Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS KARAKTERISTIK SAMPAH RUMAH TANGGA

Analysis of Household Waste Characteristics


Dwi Yoga Sri Hassiibuan2), Muhammad Furqon Habibie), Abdan Kurnia Sani3), Andi
Ghaitsa Deapati4), Muhammad Ghilman Fadhillah5)
1, 2, 3, 4)
Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor, Jl. Raya Dramaga Kampus IPB
Email:

PENDAHULUAN
Lingkungan salah satu tempat hidup semua makhluk yang ada di bumi,
khususnya manusia. Peran masyarakat sangat penting dalam menjaga lingkungan,
sebab masyarakat dituntut mampu menyelesaikan permasalahan menyangkut
lingkungan hidupnya. Salah satu permasalahan lingkungan hidup tentang
kebersihan. Kebersihan mencerminan setiap individu dalam menjaga kesehatan.
Kebersihan suatu keadaan yang bebas dari segala kotoran, dan lain-lain yang
dapat merugikan segala aspek yang menyangkut setiap kegiatan dan perilaku
masyarakat.Untuk mewujudkan kebersihan lingkungan, dibutuhkan kesadaran
dari masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan salah satunya dengan
menjaga kebersihan dari sampah yang ada.
Sampah salah satu benda atau bahan yang sudah tidak digunakan lagi oleh
manusia sehingga dibuang. Stigma masyarakat terkait sampah itu menjijikkan,
kotor,dan lain-lain sehingga harus dibakar atau dibuang sebagaimana mestinya
(Mulasari 2012). Segala aktivitas masyarakat selalu menimbulkan sampah. Hal ini
tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah akan tetapi juga dari
seluruh masyarakat untuk mengolah sampah agar tidak berdampak negatif bagi
lingkungan sekitar (Hardiatmi 2011). Sistem pengelolaan persampahan diperlukan
untuk daerah perkotaan, harusdilaksanakan secara tepat dan sistemastis.Kegiatan
pengelolaan persampahan akan melibatkan penggunaan dan pemanfaatan berbagai
prasarana dan sarana persampahanyang meliputi pewadahan, pengumpulan,
pemindahan, pengangkutan, pengolahan maupun pembuangan akhir (Sahil et al.
2016).
Permasalahan sampah meliputi 3 bagian yaitu pada bagian hilir, proses dan
hulu. Pada bagian hilir, pembuangan sampah yang terus meningkat. Pada bagian
proses, keterbatasaan sumber daya baik dari masyarakat maupun pemerintah. Pada
bagian hulu, berupa kurang optimalnya sistem yang diterapkan pada pemrosesan
akhir .Sebagian besar masyarakat menganggap membakar sampah merupakan
bagian dari pengolahan sampah. akan tetapi, hal seperti itu bisa menyebabkan
pencemaran bagi lingkungan dan mengganggu kesehatan. Sikap seperti ini ada
kemungkinan dipengaruhi oleh pengetahuan dan kematangan usia (Mulasari
2012).
Membangun kesadaran masyarakat tidak semudah membalikkan telapak
tangan. Perlu kerja sama dari semua pihak, baik masyarakat, pemerintah maupun
pihak ketiga sebagai pendukung. Diperlukan waktu yang cukup lama untuk
membangun kesadaran itu. Diperlukan pula contoh dan teladan yang positif serta
konsistensi dari pihak pengambil kebijakan di suatu wilayah tertentu. Kegiatan
sosialisasi secara langsung tentang pengelolaan sampah dapat mendorong
partisipasi masyarakat dalam hal pengelolaan persampahan (Rizal 2011).
Seiring pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali, masalah sampah akan
terus meningkat. Tidak dapat dipungkiri, hingga saat ini masih banyak masyarakat
yang memiliki perilaku buruk terhadap lingkungan, seperti membuang sampah
sembarangan. Di Indonesia masalah sampah sering dijumpai, jika tidak ditangani
dengan baik akan menimbulkan gangguan kesehatan, kenyamanan, kecantikan, dll
(Pratiwi et al. 2018).
Untuk mencegah orang membuang sampah sembarangan karena tempat
pembuangan sampah terlalu jauh, maka didirikan tempat yang disebut TPS. TPS
memudahkan masyarakat dalam mengelola sampah, sehingga tidak perlu meminta
masyarakat membuang sampah ke TPA (biasanya jauh dari pemukiman
penduduk) dan mencegah masyarakat membuang sampah sembarangan. Selain
kelebihan TPS, kekurangan yang ditimbulkan oleh keberadaan TPS antara lain
munculnya bau tak sedap, lalat, dan nyamuk (Hasbiah et al. 2018).

TINJAUAN PUSTAKA
Pengukuran timbulan dan komposisi sampah
Sampah dapat didefinisikan sebagai sisa atau suatu hal yang sudah tidak
dipakai oleh pemiliknya sehingga menjadi barang buangan. Sampah berdasarkan
jenisnya dapat dibedakan menjadi sampah organik dan sampah anorganik.
Sampah organik merupakan sampah yang berasal dari sisa makhluk hidup seperti
hewan, manusia, tumbuhan, yang mengalami pembusukan, sedangkan sampah
anorganik adalah sampah dari sisa pemakaian manusia yang sulit untuk diurai
oleh bakteri (Taufiq dan Maulana 2015). Sampah berdasarkan sumbernya dapat
dibedakan menjadi dua kategori, yakni sampah domestik dan sampah non
domestik. Sampah domestik adalah sampah yang bersumber dari rumah tangga,
sedangkan sampah non domestik adalah sampah yang bersumber dari sampah
komersil, sampah industri, sampah institusi, sampah bangunan, sampah pelayanan
kota, lumpur instalasi pengolahan, sisa-sisa lain, dan sampah pertanian
(Tchobanoglous et. al. 1993).
Timbulan sampah menurut SNI-19-2454-2002 adalah banyaknya sampah yang
timbul dari masyarakat dalam satuan volume maupun berat per kapita perhari,
atau per luas bangunan, atau per panjang jalan. Berdasarkan kajian timbulan dan
komposisi sampah yang dilakukan oleh Wardiha (2013), sampah memiliki
kemampuan untuk didaur ulang, dimana sampah yang dimaksud adalah sampah
organik dan sampah anorganik. Sampah organik seperti sisa makanan dapat
diolah menjadi kompos, sedangkan sampah anorganik seperti sampah kering
dapat dioleh menjadi kertas, botol plastik, kantong plastik, dan lain-lain.
Pengelolaan sampah pada suatu lokasi merupakan hal yang dilakukan untuk
melayani sampah yang dihasilkan pada lokasi tersebut (Masrida 2017).
Pengelolaan sampah didefinisikan sebagai kegiatan dalam pengaturan terhadap
timbulan sampah, penyimpanan sementara, pengumpulan, pemindahan atau
pengangkutan dan pengolahan serta pembuangan sampah dengan menggunakan
suatu cara sesuai dengan prinsip-prinsip yang berhubungan dengan kesehatan
masyarakat, ekonomi, teknik, perlindungan alam, keindahan dan pertimbangan
lainnya, serta mempertimbangkan masyarakat luas (Tchobanoglus 1993).

Sistem pengumpulan dan pengangkutan sampah


Pertumbuhan penduduk yang meningkat maka diperlukan pula perhatian dari
seluruh masyarakat sekitar tentang penanganan dan pengolahan sampah.
Pengelolaan sampah secara efektif dan efisien harus dijalankan oleh semua pihak,
baik masyarakat maupun pemerintah. Semua pihak ini bertanggungjawab terhadap
penanganan sampah sehingga tidak lagi menimbulkan masalah (Gunawan 2007).
Upaya penanganan sampah perlu dilakukan secara manajerial dengan benar serta
melibatkan semua unsur baik pemerintah, swasta maupun masyarakat yang
diharapkan dapat meminimalkan biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaannya.
Pengelolaan sampah didefinisikan sebagai kegiatan dalam pengaturan terhadap
timbulan sampah, penyimpanan sementara, pengumpulan, pemindahan atau
pengangkutan dan pengolahan serta pembuangan sampah dengan menggunakan
suatu cara sesuai dengan prinsip-prinsip yang berhubungan dengan kesehatan
masyarakat, ekonomi, teknik, perlindungan alam, keindahan dan pertimbangan
lainnya, serta mempertimbangkan masyarakat luas (Tchobanoglus 1993).
Pengumpulan diartikan sebagai pengelolaan sampah dari tempat asalnya
sampai ke tempat pembuangan sementara sebelum menuju tahapan berikutnya.
Pada tahapan ini digunakan sarana bantuan berupa tong sampah, bak sampah, peti
kemas sampah, gerobak dorong maupun tempat pembuangan sementara
(TPS/Dipo). Untuk melakukan pengumpulan, umumnya melibatkan sejumlah
tenaga yang mengumpulkan sampah setiap periode waktu tertentu (Arnatha 2012).
Pola pengumpulan sampah terdiri dari pola individual langsung, pola individual
tak langsung, dan pola komunal langsung.
Tahapan pengangkutan dilakukan dengan menggunakan sarana bantuan berupa
alat transportasi tertentu menuju ke tempat pembuangan akhir/pengolahan. Pada
tahapan ini juga melibatkan tenaga yang pada periode waktu tertentu mengangkut
sampah dari tempat pembuangan sementara ke tempat pembuangan akhir (TPA).
Pola pengangkutan sampah terdiri dari pola pengankutan dengan sistem kontainer
dan pola pengangkutan langsung dari tempat sumber sampah ke lokasi tempat
pembuangan akhir (Aspian 20019).

Kondisi Tempat Pembuangan Sementara


Tempat Pembuangan Sementara (TPS) adalah tempat sebelum sampah diangkut
ke tempat pendaur ulang, pengelolaan, dan / atau tempat pengelolaan sampah
terpadu. Pewadahan TPS juga mempengaruhi perilaku masyarakat dalam
membuang sampah di TPS tentunya juga dipengaruhi oleh estetika dan desain
wadah TPS itu sendiri, apakah mempermudah atau mempersulit penduduk dalam
membuang sampah ke dalam wadah TPS. Selain itu, kondisi eksisting wadah
TPS terlihat kurang baik. Hal tersebut ditunjukan dengan fisik TPS yang
mengalami kerusakan seperti berlubang, penyok, sudah tidak bersih dan menarik
sehingga perlu diperbaiki kembali (Rian 2016).
Kegiatan pengangkutan merupakan kegiatan operasional yang dimulai dari
sumber sampah atau Transfer Depo/TPS ketempat pengolahan/Tempat
Pembuangan Akhir. Frekuensi pengangkutan ini dapat bervariasi. Untuk daerah-
daerah menengah ke atas
rekuensinya lebih sering dibandingkan dengan daerah lainnya, misalnya dua kali
sehari. Sedangkan untuk kawasan lainnya satu kali sehari tetapi hendaknya
dipahami apabila kurang dari satu kali sehari menjadi tidak baik karena sampah
yang tinggal lebih dari satu hari dapat mengalami proses pembusukan, sehingga
menimbulkan bau yang tidak sedap. Menurut Taufiq (2002) kebutuhan biaya yang
berfungsi untuk membiayai operasional persampahan kota di Indonesia yang
dimulai dari penyapuan jalan, pengumpulan, transfer dan pengangkutan,
pengolahan sampah dan pembuangan akhir, agar cukup memadai, minimal 5
sampai 10 persen dari APBD.
Menurut Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta (1989) dalam teknis
operasional pengolahan sampah, biaya untuk kegiatan pengumpulan sampah dapat
mencapai lebih kurang 40 persen dari total biaya operasional. Oleh karena
besarnya biaya yang dibutuhkan untuk pengelolaan sampah dan kebersihan
sementara terbatas kemampuan keuangan daerah perlu adanya upaya untuk
mengoptimalkan pengelolaan retribusi pelayanan persampahan kebersihan yang
dengan sendirinya dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara
khusus serta dapat memberikan kontribusi yang diharapkan cukup baik bagi
kemampuan keuangan daerah secara umum. Retribusi adalah pungutan yang
dibayar langsung oleh mereka yang menikmati suatu pelayanan dan biasanya
dimaksud untuk menutup seluruh atau sebagai dari biaya pelayanan (Wardhani
2004).

METODOLOGI
Pengukuran timbulan dan komposisi sampah
Penelitian Pengukuran Timbulan Sampah dan Komposisi Sampah ini
dilakukan selama 8 hari pengukuran sample sampah yang dimulai dari tanggal 9
November 2020 hingga 16 November 2020. Alat-alat yang digunakan penelitian
ini adalah timbangan, plastik berwarna terang, gelap, dan merah, serta kaleng.
Sedangkan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah padat
domestik yang diambil dari sampah ruah tangga di kediaman mahasiswa masing-
masing. Wadah pengukuran timbulan sampah diusahakan tetap selama 8 hari
pengukuran pengukuran.
Alat timbang yang digunakan harus mampu menimbang untuk berat dalam
satuan gram sehingga sampah yang ringan seperti kertas dapat diketahui beratnya
secara pasti. Terakhir, pengambilan sampah serta pengukuran sebaiknya
dilakukan setiap hari, Prosedur penelitian pengukuran timbulan sampah dan
komposisi sampah disajikan secara sederhana dalam diagram alir. Langkah-
langkah yang dilakukan pada praktikum timbulan dan komposisi sampah
disajikan pada diagram alir berikut:

Mulai

Memberi tempat sampah dengan kantong plastik dengan warna


berbeda sesuai dengan jenis sampah

Mengumpulkan sampah setiap hari berdasarkan jenis sampah


masing-masing yang sudah dipisahkan jenisnya

Lakukan penimbangan setiap harinya untuk setiap jenis sampah

Lakukan penimbangan setiap harinya untuk setiap jenis sampah


selama 8 hari berturut-turut

Selesai

Gambar 1 Diagram Alir Timbulan dan Komposisi Sampah

Sistem pengumpulan dan pengangkutan sampah


Praktikum Sistem Pengumpulan dan Pengangkutan Sampah dilaksanakan pada
Senin, 16 November 2020 bertempat di kediaman masing-masing praktikan.
Praktikum dilaksanakan dengan melakukan pengamatan/observasi. Prosedur
praktikum sistem pengumpulan sampah dapat dilihat dalam diagram alir pada
Gambar 2.
Mulai

Dilakukan observasi pola pengumpulan dan pengangkutan sampah pada tempat tinggal
masing-masing praktikan

Ditentukan jenis teknik operasional menggunakan diagram pengelolaan dan peta pelayanan
pada lokasi terpilih berdasarkan hasil survey dan wawancara petugas kebersihan

Peralatan pendukung dalam proses pengumpulan dan pengangkutan sampah diamati dan
dicatat

Kendala-kendala pada proses pengumpulan sampah ditemukan berdasarkan wawancara


dengan petugas kebersihan

Dilakukan prediksi jumlah alat pengumpul menggunakan persamaan (1) sampai (5)

Hasil prediksi dibandingkan dengan kondisi terkini

Selesai

Gambar 2 Diagram Alir Sistem Pengumpulan Sampah


Menurut SNI 3242-2008 tentang Pengelolaan Sampah di Permukiman, jumlah
alat pengumpul (gerobak/becak sampah/motor sampah/mobil bak) dengan
kapasitas m3 di perumahan dihitung melalui Persamaan 1 dibawah.
Jp =(Jumlah sampah anorganik (A/B/D))/(Jumlah TsC)/(%sampah halaman)…(1)
Keterangan:
Jp = Jumlah alat pengumpul
A = Jumlah rumah mewah
B = Jumlah rumah sedang
C = Jumlah rumah sederhana
D = Jumlah jiwa di rumah susun
Ts = timbulan smpah (L/orang atau unit/hari)
Kk = kapasitas alat pengumpul
Fp = faktor pemadat alat = 1,2
Rk = ritasi alat pengumpul

Perhitungan jumlah wadah sampah komunl dapat dihtung melalui Persaman 2


dibawah.

𝑁𝑠𝑘 = ((𝐶 𝐽𝑗 𝑇𝑠 𝑃𝑎)+(𝐷 𝑇𝑠 𝑃𝑎)) 𝐾𝑎𝑝𝑠𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑤𝑎𝑑𝑎ℎ 𝑥 𝐹𝑝…………………..………(2)

Keterangan:
Nsk = jumlah wadah sampah komunal
Jj = jumlah jiwa per rumah
Pa = presentase sampah organik

Perhitungan alat pengumpul secara lansung (truk) dapat dihitung melalui


Persamaan 3 dibawah.

𝐽𝑝 = ((𝑇𝑠 𝑗𝑎𝑙𝑎𝑛)+(𝑇𝑠 𝑗𝑎𝑙𝑎𝑛)/𝐻𝑎𝑟𝑖) 𝐾𝑎𝑝𝑠𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑟𝑢𝑘 𝑥 1,2 𝑥 𝑅𝑘…………...………(3)

Perhitungan jumlah kontainer untuk kawasan perumahan dapat dihitungan


dengan Persamaan 4 dibawah.

𝐶𝑛 = (30−40%)(𝑇𝑠) 𝑐 𝐹𝑝 𝑅𝑘………………………………………………………………………(4)

Keterangan:
Cn = jumlah kontainer
c = volume kontainer (m3/kontainer)
Perhitungan jumlah kontainer untuk kawasan komersial dan fasilitas umum
dapat dihitung dengan Persamaan 5 dibawah.

𝐶𝑛 = 𝑇𝑠 𝑑𝑖 𝑑𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ (𝑘𝑜𝑚𝑒𝑟𝑠𝑖𝑎𝑙+𝑓𝑎𝑠𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑢𝑚𝑢𝑚) 𝑐 𝐹𝑝 𝑅𝑘………………………..


(5)

Praktikum sistem pengangkutan sampah dilakukan dengan metode obsevasi


lapang (pengamatan) dan wawancara di masyarakat. Alat yang digunakan yaitu
alat rekam suara dan alat tulis. Prosedur praktikum sistem pengangkutan
sampah dapat dilihat dalam diagram alir pada Gambar 3
Mulai

Dilakukan pemilihan TPS terdekat di sekitar lokasi tempat tinggal

Dilakukan pengamatan kondisi truk pengangkut sampah berdasarkan jenis kendaraan,


kapasitas kontainer, tinggi muatan, ketersediaan alat kompaksi, proses pemuatan sampah,
dan kekedapan dasar kontainer

Peralatan pendukung dalam proses pengumpulan dan pengangkutan sampah diamati dan
dicatat

Dilakukan peninjauan pola sistem pengangkutan di TPS serta ditentukan metode terpilih

Dilakukan observasi dan wawancara petugas perihal kendala yang dialami dalam
melakukan pola tersebut

Dilakukan perhitungan analisis kalkulasi berdasarkan perkiraan realistis dan survei kepada
petugas pengangkut

Dilakukan analisis dari hasil yang didapat

Selesai

Gambar 3 Diagram Alir Siste Pengangkutan Sampah


Kondisi Tempat Pembuangan Sementara
Praktikum kondisi tempat pembuangan sementara (TPS) dilaksanakan pada
tanggal 23 November 2020 secara daring. Praktikum bertujuan untuk melakukan
pengamatan pada kondisi TPS sekitar. Praktikum dilakukan dengan metode
pengamatan/ observasi lapangan. Alat dan bahan yang digunakan dalam
praktikum adalah alat tulis dan alat perekam suara. Prosedur praktikum kondisi
tempat pembuangan sementara dapat dilihat pada diagram alir pada Gambar 4.

Mulai

Melakukan tinjauan TPS yang sudah dipilih menurut SNI 3242-2008 tentang Pengelolaaan
Sampah di Permukiman

Mengamati TPS dari upaya pemisahan sampah organik dan anorganik

Menentukan kapasitas TPS berdasarkan volume sampah yang masuk

Mengamati kondisi TPS dari berbagai aspek dari bahan pembuatan, kondisi cairan lindi di
Kawasan TPS, dan menentukan warna cairan lindi di TPS bila ada

Gambar 1 Diagram Alir pengamatan kondisi TPS sekitar


A

Menentukamn area TPS dengan dilengkapi oleh area penyangga

Mentukan hasil obsevasi dari data yang didapatkan dan menentukan kontruksi dan
manajemen penanganan TPS berdasarkan kriteria ramah lingkungan

Selesai

Gambar 2 Diagram Alir pengamatan kondisi TPS sekitar (lanjutan)

HASIL PEMBAHASAN
Pengukuran timbulan dan komposisi sampah
Berdasarkan hasil pengambilan data selama lima hari ini dapat diketahui bahwa
sampah organik memiliki persentase yang lebih tinggi daripada jenis sampah yang
lain. Pernyataan ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Riswan et
al. 2011, dalam penelitian tersebut diterangkan bahwa sampah organik
mendominasi komposisi sampah rumah tangga yaitu sebesar 47%. Tidak ada
sampah B3 yang ditemukan pada penelitian ini. Hal ini karena rumah tangga tidak
menghasilkan sampah B3.
Sistem pengumpulan dan pengangkutan sampah
Sistem pengumpulan sampah yang dilakukan pada lingkup yang kecil
dilakukan pola pengumpulan sampah door to door. Pola pengangkutan sampah
door to door dilakukan dengan cara mengumpulkan sampah dari setiap sumber
sampah (door to door) kemudian diangkut langsung ke TPA. Pola pengangkutan
ini dapat diterapkan di kota sedang dan kecil karena kesederhanaan
pengendaliannya, jarak ke TPA tidak jauh, daerah pelayanan tidak luas dan tidak
sulit dijangkau (Basriyanta 2007).
Berdasarkan dari sample yang di ambil dari salah satu data lapangan, di
dapatkan pola pengumpulan sampah individual langsung dan menggunakan pola
pengangkutan sampah secara door to door. Pola pengangkutan sampah ini
digunakan berdasarkan daerahnya masing-masing dan besar wilayah tersebut.
Adapun waktu pengambilan sampah dilakukan sebanyak dua kali dalam
seminggu, yaitu pada hari rabu dan kamis jam 08.00-12.00 WITA. Jumlah
petugas yang bekerja sebanyak 2 orang dan peralatan yang digunakan adalah
gerobak yang ditarik menggunakan motor.

Kondisi Tempat Pembuangan Sampah


Praktikum Kondisi Tempat Pembuangan Sementara (TPS) Sampah dilakukan
dengan melakukan observasi lapang pada TPS yang berada pada lokasi tempat
tinggal masing-masing praktikan. TPS yang diamati oleh praktikan 1, 2, 3, 4, dan
5 pada kelompok 2 berturut-turut berlokasi di Kelurahan Loa Bakung (Kota
Samarinda), Kelurahan Pulau (Tabalong), Kelurahan Mayang Mangurai (Kota
Jambi), Kelurahan Belimbing (Kota Bontang), dan Kelurahan Cilengkrang (Kota
Bandung)
TPS praktikan 1 memiliki luas area berkisar antara 200 m 2 – 250 m2 dengan
daya tampung sebesar 46,8 m3. TPS praktikan 2 memiliki luas area sekitar 40 m 2
dengan daya tampung sebesar 20 m3. TPS praktikan 3 memiliki luas area sekitar
25 m2 dengan daya tampung sampah sebesar 30 m3. TPS praktikan 4 memiliki
luas area 35 m2 dengan daya tampung sebesar 20 m3. TPS praktikan 5 memiliki
luas area 12 m2 dengan daya tampung sebesar 10 m3. Berdasarkan hasil
pengamatan dan perhitungan pada TPS masing-masing praktikan, dapat
ditentukan jenis TPS berdasarkan kriteria TPS pada SNI 3242-2008.
Berdasarkan SNI 3242-2008, TPS yang diamati oleh praktikan 1 merupakan
TPS tipe 3 dengan luas area lebih besar dari 200 m 2, sedangkan TPS yang diamati
oleh praktikan 2, 3, 4, dan 5 termasuk sebagai TPS tipe 1 dengan luas area 10 m2 –
50 m2. TPS yang diamati oleh praktikan 1 merupakan TPST (Tempat Pengolahan
Sampah Terpadu) yaitu tempat terjadinya proses pengumpulan, pemilahan,
penggunaan ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah (Sahwan 2010),
sedangkan pada TPS yang diamati oleh praktikan 2, 3, dan 4 tidak terdapat
pemilahan sampah. Pada TPS yang diamati oleh praktikan 1, 2, dan 4 air lindi
berwarna kecoklatan, sedangkan pada TPS yang diamati oleh praktikan 3 dan 5 air
lindi berwarna cokelat kehitaman. Air lindi pada kelima TPS memiliki warna
yang berbeda karena setiap TPS memiliki karakteristik air lindi yang berbeda
tergantung dari proses fisika, kimia, dan biologis yang terjadi di dalam landfill
(Al-Wabel et. al. 2011). Hasil pengamatan kelima TPS pada tiap-tiap praktikan
dapat dilihat pada Tabel …. berikut.
Tabel … Hasil Pengamatan TPS masing-masing Praktikan
Ukuran panjang x Daya Tutup Warna air Pengangkutan
Praktikan lebar x tinggi Volume Tampung TPS lindi TPS ke TPA
Tidak
1 8 m x 5 m x 3 m 120 m3 20 m3 ada Kecoklatan Truk sampah
3 m x 4 m x 1,5 Tidak
2 m 54 m3 46,8 m3 ada Kecoklatan Truk sampah
Tidak Kecoklatan-
3 5mx5mx2m 50 m3 39 m3 ada Kehitaman Truk sampah
Tidak
4 7 m x 5 m x 4 m 110 m3 20 m3 ada Kecoklatan Truk sampah
Tidak Kecoklatan-
5 4 m x 3m x 2m 24 m3 10 m3 ada Kehitaman Truk sampah
Manajemen penanganan yang dapat dilakukan terhadap TPS yang diamati oleh
masing-masing praktikan berbeda-beda tergantung kondisi masing-masing TPS.
Pada praktikan 1, kondisi lingkungan sekitar TPS adalah akibat TPS yang tidak
dilengkapi penutup dan peletakan sampah yang sembarangan menyebabkan air
lindi menyebar keluar TPS hal diperparah ketika hujan turun. TPS juga
menghasilkan bau yang tidak sedap. Pada praktikan 2, kondisi lingkungan sekitar
TPS tidak terganggu oleh perletakan maupun air lindi sampah, akan tetapi bau
yang tidak sedap akan tercium akibat tidak adanya tutup pada TPS. Pada
praktikan 3, kondisi lingkungan sekitar TPS akibat dari tps tidak di lengkapi
dengan penutup, maka bau yang timbul di sekitar TPS sangat menyengat. Banyak
sampah yang di ganggu oleh hewan sekitar sehingga mengakibatkan sampah
berserakan dan masih kurang tertibnya masyakrat untuk membuang sampah di
tempat pembuangan yang sudah disediakan. Pada praktikan 4, kondisi lingkungan
sekitar TPS yaitu akibat TPS yang berdekatan dengan selokan, air yang mengalir
di selokan menjadi berbau sampah dan membawa sedikit sampah yang
berhamburan mengakibatkan air yang terdapat pada selokan utama berbau dan
berserakan sampah. Pada praktikan 5 TPS didekat lingkungan sekitar
mengakibatkan bau yang tidak sedap akibat tidak adanya penutup di TPS.
Berdasarkan hasil observasi kondisi lingkungan sekitar TPS, pada praktikan 1
penanganan yang dapat diberikan berupa pemberian penutup TPS dan
pembangunan dinding agar sampah tidak berserakan keluar. Pada TPS yang
diamati oleh praktikan 2, 3, dan 5 penanganan yang diberikan cukup berupa
pemberian penutup untuk mencegah sampah keluar dan mencegah penyebaran
bau tidak sedap. Pada TPS yang diamati oleh praktikan 4, penanganan yang dapat
diberikan yaitu dengan memberi pembatas antara TPS dengan selokan untuk
mencegah masuknya sampah ke dalam aliran air.

DAFTAR PUSTAKA
Arnatha IM. 2012. Studi optimasi teknis operasional pengumpulan dan
pengangkutan sampah dengan model simulasi (Studi Kasus Kecamatan
Mengwi, Kabupaten Badung Tahun 2004-2024). Jurnal Ilmiah Teknik Sipil.
16(1): 90-99.
Aspian SA. 2009. Optimasi pola pengumpulan dan pengangkutan sampah kota
muara teweh melalui pendekatan zonasi. [Tesis]. Semarang (ID): Teknik
Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro
Al-Wabel MI, Al Yehya WI, Al-Farraj SE, El-Maghraby. 2011. Characteristic of
landfill leachates and bio-solids of Municipal Solid Waste (MSW) in
Riyadh City Saudi Arabia. Journal of the Saudi Society of Agricultural
Sciences. 10(1) : 65-70.
Basriyanta. 2007. Memanen Sampah. Yogyakarta (ID): Kanisisus.
Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta. 1989. Perencanaan Detail Sanitary
landfill Bantargebang – Bekasi. Jakarta (ID) : Dinas Kebersihan Pemda
DKI Jakarta.
Gunawan, Gugun. 2007. Mengolah Sampah Jadi Uang. Jakarta (ID): TransMedia
Pustaka.
Hardiatmi S. 2011 Pendukung keberhasilan pengelolaan sampah kota. Jurnal
INNOFARM. 10(1): 50-66.
Hasbiah A, Rochaeni A, Sutopo AF. 2018. Analisis kesediaan membayar
(willingness to pay) dan kesediaan untuk menerima kompensasi
(willingness to accept) dari keberadaan Tempat Penampungan Sementara
Ciwastra dengan contingent valuation method. Jurnal Infomatek. 20 (2):
107-116.
Masrida R. 2017. Kajian timbulan dan komposisi sampah sebagai dasar
pengelolaan sampah di Kampus II Universitas Bhayangkara Jakarta Raya.
Journal of Environmental Engineering & Waste Management. 2(2): 69-78
Mulasari, S. A. 2012. Hubungan tingkat pengetahuan dan sikap terhadap perilaku
masyarakat dalam mengelola sampah di Dusun Padukuhan Desa Sidokarto
Kecamatan Godean Kabupaten Sleman Yogyakarta. Jurnal Kesmas. 6(3):
204-211.
Pratiwi EZ, Meidiana C, Wijayanti WP. 2018. Rekomendasi penentuan titik
tempat penampungan sampah sementara di Kecamatan Kedungkandang
Kota Malang. Jurnal Tata Kota dan Daerah. 10(1): 25-38.
Rian, A. 2016. Jurnal Perilaku Masyarakat Dalam Membuang Sampah di
Kecamatan Pontianak Barat. Pontianak : Universitas Tanjungpura.
Riswan, Sunoko HR, Hadiyarto A. 2011. Pengelolaan sampah rumah tangga di
Kecamatan Daha Selatan. Jurnal Ilmu Lingkungan. 9(1): 31-39.
Rizal M. 2011. Analisis pengelolaan persampahan perkotaan (studi kasus pada
Kelurahan Boya Kecamatan Banawa Kabupaten Donggala). Jurnal Sipil
Mesin Arsitektur Elektro (SMARTek). 9(2): 155-172
Sahwan FL. 2010. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) urgensi dan
implementasinya. Jurnal Pusat Teknologi Lingkungan. 6(2) : 151-157
Sahil J, Muhdar MHIA, Rohman F, Syamsuri I. 2016. Sistem pengelolaan dan
upaya penanggulangan sampah di Kelurahan Dufa-Dufa Kota Ternate.
Jurnal Bioedukasi. 4(2): 478-487.
Taufiq A, M. 2002. Pengembangan Teknologi Pengelolaan Sampah yang
Berwawasan Lingkungan. Jakarta (ID) : Development Urban Solid Waste
Management Workshop in Indonesia.
Taufiq A, Maulana MF. 2015. Sosialisasi sampah organik dan non organik serta
pelatihan kreasi sampah. Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan. 3(1): 68-73.
Tchobanoglous G. 1993. Intergrated Solid Waste Management. New York (US):
McGraw Hill.
Wardhani, Citra 2004. Partisipasi Masyarakat pada Kegiatan Pemilahan Sampah
Rumah Tangga, Tesis, Jakarta, PPS-PSIL UI.
Wardiha M, Pradwi WSA, Setyawati LM, Muhajirin. 2013. Timbulan dan
komposisi sampah di kawasan perkantoran dan wisma. Jurnal
PRESIPITASI. 10(1): 89-94.
LAMPIRAN
Lampiran 1.1 Foto TPS masing-masing Praktikan

Gambar 1 Foto TPS yang diamati oleh Praktikan 1

Gambar 2 Foto TPS yang diamati oleh Praktikan 2

Gambar 3 Foto TPS yang diamati oleh Praktikan 3


Gambar 4 Foto TPS yang diamati oleh Praktikan 4

Gambar 5 Foto TPS yang diamati oleh Praktikan 5

Anda mungkin juga menyukai