Anda di halaman 1dari 59

BAB IV

MODEL ANALITIK DARI FENOMENA ACAK

4.1. VARIABEL ACAK

Dalam ilmu pengetahuan alam dan rekayasa, terdapat banyak fenomena acak

yang berhubungan dengan hasil (outcomes) numeric dari beberapa besaran fisik. Pada

berbagai contoh yang dibahas sebelumnya, kita mengkaji jumlah buldoser yang masih

bisa dioperasikan setelah enam bulan, jangka waktu yang dibutuhkan untuk

menyelesaikan suatu proyek, dan banjirnya suatu sungai diatas tinggi permukaan aliran

rata-rata, yang semuanya memberikan hasil (outcomes) yang dinyatakan secara

numeric. Akan tetapi, kita juga telah melihat beberapa contoh dimana hasilanya tdk

dinyatakan dalam besaran numerik sebagai contoh, keadaan penyelesainya suatu

proyek dalam satu tahun, mampu bertahan atau putusnya suatu rantai, dan tersedianya

pola pengangkutan yang berbeda beda. Peristiwa-peristiwa sejenis seperti yang

terakhir ini juga dapat dinyatkan sebagai numeric dengan menggunakan besaran

buatan (artifisial) untuk setiap peristiwa lain yang munkin; sebagai contoh, ketiga

87
keadaan penyelesain suatu proyek dalam satu tahun pasti (selesai, munkin selesai,

dan pasti tdk selesai) dapat dinyatakan masing- masing dengan angka 1, 2 dan 3.

Dengan perkataan lain, hasil yang munkin dari suatu fenomena acak dapat

dinyatakan secara numeric, baik sebenarnya maupun buatan. Dalam segala hal, suatu

hasil atau peristiwa dapat dinyatakan dengan nilai- nilai suatu fungsi; fungsi yang

demikian adalah variable acak (random variable), yang lazimnya ditunjukkan dengan

huruf besar. Harga ( atau jangkauan harga) suatu variable acak dengan demikian

menyatakan peristiwa tertentu (district); misalnya; bila harga X menyatakan banjir diatas

permukaan rata- rata, maka X > 7 ft menyatakan terjadinya banjir yang melampaui 7 ft,

dan bila y adalah keadaan penyelesaian suatu proyek dalam satu tahun, maka Y = 2

berarti bahwa penyelesaian proyek tersebut dalam waktu satu tahun diragukan.

Ringkasnya variabl acak merupakan suatu alat (yang diolah jika perlu) untuk

menyatakan suatu peristiwa dalam besaran numeric. Oleh karena itu, kita dapat

mengatakan bahwa (X-a), atau (X ≤ b), atau (a < X ≤ b) merupakan suatu peristiwa.

Gambar 4.1 Pemetaan peristiwa-peristiwa ke garis real melalui vaariabel acak X

88
Secara lebih formal, variable acak dapat dipandang sebagai suatu aturan yang

memetakan peristiwa – peristiwa dalam ruang sampel ke suatu garis riel. Pemetaan

tersebut bersifat satu lawan satu ( one to one), juga peristiwa – peristiwa yang saling

eksklusif dipetakan keselang – selang (interval) yang tidak saling bertumpang – tindih

pada garis riel. Peristiwa E1,E2 dan seterusnya dalam Gbr. 3.1 dari ruang sampel s

dipetakan ke garis riel melalui variable acak X; peristiwa – peristiwa ini kemudian dapat

dinyatakan sebgai berikut:

E1 = (a < X ≤ b)

E2 = (c < X ≤ d)

E1 u E2 = (X ≤ a) u (X > d) ; E1E2 = (c < X ≤ b)

Sama seperti ruang sampel yang mendasarinya, suatu variable acak bisa diskrit

atau menerus. Tujuan dan keuntungan dari penyertaan peristiwa dengan besaran

numeric tentunya jelas hal ini akan memungkinkan pernyataan analitik yang mufa dan

penampilan peristiwa dan probabilitasnya secara grafis.

4.1.1. Distribusi Probabilits Variable Acak

Karena harga suatu variabel acak menyatakan suatu pristiwa, maka harga variabel

acak dapat berupa besaraan numeric hanya dalam probabilitas yang bersangkutan atau

ukuran probabilitas. Aturan untuk menyatakan ukuran probabilitas yang berkaitan

dengan semua harga suatu variable acak adalah distribusi probabilitas ( probability

distribution ) atau “hukum probabilitas”.

89
Jika X adalah variable acak, maka distribusi probabilitasnya selalu dapat

dinyatakan dengan fungsi distribusi komulatif ( cumulative distribution function, CDF ),

yaitu

Fx ( x ) ≡ P ( X ≤ x ) untuk semua X* (4.1)

Di sini X merupakan variable acak diskrit jika hanya beberapa harga diskrit x memiliki

probabilitas yang positif.alternatifnya X meupakan variable acak menerus jika ukuran

probabilitas terdefinisi untuk setiap harga x. suatu variable acak juga dapat diskrit dan

menerus sekaligus contoh dari variable acak campuran seperti ini diperlihatkan dalam

Gbr. 3.2c.

Distribusi probabilitas untuk suatu variable acak diskrit X juga dapat dinyatakan

dalam fungsi massa probabilitas (probabilitas mass distribution, disingkat PMF), yang

merupakan fungsi yang menyatakan P ( X = x ) untuk semua x. Dengan demikian, bila

X adalah variable acak diskrit dengan PMF Px (xi) ≡ p (X = xi), maka funsi distribusi

yang bersangkutan adalah

Fx ( x )=P ( X ≤ x )=∑ P ( X =xi )=∑ px (xi) (4.2)


Semua xi ≤ x Semua xi ≤ x

Akan tetapi, jika x bersifat menerus, probabilitas berkaitan dengan selang-selang

(interval) pada garis riel (karena peristiwa didefinisikan sebagai selang pada garis riel);

sehingga pada x tertentu, misalnya X = x, hanya kerapatan probabilitas (density of

probability) lah yang terdifinisikan. Dengan demikian, untuk variable acak menerus,

hukum probabilitas juga dapat dinyatakan n dalam fungsi kerapatan probabilitas

90
( PDF ), sehingga bila fx (x) adalah PDF dari X, maka probabilitas dari X dalam selang (

a,b ) adalah

b
P ( a< X ≤ b ) =∫ fx ( x ) dx (4.3)
a

Fungsi distribusi yang bersangkutan menjadi

x
Fx(x )=P ( X ≤ x ) =∫ fx ( ξ ) dξ (4.4)
−∞

Oleh karena itu, jika Fx (x) memiliki turunan pertama, maka dari pers. 34 diperoleh

dFx ( x)
fx ( x )= (4.5)
dx

Kita mungkin mengulangi bahwa fx (x) bukan merupakan probabilitas; namun, fx (x) dx

= p (x < X ≤ x + dx) adalah probabilitas bahwa harga X dalam selang (x, x + dx).

Perlu ditekankan bahwa sembarang fungsi yang digunakan untuk menyatakan

distribusi probabilitas suatu variable acak harus memenuhi aksioma-aksioma

probabilitas ( lihat pasal 2.3.1). atas alasan ini, fungsi tersebut tidak boleh negative dan

probabilitas yang berkaitan dengan jumlah semua nilai dari variable acak yang mungkin

harus sama dengan 1,0. Dengan perkataan lain, jika Fx (x) fungsi distribusi dari X,

maka fungsi tersebut harus memenuhi sifat-sifat sebagai berikut :

(a) Fx (−∞ )=0 ; Fx (+ ∞ )=1,0

(b) Fx ( x )=0 ,dan menurun selaras dengan x

(c) Adalah menerus dengan x

91
Sebaliknya, fungsi yang memiliki sifat-sifat diatas pasti merupakan fungsi distribusi

komulatif. Sesuai dengan sifat-sifat tersebut dan pers. 3.2 sampai 3.5, PMF dan PDF

adalah fungsi x yang tidak negative,sedankan jumlah probabilitas suatu PMF adalah

1,0, dan luas total yang berada dibawah kurva PDF juga sama dengan 1,0. Contoh-

contoh grafik distribusi probabilitas ditunjukan dalam gbr. 3.2. gambar 3.2 juga

menggambarkan karakteristik distribusi probabilitas secara grafis untuk variable diskrit,

menerus, dan campuran.

Gambar 4.2 Distribusi probabilitas yang pasti

Kita lihat bahwa pers. 3.3 dapat dituliskan sebagai

b a
P ( a< X ≤ b ) =∫ fx ( dx ) dx−∫ fx ( dx )
−∞ −∞

Demikian pula, untuk X yang diskrit, kita peroleh

P ( a< X ≤ b ) =∑ px ( xi )−∑ px (xi)


Semua xi ≤ b Semua xi ≤ a

Dengan demikian, sesuai dengan pers. 3.2 dan 3.4,

92
P ( a< X ≤ b ) =Fx ( b )−Fx ( a ) (4.6)

Contoh 4.1

Sebagai contoh variable acak diskrit, tinjaulah kembali masalah buldoserdalam

contoh 2.1.

Dengan menggunakan X sebagai variable acak yang harga-harganya yang

menyatakan jumlah buldoser yang masih baik setelah 6 bulan, maka peristiwa-peristiwa

dalam ruang sampel S dipetakan (secara alamia) ke harga-harga diskrit garis riel

seperti yang diperlihatkan dalam gbr. E3.1a.

Dengan demikian ( X = 0 ), ( X = 1 ), ( X = 2 ), dan ( X = 3 ) dapat digunakan

untuk untuk meyertakan masing-masing peristiwa yang dinjau.

Jika probabilitas bahwa satu buldoser tetap masih bekerja dengan baik setelah 6

bulan adalah p = 0,8, maka dengan menganggap kondisi-kondisi buldoser secara

statistik bebas satu sama lain (statiscally independent), PMF dari X menjadi

P(X = 0) = (0,2)3 = 0,008

P(X = 1) = 3[0,8(0,2)2] = 0,096

P(X = 2) = 3[(0,8)20,2] = 0,384

P(X = 3) = (0,8)3 = O,512

Sedangkan P(X = x ) = 0 untuk semua harga x lainnya. Hasil-hasil ini dapat

digambarkan secara grafis seperti pada Gbr. E3. 1b. Fungsi distribusi komulatif (CDF)

yang bersangkutan adalah seperti yang ditunjukkan dalam Gbr. E3. 1c .

93
Fungsi PMFdiatas secara analitik merupakan distribusi binomial (lihat pasal

3,2,3) dengan n = 3 dan p = 0,8.

Contoh 4.2

Untuk menjbarkan variable acak menerus, tinjaulah masalah yang diberikan

dalam contoh 2,14. Jika volume lalu lintas dan kondisi jalan sepanjang 100 km hampir

sama, maka kecenderungan kecelakaan secara kasar hamper seragam sepanjang 100

km. jika X adalah variable acak yang harga-harganya menyatakan jarak (dari km 0)

tempat terjadinya kecelakaan, maka PDF dari X akan konstan diantara 0 dan 100 km;

atau

Fx ( x )=c 0 ≤ x ≤100

¿ cPada daerah lainnya

Gambar E4. 1a

94
Gambar E4. 1b PMF dari X

Gambar E4. 1c CDF dari X

Dimana c = 1/100. Secara grafis, fungsi ini ditunjukan dalam gbr. E3. 2a. fungsi

distribusi yang bersangkutan adalah

x
x
Fx ( x )=∫ c dx=cx = 0 ≤ x ≤100
0 100

¿ 1,0 x>100

95
¿ 0 x< 0

Gambar E4. 1a

Yang ditunjukkan dalam gbr. E3. 2b. jadi, probabilitas

Atau, dengan menggunakan pers. 3.6,

P ( 20< X ≤ 35 )=Fx ( 35 ) −Fx ( 20 )

35 20
¿ − =0,15
100 100

96
4.1.2. Penentu- penentu utama dari suatu variable acak

Sifat- sifat cirain probabilitas dari suatu variable acak akan ditentukan

selengkapnya dengan jalan memberikan bentuk dari fungsi distribusi (atau secara

ekivalen, fungsi kerapatan probabilitas atau fungsi massa) dan parameter-parameter

yang bersangkutan. Akan tetapi di dalam praktek, bentuk dari fungsi distribusi boleh jadi

tidak diketahui; sehingga sering diperlukan suatu pendekatan dari suatu variable

acak.Sifat-sifat cirian probababilistik dari suatu variable acak secara pendekatan dapat

dinyatakan dalam besaran-besaran penentu atau besaran-besaran utama; salah satu di

antaranya adalah nilai sentral (central value), dan suatu besaran pengukur penyebaran

dari nilai-nilai. Suatu ukuran kemecengan (skewness measure) juga barangkali penting

dan bermanfaat untuk distribusi yang diketahui tidak simetris.

Selanjutnya, biarpun fungsi distribusi diketahui, besaran-besaran karasteristik

utama tetap berguna untuk memberikan informasi tentang sifat-sifat cirain dari variable

acak yang sangat berguna didalam penerapan praktis. Paramater-parameter dari

distribusi juga dapat dinyatakan sebagai fungsi dari besaran-besaran tersebut atau

sebagai parameter-parameter itu sendiri.

Nilai putaran atau harapan (suatu nilai sentral). Karena terdapat suatu rentang

nilai yang munkin dari suatu variable acak, secara alami kita berminat atas suatu nilai

sampel, seperti misalnya nilai rata-rata (purata). Khususnya , karena masing-masing

nilai dari variable acak dihubungkan dengan probabilitas atau kerapatan probabolitas

yang berebeda-beda, pula diperhatikan suatu cara pengambilan nilai rata-rata dengan

97
system terbobot/pertimbangan (“weighted average”), ini dikenal sebagai nilai purata

(mean value) atau nilai harapan (expected value) dari variable acak.

Oleh karena itu, jika X adalah variable acak yang diksrit dengan PMF px (Xi),

maka nilai rata-rata tertimbang dari variable acak yang ditanyakan dengan E (X), adalah

E( X)=∑ xi px ( xi ) (4.7a)
Semua xi

Dengan cara yang serupa, untuk suatu variable acak yang kontinu (menerus) dengan

PDF fx (x), nilai putarannya adalah


E ( X ) =∫ x fx ( x ) dx (4.7b)
−∞

Harapan matematis (mathematical expectation). Pengertian rata-rata pertimbangan

atau nilai harapan dapat dibuat berlaku umum untuk suatu fungsi dari X. jika diketahui

fungsi g(X), nilai harapannya E[g(X)], yang diperoleh sebagai perumusan umum dari

pers. (3.7),adalah

E [g( X)]=∑ g(xi) px ( xi ) (4.8a)


Semua xi

Untuk variable yang diskrit, dan untuk variable X yang kontinu (menerus)


E [ g ( X ) ]= ∫ g ( x ) fx ( x ) dx (4.8b)
−∞

Di dalam kedua hal diatas, dikenal sebagai ekspektasi matematis dari g (X).

Besaran - besaran lain yang digunakan untuk menyatakan nilai sentral suatu

variable acak termasuk modus (atau nilai modus) dan median.

98
Modus x merupakan nilai yang paling mungkin dari suatu variable acak; artinya

ia merupakan nilai variable acak yang mempunyai probabilitas yang paling besar atau

kerapatan probabilitas yang paling tinggi.

Median merupakan nilai suatu variable acak dimana nilai di atas dan di

bawahnya mempunyai kemungkinan yang sama; Yaitu, jika x m adalah nilai median dari

X, maka

Fx ( xm )=0,50 (4.8b)

Pada umumnya, nilai purata, median dan modus satu variabel acak berbeda satu

sama lain, khususnya bila fungsi kerapatannya tidak simetris. Akankah, bila PDF

(probability density function) adalah simetris dan bermodus tunggal (single mode),

ketiga di atas adalah sama.

Varian dan deviasi standar (ukuran dispersi). Disamping nilai sentral, besaran

terpentingyang berikutnya dari satu variabel acak adalah ukuran dispersi atau

variabilitasnya; Yakni, besaran yang memberikan ukuran mengenai seberapa dekat

nilai-nilai variat mengelompok (atau sebaliknya jauh menyebar) di sekitar nilai sentral.

Secara intuisi, ukuran yang merupakan suatu fungsi dari deviasi nilai sentral. Akan

tetapi, apakah deviasi berada di atas atau di bawah nilai sentral tidaklah begitut penting;

Oleh karena itu, fungsinya harus merupakan fungsi yang genap dari deviasi.

Jika deviasi diukur terhadap nilai purata, maka besaran pengukur rata-rata yang

cocok untuk dispersi adalah varians (variance). Varian dari suatu variabel acak yang

diskrit X dengan PMF px (xi) adalah

Var ( X )=∑ (xi−μx )² px ( xi ) (4.10)


Semua xi

99
Di mana μx ≡ E(X ). Kita lihat bahwa ini merupakan nilai rata-rata tertimbang dari

kuadrat deviasi atau sesuai dengan Pers. 3.8, merupakan harapan matematis dari

fungsi g( X)=(X −μX )² . Oleh karena itu, menurut Pers. 3.8b, jika X adalah kontinu

(menerus) dan memiliki PDF fx (x), maka variansnya adalah


Var ( X )= ∫ ( x−μx )2 fx ( x ) dx(4.11)
−∞

Dengan mengembangkan integrand dalam Pers. 3.11, kita menghasilkan



Var ( X )= ∫ ( x ²−2 μ x x + μx ² ) fx ( x ) dx
−∞

¿ E ( X 2 ) −2 μxE ( X )+ μx ²

Dengan demikian hubungan yang bermanfaat untuk varians adalah

Var ( X )=E ( X 2 )−μ x 2(4.12)

Dalam Pers. 3.12, suku E (x²) dikenal sebagai purata kuadrat (mean-square) dari X
secara dimensional, suatu pengukur dispersi yang lebih mudah adalah akar pangkat
dua dari varians atau deviasi standar (simpangan baku) σ; yaitu

(4.13)

Hanya berdasarkan varians atau deviasi standar saja akan sulit untuk

menyatakan apa- kah penyebarannya besar atau kecil; maka untuk tujuan ini, suatu

pengukur dari dispersi relatif terhadap nilai sentral akan lebih bermanfaat. Dengan

perkataan lain, besar kecilnya dispersi hanya mempunyai arti apabila diukur relatif

terhadap nilai sentral. Untuk alasan ini, koe- fisien variasi (cov) yang diberikan oleh

100
σx
δx= (4.14)
μx

Merupakan pengukuran disperse atau variabilitas tak berdimensi yang lebih disukai dan

lebih mudah.

Contoh 4.4

Seorang kontraktor memiliki catatan pengalaman yang menunjukan bahwa 60%

dari proyeknya yang ada diselesaikan menurut jadwal waktu ynag telah ditentukan. Jika

dokumen prestasi kerja ini menjadi kenyataan, maka probabilitas dari jumlah

penyelesaian dari 6 proyek berikutnya dapat dinyatakan dengan distribusi binomial

(lihat pasl 3.2.3) sebagai berikut :

Jika X adalah jumlah dari proyek yang diselesaikan di antara 6 proyek yang akan

datang, maka

P ( X=x )= 6 ( 0,6 ) ( 0,4 ) x=0,1,2 , … , 6


x 6− x

x()
¿ 0 untuk x lainnya

Di mana

6 = 6!
()
x x ! ( 6−x ) !

Oleh karena itu nilai purata dari jumlah proyek yang diselesaikan sesuai dengan jadual

adalah

6
E ( X ) =∑ x 6 ( 0,6 ) ( 0,4 )
x 6−x

x=0 x ()

101
¿ 1 6 ( 0,6 ) ( 0,4 ) +2 6 ( 0,6 ) ( 0,4 )
5 2 4
()
1 ()
2

+3 6 ( 0,6 ) ( 0,4 ) + 4 6 ( 0,6 ) ( 0,4 )


3 3 4 2

3() 4 ()
+5 6 ( 0,6 ) (0,4)+6 6 ( 0,6 )
5 6

5() 6 ()
¿ 0,03686+2 ( 0,13830 ) +3 ( 0,27640 )

+ 4 ( 0,31110 ) +5 ( 0,18660 ) +6 ( 0,04666 )

¿ 3,60

dengan demikian maka jumlah rata-rata dari di antara ke 6 proyek yang dapat di

selesaikan sesuai jadual berada di antara 3 dan 4.

Varians yang bersangkutam adalah

6
Var ( X )=∑ (x−3,60) ² 6 ( 0,6 ) ( 0,4 )
x=0 x [( )
x 6−x
]
¿(−3,60)² 6 ( 0,4 ) +(−2,60) ² 6 (0,6) ( 0,4 )
6 5

0 () 1 ()
+(−1,60)² 6 ( 0,6 ) ( 0,4 ) +(−0,60) ² 6 ( 0,6 ) ( 0,4 )
2 4 3 3

2 () 3 ()
+(0,4)² 6 ( 0,6 ) ( 0,4 ) ²+(1,40)² 6 ( 0,6 ) (0,4 )
4 5

4() 5()
+(2,40)² 6 ( 0,6 )
6

6 ()
¿ 0,0531+0,2482+0,3539+0,0995

+0,0498+ 0,1626+0,2684

¿ 1,2355

Dengan demikian deviasi standarnya adalah

102
σx= √ 1,2355=1,11

Dan koefisien variasi (COV) adalah

σx 1,11
δx= = =0,308
μx 3,60

Dalam hal ini, X = 4 mempunyai probabilitas yang paling tinggi; jadi modusnya adalah

4.

Ukuran kemencengan (skewness). Suatu sifat khusus dari variable acak yang

berguna adalah sifat kesimetrisan atau tidak adanya kesimetrisan dari distribusi

probabilitas, dan derajat serta arah yang bersangkutan dari ketidak simetrisan. Ukuran

dari ketidaksimetrisan atau kemencengan ini adalah momen sentral yang ketiga (third

central moment). Atau


E ( X −μX )3=∑ ( xi−μx )3 px ( xi ) untuk X yang diskrit
all xi

Dan


E ( X −μX ) =∫ ( x −μx )3 fx ( x ) dx untuk X yang menerus
3

−∞

Perhatikan bahwa E( X−μx)³ adalah nol bila distribusi probabilitas simetris terhadap ;

kalau tidak nilainya boleh jadi positif bila nilai-nilai dari X yang lebih besar dari μx lebih

tersebar dari penyebaran X < μx, dan atau negatif untuk yang sebaliknya. Dengan

demikian, kemencengan suatu variable acak dapat dinyatakan sebagai positif atau

negatef sesuai tanda dari momen ketiga E( X < μx)³ ; besarnya momen ketiga ini

103
memberikan derajat kemenengan yang bersangkutan. Sifat-sifat ini di gambarkan

dalam Gbr. 3.3.

Suatu ukuran yang tak berdimensi dari kemencengan adalah koefisien

kemencengan (skewnee coefficient)

E (X−μX ) ³
θ= (4.15)
σ ³x

Analogi dengan sifat-sifat permukaan. Nilai purata dan varians bersesuaian dengan

masing-masing dengan jarak titik sentral dan terhadap sentral dari suatu permukaan.

Untuk menggambarkan hal ini, tinjaulah satu unit permukaan yang mempunyai bentuk

umum seperti terlihat dalam gbr. 3.4.

Jarak titik sentral x0 dari permukaan adalah

∫ xf ( x ) dx ∞
(4.16)
−∞
x o= =∫ xf ( x ) dx
luas −∞

Yang juga merupakan momen pertama dari permukaan yang tidak beraturan terhadap

titik awal 0. Momen inersia terhadap sumbu vertikal yang melalui titik sentral adalah


I y =∫ ¿ ¿(4.17)
−∞

104
Gambar 4.3 ketidaksimetrisan PDF

Dengan membandingkan pers. 3.7b dan 3.11 masing-masing dengan pers. 3.16

dan 3.17, kita lihat bahwa nilai purata adalah ekivalen dengan jarak titik sentral,

sedangkan variansnya adalah ekivalen dengan momen inersia dari permukaan

terhadap garis vertikal lewat titik sentral (titik pusat).

Gambar 3.4 suatu permukaan yang tidak beraturan

105
Dalam hal ini, kita dengan demikian dapat mengacu pada nilai purata sebagai

momen pertama (first moment), dan varians sebagai momen kedua (terhadap pusat)

(second moment) dari suatu variabel acak. Secara lebih umum, dengan memperluas

pengistilahan diatas, kita akan menambahkan


E ( X )=∫ x n fx ( x ) dx
n
(4.18)
−∞

Sebagai momen ke n dari X.

FUNGSI PEMBENTUK MOMENT DAN KARAKTERISTIK

Gambaran aproksimasi suatu variabel acak (baca dalam Pasal 3.1.2) dapat

disempurnakan dengan mengetahui momen yang ordenya lebih tinggi. Jika semua

momen suatu variabel acak diketahui, maka distribusi probabilitasnya juga akan dapat

ditentukan. Ini berarti suatu fungsi dengan mana semua momen dapat berganti salah

satu cara alternatif untuk menentukan hukum probabilitas dari suatu variabel acak;

fungsi yang demikian dinamakan fungsi pembentuk momen (characteristic function).

Bentuk kompleks dari fungsi ini dinamakan fungsi karakteristik (characteristic function).

Fungsi pembentuk momen dari suatu variable acak X, yang dinyatakan dengan

Gx (s), didefinisikan sebagai nilai harapan dari e sx ; yaitu

G X ( s) ≡ E (e sX ) (4.19)

Di s adalah suatu variabel tambahan atau deterministik.

Dengan demikian, jika X mempunyai fx (x) sebagai PDF, maka fungsi

pembentuk momen yang bersankutan adalah

106

G X ( s )= ∫ e sx fx ( x ) dx (4.20 a)
−∞

Sedangkan jika X adalah diskrit dengan PMF



G X ( s )= ∑ e sxi px (xi)( 4.20 b)
all xi

Dari pers. 3.20a kita lihat bahwa



dG X ( s ) ¿
|
ds s=0 −∞ X
= ∫ x f ( x ) dx

Sehingga

dG X ( s )
=E ( X ) , yaitu hargaekspektasi dari X .
ds

Dengan cara yang serupa

d2GX (0 ) ∞ 2
2
= ∫ x f X ( x ) dx=E( X 2)
ds −∞

Dan umumnya

dnG X ( 0) ∞ n
n
=∫ x f X ( x ) dx=E ( X n ) (4.21)
ds −∞

Dengan demikian momen ke – n dari suatu variabel acak diperoleh dari turunan ke – n

fungsi pembentuk momen yang dihitung pada s = 0.

Juga dapat ditunjukkan bahwa varians diberikan oleh

d2
Var ( X S )= ¿ G X (0)( 4.22)
ds 2

107
Pasal ini disajikan di sini hanya untuk pendefinisian matematis; bahan tidak dapat

diperlukan bagi pengertian dari isi selanjutnya dari buku ini.

Fungsi karakteristik dari X didefinisikan sebagai

∅ X ( s ) ≡ E ( e isX ) =G X (is)(4.23)

Di mana i=√ −1 . sehingga


∅ X ( s ) =∫ eisx fx ( x ) dx(4.24 a)
−∞

Atau


∅ X ( s ) =∑ e isx Px (x j )(4.24 b)
all x j

Jika diingatkan di dalam fungsi karasteristik, momen ke – n dari X diberikan oleh

n
n 1 d ∅ X (0)
E( X )= (4.25)
i n ds n

Sedangkan hubungan khusus untuk varians diberikan oleh

1 d2
Var X = 2 2 ∈∅ X (0)(4.26)
( )
( i ) ds

4.2. DISTRIBUSI PROBABILITAS YANG PENTING

Fungsi manapun yang memiliki semua sifat khusus yang dibahas sebelumya (dalam

pasal 3,1) dapat digunakan untuk menggambarkan distribusi probabilitas dari suatu

108
variable acak.Akan tetapi, terdapat sejumlah fungsi yang diskrit dan kontinu (menerus)

yang khususnya bermanfaat oleh karena salah satu atau beberapa alasan yang berikut:

(1) fungsi tersebut merupakan hasil dari suatu proses terbatas; dan (3) fungsi itu secara

umum dikenal luas dan informasi statistik yang diperlukan (termasuk tabel probabilitas)

tersedia secara luas. Beberapa dari fungsi distribusi ini berikut sifat-sifat yang khusus

diberikan di dalam pasal ini.

4.2.1 Distribusi normal

Barangkali distribusi normal (normal distribution) merupakan distribusi probabilitas yang

paling terkenal dan paling umum dipakai, dan juga dikenal sebagai distribusi Gauss

(Gaussian distribution). Distribusi normal memiliki fungsi kerapatan probabilitas yang

diberikan oleh

2
1 −1 x−μ
fx ( X )=
σ √2 π [ ( )]
exp
2 σ
−∞< x< ∞(4.27)

Dimana ʋ dan σ adalah parameter distribusi, yang juga masing-masing merupakan nilai

purata (mean value) dan deviasi standar dari variat. Kita akan menggunakan notasi

singkat N (ʋ, σ) distribusi ini.

109
Gambar 4.5 fungsi kerapatan distribusi normal standar

Distribusi normal standar. Distribusi Gauss dengan parameter ʋ = 0 dan σ = 1,0

dikenal sebagai distribusi normal standar (standard normal) dan dinyatakan dengan N

(0,1). Dengan demikian fungsi kerapatan adalah

2
1
1 −( 2 ) s
fs ( s ) = e −∞< x< ∞ (4.27 a)
√2 π

Gambar dari beberapa fungsi kerapatan dari N (0,1) diberikan dalam Gbr. 3.5;

probabilitas total untuk sejumlah deviasi standar tertentu dari nilai (yang nol) juga

110
diberikan dalam gambar ini. Perhatiakn bahwa fungsi kerapatan dari fungsi N (0,1)

adalah simetris terhadap nol.

Karena penggunaanya sangat luas, maka suatu notasi khusus ɸ (s) lazimnya

dipakai untuk menyatakan fungsi distribusi dari variat normal standar (standar normal

variate) S; yaitu ɸ (s) = Fs (s), dimana mempunyai distribusi N (0,1). Dengan mengacu

kepada Gbr. 3.6, kita mempunyai

ɸ( s p )= p

Sebaliknya, nilai dari variat normal standar pada suatu probabilitas komulatif p akan

dinyatakan sebagai

s p=ɸ−1 ( p)

Notasi ini akan digunakan dalam seluruh buku ini.

Fungsi distribusi N (0,1) yaitu ɸ (s), ditabulasikan secara luas sebagai tabel dari

probabilitas normal- misalnya, dalam tabel A.1 dari Lampiran A. Perhatikan dari tabel

A.1 bahwa probabilitas diberikan hanya untuk nilai nilai variat yang positif. Ini

disebabkan oleh sifat khas kesimetrian dari PDF normal standar terhadap titik nol,

probabilitas untuk nilai – nilai variat yang negative dapat diperoleh sebagai

ɸ (−s )=1−ɸ ( s ) (4.27 b)

Dengan alasan yang serupa, nilai-nilai s yang bersesuaian untuk p<0,5 dapat diperoleh

sebagai

111
s=ɸ−1 ( p )=−ɸ−1 ( 1− p ) ( 4.27 c)

Dengan menggunakan tabel dari ɸ (s) probabilitas (kemungkinan) dari distribusi

normal lainnya dapat ditentukan sebagai berikut. Misalakanlah suatu variat normal X

dengan distribusi N (ʋ,σ); probabilitasnya

b 2
1 −1 x−μ
P(a< X ≤b)= ∫
σ √2 π a
exp
2 σ[ ( )] dx

Jelaslah bahwa ini merupakan luas daerah dibawah kurva normal diantara a dan b,

seperti yang diperlihatkan dalam Gbr. 3.7. secara teoritis, probabilitas yang diinginkan

dapat diperoleh secara langsung dengan menghitung integral tersebu; namun ini juga

dapat juga dilakukan dengan melalukan variable berikut ini

x−μ
s= dan dx=σ ds
σ

Gambar 4.7 PDF untuk N( μ , σ )

112
Maka

b− μ
( )
σ
1 2

P ( a< X ≤ b ) = ∫ e−(1 /2 ) s σ ds
σ √2 π a− μ
( )
σ

b− μ
( )
σ
1 2

¿ ∫ e−( 1/ 2) s σ ds
√2 π (
a− μ
)
σ

Yang dapat dikenal sebagai luas dari fungsi kerapatan normal standar diantara (a−μ)/σ

dan (b−μ)/σ dan dengan demikian, sesuai dengan pers.3.6, dapat juga ditentukan

sebagai

P ( a< X ≤ b ) =ɸ ( b−μ
σ )−ɸ(
a−μ
σ )
( 4.28)

CONTOH 3.8

Misalnya curah hujan tahunan mempunyai distribusi log-normal dengan nilai

purata dan deviasi standar yang sama, yaitu masing-masing 60 dan 15 inci. Jawab lah

pertanyaan yang diajukan

Pertama – tama , kita tentukan parameter λ dan ᶉ sebagai berikut. Dengan


menggunakan Pers. 3.32a.

15
ᶉ≈ = 0,25
60

dan persamaan. 3,31

1
λ = In 60 - h ( 0,25 )2 = 4,09 -0,30 = 4,06
2

113
(a) Dalam hal ini, probabilitas bahwa curah hujan tahunan akan berada
diantara 40 dan 70 inci adalah

P ( 40 < X ≤ 70) = ɸ ( ¿ 70−4,06


0,25 ) −¿ ɸ (
¿ 40−4,06
0,25 )

= ɸ ( 0,75 ) - ɸ ( −1,48 ¿

= 0,773373 – 0,069437 = 0,7039

(b) Probabilitas bahwa curah hujan tahunan besarnya paling tidak 30 inci
adalah

P ( X ≥ 30 ) = 1 - ɸ ( ¿ 30−4,06
0,25 )

= 1 - ɸ ( - 2,64 ) = 0,9958

(c) Curah hujan tahunan yang 10-persentil aadalah

ɸ ( Inx ,₁₀0,25₋ 4.06 ) = 0,10


¿ x , ₁₀−4,06
= −1,28
0,25

In x,₁❑0 = 4,06 – 1,28 ( 0,25 )=3,74

X,₁₀ = e3,74 = 42,10 in.

4.2.2. Deret Bernouli Dan Distribusi Binomial

Permasalahan yang dihadapi para insinyur dan perencana rekayasa kadang – kadang
membutuhkan penelaahan kemungkinan terjadi dan terulang kembalinya suatu
peristiwa dalam suatu rangkaian ‘’percobaan’’ yang berulang – ulang. Misalnya, dalam
menata armada peralatan konstruksi untuk suatu proyek, Kondisi suatu peralatan
selama berlangsungya proyek akan berpengaruh pada penentuan besarnya armada;

114
sedangkan dalam perencanaan system pengendalian banjir untuk suatu sungai, aliran
tahunan maksimum pada sungai tersebut selama beberapa tahun secara berturut –
turut merupkan hal yang penting dalam penentuan banjir rencana. Pada kasus seperti
ini, kondasi operasional pada setiap alat, dan aliran maksimum pada setiap sungai
tersebut setiap tahun relative terhadap tingkat banjir tertentu, membetuk percobaan
( trial ). Masalah seperti ini juga bersifat sedemikian rupa hingga hanya dua macam
kesudahan ( hasil ) yang dapat terjadi pada setiap percobaan, yaitu, terjadi
( monoccurence ) nya suatu peristiwa setiap alat bisa berfungsi atau tidak berfungsi
selama pengerjaan proyek ; setiap tahun, aliran maksimum sungai tersebut bias
melampaui atau tidak melampaui tingggi banjir terentu.

Persoalan yang termasuk jenis yang disebutkan diatas dapat dimodelkan dengan
deret Bernoulli ( Bernoulli sequence ), yang didasarkan pada asumsi –asumsi berikut.

1 Setiap percobaan hanya mempunyai dua hasil yang mungkin : terjadi atau tidak
terjadinya suatu peristiwa.
2 Probilitas terjadinya suatu peristiwa tersebut pada setiap prcobaan bernilai
konstan.
3 percobaan – percobaan secara statistik bebas atau sama lain.

Dengan demikian, dalam contoh yang disebutkan diatas, bila kondisi operasional antara
alat – alat bebas satu sama lain secara statistik dan bila probelitas rusaknya setiap alat
adalah sama, maka kondisi keseluruhan armada peralatan membentuk deret Bernoulli.
Demikian pula, jika banjir – banjir maksimum tahunan adalah bebas secara statistik,
dan probelitas banjir tahunan untuk melampaui tinggi banjir tertentu pada setiap tahun
adalah tetap, maka banjir maksimum tahunan akan maksimum selama beberapa tahun,
juga merupakan deret Bernoulli ( Bernoulli sequence ).

Distribusi binominal. Jika probelitas terjadnya suatu peristiwa dalam setiap


percobaan adalah P ( dan probalitas tidak terjadinya adalah 1 – P ), maka probalitas
terjadinya x kali diantaranya n percobaan dalam deret Bernoulli oleh PMF binomial
berikut :

115
P(x=x ) ( nx) p× ( 1 – P ) n-x

Di mana n dan p adalah parameter, dan ( nx) = n ! / [ x ! ( - x ) ] adalah koefisien binomial


( lihat lampiran B ). PMF untuk distribusi seperti ini dengan p = 0,80 dan n = 3 telah
dijabarkan sebelumnya ( Contoh 3,1 ).

Kita lihat bahwa probilitas untuk mengalami suatu barisan yang khusus dari
terjadinya x kali peristiwa diantaranya n percobaan adalah p x ( 1 – p )n- x . Akan tetapi
deretan khusus dari percobaan – percobaan dalam mana suatu peristiwa bias terjadi x
kali dapat dipermutasikan diantara n percobaan, sehingga jumlah deretan tertentu

dengan jumlah kejadian x adalah ( nx) misalnya, jika ada x kerusakan diantaa suatu
armada yang terdiri dari n peralatan, maka x kerusakan dapat diperoleh dalam (ux )
deretan yang berlainan. Dengan demikian kita diperoleh Pers. 3.35.

Gambar E4.9a Gambar E4.9a

Misalkan suatu proyek jalan raya menggunakan lima mesin grader. Umur
operasional mesin – mesin ini, T, diketahui mempunyai distribusi log- normal dengan
umur purata 1500 jam dan COV sebesar 30% ( lht gmbr E3.9a). diantara kelima mesin
yang dipakai tersebut, berapaka probabilitas bahwa dua diantaranya tidak berfungsi
dalam jangka waktu operasional yang lebih kecil dari 900 jam? Misalkanlah kondisi
mesin – mesin tersebut secara statisktik adalah bebas.

116
Setiap mesin bisa berfungsi atau tidak setelah dipakai 900 jam. Probabilitas
kerusakan dalam jangka waktu ini dapat ditentukan sebagai berikut.

ζ ≈ 0,30

1
λ= In 1500 - ( 0,3 )2 = 7,27
2

Jadi probabilitas rusaknya satu mesin dalam 900 jam ( lht gbr. E3. 9a ) adalah

¿ 900−7,27
P = P (T < 900 ) = ɸ ( ¿
0,30

= ∅( -1,56 ) = 0,0594

Untuk kelima mesin yang diambil secara bersama, umur operasional yang
sebenarnya dapat dibayangkan seperti yang terlihat dalam Gbr, E3. 9b. Seperti yang
diperlihatkan dalam Gbr.E3.9b, mesin 1 dan 4 mempunyai umur yang lebih pendek dari
900 jam. Probabilitas bahwa mesin 1 dan 4 akan rusak ( mala fungsi ) dalam 900 jam
sementara mesin 2,3 dan 5 masih tetap bekerja adalah p 2 ( 1-p)3. Akan tetapi keruskan
dapat terjadi terhadap dua dari kelima mesin ; jika X adalah mesin yang rusak dalam
900 jam,

P(x = 2) (52)(0,0594) (0,9406)


3 3

5!
= ( 0,0594)3(0,9406)3
2! 3 !

= 0,0294

Probabilitas kerusakan ( mala fungsi ) diantaranya ke lima mesin ( yaitu,


kerusakan dari paling tidak satu mesin ) adalah

P(x ≥ 1 ) = 1 – p( x =0 )

= 1 – ( 0,9406)5 = 0,2638

117
Sekalipun ia sangat sederhana, model bernoulli sangat berguna di dalam banyak
penerapan rekayasa. Permasalahan rekayasa yang menyangkut keadaan yang
mempunyai hanya dua alternatif kemungkinan adalah cukup besar jumlahnya.
Disamping contoh yang diberikan di atas, beberapa masalah yang mrnyangkut sifat di
atas dapat diberikan sebagai berikut. Dalam sejumah rentetan pemboran tanah, setiap
pemboran jadi boleh menemukan atau tidak menemukan batu besar; dalam pencatatan
kualitas harian dari air sungai di bagian hilir suatu kompleks industri, air yang diperiksa
boleh jadi memenuhi atau tidak memenuhi standar pengendalian pencemaran; bagian –
bagian terpisah yang dibuat dalam jalur perakitan akann lulus atau tidak lulus dari
pemeriksaan mutu; Dan suatu stasium pembangkit tenaga nuklir mungkin diserang atau
tidak diserang oleh angin topan dalam waktu satu tahun. Untuk keadaan yang berulang
di dalam setiap persoalan di atas, kita mendapatkan deret Bernoulli.

Harus diterapkan juga bahwa didalam memodelkan persoalan dengan deret


Bernoulli, setiap percobaan individu harus diskrit. Akan tetapi, beberapa persoalan
tertentu dapat dimodelkan ( paling tidak secara pendekatan ) dengan deret Bernoulli.
Misalnya, persoalan yang menyangkut waktu dan ruang, yang umumnya adalah
menerus, dapat dideret dengan Bernoulli dengan jalan membagi – bagi waktu ( atau
ruang ) atas selang – selang yang hingga dan mengenal hanya dua macam
kemungkinan jadi setiap selang ; apa yang terjadi setiap waktu pada setiap selang
dengan demikian membentuk suatu percobaan, dan sederetan selang membentuk
deret Bernoulli. Sebagai contoh tinjaulah contoh berikut.

CONTOH 4.10

Dalam merencanakan system pengendalian banjir untuk suatu sungai, kita perlu
memerhatikan banjir maksimum tahunan dari sungai tersebut. Misalkan bahwa
probabilitas dari banjir maksimum tahunan yang melewati suatu tinggi desain yang
ditentukan ho adalah tetap 0,10; berapa probabilitasnya bahwa ketinggian ho akan
dilewati sekali dalam lima tahun yang berikutnya ?

Dalam hal ini, kita lihat bahwa dalam selang waktu alami adalah satu tahun, dan
dalam setiap tahun hanya ada satu banjir maksimum yang melewati atau tidak melewati

118
tinggi ho . Dengan itu, deretan dari banjir tahunan dapat dimodel sebagai deret
Bernoulli. Selanjutnya, dengan mengasumsikan bahwa h o cukup tinggi sehingga tidak
mungkin dilewati dari lebih satu kali setiap tahun, maka jumlah dari pelampauan tinggi
ho mempunyai distribusi binomial. Atas dasar ini jika X adalah jumlah dari pelampauan
ho dalam lima tahun berikutnya, maka kita dapatkan.

P(x=1)= (51 ) ( 0,1 ) ( 0,9 ) = 0,328


1 4

Probabilitas bahwa hanya aka nada satu pelampauan dari h o ( yaitu, satu atau
tidak ada ) dalam lima tahun berikut adalah.

P(X≤1)=P(X=0)+P(X=1)

= (50 ) ( 0,1 ) O
( 0,9 )5 + (51) ( 0,1 ) ( 0,9 )
1 4

= 0,590 + 0,328 = 0,918

4.2.3. Distribusi geometrik

Dalam satu deret Bernoulli, bayaknya percobaan sampai terjadinya suatu peristiwa
tertentu pada pertama kalinya, ditentukan oleh distribusi geometrik ( geometric
distribution ). Kita amati bahwa bila kejadian yang pertama kali dari suatu peristiwa
diperoleh setelah pencobaan yang ke -1 kali, maka peristiwa ini harus tidak terjadi pada
( t – 1 ) percobaan yang terdahulu. Oleh karena itu jika T adalah variabel acak yang
bersangkutan maka

P ( T = t ) pq t - 1 t = 1,2,,,,,,,,,, ( 4,36 )

Yang dikenal sebagai distributor geometric

Periode ulang ( return period ). Didalam persoalan yang menyangkut waktu ( atau
ruang ) dan yang dimodl sebagai model Bernoulli, jumlah selang dari waktu ( atau
ruang) suatu peristiwa untuk pertama kalinya disebut waktu kejadian pertama ( first
0ccurrence time ).

119
Kita lihat jika percobaan-percobaan (atau selang-selang) dalam deretan adalah
bebas secara statistic, maka waktu kejadian pertama harus juga merupakan waktu
antara dua kejadian yang berturutan dari peristiwa yang sama; yaitu kejadian ulang
(recurrence time) adalah sama dengan waktu kejadian pertama.

Waktu kejadian ulang dalm deret Bernoulli, juga mempunyai suatu distribusi
geometric; waktu kejadian ulang putara, yang secara popular dikenal di dalam rekayasa
sebagai periode ulang (return period), oleh karena itu adalah


Ť =E ( T )=∑ t . p qt −1= p(1+2 q+3 q 2+ …)
t=1

Untuk q <1,0, deret tak hingga dalam tanda kurang memberikan

1
¿¿

Sehingga

1
Ť=
P
(4.37)

Karena itu persamaan 3.37 berarti bahwa secara rata-rata waktu di antara dua kejadian
yang berturutan dari suatu peristiwa adalah sama dengan kebalikan dari probabilitas
peristiwa dalam satu satuan waktu. Perlu ditekankan waktu di balik hanyalah lama rata-
rata di antara peristiwa-peristiwa, dan tidak boleh dianggap sebagai waktu yang
sebenarnya diantara kejadian-kejadian; Waktu yang sebenarnya adalah T yang
merupakan suatu variabel acak.

CONTOH 4.11

120
suatu menara radio pemancar didisain terhadap suatu ''angin 50 tahunan”, yaitu,
kecepatan angin yang mempunyai periode balik 50 tahun.

(a) Berapakah probabilitasnya bahwa desain kecepatan angin dilewati untuk


pertama kalinya pada tahun ke lima setelahselesainya bangunan tersebut?

Dalam kasus ini, probabilitas (kemungkinan. …) untuk mengalami angina 50-


tahunan di dalam satu tahun yang mana saja adalah p=1 /50=¿0,02. Probabilitas
yang ditanyakan adalah

P= (T =5 )=( 0,02) ¿

(b) Berapakah probabilitas bahwa kecepatan yang demikian akan terjadi dalam
5 tahun setelah selesai proyek ?

P ( T ≤5 )=( 0,02) ¿

¿ 0,02+0,0192+0,0188+0,0184

¿ 0,096

Dapat dipahami bahwa ini sama dengan kejadian dari palin tidak paling tidak satu angin
50-tahunan dalam 5 tahun sehingga probabilitas yang ditanyakan juga dapat diperoleh
sebagai 1−¿.

Akan tetapi , hal di atas berbeda dari terjadinya tepat satu angin 50-tahunan dalam 5

tahun; Probabilitasnya dalam hal ini adalah ( 51 ) (0,02)¿


CONTOH 4.12

suatu struktur lepas pantai dirancang (didisain) untuk tinggi 8 m di atas muka air
laut purata. Tinggi ini bersesuaian dengan probabilitas 10% akan dilalui oleh ombak laut
dalam satu tahun. Berapakah probabilitasnya bahwa struktur tersebut akan mengalami
ombak yang Lebih dari 8 m dalam periode ulang dari tinggi ombak rencana ?

Periode ulang dari disain ombak adalah

121
1
T= tahun
0,010

Gambar E4.12

Sehingga

P ( H> 8 mdalam 10 tahun ) = 1– ¿

¿ 0,6513

Jika diasumsikan bahwa bila struktur itu mengalami ombak yang melebihi tinggi
disain, terdapat probabilitas 20% maka struktur itu akan rusak, berapakah probabilitas
kerusakan Dari struktur itu dalam 3 tahun?

Probabilitas ini harus memperhitungkan bahwa bole jadi ada 0, 1, 2 atau 3


pelampauan dalam 3 tahun, dengan mengasumsikan bahwa cenderung untuk
terjadinya lebih dari satu kali ombak yang demikian, dapat diabaikan. Selanjutnya,
asumsikanlah bahwa kerusakan struktur akibat lebih dari satu pelampauan adalah
bebas secara statistic. Jadi menurut teori probabilitas total,

P (tidak ada kerusakan dalam 3 tahun) = 1,00 ¿

+0,80 ¿

+¿

122
+¿

¿ 0,9412

Oleh karna itu

P (kerusakan dalam 3 tahun) = 0,0588

Perhatikan sekarang bahwa probabilitas terjadinya suatu peristiwa dalm periode


balik Ť adalah

P ( tidak terjadi dalam Ť ) ¿ ¿

Dimana p = 1 / Ť. Dengan mengembangkan diatas dengan teori binomial, rumus di atas


memberikan

Akan tetapi untuk Ť yang besar (atau p yang kecil), besaran diatas akan mendekati
e−Ť p . Jadi untuk Ť yang besar,

P ( tidak dalam Ť ) ≅ e−Ť p =e−1=0,368

Sehingga

F ( terjadi dalam Ť ) ≅ 1−0,3368=0,632 untuk Ť besar

Dengan perkataan lain, untuk satu peristiwa yang jarang ( yaitu Ť yang besar),
probabilitas terjadinya peristiwa dalam periode ulang adalah selalu 0,632. Ini
merupakan suatu aproksimasi yang bermanfaat walaupun untuk periode ulang yang
tidak selalu besar; misalnya untuk Ť = 10 (satuan waktu)

10
1
(
P ( terjadi dalam Ť ) = 1− 1−
10 ) =0,651
Yang menunjkan bahwa kesalahan dalam pendekatan diatas lebih kecil dari 3%,

123
3.2.4. Distribusi binomial negatif

Kita melihat bahwa distribusi geometric adalah hukum probabilitas yang mengatur
jumlah percobaan (atau satuan waktu) sampai terjadinya pertama kali suatu peristiwa di
dalam deret bernowli. Waktu sampai terjadinya yang berikutnya dari peristiwa yang
sama diatur oleh distribsi binomial negatif. Artinya, yaitu T K adalah jumlah percobaan
yang terjadian kdari peristiwa di dalam sederetan percobaan Bernoulli, maka

P ( T K =t ) = t−1 p K q t−k untuk t=k , k +1 , … .


( )
k−1

¿0 untuk t <k

Jika kejadian yang ke-k diperoleh pada percobaan yang ke-k , maka aka nada (k −1)
kejadian dari peristiwa itu dalam (t−1) percobaan yang terdahulu dan pada percubaan
yang ke-t peristiwa tersebut juga terjadi. Jadi, dari hukum binomial,

P ( T k =t )= (kt−1
−1)
p
K −1
q
t−k
p

Yang memberikan pers 3.38.

CONTOH 4.11 (sambungan)

Dalam perso pada Contoh 3.11. Berapakah probabilitas bahwa yang angin 50-
tahunan yang kedua akan terjadi tepat pada tahun yang ke-lima setelah selesainya
struktur?

Dari Pers. 3.38. Probabilitas yang ditanyakan adalah

P ( T 2 =5 )=¿ ( 41) ¿
¿ 0,0015

124
CONTOH 4.13

Misalkan bahwa sebuah suatu kabel dari sejumlah kawat yang bebas Gbr.
E3.13) Terkadang-kadang kabel tersebut mengalami beban berlebihan untuk hal;
seperti ini probabilitas putusnya 2 atau lebih kawat selama berlangsungnya beban lebih
atau tidak mungkin. Jika kabel harus diganti bila 3 dari kawat telah rusak, tentukanlah
probabilitas bahwa kabel itu dapat menahan paling tidak 5 kali lipat beban berlebihan
sebelum diganti.

Gambar E4.13

ini berarti bahwa putus yang ketiga terjadi pada atau sesudah bebas berlebihan
yang keenam. Sehingga dengan mengunakan pers. 3.38, probabilitas yang ditanyakan
adalah

125
P ( T 3 ≥ 6 ) =1−P(T 3< 6)

¿ 1− 2 ¿
()
2

¿ 1−0,00116

¿ 0,99884

3.2.5. Proses poisson dan distribusi poisson

Banyak masalah fisik yang diaminati oleh parah insinyur menyangkut kemungkinan
terjadinya peristiwa pada titik yang sama saja di dalam waktu dan/ atau ruang.
Misalnya, retak kelelahan bahan (fatique cracks) dapat terjadi diamana saja sepanjang
suatu las kontiniu (menerus);

gempa dapat terjadi kapan dan di mana saja pada suatu daerah gempa yang aktif, dan
kece lakaan lalu lintas dapat terada setiap saat pada suatu jalan raya tertentu.
Persoalan yang me nyangkut niang dan waktu sedemikian,dapat juga dimodelkan
dengan deret Bernoulli, yaitu dengan bagi waktu dan nuang di dalam beberapa selang,
dan dengan memisalkan membagib bahwa suatu peristiwa akan terjadi atau tidak akan
terjadi (hanya dua macam kemungkinan) di dalam setiap selang, sehingga dengan itu
memberikan suatu percobaan. Akan tetapi jika peristiwa itu dapat terjadi kapan saja
(atau pada titik mana saja di dalam ruang), peristiwa ter sebut dapat teriadi lebih dari
satu kali pada suatu selang waktu atau ruang. Dalam hal yang demikian, terjadinya
peristiwa itu lebih sesuai jika dimodelkan dengan deret Poisson (Poisson sequence)
atau proses Poisson (Poisson process).

Proses Poisson didasarkan pada asumsi berikut.

1. Suatu peristiwa dapat teriadi secara acak dan pada waktu atau titik dalam ruang
yang mana saja.
2. Kejadian suatu peristiwa pada suatu selang waktu (atau tempa) yang tertentu
adalah bebas peristiwa yang terjadi pada selang lain yang tidak tumpang tindih.

126
3. Probabilitas terjadinya suatu peristiwa di dalam suatu selang yang kecil ∆ t
adalah sebanding dengan ∆ t, dan dapat dituliskan sebagai v ∆t , dimana v
adalah laju purata (mean rate) dari teradinya peristiwa (yang dimisalkan
konstan); dan probabilitas dari dua ke jadian atau lebih di dalam ∆ t, dapat
diabaikan (orde yang lebih tinggi dalam ∆ t).

Atas dasar asumsi di atas, jumlah kejadian dari suatu peristiwa dalam t diberikan
oleh distribusi Poisson, yaitu, jika X t adalah jumlah kejadian dalam selang waktu (atau
ruang) t , maka

P ( X t =x )=¿ ¿ x=0,1,2 , … (4.39)

di mana v adalah laju rata-rata dari kejadian (mean occurrence rate). yaitu, jumlah
rata-rata kejadian per satuan selang waktu (atau ruang). Sehingga dengan demikian
E ( X t )=vt : dapat juga diperlihatkan bahwa varians dari X t adalah juga vt.

Suatu penurunan dari Pers. 3.39 yang didasarkan atas asumsi asumsi sebelumnya
di atas, diberikan dalam Lampiran C.

Kesamaan dan perbedaan antara deret Bernoulli dan proses Poisson dapat
dijelaskan dengan illustrasi berikut. Misalkanlah bahwa dari suatu perhitungan lalu-
lintas sebelumnya. jumlah rata-rata 60 mobil per jam, diamati dalam mengambil
kesempatan belok kanan pada suatu persimpangan. Berapakah probabilitasnya bahwa
10 mobil akan membelok ke kanan dalam selang 10 menit ?

suatu jawaban pendekatan adalah dengan membagi satu jam atas 120 selang 30
detik probabilitas suatu belok kanan dalam suatu selang 30-detik menjadi

60
p= =0,5
120

Kemudian, dengan mengasumsikan bahwa hanya terdapat satu belok anan. yang
mungkin dalam selang 30 detik, persoalannya disederhanakan menjadi probabilitas dari
dalam 20 percobaan, di mana probabilitas suatu peristiwa dalam setiap perco adalah
0,5: dengan demikian

127
P (10 belok kanan dalam 10 menit ) ¿ ( 2010) ¿
secara fisik, penyelesaiannya adalah bersifat aproksimasi oleh karena ia menyiratkan
asumsi tidak boleh satu mobil mengambil balok kanan dalam selang selang 30 detik:
tentu sudah jelas bahwa dua atau lebih mobil yang bisa belok ke kanan.

Jawabannya dapat disempurnakan dengan memilih suatu selang waktu yang lebih
pendek lagi. Misalnya, jika digunakan selang waktu 10 detik, maka p = 60/360 = 1/6,
dan

10 60−10
60 1 5
¿¿ ( )( ) ( )
10 6 6

Dimana λ adalah jumlah rata-rata dari peristiwa dalam t . Jika suatu peristiwa dapat
terjadi pada sembarang waktu (seperti pada masalah lintas balok kanan), prosesnya
cenderung untuk mendekati hal dimana n → ∾ ; sehingga

P ¿ peristiwa dalam t ¿

x n− x
λ λ
¿ lim ¿ n→ ∾ n ( )( ) ( ) 1−
x n n

x n− x
n! λ λ
¿ lim ¿ n→ ∾ [
x ! ( n−x ) ! n ( )( ) 1−
n ]
n (n−1) ( n−x +1 ) λ x n −x
λ λ
¿ lim ¿ n→ ∾ [ n
.
n

n
.
x!
1−
n ( )( ) 1−
n ]
Tetapi

λ x λx λ3
n ( )
lim ¿ n→ ∾ 1− =1−λ+ − +…=e− λ
2! 3 !

Oleh karna itu limitnya menghasilkan

λx λ
P ¿ peristiwa dalam t ¿= e
x!

128
Yang merupakan distribusi poisson pada pers. 3.39, dengan λ=vt

CONTOH 4.14

catatan historis hujan lebat dalam suatu kota menunjukkan bahwa rata-rata terjadi 4
hujan lebat per tahun selama 20 tahun terakhir. Dengan mengasumsikan bahwa
kejadian dari hujan lebat sebagai suatu Poisson, berapakah probatilitasnya bahwa akan
ada hujan lebat tahun depan?

40 −4
P ( X t =0 ) = e
0!

Probabilitas bahwa akan terjadi tepat 4 hujan lebat dalam tahun depan diberikan oleh

40 −4
P ( X t =4 ) = e
4!

¿ 0,195

129
Gambar E4.14 PMF dari jumlah hujan lebat dalam satu tahun

Hasil terakhir ini menunjukkan bahwa sekalipun kejadian dari hujan lebat tahunan rata-
rata adalah 4, probabilitas untuk mendapatkan tepat 4 hujan lebat dalam satu tahun
hanyalah sekitar 20%.

Probabilitas dari dua atau lebih hujan lebat dalam tahun berikutnya adalah


4 x −4
P ( X t ≥ 2 )= ∑ e
x=2 X!


e− 4
¿ 1−∑
x=2 x !

¿ 1−0,018−0,074

¿ 0,908

PMF dari jumlah hujan lebat dalam satu tahun secara grafis diperlihatkan pada Gbr.
E3.14

CONTOH 4.15 (Perancangan dari jalur belok kanan)

Untuk tujuan perancangan dari suatu jalur belok kanan pada suatu
persimpangan jalan raya, pembelokan ke kanan dari kendaraan dimodelkan sebagai
suatu proses Poisson. Jika wak- tu siklus lampu lalu-lintas (untuk belok kanan) adalah 1
menit, dan kriteria berapakah mensyaratkan suatu jalur belok kanan yang cukup untuk
96% pada setiap waktu, anjangnya jalur (yang dinyatakan dalam panjang mobil) untuk
menyalurkan rata-rata 100 belok kanan per jam?

Jawab

Misalkan panjang jalur belok-kanan ditentukan oleh panjang kbuah mobil Laju
putara. dari belok kanan adalah v=¿ 100/60 per menit. Sehingga dalam suatu siklus 1

130
menit dari pu lalu lintas, bahwa tidak lebih dari k mobil yang menunggu belok kanan
paling tidak haruslah 96%, sehingga

k
1 100 x −100 /60
P ( X t ≤ k ) =∑
x=0
( )
x ! 60
e =0,96

Dengan cara coba-coba, kita dapatkan

Jika k =4 , P ( X t ≤ 4 )=0,968

Jika k =3 , P ( X t ≤ 3 ) =0,91

Sehingga satu jalur belok kanan sepanjang 4 mobil adalah cukup untuk memenuhi
persyaratan disain (rancangan)

CONTOH 4.16

Lebar jalan pada suatu penyeberangan sekolah adalah D kaki, dan seorang
murid menye berangi jalan dengan kecepatan Dengan perkataan lain, seorang murid
mem- butuhkan waktu t=D/3.5 detik untuk menyeberangi jalan.

Misalkan secara rata-rata dibutuhkan 60 selang bebas (masing.masing t detik)


dalam satu jan untuk penyeberangan ini; berapakah volume rata-rata dari lalu lintas
yang dapat diizinkan pada penyeberangan ini sebelum diperlukan alat pengatur
penyeberangan? Misalkan mobil-mobil yang memotong jalur penyeberangan mengikuti
proses Poisson. Banyaknya selang t detik dalam satu jam adalah 3600lt, dalam selang
detik probabilitas dari tidak adanya mobil yang melintasi jalur penyeberangan (menurut
Pers. 3.39) adalah e−vt , jika v adalah angkutan rata-rata per detik. Dengan demikian
volume rata-rata maksimum lalu lintas yang adalah sedemikian rupa,sehingga jumlah
rata-rata dari selang bebas adalah 60; yaitu

( 3600
t )
e −vt
=60

Atau

131
3600 X 3,5 −vt
e =60
D

Dari mana diperoleh

3,5 3600 X 3,5


v= ∈
D 60 D

Untuk D=25 kaki

3,5 3600 X 3,5


v= ∈ = 0,298 kendaraan/detik.
25 60 X 25

= 1073 kendaraan/jam.

Untuk lebar D yang lain, volume lalu lintas yang bersangkutan adalah sebagai berikut :

D(ft): 25 40 60 75

v (kend/jam) : 1073 522 263 173

Dengan demikian, untuk lebar jalan yang berbeda-beda, volume lalu lintas yang
diberi. kan di atas merupakan arus lalu lintas maksimum yang diizinkan sebelum
diperlukan suatu alat pengatur pejalan kaki. Contoh ini menunjukkan bagaimana
pentingnya lebar jalan

Terhadap masalah penyebrangan pejalan kaki, dan juga menunjukan pentingnya alata
pengatur penyeberangan untuk anak-anak sekolah pada raya yang ramai, ini juga
berarti bahwa jalan yang lebih lebar akan melibatkan bahaya yang lebih besar untuk
para pejalan kaki. Metode di atas telah digunakan oleh komite Bersama dari Institute of
Traffic Engineers dan Internasional Association of Chiefs of Police (Gerlough, 1955)

Terdapat juga beberapa persoalan dimana kedua model Bernoulli dan Poisson
dapat digunakan, yang digambarkan dalam contoh berikut ini.

132
Gambar E4.17

CONTOH 4.17

Misalkan bahwa endapan tanah dalam suatu daerah mengandung 0,25% volume
batu-batu Maka besar. Berapakah probabilitas bahwa suatu pemboran sedalam 50 kaki
dan garis tengah 3 inci akan menemukan batu besar? Misalkan bahwa semua batu
mempunyai bentuk bola dengan garis tengah 12 inci.

Jawab

Anggaplah bahwa batu-batu besar tersebar secara acak di dalam massa tanah,
dan dike temukannya batu besar dapat dimodelkan dengan proses Poisson;
probabilitas terdapatnya n batu-batu besar dalam tanah dengan volume V menjadi

1 0,0025 V n −0,025 V /v
P N =n =
( )
n! v ( e )
Dimana v = volume dari satu batu yang diberikan oleh

π
v= ¿
6

Sehingga

n
1 0,0025V
P( N =n)
n!( π /6 )e −0,0025 V /(π / 6)

1
¿ ¿
n!

Selanjutnya misalkanlah bahwa satu batu ditemukan apabila lobang bor


menyentuh kuut batu. Kemudian, bila pengeboran dilakukan dengan jarak x kaki satu
133
sama lain aihat Gbt E3,17), kita menentukan probabilitas dari ditemukannya (atau
disentuhnya) batu, sekali setiap kedalaman l kaki dari pemboran sebagai berikut.

Untuk lobang bot yang bergaris tengah 3 inci, batu yang titik pusatnya berada
dalam lirukatan dengan garis tengah 15 inci seperti yang diperlihatkan dalam Gbr.
E3.17, akan disentuh oleh bor. Sehingga, probabilitas akan diketemukannya batu per
kedalaman bor 1 kaki adalah

luasdari lingkaran 15 inci


P (penentuan per 1 kaki bor | 1 batu) =
luas dari jalur 15 inci

= ( π /4 )¿ ¿

Akan tetapi, mungkin ada berapa batu dalam jalur 15 inci. Menurut model
Poisson, probabilitas adanya n batu dalam jalur yang panjangnya, x (dengan volume V
(15/12)x per kedalaman 1 kaki) adalah

P (n batu dalam jalur) ¿


1
n! [
0,00477
15
12( )] exp [−0,00477 ( 1512 x )]
x

1
¿ ¿
n!

Juga, jika probabilitas terkenannya batu dalam jalur adalah sama dan secara statistic
bebas dengan terkenannya batu lain, maka

n
0,982
P (tak terkenannya per 1 kaku bor | π batu) = 1− ( x )
Maka dengan penerapan teori probabilitas total,

∾ n
0,982
q = P ( tidak kena batu per 1 kaki bor) = ∑ 1−
n−0
( x ) n!1 ¿ ¿
= e−0,00596 x . e 0,00596 x(1−0,982/ x)

= e−0,00596(0,982)

134
Dan

p = ( kena batu per 1 kaki bor) = 1−e−0,00596 (0,982)=1−e−0,00585

≃ 0,00585

Dengan mengasumsikan pemboran kedalaman 50 kaki itu sebagai suatu deret


Bernoului dengan p = 0.00585 per 1 kaki bor, kita mendapatkan probabilitas yang
diajukan

p = ( kena batu di dalam bor) = 1− p ¿ ¿50 = 1−¿

= 0,254

(Lihat soal 3.45 sebagai alternative lain untuk soal ini).

Sebelum kita tinggalkan model Bernoulli dan Poisson, kita harus menekankan
bahwa kedua proses ini kejadian suatu peristiwa di antara percobaan (dalam hal
Bernoull) dan antara selang (dalam hal model Poisson) adalah bebas secara statistik.
Secara lebih umum kejadian dari suatu peristiwa tertentu dalam satu percobaan (atau
selang dapat mempenga. ruhi teradi atau tidak terjadinya peristiwa yang sama pada
percobaan (atau selang) berikut. nya, Dengan perkataan lain, probabilitas terjadinya
suatu peristiwa dalam suatu percobaan umum dapat tergantung dari percobaan
sebelumnya, sehingga dengan demi- klan merupakan probabilitas bersyarat. Jika
probabilitas bersyarat ini tergantung hanya atas

percobaan (atau selang) probabilitas yang sebelumnya, model ini dinamakan rantai
Markov (atau proses Markov). Rumusan dan penerapan proses Markov diberikan
dalam jilid II.

3.2.6. Distribusi Eksponensial

135
Distribusi eksponensial (yang juga dikenal sebagai eksponensial negatif)
berhubungan dengan proses Poisson sebagai berikut. Jika peristiwa teriadi menurut
Proses Poisson, maka waktu T 1 sampai dengan kejadian yang pertama dari pe
mempunyai distribusi eksponen. sial. Kita lihat bahwa ( T 1>t ), berarti bahwa tidak ada
kejadian peristiwa dalam waktu ; sehingga, menurut Pers. 3.39,

P ( T 1 >t )=P ( X t=0 )=e−vt

T 1 adalah waktu kejadian yang pertama di dalam suatu proses Poisson. Akan
tetapi, oleh ka- rena kejadian dari suatu peristiwa dalam selang waktu yang tidak
tumpang-tindih dari suatu pro- ses Poisson adalah bebas secara statistik, maka T 1 juga
merupakan waktu ulang atau waktu antara dua kejadian yang berturutan dari peristiwa
tersebut.

Fungsi distribusi dari T 1 dengan demikian adalah

F T 1 (t)≤t ¿=1−e−vt

dan fungsi kerapatannya adalah

dF
f T 1 ( t )= =ve− vt t≥0
dt

Bila v adalah konstan (bebas dari t)maka nilai purata (mean value) dari T 1 adalah (lihat
Contoh 4.5)

1
μT 1 =
v

yang berarti bahwa waktu ulang purata atau periode ulang untuk suatu proses Poisson
yang sederhana adalah 1/v. Ini perlu dibandingkan dengan periode ulang 1/p dari
model Bernouli. Namun, untuk peristiwa peristiwa yang mempunyai laju v yang kecil, 1/
v ≃ 1/ p . Untuk menunjukkan ini, kita mengamati bahwa dalam suatu proses Poisson,
dengan laju kejadian putara v, probabilitas dari suatu peristiwa untuk terjadi dalam

136
−v 1 2
suatu satuan selang waktu adalah p=ve =v (1−v + v +…) ; Dengan demikian, p ≃ v ,
2
untuk vyang kecil.

CONTOH 4.18

arsip dari gempa di San Fransisco, California, menunjukan bahwa selama


periode 1936 - 1961 (ihat Benjamin, 1968), terdapat 16 gempa yang berskala intensitas
VI atau kan Jika kejadian dari gempa yang berintensitas tinggi demikian untuk daerah
ini dimisal Ean mengikuti proses Poisson, berapakah probabilitas bahwa gempa gempa
yang seperti ini tetiadi di 2 tahun mendatang?

16
v= =0,128 gempah per tahun
125

Kemudian

P ( T 1 ≤2 )=1−e−0,128( 2)=0,226

Probabilitas bahwa tidak aka nada terjadi gempa dengan intensitas yang setinggi ini di
dalam 10 tahun mendatang adalah

P ( T 1 >10 ) =e−10 (0,128)=0,278

Gambar E4.13 probabilitas dari gempa bumi dengan intensitas yang tinggi da san

137
Fransisco, California

Periode ulang (return period) dari gempa berintensitas Vi di san Francisco, menurut
pers. 3.4.1, dengan demikian adalah

1 1
E ( T 1 )= = =7,8 tahun
v 0,128

yang berarti bahwa gempa dengan intensitas paling tidak dalam skala VI dapat
diharapkan akan terjadi, secara rata-rata, sekali dalam setiap 7,8 tahun di San
Francisco (dengan mengasumsikan bahwa proses Poisson merupakan model yang
layak untuk kejadian dari gempa intensitas tinggi daerah ini).

Secara lebih umum, probabilitas dari terjadinya gempa gempa yang demikian di
dalam waktu t tertentu diberikan oleh Pers. 3.40 a ; dalam kasus ini,

P ( T 1 ≤t ) =1−e−0,128 t

yang diperlihatkan dalam Gbr. E3.18.

khususnya, probabilitas terjadinya gempa-gempa dengan intensitas tinggi dalam


periode ulang 7,8 tahun adalah

P ( T 1 ≤7,8 ) = 1−e−0,128 X 7,8

= 1−e−10 =0,632

Dalam kenyataannya, untuk proses Poisson, probabilitas dari teriadinya suatu


peristiwa (satu kali atau lebih) dalam periode ulangnya selalu 1−e−v T =1−e−1=0,632.
Bandingkan lah ini dengan probabilitas yang bersangkutan untuk periode ulang yang
besar dari model Bernoulli (Pasal 3.2.3),

138
Gambar 4.9 PDF dan CDF dari distribusi eksponensial

Distribusi eksponensial berguna juga sebagai fungsi probabilitas yang umum.


Secara umum, fungsi kerapatan dapat diberikan sebagai

fx ( x )= λ e−λx x≥0

¿0 x <0

Di mana adalah parameter yang konstan. Fungsi distribu yang bersangkutan adalah

Fx ( x )=1−e−λx x≥0

¿0 x <0

Secara grafis, PDF dan CDF dan fungsi eksponensial diberikan dalam gambar 3.9

Distribusi eksponensial beringsut. Dalam pers. 3.42, fungsi kerapatn dian dimulai pada
awal x=0. Namun, PDF dari distribusi eksponensial dapat dimulai dari harga yang
mana saja;

139
Gambar 4.10 PDF dan CDF dari distribusi eksponensial beringsut

distribusi yang diperoleh seperti ini dapat dinamakan distribusi eksponensial beringsut
(shifted exponential distribution), dengan PDF dan CDF bersangkutan yang diberikan
sebagai berikut :

fx ( x )= λ e−λ( x−a ) x≥a

¿0 x <a

Dan

F X ( x ) =1−e− λ(x−a) x≥a

¿0 x <a

secara grafis, fungsi-fungsi ini terlihat seperti pada Gbr. 3.10.

Distribusi eksponensial juga dapat diturunkan dari cara yang lain; yaitu, cara lain
yang bukan merupakan konsekuensi dari proses Poisson, seperti telah dijelaskan
sebelumnya. Khususnya, ditribusi ini timbul, di dalam teori andalan (theory of reabilitiy)
(lihat jilid II), sebagai model untuk distribusi dari umur atau waktu ke keruntuhan dari
sistem-sistem di bawah kondisi keruntuhan yang "cenderung". Dalam hal ini, parameter
λ dihubungkan dengan umur purata (mean life) atau waktu ke runtuhan purata E (T)
sebagai

140
1
E ( T )=
λ

Lihat contoh 3.5

CONTOH 4.19

Misalkanlah empat mesin yang sama sebagai penggerak utama untuk tenaga
listrik serap untuk sistem pengendalian darurat dari tenaga bahwa paling untuk
menyediakan secara yang dibutuhkan; dengan perkataan paling tidak dua tidak akan
sanggup untuk otomatis dalam keadaan darurat, jika tidak, sistem pendamping ini
mesin menuruti memberikan tenaga yang diperlukan. Umur operasional T dari distribusi
dengan umur operasional purata 15 tahun.

Tentukanlah keandalan dari sistem pendamping darurat ini untuk selama 2


periode 2 tahun; yaitu, berapakah probabilitas bahwa paling tidak dua dari empat mesin
akan mulai secara otomatis dalam keadaan darurat selama dua tahun pertama dari
umur sistem tersebut?

Pertama, kita amati bahwa untuk masing-masing mesin, probabilitas bahwa akan
tidak ada kegagala untuk mulai bekerja dalam dua tahun adalah

P ( T >2 ) =e−2/ 15=0,875

Kemudian, dengan menyatakan N sebagai jumlah mesin yang dapat diandalkan, maka
keandalan sistem pendamping di dalam dua tahun adalah

4
P ( N ≥ 2 )= ∑ 4 ¿ ¿
()
N=2 n

= 0,993

3.2.8. Distribusi gamma

Jika kejadian-kejadian dari suatu peristiwa membentuk proses Poisson, maka waktu
sampai kejadian yang ke – k dari peristiwa dinyatakan dalam distribusi probabilitas

141
probabilitas gamma gamma probability distribution). Jika T k menyatakan waktu sampai
dengan peristiwa yang ke – k;

Maka (T k ≤ t ¿ berarti bahwa k atau lebih peristiwa terjadi dalam waktu t. sehingga
berdasarkan pers. 3.39, fungsi distribusi dari T k adalah


F Tk (t) = ∑ P (X t =x)
x−k

k−1
= 1−∑ ¿ ¿ ¿
x−k

Persamaan 3.44. a juga dapat diperoleh dengan mengamati bahwa ( T k >t ¿ berarti
bahwa paling banyak (k −1) peristiwa yang terjadi dalam waktu t.

Dengan demikian, fungsi kerapatan (density function) yang bersangkutan adalah

f T ( t ) =v ¿ ¿
k
t≥0

Dittribusi gamma (dengan k bulat) juga dikenal sebagai distribusi erlang. Waktu purata
sampai terjadinya peristiwa yang ke−k adalah E ( T k )=k /v , dengan varians var

(T ¿¿ k )=k /v 2 ¿ .

CONTOH 4.20

Misalkanlah bahwa kecelakaan fatal pada suatu jalan raya tertentu, terjadi rata-
rata sekitar sekali setiap 6 bulan. Jika terjadinya kecelakaan kecelakaan pada jalan ini
membentuk proses Poisson, waktu sampai dengan kecelakaan yang pertama diberikan

1
oleh hukum eksponensial dengan v kecelakaan per bulan; yaitu
6

1
fT 1 ( t )= e−t / 6
6

waktu sampai dengan kecelakaan yang kedua, dinyatakan oleh distribusi gamma, atau

142
1 t 2 −t / 6
fT 2 ( t )= ()
6 6
.e

sedangkan waktu sampai dengan kecelakaan yang ketiga adalah

1 1 t 2 −t / 6
fT 3 ( t )= .
6 6 6 ()
.e

Fungsi-fungsi kerapatan di atas secara grafis disajikan dalam Gbr. E3.20. Waktu purata
yang bersangkutan masing-masing adalah 6,12 dan 18 bulan.

Dapat dilihat bahwa distribusi eksponensial dan gamma masing-masing


merupakan analogi yang berbentuk kontinu dari distribusi geometrikdan binomial
negatif, dalam pengertian bahwa distribusi eksponensial dan gamma dikaitkan dengan
proses Poisson dalam cara yang sama dengan dikaitkannya distribusi geometrik dan
binomial negatif kepada deret Bernoulli.

Distribusi gamma juga berguna sebagai distribusi probabilitas yang berfungsi


umum. Na mun, untuk tujuan yang demikian, distribusi ini lazimnya disajikan dalam
bentuk yang lebih umum.

3.3. KESIMPULAN

3.1. Volume lalu lintas setiap jam, untuk suatu jalan raya memiliki distribusi seperti
yang ditunjukkan dalam Gbr. P3.12.
(a) Ahli jalan raya dapat merancang kapasitas jalan raya tersebut sama
dengan besaran berikut:

(i) Modus dari X.

(99) Purata dari X.

(iii) Median dari X.

143
(iv) x0,90 yaitu nilai persentil 90, yang didefinisikan sebagai Fx(x0,90) = 0,90.

Tentukanlah kapasitas disain (rancangan) dari jalan raya tenebut dan


probabilitas pelampauan (probability of exceedance) yang bersangkutan
yakni kapasitasnya lebih kecil dari volume lalu tintas) untuk setiap dari
keempat kasus tersebut.

(b) Misalkanlah kapasitas jalan raya tersebut yang sebenarnya setelah


dilaksanakan ada- lah 300 atau 500 kendaraan setiap jam dengan
kecenderungan relatif sebesar 1 ban- ding 4. Berapakah probabilitas
bahwa kapasitas tersebut akan dilampaui?

3.2. Perlawanan lateral (lateral resistance) dari suatu portal bangunan acak dengan
fungsi kepadatan

(a) Gambarkan fungsi kerapatan fR (V) dan fungsi distribusi kumulatif FR (V).

(b) Tentukanlah:

(i) Nilai purata dari R.

(ii) Median dari R.

(iii) Modus dari R.

(iv) Deviasi standar (simpangan buku) dari R. jawab : √ 5

(v) Deviasi standar (simpangan baku) dari R. Jawab: 0,149

(vi) Koefisien kemencengan, Jawab : 0

144
3.3. Waktu keterlambatan dari pelaksanaan suatu proyek dinyatakan dengan variabel
acak X. Misalkanlah bahwa X adalah variat yang diskrit dengan fungsi massa
probabilitas yang di berikan dalam Tabel P.3.14a. Denda untuk keterlambatan
penyelesaian proyek tergantung pada jumlah hari keterlambatan; yakni, denda g
(xi). Fungsi diberikan dalam Tabel P3.14 b di dalam satuan $ 100.000.

(a) Hitunglah purata dari denda untuk proyek ini. Jawab: $ 570.000.

(b) Hitunglah deviasi standar dari denda. Jawab: $ 78.000.

145

Anda mungkin juga menyukai