Anda di halaman 1dari 24

TUGAS MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS

TENTANG PASIEN KRITIS DENGAN GANGGUAN

NEUROLOGI

Kelompok 1:

1. Ahmad Sanusi
2. Apriyanto
3. Azizziah Djailani
4. Dewi Ayu Nur Anggraini
5. Dewi Kusumawaty
6. Erwan Ahmad
7. Khairunisa
8. Lamsinawati
9. Muhammad Khoirul Ikhwan
10. Nur Atikah
11. Rahmadi
12. Ranti Apriani Wulandari
13. Rizka Junita
14. Rudiansyah
15. Rusandy Rifany
16. Sarinah
17. Sri Suhartini

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU
KESEHATAN PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN
BANJARMASIN,2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem saraf merupakan sistem koordinasi (pengaturan tubuh) berupa penghantar impuls
saraf ke sususnan saraf pusar, pemrosesan impuls saraf dan perintah untuk memberi
tanggapan rasangan. Dan neuron adalah unit terkecil dari sistem saraf pusat. Penyakit
saraf merupakan salah satu penyakit yang paling diwaspadai apalagi dengan gejala-
gejalanya yang sangat cepat. Berikut adalah beberapa jenis penyakit yang dapat
menyerang sistem saraf manusia, yaitu sakit kepala, tumor otak, meningitis, aneurisma
otak, Parkinson dll.

Sistem persarafan pada manusia bukan hanya bertanggung jawab terhadap pengaturan
sistem-sistem tubuh yang lain dan kapasitas adaptif, tetapi juga berkenaan dengan aspek-
aspek kesadaran diri berperasaan dan bertindak.

Integritas atau keutuhan individu tercapai apabila tersedia informasi yang adekuat.
Apabila informasi tidak lengkap atau menyimpan karena kondisi lingkungan atau
kerusakan sistem perseptual sensoris, maka kemampuan untuk melakukan respon yang

adaptif dan tepat menjadi “berubah”. Apabila terjadi trauma atau penyakit yang mengenai
sistem persarafan, sebagian dari potensial adaptif seseorang hilang dan kemampuan untuk
 berfungsi normal menjadi terganggu.

Respon yang tepat tergantung dari keutuhan “jalan” (pathways) yang menghubun
gkan sistem input dan mekanisme output. Ekspresi normal seseorang yang juga
“dialati” oleh sistem persarafan dapat terganggu atau terpengaruh oleh aspek emosi,
psikologis ataupun
gejala-gejala non spesifik seperti nyeri dan sebagainya. Gangguan dapat terjadi pada
setiap saat sepanjang input-output kontinum mengganggu kemampuan individu untuk
 bertindak/berespon dalam mempertahankan kehidupan dan keutuhannya.

Terapi di keperawatan adalah konsep diri sebagai penyembuh harus dipahami dan dialami
oleh setiap perawat untuk akan pengetahuan dan terampil dalam pengiriman,arahan,atau
konseling,pasien dalam penggunaan berbagai terapi. Hal ini mencakup pemahaman
kesehatan
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Anatomi dan Fisiologi Sistem Persarafan ?
2. Bagaimanakah Konsep Gangguan Neurologi?
3. Bagaimanakah Konsep Asuhan Keperawatan dari Gangguan Neurologi?
4. Bagaimanakah Penatalaksanaan Terhadap Pasien Dengan Gangguan Sistem
 Neurologi?

C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca maupun mahasiswa dapat
mengetahui dan memahami :
1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Persarafan
2. Konsep Gangguan Neurologi
3. Konsep Asuhan Keperawatan dari Gangguan Neurologi
4. Mengetahui Penatalaksanaan Pasien Dengan Gangguan Sistem Neurologi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Anatomi-Fisiologi Sistem Persarafan

Sistem persarafan bekerja sebagai sistem elektrik dan konduksi yang bekerja mengatur
dan mengendalikan semua kegiatan tubuh.

Secara garis besar fungsi sistem persarafan dapat digolongkan sebagai berikut :

1. Menerima informasi dari dalam maupun luar melalui afferent sensory pathway
2. Mengkomunikasikan informasi antara sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat
3. Mengolah informasi yang diterima baik ditingkat saraf (refleks) maupun di otak untuk
menentukan respon yang tepat dengan situasi yang dihadapi
4. Menghantarkan informasi secara cepat melalui afferent pathway tadi (motorik) ke
organ-organ tubuh sebagai kontrol atau modifikasi tindakan

Sistem persarafan mengandung sel-sel glia (neuroglia). Sel-sel glia jumlahnya sangat
 banyak, kira-kira 10 kali lebih banyak dibandikan dengan neuron. Terdapat 3 jenis sel
glia, yaitu mikroglia adalah sel-sel pembersih yang memasuki sistem persarafan dari
 pembuluh darah, oligodendrogliosit berperan dalam pembentukan mielin, astrosit yang
terdapat diseluruh otak dan banyak di antaranya mengirimkan ujung-ujung kakinya ke
 pembuluh darah.

Struktur dasar dan unit fungsional sistem persarafan disebut dengan neuron. Neuron
terdiri dari : Badan sel (Soma) dengan dua perpanjangan yaitu; dendrit yang menerima
informasi dari akson terminal pada tempat yang khusus yang disebut sinaps, dan akson
yang membawa informasi ke luar dari badan sel ke neuron lain. Membran sel permeabel
terhadap oksigen, CO2, ion-ion organik tertentu dan tidak permeabel terhadap senyawa
organik seperti protein. Neuron juga dapat ditandai oleh adanya eksitabel, yang artinya
siap memberikan respon bila terstimulasi, karena pada saat terstimulasi resting potensial
tidak stabil maka ada potensial aksi.

Sistem persarafan terdiri dari dua yaitu, secara struktural yang terdiri dari Sistem Saraf
Pusat (SSP) yaitu Otak dan Saraf Tulang Belakang (medula spinalis), dan Sistem Saraf
Tepi (SST). Secara fungsional yaitu serebrospinal dan sistem otonom.
Sistem Saraf Pusat :

1. Otak 
Otak terletak di dalam tengkorak kepala, otak secara garis besar dibedakan menjadi
tiga bagian utama yaitu : serebrum, batang otak, dan serebelum.
a. Serebrum
Setiap hemisfer serebri dibagi dalam lobus dan terdiri dari 4 lobus yaitu: lobus
frontal, pariental, temporal, oksipital. Dan terdapat talamus dan hipotalamus.
 b. Batang Otak
Batang otak terdiri dari otak tengah, pons, dan medula oblangata. Bagian otak
tengah, bagian atas dari batang otak mengandung sistem saraf aferen dan eferen
yang membawa ke dan dari hemisper serebri. Pons terletak di antara otak tengah
dan medula oblangata dan serebelum bagian anterior.
c. Serebelum
Serebelum mengatur dan mengkoordinir aktivitas otot skeletal dan
mempertahankan postur dan kekuatan otot.
2. Medula Spinalis
Merupakan jalan atau saluran untuk menghantarkan informasi dari dan ke otak dari
 perifer, merupakan tempat (letak) jalannya refleks.
3. Sistem Saraf Tepi (SST)
Susunan saraf tepi terdiri dari saraf kranial termasuk sensori dan motorik serta
ganglion. Dan fungsiny bervariasi, yaitu sensori-motorik dan gabungan dari
keduanya.

Sistem Saraf Otonom:

Terdiri dari 2 subsistem eferen : sistem simpatis dan para simpatis. Struktur jaringan yang
dikontrol oleh SSO yaitu otot jantung, pembuluh darah, iris mata, organ torakalis,
abdominalis, dan kelenjar tubuh.

 Cairan serebrospinal
Cairan ini melindungi otak dan medula spinalis dengan dukungan jaringan otot,
 bertindak sebagai media dalam transfer eleman-elemen dari aliran darah ke sistem
saraf jaringan otot. Ditemukan dalam ventrikel otak, di saluran sentral medula spinalis
dan diruang subarakhnoid.

 Meningen

Yaitu selaput yang menutupi otak dan medula spinalis yang berfungsi sebagai
 pelindung, pendukung jaringan-jaringan di bawahnya. Meningen terdiri dari :
 Durameter : Paling Luar

 Arakhnoid : Di Tengah

 Pirameter : Paling dalam dan berhubungan langsung dengan otak.

B. Gangguan Sistem Persarafan


Sistem Persarafan dapat terganggu atau terpengaruh oleh aspek emosi, psikologis,
ataupun gejala-gejala non spesifik seperti nyeri dan sebagainya.

Masalah-masalah umum yang menyertai pasien dengan gangguan sistem persarafan :


1.  Nyeri
 Nyeri terjadi apabila/menyertai kerusakan jaringan, dan ini menyebabkan seseorang
menarik diri atau menghindar dari sumber rangsang. Nyeri juga merupakan
mekanisme perlindungan bagi tubuh dalam hal ini bertindak sebagai sistem kontrol
atau alarm terhadap bahaya.
Ambang nyeri adalah stimulus minimal yang menyebabkan rasa nyeri. Persepsi nyeri
merupakan stimulus minimal yang menyebabkan seseorang melaporkan adanya nyeri,
sedangkan toleransi nyeri adalah tingkat stimulus terendah yang menyebabkan
seseorang menarik diri atau menghindar dari stimulus.

Persepsi dan reaksi nyeri selain dipengaruhi oleh faktor-faktor mekanisme fisiologis
 juga dipengaruhi oleh faktor psikologis, kebudayaan, umur, dan jenis kelamin.
 Mekanisme rangsangan reseptor nyeri karena kerusakan jaringan

Sel Rusak 

Zat kimiawi terbentuk (Bradikinin,

serotinin, enzim proteolitik)

Merangsang dan merusakkan ujung saraf nyeri

(Kemosensitif reseptor)

Menurunkan ambangstimulus terhadap reseptor 


mekanosensitif   dantermosensitif  

2. Peningkatan tekanan intracranial


Peningkatan tekanan intrakranial adalah suatu manifestasi kompleks yang diakibatkan
oleh suatu kondisi multipel neurologis dan sering terjadi secara tiba-tiba. Peningkatan
tekanan intrakranial berkaitan erat dengan peningkatan volume intrakranial, di mana
volume ini tergantung pada voume jaringan otak, volume darah dan volume cairan
serebrospinal (Long & Phipps, 1990:432).Tekanan intrakranial merupakan tekanan
yang ditimbulkan oleh kekuatan statik dan dinamik di dalam rongga kepala akibat
 pergerakan volume intrakranial.
3. Perubahan tingkat kesadaran
Keadaan sadar adalah keadaan di mana organisme sadar akan lingkungannya dan siap
untuk bereaksi terhadap rangsangan baik yang datang dari lingkungan dalam maupun
lngkungan luar (Taylor & Balenger, 1980:126). Namun demikian semua proses ini
tergantung pada aktivitas sistem retikuler, yang merupakan serabut-serabut saraf yang
halus yang berada di sepanjang bagian tengah dari batang otak.Adanya perubahan
atau gangguan tingkat kesadaran terjadi apabila ada interupsi impuls dari RAS atau
kegagalan korteks serebral untuk merespon impuls yang datang.
4. Perubahan pada tonus otot dan fungsi motoris
Gangguan fungsi motoris paling sering menyertai kondisi patologis dari sistem
 persarafan. Fungsi sistem persarafan antara lain untuk pengaturan pergerakan tubuh.
Adanya kerusakan pada sistem ini dapat mengakibatkan masalah serius pada
mobilitas. Adanya cedera atau kerusakan pada motor neuron mengakibatkan
 perubahan pada kekuatan otot, tonus dan aktivitas refleks.
5. Rasa tidak berdaya

C. Konsep Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Neurologi


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dalam proses keperawatan. Hasil dari
 pengkajian adalah pengumpulan data, sehingga proses ini sangat penting dalam
akurasi data uang dikumpulkan. Data yang terkumpulkan meliputi : Riwayat
kesehatan, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang (test diagnostik,
laboratorium).

RIWAYAT KESEHATAN

Beberapa hal yang harus dikaji dalam riwayat kesehatan pada gangguan sistem
 persarafan diantaranya adalah data umum pasien, keluhan utama pasien, riwayat
 penyakit yang lalu dan riwayat kesehatan keluarga.

1. Data Umum Klien


a Data Demografi meliputi : Nama, Umur, Jenis Kelamin, agama, alamat rumah.
 b Pekerjaan : Jelaskan aktivitas sehari-hari pasien, jenis pekerjaan.
c Lingkungan : Apakah terekpos pencemaran ligkungan seperti bahan kimia,
listrik, polusi udara dll.
d Tingkat Intelektual : Riwayat pendidikan, pola komunikasi.
e Status Emosi : Ekspresi wajah, perasaan tentang dirinya, keluarga, pemberi
 pelayanan kesehatan, penerimaan stres dsn koping mekanisme.
f  Riwayat pengobatan : obat obatan yang pernah di berikan (nama, penggunaan,
dosis, berapa lama), keadaan setelah pengobatan, alergi obat dan makanan,
kebiasaan minum alkohol, obat obatan , rokok .
g Pelayanan kesehatan : puskesmas, klinik, dokter praktek.
2. Keluhan Utama
a Trauma : urutan kejadian , waktu kejadian, siapa yang menangani, pengobatan
yang di berikan , keadaan trauma
 b Infeksi akut : kejadian, tanda dan gejala, tempat infeksi, sumber infeksi,
 penanganan yang sudah di berikan dan responnya.
c Kejang : urutan kejadian, karakter dari gejala kejang, kemungkinan faktor
 pencetus, riwayat kejang, penggunaan obat kejang.
d  Nyeri : lokasi, kualitas, intensitas, lamanya, menetap atau tidak, penanganan
sebelumnya.
e Gaya berjalan : seimbang, kaki diseret, gangguan aktivitas
f  Vertigo : kejadian, faktor pencetus, mual dan muntah, tinitus, perubahan
kognitif, perubahan penglihatan, nyeri dada.
g Kelemahan : Kejadian, lamanya, lokasi, karakteristik, nyeri, spasme otot,
napas pendek.
h Kesulitan menelan : Kejadian, reflek menelan, adakah batuk, bagaimana jika
menelan air atau lebih padat.

3. Riwayat Kesehatan yang Lalu


a. Trauma : Kepala, tulang belakang, spinal cord, trauma lahir, trauma saraf.
 b. Kelainan kongenital, deformitas/kecacatan
c. Stroke
d. Encephalitis dan Meningitis
e. Gangguan Kardiovaskular : Hipertensi, aneurisma, disritmia, pembedahan
 jantung, tromboenboli.

4. Riwayat Keluarga
a. Epilepsi dan kejang
 b.  Nyeri kepala
c. Retardasi mental
d. Stroke
e. Gangguan psikiatri
f. Penggunaan alkohol, rokok, dan obat-obatan terlarang
g. Penyakit keturunan : DM, muskular distropi
PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui kelainan dari fungsi neurologi.


Pemeriksaan fisik yang lenkap meliputi : Tanda vital, status mental, pemeriksaan
kepala, leher dan punggung, saraf kranial, saraf sensorik, saraf motorik, refleks dan
sistem saraf otonom.

1. Tanda Vital
Sebelum melakukan tindakan yang lain, yang harus diperhatikan adalah tanda
vital, karena sangat berkaitan dengan fungsi kehidupan dan tanda-tanda lainnya
yang berkaitan dengan masalah yang terjadi. Perubahan tanda vital dapat pula
terjadi pada peningkatan intrakranial.

2. Status Mental
Pengkajian status mental meliputi tingkat kesadaran, orientasi, memori, perasaan
hati (mood), intelektual, berpikir abstrak, bahasa dan komunikasi.
a. Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran merupakan indikator utama adanya perubahan status
neurologi pasien, karena berhubungan dengan fungsi hemisfer serebral dan
retikular activating sistem.

 Compos mentis

sadar akan dirinya dan lingkungannya, orientasi penuh dapat


menjawab pertanyaan yang benar.

 Apatis

keadaan pasien yang segan untuk berhubungan dengan keadaan


sekitar, sikap acuh tak acuh.

 Latargi

keadaan kesadaran pasien yang nampak lesu dan mengantuk.

 Delirium

 penurunan kesadaran disertai peningkatan yang abnormal aktivitas


 psikomotor. Pasien nampak gaduh gelisah, meronta-ronta, disorientasi.

 Somenolen.

keadaan kesadaran pasien yang selalu mau tidur saja, dapat


dibangunkan dengan rangsang nyeri namun jatuh tidur kembali.
 Sopor

keadaan pasien yang mirip koma, berbaring dengan mata tertutup,


tidak dapat dibangunkan kecuali dengan rangsang nyeri.

 Koma

keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dengan rangsang


apapun tidak akan timbul.

Untuk mengetahui tingkat kesadaran dapat digunakan skala koma glasgow


(Glasgow Coma Scale) dengan memperhatikan respon membuka mata, respon
verbal dan respon motorik.

Nilai GCS  Nilai

Membuka mata
Spontan 4

Dengan perintah 3

Dengan rangsang nyeri 2

Tidak berespon 1

Respon motoric

Menurut perintah 6

Mengetahui lokasi nyeri 5

Reaksi menghindar nyeri 4

Fleksi abnormal (dekortikasi) 3

Ekstensi abnormal (decerebrasi) 2


Tidak berespon 1

Respon verbal

Baik menjawab/orientasi penuh 5

Bingung 4

Kata-kata tidak dapat dimengerti 3

Suara tidak jelas 2


Tidak berespon 1

 b Orientasi
Orientasi merupakan kemampuan untuk mengaitkan keadaan sekitar dengan
 pengalaman lampau. Tanyakan pada pasien tentang orientasi tempat, waktu,
orang dan situasi.
c Memori
Memori menghubungkan masa lalu dan masa kini, sehingga dengan memori
kita dapat menginterpretasikan dan bereaksi terhadap yang baru dengan
mengacu pada pengalaman lampau. Dalam menilai memori diklasifikasikan
menjadi memori segera, memori baru (jangka pendek), dan memori rimot
(jangka panjang).
d Suasana Hati (Mood)
Mengkaji suasana hati dapat dilihat dari ekspresi wajah dan perubahan prilaku
 pasien. Catat apakah reaksi pasien sesuai dengan stimulus yang diterima.
e Intelektual
Penampilan intelektual termasuk pengetahuan pasien dan kemampuan
menghitung.
f  Berpikir abstrak dan pertimbangan
Abstraksi atau berpikir abstrak merupakan fungsi intelektual tingkat tinggi
karena membutuhkan pemahaman dan pertimbangan.
g Bahasa dan komunikasi
Masalah bahasa yang sering dijumpai adalah :
 Distria (pelo, cadel) terjadi akibat gangguan artikulasi karena kesulitan
menggerakkan lidah, palatum dan bibir sewaktu berbicara
 Disfonia (serak, bindeng) adalah kesulitan dalam mengeluarkan bunyi,
terjadi akibat gangguan pada pita suara atau palatum
 Afasia merupakan gangguan berbahasa/hilangnya kemampuan berbahasa

 Aleksia adalah kehilangan kemampuan membaca yang sebelumnya ia

mampu.

3. Pemeriksaan Kepala, Leher, dan Punggung


Pemeriksaan Kepala, leher dan punggung dapat dilakukan dengan cara inspeksi,
 palpasi, perkusi, dan auskultasi.
 Inspeksi

Kepala dapat diinspeksi mengenai ukuran, kesimetrisan dan kelainan kepala.


Adanya fraktur, lesi kepala dapat diobservasi. Posisi tubuh, gerakan leher, dan
tulang belakang apakah secara penuh dapat dilakukan.
 Palpasi

Palpasi tulang tengkorak untuk mendeteksi adanya massa dan abnormal yang
ditemukan pada saat inspeksi. Palpasi pada otot leher dapat mengidentifikasi
adanya massa dan tenderness. Palpasi pada tulang belakang untuk
mengidentifikasi adanya masaa, tendeness dan spasme otot.
 Perkusi

Perkusi dapat dilakukan pada precesus spinosus untuk mengetahui adanya


nyeri atau tenderness.
 Auskultasi

Auskultasi dapat dilakukan untuk mengetahui pembuluh darah leher dan bruit
atau indikasi bunyi abnormal.

4. Pemeriksaan Saraf Kranial


Pemeriksaan saraf kranial perlu dilakukan karena saraf-saraf ini secara langsung
mempunyai tugas yang nyata pada setiap organ, sehingga dapat terindifikasi
kelainan yang mungkin terjadi. Berikut ini fungsi dan prosedur pemeriksaan saraf
kranial :

 No Saraf Kranial Fungsi Prosedur


Kemampuan ,mengidentifikasi bau
1 Olfaktorius (I) Penciuman,
yang umum, satu hidung ditutup, mata
 penghidu
 pasien ditutup

Test tajam penglihatan dengan snellen


2 Optikus (II) Tajam penglihatan
test, ophthalmoscope, lapang pandang
dan lapang pandang
dengan test konfrontasi
Okulomotorius,
Keadaan pupil,
trokhearis dan
3  pergerakan bola Inspeksi kelopak mata, inspeksi pupil
abducen
mata dan kelopak dengan senter, gerakan bola mata.
(III,IV,VI)
mata
Sensasi wajah,
Goreskan dengan kapas, pada bagian
kornea, rasa pada
dahi, pipi, dan dagu. Refleks kornea,
4 Trigeminus (V) lidah bagian
 palpasi otot wajah pada saat
 belakang, kekuatan
mengatupkan gigi.
otot maseter

Lihat kesimetrisan wajah, anjurkan


Ekspresi wajah, otot  pasien untuk memejamkan mata test
wajah, sensasi lidah kekuatan kelopak mata, pasien bersiul,
5 Fasialis (VII)
 pada 2/3 bagian tersenyum, mengernyitkan dahi.
 belakang. Mengidentifikasi rasa manis dan rasa
asin pada lidah
Akustikus Pendengaran dan
6 Test berbisik, test rinne, webber
(VIII) keseimbangan
Kemampuan
Glosofaringius menelan, Test gag refleks dan kemampuan
7
(IX)  pergerakan lidah menelan
dan gag reflek.
Sensasi faring,
Inspeksi palatum dan uvula semetris
laring, dan
8 Vagus (X) atau tidak, observasi kemampuan
kemampuan
menelan.
menelan

Test kekuatan otot trapezius (otot


Accesorius Pergerakan kepala,
9  bahu) dan test kekuatan otot
(XI) otot leher dan bahu
sternokledomastoid (gerakan leher)
Inspeksi lidah apakah simetris,
Hipoglosus
10 Kekuatan lidah tremoratau atropi. Inspeksi pergerakan
(XII)
lidah dan test kekuatan lidah

5. Pemeriksaan Fungsi Sensorik


Pemeriksaan fungsi sensorik diantaranya dengan sentuhan kasar, sentuhan halus,
nyeri, suhu, tekanan dalam, getaran dan rasa gerak serta sikap. Pada pemeriksaan
sensorik, pasien diminta menutup matanya. Kemudian pemeriksa melakukan
 pemeriksaan mulai dari ekstermitas bawah. Tanyakan kepada pasien apakah
terasa? Bagian mana yang dirasakan? Dengan tujuan dapat membedakan stimulus
yang diterima

Pemeriksaan fungsi sensorik dikelompokkan menjadi dua bagian:

a. Pemeriksaan sensorik saraf perifer diantaranya:


o Pemeriksaan raba dengan sentuhan seperti dengan kapas, tangan, kain

kertas. Adanya kehilangan rasa disebut thigmanesthesia


o Pemeriksaan nyeri misalnya dengan benda yang runcing seperti bolpoin

dan jarum. Tanyakan kepada pasien apakah nyeri tajam atau tumpul,
 bandingkan bagian kanan dan kiri secara simetris
o Pemeriksaan rasa suhu dengan air panas (suhu 400C-50 0C) atau dingin
(suhu 10 0C-200C) menggunakan tabung reaksi atau botol.
o Pemeriksaan rasa getaran, dengan menggunakan garpu talla (frekuensi 128

Hz), silakukan dengan menempelkan getaran garpu tala pada ibu jari kaki,
maleolus lateral dan medial, tibia, sternum, radius dan ulna. Hilangnya
rasa getar disebut pallanesthesia.
o Pemeriksaan rasa gerak dan sikap, pasien digerakkan salah satu bagian

tubuh

 b Pemeriksaan sensorik kortekal


Pemeriksaan sensori kortekal bertujuan untuk mengetes kemampuan kognitif
sebagai interpretasi sensasi yang diterima kortek
o Stereognosis yaitu test untuk mengetahui kemampuan menginterpretasi
suatu benda/objek. Pasien diminta menutup matanya, kemudian letakkan
 benda yang umum pada tangan pasien dan diminta untuk menyebutkan
 benda apa.
o Two-point diskriminasi yaitu mengetes persepsi dua rangsangan. Misalnya

dengan menggunakan dua jari, dua jarum yang ditusukkan secara


 bersamaan pada dua titik di ekstermitas, tanyakan apakah terasa, berapa
terasanya. Orang normal adapat membedakan dua rangsangan pada ujung
 jari, bila jarak kedua rangsangan tersebut lebih besar dari 3 mm.
o Graphesthesia yaitu pemeriksaan untuk mengenal angka atau huruf.
Dilakukan dengan menggoreskan huruf/angka pada anggota tubuh
6. Pemeriksaan Fungsi Motorik
Pemeriksaan fungsi motorik misalnya sikap, bentuk, ukuran, gerakan-gerakan
abnormal yang tidak terkendali, kekuatan otot dan tonus.
a. Sikap
Perhatikan sikap pasien pada saat berjalan, duduk, berbaring dan berdiri.
 b. Bentuk
Adakah kelainan bentuk seperti kifosis, lordosis, dan scoliosis
c. Ukuran
Perhatikan apakah ada pembesaran otot (hipertropi) atau pengecilan otot
(atropi). Bandingkan otot yang satu dengan simetrisnya. Adakah kelumpuhan
dan disertai atropi
d. Gerakan-gerakan abnormal yang tidak terkendali
Gerakan-gerakan abnormal yang terkendali adalah :
o Tremor yaitu serentetan gerakan involunter, ritmik berupa getaran yang

timbul karena kontraksi otot-otot yang berlainan secara bergantian


o Khorea yaitu gerakan otot yang berlangsung cepat, sekonyong-konyong,

aritmik dan kasar, biasanya terjadi pada anggota gerak atas pada bagian
distal
o Atetose yaitu gerakan seperti ular, lebih lambat dari Khorea dan
melibatkan otot bagian distal
o Spasme merupakan gerakan abnormal, terjadi karena kontraksi otot-otot

yang disarafi oleh satu saraf. Contoh spasme yaitu trismus yang
merupakan spasme otot pengunyah pada pasien tetanus
o TiK merupakan gerakan yang terkoordinir, berulang dan melibatkan

sekelompok otot dalam hubungan yang sinergis

e Tonus Otot (tegangang otot)


o Hipotonia yaitu tidak terdapat tahanan/regangan, normalnya terdapat

sedikit tahanan. Diperiksa dengan cara menggerakkan sendi-sendi secara


 pasif
o Hipertonia, terdapat tahanan yang lebih besar. Keadaan ini dapat terjadi

 pada gangguan:

 Spastisitas : Adanya tahanan pada permulaan gerakan, kemudian

disusul dengan relaksasi secara tiba-tiba


 Klonus : Kontraksi ritmik sebagai jawaban dari regangan yang

dilakukan secara cepat dan kuat

 Rigiditas : Terdapat tahanan pada permulaan gerakan pasif tanpa

disertai fase relaksasi


f  Kekuatan Otot
Kekuatan otot dapat diukur dengan menggunakan skala 0-5 pada lokasi otot
yang akan dinilai. Berikut adalah tabel penilaian kekuatan otot.

%
 No Keadaan Fungsi Otot Nilai
 Normal

1 Tidak terdapat kontraksi otot, lumpuh total 0 0

2 Terdapat sedikit gerakan, tidak ada pergerakan 1 10

3 Terdapat gerakan, tetapi tidak mampu menahan gravitasi 2 25

4 Terdapat pergerakan dan mampu melawan gravitasi 3 50

5 Mampu melawan gravitasi dan melawan sedikit tahanan 4 75


6 Mampu melawan gravitasi dan tahanan yang kuat 5 100

7. Pemeriksaan Refleks
Refleks adalah reaksi dari rangsangan timbul akibat regangan otot. Reflek terbagi
atas refleks normal terdiri atas refleks tendon/refleks tendon dalam dan refleks
superfisial dan refleks patologis.
a Refleks normal
Yang termasuk refleks normal meliputi refleks tendon seperti refleks bisep,
trisep, radius, patela, achiles, ulna dan refleks superfisial seperti refleks
kornea, refleks paringeal, refleks dinding perut, refleks kremaster, refleks anal.
Berikut tabel teknik pemeriksaan dan respon refleks normal.

Refleks
 No Refleks Teknik Pemeriksaan Respon
Tendon

Fleksi
Lengan pasien disemiflesikan,
1 Bisep lengan
ketok tendon bisep
 bawah

2 Radius Lengan bawah difleksikan danFleksi


 pada prosessus stiloideus dari lengan
ulna  bawah dan
 pronasi
Ekstensi
Lengan bawah disemifleksikan,
3 Trisep lengan
ketok tendon trisep
 bawah

Tungkai difleksikan dan


Ekstensi
digantung, ketok pada tendon
4 Patella tungkai
muskulus kuadriseps femoris,
 bawah
dibawah atau di atas patella.
Plantar
Tungkai bawah di fleksikan
5 Achiles fleksi pada
sedikit, ketok tendon achiles
kaki

Refleks superfisial
Kornea mata disentuh dengan
Mata
1 Kornea sepotong kapas yang ujungnya
dipejamkan
dibuat runcing
Palatal dan Sentuh bagian palatal dan Elevasi
2
Faringeal faring  palate

Otot perut
Dinding Gores dinding perut dengan
3 akan
Perut  benda yang agak runcing
 berkontraksi

Goreskan atau sentuh pada Skrotum


4 Kremaster
 bagian medial pangkal paha  berkontraksi

Otot
sfringter
5 Anus Kulit sekitar anus di gores
eksternus
 berkontraksi

 b Refleks Patologi
Refleks ini terjadi jika ada gangguan neurologi, seringnya terjadi pada
gangguan spinal cord atau saraf pusat. Yang termasuk refleks patologi adalah
refleks babinski dan klonus. Refleks babinski dapat diperiksa dengan cara
 pasien berbaring dengan tungkai diluruskan. Goreskan benda yang agak
runcing pada bagian lateral dari tumit menuju pangkal jari. Reaksi positif jika
terdapat gerakan dorso fleksi ibu jari dengan jari-jari lainnya mekar. Klonus
merupakan kontraksi otot secara ritmik atau dianggap sebagai rentetan refleks
tegangan otot.

Di bawah ini merupakan tabel dalam penilaian refleks tendon dalam :

 No Nilai Gambaran Refleks

1 0 Tidak ada refleks

2 1+ Ada tetapi berkurang

3 2+ Normal

4 3+ Meningkat tetapi tidak patologis

5 4+ Hiperaktif, mungkin ada klonus

8. Pemeriksaan Saraf Otonom.


Pengkajian pada sistem saraf otonom diantaranya, adanya poliura, tidak
normalnya pergerakan, gastrointestinal, distensi abdomen, bladder, perubahan
temperatur dan warna (pucat, sianosis, eritema), keadaan kulit basah (basah,
kering, atropi).

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Test Diagnostik pada gangguan neurologi diantaranya :

1. X-RAY KEPALA
X-Ray Kepala dapat melihat keadaan tulang tengkorak, nasal sinus dan beberapa
kelainan serebral karena pengkapuran. Informasi yang dapat diperoleh dari
 pemeriksaan ini adalah mengidentifikasi fraktur tengkorak, kelainan vaskuler,
 perubahan degeneratif. Prosedur pemeriksaan X-Ray kepala, pasien ditempatkan
 pada papan/meja dengan posisi kepala tidak hiperekstensi atau termanipulasi.
Lama pemeriksaan ini hanya bebepara menit.
a Indikasi
 Pasien dengan fraktur kepala

 Tumor otak

 Abnormal vaskuler

 Perubahan degenerative

 b Perawatan dan Penkes

 Jelaskan tentang tujuan dari prosedur ini. Katakan bahwa prosedur ini
tidak nyeri

2. X-RAY SPINAL
X-Ray Spinal dapat melihat daerah cervical, torakal, lumbal, dan sacral dari
spinalis. X-Ray spinal memberi informasi data tentang dislokasi, fraktur vertebra,
erosi tulang, pengapuran, kollap vertebra, spondilosis.
a Indikasi

 Trauma Vertebra

 Fraktur dan dislokasi

  Nyeri

 Gangguan motorik dan sensorik

 b. Perawatan dan Penkes

 Menjelaskan tujuan prosedur dan mengatakan bahwa tindakan ini tidak

sakit. Selama pemeriksaan posisi tulang belakang dipertahankan dalam


keadaan stabil untuk mencegah kerusakan spinal cord.

3. COMPUTED TOMOGRAPHY (CT)


Computed Tomography Scanning merupakan kombinasi teknologi dari radiologi
Imaging dan komputer analisis. Pemeriksaan ini dapat memberikan gambaran
secara mendetail bagian-bagian dari otak. Misalnya dapat menentukan bentuk,
ukuran, dan posisi ventrikel, mendeteksi adanya perdarahan, tumor, kiste, edema.
Untuk melihat bagian vaskuler otak dilakukan dengan menggunakan bahan
kontras. Dalam pemeriksaan ini pasien ditempatkan pada meja X-Ray dengan
 posisi telentang dan kepala ditempatkan pada area scanner.
a. Indikasi
 Trauma kepala

 Kerusakan serebrovaskuler

 Identifikasi adanya tumor otak

 Abses otak

 Perdarahan intraserebral

 Hydrosephalus

 Perkembangan abnormal otak

 b. Kontraindikasi

 Pasien tidak kooperatif

 Alergi bahan iodin bagi yang menggunakan kontras

c Komplikasi
Reaksi anafilaltik jika menggunakan kontras
d Perawatan dan Penkes
Jelaskan pada pasien untuk tidak terlalu cemas, karena tindakan ini tidak
membahayakan dan tidak nyeri. Jika akan menggunakan kontras anjurkan
 pasien untuk puasa selam 4 jam sebelum pemeriksaan. Tanyakan pada pasien
apakah ada alergi terhadap kontras. Jika kontras diberikan, maka setelah
 pemeriksaan perlu diobservasi kemungkinan adanya anafilaltik seperti adanya
mual, muntah, tachikardi, meningkatnya pernapasan. Pasien dianjurkan untuk
minum yang cukup banyak karena kontras bersifat hipertonik sehingga
menimbulkan diuresisi. Monitor ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

2. Diagnosa Keperawatan
a Ketidakefektifan pola pernafasan berdasarkan Kerusakan neurologis atau Ketidak
efektifan bersihan jalan napas berdasarkan kerusakan batuk dan ketidakmampuan
mengatasi lendir.
 b Gangguan perfusi jaringan otak berdasarkan vasospasme sekunder terhadap cidera
hemoragi ; Peningkatan Tekanan Intra Kranial sekunder terhadap cidera hemoragi
c Perubahan eliminasi : inkontinensia urine berdasarkan kerusakan atau gangguan
neurologis pada spinkter uri
d Perubahan eliminasi : konstipasi berdasarkan kerusakan neurologis
e Gangguan mobilitas fisik berdasarkan kerusakan fungsi neurofisiologis
f  Gangguan komunikasi verbal berdasarkan kerusakan saraf pada pusat bicara
(broca)
g Perubahan persepsi sensori, kognitif, visual, auditori, kinestetik berdasarkan
trauma neurologis
h Perubahan respon psikis dan emosi berdasarkan perubahan fisik
i Potensial terjadinya deformitas
 j Potensial terjadinya gangguan integritas kulit berdasarkan imobilitas fisik

3. Tindakan Keperawatan secara Umum


a Mempertahankan fungsi vital sign
 b Mencegah terjadinya kerusakan otak irreversibel
c Mencegah terjadinya komplikasi : cacat fisik, mental dan sosial

4. Evaluasi
a Klien bisa mengekspresikan perasaannya/ kebutuhannya
 b Mengerti dan menjalankan perintah
c Dapat mengenali bagian - bagian tubuh
d Bekerja sama dengan perawat dalam pemenuhan aktivitas sehari - harinya
e Kemajuan dalam fungsi motorik
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Sistem persarafan bekerja sebagai sistem elektrik dan konduksi yang bekerja mengatur
dan mengendalikan semua kegiatan tubuh.Sistem Persarafan dapat terganggu atau
terpengaruh oleh aspek emosi, psikologis, ataupun gejala-gejala non spesifik seperti
nyeri dan sebagainya.Konsep asuhan keperawatan dari gangguan neurologis terdiri dari 5
tahap yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan
evaluasi.Gangguan persarafan dapat berentang dari sederhana sampai yang kompleks.
Beberapa gangguan persarafan menyebabkan gangguan/hambatan pada aktifitas hidup
sehari-hari bahkan berbahaya.Pengkajian merupakan salah satu urutan/bagian dari proses
keperawatan yang sangat menentukan keberhasilan asuhan keperawatan yang diberikan.

B. Saran
Diharapkan pada mahasiswa keperawatan dapat memahami makalah ini dan menambah
wawasan dengan cara membaca lebih banyak lagi tentang gangguan neurologi.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2011.Askep dengan gangguan sistem persarafan. Asuhan Keperawatan Jamz-


Vie ASKEP dengan Gangguan Sistem Persarafan.htm.

Batticaca B Fransisca. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Penerbit Salemba.

Muttaqin Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta: Penerbit Salemba

Pahria, Tuti, S.Kep.1993.Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Persarafan.Jakarta : EGC.

Web: http://kycis.blogspot.co.id/2015/09/konsep-gangguan-sistem-neurologi_21.html

Anda mungkin juga menyukai