. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
c. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada
diri sendiri.
d. Cara untuk mengakhiri keputusasaan

Selain itu terdapat pula beberapa motif terjadinya bunuh diri, motif bunuh diri
ada banyak macamnya, yaitu:
1. Dilanda keputusasaan dan depresi.
2. Cobaan hidup dan tekanan lingkungan.
3. Gangguan kejiwaan/tidak waras (gila).
4. Himpitan Ekonomi atau Kemiskinan (Harta/Iman/Ilmu).
5. Penderitaan karena penyakit yang berkepanjangan.
a. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang biasanya muncul yaitu:
a. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
b. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
c. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
d. Impulsif.
e. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
f. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
g. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat
dosis mematikan).

A. Rentang Respon

Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang penuh
stress Perilaku bunuh diri berkembang dalam beberapa rentang. Respon adaptif
merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan
yang secara umum berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang
dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh
norma-norma sosial dan budaya setempat. Respon maladaptif antara lain
a. Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis: Individu yang tidak

berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan masalah,


karena merasa tidak mampu mengembangkan koping yang
bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu
mengembangkan koping yang baru serta yakin tidak ada yang
membantu.
b. Kehilangan, ragu-ragu: Individu yang mempunyai cita-cita terlalu
tinggi dan tidak realistis akan merasa gagal dan kecewa jika cita-
citanya tidak tercapai. Misalnya: kehilangan pekerjaan dan
kesehatan, perceraian, perpisahan individu akan merasa gagal dan
kecewa, rendah diri yang semua dapat berakhir dengan bunuh diri.
c. Depresi: Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang
ditandai dengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri
terjadi pada saat individu ke luar dari keadaan depresi berat.
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang langsung ter
d. Bunuh diri adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi.

B. Etiologi Bunuh Diri


2. Faktor Predisposisi
B. Menurut Stuart dan Sundeen (1997), faktor predisposisi DEFENISI
Secara harfiah autisme berasal dari kata autos (diri) sedangkan isme (paham/aliran).
Autisme secara etimologi adalah anak yang memiliki gangguan perkembangan dalam
dunianya sendiri. Beberapa pengartian autis menurut para ahli adalah sebagai berikut:
e. Autisme merupakan suatu jenis gangguan perkembangan pada anak, mengalami
kesendirian, kecenderungan menyendiri. (Leo kanker handojo, 2003)
f. Autisme adalah adanya gangguan dalam bidang Interaksi sosial, komunikasi, perilaku,
emosi, dan pola bermain, gangguan sensoris dan perkembangan terlambat atau tidak
normal. Autisme mulai tampak sejak lahir atau saat masi bayi (biasanya sebelum usia 3
tahun). “Sumber dari Pedoman Penggolongan Diagnotik Gangguan Jiwa” (PPDGJ III)
g. Autisme adalah suatu kondisi yang mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa
balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi
yang normal. Hal ini mengakibatkan anak tersebut terisolasi dari anak yang lain. (Baron-
Cohen, 1993).
Jadi Anak Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi otak yang
bersifat pervasive (inco) yaitu meliputi gangguan kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan
gangguan interaksi sosial, sehingga anak autisme mempunyai dunianya sendiri.
Autisme dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian berdasarkan gejalanya. Sering kali
pengklasifikasian disimpulkan setelah anak didiagnosa autis. Klasifikasi ini dapat diberikan
melalui Childhood Autism Rating Scale (CARS). Pengklasifikasiannya adalah sebagai
berikut:
1) Autis Ringan
Pada kondisi ini anak autis masih menunjukkan adanya kontak mata walaupun tidak
berlangsung lama. Anak autis ini dapat memberikan sedikit respon ketika dipanggil
namanya, menunjukkan ekspresi-ekspresi muka, dan dalam berkomunikasi dua arah
meskipun terjadinya hanya sesekali.
2) Autis Sedang
Pada kondisi ini anak autis masih menunjukkan sedikit kontak mata namun tidak
memberikan respon ketika namanya dipanggil. Tindakan agresif atau hiperaktif, menyakiti
diri sendiri, acuh, dan gangguan motorik yang stereopik cenderung agak sulit untuk
dikendalikan tetapi masih bisa dikendalikan.
3) Autis Berat
Anak autis yang berada pada kategori ini menunjukkan tindakan-tindakan yang sangat tidak
terkendali. Biasanya anak autis memukul-mukulkan kepalanya ke tembok secara berulang-
ulang dan terus menerus tanpa henti. Ketika orang tua berusaha mencegah, namun anak
tidak memberikan respon dan tetap melakukannya, bahkan dalam kondisi berada di pelukan
orang tuanya, anak autis tetap memukul-mukulkan kepalanya. Anak baru berhenti setelah
merasa kelelahan kemudian langsung tertidur (Mujiyanti, 2011).
C. ETIOLOGI

Anda mungkin juga menyukai