Anda di halaman 1dari 2

Ibu: Awal-Akhir Kehidupan

Memasuki minggu ketiga pada bulan Desember, saya menyimpan haru yang sangat.
Pada tanggal 22 Desember nanti, hampir semua anak merayakan hari ibu. Bentuk perayaan
yang dilakukan cukup beragam, ada dengan bentuk ucapan langsung lalu bersalaman,
menelepon dengan meminta maaf, memberi bingkisan dengan menyelipkan surat tanpa
berucap selamat karena belum terbiasa, dan ada juga yang sebatas mendoakan
kesejahteraannya tanpa memberi apa-apa. Semua itu, bagi saya, merupakan satu hal yang
perlu diapresiasi. Sebab terkadang masih ada beberapa anak yang enggan bertukar kisah dan
kasih terhadap orang tuanya, khususnya sosok ibu. Padahal ibu alasan kita merasakan dunia.

Sikap kasih pada sosok ibu cukup beragam, dan malu bukan satu-satunya alasan
untuk menjadi penghalang. Hanya saja memang, dalam setiap keluarga memiliki cara
tersendiri untuk mengetuk-tularkan sikap kasih terhadap anggota keluarga yang ada. Hal
demikian juga akan berdampak pada cara bersikap sang anak. Namun, melakukan sikap kasih
yang tidak diajarkan sebelumnya, demi membangun keluarga yang lebih harmonis, bukan
sebuah kesalahan. Justru hal itu akan menjadi batu loncatan untuk semakin dekat dengan
keluarga, sehingga rasa malu yang dirasakan akan berangsur-angsur hilang.

Salah satu sikap kasih yang bisa dilakukan, yakni dengan memberi ucapan selamat
hari ibu. Pemberian hadiah itu bukan suatu keharusan yang mesti ada, karena hakikat
memberi itu tidak berhenti pada satu titik fokus yang bersifat materil. Berdoa justru
menduduki hal yang utama, sebab satu hal ini sering kali diingatkan oleh orang tua kepada
anak-anaknya agar senantiasa dikerjakan. Dalam artian, mereka (orang tua) tidak butuh
barang-barang, tapi cukup doa yang dipanjatkan. Karena dengan doa, mereka akan selamat di
akhirat sana. Sesekali pemberian berbentuk uang, misalnya, akan dibutuhkan. Hanya saja ia
tidak lantas menjadi satu-satunya harapan terbesar.

Dalam keluarga sosok ibu cukuplah berperan. Ia memilik tanggung jawab untuk
mencetak generasi unggul. Ibu menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya. Dari ini
kemudian, kesadaran bahwa betapa pentingnya menuntut ilmu itu harus dicanangkan sedari
awal. Anak-anak yang sudah dididik akan tumbuh menjadi penerus bangsa. Jadi tidak salah
ketika keluarga menjadi organisasi terkecil dalam bentuk kemajuan-kemajuan pada
organisasi yang besar. Bukan suatu kemustahilan bagi sosok ibu untuk menjadikan anak-
anaknya sebagai manusia yang berpendidikan. Selain dengan pembiayaan, doa ibulah yang
mujarab untuk segala hal. Doa ibu mampu menembus langit, langsung menuju Tuhan, dan
terijabahkan.
Perlakuan terhadap ibu lebih diutamakan, hal ini disabdakan oleh Nabi saw. hingga
penyebutan kata ibu sebanyak tiga kali, lalu ayah satu kali. Ini bukan untuk merendahkan
sosok ayah, hanya saja, ingin mempertegas betapa sosok ibu itu menduduki tempat
penghormatan yang besar dan mulia. Terbukti dari semenjak ibu mengandung selama
sembilan bulan, lalu melahirkan, merawat anaknya, membesarkan, mendidik, dan
semacamnya. Ibulah yang hampir melakukan semua itu. Perlu kiranya untuk direnungkan
ketika sebagai anak enggan berbuat baik kepada ibu.

Menyantuni ibu barangkali cukup dengan tidak menyakiti hatinya. Karena ibu
berjenis kelamin perempuan, maka tidak bisa dipungkiri bahwa perasaanlah yang akan lebih
mendominasi dalam tindakannya. Jadi sisi perasaan itu akan cenderung lebih sensitif ketika
mendapati hal-hal yang dirasa kurang olehnya. Menjaga sikap agar beban pikiran ibu lebih
berkurang akan cukup membantu dan menjadi salah satu bakti anak terhadap orang tua.

Pekerjaan rumah tangga yang bisa dibilang cukup melelahkan, pada dasarnya bukan
kewajiban ibu. Sebenarnya hal itu adalah kewajiban seorang ayah. Jadi bila ibu melakukan
semua pekerjaan rumah tangga seperti halnya mencuci, memasak, dan menyapu itu semata-
mata membantu kewajiban ayah. Pemahaman ini barangkali perlu dikaji ulang, agar tidak ada
kesalahpahaman yang berujung fatal. Namun, dengan sosok ibu yang secara jelas dia
perempuan, Tuhan memberikan kelebihan berupa kemampuan ganda saat melakukan
pekerjaan. Ibu mampu mengurusi anak sambil memasak, sedang ayah tidak. Ibu mampu
melakukan banyak pekerjaan dalam satu waktu sekaligus. Tentu hal ini menjadi suatu
kebangaan tersendiri. Salam para ibu! Salam perempuan!

Oleh: Ramlah Q.
No. Rekening: 7985-01-004333-53-7
Foto:

Saat ini masih tercatat sebagai santri aktif di Pondok Pesantren Annuqayah Latee 1. Bergelut
di komunitas sastra Cafe Latte 52. Mahasiswa jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah Instika
Guluk-Guluk Sumenep Madura.

Anda mungkin juga menyukai