Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Pemberian Anastesi Dan Analgetik Pada Perdarahan

Disusun oleh :

Junita Elvrida Doloksaribu 153308010032


Yohana Natasha S 153308010035
Steven Martin Haditio 173308010003
Sri Kartika 173308010007
Cindy Amallia Prasati 173308010010
Jeni Widya Ningrum 173308010013
Donialdi Lumbantobing 173308010016
Dwi Setyarini 173308010019
Benarivo Ginting 173308010023
Yohanes Hutajulu 173308010027
Helen Theresia Nauli 173308010030
Astri Yosika Olivia M P 173308010033
Ajeng Yumna Azizah 173308010037
Yohana Aprilia Saragih 173308010040
Listyaning Kartiko Kinasih 173308010043
Valerin Angelina Siahaan 173308010046

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
MEDAN
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Perdarahan adalah hilangnya darah dari sistem sirkulasi / sistem vaskular. Perdarahan

dapat terjadi secara internal maupun eksternal. Perdarahan internal terjadi ketika darah

keluar dari pembuluh darah namun masih berada di dalam tubuh. Perdarahan eksternal

terjadi ketika darah keluar dari pembuluh darah dan menembus kulit maupun mukosa

(Kruger, 1984).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa klasifikasi dari pendarahan?

2. Bgaimana penanganan pendarahan?

3. Apa saja jenis anestesi dan analgetik?

4. Teknik dan mekanisme anestesi lokal?

5. Apa indikasi dan kontra indikasi penggunaan anestesi pada kasus?

6. Apa komplikasi dari anestesi?

7. Jenis analgetik apa yang diberikan pada kasus ?

8. Apa indikasi dari analgetik?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui klasifikasi dari pendarahan

2. Untuk mengetahui penanganan pendarahan

3. Untuk mengetahui jenis anestesi dan analgetik

4. Untuk mengetahui Teknik dan mekanisme dari anestesi lokal

5. Untuk mengetahui indikasi dan kontra indikasi penggunaan anestesi pada kasus

6. Untuk mengetahui komplikasi dari anestesi

7. Untuk mengetahui jenis analgetik apa yg diberikan pada kasus

8. Untuk mengetahui indikasi dari analgetik


BAB II
TINJAUANPUSTAKA
2.1 Klasifikasi Pendarahan
Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4
Darah < 750 cc 750-1500 cc 1500-2000 cc 2000 cc / lebih
hilang
Presentase < 15 % 15-30 % 30-40 %  40%
Nadi < 100 x/menit > 100 x / menit > 120 x / menit 140 x/ menit
atau lebih
Tekanan Normal Normal Menurun Menurun
darah
Tekanan Normal atau Menurun Menurun Menurun
nadi meningkat
Tes kapiler Normal (+) (+) (+)
Respirasi 14-20 x / menit 20-30 x / menit 30-40 x / menit > 35 x / menit
Urin 30 cc/ Jam 20-30 cc/ Jam 5-15 cc/ Jam Tidak ada urin
SSP Sedikit cemas Cemas Sangat Cemas Konfus latergi
Cairan Kristaloid Kristaloid Kristaloid + Kristaloid +
pengganti darah darah
Tanda dan Tidak ada Takikardi > Takikardi Takikardi
Gejala perubahan denyut 110 x / menit >120x/menit >35x/menit
Umum jantung, dan takipnoe dan takipnoe tekanan darah
pernafasan dan 20-30 x /menit yang jelas yang menurun
tekanan darah tekanan darah yaitu 30- secara
normal/meningkat mungkin 40x/menit signifikan,
hanya ekstremitas kulit dingin
menurun dingin, dan pucat,
sedikit menurunnya mental status
tekanan darah, yang menurun
menurunnya dengan hebat

Pada Kasus termasuk perdarahan kelas I, dimana tidak ada perubahan denyut
jantung, pernafasan normal dan tekanan darah normal/meningkat.
2.2 Penanganan Pendarahan

1. Penangan pendarahan ringan


Harus dilakukan pemeriksaan dengan teliti mengenai sumber perdarahan.

+uction dan penerangan yang baik merupakan syarat utama. Bila lokasi perdarahan

sudah ditemukan, lakukan anastesi lokal supaya perawatan tidsk menyakitkan.Bagian

darah dibersihkan dan daerah tersebut dikeringkan. Bila berasal dari soketgigi atau

dinding tulang, dilakukan penekanan dengan tampon adrenalin danapabila tidak

berhenti dapat dijahit. Bila gagal juga masukan oxidized cellulose gause) surgicel*

kedalam soket dibawah jahitan dan pasien menggigit tampon selama 30 menit. Bila

berasal dari tepi gusi yang sobek dilakukan penjahitan h.3,5 .

2. Penangan Pendarahan berulang

Istilah ini dikenal dengan teknik penekanan beserta di berikan jahitan biasanya

diberikan Setelah dilakukan observasi pada pasien, apabila pasien dinilai stabil,

perhatikan bagian yang mengalami perdarahan. Apabila bagian yang mengalami

perdarahan telah ditemukan, lakukan anastesi lokal agar perawatan tidak terasa sakit.

Vasokonstriktor yang digunakan pada obat anastesi hanya boleh sedikit saja

(1:100,000 epinefrin).5,11 Setelah itu, bekuan darah yang ada dibersihkan dan bagian

tersebut diperiksa apakah perdarahan berasal dari gingiva (jaringan lunak), dinding

tulang, atau keduanya. Perdarahan dari gingiva dapat dikontrol dengan menjahit tepi

atau margin luka. Apabila perdarahan bersumber dari tulang maka soket diisi dengan

spons gelatin atau oxidized cellulose gauze, material yang dapat diabsorbsi, seperti

gelfoam dan kemudian dijahit. Kemudian kasa yang besar ditempatkan diatas soket

kemudian dilakukan tekanan selama 15 hingga 30 menit. Apabila perdarahan telah

berhenti, tekan dengan kasa kemudian lakukan observasi berulang pada pasien selama

10-15 menit untuk melihat apakah terjadi perdarahan kembali.

Jika pasien syok, yang ditandai dengan kehilangan kesadaran, berkeringat

dengan denyut yang lemah dan cepat serta pernapasan yang dangkal dan cepat,
disertai dengan turunnya tekanan darah, pasien harus sesegera mungkin

dimobilisasikan ke rumah sakit terdekat. Apabila dari riwayat kesehatan pasien

dicurigai terdapat penyakit tertentu, sebaiknya menghubungi dokter yang sebelumnya

melakukan perawatan sebelum pasien dilakukan operasi. Selain itu juga dapat

dilakukan berbagai macam tes laboratorium untuk mengetahui bagaimana mekanisme

pembekuan darah pada pasien. Tes tersebut dapat berupa tes waktu perdarahan, hitung

platelet, waktu, protrombin, atau waktu paruh tromboplastin. Jika diketahui terdapat

gangguan dalam mekanisme pembekuan darah pada pasien.

2.3 Jenis anastesi dan analgetik


2.3.1 Anastesi
Anestesi terdiri dari beberapa jenis, yaitu :

1) Anestesi umum

Anestesi umum melibatkan hilangnya kesadaran secara penuh. Anestesi

umum dapat diberikan kepada pasien dengan injeksi intravena atau melalui inhalasi (Royal

College of Physicians (UK), 2011). Keuntungan dari penggunaan anestesi ini adalah dapat

mencegah terjadinya kesadaran intraoperasi; efek relaksasi otot yang tepat dalam jangka

waktu yang lama; memungkinkan untuk pengontrolan jalan, sistem, dan sirkulasi penapasan;

dapat digunakan pada kasus pasien hipersensitif terhadap zat anestesi lokal; dapat diberikan

tanpa mengubah posisi supinasi pasien; dapat disesuaikan secara mudah apabila waktu

operasi perlu diperpanjang; dan dapat diberikan secara cepat dan reversibel. Anestesi umum

juga memiliki kerugian, yaitu

membutuhkan perawatan yang lebih rumit; membutuhkan persiapan pasien pra operasi; dapat

menyebabkan fluktuasi fisiologi yang membutuhkan intervensi aktif; berhubungan dengan

beberapa komplikasi seperti mual muntah, sakit tenggorokan, sakit kepala, menggigil, dan

terlambatnya pengembalian fungsi mental normal; serta berhubungan dengan hipertermia


maligna, kondisi otot yang jarang dan bersifat keturunan apabila terpapar oleh anestesi umum

dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh akut dan berpotensi letal, hiperkarbia, asidosis

metabolik dan hiperkalemia (Press, 2015).

2) Anestesi regional

Anestesi regional memberikan efek mati rasa terhadap saraf yang

menginervasi beberapa bagian tubuh, melalui injeksi anestesi lokal pada spinal/epidural,

pleksus, atau secara Bier block (Mohyeddin, 2013). Anestesi regional memiliki keuntungan,

diantaranya adalah menghindari polifarmasi, alternatif yang efektif terhadap anestesi umum,

anesthesia yang dapat diperpanjang, pasient dapat tetap dalam keadaan sadar, dan dapat

dilakukan pemberian makanan atau minuman yang lebih dini (Mohyeddin, 2013). Tetapi,

dalam pemberian anestesi regional dapat terjadi komplikasi meskipun jarang sekali terjadi,

diantaranya sakit kepala pasca penyuntikan; sakit punggung; Transient Neurological

Symptomps (TNS;, anastesi spinal total, hematoma spinal atau epidural; abses epidural;

meningitis; arachnoiditis; cardiac arrest; retensi urin; dan keracunan (Agarwal dan Kishore,

2009).

3) Anestesi lokal

Anestesi lokal secara reversibel menghambat konduksi saraf di dekat pemberian anestesi,

sehingga menyebabkan mati rasa di daerah yang terbatas secara sementara (Press, 2015).

Perbedaanya dengan anestesi regional adalah, anestesi lokal hanya memblok sensasi di area

dimana injeksi diberikan, tanpa mempengaruhi daerah-daerah lain yang diinervasi oleh saraf

tersebut (Peters, 2011).

2.3.2 Analgetik
Analgetik atau obat obatan penghilang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau
menghilangkan rasa nyeri .
Mekanisme
Menghambat sintesa PGS di tempat sekitar sakit / trauma.
Analgetik dibagi 2 yaitu :
1. .Analgetik opioid / analgetik narkotika
Golongan abat yang memiliki sifat seperti morfin ,digunakan untuk untuk menghilangkan
rasa nyeri seperti pada fraktura.
a. Metadon
mekanisme : kerja mirip morfin,sedative lebih lemah.
Indikasi : doktisifitas ketergantungan morfin,nyeri hebat pada pasien yang di rumah sakit.
Efek tidak diinginkan : Depresi pernapasan, konstipasi, gangguan Hipotensi ortostatik serta
mual dan muntah pada dosis awal
b.Fentamil
mekanisme : depresi pernafasan lebih kecil kemungkinan
indikasi : medikasi praoprasi yang digunakan dalam anastesi
Efek yang tidak diinginkan : Rigditas otot,bradikardi ringan dan depresi pernafasan lebih
kecil
c.Kodein
Mekanime :sebuah produq 10%dosis diubah menjadi morfin,kerjanya disebabkan oleh
morfin.
Indikasi :penghilang rasa nyeri minor
Efek tidak diinginkan : serupa dengan mrfin tetapi kurang hebat pada dosis untuk
menghilangkan rasa nyeri sedang ,pada dosis tinggi toksisitas seberat morfin .

2. Analgetik Non – narkotik


a. Ibuprofen
Obat ini bersifat analgetik dengan daya anti inflamasiyang tidak terlalu kuat .efek
analgetiknya sama dengan aspirin.
b.Paracetamol / acetaminophen
c.Asam mefenamat
asam mefenamat sangat kuat terikat pada protein plasma ,sehingga interaksi dengan obat
antikoagulan harus diperhtikan . efek samping pada saluran cerna sering timbul misalnya
dispepsia dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung.
2.4 Teknik dan mekanisme anestesi lokal

Mekanisme Kerja

Obat aneses locl mencegah transmisi impuls saraf (blokade konduksi) dengan menghambat

pengiriman ion natrium melalui gerbang ion natrium selektif pada membrane saraf

(Butterworth dan Strichartz, 1990). Gerbang natrium sendiri adalah reseptor spesifik molekul

obat anestesi local. Penyumbaatn gerbang ion yang terbuka dengan molekul obat anestesi

local berkontribusi sedikit sampai hampir keseluruhan dalam inhibisi permeabilitas natrium.

Kegagalan permeabilitas gerbang ion natrium untuk meningkatkan perlambatan kecepatan

depolarisasi seperti ambang batas potensial idak tercapai sehingga potensial aksi tidak

disebarkan.

Obat anestesi local tidak mengubah potensial istirahat transmembran atau ambang batas

potensial Lokal anestesi juga memblok kanal kalsium dan potasium dan reseptor Nmethyl-D-

aspartat (NMDA) dengan derajat yang berbeda-beda. Beberapa golongan obat lain, seperti

antidepresan trisiklik (amytriptiline) meperidine, anestesi inhalasi, dan ketamin juga memiliki

efek memblok kanal sodium. Tidak semua serat saraf dipengaruhi sama oleh obat anestesi

lokal. Sensitivitas terhadap blokade ditentukan dari diameter aksonal, derajat mielinisasi, dan

berbagai faktor anatomi dan fisiologi lain. Diameter yang kecil dan banyaknya myelin

meningkatkan sensitivitas terhadap anestesi lokal. Dengan demikian, sensitivitas saraf

spinalis terhadap anestesi lokal: autonom>sensorik>motorik

2.5 indikasi dan kontra indikasi penggunaan anestesi pada kasus

2.5.1 Indikasi Anestesi Lokal

1. Ekstraksi gigi geligi


2. Apikoektomi

3. Gingivektomi

4. Gingivoplasti

5. Bedah periodontal

6. Pulpektomi, pulpotomi

7. Alveoplasti

8. Bone grafting

9. Implant

10. Perawatan fraktur rahang

11. Reimplantasi gigi avulsi

12. Bedah pengangkatan tumor

13. Bedah pengangkatan odontoma

14. Penjahitan dan Flapping pada jaringan muko-periosteum

2.5.2 Kontraindikasi Anestesi Lokal

1. Pasien menolak / takut/ khawatir

2. Infeksi

3. Di bawah umur

4. Penderita dengan usia lanjut perlu diperhatikan adanya kelainan hati dan ginjal 

5. Alergi

6. Penderita hemofilia, Christmas Disease, Von Willebrand Disease.

7. Penderita hipertensi

8. Penderita penyakit hati/liver

9. Bedah mulut besar

10. Penderita gangguan mental

11. Anomali lain
2.6 Komplikasi dari anastesi Lokal

Komplikasi lokal pada daerah injeksi yaitu:

a. Nyeri pada saat injeksi

Penyebab: rasa nyeri disebabkan jarum yang tumpul atau injeksi anestesi lokal yang terlalu

cepat.

Penanganan: gunakan jarum yang tajam, anestesi topikal, dan injeksikan secara perlahan

untuk menghindari hal ini terjadi.

b. Rasa terbakar saat injeksi

Penyebab: injeksi yang terlalu cepat, pH anestesi lokal, dan anestesi lokal yang hangat. Rasa

terbakar akan hilang seiring dengan efek kerja anestesi lokal jika penyebabnya adalah pHnya.

Injeksi yang terlalu cepat atau anestesi lokal yang hangat dapat menyebabkan trismus, edema,

dan parasthesia. Penanganan: tempatkan anestesi lokal pada suhu ruangan dan dalam tempat

yang bersih tanpa alkohol atau bahan sterilisasi.

c. Paresthesia

Penyebab: trauma pada saraf atau perdarahan disekitar saraf dapat menyebabkan paresthesia.

Pasien akan merasakan sensasi syok ketika saraf terkena. Prilokain 4% (Citanest) dan

septokain 4% (Artikain) biasanya jarang menimbulkan parasthesia jika dikombinasikan

dengan jenis anestesi lokal yang lain, dan harus dihindari pada pasien dengan multiple

sclerosis (MS). Multiple sclerosis adalah penyakit autoimun kronik yang menyerang myelin

otak dan medulla spinalis. Penyakit ini menyebabkan kerusakan myelin dan juga akson yang

mengakibatkan gangguan transmisi konduksi saraf.

Penanganan: parasthesia dapat sembuh 8 minggu tanpa perawatan, tetapi jika saraf yang

terkena parah dapat bersifat permanen. Yakinkan pasien dan lakukan pemeriksaan rutin untuk

mengetahui keadaannya. Pasien yang merasakan gejala yang berlebihan atau pasien yang

cemas dapat diberikan 2 mg/5mg diazepam (Valium) sebelum tidur.


d. Trismus

Penyebab: spasme otot rahang yang berkepanjangan dengan rahang yang terkunci dan

trismus dapat menjadi kronis dan harus segera ditangani. Penyebab yang paling umum adalah

trauma pada otot atau pembuluh darah di fossa infratemporal. Gejalanya biasa muncul setelah

1-6 sesudah perawatan. Penanganan: untuk menghindari terjadinya trismus, kurangi penetrasi

jarum pada daerah kerja dan jangan menginjeksikan terlalu banyak. Pasien dapat diberikan

perawatan berupa terapi rasa hangat, pembilasan dengan larutan salin hangat, pemberian

analgesik, dan jika diperlukan dapat diberikan 10mg diazepam (Valium).

e. Hematoma

Penyebab: penyempitan arteri atau pembuluh darah pada saat injeksi dapat menimbulkan

ruang ekstravaskular yang menyebabkan nyeri memar dan pembengkakan selama 7-14

hari.Penanganan: pemberian tekanan pada daerah yang perdarahan selama 2 menit.

Pemberian analgesik dan anjuran untuk mengaplikasikan handuk hangat setelah hari pertama

untuk menghindari terjadinya vasodilatasi dan mengurangi gejala.

f. Infeksi

Penyebab: injeksi anestesi lokal pada daerah infeksi tidak dapat memberikan efek anestesi

yang optimal. Namun jika anestesi lokal tetap diinjeksikan, bakteri di daerah yang terinfeksi

akan menyebar ke jaringan disekitarnya.

Penanangan: pemberian antibiotik, analgesik, dan benzodiazepines.

g. Paralisis saraf fasialis

Penyebab: kelumpuhan saraf pada wajah dapat terjadi ketika jarum dimasukkan terlalu dalam

sampai ke glandula parotis. Dalam beberapa detik, pasien akan merasakan kekakuan pada

otot yang terkena. Penanganan: yakinkan pasien bahwa situasi ini hanya berlangsung

beberapa jam tanpa ada efek samping. Lakukan pemeriksaan rutin.

h. Syok anafilaksis
Penyebab: pelepasan sejumlah mediator aktif biologis dari sel mast dan basofil, yang dipicu

oleh interaksi antara alergen dengan antibodi IgE spesifik yang terikat pada membran sel.

Aktivasi sel menyebabkan pelepasan mediator yang sebelumnya telah terbentuk dan disimpan

dalam granul (histamin, triptase, dan kimase) serta mediator yang baru dibentuk

(prostaglandin dan leukotrien). Mediator-mediator ini menyebabkan kebocoran kapiler,

edema mukosa, dan kontraksi otot polos.

Penanganan: pertahankan jalur nafas dengan ABC (airway, breathing, circulation) dan

terapkan algoritma bantuan hidup dasar (BHD), penggantian cairan dengan kristaloid dan

koloid, pemberian adrenalin 0,3- 1,0ml diulangi dengan interval 10-20 menit jika dibutuhkan

2.7 Jenis analgetik yang diberikan pada kasus

Ibuprofen

Kondisi: nyeri ringan hingga sedang dewasa 200-400 mg, 3-4 kali sehari. Dosis maksimal

adalah 1200 mg per hari, atau 2400 mg per hari dalam pengawasan Dokter.

2.8 Indikasi Analgetik

Indikasi Analgetik

Obat Analgetik dapat digunakan pada beberapa keadaan berikut :

Pengobatan sakit kepala terutama yang diakibat psikis murni

Pengobatan neuralgia atau nyeri pada saraf

Pengobatan sakit pinggang

Pengobatan rematik dan nyeri pada otot dan tulang sendi

Pengobatan kolik ginjal dan kolik bilier

Pengobatan dan nyeri setelah operasi dimana diperlukan kombinasi dengan tranquilizer
.

Anda mungkin juga menyukai