Anda di halaman 1dari 204

KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS TEBU

(Studi Kasus di PG Gempolkrep, Mojokerto, Jawa Timur)

TESIS
Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan
Guna Mencapai Gelar Magister

PROGRAM STUDI
MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS

Diajukan Oleh :
AMALIA FARRA SABRINA
0964020010

PROGRAM PASCA SARJANA


UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
SURABAYA
2011

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS TEBU
( Studi kasus di PG Gempolkrep, Mojokerto, Jawa Timur )

TESIS

Untuk memenuhi Persyaratan


Guna Menyusun Tesis
Program Studi Magister Manajemen Agribisnis

Yang diajukan :

AMALIA FARRA SABRINA


NPM : 0964020010

Telah disetujui untuk diseminarkan :

Pembimbing Utama Tanggal :…………

Prof.Dr.Ir.Syarif Imam H, MM

Pembimbing Pendamping Tanggal :…………

Ir. Setyo Parsudi, MP

Surabaya,…………….
UPN “Veteran” Jawa Timur
Program Pascasarjana
Ka. Prodi MMA

Dr.Ir. Sudiyarto, MM

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
PERNYATAAN ORISINALITAS TESIS

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan


saya, di dalam naskah tesis ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan
oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan
tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang
lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam
sumber kutipan dan daftar pustaka.
Apabila ternyata di dalam naskah tesis ini dapat dibuktikan terdapat unsur-
unsur jiplakan, saya bersedia tesis ini digugurkan dan gelar akademik yang telah
saya peroleh (Magister) dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan
pasal 70).

Surabaya, Juli 2011

Amalia Farra Sabrina

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmaanirrohiim
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia dan
rahmatNya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul KINERJA
KELEMBAGAAN AGRIBISNIS TEBU (Studi Kasus di PG Gempolkrep,
Mojokerto, Jawa Timur).
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof.Dr.Ir.Syarif Imam H, MM
selaku Pembimbing Utama, Ir. Setyo Parsudi, MP selaku Pembimbing
Pendamping, serta Dr.Ir. Sudiyarto, MM selaku Ketua Program Studi
Pascasarjana Magister Manajemen Agribisnis yang telah memberikan bimbingan,
arahan, dorongan dan semangat kepada penulis hingga terselesaikannya penulisan
tesis ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada :
• Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, Bapak
Prof.Dr.Ir. Teguh Soedarto, MP yang banyak memberikan masukan dan saran
kepada mahasiswa Pascasarjana sebelum menyusun penulisan tesis.
• Direktur Pascasarjana Bapak Prof.Dr. Djohan Mashudi, SE, MS beserta staf,
dan seluruh Dosen Program Pascasarjana Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur, atas perhatian dan dedikasinya sehingga penulis sangat
terbantu dalam menyelesaikan tesis ini.
• Anggota Dewan Penguji, yaitu Bapak Ir. Sri Tjondro Winarno, MM dan Bapak
Ir. A. Rachman Waliulu, MS yang telah banyak memberikan masukan dan
saran dalam penyelesaian tesis ini.
• Bapak Ir. Hudi Haryono, MS selaku Kepala Balai Besar Perbenihan dan
Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya, Bapak Ir. Muchtar Luthfi, selaku
Kepala Bidang Proteksi, Bapak Ir. Hari Prasetijono, MS, selaku Kepala Bidang
Perbenihan, yang telah memberikan ijin penulis untuk melanjutkan studi ke
jenjang Strata-2 di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
• Direktur PTPN X (Persero) beserta staf, dan Administratur PG Gempolkrep
beserta staf, Dinas Perkebunan (Disbun) Propinsi Jawa Timur, Dinas
Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Mojokerto yang telah
membantu penulis dalam penyediaan data untuk penelitian ini.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
• Semua informan mewakili lembaga-lembaga yang diteliti, yaitu dari PG
Gempolkrep, perwakilan petani tebu rakyat (PTR), perwakilan koperasi,
perwakilan APTR, Disbun Propinsi Jawa Timur, Dishutbun Kabupaten
Mojokerto, P3GI, serta dari BBP2TP Surabaya, yang telah banyak membantu
penulis dalam menggambarkan keadaan yang sesungguhnya pelaksanaan
kelembagaan agribisnis tebu di wilayah kerja PG Gempolkrep.
• Teman-teman sekantor di Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman
Perkebunan Surabaya, rekan-rekan mahasiswa Program Pascasarjana MMA
Angkatan XXI dan MM Angkatan XVIII atas persaudaraan yang terjalin.
• Sembah sujud dan rasa terimakasih kepada Papaku Drs. Untung Djaelani, SH,
MM, MH dan Mamaku Rr. Endang Sri Warsiti, Kakakku Arsa Mukti
Brahmani, SH serta Kakak iparku Anies Zulailu Islam, S.Psi yang selalu
mendo’akan keberhasilan penulis hingga saat ini.
• Seluruh keluargaku, terutama Omku Bapak Drs.Ec. Heru Suprihadi, MS yang
selalu memberikan masukan dan semangat dalam menyelesaikan tesis ini.
• Secara khusus penulis sampaikan kepada Calon Suamiku yang tersayang
Iskandar, SH, S.PdI, MM, atas kesetiaan, segala do’a dan motivasi yang terus
diberikan.
Tesis ini masih jauh dari sempurna karena terbatasnya kemampuan dan
pengalaman penulis. Tak lupa penulis juga memohon maaf, apabila dalam
penulisan tesis ini terdapat kesalahan ataupun kekurangan yang tidak berkenan
bagi pembaca. Akhirnya hanya kepada Allah kembalinya segala urusan, penulis
berharap semoga dapat memberikan manfaat dalam membangun keilmuan,
masyarakat, bangsa dan negara.

Surabaya, Juli 2011

Penulis

ii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR…………..…………………………………………… i
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... x
SUMMARY..................................................................................................... xi
RINGKASAN .................................................................................................. xii
BAB I. PENDAHULUAN......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................. 7
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................. 10
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................. 11
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ................................................. 11
BAB II. TELAAH PUSTAKA ................................................................... 13
2.1 Penelitian Terdahulu.......................................................... 13
2.2 Landasan Teori .................................................................. 17
2.2.1 Tebu ......................................................................... 17
2.2.2 Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Tebu…. ..... 19
2.2.3 Kondisi Gula Jawa Timur......................................... 22
2.2.4 Agribisnis Tebu ........................................................ 23
2.2.5 Sejarah Industri Gula Indonesia ............................... 27
2.2.6 Kinerja ...................................................................... 30
2.2.6.1 Definisi Kinerja ......................................... 30
2.2.6.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja 31
2.2.6.3 Penilaian Kinerja ....................................... 32
2.2.7 Kelembagaan ............................................................ 33
2.2.8 Ekonomi Kelembagaan ............................................ 36
2.2.9 Peranan Kelembagaan Terhadap Agribisnis Tebu ... 39
2.3 Kerangka Pemikiran .......................................................... 55

iii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
BAB III METODE PENELITIAN..................................................... ......... 59
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian…………..……….. 59
3.2 Metode Pendekatan Penelitian dan Penentuan Informan. . 59
3.3 Metode Pengambilan Data………. ................................... 60
3.4 Jenis Data………. ............................................................. 61
3.5 Definisi Operasional………. ............................................. 62
3.6 Metode Analisis Data………. ........................................... 64
3.7 Keabsahan Data ………. ................................................... 65
BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITAN………………….. 67
4.1 Profil PG Gempolkrep Mojokerto ................................... 67
4.1.1 Kondisi Geografis di PG Gempolkrep .................... 67
4.1.2 Sejarah PG Gempolkrep Mojokerto………………. 69
4.1.3 Bentuk Badan Usaha ................................................ 71
4.1.4 Visi, Misi dan Tujuan Perusahaan ............................ 71
4.1.5 Karakteristik Perusahaan ......................................... 72
4.2 Profil Tentang Informan Penelitian ................................. 76
4.3 Kegiatan Budidaya Petani Tebu di Wilayah Kerja PG
Gempolkrep .................................................................... 82
4.3.1 Pengolahan Tanah ................................................... 82
4.3.1.1 Sistem Reynoso .................................................... 83
4.3.1.2 Sistem Bajak (Mekanisasi) ................................... 83
4.3.2 Persiapan Bibit ........................................................ 84
4.3.3 Penanaman ............................................................... 88
4.3.4 Pemeliharaan ........................................................... 89
4.3.5 Taksasi Produksi ...................................................... 90
4.3.6 Panen ....................................................................... 90
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 95
5.1 Analisis Informan Dalam Penelitian ................................. 95
5.2 Mekanisme Kelembagaan Pada PG Gempolkrep ............. 99
5.2.1 Mekanisme Pengajuan Sebagai Petani Tebu di
Wilayah Kerja PG Gempolkrep .............................. 99

iv

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
5.2.2 Mekanisme Pengajuan Kredit Oleh Petani Tebu di
Wilayah Kerja PG Gempolkrep ............................... 100
5.2.3 Mekanisme Pencairan Kredit Oleh Petani Tebu di
Wilayah Kerja PG Gempolkrep .............................. 112
5.2.4 Mekanisme Pelunasan Kredit Oleh Petani Tebu
di Wilayah Kerja PG Gempolkrep…..………..…. 116

5.3 Kelembagaan Agribisnis Tebu PG Gempolkrep ............... 118


5.3.1 Deskripsi Ekonomi Kelembagaan Agribisnis Tebu 118
5.3.2 Deskripsi Kinerja Kelembagaan Agribisnis Tebu... 121
5.3.3 Lembaga Bersifat Makro ........................................ 126
5.3.3.1 Peranan dan Kinerja PG Gempolkrep ....... 126
5.3.3.2 Peranan dan Kinerja Petani PG Gempolkrep132
5.3.3.3 Peranan dan Kinerja APTR (Asosiasi
Petani Tebu Rakyat)……….. ................... 137
5.3.3.4 Peranan dan Kinerja Koperasi ................... 140
5.3.3.5 Peranan dan Kinerja Bank Pelaksana/ Bank
Pemberi Kredit ........................................... 147
5.3.3.6 Peranan Forum Temu Kemitraan (FTK) ... 149
5.3.3.7 Peranan Forum Temu Kemitraan Wilayah
(FTKW) .................................................... 150
5.3.4 Lembaga Bersifat Mikro ......................................... 151
5.3.4.1 Peranan dan Kinerja PTPN X (Persero) .... 151
5.3.4.2 Peranan dan Kinerja Dinas Perkebunan
Propinsi Jawa Timur ................................. 153
5.3.4.3 Peranan dan Kinerja Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Mojokerto ........... 156
5.3.4.4 Peranan dan Kinerja Investor .................... 160
5.3.4.5 Peranan dan Kinerja Distributor Pupuk .... 162
5.3.4.6 Peranan dan Kinerja Dinas Koperasi dan
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah .......... 164
5.3.4.7 Peranan dan Kinerja Dinas Perhubungan,
Komunikasi dan Informatika .................... 166

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
5.3.4.8 Peranan dan Kinerja Pusat Penelitian
Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) .......... 168
5.3.4.9 Peranan dan Kinerja Lembaga Pendidikan
Perkebunan (LPP) ..................................... 169
5.3.4.10 Peranan dan Kinerja Balai Besar Perbenihan
dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya171
5.4 Rincian Ketidaksesuaian Kelembagaan Agribisnis Tebu di
PG Gempolkrep ................................................................. 173
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 183
6.1 Kesimpulan ....................................................................... 183
6.2 Saran .................................................................................. 184
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 187
LAMPIRAN ..................................................................................................... 190

vi

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
DAFTAR TABEL

No. Halaman
Tabel 1. Perkembangan Luas Areal Tanaman Tebu di Indonesia Tahun
2002-2009....................................................................................... 5
Tabel 2. Luas Lahan dan Tonase Tebu Giling PG Gempolkrep Tahun
2006-2010 ..................................................................................... 8
Tabel 3. Inventarisasi Tebu Tegakan MT. 2010/2011………………….…. 9
Tabel 4. Komposisi Tebu ............................................................................. 19
Tabel 5. Perkembangan Luas Areal Perkebunan, Produksi, dan Produk-
tivitas Tebu Propinsi Jawa Timur Tahun 2004 – 2009…..……… 21

Tabel 6. Luas Perkebunan Tebu di Kabupaten Mojokerto Tahun


2008 – 2010………………………………………………………. 21

Tabel 7. Produksi, Produktivitas Gula, dan Rendemen di Jawa Timur Tahun


2004 – 2009……………………………………………………... 23

Tabel 8. Ikhtisar Ekonomi Neoklasik dan Ekonomi Kelembagaan………. 38

Tabel 9. Data Kapasitas Giling PG Gempolkrep Tahun 2003-2010...……. 68

Tabel 10. Data Luas Lahan TS dan TR PG Gempolkrep Tahun 2003-2010.. 73

Tabel 11. Pembagian Prosentase Tebu dan Tetes Berdasarkan Perhitungan


Bagi Hasil Efektif (PBHE) Antara Petani Tebu dan PTPN X
(Persero) Tahun 2010…….………………………………………. 75

Tabel 12. Pedoman Penyelenggaraan Pembibitan dan Masa Tanam…………. 88

Tabel 13. Informasi Usia, Pengalaman/ Masa Kerja dan Latar Belakang
Pendidikan Informan……………………………………………..... 96

Tabel 14. Daftar KPTR Penerima Kredit PMUK Wilayah Kerja PG


Gempolkrep……………………………………………...........…… 103

Tabel 15. Rincian Kegiatan Pokok Program Swasembada Gula Nasional


dan Lembaga Penanggung Jawab Kegiatan……..……………...... 124

Tabel 16. Daftar Nama Pabrik Gula PTPN X (Persero) dan Target 2011…… 126

Tabel 17. Peranan dan Kinerja PG Gempolkrep Terhadap Lembaga Lain….. 128

Tabel 18. Data Jumlah Petani dan Kisaran Luas Lahan Petani PG Gempolkrep 132

vii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
Tabel 19. Peranan dan Kinerja Petani PG Gempolkrep Terhadap Lembaga
Lain……………………………………………………...…………. 134

Tabel 20. Peranan dan Kinerja APTR Terhadap Lembaga Lain……………… 138

Tabel 21. Daftar Koperasi Wilayah Kerja PG Gempolkrep………...………… 141

Tabel 22. Peranan dan Kinerja Koperasi Terhadap Lembaga Lain...………… 142

Tabel 23. Plafon Kredit dan Realisasi TR MT. 2010/2011….……...………… 147

Tabel 24. Peranan dan Kinerja Bank Pelaksana/ Bank Pemberi Kredit Terhadap
Lembaga Lain…………………….………………..……...……….. 148

Tabel 25. Peranan dan Kinerja PTPN X (Persero) Terhadap Lembaga Lain… 152

Tabel 26. Peranan dan Kinerja Disbun Prop. Jawa Timur Terhadap Lembaga
Lain………………………………………………………………… 154

Tabel 27. Daftar Nama Penyuluh Kehutanan dan Perkebunan Dishutbun


Kab. Mojokerto Wilayah PG Gempolkrep Tahun 2010-2011…...… 157

Tabel 28. Peranan dan Kinerja Dishutbun Kab. Mojokerto Terhadap Lembaga
Lain……………………………………………………………….... 158

Tabel 29. Peranan dan Kinerja Investor Terhadap Lembaga Lain …………… 161

Tabel 30. Proporsi Pupuk di Wilayah Kerja PG Gempolkrep..………………. 163

Tabel 31. Peranan dan Kinerja Distributor Terhadap Lembaga Lain……...…. 163

Tabel 32. Peranan dan Kinerja Dinas Koperasi & UMKM Terhadap Lembaga
Lain………………………………………………………………… 165

Tabel 33. Peranan dan Kinerja Dishubkominfo Kabupaten Mojokerto Terhadap


Lembaga Lain……………………………………………………… 167

Tabel 34. Peranan dan Kinerja P3GI Terhadap Lembaga Lain…….……...…. 168

Tabel 35. Peranan dan Kinerja LPP Terhadap Lembaga Lain…………..…… 170

Tabel 36. Peranan dan Kinerja BBP2TP Surabaya Terhadap Lembaga Lain… 171

Tabel 37. Rincian Ketidaksesuaian Kinerja Kelembagaan Agribisnis Tebu


PG Gempolkrep……………………………………………....……. 174

viii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
DAFTAR GAMBAR

No. Halaman
Gambar 1. Skema Penelitian Ertaningrum, 2007 ............................................ 14
Gambar 2. Skema Penelitian Singgih, 2009.................................................... 15
Gambar 3. Skema Penelitian Saptana dkk, 2003 ............................................ 17
Gambar 4. Tanaman Tebu ............................................................................... 18
Gambar 5. Pertanian Sebagai Sistem Agribisnis. ........................................... 25
Gambar 6. Keterkaitan dalam Sistem Agribisnis ............................................ 27
Gambar 7. Skema Kerangka Pemikiran Penelitian ......................................... 58
Gambar 8. Proses Panen Tebu Giling ............................................................. 91
Gambar 9. Tebu Hasil Panen Siap Digiling .................................................... 92
Gambar 10. Informasi Informan Berdasarkan Usia ........................................ 97
Gambar 11. Informasi Informan Berdasarkan Pengalaman/ Masa Kerja ....... 97
Gambar 12. Informasi Informan Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan .... 98
Gambar 13. Mekanisme Pengajuan Sebagai Petani Tebu di Wilayah Kerja
PG Gempolkrep……..…………………………………………. 100

Gambar 14. Skema Kelembagaan Dalam Fasilitas Dana PMUK…………. 104


Gambar 15. Mekanisme Pengajuan Kredit Petani Tebu di Wilayah Kerja
PG Gempolkrep…………...……………………………………. 111

Gambar 16. Mekanisme Pencairan Kredit Petani Tebu di Wilayah Kerja


PG Gempolkrep…………...……………………………………. 113

Gambar 17. Mekanisme Pencairan Kredit Petani Tebu di Wilayah Kerja


PG Gempolkrep…………...……………………………………. 115

Gambar 18. Mekanisme Pelunasan Kredit Oleh Petani Tebu di Wilayah Kerja
PG Gempolkrep…………...……………………………………. 117

Gambar 19. Skema Model Kelembagaan Pengembangan Agribisnis Tebu di


PG. Gempolkrep, Mojokerto, Jawa Timur…..…………………. 120

Gambar 20. Mekanisme Pelelangan Gula dan Tetes Tebu……..…………... 146

Gambar 21. Rekomendasi Skema Kelembagaan Pengembangan Agribisnis


Tebu di PG. Gempolkrep Berdasarkan Ketidaksesuaian Yang
Terjadi…………………………………………………………. 181

ix

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman
1 Pointer Kinerja Kelembagaan Agribisnis Tebu ................................... 190
2 Uraian Kegiatan Program Swasembada Gula ...................................... 191
3 Struktur Organisasi PT. Perkebunan Nusantara X (PERSERO) .......... 197
4 Struktur Organisasi Bagian Tanaman PG Gempolkrep ....................... 198
5 Uraian Tugas PG Gempolkrep ............................................................. 199
6 Standar Fisik Pabrik Gula 1987 ........................................................... 206
7 Perjanjian Kerjasama Antara Kelompok Tani dengan PG Gempolkrep
dan Koperasi......................................................................................... 207

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
SUMMARY

AMALIA FARRA SABRINA. Graduate Program of Universitas Pembangunan


Nasional “Veteran” East Java, June 18th, 2011. Organizational Performance of
Sugar Agribusiness (Case Study: Gempolkrep Sugar Factory, Mojokerto, East
Java); Main Adviser: H. Syarif Imam Hidayat; Co-Adviser: Setyo Parsudi.

Indonesia has long been known to have a big potency as estate crop producer.
In 2006, the Government of Indonesia (GoI) has determined to direct national sugar
program to achieve self sufficiency. This target was not easy to reach due to the
inefficiency within the organization of sugar industries in almost all levels.
Organizational performance is indispensable in sugar agribusiness. Sugar
agribusiness is basically a sugarcane based agribusiness which is carried out with
the collaboration between sugar factory as the sugar manufacturer (off-farm) and the
sugarcane farmers as the supplier of crude materials (on-farm). Therfore, sugar
factories have all the interests in assisting the farmers on-farm to generate the off-
farm continuity of crude materials for the factory.
Until 2006, Mojokerto District developed sugarcane plantation to reach the area
of 10,476.6 hectare counted for 22.18% from the total potential land to be planted
with estate crops. Almost all of the sugarcane produced by the district and the
adjacent area (part of Jombang and Lamongan Districts) is processed in Gempolkrep
Sugar Factory, which belongs to PT. Perkebunan Nusantara X Persero.
The purpose of the study is to describe and analyse the organizational
performance of sugar agribusiness in Gempolkrep Sugar Factory of Mojokerto, East
Java.
The result of the study described that Gempolkrep agribusiness organization as
a macro organization composed of the Gempolkrep itself as sugar factory, sugarcane
farmers (SF/PTR), bank as the creditor, cooperation and the association of
sugarcane farmers (ASF/APTK). Micro organizations connected to these macro
organizations are PT. PTPN X (Persero), Dinas Perkebunan (Disbun) of East Java
Province, Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) of Mojokerto District, Dinas
Perhubungan, Komunikasi dan Informasi of Mojokerto District, Dinas Koperasi dan
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) of Mojokerto District, Fertilizer Distributor
of KPTR of East Java, the investor as the buyer of sugar and mollases, the Pusat
Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI), Lembaga Pendidikan Perkebunan
(LPP) Yogyakarta and Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan
(BBP2TP) Surabaya.
The analyses of organizational performance of Gempolkrep Sugar Factory has
found the inappropriateness, which is needed to be improved to achieve an effective
performance through the following steps: (1) to restore the function of the cooperation
as the initiator of definite plan of groups necessities (RDKK); (2) to restore the
function of sugar and mollases selling authority to the ASF; (3) immidiately replacing
the former ASF organizer to improve its effectiveness; (4) to restore the Partnerships
Meeting (PM/FTK) organizer to the Dishutbun of Mojokerto District and (5) to improve
the coordination and communication as to create a better link to conduct the
government program of sustainable development and finding immidiate solution to
the problems.
A good coordination and communication among the stakeholders in order to
apply the ”rule of the games” are the key factors to create a better and effective
agribusiness performance of Gempolkrep Sugar Factory.

Key words: performance, organization, agribusiness, sugarcane

xi

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
RINGKASAN

AMALIA FARRA SABRINA. Program Pascasarjana Universitas Pembangunan


Nasional “Veteran” Jawa Timur, 18 Juni 2011. Kinerja Kelembagaan Agribisnis
Tebu (Studi Kasus di PG Gempolkrep, Mojokerto, Jawa Timur); Pembimbing
Utama : H. Syarif Imam Hidayat; Pembimbing Pendamping : Setyo Parsudi.

Indonesia memiliki potensi menjadi produsen tanaman perkebunan. Pada tahun


2006 pemerintah memiliki tekad untuk mengarahkan pergulaan nasional melalui
pendekatan swasembada gula. Tekad ini sangat sulit dicapai mengingat terjadinya
ketidakefisiesian kelembagaan di hampir semua level pada industri gula.
Kelembagaan sangat dibutuhkan pada penerapan pelaksanaan agribisnis tebu.
Agribisnis tebu adalah kegiatan agribisnis berbasis tanaman tebu yang diusahakan
dengan cara kerja sama antara pabrik gula sebagai pengolah bahan baku tebu (off-
farm) dan petani sebagai penyedia/ pemasok bahan baku tebu (on-farm). Pabrik gula
sangat berkepentingan untuk membantu petani secara on-farm sebagai jaminan
adanya bahan baku tebu yang diolah dipabriknya off-farm.
Kabupaten Mojokerto pada tahun 2010 memiliki lahan yang ditanamani tebu
seluas 10.478,6 Ha atau 22,18% dari total luas areal potensial perkebunan di
Kabupaten Mojokerto. Tanaman tebu yang ada di wilayah Kabupaten Mojokerto dan
sekitarnya (Kotamadya Mojokerto, sebagian Kabupaten Jombang dan sebagian
Kabupaten Lamongan) umumnya digiling di Pabrik Gula (PG) Gempolkrep milik PT.
Perkebunan Nusantara X (Persero).
Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan dan menganalisis kinerja
kelembagaan agribisnis tebu di PG Gempolkrep, Mojokerto, Jawa Timur.
Hasil penelitian ini dapat mendeskripsikan kelembagaan agribisnis tebu di PG
Gempolkrep, yaitu lembaga yang bersifat makro terdiri dari PG Gempolkrep sendiri,
petani tebu rakyat (PTR), Bank pemberi kredit/ Bank Pelaksana, Koperasi dan APTR
(Asosiasi Petani Tebu Rakyat), sedangkan lembaga yang bersifat mikro yaitu PT.
PTPN X (Persero), Dinas Perkebunan (Disbun) Propinsi Jawa Timur, Dinas
Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Mojokerto, Dinas Perhubungan,
Komunikasi dan Informasi Kabupaten Mojokerto, Dinas Koperasi dan Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah (UMKM) Kabupaten Mojokerto, Distributor Pupuk KPTR Jatim,
Investor pembeli gula dan tetes, Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia
(P3GI), Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP) Yogyakarta serta Balai Besar
Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Surabaya.
Hasil analisis kinerja pada kelembagaan agribisnis tebu di PG Gempolkrep
ditemukan ketidaksesuai. Sehingga langkah yang harus dilakukan antara lain : (1)
mengembalikan tugas pembuatan RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok)
kepada koperasi agar nantinya kinerja kelembagaan dapat berjalan lebih efektif; (2)
mengembalikan tugas penjualan gula dan tetes tebu kepada APTR agar nantinya
kinerja kelembagaan dapat berjalan lebih efektif; (3) segera melakukan pembentukan
kepengurusan APTR baru, agar nantinya kinerja kelembagaan dapat berjalan lebih
efektif; (4) mengembalikan tugas penyelenggaraan FTK (Forum Temu Kemitraan)
kepada Dishutbun Kabupaten Mojokerto agar nantinya kinerja kelembagaan dapat
berjalan lebih efektif; (5) perbaikan dalam segi koordinasi dan komunikasi agar
permasalahan dapat terselesaikan, dan program pemerintah untuk mendukung
pertumbuhan perkebunan berkelanjutan benar-benar terlaksana.
Dibutuhkan koordinasi dan komunikasi yang baik antar masing-masing lembaga,
sehingga rules of the game (aturan main) dapat nampak jelas diaplikasikan oleh
semua lembaga dan kelembagaan agribisnis tebu di PG Gempolkrep berjalan lebih
efektif.

Kata Kunci: kinerja, kelembagaan, agribisnis, tebu

xii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkebunan menurut Undang-Undang No.18 Tahun 2005 adalah

segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/

atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan

memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan

ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk

mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan

masyarakat.

Indonesia memiliki potensi menjadi produsen tanaman perkebunan

dunia karena dukungan agroekosistem, luas lahan dan tenaga kerja.

Secara historis, industri gula merupakan salah satu industri perkebunan

tertua dan terpenting yang ada di Indonesia. Sejarah menunjukkan bahwa

Indonesia pernah mengalami era kejayaan industri gula pada tahun 1930-

an dimana jumlah pabrik gula yang beroperasi adalah 179 pabrik gula,

produktivitas sekitar 14,8 % dan rendemen mencapai 11,0 – 13,8 %.

Dengan produksi puncak mencapai sekitar 3 juta ton, dan ekspor gula

pernah mencapai sekitar 2,4 juta ton. Hal ini didukung oleh kemudahan

dalam memperoleh lahan yang subur, tenaga kerja murah, prioritas irigasi,

dan disiplin dalam penerapan teknologi (Sudana dkk, 2000).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
2

Pamor Indonesia yang pernah menjadi negara pengekspor gula

terbesar kedua dunia setelah Kuba, secara berangsur menurun menjadi

negara importir gula, saat ini Indonesia menjadi importir terbesar pertama

di Asia dan terbesar kedua dunia setelah Rusia (Nainggolan, 2007).,

Pada tahun 2006 pemerintah mulai memiliki tekad untuk

mengarahkan pergulaan nasional melalui pendekatan swasembada gula

sugar self sufficiency, berdasarkan Road Map Swasembada Gula

Nasional 2006-2009. Swasembada gula adalah suatu negara yang

produksi gula berbasis tebunya secara netto jumlah produk dalam negeri

minimal mencapai 90% dari jumlah konsumsi domestik. Namun tekad ini

sangat sulit dicapai mengingat terjadinya ketidakefisiesian kelembagaan di

hampir semua level pada industri gula. Adapun salah satu faktor utama

yang menyebabkan ketidakefektifan adalah aturan main (rules of the

game), baik itu aturan formal (kontrak, lembaga, hukum, sistem politik,

pasar), maupun aturan informal (tradisi, sistem nilai, norma) dan prosedur

penegakan yang melingkupinya kurang mendukung (Ertaningrum, 2007).

Penurunan kinerja industri gula dipengaruhi oleh ketidakefektifan

kinerja petani yang menyebabkan penurunan produktivitas tebu dan pada

pabrik gula. Terjadinya produktivitas yang rendah dikarenakan teknologi

yang digunakan oleh pabrik gula masih dikatakan konvensional karena

masih ada yang menggunakan mesin-mesin dan lori-lori peninggalan

Belanda yang kurang layak pakai sehingga menyebabkan ketidakefektifan

(Ertaningrum, 2007).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
3

Ketidakefektifan kinerja dapat dikurangi apabila aturan main

kelembagaan yang tersedia dalam kegiatan agribisnis tebu telah berjalan

efektif. Kelembagaan merupakan aturan yang dijadikan pegangan bagi

setiap anggota dalam melakukan kegiatan. Salah satu kegiatan

masyarakat pedesaan adalah bertani, sehingga kelembagaan yang

berlaku dalam masyarakat akan mencerminkan pola usahatani

masyarakat tersebut (Gunawan, 1989). Sedangkan menurut Soentoro

(2002), kelembagaan mengandung dua pengertian yaitu disebut institusi

atau pranata dan organisasi. Pengertian kelembagaan sebagai organisasi

lebih mudah dikenali dalam bentuk nyata seperti KUD, Bank, Pemerintah,

dan sebagainya. Sedangkan pengertian kelembagaan sebagai pranata

dapat dikenali melalui pemahaman unsur-unsurnya.

Kelembagaan sangat dibutuhkan pada penerapan pelaksanaan

agribisnis tebu. Agribisnis tebu adalah kegiatan agribisnis berbasis

tanaman tebu yang diusahakan dengan cara kerja sama antara pabrik

gula sebagai pengolah bahan baku tebu (off-farm) dan petani sebagai

penyedia/ pemasok bahan baku tebu (on-farm). Pabrik gula sangat

berkepentingan untuk membantu petani secara on-farm sebagai jaminan

adanya bahan baku tebu yang diolah dipabriknya secara off-farm.

Pemerintah memiliki kewajiban dalam membantu mewujudkan kerja

sama yang baik dan saling menguntungkan diantara kedua belah pihak,

baik petani tebu maupun pabrik gula. Oleh karena itu pemerintah

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
4

mengeluarkan instrumen kebijakan yang mengatur hak dan kewajiban

daripada kedua belah pihak tersebut (Arifin, 2000).

Salah satu titik lemah sistem agribisnis di Indonesia adalah

absennya organisasi ekonomi petani yang kokoh sebagai salah satu ciri

pertanian modern. Petani cenderung berusaha sendiri-sendiri, serta

bergantung pada bantuan pemerintah dan pelaku usaha lainnya seperti

pabrikan, pedagang dan pemilik modal. Model individual seperti ini

menjadi tidak efisien karena harus mendatangkan input dalam volume

kecil, serta juga mengalami masalah dalam peningkatan produktivitas,

mutu hasil, pemasaran, akses ke teknologi dan permodalan.

Berbicara mengenai gula tentu saja tidak dapat dilepaskan dari

bahan baku utama pembuatnya yaitu tebu. Tanaman tebu adalah

tanaman perkebunan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi, artinya dari

tanaman tersebut dapat diambil manfaat sebanyak mungkin, tidak hanya

saripatinya yang dijadikan gula, namun masih banyak hasil sampingnya

seperti : tetes, ampas, blotong, pucuk tebu yang juga memiliki nilai

ekonomi (Yulistyati, 2009).

Sejak tahun 2002 luas total areal tanaman tebu di Indonesia relatif

tetap sekitar 300 ribu hingga 400 ribu Ha, dimana lebih dari 60 %

diantaranya berada di Pulau Jawa (Tabel 1). Tahun 2009, luas areal tebu

mengalami sedikit penurunan bila dibandingkan tahun sebelumnya, hal ini

dimungkinkan karena beralih fungsinya areal potensial perkebunan

menjadi pemukiman dan sebagainya.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
5

Tabel 1. Perkembangan Luas Areal Tanaman Tebu di Indonesia Tahun


2002-2009.
Luas Areal (Ha)
Tahun
Jawa Luar Jawa Total
2002 226.405,32 122.390,00 348.795,32
2003 208.021,93 129.158,75 337.180,68
2004 214.417,71 127.167,54 341.585,25
2005 240.036,30 142.678,40 382.714,70
2006 247.891,60 148.849,30 396.740,90
2007 274.177,70 152.033,90 426.151,50
2008 277.928,91 154.525,50 432.454,41
2009 262.917,58 146.372,99 409.290,57
Sumber : Data Primer Bagian Bidang Usaha P3GI, 2010

Pada tahun 2009 Jawa Timur merupakan propinsi penyumbang

luas areal tebu terbesar di Indonesia dengan 186.025,65 Ha. Tahun 2009

sekitar 45,45% areal tebu Indonesia atau 70,75% areal tebu Jawa berada

di Propinsi Jawa Timur. Jawa Timur memiliki sharing product antara 30%

sampai dengan 40% terhadap total produk nasional yang dipasok dari 31

pabrik gula, yaitu PTPN X, PTPN XI, PT. RNI, PT. Candi Baru dan PT.

Kebon Agung. Menurut Santoso, dkk (2006), Propinsi Jawa Timur juga

memiliki permasalahan pergulaan yang tidak jauh berbeda yaitu : (1)

menurunnya produktivitas tebu; (2) menurunnya kinerja pabrik gula; (3)

menurunnya peran lembaga pendukung (penelitian, keuangan, distribusi

agro input).

Kabupaten Mojokerto merupakan salah satu wilayah perkebunan di

Jawa Timur yang secara administratif terdiri atas 18 Kecamatan dan 304

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
6

Desa. Luas wilayah Kabupaten Mojokerto secara keseluruhan adalah

69.215 Ha, dengan 47.265 Ha adalah luas baku lahan sawah dan lahan

tegalan yang potensial untuk tanaman perkebunan.

Berdasarkan data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten

Mojokerto komoditas perkebunan yang cocok ditanam di wilayah

Kabupaten Mojokerto antara lain; Kapuk Randu, Kopi, Cengkeh,

Tembakau, Kapas, Kelapa dan Tebu. Khusus luas lahan tebu pada tahun

2008 seluas 10.125,6 Ha; tahun 2009 seluas 9.896,0 Ha; dan tahun 2010

seluas 10.478,6 Ha atau 22,18% dari total luas areal potensial

perkebunan di Kabupaten Mojokerto.

Tanaman tebu yang ada di wilayah Kabupaten Mojokerto dan

sekitarnya (Kotamadya Mojokerto, sebagian Kabupaten Jombang dan

sebagian Kabupaten Lamongan) umumnya digiling di Pabrik Gula (PG)

Gempolkrep milik PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) yang terletak di

Desa Gempolkrep Kecamatan Gedeg Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa

Timur. Data Departemen Pertanian pada tahun 2009, PTPN X (Persero)

memberikan kontribusi terbesar dengan 29,87% dalam pemenuhan

kebutuhan gula nasional di Indonesia.

Kontribusi PTPN X (Persero) yang besar menunjukkan kinerja yang

telah dicapai. Pengertian kinerja menurut Anonim (2011)b, merupakan

hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas

dan tanggung jawabnya. Sedangkan menurut Faustino Cardosa Gomes

dalam Anonim (2011)b, definisi kinerja sebagai ungkapan seperti output,

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
7

efisiensi, serta efektivitas sering dihubungkan dengan produktivitas.

Sedangkan kinerja PG Gempolkrep pada musim tanam tahun 2009/2010

memiliki target tertinggi dari beberapa pabrik gula di PTPN X yaitu seluas

12.798,127 Ha dengan tebu yang akan digiling 1.098.123,1 ton.

Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu dilakukan kajian secara

mendalam tentang “Kinerja Kelembagaan Agribisnis Tebu (Studi Kasus di

PG Gempolkrep, Mojokerto, Jawa Timur)”.

1.2. Perumusan Masalah

Secara umum permasalahan pergulaan yang dihadapi oleh industri

gula sangat kompleks baik dari on-farm maupun off-farm. Disisi on-farm

masalah yang cukup menonjol adalah rendahnya tingkat produktivitas

gula yang saat ini hanya mencapai kisaran 6 ton/Ha, serta ketersediaan

lahan yang tergeser oleh komoditi lain dan alih fungsi lahan. Sedangkan

pada sisi off-farm dengan bertambahnya umur pabrik terjadi penurunan

efisiensi pabrik yang memerlukan penggantian peralatan yang terkendala

oleh terbatasnya ketersediaan dana investasi.

Permasalahan industri gula dapat dikategorikan, menjadi : (1) Tidak

efisiennya produksi pada tingkat petani tebu, (2) Tidak efisiennya produksi

pada tingkat pabrik gula, (3) Struktur ekonomi dan kelembagaan yang

tidak efisien pada hubungan antara petani dan pabrik gula.

Ketidakefektifan struktur ekonomi kelembagaan dapat ditunjukkan

dengan masih kurangnya kemampuan dalam menggalang jaringan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
8

kerjasama suatu kelembagaan yang solid. Tabel 2. akan menunjukkan

salah satu kasus kelembagaan agribisnis, yaitu ketidakberhasilan PG

Gempolkrep dalam menggiling tebu sesuai targetnya. Tebu yang digiling

masih belum 100% berarti dipastikan terdapat potensi tebu petani yang

masih dapat dioptimalkan untuk peningkatan produktivitas pabrik gula.

Tabel 2. Luas Lahan dan Tonase Tebu Giling PG Gempolkrep Tahun


2006-2010
Target Realisasi Selisih
Tebu Yang
Tahun Luas (Ha) Tebu (Ton) Luas (Ha) Tebu (Ton) Digiling
Dengan
Target (%)
2006 12.156,904 1.050.572,0 9.578,281 910.228,4 86,64
2007 12.365,442 1.034.156,8 11.791,550 1.137.295,3 109,97
2008 13.356,544 1.157.246,8 10.920,883 1.008.506,9 87,15
2009 12.068,783 1.138.872,8 10.353,887 888.970,2 78,06
2010 12.798,127 1.098.123,1 12.594,408 1.048.023,4 95,44
Rata-rata selisih tebu yang digiling dengan target (%) 91,45
Sumber : Data Primer Bagian Tanaman PG Gempolkrep, 2011

Keefisiensian kelembagaan harus dipandang sebagai instrumen

strategi untuk mencapai keberhasilan. Sistem kelembagaan atau

kemitraan awalnya dibangun melalui Inpres No. 9 tahun 1975 yaitu

adanya hubungan bisnis antara petani dan pabrik gula yang saling

menguntungkan, tetapi pada akhirnya justru menimbulkan kecurigaan dan

ketidakpercayaan petani terhadap pabrik gula, demikian juga sebaliknya

pabrik gula terhadap petani.

Ketidakpuasan petani terjadi pada bentuk pelayanan yang mungkin

berbelit-belit, adanya rendemen yang dipermainkan, sistem bagi hasil

yang dianggap kurang menguntungkan, pelayanan tebang angkut yang

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
9

kurang baik, pembagian tonase tebu yang harus disetorkan dan pada

gilirannya pendapatan petani yang kurang menguntungkan. Disisi lain,

pabrik gula menganggap petani tidak lagi menanam tebunya dengan baku

teknis, petani menanam tebu hanya sesuai keinginannya tanpa

menghiraukan saran pabrik gula yang berharap banyak dari tebu yang

dihasilkan petani, sehingga produktivitas dan produksi tebunya sangat

rendah. Akibat selanjutnya adalah pasokan bahan baku sangat kurang,

rendemen rendah tidak sesuai harapan dan pada akhirnya hari dan target

tonase tebu giling tidak terpenuhi.

Pada Tabel 3. dapat dilihat bahwa adanya beberapa petani tegakan

(petani yang belum terdaftar memiliki kontrak dengan pabrik gula) di

wilayah areal PG Gempolkrep yang harusnya dapat menutupi perbedaan

persentase target dan realisasi produksi tebu giling.

Tabel 3. Inventarisasi Tebu Tegakan MT. 2010/2011


Petani Terdaftar Petani Tegakan Peluang
Tebu
No. Kecamatan Kabupaten Tebu Tebu
Luas (Ha) Luas (Ha) Tegakan
(Ton) (Ton)
(%)
1 Ploso Jombang 81.974 6.304,5 9.375 595,3 8,63
2 Kudu Jombang 278.589 22.100,2 27.778 1.819,5 7,61
3 Ngusikan Jombang 342.245 28.089,6 157.396 10.702,9 27,59
4 Kesamben Jombang 631.824 54.086,7 393.479 27.937,0 34,06
5 Sumobito Jombang 684.587 62.349,9 123.521 9.325,8 13,01
6 Mojoagung Jombang 500.035 44.499,7 201.757 14.829,1 24,99
7 Mantup Lamongan 744.458 52.208,4 374.534 21.723,0 29,38
8 Kebang Bahu Lamongan 428.928 32.348,7 226.335 14.145,9 30,42
9 Kemlagi Mojokerto 904.281 77.558,8 838.651 59.544,2 43,43
10 Gedeg Mojokerto 622.550 57.547,7 541.957 40.646,8 41.39
11 Sooko Mojokerto 600.000 54.990,6 84.883 6.451,1 10,50
Kota;
Kota
12 Prajurit Kulon, 329.584 28.907,0 5.253 380,8 1,30
Mojokerto
Magersari
13 Mojoanyar Mojokerto 365.826 30.630,6 58.328 4.024,6 11,61
14 Jetis Mojokerto 919.723 84.221,0 554.712 42.158,1 33,36
15 Dawar Mojokerto 695.071 59.443,0 342.517 24.318,7 29,03
16 Gondang Mojokerto 249.887 20.573,7 4.828 328,3 1,57

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
10

Petani Terdaftar Petani Tegakan Peluang


Tebu
No. Kecamatan Kabupaten Tebu Tebu
Luas (Ha) Luas (Ha) Tegakan
(Ton) (Ton)
(%)
17 Jatirejo Mojokerto 705.685 55.082,1 242.619 15.648,9 22,12
18 Dlanggu Mojokerto 355.810 27.939,2 105.837 6.879,4 19,76
19 Puri Mojokerto 810.082 69.743,6 176.632 12.364,2 15,06
20 Trowulan Mojokerto 910.859 74.843,4 445.585 30.299,8 28,82
Rata-rata peluang tebu tegakan (%) 21,68
Sumber : Data Primer Bagian Tanaman PG Gempolkrep, 2011

Permasalahan petani tegakan merupakan salah satu bagian dari

masalah kinerja kelembagaan agribisnis tebu. Petani memiliki kebebasan

dalam memilih konsumen pembeli tebunya. Namun ketidakefektifan

struktur ekonomi kelembagaan dalam menggalang jaringan kerjasama

menjadikan persentase petani tegakan di wilayah areal PG Gempolkrep

relatif tinggi, yaitu sebesar 21,68%. Dari uraian masalah di atas maka

dibutuhkan pengembangan produksi tebu dan industri gula yang

komprehensif, yang nantinya akan mendukung penataan kelembagaan

yang sinergis. Oleh karena itu permasalahan yang dikaji pada penelitian

adalah :

Bagaimana kinerja kelembagaan agribisnis tebu dan pengaruhnya pada

PG Gempolkrep, Mojokerto, Jawa Timur ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari perumusan masalah yang dikemukakan di atas,

maka tujuan penelitian ini adalah :

Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kinerja kelembagaan agribisnis

tebu di PG Gempolkrep, Mojokerto, Jawa Timur.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
11

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi PG Gempolkrep agar dapat meningkatkan produktivitas,

kapasitas dan kualitas teknis, serta kelembagaan dan manajerial

pabrik sehingga dapat menyukseskan program swasembada gula.

2. Bagi Petani untuk memberikan informasi dan stimulus agar tetap

menanam tebu dengan input produksi dan budidaya yang tepat,

sehingga memenuhi kebutuhan gula dalam negeri yang semakin

meningkat, serta turut berperan serta menyukseskan program

swasembada gula.

3. Bagi Pemerintah dan penentu kebijakan Instansi/ Lembaga lain dapat

digunakan sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam

kebijakan-kebijakan pergulaan serta penataan kinerja kelembagaan

agribisnis tebu, yang mengakomodasi kepentingan petani tebu, pabrik

gula dan konsumen agar sama-sama tidak ada yang dirugikan.

4. Bagi pembaca dapat digunakan sebagai masukan untuk

dikembangkan dalam penelitian lebih lanjut.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini mencakup upaya mempelajari industri

gula di PG Gempolkrep, Mojokerto, Jawa Timur melalui pendekatan

kelembagaan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
12

1. Pabrik Gula yang diteliti hanya di PG Gempolkrep, Mojokerto, Jawa

Timur.

2. Petani yang diteliti adalah petani tebu yang memiliki kontrak dengan

PG Gempolkrep yang berada di sebagian Kabupaten Mojokerto, Kota

Mojokerto, sebagian Kabupaten Jombang dan sebagian Kabupaten

Lamongan.

3. Komoditas yang dianalisis adalah tebu, bahan baku utama pembuatan

gula.

4. Analisis Kelembagaan menggunakan Konsep Ekonomi Kelembagaan

dengan pendekatan dalam arti institusi yang mengandung empat

unsur pokok yaitu aturan main, pengaturan hak dan kewajiban, batas

yuridikasi dan adanya sanksi.

5. Analisis Kinerja Kelembagaan menggunakan pendekatan dari tugas

pokok dan fungsi lembaga yang berdasarkan visi, misi dan tujuan

yang digunakan dalam pelaksanaan agribisnis tebu keterkaitannya

dengan lembaga lain sesuai “Road Map Program Pemerintah

Swasembada Gula 2006-2009”.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
13

BAB II

TELAAH PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Ertaningrum (2007) dengan

judul “Analisis Ekonomi Gula : Suatu Pendekatan Konsep Ekonomi

Kelembagaan dan Matriks Analisis Kebijakan (Studi Kasus di PG Krebet

Baru dan PG Kebon Agung, Kabupaten Malang)”. Penelitian ini dilakukan

dengan tujuan sebagai berikut : (1) Mendeskripsikan aspek ekonomi

kelembagaan pada industri gula di Malang mulai dari kelembagaan petani

tebu sampai dengan pabrik gula; (2) Menganalisis perbedaan biaya

usahatani dan biaya transaksi dari petani tebu kredit dan petani tebu

bebas serta tingkat keunggulan komparatif dan kebijakan usahatani tebu;

(3) Menganalisis biaya produksi dan biaya transaksi dari pabrik gula

BUMN dan pabrik gula swasta yang terdiri dari produksi, pasar, manjerial

dan biaya transaksi politik.

Hasil dari penelitian tersebut adalah sumber kredit petani tebu di

Kabupaten Malang untuk petani kredit didapatkan dari koperasi atau

pabrik gula, sedangkan untuk sumber dana petani bebas didapatkan dari

pedagang perantara/ tengkulak dan tetangga atau keluarga. Dan

pengembalian kreditnya dilakukan setelah masa panen. Biaya produksi

yang dikeluarkan ada enam macam, yaitu : upah tenaga kerja, sewa

traktor, bibit, pupuk, sewa lahan dan irigasi. Sedangkan biaya transaksi

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
14

pada petani tebu dapat dikategorikan sebagai berikut : pajak tanah,

tebang-muat-angkut dan karung, fee Surat Perintah Tebang Angkut

(SPTA), fee untuk pedagang perantara dan tengkulak, pesta adat, bunga

kredit, selisih (marjin) bunga, kertas kerja, biaya korbanan dan

keterlambatan kredit. Biaya transaksi yang dikeluarkan PG Krebet Baru

lebih rendah daripada PG Kebon Agung, meskipun lebih rendah namun

hampir 90 persen biaya transaksinya untuk manajerial. Bisa disimpulkan

bahwa besarnya biaya dikarenakan sifat birokrasi Pabrik Gula BUMN

masih sentralistik sehingga biaya transaksi yang dikeluarkan sangat

besar. Sedangkan besarnya biaya transaksi yang dikeluarkan PG Kebon

Agung adalah untuk biaya transaksi pasar agar pasokan bahan baku tebu

berkesinambungan.

Skema penelitian :

Pabrik Gula di Malang Putani di Malang

Pabrik Gula Pabrik Gula Putani Tubu Putani Tubu


BUMN Swasta krudit bubas

Diduskripsikan burdasarkan
aspuk ukonomi kulumbagaan

Dianalisis burdasarkan :
1. Biaya produksi
2. Biaya transaksi

Gambar 1. Skema Penelitian Ertaningrum, 2007

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
15

Penelitian tentang kelembagaan juga dilakukan oleh Singgih

(2009), dengan judul “Non Performing Loan (NPL) Pada Kredit Ketahanan

Pangan (KKP) : Studi Kajian Ekonomi Kelembagaan”. Penelitian tersebut

bertujuan untuk (1) untuk memahami masalah-masalah kelembagaan

dalam Non Performing Loan pada usahatani petani tebu dan padi; (2)

untuk memahami komponen-komponen kelembagaan agar dapat

mengurangi Non Performing Loan.

Penelitian tersebut dapat menyimpulkan bahwa berdasarkan

temuan data di lapangan adanya lembaga penjamin dan pengawas

menjadikan kelembagaan yang terdapat pada usahatani tanaman tebu

lebih solid sehingga menjadikan usahatani tanaman tebu memiliki nilai

Non Performing Loan yang rendah. Dan juga keterkaitan antar lembaga

dalam usahatani tanaman tebu menjadikan biaya pengawasan dan

penjaminan menjadi rendah sehingga transaksi yang timbul semakin

efisien dan keterkaitan kelembagaan tersebut dapat mengurangi resiko

kredit macet yang timbul.

Skema penelitian :

Putani Tubu Kab. Lumajang Putani Padi Kab. Lumajang

Diduskripsikan masalah-masalah kulumbagaan


yang mumpungaruhi Non Performing Loan

Dianalisis fungsi puran kulumbagaan dalam munyulusaikan


masalah-masalah agar mungurangi Non Performing Loan

Gambar 2. Skema Penelitian Singgih, 2009

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
16

Penelitian terdahulu mengenai kelembagaan lainnya dilakukan oleh

Saptana, dkk (2003) dengan judul “Kinerja Kelembagaan Agribisnis Beras

di Jawa Barat”. Dalam penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui

kinerja kelembagaan agribisnis beras dan merumuskan alternatif model

kelembagaan pengembangan agribisnis beras.

Kinerja kelembagaan agribisnis beras di Jawa Barat dapat ditinjau

dari : (1) Keragaan sumber daya lahan; (2) Kelembagaan pengadaan

saprodi; (3) Aplikasi teknologi petani dan kelembagaan di tingkat petani;

(4) Kelembagaan panen dan penanganan pasca panen; dan (5)

Kelembagaan pemasaran dan distribusi.

Berdasarkan analisis keragaan dan kelembagaan agribisnis beras

di Jawa Barat menunjukkan bahwa dari aspek teknik budidaya,

masyarakat petani sudah melakukan budidaya dengan relatif baik.

Implikasi kebijakan penting yang perlu ditempuh dalam rangka perbaikan

agribisnis beras antara lain adalah (1) Meningkatkan produktivitas dan

kualitas hasil melalui perbaikan benih dan teknologi budidaya; (2)

Membangkitkan kembali peranan kelembagaan lokal guna meningkatkan

efisien dan efektivitas transfer teknologi, dalam pengadaan input serta

pemasaran hasil; (3) Kebijakan insentif berupa investasi publik di tingkat

pedesaan (infrastruktur irigasi, jalan usahatani, kecermatan pasca panen,

infrastruktur pasar), kredit program, serta penyediaan teknologi spesifik

lokasi; (4) Kebijakan tarif, sepanjang masih dalam kesepakatan GATT; (5)

Reposisi dan revitalisasi kelembagaan Bulog/ Dolog; (6) Membangkitkan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
17

lagi pasar untuk segmen PNS, TNI dan POLRI dengan semangat otonomi

daerah dan nasionalisme melalui jaminan kualitas produk.

Skema penelitian :
Agribisnis Buras di Jawa Barat

Kuragaan Lumbaga Aplikasi Lumbaga Lumbaga


Sumbur Daya Pungadaan Tuknologi Panun & Pumasaran
Lahan Saprodi Pasca Panun & Distribusi

Diduskripsikan puran masing-masing lumbaga, guna :


1. Muningkatkan produktivitas dan kualitas hasil
2. Mumbangkitkan puran kulumbagaan guna
muningkatkan transfur tuknologi
3. Mumpurbaiki kubijakan insuntif dan kubijakan tariff
4. Mumbangkitkan pasar untuk sugmun lain

Gambar 3. Skema Penelitian Saptana, dkk (2003)

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Tebu

Bahan baku utama untuk memproduksi gula adalah tebu. Tebu

(Saccharum officinarum) merupakan salah satu komoditi perkebunan yang

penting dalam pembangunan sub sektor perkebunan antara lain untuk

memenuhi kebutuhan domestik maupun sebagai komoditi ekspor

penghasil devisa negara (Anonim, 2010d).

Tebu sebagai bahan baku industri gula diharapkan dapat

memenuhi persyaratan kuantitas maupun kualitasnya. Dengan lahirnya

Inpres No. 5 Tahun 1998 maka penanaman tebu dengan mengikuti

program TRI (Tebu Rakyat Intensifikasi) dihapuskan. Hal tersebut

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
18

didukung oleh Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem

Budidaya Tanaman yang membebaskan petani menanam komoditi yang

ingin ditanamnya maka hal ini akan mengusik pemenuhan bahan baku

tebu sepanjang musim giling.

Teknologi budidaya tebu yang selalu diperbaharui merupakan

pendukung tercapainya industri gula yang dapat memenuhi kebutuhan

gula secara mandiri. Dalam rangkaian industri gula, proses produksi

bahan baku yang akan diolah sangat menentukan industri gula tersebut

sebab itu memerlukan perhatian khusus. Pemilihan varietas yang tepat

khususnya untuk usahatani tebu akan sangat meningkatkan kepercayaan

dan minat petani dalam membudidayakan tebu.

Pabrik gula sangat diuntungkan bila petani berminat dalam

berusahatani dengan mutu bahan baku yang mampu bersaing, dipandang

dari keamanan pasok bahan baku dengan memberikan jaminan kepada

petani untuk mendapatkan keuntungan dari usahataninya.

Gambar 4. Tanaman Tebu

Tanaman tebu hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis.

Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
19

ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Untuk

pembuatan gula, batang tebu yang sudah dipanen diperas dengan mesin

pemeras (mesin press) di pabrik gula. Sesudah itu, nira atau air perasan

tebu tersebut disaring, dimasak, dan diputihkan sehingga menjadi gula

pasir yang kita kenal. Dari proses pembuatan tebu tersebut akan

dihasilkan gula 5%, ampas tebu 90% dan sisanya berupa tetes (molasse)

dan air. Daun tebu yang kering memiliki biomassa yang mempunyai nilai

kalori tinggi. Biasanya digunakan sebagai bahan bakar memasak. Dalam

konversi energi pabrik gula, daun tebu dan juga ampas batang tebu

digunakan untuk bahan bakar boiler, yang uapnya digunakan untuk

proses produksi dan pembangkit listrik (Anonim, 2007). Komposisi tebu

dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi Tebu


Komponen Persentase (%)
Sabut 12,5
Nira : 87,5
a. Air 65,6-70
b. Bahan kering : 17,5-21,8
1. Bahan terlarut 3,2-4,4
2. Bahan tidak terlarut 0,4-1,1
Sumber : Anonim, 1992.

2.2.2. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Tebu

Luas areal tanaman perkebunan tebu di Jawa Timur cenderung

meningkat, namun produktivitas tebu terus menurun. Dalam upaya

meningkatkan produksi dan produktivitas tebu serta mendukung

keberhasilan Program Swasembada Gula Nasional, di Jawa Timur sejak

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
20

tahun 2001 dilaksanakan Program Akselerasi Peningkatan Produktivitas

Gula Nasional hingga saat ini.

Secara garis besar Program Akselerasi diimplementasikan melalui

tiga kegiatan, yaitu bongkar ratoon, penguatan kelembagaan, dan

rehabilitasi pabrik gula. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja

industri gula nasional agar mampu menghasilkan gula secara efisien serta

dapat menutupi kebutuhan dalam negeri. Program yang sudah berjalan

meliputi kegiatan bongkar ratoon diikuti dengan pemakaian varietas

unggul baru, pengairan, penyediaan kredit ketahanan pangan untuk petani

tebu, serta upaya penguatan modal usaha kelompok/ koperasi tebu

rakyat.

Kegiatan program bongkar ratoon prinsipnya adalah merehabilitasi

tanaman tebu yang telah dikepras berulang-ulang, keprasan maksimal

yang ditoleransi adalah sebanyak 3 (tiga) kali. Bongkar ratoon

diprioritaskan pada tanaman tebu yang dikepras lebih dari 3 kali.

Tanaman dibongkar kemudian diganti dengan tanaman tebu baru. Bibit

tanaman tebu penganti merupakan varietas unggul bersertifikat dan

direkomendasikan Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI).

Berdasarkan program diatas Propinsi Jawa Timur masih terus

berusaha untuk meningkatkan produktivitas tebu guna menyukseskan

Program Swasembada Gula Nasional. Berikut ini adalah data

perkembangan areal, produksi, dan produktivitas tebu di Jawa Timur

dalam kurun waktu 2004 – 2009 :

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
21

Tabel 5. Perkembangan Luas Areal Perkebunan, Produksi, dan


Produktivitas Tebu Propinsi Jawa Timur Tahun 2004 - 2009
Tebu
Tahun Luas Areal (Ha)
Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/ Ha)
2004 150.132,09 12.664.376,37 84,35
2005 169.336,99 15.506.586,00 91,57
2006 173.830,14 14.968.431,00 86,11
2007 197.056,65 17.425.615,50 88,43
2008 200.821,90 16.015.546,37 79,75
2009 186.025,65 14.732.643,10 79,20
Sumber : Data Primer Disbun Propinsi Jawa Timur Bagian Usahatani, 2010

Kabupaten Mojokerto merupakan salah satu wilayah perkebunan

tebu di Propinsi Jawa Timur. Luas tanam perkebunan tebu di Kabupaten

Mojokerto semakin tahun menunjukkan peningkatan dan dapat dilihat

dalam Tabel 6.

Tabel 6. Luas Perkebunan Tebu di Kabupaten Mojokerto Tahun


2008 – 2010
Tahun (Ha)
No Kecamatan
2008 2009 2010
1 Puri 934,20 848,10 1.100,40
2 Sooko 531,70 555,90 879,00
3 Trowulan 1.108,20 1.011,10 1.257,00
4 Bangsal 357,70 396,20 325,05
5 Mojoanyar 428,60 339,10 416,20
6 Gedeg 961,70 672,40 928,30
7 Kemlagi 1.194,60 890,20 1.208,70
8 Dawar Blandong 600,80 1.087,30 667,80
9 Jetis 837,80 796,00 1.262,80
10 Mojosari 142,40 193,10 183,86
11 Pungging 270,60 219,90 180,15
12 Ngoro 332,20 338,70 345,17
13 Kutorejo 185,90 202,60 197,48
14 Dlanggu 487,20 337,40 393,70
15 Pacet 124,60 339,40 129,93
16 Jatirejo 820,30 1.215,80 706,00
17 Gondang 345,20 420,40 259,60
18 Trawas 425,90 32,50 37,50
JUMLAH 10.125,60 9.896,00 10.478,635
Sumber : Data Primer Dishutbun Kab. Mojokerto Bagian Sarana Produksi,
2010

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
22

2.2.3. Kondisi Gula Jawa Timur

Rendahnya produksi gula nasional antara lain disebabkan tidak

efisiennya pabrik-pabrik gula. Pada tahun 2006 telah dicanangkan

Gerakan Peningkatan Rendemen Tebu di Jawa Timur untuk

meningkatkan produksi dan produktivitas tebu sehingga mampu

mendukung keberhasilan Program Swasembada Gula Nasional.

Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 45 Tahun 2006 tentang Petunjuk

Teknis Gerakan Peningkatan Rendemen Tebu di Jawa Timur yang

ditetapkan di Surabaya tanggal 28 Agustus 2006, merupakan landasan

operasional bagi gerakan tersebut, dalam pelaksanaannya didasari pula

pada keterpaduan dan harmonisasi pelaku praktisi gula, khususnya antara

petani dan pabrik gula (PG). Upaya peningkatan rendemen tebu

mencakup aspek teknis di bidang on-farm (meliputi penataan varietas,

pemupukan, kontrak giling, dan monitoring perencanaan tebangan tebu

dengan aplikasi pertanian terukur); Tebang Angkut; dan off-farm.

Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Perkebunan Gula

Indonesia (P3GI) juga memberikan gambaran bahwa upaya swasembada

gula akan dicapai, walaupun hal tersebut memerlukan waktu yang cukup

lama. Upaya untuk melakukan swasembada gula dapat dilakukan dengan

cara : (1) meningkatkan efisiensi usaha tani; (2) memperbaiki sistem

penyaluran sarana produksi; (3) menerapkan usaha tani terpadu; (4)

membina sistem kelompok tani dan koperasi; dan (5) meningkatkan peran

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
23

serta petani dalam usaha tani tebu. Berikut data produksi, produktivitas

gula, dan rendemen di Jawa Timur dapat dilihat di Tabel 7.

Tabel 7. Produksi, Produktivitas Gula, dan Rendemen di Jawa Timur


Tahun 2004 - 2009
Gula
Tahun Rendemen (%)
Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/ Ha)
2004 921.178,00 6,14 7,27

2005 1.048.734,47 6,19 6,76


2006 1.099.186,38 6,32 7,34
2007 1.205.997,40 6,12 6,92
2008 1.245.207,69 6,20 7,77
2009 1.079.236,68 5,80 7,33
Sumber : Data Primer Disbun Propinsi Jawa Timur Bagian Usahatani, 2010

2.2.4. Agribisnis Tebu

Tebu sebagai bahan baku industri gula merupakan salah satu

agribisnis penting di Indonesia, karena gula memegang peranan penting

dalam ekonomi pangan di Indonesia.

Saragih dan Khrisnamrti dalam Mardikanto (2005) menyatakan

agribisnis adalah kegiatan yang berhubungan dengan pengusahaan

tumbuhan dan hewan (komoditas pertanian, peternakan, perikanan dan

kehutanan) yang berorientasi terhadap pasar (bukan hanya untuk

pemenuhan kebutuhan pengusaha sendiri) dan perolehan nilai tambah.

Agribisnis memiliki dua konsep pokok. Pertama, agribisnis

merupakan konsep dari suatu sistem yang integratif dan terdiri dari

beberapa sub sistem, yaitu: Sub sistem pengadaan sarana produksi

pertanian; Sub sistem budidaya usaha tani; Sub sistem pengolahan dan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
24

industri hasil pertanian (agroindusri); Sub sistem pemasaran hasil

pertanian; dan Sub sistem kelembagaan penunjang kegiatan pertanian,

seperti penelitian, penyuluhan, pembiayaan, konstruksi, transportasi, dan

jasa lainnya. Sebagian sub sistem pertama dan ketiga, serta sub sistem

kedua merupakan on-farm agribusiness. Kedua, agribisnis merupakan

suatu konsep yang menempatkan kegiatan pertanian sebagai suatu

kegiatan yang utuh dan komprehensif, sekaligus sebagai suatu konsep

untuk dapat menelaah dan menjawab berbagai masalah tantangan, dan

kendala yang dihadapi pembangunan pertanian sekaligus juga untuk

dapat menilai keberhasilan pembangunan pertanian serta pengaruhnya

terhadap pembangunan nasional secara lebih tepat. Merupakan off-farm

agribusiness (Mardikanto, 2005).

Kegiatan pertanian yang dipandang sebagai suatu kegiatan

agribisnis dinilai merupakan cara yang tepat dalam menghadapi berbagai

perkembangan yang terjadi saat ini dan dimasa yang akan datang, baik

dalam lingkup nasional maupun internasional. Jadi, agribisnis merupakan

cara baru memandang pertanian (agribusiness as a new way to look

agriculture), sehingga dalam kaitannya dengan struktur perekonomian

nasional, kiranya perlu dilihat peran intersektoral dalam sistem agribisnis

(khususnya pertanian, perdagangan, industri, dan lembaga keuangan)

untuk mendapatkan gambaran mengenai peran sektor pertanian

(Mardikanto, 2005).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
25

PENYU
LUHAN
PENE KONS
LITIAN TRUKSI

PENGA BUDI PENGO PEMA


DAAN DAYA LAHAN SARAN
INPUT HASIL HASIL

TRANS JASA
POR PEMBIA LAIN
TASI YAAN

Gambar 5. Pertanian Sebagai Sistem Agribisnis (Mardikanto, 2005)

Agribisnis tebu merupakan kegiatan agribisnis berbasis tanaman

tebu yang diusahakan dengan cara kerja sama antara pabrik gula sebagai

pengolah bahan baku tebu (off-farm) dan petani sebagai penyedia/

pemasok bahan baku tebu (on-farm). Dalam rangka menjalin kerja sama

tersebut pemerintah berkewajiban membantu mewujudkan kerja sama

yang baik dan saling menguntungkan kedua belah pihak. Untuk maksud

tersebut maka pemerintah mengeluarkan instrumen kebijakan yang

mengatur hak dan kewajiban daripada kedua belah pihak.

Menurut Arifin (2000) tebu merupakan salah satu komoditas

agribisnis Indonesia yang menghadapi permasalahan struktural sejak

zaman pemerintah penjajahan Belanda sampai zaman transisi demokrasi

seperti sekarang. Dominasi birokrasi terlalu banyak mewarnai kebijakan

produksi dan perdagangan gula nasional, bukan prinsip-prinsip

mekanisme pasar yang menjunjung tinggi asas keadilan bagi segenap

pelakunya. Program pemerintah yang dituangkan dalam GBHN, ditunjang

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
26

dengan penerapan konsep agribisnis diharapkan dapat memberikan

dampak positif bagi pembangunan di sektor pertanian sehingga

mengimbangi pertumbuhan di sektor industri (Wijaya, 1996).

Pengertian agribisnis diberikan oleh Davis and Goldberg (1957)

yaitu : agribusiness included all operations involved in the manufacture

and distribution of farm supllies; production operations on the farm, the

storage, processing and distribution of farm commodities made from

them, trading (whosaler, retailers), consumers to it, all non farm firm and

institution serving them. Sistem agribisnis yang lengkap merupakan suatu

gugusan industri (industrial cluster) yang terdiri dari empat subsistem,

yaitu (1) subsistem agribisnis hulu (upstream agribusiness) yakni seluruh

industri yang menghasilkan dan memperdagangkan sarana produksi

pertanian primer, seperti industri pembibitan/ perbenihan, industri agro-

kimia, industri agro-otomotif, agri-mekanik, dan lain-lain; (2) subsistem

agribisnis budidaya/ usahatani (on-farm agribusiness) yakni kegiatan yang

menggunakan sarana produksi untuk menghasilkan komoditas pertanian

pertanian primer (farm product); (3) subsistem agribisnis hilir (downstream

agribusiness) yakni industri yang mengolah industri primer menjadi produk

olahan beserta kegiatan perdagangannya; dan (4) subsistem jasa

penunjang (supporting system agribusiness) yakni kegiatan yang

menyediakan jasa bagi ketiga subsistem di atas seperti infrastruktur,

transportasi (fisik, normatif), perkreditan, penelitian dan pengembangan,

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
27

pendidikan pelatihan, kebijakan pemerintah, dan lain-lain (Saptana dkk,

2003). Secara sederhana sistem agribisnis dapat dilihat pada Gambar 6.

Subsistem hulu
(upstream agribusiness)

Subsistem usahatani Subsistem jasa penunjang


(on-farm agribusiness) (supporting system)

Subsistem hilir
(downstream agribusiness)

Gambar 6. Keterkaitan dalam Sistem Agribisnis

2.2.5. Sejarah Industri Gula Indonesia

Departemen Pertanian (2002) menyatakan bahwa sejarah industri

gula di Indonesia dapat dibagi menjadi beberapa periode. Pada periode

sebelum tahun 1930, industri gula di Indonesia telah dimulai sejak abad

16 oleh penduduk keturunan Cina. Setelah dikuasai Belanda, industri gula

mulai maju, namun pada abad 19 muncul penyakit sereh yang

menghancurkan semua jenis tebu, dan baru bisa diatasi setelah POJ

(sekarang menjadi Pusat Penelitian Perkebunan Gula, P3GI) berhasil

menemukan varietas tebu POJ 2878, industri gula pun maju pesat, dan

berhasil mencapai tingkat produksi 3 juta ton pada tahun 1930 dan

menjadikan Indonesia negara eksportir gula terbesar dunia setelah Kuba,

ketika itu budidaya tebu dilakukan dengan total luas areal 200.000 Ha.

Tahun 1930 berlalu, terjadi resesi dunia dan peralihan penjajahan,

yang diikuti perang kemerdekaan pada tahun 1940-an. Hal ini membuat

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
28

industri gula Indonesia terpuruk karena banyak penghentian produksi di

pabrik gula, maupun kerusakan lahan pertanian termasuk lahan tebu.

Tahun 1957, pemerintah RI mengambil alih seluruh aset perusahaan

asing di Indonesia, termasuk perusahaan-perusahaan gula milik Belanda.

Pada tahun 1957, tataniaga industri gula sepenuhnya ditangani

oleh pemerintah RI, dan pengelolaan serta usahatani tebu ditangani

Perusahaan Negara Perkebunan (PNP). Industri gula Indonesia pada saat

itu mulai membaik. Lahan untuk budidaya tebu diperoleh dengan cara

menyewa sawah petani, sehingga periode ini disebut juga Periode Sistem

Sewa. Untuk mengatasi pertumbuhan penduduk dan kebutuhan dalam

negeri yang semakin meningkat, pada awal tahun 1970-an dikembangkan

budidaya tebu lahan kering di Pulau Jawa, dan mulai dirintis proyek

pengembangan industri gula di luar Jawa.

Instruksi Presiden (Inpres) No. 9 Tahun 1975, menyatakan terdapat

perbedaan sistem usahatani tebu semula dari sistem sewa berubah

menjadi Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI). Sistem ini bertujuan agar petani

tebu menjadi wiraswasta yang mampu berusaha sendiri dan mandiri,

dalam kelompok tani maupun koperasi petani dan mempunyai kedudukan

ekonomi yang kuat, serta meningkatkan luas areal pertanaman tebu di

Indonesia dan mempengaruhi peningkatan produktivitas gula Indonesia.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka pelaksanaannya ditunjang dengan

kebijakan lainnya berupa pemberiaan kredit kepada petani peserta, sistem

bagi hasil, bimbingan teknis budidaya tebu, rehabilitasi dan pembangunan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
29

pabrik gula dan perluasan areal tebu baik di lahan sawah maupun lahan

kering, baik yang ada di Jawa maupun luar Jawa.

Tataniaga gula sejak tahun 1975 dilakukan oleh Badan Urusan

Logistik (BULOG), karena gula dianggap sebagai salah satu komoditas

strategis selain beras. Sedangkan untuk harga dasarnya ditetapkan oleh

pemerintah berupa harga provenue. Dengan sistem tataniaga dan

penentapan seperti itu, maka petani tebu dan pelaku industri gula di

Indonesia akan merasa terlindungi dari pasar dunia yang distorsif.

Pada tahun 1998, BULOG tidak lagi menangani tataniaga gula.

Terbitnya Inpres No. 5 Tahun 1998, sistem Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI)

dihapuskan, sehingga jalinan hubungan kemitraan antara petani dan

pabrik gula diatur oleh masing-masing pihak dalam hubungan kemitraan

tersebut. Tataniaga gula selanjutnya diserahkan pada mekanisme pasar

yang fluktuatif dan cenderung berupa dumping. Sedangkan harga gula

disesuaikan dengan harga dunia, karena pemerintah sudah tidak lagi

menetapkan harga provenue. Pada tahun tersebut terdapat beberapa

kebijakan pemerintah yang tidak mendukung eksistensi industri gula

Indonesia, seperti penetapan tarif bea masuk gula impor nol persen, serta

pembebasan proses impor gula terhadap importir swasta.

Pemerintah mengambil langkah melalui Keputusan Menteri

Perindustrian dan Perdagangan No.634/MPP/Kep/9/2002, menetapkan

bahwa impor gula hanya dapat dilakukan pihak produsen, dengan syarat

dalam proses produksinya produsen tersebut menggunakan bahan baku

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
30

lebih dari 75 % dari tebu rakyat. Impor tersebut baru dapat dilakukan

setelah harga gula petani mencapai Rp. 3.100 per Kg. Berdasarkan

criteria tersebut, maka produsen yang dapat melakukan impor gula atau

yang mendapat ijin import gula dalam bentuk Impor Terdaftar (IT) atau

yang dikenal dengan "Sembilan Samuari" di antaranya adalah PTPN IX,

X, dan XI, serta PT. Rajawali Nusantara Indonesia melalui importir swasta

setelah melewati proses tender. Import mulai dijalankan pada tahun 2003.

2.2.6. Kinerja

2.2.6.1. Definisi Kinerja

Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau

tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para manajer kadang

tidak memperhatikan bagaimana kinerja suatu organisasi tetapi tiba-tiba

menghadapi krisis yang serius. Kesan – kesan buruk yang terjadi di

organisasi ini merupakan peringatan adanya kinerja yang merosot.

Kinerja memiliki banyak pengertian diantaranya kinerja menurut

Sulistiyani (2003) dalam Anonim (2011)a, kinerja seseorang merupakan

kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai

dari hasil kerjanya, sedangkan menurut Hasibuan (2001) dalam Anonim

(2011)a, mengemukakan kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja

yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang

dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman

dan kesungguhan serta waktu. Menurut Cushway (2002) dalam Anonim

(2011)a, kinerja adalah menilai bagaimana seseorang telah bekerja

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
31

dibandingkan dengan target yang telah ditentukan. Menurut Witmore

(1997) dalam Anonim (2011)a, kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi

yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu

pameran umum keterampilan. Kinerja merupakan suatu kondisi yang

harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk

mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan

visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui

dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional. Maka kinerja

kelembagaan dapat dimengerti sebagai kondisi lembaga dan

keterkaitannya dengan lembaga lain dalam menerapkan tugas dan

fungsinya sebagaimana yang tertuang pada visi dan misi masing-masing

lembaga/ instansi.

2.2.6.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja ada beberapa, yaitu

menurut Mathis (2001) dalam Anonim (2011)a, terdapat faktor-faktor yang

memengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu: 1. Kemampuan mereka;

2. Motivasi; 3. Dukungan yang diterima; 4. Keberadaan pekerjaan yang

mereka lakukan; dan 5. Hubungan mereka dengan organisasi. Kinerja

merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu

maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh

kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar

serta keinginan untuk berprestasi. Sedangkan menurut Gibson (1987)

dalam Anonim (2011)a, ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja :

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
32

1. Faktor individu : kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga,

pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang; 2. Faktor

psikologis : persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan

kerja; 3. Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan,

kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system).

2.2.6.3. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan

organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian maka dapat diketahui

kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja karyawan atau baik

buruknya kondisi organisasi. Menurut Cascio (1992) dalam Anonim

(2011)a, penilaian kinerja adalah sebuah gambaran yang sistematis

tentang kekuatan dan kelemahan yang terkait dari seseorang atau suatu

kelompok. Tujuan penilaian kinerja menurut Alwi (2001) dalam Anonim

(2011)a, dapat dikategorikan sebagai suatu yang bersifat evaluation dan

development. Sifat evaluation karena berupa penyelesaian : 1. Hasil

penilaian digunakan sebagai dasar pemberian kompensasi; 2. Hasil

penilaian digunakan sebagai staffing decision; 3. Hasil penilaian

digunakan sebagai dasar mengevaluasi sistem seleksi. Sedangkan yang

bersifat development penilaian berupa penyelesaian : 1. Prestasi riil yang

dicapai individu; 2. Kelemahan-kelemahan individu yang menghambat

kinerja; serta 3. Prestasi - pestasi yang dikembangkan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
33

2.2.7. Kelembagaan

Kelembagaan merupakan salah satu komponen penting dalam

menunjang kerangka dasar perumusan kebijakan dan pembangunan

pertanian untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Kelembagaan yang

dimaksud disini adalah suatu aturan yang dikenal, diikuti dan ditegakkan

secara baik oleh anggota masyarakat, yang member naungan dan

hambatan constraints bagi individu atau anggota masyarakat.

Kelembagaan memberi nafas dan ruang gerak bagi tumbuh dan

berkembangnya suatu organisasi, yang sebenarnya memiliki ruh

kehidupan karena suatu kelembagaan.

Kelembagaan dibuat untuk membuat lancar, terjamin, teratur, dan

mengurangi ketidakefisiensinya transaksi ekonomi. Menurut Johson

(1989) dalam Singgih (2009), mengemukakan bahwa sumber daya alam

(SDA), sumber daya manusia (SDM), teknologi dan kelembagaan

merupakan empat faktor penggerak dalam pembangunan pertanian.

Keempat faktor tersebut merupakan syarat kecukupan untuk mencapai

pembangunan yang dikehendaki. Artinya apabila salah satu atau lebih

faktor tersebut tidak dipenuhi, maka tujuan untuk mencapai keadaan

tertentu tidak akan terjadi.

Mubyarto (1997) dalam Singgih (2009), mengemukakan bahwa

lembaga atau kelembagaan adalah organisasi atau kaidah-kaidah baik

formal maupun informal, yang mengatur perilaku dan tindakan anggota

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
34

masyarakat tertentu baik dalam kegiatan rutin sehari-hari maupun dalam

usahanya mencapai tujuan tertentu.

Soentoro (2002) dalam Singgih (2009), kelembagaan mengandung

dua pengertian yaitu disebut institusi atau pranata dan organisasi.

Pengertian kelembagaan sebagai organisasi lebih mudah dikenali dalam

bentuk nyata seperti Koperasi Unit Desa (KUD), bank, pemerintah, dan

sebagainya. Sedangkan pengertian kelembagaan sebagai pranata dapat

dikenali melalui pemahaman unsur-unsurnya.

Shaffer dan Schmid dalam Pakpahan (1989) menyatakan

kelembagaan ditinjau dari sudut organisasi merupakan sistem organisasi

dan kontrol terhadap sumberdaya. Dipandang dari sudut individu,

kelembagaan merupakan gugus kesempatan bagi individu dalam

membuat keputusan dan melaksanakan aktivitasnya. Pakpahan (1989)

mengemukakan suatu kelembagaan dicirikan oleh 3 hal utama : (1) Batas

yurisdiksi (yurisdiction of boundary); (2) Hak kepemilikan (property right),

dan (3) Aturan representasi (rule of representation).

Batasan yurisdiksi berarti hak hukum atas (batas wilayah

kekuasaan) atau (batas otoritas) yang dimiliki oleh suatu lembaga, atau

mengandung makna kedua-duanya. Penentuan siapa dan apa yang

tercakup dalam suatu organisasi atau masyarakat ditentukan oleh batas

yurisdiksi. Oleh karena itu dalam mengembangkan kelembagaan dalam

rangka pengembangan agribisnis harus jelas batas yurisdiksinya, sebagai

ilustrasi apakah petani akan dilibatkan didasarkan atas pemilihan varietas,

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
35

bagaimana penggunaan pupuk, atau dalam satu-kesatuan teknik

budidaya.

Konsep property atau pemilikan sendiri muncul dari konsep hak

(right) dan kewajiban (obligations) yang diatur hukum, adat, dan tradisi,

atau konsensus yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat

dalam hal kepentingannya terhadap sumberdaya (Pakpahan, 1990). Tidak

seorang pun yang dapat menyatakan hak milik tanpa pengesahan dari

masyarakat dimana dia berada. Hak kepemilikan juga merupakan sumber

kekuatan untuk akses dan kontrol terhadap sumberdaya (Schmid, 1960

dalam Pakpahan, 1990). Dalam konteks ini, apakah petani yang akan

diikutsertakan adalah petani pemilik, penyewa, penggarap, atau siapa-

siapa yang penting berstatus sebagai petani.

Aturan representasi (rule of representation) mengatur

permasalahan siapa yang berhak berpartisipasi terhadap apa dalam

proses pengambilan keputusan. Aturan representasi menentukan alokasi

dan distribusi sumberdaya. Dipandang dari segi ekonomi, aturan

representasi mempengaruhi ongkos membuat keputusan. Ongkos

transaksi yang tinggi dapat menyebabkan output tidak bernilai untuk

berproduksi. Oleh karena itu, perlu dicari suatu mekanisme representasi

yang efisien sehingga dapat menurunkan ongkos transaksi. Pergeseran

sistem panen dengan kroyokan kearah sistem tebasan ternyata

menurunkan biaya. Tubbs (1984) dan Hanel (1989) menyatakan bahwa

pengambilan keputusan atas dasar grup proses akan meningkatkan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
36

loyalitas, kerjasama, motovasi, dukungan anggota pada asosiasi dan

mengurangi tekanan internal serta biaya transaksi yang pada akhirnya aka

meningkatkan performa kelembagaan.

Menurut Challen dalam Yustika (2010), mengungkapkan beberapa

karakteristik umum dari kelembagaan, yakni :

1. Kelembagaan secara social diorganisasi dan didukung (Scott, 1989),

yang biasanya kelembagaan membedakan setiap rintangan-rintangan

atas perilaku manusia, misalnya halangan biologis (biological

constraints) dan rintangan fisik (physical constraints).

2. Kelembagaan adalah aturan-aturan formal dan konvensi informal,

serta tata perilaku (codes of behavior) (North, 1990).

3. Kelembagaan secara perlahan-lahan berubah atas kegiatan-kegiatan

yang telah dipandu maupun dihalangi.

4. Kelembagaan juga mengatur larangan-larangan (prohibitions) dan

persyaratan-persyaratan (conditional permissions) (North, 1990).

2.2.8. Ekonomi Kelembagaan

Ekonomi kelembagaan menyelesaikan persoalan ekonomi yang

spesifik sehingga dapat menghasilkan perbaikan yang signifikan. Lebih

detail, ekonomi kelembagaan peduli dengan jawaban-jawaban yang benar

atas pertanyaan-pertanyaan kebijakan publik. Dalam upaya pencarian

penyelesaian atas problem praktis, pendekatan ekonomi kelembagaan

mencoba untuk memberi pertimbangan terhadap seluruh aspek dari

masalah tersebut : ekonomi, sosial, psikologi, sejarah, hukum, politik,

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
37

administrasi, dan bahkan teknik. Meskipun ekonomi kelembagaan (atau

orang-orang yang menggunakannya) tidak ahli terhadap seluruh aspek

tersebut, tetapi mereka wajib untuk memahami seluruh area bidang itu,

yakni dengan jalan masuk ke dalam situasi/ masalah spesifik yang

menjadi perhatiannya (Whitte, 1988 dalam Yustika, 2010).

Ekonomi kelembagaan menurut Pejovich (1995) dalam Yustika

(2010), melibatkan interaksi manusia pada dua level yang berbeda,

pertama adalah spesifikasi dan perkembangan kelembagaan, kedua

adalah interaksi manusia dalam kelembagaan yang berlaku dan

organisasi (baik didalam organisasi itu sendiri ataupun antar organisasi

yang berbeda). Dalam konteks agribisnis, kelembagaan adalah aturan

yang mempengaruhi pengaturan produksi perusahaan, penyediaan

barang dan jasa, serta mengatur hubungan yang terjalin antar

perusahaan. Peraturan perusahaan terdiri dari AD (Anggaran Dasar) dan

ART (Anggaran Rumah Tangga), Peraturan, Pedoman dan Instruksi Kerja

(INKA), serta Standar Praktek. Standar Praktek Industri adalah standar

darurat dari struktur industri yang mencerminkan keputusan operasional

yang dbuat diantara perusahaan-perusahaan pendukung kelembagaan.

Ekonomi kelembagaan mencakup dua arus hubungan (two-way

relationship) : antara ekonomi (economics) dan kelembagaan (institutions).

Maksudnya, pendekatan ini menguliti dampak dari kelembagaan terhadap

ekonomi dan sebaliknya, serta pengembangan kelembagaan untuk

merespon pengalaman-pengalaman ekonomi (economic experiences)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
38

(Kasper dan Streit, 1998). Secara praktikal, aturan main (kelembagaan)

yang tersedia dalam kegiatan ekonomi akan menentukan seberapa efisien

hasil ekonomi yang didapatkan, sekaligus akan menentukan seberapa

besar distribusi ekonomi yang diperoleh oleh masing-masing partisipan

(Yustika, 2010).

Menurut Yustika (2010), Ahli kelembagaan berupaya keras untuk

membuat eksplisit saling keterhubungan dan relasi timbal balik antara satu

bagian dengan lainnya dan juga dengan keseluruhan. Ciri ekonomi

kelembagaan bias ditandai dari tiga karakteristik berikut (Kapp, 1988) :

1. Adanya kritik umum terhadap anggapan awal (preconceptions) dan

elemen normatif yang tersembunyi dari analisis ekonomi tradisional

(konvensional).

2. Pandangan umum proses ekonomi sebagai sebuah sistem terbuka dan

sebagia bagian dari jaringan sosio-kultural sebuah hubungan (socio-

cultural network of relationship).

3. Penerimaan umum atas prinsip aliran sebab akibat (circular causation)

sebagai hipotesa utama untuk menjelaskan proses ekonomi, termasuk

proses keterbelakangan dan pembangunan.

Tabel 8. Ikhtisar Ekonomi Neoklasik dan Ekonomi Kelembagaan


Elemen Ekonomi Neoklasik Ekonomi Kelembagaan
Pendekatan Msterialistik Idealistik
Satuan observasi Komoditas dan harga Transaksi
Tujuan individu Diri sendiri Diri sendiri dan orang lain
Hubungan dgn ilmu- Hanya ilmu ekonomi Hampir semua ilmu social
ilmu sosial lain
Konsep nilai Nilai dalam pertukaran Nilai dalam penggunaan
Konsep ekonomi Mirip ilmu-ilmu alam Pendekatan budaya
Falsafah Pra-Dewey Pasca-Dewey
Tingkah laku sosial Percaya free-will Behaviorist

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
39

Elemen Ekonomi Neoklasik Ekonomi Kelembagaan


Postulat Keseimbangan Ketidakseimbangan
Fokus Sebagian (particularism) Keseluruhan (holism)
Metode ilmiah Hampir pasti positif Kebanyakan normatif
Data Kebanyakan kuantitatif Kebanyakan kualitatif
Sistem Tertutup Terbuka
Ekonometrika Dipakai secara baik Tidak/ kadang dipakai
Visi ekonomi Mengarah ke statis Lebih ke arah dinamis
Peranan Memberikan pilihan Merekomendasi pilihan
Sikap terhadap Melawan Tidak dapat dihindari
kegiatan kolektif
Tokoh Adam Smith, Alfred Thorstein Veblen, John R.
Marshall Common
Sumber : Yustika, 2010

Perbedaan ekonomi kelembagaan dengan ekonomi neoklasik

dapat dilihat pada Tabel 8, dimana ekonomi neoklasik sangat peduli

terhadap perubahan atau konsekuensi yang terjadi akibat perubahan

kegunaan kepuasan individu. Sedangkan ekonomi kelembagaan lebih

memfokuskan analisisnya pada transaksi yang terjadi antara dua atau

lebih pelaku ekonomi.

2.2.9. Peranan Kelembagaan Terhadap Agribisnis Tebu

Kelembagaan dalam agribisnis menurut Singgih (2009), berperan

sebagai pendukung aktif dan penghubung antara pusat aktivitas agribisnis

dengan unsur-unsur pendukung lain dalam agribisnis. Dengan adanya

lembaga-lembaga pendukung ini, segala keperluan dalam agribisnis

seperti penyediaan modal, penyaluran teknologi, pengolahan hasil serta

pembinaa petani dapat terpenuhi.

Kelembagaan terbentuk atas dasar kebutuhan dalam agribisnis

yang berasal dari masyarakat perdagangan dan jasa ataupun dari inisiatif

pemerintah. Kelembagaan yang berasal dari pemerintah ada karena

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
40

masyarakat tanggap atas kebutuhan agribisnis dan kelembagaan yang

dibentuk pemerintah merupakan efek penggandaan dari kebijakan

pemerintah terhadap agribisnis itu sendiri.

Lembaga di masyarakat mempunyai arti yang sangat penting dalam

mensukseskan pembangunan, terutama pada pembangunan agribisnis.

Baik fungsinya sebagai pranata sosial maupun dalam fungsinya sebagai

wadah atau organisasi kemasyarakatan itu. Banyak istilah yang

menunjukkan apa itu lembaga masyarakat antara lain :

a. Lembaga kemasyarakatan dinyatakan sebagai institusi sosial, isinya

adalah hal-hal yang mengatur perilaku para anggota masyarakat.

b. Lembaga kemasyarakatan sebagai pranata sosial, yang berisi sistem

tata kelakuan dan tata hubungan yang berpusat pada aktivitas-

aktivitas untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupan masyarakat.

c. Lembaga kemasyarakatan sebagai bangunan sosial, ialah bentuk-

bentuk dan susunan institusi itu sendiri.

Berikut jenis-jenis lembaga kemasyarakatan agribisnis tebu :

1. Perkreditan

Dalam upaya mengembangkan agribisnis di kalangan petani tebu,

pemerintah telah menyediakan kredit untuk usahatani baik untuk yang

terprogram maupun tidak.

2. Penyuluhan Pertanian

Penyuluh pertanian adalah sistem pendidikan non-formal yang

ditujukan kepada para petani, beserta keluarganya agar mereka

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
41

tumbuh keinginan untuk mengembangkan kemampuannya dalam

berswadaya memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan keluarga

dan masyarakat sekitar.

3. Koperasi

Koperasi Unit Desa (KUD) atau Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR)

sebagai lembaga pendukung dalam kelangsungan proses kegiatan

agribisnis tebu. Dalam pembangunan sosial dan ekonomi di

pedesaan, koperasi merupakan wahana yang menghimpun potensi

ekonomi masyarakat di pedesaan. Sebagai organisasi ekonomi

makakoperasi perlu dikembangkan dan ditunjang aktivitasnya agar

benar-benar melayani kegiatan agribisnis di wilayah kerjanya.

Peranan koperasi dalam agribisnis adalah sebagai mitra petani yang

melayani, yaitu a) sebagai penyalur kredit usahatani dan jenis kredit

lainnya; b) mengusahakan dan menyediakan kebutuhan peralatan

pertanian; c) menyediakan sarana produksi seperti benih, pupuk, dan

obat-obatan/ herbisida; d) menangani pasca panen berupa penjualan

tetes tebu dan gula; e) memasarkan hasil tetes tebu dan gula.

4. Kelompok tani

Kelompok tani adalah kumpulan petani yang bersifat non-formal

bergabung karena adanya kepentingan dan kebutuhan yang sama.

Fungsi kelompok tani dalam kegiatan usahatani adalah sebagi kendali

yang diperlukan untuk keberhasilan usahatani dalam bidang a)

merencanakan dan melakukan kegiatan usahatani; b) mengadakan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
42

hubungan kerja dengan aparatur Pembina dan instansi penunjang; c)

kelas belajar secara non-formal.

5. Lembaga pengolahan dan pemasaran hasil

Peranan kelembagaan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian

amat besar dalam sistem agribisnis karena akan membawa

kelangsungan hidup dan proses perekonomian di berbagai sektor

terutama yang menunjang agribisnis. Adanya lembaga pengolahan

dan pemasaran hasil pertanian akan terjalin hubungan ekonomi antara

produsen dan konsumen.

Agribisnis tebu dalam proses hulu hingga hilir dalam menjalankan

fungsinya sebagai penyuplai salah satu kebutuhan pokok industri gula,

melakukan kerjasama dengan beberapa lembaga antara lain : Pabrik

Gula, Petani Tebu, Bank Pemberi Kredit, Koperasi Petani Tebu Rakyat

(KPTR), dan Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR), serta yang bersifat

supporting system seperti bidang transportasi, penyuluhan, perkreditan,

pergudangan, infrastruktur, serta kebijakan pemerintahan melalui

lembaga-lembaga antara lain : PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X,

Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI), Dinas Perkebunan

(Disbun) Propinsi Jawa Timur, Dinas Perkebunan Kabupaten, Dinas

Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), Dinas

Perhubungan, Komunikasi dan Informatika, Lembaga Pendidikan

Perkebunan (LPP), serta Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman

Perkebunan (BBP2TP).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
43

Petani tebu adalah lembaga yang paling dominan berperan dalam

kelembagaan agribisnis tebu, karena dimulai dari petani kegiatan

budidaya tebu diterapkan. Pada umumnya petani tebu dalam menerapkan

kegiatan budidaya terhalangi oleh masalah permodalan. Secara

konseptual, keberadaan lembaga pembiayaan khusus sektor pertanian di

Indonesia dapat dikategorikan penting. Selain sektor pertanian

mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembangunan nasional,

seperti dalam menyerap tenaga kerja, potensi pembiayaan yang sangat

besar di sektor pertanian baik dari sisi SDM, SDA, maupun peluang

bisnisnya, seperti subsistem penyediaan saprodi, budidaya, panen/ pasca

panen, hingga pemasaran (Anonim, 2010a).

Ide model peminjaman dapat dilanjutkan dengan skim Kredit Usaha

Rakyat (KUR) yang telah diluncurkan Presiden RI pada 5 November 2007.

Dukungan pemerintah dalam pembiayaan pertanian hingga saat ini masih

ditekankan pada pelaksanaan program baik berupa bansos maupun

subsidi bunga. Program pemberdayaan petani/ masyarakat melalui

kegiatan yang bersifat bansos adalah Lembaga Mandiri Mengakar pada

Masyarakat (LM3), Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP),

dan sebagainya. Sementara pembiayaan pertanian melalui subsidi bunga

bekerjasama dengan Bank adalah Kredit Ketahanan Pangan dan Energi

(KKPE) maupun Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi

Pertanian (KPEN-RP). Besaran subsidi bunga KKPE tebu dan non-tebu

pada saat ini masing-masing 5% dan 7%. Bank memberikan kredit bagi

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
44

petani tebu dan padi selama ini disalurkan melalui linkage program

swamitra, yakni koperasi dan asosiasi petani (Anonim, 2010f).

Bank merupakan salah satu lembaga alternatif pemecah masalah

permodalan bagi petani. Salah satu bank yang memiliki program

mendukung pemberian kredit modal kerja yang diberikan kepada petani,

peternak, nelayan dan pembudidaya ikan, kelompok (tani, peternak,

nelayan dan pembudidaya ikan) untuk meningkatkan kompetensi usaha

kecil adalah Bank Mandiri dan Bank Rakyat Indonesia (BRI).

Menurut Anonim (2011a), Bank Mandiri memberikan kredit modal

kerja KKPE dalam rangka pembiayaan intensifikasi padi, jagung kedelai,

ubi kayu dan ubi jalar, kacang tanah dan atau sorgum, pengembangan

budidaya tanaman tebu, peternak sapi potong, ayam buras dan itik, usaha

penangkapan dan budidaya ikan serta kepada koperasi dalam rangka

pengadaan pangan berupa gabah, jagung dan kedelai. Berikut sasaran

penerima KKPE :

1. Petani/ peternak/ pekebun/ nelayan/ pembudidaya ikan yang

tergabung dalam kelompok tani/ kelompok usaha bersama/ kelompok

pembudidaya ikan

2. Petani/ peternak/ pekebun/ nelayan/ pembudidaya ikan sebagai

anggota koperasi

3. Koperasi Primer dalam rangka pengadaan pangan

Sedangkan untuk Program PKBL (Program Kemitraan Bina Lingkungan)

yang dikelola Bank Mandiri adalah sebuah Program Kemitraan BUMN

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
45

dengan Usaha Kecil untuk meningkatkan kompetensi usaha kecil agar

menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba

BUMN. PKBL adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat di

wilayah usaha BUMN. Berikut persyaratan mengambil kredit PKBL :

1. Memenuhi kriteria usaha kecil.

2. Belum pernah menerima pinjaman dari Bank Mandiri, Bank dan

BUMN lainnya.

3. Telah menjalankan usaha min. 1 tahun dan mempunyai prospek untuk

dikembangkan.

4. Diutamakan kepada usaha kecil dan koperasi yang belum memiliki

akses perbankan (belum bankable), asset/ omzet pertahun di bawah

Rp 50 juta atau tidak mempunyai agunan yang cukup.

Menurut Anonim (2011b), BRI juga turut serta dalam memberikan

kredit modal kerja KKPE, dengan visi dan misi sebagai berikut :

Visi BRI :

Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan

kepuasan nasabah.

Misi BRI :

1. Melakukan kegiatan perbankan yang terbaik dengan mengutamakan

pelayanan kepada usaha mikro, kecil dan menengah untuk

menunjang peningkatan ekonomi masyarakat.

2. Memberikan pelayanan prima kepada nasabah melalui jaringan kerja

yang tersebar luas dan didukung oleh sumber daya manusia yang

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
46

profesional dengan melaksanakan praktek good corporate

governance.

3. Memberikan keuntungan dan manfaat yang optimal kepada pihak-

pihak yang berkepentingan.

KPTR (Koperasi Petani Tebu Rakyat) maupun APTR (Asosiasi

Petani Tebu Rakyat) merupakan wadah untuk memperjuangkan

kesejahteraan petani tebu agar lebih kompetitif. Koperasi Indonesia

berdasarkan definisinya adalah sebagai bentuk lembaga ekonomi yang

berwatak sosial. Dalam lingkup pengertian seperti itu, banyak pihak yang

menafsirkan koperasi Indonesia semata-mata hanya sebagai suatu

lembaga dalam arti yang sempit, yaitu organisasi atau badan hukum yang

menjalankan aktivitas ekonomi dengan tujuan peningkatan kesejahteraan

rakyat banyak. Fungsi KPTR salah satunya mengatur sistem sharing (bagi

hasil) yang sekarang dengan perbandingan 80% petani dan 20% untuk

investor. Selain itu KPTR juga bergerak dalam pegurusan dana dan

tempat penyewaan lahan perkebunan tebu, sedangkan Swamitra

merupakan lembaga yang bergerak dalam bidang penyediaan dana bagi

usaha kecil menegah (Anonim, 2010b).

Menurut Hatta (1945), koperasi didirikan sebagai persekutuan

kaum lemah untuk membela keperluan hidupnya dengan ongkos yang

semurah-murahnya, itulah yang dituju pada koperasi didahulukan

keperluan bersama, bukan keuntungan. Sedangkan pengertian koperasi

menurut Undang-Undang No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
47

adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan

hokum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip

koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan

atas asas kekeluargaan

APTR memiliki perbedaan fungsi dari KPTR, dimana APTR lebih

menitik beratkan sebagai forum yang menghimpun aspirasi petani tebu

dimasing-masing pabrik gula. Bermula dari ketidak puasan atas kebijakan

pemerintah atas Keppres Nomor 19 Tahun 1998, tertanggal 21 Januari

1998 mengenai perubahan Keppres Nomor 50 Tahun 1995, sebagaimana

telah diubah dengan Keppres Nomor 45 Tahun 1997, isinya membatasi

wewenang Bulog hanya untuk komoditas beras dan tentu saja tata niaga

gula harus diliberalisasi. Selain itu, lahirnya Inpres Nomor 5 Tahun 1998

tentang Pembubaran Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI). Kebijakan tersebut

memiliki implikasi luar biasa mengagetkan petani tebu. Pada waktu itu,

petani dihadapkan secara langsung dengan pasar. Dalam kondisi petani

belum mengerti apa-apa tentang pemasaran gula, mereka menjadi bulan-

bulanan para tengkulak dan pedagang. Kondisi semakin parah, tepatnya

pada tanggal 1 Februari 1998, pemerintah berlomba-lomba mengimpor

gula, karena harga gula dunia saat itu jauh di bawah harga gula dalam

negeri. Kebijakan tersebut berdampak menurunkan harga dalam negeri

secara signifikan yaitu menjadi Rp1.800/Kg dengan Bea Masuk (BM) gula

impor hanya pada kisaran 20%-35%, dimana keadaan tersebut

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
48

merupakan BM terendah di seluruh dunia. Dan pada tahun yang sama

diperparah dengan penghapusan subsidi gula.

Pada tahun 2000, dalam upaya penguatan kelembagaan petani

tebu maka diselenggarakan Musyawarah Nasional Petani Tebu Indonesia

dan eksistensinya masih dirasakan perlu oleh petani tebu di Indonesia

(Anonim, 2010f).

Lembaga yang bersifat supporting system memiliki peran yang

cukup signifikan bila keberadaanya sesuai proporsi yang dibutuhkan.

Lembaga-lembaga tersebut memiliki tugas dan fungsi masing-masing

sebagaimana berikut. PTPN (Persero) memiliki 13 unit kerja yaitu PTPN I

sampai PTPN XIV (kecuali PTPN VI). Namun yang mengusahakan

komoditas tebu yaitu PTPN II di Sumatera Utara, PTPN VII di Lampung,

PTPN IX di Jawa Tengah, PTPN X dan XI di Jawa Timur, dan PTPN XIV

di Sulawesi Selatan.

PTPN X dibentuk berdasarkan PP No. 15 Tahun 1996, tanggal 14

Pebruari 1996. Perusahaan yang berstatus sebagai Badan Usaha Milik

Negara (BUMN) ini merupakan penggabungan kebun-kebun di Jawa

Tengah dan Jawa Timur dari eks PTP XIX, PTP XXI-XXII dan PTP XXVII.

PTPN X mengusahakan komoditi tebu , tembakau dan tanaman serat.

Tanaman tebu ditanam pada areal lahan sawah dan lahan kering seluas

65.320 Ha yang terdiri dari areal tebu sendiri seluas 2.857,10 Ha dan

areal tebu rakyat 62.462,90 Ha (Anonim, 2010e).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
49

P3GI merupakan suatu lembaga riset pergulaan di Indonesia yang

memiliki sejarah panjang dengan usia lebih dari 122 tahun. P3GI

merupakan salah satu lembaga penelitian dari Asosiasi Penelitian

Perkebunan Indonesia (APPI) yang beranggotakan BUMN Perkebunan

dan perusahaan perkebunan swasta.

P3GI adalah satu-satunya lembaga penelitian di Indonesia yang

khusus meneliti tentang gula dan pemanis, mulai dari sektor on-farm, off-

farm hingga konsep kebijakan dan tata niaga. Oleh karena itu, kinerja

industri gula Indonesia tidak terlepas dari peran P3GI. P3GI mempunyai

tugas untuk menghasilkan berbagai inovasi teknologi dan produk bagi

kemajuan masyarakat gula, khususnya petani tebu dan Pabrik Gula

(Anonim, 2011e). Dalam situasi industri gula yang demikian, P3GI sebagai

suatu lembaga penelitian mempunyai visi sebagai berikut :

Menjadi mitra yang handal bagi induatri gula melalui paket teknologi dan

tenaga ahli baik dalam upaya mencari terobosan maupun pemecahan

masalah. Kemitraan yang handal tersebut diwujudkan dalam peran :

a. Penggerak utama pertumbuhan industri gula melalui penelitian-

penelitian terobosan.

b. Pendamping industri gula dengan menghasilkan dan menyediakan

paket-paket teknologi untuk mengatasi masalah aktual serta

menyediakan pakar untuk jasa konsultasi.

c. Pendukung upaya perkembangan yang dilakukan pabrik gula dengan

melakukan penelitian uji dan adaptasi.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
50

Dengan demikian misi P3GI adalah:

a. Mempelajari dan mencarikan upaya untuk menanggulangi kendala

dalam pembangunan bidang pergulaan Nasional.

b. Mengidentifikasi dan mengupayakan pemecahan masalah-masalah

yang dihadapi oleh industri pergulaan dan pabrik gula pada khususnya.

c. Melakukan kegiatan pengembangan dan pelayanan kepada

perusahaan gula, demi mencapai efektifitas kerja dan efisiensi

pengelolaannya dalam arti seluas-luasnya.

P3GI dalam mewujudkan visi dan misi, budaya kerja dalam

manajemen adalah dengan meningkatkan citra, kualitas pelayanan dan

kualitas sumberdaya manusia. Sementara itu budaya kerja atau tata nilai

seluruh karyawan P3GI adalah mengutamakan pelayanan prima, selalu

berkomitmen pada keperluan stake holder, bersikap jujur, memiliki rasa

bangga menjadi karyawan P3GI, bekerja keras dan cermat untuk

mencapai sasaran, belajar dalam disiplin dan tepat waktu, menyadari akan

adanya responsibility dan accountibility, mempunyai standar etis, bersikap

efektif dan efisien, penuh inisiatif, penuh motivasi untuk maju, membangun

keharmonisan, mampu bersaing dengan akrab, serta berpikir bijaksana

(Anonim, 2011e).

Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur merupakan unsur

pelaksana Pemerintah Propinsi Jawa Timur di bidang perkebunan. Sesuai

dengan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 34 tahun 2000,

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
51

tentang Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur mempunyai tugas pokok

dan fungsi sebagai berikut :

1. Tugas Pokok

Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur mempunyai tugas

menyelenggarakan kewenangan disentralisasi dan tugas

dekonsentrasi di bidang perkebunan.

2. Fungsi

a. Perumusan kebijaksanaan dalam rangka penyusunan perencanaan di

bidang perkebunan.

b. Pelaksanaan kebijaksanaan dalam penataan dan pengembangan

perkebunan.

c. Pelaksanaan peningkatan produksi dan mutu hasi perkebunan

perbaikan tata laksana dan pemasaran hasil perkebunan.

d. Pengusaha dan pemanfaatan sumberdaya perkebunan.

e. Pengendalian dalam rangka pengamanan dan perlindungan serta

pelaksanaan rehabilitasi perkebunan.

f. Pelaksanaan tugas-tugas ketatausahaan.

Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mojokerto adalah

unsur pelaksana Pemerintah Kabupaten Mojokerto di bidang kehutanan

dan perkebunan. Wilayah kebun yang dimiliki PG Gempolkrep terbanyak

ada di Kabupaten Mojokerto, sehingga petugas PPL Hutbun Kabupaten

Mojokerto yang membantu operasional di lapangan areal wilayah kerja PG

Gempolkrep. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Mojokerto No.11

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
52

Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten

Mojokerto. Berikut tugas dan fungsi Dinas Kenutan dan Perkebunan

Kabupaten Mojokerto :

1. Tugas Pokok

Dinas Kehutanan dan Perkebunan mempunyai tugas

melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan azas

otonomi dan tugas pembantuan di bidang kehutanan dan perkebunan.

2. Fungsi

a. Perumusan kebijaksanaan teknis bidang kehutanan dan perkebunan.

b. Penyelenggaraan urusan pemerintah dan pelayanan umum bidang

kehutanan dan perkebunan.

c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas bidang kehutanan dan

perkebunan.

d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan

tugas dan fungsinya.

Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan

(BBP2TP) merupakan unit pelaksana dari Kementerian Pertanian

Republik Indonesia. Balai ini adalah bagian dari salah satu Direktorat

Kementerian Pertanian. Direktorat Jenderal Perkebunan memiliki ujung

tombak atau unit teknis yaitu BBP2TP Surabaya untuk wilayah Indonesia

Timur, BBP2TP Medan untuk wilayah Indonesia Barat, BBP2TP Ambon

untuk wilayah khusus Kepulauan Maluku, BPTP Pontianak untuk wilayah

Indonesia Tengah.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
53

BBP2TP Surabaya khususnya bidang perbenihan memiliki wilayah

kerja sebanyak 16 Propinsi yang terdiri dari Propinsi Banten, Jawa Barat,

Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Sulawesi

Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan,

Sulawesi Tenggara, Papua dan Papua Barat. Berdasarkan Peraturan

Menteri Pertanian No.08/ Permentan/ OT.140/2/2008 tentang Organisasi

dan Tata Kerja BBP2TP Surabaya adalah sebagai berikut :

1. Tugas Pokok

a. Melaksanakan pengawasan dan pengembangan pengujian mutu

benih.

b. Melaksanakan analisis teknis dan pengembangan proteksi tanaman

perkebunan.

c. Melaksanakan pemberian bimbingan teknis penerapan sistem

manajemen mutu dan laboratorium.

2. Fungsi Khusus Bidang Perbenihan

a. Pengawasan pelestarian plasma nutfah tingkat nasional.

b. Pelaksanaan pengujian mutu benih perkebunan introduksi, eks impor

dan yang akan diekspor serta rekayasa genetika.

c. Pelaksanaan pengujian adaptasi (obsevasi) benih perkebunan dalam

rangka pelepasan varietas.

d. Pelaksanaan penilaian pengujian manfaat dan kelayakan benih

perkebunan dalam rangka penarikan varietas.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
54

e. Pelaksanaan pengujian mutu dan sertifikasi benih perkebunan dalam

rangka pemberian sertifikat layak edar.

f. Pelaksanaan pemantauan benih perkebunan yang beredar lintas

propinsi.

g. Pelaksanaan pengembangan teknik dan metode pengujian mutu

benih perkebunan dan uji acuan (reference test).

Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kabupaten

Mojokerto berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Mojokerto No.11

Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten

Mojokerto mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagai berikut :

1. Tugas Pokok

Melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas

otonomi dan tugas pembantuan di bidang perhubungan, komunikasi

dan informasi.

2. Fungsi

a. Perumusan kebijakan bidang perhubungan, komunikasi dan

informatika.

b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang perhubungan,

komunikasi dan informatika.

c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas bidang perhubungan, komunikasi

dan informatika.

d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan

tugas dan fungsinya.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
55

Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Kabupaten

Mojokerto berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Mojokerto No.11

Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten

Mojokerto mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagai berikut :

1. Tugas Pokok

Melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas

otonomi dan tugas pembantuan di bidang bina marga.

2. Fungsi

a. Perumusan kebijakan teknis bidang koperasi dan usaha mikro, kecil

dan menengah;

b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum bidang

koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah;

c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas bidang koperasi dan usaha mikro,

kecil dan menengah;

d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan

tugas dan fungsinya.

2.3. Kerangka Pemikiran

Salah satu industri penting yang didukung oleh sektor pertanian

adalah industri gula. Didalam pengadaan gula melibatkan berbagai pihak

yaitu pemerintah, pengusaha, peneliti, pabrik gula dan petani.

Keberpihakan pemerintah terhadap industri gula sangat beralasan, karena

gula mempunyai peran yang sangat strategis terutama sebagai bahan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
56

makanan sumber kalori seperti halnya beras, jagung dan umbi-umbian.

Berarti juga merupakan keberpihakan terhadap agribisnis tebu.

Negara Indonesia menempatkan gula yang berbahan dasar dari

tanaman tebu sebagai salah satu dari sembilan bahan pokok kebutuhan

masyarakat utama setelah beras, yang mana keberadaannya sangat

mempengaruhi kehidupan masyarakat banyak dan kas negara melalui

pajak dan cukai. Keterkaitan gula dengan industri sekunder terutama dari

aspek investasi dan penyerapan tenaga kerja yang dapat mendorong

tumbuhnya industri makanan-minuman, perubahan dalam siklus produksi,

konsumsi dan pemasaran dapat mengundang timbulnya bermacam

gejolak dalam masyarakat baik sosial, ekonomi maupun politis.

Secara umum permasalahan pergulaan yang dihadapi oleh industri

gula sangat kompleks baik dari on-farm maupun off-farm. Peran

kelembagaan salah satunya dapat menjawab solusi permasalahan

tersebut. Ketidakefisiensian struktur ekonomi kelembagaan dapat

ditunjukkan dengan masih kurangnya kemampuan pabrik gula dalam

menggalang jaringan kerjasama suatu kelembagaan yang solid.

Persentase keberhasilan tebu yang tergiling pada PG Gempolkrep

khususnya masih belum maksimal, berarti dipastikan terdapat potensi tebu

petani yang masih dapat dioptimalkan untuk peningkatan produktivitas

pabrik gula. Selain itu permasalahan petani tegakan merupakan bagian

dari masalah kinerja kelembagaan agribisnis tebu. Petani memiliki

kebebasan dalam memilih kepada siapa tebunya akan digiling. Namun

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
57

ketidakefisiensian struktur ekonomi kelembagaan dalam menggalang

jaringan kerjasama menjadikan persentase petani tegakan di wilayah

areal PG Gempolkrep relatif tinggi. Oleh karena itu dibutuhkannya

pengembangan produksi tebu dan industri gula yang komprehensif,

sehingga akan mendukung penataan kelembagaan yang sinergis.

Skema kerangka pemikiran dapat menggambarkan bagaimana

kinerja masing-masing lembaga akan mempengaruhi proses pelaksanaan

kelembagaan agribisnis tebu di PG Gempolkrep. Dimana tugas dan fungsi

masing-masing lembaga yang berperan dicocokan dengan penerapannya

di lapangan. Dengan ini diharapkan rules of the game atau aturan main

penerapan agribisnis tebu di PG Gempolkrep jelas, tidak terdapat satu

lembaga dan lainnya saling tumpang tindih dalam tugas dan fungsinya.

Berdasarkan skema kerangka pemikiran, penelitian ini merupakan

pengembangan dari penelitian-penelitian terdahulu mengenai ekonomi

kelembagaan, khususnya pada agribisnis tebu. Penelitian ini

mengembangkan penelitian Ertaningrum (2007), dimana tidak hanya

mendeskripsikan peranan pabrik gula dan petani tebu saja. Didukung pula

penelitian Singgih (2009), yang menyatakan kelembagaan pada usahatani

tebu yang menyebabkan petani tebu tidak pernah merasakan kredit macet

atau kondisi Non Performing Loan (NPL). Kerangka pemikiran penelitian

ini mengacu pada penelitian Saptana, dkk (2003) dengan judul Kinerja

Kelembagaan Agribisnis Beras di Jawa Barat, hanya pada penelitian ini

lebih fokus pada subyek agribisnis tebu di wilayah kerja PG Gempolkrep.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
58

Analisis kinerja kelembagaan dalam penelitian ini menggunakan

pendekatan dari tugas pokok dan fungsi masing-masing lembaga

berdasarkan visi, misi dan tujuan yang digunakan dalam pelaksanaan

agribisnis tebu keterkaitannya dengan lembaga lain sesuai “Road Map

Program Pemerintah Swasembada Gula 2006-2009”. Dimana pada Road

Map Swasembada Gula 2006-2009 telah merincikan masing-masing

lembaga yang bertanggung jawab dalam upaya menyukseskan program

pemerintah memenuhi kebutuhan gula nasional, beserta rincian kegiatan

pokoknya masing-masing lembaga. Diharapkan hal ini dapat

mendeskripsikan dan menganalisakan kinerja kelembagaan agribisnis

tebu, khususnya di wilayah kerja PG Gempolkrep, Mojokerto, Jawa Timur.

Berikut skema kerangka pemikiran penelitian :

Masing-masing Lumbaga Masing-masing


lembaga bursifat makro dideskripsikan
diuraikan tugas sesuai keadaan
dan fungsinya aplikasi di lapangan
Lumbaga
bursifat mikro

Dicocokan berdasarkan visi, misi & tujuan


masing-masing lembaga

Disesuaikan dengan Road Map Program


Pemerintah Swasembada Gula 2006-2009

Kinurja Kulumbagaan
Agribisnis Tubu

Gambar 7. Skema Kerangka Pemikiran Penelitian

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
59

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive (sengaja) yaitu di

Pabrik Gula Gempolkrep, terletak di Desa Gempolkrep Kecamatan Gedeg,

Mojokerto Jawa Timur. PG Gempolkrep merupakan salah satu pabrik gula

PTPN X yang memberikan kontribusi terbesar untuk memenuhi kebutuhan

gula di Indonesia umumnya dan Propinsi Jawa Timur khususnya. PG

Gempolkrep secara operasional menerapkan sistem kelembagaan

agribisnis tebu.

3.2. Metode Pendekatan Penelitian dan Penentuan Informan

Model penelitian ini adalah eksplorasi dengan pendekatan kualitatif.

Dimana peneliti akan menyampaikan realitas kelembagaan agribisnis tebu

sebara utuh dalam perspektif emik.

Penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik non

probability sampling atau disebut juga purposive sampling (dengan

sengaja) dipilih sebagai informant leader/ information key person sebagai

subyek yang akan ditemui dan dimintakan pendapatnya oleh peneliti

sesuai kondisi yang sesungguhnya. Orang-orang yang memberi informasi

ini adalah orang kunci yang paham tentang sistem kelembagaan

agribisnis tebu, baik kelembagaan yang bersifat makro maupun mikro,

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
60

serta mengetahui bagaimana implementasi sesuai tugas pokok dan fungsi

masing-masing lembaga sehingga dapat menjelaskan kinerja

kelembagaan agribisnis tebu yang terjadi di PG Gempolkrep berdasarkan

visi, misi dan tujuan masing-masing lembaga yang terkait.

3.3. Metode Pengambilan Data

Metode pengambilan data baik data primer maupun sekunder

diperoleh dengan cara sebagai berikut :

a. Wawancara

Metode ini dilakukan untuk memperoleh data primer dengan melakukan

wawancara secara langsung kepada key person dengan pertanyaan-

pertanyaan yang terkait tugas pokok dan fungsi di masing-masing

lembaga yang menaunginya.

b. Observasi

Metode ini dilakukan untuk memperoleh data pendahuluan mengenai

keadaan dan permasalahan yang dihadapi PG Gempolkrep dan

lembaga yang terkait dalam agribisnis tebu dengan melakukan survei

langsung ke lokasi penelitian.

c. Studi Kepustakaan

Merupakan salah satu metode pendukung penelitian. Metode ini

dilakukan dengan cara mencari literatur yang berkaitan dengan kinerja

kelembagaan agribisnis tebu.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
61

3.4. Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu :

a. Data primer

adalah data yang diperoleh langsung dari semua lembaga terkait.

Lembaga-lembaga tersebut dikelompokkan menjadi 2, yaitu yang

bersifat makro dan mikro. Lembaga yang bersifat makro terdiri dari PG

Gempolkrep sendiri, petani tebu rakyat (PTR), Bank pemberi kredit/

Bank Pelaksana khusus untuk fasilitas kredit KKPE dan PMUK,

Koperasi dan APTR (Asosiasi Petani Tebu Rakyat), sedangkan

lembaga yang bersifat mikro yaitu PT. PTPN X (Persero), Dinas

Perkebunan (Disbun) Propinsi Jawa Timur, Dinas Kehutanan dan

Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Mojokerto, Dinas Perhubungan,

Komunikasi dan Informatika Kabupaten Mojokerto, Dinas Koperasi dan

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Kabupaten Mojokerto,

Investor pembeli gula dan tetes, Distributor Pupuk KPTR Jatim, Pusat

Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI), Lembaga Pendidikan

Perkebunan (LPP) Yogyakarta serta Balai Besar Perbenihan dan

Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Surabaya.

b. Data sekunder

adalah data yang diperoleh dari penelitian sebelumnya, serta data-data

pendukung lain dari buku dan internet.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
62

3.5. Definisi Operasional

Beberapa definisi dan asumsi yang digunakan dalam penelitian ini :

1. Agribisnis adalah suatu kesatuan usaha yang meliputi salah satu atau

keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan

pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas,

yaitu kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan-kegiatan pertanian.

2. Industri gula adalah badan usaha yang berkaitan dengan produksi

gula, penyuplai kebutuhan gula di tingkat nasional umumnya dan

Jawa Timur khususnya.

3. Sistem adalah satu kesatuan antar subsistem satu dengan yang lain

saling berhubungan dan saling terkait.

4. Budidaya tebu adalah pengolahan usaha pertanian di sebidang lahan

untuk bercocok tanam tebu tang dilakukan oleh petani.

5. Kelembagaan adalah suatu kesatuan dari lembaga-lembaga yang

saling terkait dalam satu kegiatan dengan menjalankan seperangkat

aturan main atau tata cara untuk kelangsungan sekumpulan

kepentingan.

6. Kinerja kelembagaan adalah pengukuran suatu kondisi lembaga dan

keterkaitannya dengan lembaga lain dalam menerapkan tugas dan

fungsinya sebagaimana yang tertuang pada visi, misi dan tujuan

masing-masing lembaga dengan disesuaikan “Road Map Program

Pemerintah Swasembada Gula 2006-2009”.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
63

7. Petani tebu rakyat adalah seorang/ kelompok yang bermata

pencaharian dari usahatani budidaya tebu.

8. Petani kredit adalah petani yang mempunyai perjanjian kontrak

dengan Pabrik Gula (melalui koperasi), yang mana petani gula

mendapatkan tambahan modal/ fasilitas kredit untuk pengusahaan

lahan, alat produksi, perluasan, bimbingan teknis dan jadwal tebang

angkut.

9. Petani mandiri adalah petani yang mempunyai kerjasama dengan

koperasi untuk ikut dijadwal menggilingkan tebunya di Pabrik Gula,

namun biaya operasionalnya dari diri sendiri/ tidak mengambil fasilitas

kredit.

10. Petani tegakan/ petani bebas adalah petani yang lahannya termasuk

di areal Pabrik Gula, namun petani tersebut tidak melakukan

perjanjian kontrak dengan Pabrik Gula, sehingga petani bebas dalam

menentukan tebunya akan digiling/ dijual kepada siapa yang

dikehendakinya.

11. Tebu sewa (TS) adalah tebu yang ditanam dan dikelola oleh Pabrik

Gula dengan cara menyewa lahan pada masyarakat sekitar wilayah

Pabrik Gula.

12. Tebu rakyat (TR) adalah tebu yang ditanam dan digarap oleh petani

sendiri, baik dengan lahan milik sendiri atau lahan sewaan.

13. Lahan adalah luas lahan dalam satuan hektar yang digarap oleh

petani, baik sebagai pemilik atau penyewa.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
64

14. Peralatan adalah alat-alat yang digunakan selama proses budidaya

tebu, dari mulai pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, sampai

pasca panen akan diangku ke truk menuju meja giling di Pabrik Gula.

15. Pendidikan adalah pendidikan terakhir secara formal yang telah

ditempuh oleh para informan atau key person dalam penelitian ini.

3.6. Metode Analisis Data

Metode analisis data menggunakan analisis deskriptif yang berasal

dari data-data kualitatif informan yang digunakan untuk mendeskripsikan

dan menganalisis tentang kinerja kelembagaan agribisnis tebu di PG

Gempolkrep.

Proses analisis data dalam penelitian ini dimulai dengan menelaah

seluruh data yang dikumpulkan melalui wawancara maupun dengan

observasi di lapangan, termasuk berbagai informasi yang didapat dari

informan. Selanjutnya dilakukan reduksi data dengan membuat abstraksi

(ringkasan inti), yang kemudian disusun dalam satuan-satuan kegiatan.

Secara ringkas analisis data dalam penelitian ini sebagai berikut :

reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Reduksi data

adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,

transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan lapangan.

Sedangkan penyajian data adalah kegiatan penyajian sekumpulan

informasi dalam bentuk teks naratif dibantu dengan foto, gambar dan

tabel, yang bertujuan mempertajam pemahaman peneliti terhadap

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
65

informasi yang diperoleh. Sedangkan penarikan kesimpulan adalah

mencari arti, pola-pola, penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur sebab-

akibat, dan proposisi. Penarikan kesimpulan dilakukan secara cermat

dengan melakukan verifikasi berupa tinjauan ulang pada catatan-catatan

di lapangan, sehingga data-data tersebut teruji validitasnya.

3.7. Keabsahan Data

Keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara,

peneliti mengamati dengan tekun dan seksama supaya kedalam makna

yang tersirat dari subjek dapat dijelaskan dan dilaporkan dalam hasil

penelitian secara rinci, utuh, dan komprehensif. Memang diakui

kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit. Mulai dari

perencanaan, pelaksanaan pengumpulan data, analisis, penafsifan data,

dan pada akhirnya sebagai pelapor dari hasil penelitian yang telah

dilakukannya. Perlu juga diketahui bahwa dalam penelitian kualitatif,

peneliti berperan sebagi instrumen penelitian, karena peranannya tersebut

dimana segalanya dari keseluruhan proses penelitian, peneliti sangat

berperan dan dominan. Kemampuan peneliti sebagai instrumen penelitian,

diwujudkan dalam pelaksanaan di lapangan dengan jalan mengamati dan

mencatat berbagai fenomena yang senantiasa dilakukan oleh lembaga-

lembaga terkait guna mendapat gambaran dan pemahaman arti dan

makna dari segala tindakan, ucapan, dan perkataan itu, serta senantiasa

melakukan cross-check data di lapangan kepada beberapa informan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
66

Model triangulasi digunakan dalam penelitian ini, artinya dalam

pengumpulan data dan analisis data sekaligus dilakukan, termasuk

menggunakan sebagi alat uji keabsahan dan analisis hasil penelitian. Uji

keabsahan dapat dilakukan melalui mekanisme uji silang dengan informan

lain, termasuk dengan informan penelitian. Triangulasi juga dapat

membantu dalam menguji pemahaman peneliti dengan pemahaman

informan tentang hal-hal yang diinformasikan informan kepada peneliti.

Hal ini perlu dilakukan mengingat dalam penelitian kualitatif, persoalan

pemahaman makna suatu hal bisa jadi berbeda antara orang satu dengan

yang lainnya.

Uji keabsahan melalui triangulasi ini dilakukan karena dalam

penelitian kualitatif, untuk menguji keabsahan informasi tidak dapat

dilakukan dengan alat-alat uji statistik. Begitu pula materi kebenaran tidak

diuji berdasarkan kebenaran alat, sehingga substansi kebenaran

tergantung pada kebenran intersubjektif. Oleh karena itu, sesuatu yang

dianggap benar apabila kebenaran itu mewakili kebenaran orang banyak

atau kebenaran stakeholder. Kebenaran bukan saja muncul dari wacana

etik, namun juga wacana etnik dari lembaga yang diteliti (Bungin, 2005).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
67

BAB IV

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Profil PG Gempolkrep Mojokerto

4.1.1. Kondisi Geografis di PG Gempolkrep

PG Gempolkrep ada di Desa Gempolkrep Kecamatan Gedeg

Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa Timur. Wilayah Kabupaten Mojokerto

terletak di antara 111020’13” sampai 111040’47” Bujur Timur dan antara

7018’35” sampai 7047” Lintang Selatan.

Kabupaten Mojokerto secara geografis tidak berbatasan dengan

pantai, hanya berbatasan dengan wilayah Kabupaten lainnya :

Sebelah Utara : Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Gresik

Sebelah Timur : Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Pasuruan

Sebelah Selatan : Kabupaten Malang

Sebelah Barat : Kabupaten Jombang

Disamping itu wilayah Kabupaten Mojokerto juga mengitari wilayah Kota

Mojokerto yang terletak ditengah-tengah wilayah Kabupaten Mojokerto.

Topografi wilayah Kabupaten Mojokerto cenderung di tengah dan

tinggi di bagian selatan dan utara. Bagian selatan merupakan wilayah

pegunungan yang subur, meliputi Kecamatan Pacet, Trawas, Gondang

dan Jatirejo. Bagian tengah merupakan wilayah dataran, sedangkan

bagian utara merupakan daerah perbukitan kapur yang kurang subur.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
68

Kabupaten Mojokerto sekitar 30% dari seluruh wilayahnya memiliki

kemiringan tanahnya lebih dari 15 derajat, sedangkan sisanya merupakan

wilayah dataran dengan tingkat kemiringan lahan kurang dari 15 derajat.

Letak ketinggian kecamatan-kecamatan di wilayah Kabupaten

Mojokerto rata-rata berada dibawah 500 meter dari permukaan laut,

kecamatan yang memiliki ketinggian tertinggi adalah Kecamatan Pacet,

dimana ketinggiannya berada pada lebih 700 meter dari permukaan laut.

Curah hujan lahan secara keseluruhan yang berada di wilayah PG

Gempolkrep yaitu rata-rata1.077 mm/tahun. Bulan basah pada April-Juni

dan bulan kering pada Juli-Agustus. Suhu minimum rata-rata 250C dan

suhu maksimum 300C yang sangat cocok untuk budidaya tanaman tebu.

Jenis tanah pada lahan kering dan lahan basah pada wilayah kerja

PG Gempolkrep yaitu jenis tanah Aluvial dengan bahan endapan liat dan

pasir dengan tekstur halus. Dengan pH sekitar 5,5-6,5 dengan kandungan

unsur N rendah, unsur P cukup dan unsur K agak rendah.

PG Gempolkrep seiring penambahan kapasitas produksi maka

pada tahun 2007 mulai melakukan penambahan luas areal hingga wilayah

Kabupaten Jombang dan Kabupaten Lamongan. Berikut data kapasitas

giling PG Gempolkrep 8 (delapan) tahun terakhir pada Tabel 9.

Tabel 9. Data Kapasitas Giling PG Gempolkrep Tahun 2003-2010


Tahun
Kapasitas
Giling 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
(Ton)
5.071,0 5.150,5 5.177,7 5.602,8 6.000,2 5.677,7 5.924,0 5.394,1
Sumber : Data Primer Bagian Tanaman PG Gempolkrep, 2011

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
69

4.1.2. Sejarah PG Gempolkrep Mojokerto

PG Gempolkrep adalah salah satu Pabrik Gula di lingkungan PT.

Perkebunan XXI-XXII (Persero) dahulu adalah PG milik Belanda yaitu

Suiker Pabriek Gempolkrep, dengan nama NV. CULTUUR

MAATSCHAPPIL GEMPOLKREP milik dari N.V KOOY A COSTER VAN

VOOR HOUT yang didirikan tahun 1849.

Pada waktu itu banyak PG disekitar Mojokerto, antara lain : Sugar

Factory Sentanen Lor, Sugar Factory Bangsal, Sugar Factory Brangkal,

Sugar Factory Tangoenan, Sugar Factory Ketanen, Sugar Factory

Gempolkrep. Kecuali PG Gempolkrep pabrik-pabrik tersebut kemudian

ditutup, sedangkan sisa aset berupa tanah dan bangunan menjadi milik

PG Gempolkrep. Areal dari pabrik-pabrik tersebut kemudian menjadi

areal PG Gempolkrep sampai sekarang.

PG Gempolkrep sebagai bagian dari Badan Usaha Milik Negara

(BUMN) tidak lepas dari sejarah BUMN di Indonesia dengan segala

perubahan Struktur Organisasinya. BUMN sektor Perkebunan sebenarnya

sudah lama ada yaitu sesuai ketentuan dalam stb. 1927 nomor 419 jo

1939 nomor 445, lahirlah BUMN IBW (Undang-Undang Perusahaan

Indonesia), diantaranya Gouvernements Landbouw Bedrijven (GLB) yang

kemudian beralih menjadi Pusat Perkebunan Negara yang lebih dikenal

dengan nama PPN (lama).

Tahun 1957/1958 akibat konfrontasi Republik Indonesia dengan

Pemerintahan Belanda dalam rangka pengembalian Irian Barat telah

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
70

dilakukan tindakan pengambil alihan terhadap Maskapai-Maskapai

Belanda, yang kemudian diundangkannya Undang-Undang No.8 tahun

1958, tentang Nasionalisasi Perusahaan Belanda dan dibentuklah

Perusahaan-Perusahaan Negara seperti disektor Perkebunan yaitu PPN

Baru, sesuai Peraturan Pemerintah No.4 tahun 1959.

Keadaan tersebut diatas membuat PG Gempolkrep diserah

terimakan kepada pejabat Indonesia dengan pengawasan penguasa

militer saat itu. Untuk mengatasi permasalahan dalam Pengelolaan

Perusahaan-Perusahaan Negara (PPN) dan dengan maksud

mensinkronkan berbagai bentuk Badan Usaha Negara, telah dikeluarkan

Undang-Undang No.19 tahun 1960, tentang Perusahaan Negara.

PG Gempolkrep menjadi salah satu PPN Gula dibawah, BPU-PPN

Gula. Pada tahun 1967 dikeluarkan Instruksi Presiden No.17 tahun 1967

tentang Pengarahan dan Penyederhanaan Perusahaan Negara kedalam 3

(tiga) bentuk Usaha Negara (PERJAN, PERUM, dan PERSERO).

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.15 tanggal 14

Februari tahun 1996 tentang penghalihan bentuk Bdan Usaha Milik

Negara dari PT. Perkebunan (Eks. PTP XIX, Eks. XXI-XXII dan Eks. PTP

XXVII) yang dilebur menjadi PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) dan

tertuang dalam Akte Notaris Harun Kamil,SH No.43 tanggal 11 Maret 1996

yang mengalami perubahan kembali sesuai Akte Notaris Sri Rahayu Hadi

Prasetyo, SH No.1 tanggal 12 Juli 2002.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
71

4.1.3. Bentuk Badan Usaha

PG Gempolkrep merupakan BUMN dibawah naungan Kementerian

BUMN Republik Indonesia. Sebagai salah satu Unit Usaha Strategi (UUS)

Gula milik PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) dari 11 (sebelas) PG

yang tersebar di wilayah Jawa Timur diberi otonomi untuk mengelola

pabriknya, dengan catatan segala strategi dan kebijakan yang dijalankan

tidak bertentangan dengan strategi utama yang dibuat perusahaan induk.

4.1.4. Visi, Misi dan Tujuan Perusahaan

PG Gempolkrep merupakan salah satu Unit Usaha Strategi (UUS)

Gula milik PT. Perkebunan Nusantara X (Persero), maka dalam

pelaksanaannya menjalankan Visi, Misi dan Tujuan PT. Perkebunan

Nusantara X (Persero) khusus UUS Gula adalah;

Visi : Menjadi perusahaan agribisnis berbasis perkebunan yang

termuka di Indonesia, yang tumbuh dan berkembang bersama

mitra.

Misi : 1. Berkomitmen menghasilakan produk berbasis bahan baku

tebu yang berdaya saing tinggi untuk pasar domestik dan

Internasional.

2. Mendedikasikan diri untuk selalu meningkatkan nilai-nilai

perusahaan bagi kepuasan stakeholder melalui

kepemimpinan, inovasi dan kerjasama tim, serta organisasi

yang efektif.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
72

Tujuan : Melakukan Usaha di bidang Agrobisnis serta optimalisasi

pemanfaatan sumberdaya perseroan untuk menghasilakan

barang dan/jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat,

dan mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perseroan

dengan menerapkan prinsip-prinsip Perseroan Terbatas

(sesuai yang tercantum dalam Anggaran Dasar No.47 tanggal

13 Agustus 2008).

4.1.5. Karakteristik Usaha

PG Gempolkrep merupakan perusahaan musiman yang

pendapatan utamanya diperoleh pada musim giling. Musim giling ini

berlangsung beberapa bulan dalam setahun, biasanya bulan Mei sampai

November. Sedangkan untuk tahun 2010 awal giling dimulai tanggal 8 Mei

2010, dengan kapasitas giling 6.000 TCD berupaya kapasitas per jamnya

290,0 TCH.

Produk utama yang dihasilkan adalah Gula SHS (Superior High

Sugar) dan tetes dari bahan baku tanaman tebu dengan kualitas produk;

a. Gula, ICUMSA = 150 IU dengan gram butiran 1,08 mm

b. Tetes, TSAI = 55,8%

Bahan baku tanaman tebu diperoleh dari lahan dengan status

kepemilikan;

a. Tebu sendiri yang berasal dari lahan Hak Guna Usaha (HGU) atau

istilah umumnya Tebu Sendiri (TS) seluas ± 5% dari keseluruhan

lahan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
73

b. Tebu yang berasal dari petani atau istilah umumnya Tebu Rakyat

(TR) seluas ± 90% dari keseluruhan lahan tanaman tebu.

Tabel 10. Data Luas Lahan TS dan TR PG Gempolkrep Tahun 2003-2010


Tahun
Uraian
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Luas
240,784 159,626 203,404 174,213 359,350 315,644 368,521 287,951
TS (Ha)
Luas
8.625,147 8.778,291 10.207,073 9.404,068 11.432,200 10.605,239 9.985,366 12.306,457
TR (Ha)
Total 8.865,931 8.937,917 10.410,477 9.578,281 11.791,550 10.920,883 10.353,887 12.594,408

Sumber : Data Olahan Bagian Tanaman PG Gempolkrep, 2011

Hasil produksi gula PG Gempolkrep adalah produk milik PT.

Perkebunan Nusantara X (Persero) dipasarkan didalam negeri dengan

sistem penjualan bagi hasil antara PT. Perkebunan Nusantara X (Persero)

dan petani dengan dasar tingkat rendemen sama dengan 7%.

Rendemen tebu adalah kadar kandungan gula didalam batang tebu

yang dinyatakan dengan persen. Bila dikatakan rendemen tebu 7 %,

artinya adalah bahwa dari 100 kg tebu yang digilingkan di Pabrik Gula

akan diperoleh gula sebanyak 7 kg. Ada 3 macam rendemen (Anonim,

2011c), yaitu :

1. Rendemen Contoh

Rendemen ini merupakan contoh yang dipakai untuk mengetahui

apakah suatu kebun tebu sudah mencapai masak optimal atau belum.

Dengan kata lain rendemen contoh adalah untuk mengetahui gambaran

suatu kebun tebu berapa tingkat rendemen yang sudah ada sehingga

dapat diketahui waktu tebang yang tepat dan waktu tanaman tebu

mencapai tingkat rendemen yang memadai.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
74

2. Rendemen Sementara

Perhitungan ini dilaksanakan untuk menentukan bagi hasil gula,

namun sifatnya masih sementara. Hal ini untuk memenuhi ketentuan

instruksi agar penentuan bagi hasil gula dilakukan secepatnya setelah

tebu petani digiling sehingga petani tidak menunggu terlalu lama sampai

selesai waktu giling namun pemberitahuannya melalui perhitungan

rendemen sementara.

Cara mendapatkan rendemen sementara ini adalah dengan

mengambil nira perahan pertama tebu yang digiling untuk dianalisis di

laboratorium dengan tujuan mengetahui berapa besar rendemen

sementara tersebut.

Pada PG Gempolkrep pengambilan dan pengujian rendemen

dilakukan oleh Divisi Quality Control (QC) yang sifatnya independent. Jadi

tidak ada tekanan dari manajemen PG maupun tuntutan petani pemilik

tebu. Bila diperlukan petani diperbolehkan mengikuti proses pengujian

rendemen di laboratorium QC.

3. Rendemen Efektif

Rendemen efektif disebut juga rendemen nyata atau rendemen

terkoreksi. Rendemen efektif adalah rendemen hasil perhitungan setelah

tebu digiling habis dalam jangka waktu tertentu. Perhitungan rendemen

efektif ini dapat dilaksanakan dalam jangka waktu 15 hari atau disebut 1

periode giling sehingga apabila pabrik gula mempunyai hari giling 170

hari, maka jumlah periode giling adalah 170/15 = 12 periode. Hal ini berarti

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
75

terdapat 12 kali rendemen nyata/efektif yang bisa diperhitungkan dan

diberitahukan kepada petani tebu.

Tebu yang digiling di suatu pabrik gula jelas hanya sebagian kecil

saja yang akan menjadi gula. Pada PG Gempolkrep Perhitungan Bagi

Hasil Efektif (PBHE) tingkat rendemen < 7% pembagiannya sebesar 66%

untuk petani dan 34% untuk PTPN, sedangkan rendemen 7%

pembagiannya sebesar 70% untuk petani dan 30% untuk PTPN.

Sedangkan untuk pembagian tetes pada awal giling hingga tanggal 16

September 2010 bagian petani 2,75 kg/ kuintal tebu dan pada tanggal 17

September 2010 hingga akhir giling sebesar 3,00 kg/ kuintal tebu yang

digiling. Pembagian ini sudah menguntungkan petani karena pada tahun

sebelumnya, petani hanya mendapatkan 2,50 kg/kuintal tebu. Atau dapat

dilihat pada Tabel 11. sebagai berikut :

Tabel 11. Pembagian Prosentase Tebu dan Tetes Berdasarkan


Perhitungan Bagi Hasil Efektif (PBHE) Antara Petani Tebu dan
PTPN X (Persero) Tahun 2010
Petani Tebu PTPN X (Persero)
Uraian rendemen < rendemen rendemen < rendemen
7% 7% 7% 7%
Tebu 66% 70% 34% 30%
Tetes (tidakAwal giling 2,75 kg/ku
berdasarkan s.d 16 tebu yang
Selebihnya setelah
rendemen Sept’10 digiling
pengurangan dari bagian
gula yang17 Sept’10 3,00 kg/ ku
petani tebu
dihasilkan) s.d akhir tebu yang
giling digiling
Sumber : Data Olahan Bagian TU Hasil PG Gempolkrep, 2011

Produksi gula milik petani dilakukan penjualan sendiri secara lelang

atau penjualan langsung yang dikoordinir masing-masing APTR dan

Koperasi dengan pembeli yang disebut investor. PTPN X hanya bersifat

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
76

fasilitator dalam menyiapkan tempat pelelangan atau Kantor Penjualan

Bersama (KPB) di Kota Surabaya. Investor adalah pihak yang memberi

dana talangan sementara sebelum gula tersebut dibeli. Hal ini dapat

meningkatkan posisi tawar petani dengan jaminan fidusia (tanaman tebu

itu sendiri yang ditanam). Dana talangan dari investor harus diatas atau

minimum sama dengan HPP (Harga Patokan Petani) yang dikeluarkan

oleh pemerintah.

Berdasarkan Tabel 11. dapat diilustrasikan sebagai berikut :

Bila petani memiliki 100 kg tebu dengan rendemen 7%, maka yang

didapatkan petani tersebut 70 % dari 7 kg gula atau sebesar 4,9 kg.

Petani mendapatkan bagiannya dalam 2 bentuk yaitu uang tunai dan

natura/ gula yang dihasilkan. Jika harga lelang sesuai HPP tahun 2010

sebesar Rp. 6.350,- maka petani mendapat uang sebesar Rp. 28.003,5

dan gula sebanyak 490 gram (10 % dari 4,9 kg).

4.2. Profil Tentang Informan Penelitian

Informan atau orang yang memberikan informasi sangat dibutuhkan

sebagai upaya mendapatkan suatu jawaban dari permasalahan penelitian

mengenai kinerja kelembagaan agribisnis tebu di PG Gempolkrep. Dalam

hal ini peneliti terlebih dahulu mengetahui informasi awal mengenai obyek

penelitian sehingga sebelum melakukan interview peneliti terlebih dahulu

memilih key person atau informant leader yang tepat. Dimana dari

informant leader akan didapatkan informan lain yang mendukung

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
77

penelitian, sehingga semua informasi yang didapat berasal dari pihak-

pihak yang berkompeten untuk memberikan informasi yang dibutuhkan

dalam penelitian ini. Berdasarkan atas informasi dari informan PG

Gempolkrep ini peneliti mendapatkan informasi mengenai individu lain dari

lembaga-lembaga lain yang dapat menjawab jawaban atas pertanyaan-

pertanyaan yang diajukan. Informan tersebut terdiri dari 8 orang PG

Gempolkrep, 2 orang perwakilan petani tebu, 3 orang perwakilan koperasi,

1 orang perwakilan APTR, 1 orang Disbun Propinsi Jawa Timur, 2 orang

Dishutbun Kabupaten Mojokerto, 1 orang P3GI dan 2 orang dari BBP2TP

Surabaya. Total informan dalam penelitian ini sejumlah 20 orang.

Informan pertama dalam penelitian ini, yang dijadikan sebagai

informant leader adalah Bapak Abdul Khamid, Kepala Bagian Tanaman

PG Gempolkrep. Kepala Bagian Tanaman memiliki tugas pokok sebagai

berikut :

1. Menyediakan bahan baku tebu yang berkualitas untuk kebutuhan

giling minimum sesuai sasaran RKAP dan berorientasi profit.

2. Mengoptimalkan produktivitas di lahan memperhatikan konservasi

lahan menjaga kelestarian dan kesuburannya.

3. Memberikan pelayanan yang baik kepada petani

4. Menyediakan bibit unggul dan bermutu dalam jumlah cukup sesuai

yang dibutuhkan (Petani dan PG Gempolkrep)

5. Merencanakan, mengunakan serta mengendalikan biaya Bagian

Tanaman secara efektif dan efisien.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
78

6. Membina SDM Bagian Tanaman agar berkembang dan berdaya guna

secara optimal serta terciptanya iklim kerja yang sinergi.

7. Selalu mengali potensi lahan baik luas maupun produktivitas diwilayah

kerjanya.

Bapak Abdul Khamid adalah orang kepercayaan Administratur PG

Gempolkrep untuk bagian tanaman. Bapak Khamid berusia 50 tahun

dengan masa kerja 20 tahun, berdasarkan informasi dari Beliau maka

didapatkan informan lain yang berkompeten dalam membantu menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan penelitian ini.

Informan berikutnya adalah Bapak Basuki Rachmad, 47 tahun

dengan masa kerja 26 tahun, di PG Gempolkrep sebagai Sinder Kebun

Kepala (SKK) dan Bagian Perencanaan Produksi Tanaman, serta Bapak

Fauzi, Sinder Kebun Kepala (SKK) dan Bagian Agronomi. SKK PG

Gempolkrep, 50 tahun dengan masa kerja 25 tahun memiliki tugas pokok

sebagai berikut :

1. Menyediakan bahan baku tebu yang berkualitas dari rayon sesuai

sasaran produksi dan produktivitas yang telah ditetapkan.

2. Koordinasi dengan litbang dalam menyelenggarakan dan menyediakan

bibit Kebun Bibit Datar (KBD) tepat waktu, jumlah, mutu dan jenis

untuk memenuhi kebutuhan di rayonnya.

3. Merencanakan, menggunakan dan mengendalikan seluruh biaya

operasional.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
79

4. Membina semua karyawan yang ada dirayonnya untuk kesmpurnaan

tugas.

5. Menjalin kerja sama dengan lembaga terkait.

Bapak Agus Minhandoko, Sinder Kebun Kepala (SKK) dan Kepala

Tebang Angkut, 45 tahun dengan lama kerja 23 tahun adalah informan

yang mengetahui proses tebang angkut, dimana merupakan salah satu

fase produksi yang terpenting. Tugas pokok Kepala Tebang Angkut

adalah sebagai berikut :

1. Menyediakan tebu layak giling sesuai kebutuhan Pabrik harian dalam

jumlah maupun mutunya.

2. Menyiapkan sarana dan prasarana Tebang & Angkut.

3. Membina kaaryawan yang berada dalam lingkungan sub bagian

Tebang & Angkut.

4. Menyusun rencana anggaran biaya, PMK dan melaksanakan

pengendalian biaya Tebang & Angkut.

5. Memberikan pelayanan terbaik kepada petani.

Informan berikutnya adalah Bapak Febri Ari Marpaung, Sinder

Kebun Wilayah (SKW) Kecamatan Gedeg, 27 tahun dengan lama bekerja

4 tahun dan Bapak Rohsudiyanto, SKW Kecamatan Kemlagi, 41 tahun

dengan masa kerja 21 tahun. Tugas pokok seorang SKW antara lain :

1. Merealisasikan Areal Tebu Rakyat sesuai rencana SKK TR.

2. Mengelola areal tebu rakyat secara instensif untuk mencapai sasaran

produksi dan pendapatan petani.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
80

3. Merencanakan dan mengendalikan biaya operasional.

Informan lainnya adalah Bapak Epafroditus, 34 tahun dengan lama

kerja 6 tahun. Sekarang bertugas pada bagian TU Hasil. Tugas pokok

Bapak Epafroditus adalah mengkoordinir tugas-tugas administrasi hasil

dengan uraian tugas sebagai berikut :

1. Menyelesaikan administrasi produksi gula dan tetes

2. Menyelesaikan administrasi pengeluaran gula dan tetes

3. Melaksanakan Stock Opname Tetes

4. Melaksanakan Stock Opname Gula

5. Menyelesaikan bagi hasil efektif (PBHE)

6. Membuat berita acara tetes

7. Mengadministrasi Hutang Piutang Petani

8. Membuat laporan produksi gula efektif akhir giling

9. Koordinasi dengan APTR

Informan dari bagian Quality Control (QC) adalah Ibu Revi Binarsi,

43 tahun. Seorang Ibu yang paling senior di bidang QC PG Gempolkrep.

Ibu Revi menduduki jabatan Koordinator Laboratorium QC. Bagian QC

memiliki tugas memastikan potensi lahan tebu dan kapan tebu tersebut

dapat dipanen. Data total luas lahan tebu yang bermitra dengan PG

Gempolkrep didapat dari bagian tersebut. Selain itu bagian QC juga

memiliki tugas untuk menentukan berapa rendemen yang dihasilkan, hal

ini yang menentukan prosentase pembagian gula antara petani dan PG

Gempolkrep.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
81

Informan berikutnya adalah perwakilan petani tebu, pertama adalah

Bapak Agus berusia 25 tahun, petani tebu di wilayah kecamatan Gedeg.

Petani tebu selama 7 tahun. Pak Agus memiliki lahan tebu seluas 4 Ha

dan menyewa lahan seluas 8 Ha. Pak Agus hanya seorang petani,

sehingga menggarap lahan tebunya sendiri. Pak Agus adalah salah satu

petani mandiri karena biaya penggarapan dan tebang angkut dibiaya

sendiri. Pak Agus juga memiliki truk sendiri untuk mengangkut tebunya ke

meja giling PG Gempolkrep. Kedua adalah Bapak Budi berusia 39 tahun,

salah satu petani wilayah kecamatan Gedeg yang menjadi anggota

koperasi Nira Mentari Kecamatan Gedeg. Pak Budi tidak memiliki lahan

sendiri, beliau hanya menyewa lahan seluas 7 Ha. Pak Budi baru saja

menjadi seorang petani tebu selama 4 tahun.

Informan dari koperasi petani tebu yang membantu penelitian ini

ada 3 orang, yaitu Bapak Suroto berusia 60 tahun, beliau adalah Ketua

KPTR Nira Mentari Kecamatan Gedeg, Bapak Ponidi umur 63 tahun

adalah Wakil Ketua KPTR Nira Mentari Kecamatan Gedeg, Mojokerto

serta Bapak Mubin yang berposisi sebagai Ketua KUD Dewi Sartika

Kecamatan Sumobito, Jombang yang semua bermitra dengan PG

Gempolkrep. Informan dari asosiasi petani tebu yang membantu memberi

informasi adalah Bapak Jujug, Ketua APTR Citra Manis Kecamatan

Gedeg, Mojokerto.

Informan Disbun Propinsi Jawa Timur adalah Ibu Erna Susilowati,

48 tahun dengan masa kerja selama 24 tahun pada Bagian Usahatani,

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
82

sedangkan dari Dishutbun Kabupaten Mojokerto adalah Bapak Ali

Budiono, 52 tahun dengan masa kerja 29 tahun sebagai Kepala Bidang

Produksi dan Pengembangan, dan Bapak Al Musyafir, 55 tahun dengan

masa kerja 35 tahun sebagai Kepala Seksi Sarana Produksi. Informan dari

P3GI adalah Ibu Sih Marjayanti, 46 tahun dengan pengalaman kerja

selama 21 tahun sebagai peneliti budidaya tanaman tebu serta bagian

Sertifikasi. Dan informan dari BBP2TP Surabaya adalah Bapak Edy

Purwodarminto, Kepala Seksi Pelayanan dan Teknis Bidang Perbenihan,

dan Bapak PH Padang sebagai Pejabat Fungsional Pengawas Benih

Tanaman Madya BBP2TP Surabaya.

4.3. Kegiatan Budidaya Petani Tebu Di Wilayah Kerja PG Gempolkrep

4.3.1. Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah memegang peranan penting yaitu untuk

memperoleh keadaan tanah yang baik sehingga tanaman dapat tumbuh

dengan baik. Tujuan utamanya adalah untuk menggemburkan tanah agar

tidak keras sehingga perakaran tebu dapat menyerap nutrisi sampai pada

perakaran yang dalam dan pertumbuhan tanaman yang kokoh dan tidak

rebah. Upaya untuk memacu pertumbuhan akar secara optimal,

merupakan dasar kegiatan pengolahan tanah. Bila struktur tanah berubah

menjadi padat sehingga menggangu pertumbuhan akar, maka tanah perlu

digemburkan. Pengolahan tanah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
83

4.3.1.1. Sistem Reynoso

Pengolahan tanah sistem reynoso pertama kali ditemukan oleh

Alvaro Reynoso di Kuba. Sistem reynoso adalah sistem pengolahan lahan

menggunakan tenaga manusia dan dilaksanakan pada lahan basah. Pada

prinsipnya sistem ini adalah membuat got-got untuk pembuangan dan

penampungan air (Indriana dan Sumiarsih, 1992). Alasan dilakukan

pembuatan got lebih dulu daripada pembuatan juring dikarenakan juring

harus tegak lurus dengan got. Lebar dan kedalaman got harus

disesuaikan dengan jenis got. Got keliling harus dibuat lebih dahulu,

mengawali pembuatan got mujur dan got malang maupun juringan.

Pembuatannya dibuat mengelilingi kebun tebu yang direncanakan,

sehingga disebut sebagai got keliling.

Got keliling memiliki lebar 70 cm, got mujur memiliki lebar 60 cm,

dan jarak antara got mujur satu dengan got mujur lain sekitar 5-10 cm.

Setelah pembuatan got, dilanjutkan pembuatan lubang-lubang tanaman

yang disebut juringan atau leng menggunakan cangkul/ lencek. Untuk

ukuran juringan pada sistem reynoso di PG Gempolkrep menggunakan

faktor leng 1000, yang dimaksud adalah satu hektar terdapat 1000 juring

dengan panjang juringan 10 cm.

4.3.1.2. Sistem Bajak (Mekanisasi)

Sistem mekanisasi adalah sistem pengolahan tanah menggunakan

tenaga traktor dan dilaksanakan pada lahan kering. Sistem pengolahan

tanah ini terdapat 3 tahapan, yaitu (1) tahap bajak satu, bajak ini berfungsi

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
84

untuk menggemburkan tanah, meratakan tanah dan sekaligus

membersihkan lahan dari gulma maupun akar tebu yang tertinggal, (2)

tahap bajak dua, fungsi bajak dua tidak jauh berbeda dengan bajak satu,

namun untuk bajak dua penggemburan tanah lebih ditingkatkan, (3) tahap

ketiga adalah kair, yang merupakan tahap pembuatan saluran untuk

jalannya air.

Sistem mekanisasi di PG Gempolkrep menggunakan faktor leng

760 leng dengan panjang juringan mengikuti panjangnya kebun dan

jumlah bibit per leng 40 bibit dengan 2 mata tunas.

4.3.2. Persiapan Bibit

Bibit merupakan salah satu bahan tanam yang berpengaruh pada

tujuan penanaman. Jika bibit yang digunakan baik maka diharapkan hasil

produksi tebu yang diperoleh akan baik pula. Oleh karena itu bibit yang

akan ditanam harus benar-benar diperhatikan kesehatannya. Kebutuhan

akan bibit tanaman dalam jumlah besar, berkualitas, bebas hama dan

penyakit harus tersedia dalam waktu singkat seringkali tidak dapat

dipenuhi bila menggunakan metode konvensional baik secara generatif

maupun vegetatif. Umumnya metode yang digunakan adalah

konvensional vegeratif yaitu perbanyakan vegetatif tanaman tebu dengan

cara stek batang, sedangkan metode tidak konvensional (in-conventional)

menggunakan metode in vitro atau kultur jaringan agar mendapatkan bibit

tebu dalam jumlah yang banyak namun dalam waktu yang singkat dan

tahan penyakit.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
85

Pada metode konvensional terdapat beberapa jenis bibit yang

digunakan, yaitu bibit bagal, bibit top stek dan bibit rayungan. Bibit bagal

adalah bibit yang mata tunasnya belum tumbuh, cara mendapatkannya

dengan memotong bibit yang masih berupa lonjoran tebu yang diperoleh

dari KBD (Kebun Bibit Datar), sebelum dilakukan pemotongan bibit

lonjoran dibersihkan dahulu daun keringnya atau biasa disebut proses

pengelentekan.

Bibit top stek adalah bibit yang berasal dari tebu yang akan digiling

atau sudah melalui proses keprasan pertama. Bentuk dari bibit top stek

sama dengan bibit bagal, yaitu bibit yang mata tunasnya belum tumbuh

dan dalam 1 batang terdiri 1-2 mata tunas, dimana alasan menggunakan

bibit top stek karena dapat menghemat biaya. Sedangkan bibit rayungan

adalah bibit yang mata tunasnya telah tumbuh. Satu stek terdiri atas 1-2

tunas. Setelah bibit rayungan dipotong, bibit harus segera ditanam, karena

bila terlalu lama didiamkan bibit cepat kering.

Petani di PG Gempolkrep banyak melakukan pembibitan sendiri,

karena harga bibit dari PG Gempolkrep dirasa mahal. Namun pengolahan

pembibitan sendiri hanya dilakukan oleh petani yang mandiri atau memiliki

modal besar, karena tebu yang dihasilkan bukan untuk digiling (Kebun

Tebu Giling/ KTG) melainkan hanya sebagai bibit saja. Bibit yang bermutu

baik adalah bibit yang telah bersertifikat oleh BBP2TP Surabaya Direktorat

Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian. Dimana kebun pembibitan

telah diperiksa berdasarkan persentase terjangkitnya penyakit, persentase

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
86

varietas lain yang tercampur, serta kemungkinan besar taksasi yang

dihasilkan. Sedangkan menurut Anonim (2002), bibit yang bermutu baik

yaitu yang mempunyai daya tumbuh > 90%, tingkat kemurnian > 95%,

habitus batang normal sesuai klon, dan berasal dari KBD yang sehat.

Sutardjo (1999), mengemukakan bahwa agar terjamin kemurnian

galur dan kebersihan bibit atau bahan tanam yang bebas dari hama dan

penyakit diselenggarakan tahapan pembibitan yang terdiri dari lima

tingkatan, terdiri dari:

1. Kebun Bibit Pokok Utama (KBPU)

KBPU adalah kebun bibit yang diselenggarakan oleh P3GI di Pasuruan.

Kualitas bibit dan kemurniannya berada di bawah pengawasan pemulia

tanaman. Bahan tanam yang dipergunakan KBPU berasal dari stek

batang atau kultur jaringan, serta melalui seleksi ketat kemurnian galur

dan kesehatan bibit melalui perawatan air panas (Hot Water Treatment/

HWT) 500C.

2. Kebun Bibit Pokok (KBP)

KBP adalah kebun pembibitan yang diselenggarakan sebagai penyedia

bahan tanam bagi KBN. KBP menggunakan bahan tanam dari KBPU

dan dilaksanakan di wilayah kerja pabrik gula (PG). Luas KBP yang

diperlukan sekitar 8% x luas KBN untuk pola A (lahan sawah) dan 8,5%

x luas KBN untuk pola B (lahan tegalan). Pelaksana sertifikasi KBP

adalah Petugas Fungsional P3GI.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
87

3. Kebun Bibit Nenek (KBN)

KBN adalah kebun pembibitan yang diselenggarakan sebagai penyedia

bahan tanam bagi KBI. KBN menggunakan bahan tanam dari KBP dan

dilaksanakan di wilayah PG. Luas KBN yang diperlukan sekitar 8% x

luas KBI untuk pola A dan 8,5% x luas KBI untuk pola B. Pelaksana

sertifikasi KBN adalah Petugas Fungsional BBP2TP Surabaya.

4. Kebun Bibit Induk (KBI)

KBI adalah kebun pembibitan yang diselenggarakan sebagai penyedia

bahan tanam bagi KBD. KBI menggunakan bahan tanam dari KBN dan

dilaksanakan di wilayah PG. Luas KBI yang diperlukan sekitar 10% x

luas KBD untuk pola A dan pola B. Pelaksana sertifikasi KBI adalah

Petugas Fungsional BBP2TP Surabaya.

5. Kebun Bibit Datar (KBD)

KBD adalah kebun pembibitan yang diselenggarakan sebagai penyedia

bahan tanam bagi KTG baik di sawah maupun tegalan. Lokasi KBD

ditempatkan sedekat mungkin dengan lokasi kebun yang akan

ditanami. Keadaan tanah diharapkan subur, drainase baik dan mudah

diairi serta pada lahan yang bebas dari tunas tebu yang lama. Luas

KBD yang diperlukan sekitar 10% x luas KTG. KBD dilakukan di

masing-masing kesinderan disetiap wilayah. Pelaksana sertifikasi KBD

adalah Petugas Fungsional BBP2TP Surabaya.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
88

Secara umum penyelenggaraan pembibitan harus dilakukan pada

lahan yang subur, pengairannya terjamin dan transportasinya mudah.

Berikut standar teknis bulan tanam dapat dilihat pada Tabel 12. :

Tabel 12. Pedoman Penyelenggaraan Pembibitan dan Masa Tanam


No Kategori Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
1 KBP
Pola A
Pola B
2 KBN
Pola A
Pola B
3 KBI
Pola A
Pola B
4 KBD
Pola A
Pola B
5 TSS/TRS
TST/TRT
Sumber : Data Primer Bagian Tanaman PG Gempolkrep, 2011

Keterangan :
Pola A : Lahan Sawah
Pola B : Lahan Tegalan
TSS/TRS : Tebu Sewa Sawah/ Tebu Rakyat Sawah
TST/TRT : Tebu Sewa Tegalan/ Tebu Rakyat Tegalan
Bibit untuk kebun percobaan dan kebun tebu giling (KTG/ kebun

produksi) berasal dari KBD. Bibit yang digunakan merupakan tebu yang

ditebang pada saat tanaman bibit tebu berumur 6-8 bulan.

4.3.3. Penanaman

Tanaman tebu diharapkan dapat tumbuh dengan baik, maka harus

dipersiapkan lingkungan hidup yang baik. Oleh karena itu, sebelum

penanaman bibit harus dipersiapkan juring yang baik. Penanaman dimulai

dengan penyiraman dan penggemburan. Penggemburan tanah dilakukan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
89

secara manual yaitu dengan menggunakan cangkul. Selain itu, bibit yang

akan ditanam harus dipersiapkan terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan

Sutardjo (1999), bahwa sebelum melakukan penanaman, terlebih dahulu

dilakukan pemeriksaan yang teliti apakah lahan sudah siap tanam.

Bibit yang akan ditanam diseleksi terlebih dahulu. Seleksi bibit

dilakukan pada bibit yang telah dipotong. Bibit yang telah dipotong

kemudian dipisahkan antara bibit bagian atas (bibit muda), bagian tengah

dan bagian bawah (bibit paling tua). Bibit yang mata tunasnya rusak atau

terserang penyakit harus dibuang agar pertumbuhan tanaman nantinya

seragam dan bibit yang lain tidak tertular penyakit.

Penanaman bibit harus mengikuti arah matahari atau mengarah

timur, agar tanaman dapat menerima sinar matahari secara langsung.

Untuk penanaman bibit bagal, bibit ditanam dengan cara ditidurkan (datar)

dengan mata tunas terletak disamping kanan dan kiri.

4.3.4. Pemeliharaan

Pemeliharaan sangat diperlukan bagi tanaman tebu, karena pada

tahap ini juga menetukan keberlangsungan hidup tanaman tebu itu

sendiri, serta dapat memaksimalkan produktivitas yang dihasilkan. Hal-hal

yang perlu dilakukan pada tahap pemeliharaan antara lain : pengairan,

penyulaman, pemeliharaan got, pemupukan, pembumbunan,

pengendalian gulma (penyiangan), pengendalian hama dan penyakit,

serta pengklentekan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
90

4.3.5. Taksasi Produksi

Tanaman tebu yang akan dipanen harus layak giling dan layak

tebang, maka perlu dilakukan taksasi meliputi Taksasi Desember dan

Taksasi Maret.

1. Taksasi Desember

Dilaksanakan pada bulan Desember, yang melaksanakan adalah SKW

yang dibantu oleh petani dan koperasi. Pada taksasi produksi yang

dilihat adalah penampakan secara visual (luasan areal, jenis varietas,

masa tanam, dan jumlah batang tebu) sehingga dapat diperkirakan

berapa produksi yang dihasilkan.

2. Taksasi Maret

Dilaksanakan pada bulan Maret, yang melaksanakan adalah ketua

kelompok Petugas PTRI (Pelayanan Tebu Rakyat Intensifikasi),

petugas tebang angkut PG, perwakilan koperasi, PPL-Hutbun dengan

coordinator kegiatan SKW PG Gempolkrep. Taksasi Maret yang

dihitung yaitu jumlah leng, jumlah batang per leng, tinggi batang,

berapa batang per meter, sehingga dapat diperkirakan berapa

produktivitas tebu yang diperoleh dalam satu areal kebun.

4.3.6. Panen

Panen adalah kegiatan pengambilan atau penebangan tanaman

yang sudah mencapai tingkat kemasakan maksimal. Hal ini tergantung

dari varietas tebu yang ditanam. Apabila tebu yang digunakan memiliki

kemasakan awal (seperti : PS851, PS 862, PSBM 901), maka panen

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
91

dilakukan pada umur tanaman 10-12 bulan. Jika tebu memiliki kemasakan

tengah (seperti : Kidang Kencana, Kentung, PSJT 941, GMP), maka

dipanen pada umur tanaman 12-14 bulan. Dan tebu yang ditanam

memiliki tipe kemasakan akhir (seperti : PS 864, Bululawang), maka

panen dapat dilakukan waktu tanaman berumur lebih dari 14 bulan.

Gambar 8. Proses Panen Tebu Giling

Kebun tebu yang ditemui dalam keadaan terbakar harus ditebang

terlebih dahulu daripada kebun yang lain (maksimal selama 2 hari tebu

harus habis tertebang). Penebangan tebu dilakukan tidak sampai ke akar

tebu melainkan dipotong rata tanah. Hal ini dikarenakan agar tanaman

tebu masih bias tumbuh kembali (tanaman keprasan). Proses keprasan

hanya bias dilakukan 1 kali.

Batang tebu diikat masing-masing sebanyak 50 batang, kemudian

diangkut kedalam truk untuk mempermudah sebelum masuk ke meja

giling PG Gempolkrep. Tebu diangkat oleh petani (tenaga angkut)

menggunakan tangga, tebu-tebu diletakkan secara memanjang pada

dasar truk. Lama penebangan tebu sampai denga tebu giling tidak lebih

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
92

dari 20 jam, jika lebih dari 20 jam maka tebu tersebut wayu (proses

pembentukan gula menjadi sulit/ lama).

Tebu yang telah ditebang harus memiliki kriteria MBS, yaitu Masak,

Bersih dan Segar.Masak apabila tebu yang siap dipanen pada tingkat

kemasakan optimal (mengacu pada sifat fisik dan kimia tebu tersebut).

Bersih apabila tebu yang ditebang bebas dari pucukan, daduk, akar,

tanah, dll. Segar apabila tanaman tebu sejak ditebang hingga diangkut

(dalam transportasi) yang selanjutnya dikirim sampai di PG Gempolkrep

tidak melebihi batas waktu yang ditentukan, maksimal 3 hari. Tingginya

kotoran akan meningkatkan kehilangan kadar rendemen dalam proses

produksi gula di pabrik.

Gambar 9. Tebu Hasil Panen Siap Digiling

Menurut Supriyadi (1992), penebangan tebu harus bersih dari

pucukan dan daduk, karena pucuk yang terikut digiling dapat menurunkan

rendemen tebu. Pucuk tebu memiliki kadar gula sedikit sekali. Oleh karena

itu, pada saat tebu ditebang diusahakan agar mutu tebangnya baik

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
93

dengan kotoran maksimal 5%, karena jika melebihi 5% akan menurunkan

kadar rendemen gula yang dihasilkan.

Angkutan tebang dan tenaga angkut diatur oleh Kepala/ SKK

Tebang Angkut PG Gempolkrep. Kegiatan tebang angkut ini dibedakan

menjadi 3, yaitu :

1. Tebang oleh pabrik gula (PG)

Tebangan sepenuhnya dilakukan dan dibiayai oleh PG dan tebu yang

ditebang adalah tebu milik PG sendiri (TS)

2. Tebang oleh koperasi (Mandoran)

Tebangan yang biasa disebut tebang mandoran/ hamparan/ kelompok.

Tebangan dilakukan oleh koperasi pada areal yang termasuk dalam

wilayah kerja PG Gempolkrep, tebu yang ditebang adalah tebu rakyat

(TR). Biasanya biaya tebangan sesuai dengan persetujuan petani di

Rapat Anggota Tahunan koperasi masing-masing.

3. Tebang sendiri angkut sendiri (TSAS)

Tebangan yang seluruh tenaga tebang, transportasi, upah tebang

dibiayai sendiri atau ditanggung petani sendiri secara mandiri tanpa

kredit. Tebu yang ditebang adalah tebu rakyat (TR).

Tenaga dan angkutan tebang angkut secara umum dilakukan

secara kontrak selama 1-2 bulan sebelum waktu giling. Dalam mengatur

jadwal tebang angkut di kantor tebang angkut PG Gempolkrep dibagi atas

2 bagian, yaitu :

1. Seksi penerimaan terdiri dari mandor 1 koordinator emplacement

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
94

2. Seksi tebang angkut yang memiliki tugas menjaga kestabilan dan mutu

bahan baku selama masa giling/ produksi.

Sistem tebang yang umum digunakan di wilayah kerja PG

Gempolkrep yaitu langsung kolong atau TSAS, maksudnya setiap

menebang 50 batang tebu langsung diikat menggunakan daun tebu,

dikumpulkan dan dikirim ke meja giling PG Gempolkrep. Masing-masing

wilayah melalui sinder tebang PG dan koperasi membuat RTH (Rencana

Tebang Harian) yang telah diketahui oleh SKW, kemudian diajukan

kepada Kepala/ SKK Tebang Angkut, setelahnya SPTA (Surat Perintah

Tebang Angkut) siap dikeluarkan untuk petani-petani yang siap

melaksanakan kegiatan tebang angkut.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
95

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Informan Dalam Penelitian

Informan dalam penelitian ini sangat berpengaruh dalam

keakuratan dan keabsahan data. Semua informasi dari informan yang

dideskripsikan nantinya akan dianalisis, selain didukung oleh penelitian

terdahulu dan studi kepustakaan yang mendukung. Total informan dalam

penelitian ini adalah 20 orang yang terdiri atas :

• 8 orang dari PG Gempolkrep

• 2 orang dari perwakilan petani tebu rakyat (PTR)

• 3 orang dari perwakilan koperasi

• 1 orang dari perwakilan APTR

• 1 orang dari Disbun Propinsi Jawa Timur

• 2 orang dari Dishutbun Kabupaten Mojokerto

• 1 orang dari P3GI, dan

• 2 orang dari BBP2TP Surabaya.

Para informan diatas memiliki usia, pengalaman/ masa kerja dan

latar belakang pendidikan yang berbeda yang ditunjukkan pada Tabel 13,

sehingga dapat menggambarkan seberapa akurat informasi yang telah

mereka berikan kepada peneliti. Secara berurutan akan ditunjukkan

informasi mengenai usia, pengalaman/ masa kerja dan latar belakang

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
96

pendidikan informan dalam penelitian ini pada Gambar 10, Gambar 11,

dan Gambar 12.

Tabel 13. Informasi Usia, Pengalaman/ Masa Kerja dan Latar Belakang
Pendidikan Informan
Usia Pengalaman
No. Nama Lembaga Pendidikan
(tahun) (tahun)
PG
1 Abdul Khamid 50 20 Sarjana
Gempolkrep
Basuki PG
2 47 26 Sarjana
Rachmad Gempolkrep
PG
3 Fauzi 50 25 Sarjana
Gempolkrep
Agus PG
4 45 23 Magister
Minhandoko Gempolkrep
Febri Ari PG
5 27 4 Magister
Marpaung Gempolkrep
PG
6 Rohsudiyanto 41 21 SMA
Gempolkrep
PG
7 Epafroditus 34 6 Sarjana
Gempolkrep
PG
8 Revi Binarsi 43 18 Sarjana
Gempolkrep
9 Agus Petani 25 7 SMA
10 Budi Petani 39 4 SMA
11 Suroto Koperasi 60 30 SMA
12 Ponodi Koperasi 63 30 SMA
13 Mubin Koperasi 45 20 SMA
14 Jujug APTR 40 10 Sarjana
15 Erna
Disbun 48 24 Magister
Susilowati
16 Ali Budiono Dishutbun 52 29 Magister
17 Al Musyafir Dishutbun 55 35 Diploma
18 Sih Marjayanti P3GI 46 21 Sarjana
19 Edy BBP2TP
54 21 Magister
Purwodarminto Surabaya
20 Pakto Hartono BBP2TP
37 12 Sarjana
Padang Surabaya
Sumber : Wawancara langsung dengan informan, 2011

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
97

Gambar 10. Informasi Informan Berdasarkan Usia

Gambar 10. menunjukkan bahwa usia para informan cukup

dewasa, dengan rata-rata usia 45 tahunan. Terdapat 2 informan yang

berusia dibawah 30 tahun, yaitu Bapak Febri Ari Marpaung (SKW PG

Gempolkrep) dan Bapak Agus (Petani di wilayah kerja PG Gempolkrep).

Namun kedua informan tersebut memiliki pengalaman dan pengetahuan

yang dapat membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan dari peneliti

dalam mendeskripsikan kinerja kelembagaan agribisnis tebu di wilayah

kerja PG Gempolkrep.

Gambar 11. Informasi Informan Berdasarkan Pengalaman/ Masa Kerja

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
98

Pada Gambar 11. dapat diketahui bahwa rata-rata pengalaman/

masa kerja informan dalam menggeluti bidang agribisnis tebu cukup lama,

yaitu ± 19 tahunan. Hanya 4 orang saja yang pengalamannnya dibawah

10 tahun, yaitu Bapak Febri, sebagai informan karena adalah Pembimbing

Lapangan pada penelitian ini; Bapak Epafroditus, sebagai informan

karena beliaulah yang mengetahui data-data kredit pada bagian TU Hasil;

Bapak Agus dan Bapak Budi, sebagai informan karena mereka yang

memiliki usia muda dan pendidikan yang lumayan, sehingga dapat

menjawab dengan jelas semua pertanyaan dari peneliti.

Gambar 12. Informasi Informan Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan

Latar belakang pendidikan informan merupakan salah satu

informasi yang dapat menggambarkan seberapa akurat informasi yang

telah mereka berikan kepada peneliti. Pada Gambar 12 menunjukkan

bahwa latar belakang informan mayoritas adalah sarjana (strata-1),

bahkan terdapat 5 informan yang berpendidikan magister. Oleh karena itu,

diharapkan semua informasi yang telah diutarakan adalah benar sesuai

dengan keadaan di lapangan dan dapat dipertanggungjawabkan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
99

5.2. Mekanisme-Mekanisme Kelembagaan Pada PG Gempolkrep

Kelembagaan pada PG Gempolkrep akan berjalan efektif dan

efisien dalam menghasilkan output gula dan tetes seperti yang ditargetkan

bila masalah permodalan atau pemberian kreditnya lancar.

Nilai dari kredit macet di sektor pertanian masih terbilang cukup

tinggi. Namun hal ini tidak berlaku pada petani PG Gempolkrep, kondisi ini

ternyata juga dibenarkan oleh penelitian sebelumnya Singgih (2009),

dengan judul “Non Performing Loan (NPL) Pada Kredit Ketahanan

Pangan (KKP) : Studi Kajian Ekonomi Kelembagaan”. Keterkaitan antar

lembaga merupakan suatu hal yang penting dalam mengurangi non

performing loan. Jika keterkaitan antar lembaga sangat erat maka

membuat semakin fokus dan semakin mudah kinerja dari lembaga-

lembaga tersebut, sehingga menyebabkan rendahnya nilai kredit macet.

Pada usahatani tanaman tebu terdapat keterkaitan yang sangat erat

antara lembaga-lembaga yang ada di dalamnya yaitu bank, pabrik gula,

petani dan investor.

Proses petani tebu mulai dari pengajuan hingga pencairan kredit

akan dijelaskan lebih rinci.

5.2.1. Mekanisme Pengajuan Sebagai Petani Tebu di Wilayah Kerja


PG Gempolkrep

Pada awalnya berdasarkan rekomendasi dari petugas penyuluh

lapangan (PPL) Hutbun Kabupaten Mojokerto dan Sinder Kebun Wilayah

(SKW) PG Gempolkrep, PG Gempolkrep memilah atau break down areal

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
100

yang berpotensi sebagai Calon Petani Calon Lahan (CPCL) berdasarkan

SK Bupati. Setiap wilayah memiliki PUSAT (Pusat Sasaran Terpadu),

dimana pada lokasi tersebut diharapkan menjadi sasaran potensial untuk

memenuhi target produksi PG Gempolkrep.

Petani tebu yang ikut dalam wilayah kerja PG Gempolkrep harus

memenuhi persyaratan yang ditentukan PG Gempolkrep. Petani

diharapkan mendaftarkan arealnya kepada PG Gempolkrep sebagai

CPCL, setelah itu pengajuan areal akan diukur luas lahannya oleh juru

gambar menggunakan alat GPS (Global Positioning System). Kemudian

dilakukan penandatanganan perjanjian kerjasama antara PG Gempolkrep,

koperasi dan petani tebu itu sendiri atau dilihat pada Gambar 13.

PPL Hutbun SKW


Kab. Mojokerto PG Gempolkrep

Break down areal CPCL (melalui SK Bupati)


Pendaftaran areal kepada PG oleh petani
- Pengajuan areal
- Ukur lahan

Gambar 13. Mekanisme Pengajuan Sebagai Petani Tebu di Wilayah Kerja


PG Gempolkrep

5.2.2. Mekanisme Pengajuan Kredit Oleh Petani Tebu di Wilayah


Kerja PG Gempolkrep

Petani dalam menjalankan operasional usahatani tanaman tebu

dapat mengajukan kredit melalui bank yang ditunjuk dengan pihak PG

Gempolkrep sebagai avalist (penjamin kredit). Sebelum mengajukan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
101

kredit, para petani melakukan perjanjian kerjasama antara petani/

kelompok tani (KK) dengan PG Gempolkrep dan koperasi. Petani sebagai

pihak berhutang dan/atau pemilik jaminan, PG Gempolkrep adalah pihak

penyalur dan penjamin kredit, serta koperasi sebagai pihak penerima

kuasa dalam pengurusan pencairan kredit. Apabila diperlukan, petani/

kelompok tani memilih ketua kelompok dan bersama-sama dalam

menetukan besaran jumlah kredit. Penentuan jumlah besarnya kredit yang

dipinjam yaitu berdasarkan rincian biaya kebutuhan dalam RDKK

(Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok) yang terdiri dari kebutuhan bibit,

pupuk, herbisida, biaya garap, dan biaya tebang angkut. Kemudian surat

kuasa dari ketua kelompok diserahkan kepada koperasi di masing-masing

wilayah untuk pengurusan pencairan dan pemotongan kredit.

Fasilitas kredit yang diberikan kepada petani tebu terdapat 3 jenis,

yaitu KKPE (Kredit Ketahanan Pangan dan Energi), PMUK (Penguatan

Modal Usaha Kelompok), dan kredit PKBL (Program Kemitraan Bina

Lingkungan). Pengajuan kredit dilakukan dalam bentuk perjanjian

kerjasama didepan notaris Kabupaten Mojokerto yang ditunjuk yaitu Ibu

Dwi Rossulliati, SH. Masing-masing kredit memiliki persyaratan berbeda.

KKPE dan PMUK merupakan salah satu Program Pemerintah

dalam mendukungan pembiayaan pertanian, sesuai dengan tekad

pemerintah untuk mengarahkan Program Swasembada Gula. Dana KKPE

berasal dari Bank Pelaksana yang telah ditunjuk dan memiliki MoU

dengan Direksi PTPN X (Persero). Pada wilayah kerja PG Gempolkrep

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
102

bank yang ditunjuk adalah Bank Mandiri dan BRI (Bank Rakyat

Indonesia). Dana kredit yang dicairkan nantinya diberikan oleh Bank

Pelaksana kedalam rekening PG Gempolkrep, hal ini dikarenakan tugas

PG Gempolkrep sebagai avalist (penjamin kredit). Setelah itu dana di

rekening PG Gempolkrep tersebut didistribusikan melalui koperasi-

koperasi pemegang kuasa dari petani yang mengajukan kredit. Besarnya

bunga pinjaman KKPE adalah 13%; yang terbagi atas 6% ditanggung oleh

Pemerintah sebagai subsidi, dan 7% dikenakan oleh petani yang

bersangkutan.

Dana PMUK adalah dana APBN (Anggaran Pendapatan Belanja

Negara) yang diawasi oleh Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur dan/

atau Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mojokerto dan dikelola

oleh KUB (Koperasi Usaha Bersama) Rosan Kencana yang berada di kota

Surabaya. Dana kredit PMUK merupakan dana guliran, yang ketersediaan

modalnya berdasarkan pengembalian bunga dari tahun sebelumnya.

Dana kredit PMUK hanya bisa diberikan melalui koperasi yang hanya

bergerak dalam komoditas tebu yang disebut KPTR (Koperasi Petani

Tebu Rakyat). Dana kredit yang dicairkan nantinya akan diberikan oleh

KUB Rosan Kencana kedalam rekening masing-masing KPTR. Dalam

pencairan kredit PMUK tidak menggunakan avalist (penjamin kredit),

karena petani memberikan jaminan fidusia yaitu berupa kebun tebu yang

dimilikinya. Pada kredit PMUK tidak dikenakan biaya bunga pinjaman,

hanya saja petani yang mengambil kredit PMUK diwajibkan membayar

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
103

biaya jasa administrasi sebesar 7% flat per tahun berdasarkan Peraturan

Menteri Pertanian No.32 tahun 2006, permentan/KU.510/7/2006.

Berdasarkan informasi dari Bapak Ali Budiono, Dishutbun Kabupaten

Mojokerto (2011), biaya jasa administrasi 7% adalah joint account dari 3%

untuk operasional kegiatan pengembangan tebu, yang terbagikan untuk

1% Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mojokerto, 2% Dinas

Perkebunan Propinsi Jawa Timur. Sisanya 4% untuk pemupukan modal

koperasi, yang terdiri atas 1% biaya administrasi, 1% biaya operasional,

dan 2% sebagai kekuatan modal PMUK. KPTR penerima PMUK di

wilayah kerja PG Gempolkrep adalah sebagai berikut :

Tabel 14. Daftar KPTR Penerima Kredit PMUK Wilayah Kerja PG


Gempolkrep
No. Nama KPTR Kecamatan Kabupaten
1 Sari Rosan Jatirejo Mojokerto
2 Nira Mentari Gedeg Mojokerto
3 Rosan Mapan Jetis Mojokerto
4 Sumber Manis Prajurit Kulon Mojokerto
5 Rosan Sejahtera Mojoagung Jombang
Sumber : Data Primer Bagian Tanaman PG Gempolkrep, 2011

Dana PMUK dalam operasional memiliki tim teknis yang memiliki

kontribusi masing-masing. KPTR penerima fasilitas kredit PMUK adalah

KPTR beranggotakan petani tebu yang menjalankan program pemerintah

bongkar ratoon (BR) dan rawat ratoon (RR).

Ratoon atau keprasan merupakan salah satu kegiatan budidaya

dengan melanjutkan sisa tanaman tebu yang ada di tanah yang

diperkirakan masih bisa tumbuh pada periode selanjutnya. Alat yang

digunakan untuk melakukan keprasan yaitu gancu atau cangkul yang

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
104

tajam agar batang yang masih tertinggal saat penebangan bila dikepras

tidak pecah yang menyebabkan tumbuhnya tunas baru terhambat serta

dikuatirkan tanaman tebu terinfeksi jamur yang membuat tebu menjadi

busuk. Pelaksanaan keprasan sebaiknya dilakukan maksimal 1 minggu

setelah pelaksanaan tebang (Anonim, 2007).

Berikut skema lembaga-lembaga yang berperan dalam fasilitas

dana PMUK pada Gambar 14.

PUSAT
-Dana PMUK
-Sumber APBN

TIM TEKNIS PROPINSI


1. Disbun Propinsi Jawa Timur
2. Direksi PTPN X (Persero)
3. P3GI
4. KUB Rosan Kencana

KOPERASI SEKUNDER
- KUB Rosan Kencana
(Tingkat Propinsi)

TIM TEKNIS KABUPATEN/ TRIPLE ACCOUNT


Dishutbun Kab. Mojokurto

PG GEMPOLKREP KOPERASI PRIMER


- CA/SKK/SKW - KPTR unit PG Gempolkrep
(Tingkat Kabupaten,revolving PMUK)

KELOMPOK TANI BR/RR


- Unit PG Gempolkrep
(Tingkat Desa/ Kecamatan)

Gambar 14. Skema Kelembagaan Dalam Fasilitas Dana PMUK

Pencairan dana PMUK sangat dikontrol oleh beberapa lembaga

agribisnis tebu, dimana masing-masing tingkat wilayah memiliki tim teknis

yang berbeda. Tim teknis propinsi terdiri dari : Disbun Propinsi Jawa Timur

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
105

sebagai pemilik anggaran, Direksi PTPN X (Persero) sebagai pemilik

wilayah perkebunan tebu yang membutuhkan fasilitas dana, P3GI sebagai

controlling teknologi dan pengembangan budidaya tanaman tebu, serta

KUB Rosan Kencana sebagai penyalur dana ke KPTR yang

membutuhkan fasilitas bantuan kredit PMUK. Selain itu terdapat tim teknis

kabupaten yang disebut triple account yaitu tim teknis yang bergerak

langsung di lapangan, untuk wilayah Kabupaten Mojokerto terdiri atas :

Dishutbun Kabupaten Mojokerto sebagai perpanjangan tangan Disbun

Propinsi Jawa Timur, PG Gempolkrep sebagai perpanjangan tangan

Direksi PTPN X (Persero), dan KPTR di wilayah kerja PG Gempolkrep

sebagai perpanjangan tangan KUB Rosan Kencana.

Fasilitas kredit bagi petani tebu lainnya adalah PKBL. PKBL

merupakan salah satu program PTPN X (Persero) dalam turut serta peduli

kepada masyakarat di sekitar wilayah kerja PG Gempolkrep. Bentuk

peminjaman kredit PKBL tidak hanya diperuntukan bagi petani tebu saja,

namun juga bidang usaha yang lain, seperti peternakan sapi, peternakan

ayam, persewaan traktor, dll. Pada kredit PKBL, peminjam dikenakan

biaya jasa administrasi sebesar 6% dari modal kerja yang dipinjamnya.

Petani tebu yang mengambil fasilitas kredit PKBL diharuskan memenuhi

persyaratan yang telah ditetapkan, baik adminstrasi maupun proses

budidaya tebu sesuai harapan PG Gempolkrep. Pada pelaksanaannya PG

Gempolkrep akan terus memonitor perkembangan usaha para peminjam

modal kerja PKBL. PG Gempolkrep juga memberikan bimbingan teknis

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
106

dan teknologi yang diperlukan. PG Gempolkrep memilik tanggung jawab

kepada Direksi PTPN X (Persero) atas pemanfaatan fasilitas kredit PBKL

tersebut.

Proses pengajuan fasilitas kredit KKPE, PMUK, dan PKBL tidak

jauh berbeda. Perbedaan fasilitas kredit terletak pada sumber dana

pembiayaannya. KKPE bersumber dari dana Bank Pelaksana, PMUK

bersumber dari dana guliran APBN, sedangkan PKBL bersumber dari

dana internal PTPN X (Persero) dan instansi BUMN yang lain. Masing-

masing kredit memiliki kelebihan dan kekurangan yang berbeda, namun

pada saat pengajuan kredit, petani tebu tidak diperbolehkan mengambil 2

jenis atau lebih fasilitas kredit. Setiap petani diharuskan hanya memilih

salah satu dari 3 jenis fasilitas kredit yang ditawarkan.

Hak dan kewajiban bagi petani tebu, PG Gempolkrep, dan koperasi

dalam menjalankan perjanjian kerjasama adalah sebagai berikut :

Kewajiban Petani Tebu :

a. Menyusun RDKK dan disahkan oleh pejabat yang diberi kuasa oleh

Dinas Teknis setempat/ PPL Hutbun.

b. Memberi kuasa kepada koperasi sebagaimana tercantum pada berkas

pengajuan permohonan kredit kepada Pemberi Kredit/ Bank Pelaksana

(buka CO) dan APBN yang diberikan oleh KUB Rosan Kencana

Surabaya atau Dinas Kehutanan dan Perkebunan.

c. Mengelola tanaman tebunya dengan baik sesuai baku teknis budidaya

tebu dari bimbingan dari PG Gempolkrep.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
107

d. Menggunakan pupuk lengkap NPK (pupuk tunggal dan/atau majemuk

dalam bentuk pupuk anorganik serta biokompos) sesuai dosis yang

dianjurkan untuk kebutuhan tanaman tebu.

e. Melaksanakan tebang dan angkut tebu dibawah koordinasi PG

Gempolkrep dan koperasi sesuai dengan jadwal tebang atas dasar

analisa kemasakan.

f. Menyetor/ menggilingkan seluruh produksi tebunya hanya kepada PG

Gempolkrep dengan mutu MBS (Manis, Bersih, Segar) sesuai

ketentuan yang berlaku dan selanjutnya membayar seluruh pinjaman,

berikut bunga dan kewajiban lain yang menjadi tanggungan petani

kepada PG Gempolkrep sesuai perjanjian yang telah ditanda tangani.

g. Dilarang memperjual belikan sebagian atau seluruh produksi tebunya

sesuai dengan perjanjian ini kepada pihak lain dan/ atau menggantinya

sebagian atau seluruhnya dengan hasil produksi tebu dari kebun lain.

Hak Petani Tebu :

a. Mendapatkan Bagi Hasil Gula dan Tetes Tebu sesuai ketentuan yang

berlaku.

Sedangkan, Kewajiban PG Gempolkrep :

a. Melaksanakan pendaftaran dan pengukuran luas lahan tebu dari petani,

serta mengadakan taksasi produksi tebu pada lahan yang didaftarkan.

b. Memeriksa kebenaran dan menandatangani rekapitulasi RDKK yang

diajukan oleh koperasi.

c. Menerima kuasa dari koperasi, untuk :

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
108

1. Mengajukan kredit ke Bank Pelaksana dan APBN dilampiri

rekapitulasi RDKK yang telah disahkan pejabat yang diberi kuasa

oleh Dinas Teknis setempat/ PPL Hutbun dan PG Gempolkrep.

2. Menerima dan menyalurkan dana KKPE dari Bank Pelaksana dan

PMUK dari APBN yang diberikan oleh KUB Rosan Kencana

Surabaya dan/ atau Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur dan/

atau Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mojokerto

kepada petani yang mengajukan kredit.

d. Memberikan bimbingan teknis budidaya kepada petani dengan

melibatkan Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) PTPN X

(Persero).

e. Menentukan jadwal tebang, menggiling dan mengolah seluruh tebu

milik petani.

f. Memberikan Bagi Hasil Gula dan Tetes bagian petani yang

bersangkutan sesuai ketentuan yang berlaku.

Hak PG Gempolkrep :

a. Mendapatkan Bagi Hasil Gula dan Tetes Tebu sesuai ketentuan yang

berlaku.

b. Memotong pinjaman pokok dan bunga berikut kewajiban lainnya dari

petani yang bersangkutan melalui pendapatan DO (Delivery Order) gula

90% dan pendapatan tetes, untuk selanjutnya disetorkan kepada pihak

Pemberi Kredit (Bank Pelaksana dan KUB Rosan Kencana Surabaya

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
109

atau Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur atau Dinas Kehutanan

dan Perkebunan Kabupaten Mojokerto).

c. Menahan DO gula dan tetes milik petani sampai dengan pinjaman

pokok dan bunga/ jasa administrasi berikut kewajiban lainnya

diselesaikan oleh petani yang bersangkutan.

Adapun Hak dan Kewajiban Koperasi yang bersangkutan adalah

berikut :

a. Menyeleksi kelompok tani anggota koperasi sebagai calon peserta

KKPE dan PMUK.

b. Memeriksa kebenaran RDKK yang diajukan oleh petani yang ingin

mengajukan kredit.

c. Menyusun dan menandatangani rekapitulasi RDKK berdasarkan RDKK

yang diajukan oleh petani.

d. Berdasarkan kuasa dari petani yang mengajukan kredit, sebagaimana

tercantum pada berkas pengajuan permohonan kredit kepada Bank

Pelaksana (buka CO/ Credit Order) dan dari KUB Rosan Kencana

Surabaya dan/ atau Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur dan/ atau

Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mojokerto (APBN) yang

merupakan satu kesatuan dengan perjanjian ini, maka koperasi

member kuasa kepada PG Gempolkrep :

1. Mengajukan kredit ke Bank Pelaksana dan KUB Rosan Kencana

Surabaya dan/ atau Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur dan/

atau Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mojokerto,

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
110

dengan dilampiri rekapitulasi RDKK yang telah disahkan pejabat

yang diberi kuasa oleh Dinas Teknis setempat/ PPL Hutbun dan

PTPN X (Persero).

2. Menerima dan menyalurkan dana KKPE dari Bank Pelaksana dan

PMUK dari APBN yang diberikan oleh KUB Rosan Kencana

Surabaya dan/ atau Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur dan/

atau Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mojokerto

kepada petani yang bersangkutan.

e. Menandatangani akad kredit dengan bank Pelaksana dan KUB Rosan

Kencana Surabaya dan/ atau Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur

dan/ atau Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mojokerto.

f. Menerima dan membayarkan dana platfon pupuk kepada Distributor

Pupuk serta mengawal kelancaran dan ketepatan penyaluran natura

pupuk kepada petani yang bersangkutan.

g. Menerima dan mengelola dana platfon tebang angkut untuk UMTA

(Uang Muka Tebang Angkut) dan OPTA (Operasional Tebang Angkut)

sebagai modal kerja revolving agar pelaksanaan tebang angkut lancar.

h. Mencatat dan melaporkan realisasi penggunaan kredit petani kepada

PG Gempolkrep.

i. Mengawasi penggunaan kredit dan melakukan penagihan kepada

petani atas pelunasan kredit kepada PG Gempolkrep.

j. Menerima bimbingan teknis dan pengarahan terkait pengelolaan

perkreditan dan budidaya tebu dari PG Gempolkrep.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
111

Mekanisme prosedur dan persyaratan yang dibutuhkan dalam

pengajuan kredit petani tebu/ kelompok tani di wilayah kerja PG

Gempolkrep dapat dilihat pada Gambar 15.

Koordinator Ketua Kelompok


- Penunjukan Koordinator KK & sebagai
kuasa KK dalam pengurusan pencairan
Kredit
- Penyusunan RDKK - Perjanjian segitiga
- Surat kuasa koordinator KK ke Koperasi - PK Notaris
- Rekomendasi PG
Proses (SKK/SKW)
- PG melaporkan
Koperasi kebutuhan kredit
Pembukaan per kategori &
CO - Rekap RDKK, disertai persyaratan : per bank kepada
- Surat kuasa koperasi kepada PG Kantor Direksi
(Credit Order) - Akte pendirian koperasi
- Susunan pengurus aktif Rekomendasi oleh :
- Hasil RAT (Rapat Anggota Tahunan) - PPL Hutbun
- NPWP Koperasi/ pengurus - SKK/SKW PG Gempolkrep
- Termasuk kebutuhan
- Fotocopy KTP pengurus koperasi pupuk untuk diajukan
- Surat kuasa pengurus kepada ketua ke distributor
koperasi KPTR Jatim

Buka CO ke Bank Pelaksana


Mandiri & BRI
Bulan : April, Juni, Agustus Menunggu :
- MoU antara Direksi PTPN X
dengan Bank Pelaksana
- Surat kuasa Direksi kepada
Proses ADM sebagai avalist
Akad Akad Kredit di Bank
Kredit - Surat avalist PG Gempolkrep Hadir untuk akad kredit :
- MoU PTPN X dengan Bank Pelaksana - ADM PG Gempolkrep
- Ketua/ pengurus koperasi

Gambar 15. Mekanisme Pengajuan Kredit Petani Tebu di Wilayah Kerja


PG Gempolkrep

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
112

5.2.3. Mekanisme Pencairan Kredit Oleh Petani Tebu di Wilayah Kerja


PG Gempolkrep

Para petani tebu mengambil fasilitas kredit bantuan mengharapkan

dana kredit pinjamannya dapat dicairkan sebelum proses pengelolaan

kebun. Namun terkadang pada kenyataannya para petani harus

menggunakan uangnya sendiri terlebih dahulu (hasil pendapatan dari

musim giling sebelumnya) dalam membiayai semua kebutuhan usahatani

tebu miliknya.

Dana kredit yang dicairkan dapat dibagi menjadi 2 peruntukan,

yaitu untuk (1) biaya UMTA/ OPTA dan (2) biaya garap, pupuk, serta bibit.

Semua dana yang telah dicairkan sesuai berdasarkan besarnya biaya

RDKK yang diajukan. Untuk biaya UMTA/ OPTA, biaya garap, dan bibit

diberikan dalam bentuk uang tunai, sedangkan penyaluran dana kredit

untuk pupuk diberikan dalam bentuk natura atau bentuk pupuk itu sendiri.

Kebutuhan petani yang tertulis dalam buku cadongan atau buku

keseharian masing-masing kondisi kebun harus diketahui oleh SKW PG

Gempolkrep, dimana SKW memiliki tanggung jawab atas hasil tebu petani

berdasarkan perkembangan dan segala kondisi yang terjadi. Dalam buku

cadongan tersebut selain menunjukkan kebutuhan biaya garap terdapat

juga kebutuhan bibit, traktor untuk sistem mekanisasi, serta kebutuhan

pupuk yang diperlukan. Nantinya dana yang cair akan ditransferkan oleh

bank pelaksana melalui nomer rekening PG Gempolkrep yang kemudian

akan disalurkan melalui koperasi masing-masing sesuai besarnya

anggaran yang dibutuhkan petani.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
113

Pencairan Kredit

UMTA/OPTA Biaya garap/Pupuk/Bibit Syarat :


- Ada perjanjian
Petani dalam buku cadongan segitiga dan PK
menunjukan : Notaris
- Kebutuhan biaya garap - Agunan dititipkan
sesuai kemajuan pekerjaan di TU Hasil PG
- Bibit sesuai berita acara - Semua
penggunaan bibit Rekomendasi
- Traktor sesuai berita acara oleh PG
traktor (SKW/SKK)
- Pupuk sesuai permintaan
- Kompos sesuai surat
pengajuan

Koperasi Koperasi - Semua


- Pengajuan kebutuhan Uang - Rekap cadongan (Tindasan rekomendasi
Muka revolving berita acara traktor, bibit, oleh PG
UMTA/OPTA kepada PG surat permintaan (SKW/SKK/CA)
- Agunan disimpan di TU Hasil pupuk/kompos) dan ADM
PG Gempolkrep - RPP (Rencana Permintaan
- Permohonan pencairan Pembiayaan)
kredit kepada bank dan - Permohonan pencairan
transfer uang kredit kepada bank dan
ke rekening PG Gempolkrep transfer uang ke PG
- AK & U PG
Bank Bank Potong traktor/
- Tansfer uang ke PG - Tansfer uang ke PG bibit dari PG

Koperasi Petani Koperasi


- Terima biaya garap - Pupuk
KK/Petani

Gambar 16. Mekanisme Pencairan Kredit Petani Tebu di Wilayah Kerja


PG Gempolkrep

Petani yang meminjam kredit akan menyerahkan agunannya

kepada PG Gempolkrep dengan jaminan utama berupa seluruh tanaman

tebu yang dikelolanya dan jaminan kedua adalah BPKB (Bukti Pemilik

Kendaraan Bermotor) yang disimpan oleh TU Hasil PG Gempolkrep,

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
114

seperti mekanisme pencairan kredit oleh petani tebu di wilayah kerja PG

Gempolkrep yang terlihat pada Gambar 16.

Pupuk adalah salah satu bahan terpenting dalam usahatani tebu.

Petani tebu di wilayah kerja PG Gempolkrep mengunakan kombinasi

pupuk ZA, ponska, dan kompos. Pupuk ZA dan ponska yang digunakan

adalah pupuk bersubsidi dari pemerintah untuk meringankan biaya

operasional petani, namun dalam permintaan penggunaan pupuk

bersubsidi ini dibutuhkan tanda tangan PPL Hutbun sebagai bukti kontrol

pemerintah terhadap penyaluran pupuk bersubsidi.

Pada tahun 2009-2010 dan 2010-2011 berdasarkan SK Bupati

Mojokerto bersama PT Petrokimia (persero) sebagai produsen pupuk

bersubsidi telah menunjuk salah satu koperasi yaitu KPTR Jatim yang

terletak di kota Krian sebagai distributor untuk dapat menyalurkan semua

kebutuhan pupuk bersubsidi di wilayah pertanian Kabupaten Mojokerto,

salah satunya bagi semua petani tebu di wilayah kerja PG Gempolkrep.

Namun dalam prakteknya koperasi ini tidak dapat mengirim pupuk dan

memenuhi semua permintaan kebutuhan petani di wilayah kerja PG

Gempolkrep apabila petani tidak membayar terlebih dahulu atau

menunggu cairnya dana kredit untuk kebutuhan pupuk turun. Oleh karena

itu akhirnya petani memilih membeli pupuk secara langsung di toko-toko

pertanian dengan biaya sendiri. Sedangkan kebutuhan petani atas pupuk

kompos didapat dari produksi internal PG Gempolkrep.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
115

Petani dalam pengajuan permintaan pupuk kepada koperasi harus

mendapatkan rekomendasi dari PG Gempolkrep yang diwakilkan oleh

SKW. Kemudian koperasi bersama SKW membayarkan kepada KPTR

Jatim agar dapat segera mengirimkan pupuk yang dibutuhkan oleh petani.

Setelah itu distributor KPTR Jatim akan droping atau mengirimkan pupuk

dengan tanggal, macam pupuk, dan kuantitas pupuk sesuai dengan

kesepakatan bersama dalam berita acara. Untuk lebih jelas mekanisme

pencairan pupuk sendiri akan dirinci dalam Gambar 17 berikut ini :

Petani Tebu Koperasi


- Mengajukan permintaan pupuk - Bersama PG/SKW tebus pupuk
dan kompos kepada koperasi kepada distributor (Bukti transfer
direkomendasi PG/SKW (rangkap rangkap 4 untuk distributor, SKW,
dua untuk koperasi dan SKW) TUH, dan arsip koperasi)
- Mengajukan cadongan untuk -Dilampiri RDK pupuk (Natura dan Rp)
biaya pengadaan pupuk/ kompos yang di tanda tangani KK, PPL
yang direkomendasi PG/SKW Hutbun, Koperasi dan SKW
(rangkap dua untuk koperasi dan
SKW)

Distributor
- Surat keputusan dari Petrokimia dan
disahkan TP3 dengan Berita Acara
atau SK
- Droping pupuk kepada petani/KK
bersama PG/SKW dan koperasi
(Bukti
/tanda terima pupuk dari petani
rangkap untuk petani, koperasi, SKW,
TUH, arsip distributor)
- Tanggal, macam pupuk dan kuantitas
Pupuk

Gambar 17. Mekanisme Pencairan Kredit Petani Tebu di Wilayah Kerja


PG Gempolkrep

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
116

5.2.4. Mekanisme Pelunasan Kredit Oleh Petani Tebu di Wilayah Kerja


PG Gempolkrep

Panen adalah kegiatan pengambilan atau penebangan tanaman

yang sudah mencapai tingkat kemasakan maksimal. Petugas yang

menentukan kemasakan tebu adalah bidang litbang PG Gempolkrep

melalui analisa pendahuluan terlebih dahulu. Proses panen merupakan

waktu yang ditunggu petani agar dapat melunasi kredit yang diambilnya.

Pada proses panen dikenal kegiatan tebang angkut, dimana tebu

yang sudah masak yang berstandar mutu MBS (Manis, Bersih, Segar)

sesuai ketentuan ditebang dan diangkut/ dikirim ke meja giling PG

Gempolkrep. Masing-masing wilayah melalui sinder tebang PG dan

koperasi membuat RTH (Rencana Tebang Harian) yang telah diketahui

oleh SKW, kemudian diajukan kepada Kepala/ SKK Tebang Angkut,

setelahnya SPTA (Surat Perintah Tebang Angkut) siap dikeluarkan untuk

petani-petani yang siap melaksanakan kegiatan tebang angkut.

Jadwal tebang angkut ditentukan setelah rapat FTKW (Forum

Temu Kemitraan Wilayah), yang dihadiri oleh SKW sebagai ketua rapat,

PPL Hutbun sebagai sekretaris rapat, dan anggota rapat terdiri dari

petugas PTRI (Pelayanan Tebu Rakyat Intensifikasi), ketua koperasi dan

semua KK/ petani tebu di wilayahnya. Rapat FTKW dilakukan bila musim

giling sebanyak 2 kali dalam 1 bulan, dan bila diluar musim giling

dilakukan hanya 1 kali dalam 1 bulan. Berikut mekanisme pelunasan kredit

petani tebu di wilayah kerja PG Gempolkrep pada Gambar 18.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
117

Jadwal Tebang /
Pelaksanaan Tebang
- FTKW
- Rekap kuintal tebu tergiling
oleh koperasi

Koperasi
Rencana pemotongan
pinjaman/beban petani
- UMTA/OPTA
- Bigar/pupuk/bibit
- Pinjaman lain-lain
- Direkom oleh SKW

Lelang TUH
- PBHE (Sementara)
Investor - Dicek SKW
Koperasi/APTR + gula/
tetes
- Cetak PBHE (Final)

Dana Talangan TUH


Transfer ke - Potong pinjaman/beban
rekening PG petani ke dana talangan

TUH TUH
- Realisasi dana talangan - Setor ke bank setelah
kepada Koperasi dikurangi revolving OPTA

Koperasi TUH
- Bayar revolving OPTA ke
- Bayar SHU Petani
Koperasi

Gambar 18. Mekanisme Pelunasan Kredit Oleh Petani Tebu di Wilayah


Kerja PG Gempolkrep

Pada saat tebang angkut secara bersamaan dilakukan pelelangan

yang dilakukan oleh koperasi dan APTR untuk mendapatkan investor

gula/ tetes yang memiliki daya beli tertinggi. Kemudian investor dapat

membayar gula/ tetes yang dibelinya dengan memberikan dana talangan

(uang pembayaran gula/ tetes, namun gula/ tetes masih di gudang PG,

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
118

baru diambil setelah gula/ tetes siap konsumsi) ke nomer rekening PG

Gempolkrep.

Dana talangan dari investor harus diatas atau minimum sama

dengan HPP (Harga Patokan Petani) yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Dimana menurut Menteri Pertanian (2011), HPP Gula harusnya 1,5 dari

harga gabah. Untuk masa giling tahun 2010 HPP Gula sebesar Rp.

6.350,-. Petugas PG yang berwenang menerima dan memotong PBHE

(Perhitungan Bagi Hasil Efektif) adalah bagian TU Hasil (Tata Usaha dan

Hasil). Dimana TU Hasil merealisasikan dana talangan kepada koperasi

setelah dilakukan pemotongan pinjaman/ beban petani kepada PG

Gempolkrep.

5.3. Kelembagaan Agribisnis Tebu PG Gempolkrep

5.3.1. Deskripsi Ekonomi Kelembagaan Agribisnis Tebu

Industri gula di PG Gempolkrep khususnya dan di Indonesia pada

umumnya mempunyai susunan kelembagaan yang kompleks. Banyak

pihak yang terlibat di dalamnya yang merupakan pelaku dari set of

working rules (seperangkat aturan main). Pihak-pihak yang terdiri dari

lembaga yang saling berkaitan dengan tugas dan fungsinya masing-

masing sehingga terciptanya sistem agribisnis tebu yang komprehensif.

Lembaga tersebut terbagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu (a) yang bersifat

makro atau peranannya sangat penting dan tidak dapat digantikan oleh

fungsi lembaga lain, dan (b) yang bersifat mikro atau peranannya hanya

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
119

sebagai supporting system demi kelancaran terlaksananya agribisnis tebu

yang baik di wilayah kerja PG Gempolkrep.

Terlaksananya agribisnis tebu di PG Gempolkrep dapat terjadi

apabila aturan mainnya (rules of the game) jelas, oleh karena itu PG

Gempolkrep melakukan kemitraan terhadap beberapa lembaga sesuai

aturan dan norma yang berlaku, baik itu tertulis maupun tidak. Menurut

Yustika (2010), kelembagaan berupaya keras untuk membuat eksplisit

saling keterhubungan dan relasi timbal balik antara satu bagian dengan

lainnya dan juga dengan keseluruhan. Secara praktikal, aturan main

(kelembagaan) yang tersedia dalam kegiatan ekonomi akan menentukan

seberapa efisien hasil ekonomi yang didapatkan, sekaligus akan

menentukan seberapa besar distribusi ekonomi yang diperoleh oleh

masing-masing partisipan.

Kemitraan adalah strategi bisnis yang dilakukan oleh kedua belah

pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan

bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan membesarkan, karena

merupakan suatu strategi bisnis maka keberhasilan kemitraan sangat

ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara pihak-pihak yang bermitra

dalam menjalankan etika bisnis.

Lembaga-lembaga yang bersifat makro terdiri dari PG Gempolkrep

sendiri, petani tebu rakyat (PTR), Bank pemberi kredit/ Bank Pelaksana,

Koperasi dan APTR (Asosiasi Petani Tebu Rakyat), yang terhubung dalam

FTK (Forum Temu Kemitraan). Sedangkan lembaga-lembaga yang

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
120

bersifat mikro yaitu PT. PTPN X (Persero), Dinas Perkebunan (Disbun)

Propinsi Jawa Timur, Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun)

Kabupaten Mojokerto, Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika

Kabupaten Mojokerto, Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah Kabupaten Mojokerto (UMKM) Kabupaten Mojokerto, Investor

pembeli gula dan tetes, Distributor Pupuk KPTR Jatim, Pusat Penelitian

Perkebunan Gula Indonesia (P3GI), Lembaga Pendidikan Perkebunan

(LPP) Yogyakarta serta Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman

Perkebunan (BBP2TP) Surabaya. Skema kelembagaan pengembangan

agribisnis tebu di PG Gempolkrep dapat terlihat pada Gambar 19.

PTPN X
P3GI

LPP
PG.
GK
BBP2TP
Dinas
Perkebunan
Pe- Bank Prop. Jatim
tani

Dinas
FTK Kehutanan &
Perkebunan

Dinas
Koperasi &
UMKM
Investor APTR Kope-
rasi Dinas
Perhubungan,
Komunikasi &
Informatika

Distributor

Gambar 19. Skema Model Kelembagaan Pengembangan Agribisnis Tebu


di PG. Gempolkrep, Mojokerto, Jawa Timur

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
121

5.3.2. Deskripsi Kinerja Kelembagaan Agribisnis Tebu

Kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh individu maupun

lembaga dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Dalam

menilai kinerja dibutuhkan standar sebagai tolak ukur penentu hasil

capaian tersebut.

Kinerja kelembagaan dapat diukur menggunakan pendekatan dari

tugas pokok dan fungsi lembaga masing-masing yang bergerak dalam

bidang agribisnis tebu, dimulai dari subsistem hulu hingga hilir, serta

didukung oleh subsistem jasa penunjang (supporting system). Semua

kegiatan yang diterapkan dalam pelaksanaan agribisnis tebu adalah wujud

dari visi, misi dan tujuan masing-masing lembaga terkait.

Terdapat 4 (empat) aturan yang keluarkan oleh pemerintah

mengenai kelembagaan bidang perkebunan umumnya dan tentang

budidaya tebu khususnya, yang dapat dijadikan standar atau tolak ukur

penentuan kinerja kelembagaan agribisnis tebu di wilayah kerja PG

Gempolkrep, yaitu :

1. Inpres No. 9 tahun 1975, dimana pemerintah melakukan pengendalian

agribisnis tebu secara sentralistik yang kemudian dikenal dengan

program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI). Pelaksanaan TRI

mempunyai tujuan utama adalah (a) mengalihkan pengusahaan tebu

yang semula berada di tangan pabrik gula dengan sistem sewa ke

tangan petani yang harus mengusahakan sendiri tanaman tebu di atas

lahannya; (b) memperbaiki penghasilan petani tebu dengan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
122

meningkatkan produktifitas melalui pengelolaan usaha tani yang lebih

intensif; (c) menjamin peningkatan dan kemantapan produksi gula.

Inpres No. 9 tahun 1975 ini digunakan sebagai salah satu bahan

rujukan dalam pengembangan kelembagaan agribisnis tebu di wilayah

kerja PG Gempolkrep.

2. Inpres No. 5 tahun 1998 yang diberlakukan mulai tanggal 21 Januari

1998. Sebagai penjabaran pelaksanaan Inpres No. 5 tahun 1998 telah

dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.

TU.210/65/Mentan/II yang selanjutnya dipakai sebagai pedoman

dalam pelaksanaan pengembangan tebu secara nasional. Inpres No.

5 tahun 1998 merupakan perbaikan dari Inpres No. 5 Tahun 1997

tentang Program Pengembangan Tebu Rakyat. Surat Keputusan

Menteri Pertanian yang diterbitkan pertama kali sejak dibelakukannya

Inpres No. 5 tahun 1998 tersebut berisi: (a) Tata niaga gula dan tetes

bebas dipasarkan kepada siapapun; (b) Harga gula ditetapkan

berdasarkan harga gula eceran pada saat harga ditetapkan; (c)

Memberikan kebebasan petani dalam memilih usaha tam' yang akan

dilakukannya; dan (d) Penentuan sistem penyerahan tebu baik Sistem

Bagi Hasil (SBH) maupun Sistem Pembelian Tebu (SPT) disesuaikan

dengan kebutuhan dan kesepakatan bagi hasil antara petani dan

pabrik gula.

3. Kepmentan No.392/Kpts/OT.210/6/2002 mengenai Pedoman

Pengembangan Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan KIM-BUN,

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
123

dimana merupakan salah satu program pemerintah untuk

mengutuhkan pengelolaan usaha perkebunan dalam sistem agribisnis,

meningkatkan pendapatan petani perkebunan dan pelaku usaha

dibidang perkebunan dalam menunjang pembangunan perkebunan

secara menyeluruh. Diharapkan KIM-BUN dapat diterima dan

dirasakan manfaatnya oleh para pelaku usaha perkebunan khususnya

dan masyarakat luas pada umumnya.

4. Program Swasembada Gula Nasional 2006-2009 yang dijabarkan

dalam Road Map Swasembada Gula Nasional yang diperuntukan

kepada semua stakeholder pergulaan nasional yang berlaku dimulai

sejak Agustus 2006 hingga sekarang. Road Map ini menjelaskan

sasaran dan langkah operasional masing-masing lembaga yang

berperan demi meningkatnya produktivitas gula nasional. Dalam Road

Map ini juga merinci program-program kegiatan beserta lembaga yang

bertanggung jawab di masing-masing kegiatan dan waktu

pelaksanaan kegiatan tersebut.

Penentuan standar atau tolak ukur dalam penelitian ini dipilih

berdasarkan Road Map Swasembada Gula Nasional karena merupakan

aturan pemerintah yang terbaru dan masih dalam tahap berkelanjutan,

serta adanya rincian peran masing-masing lembaga stakeholder

pergulaan nasional. Berdasarkan rincian peran masing-masing Road Map

Swasembada Gula Nasional diharapkan mampu menilai kinerja

kelembagaan agribisnis tebu terutama di wilayah kerja PG Gempolkrep.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
124

Tabel 15. Rincian Kegiatan Pokok Program Swasembada Gula Nasional


dan Lembaga Penanggung Jawab Kegiatan
Lembaga
No. Rincian Kegiatan Pokok Penanggung
Jawab Kegiatan
1 Rehabilitasi pabrik/ optimalisasi Perusahaan
Peningkatan kapasitas pabrik selektif dan Gula (PTPN/ PT
bertahap Gula)
Gerakan peningkatan rendemen 1%
Rehabilitasi dan pengembangan tanaman sendiri/
konsolidasi areal
Peningkatan SDM, menggali sumber pendanaan,
pengembangan mitra serta peningkatan
profesionalisme pengolahan bisnis melalui
penumbuhan good corporate governance/ good
management practices
Pengembangan kerjasama dengan petani,
perbankan dan lembaga pendukung lainnya
(kemitraan)
2 Pengembangan tanaman, penerapan budidaya Petani/ APTR/
standar, penguatan organisasi petani dan Koperasi Petani
kemampuan SDM, pengembangan kerjasama Tebu
dengan Pabrik Gula dan lembaga pendukung
lainnya
Peningkatan pelayanan saprodi dan penyediaan
dana kepada anggota
Pengembangan kelembagaan petani
Peningkatan produktivitas
Gerakan peningkatan rendemen 1%
3 Peningkatan pelayanan kredit modal kerja (tepat Perbankan
jumlah, waktu dan penyederhanaan prosedur)
Penciptaan pola kredit investasi jangka panjang
untuk rehabilitasi pabrik dan pengembangan baru
4 Mengkaji, meneliti dan mencoba untuk Lembaga
menghasilkan rakitan teknologi baru yang berdaya Penelitian
saing (varietas, bioenergi, diversifikasi produk, dll) (P3GI), Litbang
Pengajuan proposal untuk penetapan status Perusahaan
hukum kelembagaan dan sumber pendanaan Gula dan
kepada pemerintah/ Perusahaan Gula Lembaga
Pengkajian kinerja pabrik untuk menetapkan skala penelitian yang
prioritas dan pelaksanaan program rehabilitasi, terkait
optimalisasi dan efisiensi Pabrik Gula
Penyusunan program dan pelaksanaan pelatihan
tenaga Pabrik Gula dan petani tebu untuk
meningkatkan kemampuan teknis di bidang off
farm dan on farm

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
125

Lembaga
No. Rincian Kegiatan Pokok Penanggung
Jawab Kegiatan
Penyusunan program penelitian dasar yang Lembaga
komprehensif untuk mengkaji potensi produk yang Penelitian
secara ekonomis dapat dihasilkan oleh tanaman (P3GI), Litbang
tebu Perusahaan
Gula dan
Lembaga
penelitian yang
terkait
5 Penyusunan program pendidikan dan pelatihan Lembaga
SDM untuk meningkatkan kemampuan manajerial Pendidikan
di bidang pergulaan (LPP) dan
Peningkatan kerjasama dengan pelaku industri Perguruan
untuk pelaksanaan dan pelatihan peningkatan Tinggi
profesionalisme
6 Peningkatan pelayanan penyediaan sarana dan Lembaga
pemberian kemudahan akses petani memperoleh penyedia
pupuk dengan harga terjangkau, tepat jumlah, sarana produksi
waktu dan mutu
7 Mengkaji ulang dan memperbarui kebijakan di Pemerintah
bidang : (a) Budidaya dan pengolahan, (Pusat dan
melanjutkan program akselerasi peningkatan Daerah)
produktivitas gula dan sekaligus dukungan
penyediaan pendanaannya; (b) Tataniaga,
pengenaan tariff, impor, pengawasan, distribusi,
dll; (c) Keuangan, kebijakan perkreditan untuk
modal dan investasi, pemberian subsidi dan
penambahan alokasi, restrukturisasi hutan (RDI),
dll sesuai UU Perkebunan No.18 Tahun 2004
Investasi (kebijakan peningkatan pelayanan untuk
memperoleh informasi kebijakan kemudahan
memperoleh lahan dan jaminan hukum,
konsistensi kebijakan fiscal, dukungan sarana
prasarana, pemantapan pola pengembangan,
peniadaan pungutan yang menyebabkan ekonomi
biaya tinggi, pemberdayaan perusahaan gula
untuk investasi dengan pemberian kewenangan
berpartner dengan mitra strategis
Pengaturan demand-supply distribusi dan
pengendalian cadangan stock gula, untuk
harmonisasi hubungan antar Pabrik Gula
Penetapan status hukum kelembagaan dan
sumber pendanaannya lembaga penelitian
pergulaan (P3GI)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
126

Lembaga
No. Rincian Kegiatan Pokok Penanggung
Jawab Kegiatan
Pengembangan jejaring kerja (network) dengan Pemerintah
lembaga internasional (Pusat dan
Pelaksanaan studi, sosialisasi dan promosi Daerah)
menarik investor guna membangun Pabrik Gula
baru
Revitalisasi fungsi dan kelembagaan pergulaan
nasional
Penerbitan PP, Keppres dan Kepmen yang
diperlukan untuk mendukung kebijakan di bidang
pergulaan
Sumber : Road Map Swasembada Gula Nasional, 2006

5.3.3. Lembaga Bersifat Makro

5.3.3.1. Peranan dan Kinerja PG Gempolkrep

PG Gempolkrep adalah salah satu dari sebelas pabrik gula yang

bernaung pada PTPN X (Persero). Berikut nama-nama pabrik gula PTPN

X (Persero) beserta target RKAP (Rencana Keuangan dan Anggaran

Perusahaan) 2011 :

Tabel 16. Daftar Nama Pabrik Gula PTPN X (Persero) dan Target 2011
Luas Areal Tebu Kapasitas
No. Nama PG Kabupaten (Ha) Giling (Ton)
(Ton)
1 Watoetoelis Sidoarjo 4.357,7 366.139,8 2.450
2 Toelangan Sidoarjo 2.746,6 232.090,9 1.400
3 Kremboong Sidoarjo 2.925,4 249.237,0 1.600
4 Gempolkrep Mojokerto 10.862,2 1.015.797,5 6.600
5 Djombang Baru Jombang 4.912,0 417.978,0 2.650
6 Tjoekir Jombang 6.235,0 564.050,0 3.750
7 Lestari Nganjuk 6.149,0 528..983,3 3.850
8 Meritjan Kediri 4.697,3 403.143,0 2.500
9 Pesantren Baru Kediri 10.887,0 938.968,4 6.000
10 Ngadiredjo Kediri 10.953,9 951.312,0 6.200
11 Mojopanggoong Tulungagung 5.296,0 448.832,2 2.900
Sumber : Data Primer Bagian Bidang Agronomi PTPN X (Persero), 2011

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
127

PG Gempolkrep pada tahun 2011 memiliki target dan kapasitas

tertinggi dari PG yang lain di PTPN X (Persero), dengan luas areal

10.862,2 Ha dan jumlah tebu sebanyak 1.015.797,5 ton dengan didukung

kemitraan dari beberapa lembaga diharapkan dapat berkinerja memenuhi

target yang telah ditetapkan.

Dalam kegiatan kemitraan ini PG Gempolkrep bersama lembaga-

lembaga yang terlibat langsung harus mewakili dasar etika bisnis yang

dipahami bersama dan dianut bersama sebagai titik tolak dalam

menjalankan kemitraan. Hal itu pula yang terjalin antara PG Gempolkrep

dengan petani tebu rakyat yang sampai dengan penelitian berlangsung

sama-sama mendapatkan keuntungan. Bisa dilihat dari pihak PG

Gempolkrep mendapatkan ketersediaan bahan baku utamanya, sehingga

proses produksi dapat beroperasi maksimal, sedangkan bagi petani bisa

mendapatkan jaminan pasar dan harga jual tebu yang tinggi diatas rata-

rata di pasaran, serta mendapatkan fasilitas bantuan kredit usahatani

dengan PG Gempolkrep sebagai availst (penjamin kredit).

Berdasarkan informasi dari petani Kecamatan Gedeg Bapak Agus,

“…petani disini tidak ada masalah dengan PG Gempolkrep, karena PG

Gempolkrep banyak membantu dalam penyaluran kredit dan teknologi.

Kalau ada masalah cepat terselesaikan karena petugas PTRI di wilayah

yang cukup aktif”. Hal ini memang dibenarkan oleh lembaga mitra PG

Gempolkrep yang lain yaitu Dishutbun Kabupaten Mojokerto, Bapak Ali

Budiono, menurutnya “….PG Gempolkrep sebagai stakeholder dirasa

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
128

cukup aktif dan baik membantu pemerintah dalam mengembangkan

wilayah areal Mojokerto yang 40%nya adalah perkebunan tebu”.

PG Gempolkrep juga bermitra dengan bank pelaksana yang

ditunjuk oleh Direksi PTPN X (Persero) yaitu Bank Mandiri dan BRI untuk

kredit KKPE. Sedangkan untuk kredit PMUK ditentukan oleh Dinas

Perkebunan Propinsi Jawa Timur. Pada pelaksanaannya selama

penelitian berlangsung tidak ada penyalahgunaan kredit. Menurut petani

tebu Pak Budi, “….selama ini petani banyak dibantu dalam penyaluran

kredit, dana yang cair cepat disalurkan dan pemotongan lewat TU Hasil

PG Gempolkrep selalu siap melayani dengan baik”. Kegiatan PG

Gempolkrep terhadap para lembaga lain dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Peranan dan Kinerja PG Gempolkrep Terhadap Lembaga Lain


Tanggapan Kinerja
Lembaga Yang PG Gempolkrep dari
No. Kegiatan Bermitra
Kewajiban Lembaga Yang
Bermitra
1 Pendaftaran Petani Tebu Melaksanakan Menurut Pak Agus
petani Rakyat pendaftaran dan “…..PG
pengukuran luas Gempolkrep
lahan tebu dari memudahkan
petani petani untuk
bergabung karena
merekapun
membutuhkan
tebu kami sebagai
bahan baku”

Berdasarkan tanggapan Petani terhadap kinerja PG Gempolkrep adalah baik.


PG Gempolkrep telah menerapkan pengembangan kerjasama dengan petani
sesuai rincian kegiatan Program Swasembada Gula Nasional.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
129

Tanggapan Kinerja
Lembaga Yang PG Gempolkrep dari
No. Kegiatan Bermitra
Kewajiban Lembaga Yang
Bermitra
2 Taksasi BBP2TP Melaksanakan
Menurut Pak PH
produksi tebu Surabaya Padang“…..kebun-
pengajuan
pada lahan kebun tebu yang
sertifikasi bibit
yang ada di wilayah
tebu KBN, KBI,
didaftarkan kerja
dan KBD yang PG
Gempolkrep baik,
dimiliki (TS)
kemurnian
varietas terjaga
baik, dan petugas
lapangan cukup
dapat
berkoordinasi”
Berdasarkan tanggapan BBP2TP Surabaya terhadap kinerja PG Gempolkrep
adalah baik. PG Gempolkrep menjaga kemurnian vareitas salah satu wujud
peningkatan produktivitas menuju Gerakan Peningkatan Rendemen 1%
sesuai rincian kegiatan Program Swasembada Gula Nasional.
3 Rekomendasi Koperasi Memeriksa Menurut Pak
RDKK kebenaran dan Suroto “…..RDKK
menandatangani memang bukan
rekapitulasi RDKK kami yang
yang diajukan membuat,
oleh koperasi bersama teman-
teman petugas
PTRI PG yang
membantu”
Berdasarkan tanggapan Koperasi terhadap kinerja PG Gempolkrep adalah
baik. Namun pada pelaksanaannya hal ini terdapat ketidaksesuaian.
Pelaksanaan kelembagaan diharapkan tidak terdapat satu/ lebih pihak yang
dirugikan.
4 Pelelangan APTR Berkoordinasi Menurut Pak Jujug
hasil produksi dengan PTPN X “….proses
gula dan untuk membantu pelelangan tidak
tetes tebu menyediakan melibatkan
tempat lelang, langsung pihak
menginformasikan PG Gempolkrep,
perkiraan jumlah namun disana
produksi yang adalah gudang
dihasilkan penitipan yang
belum diambil”
Berdasarkan tanggapan APTR terhadap kinerja PG Gempolkrep adalah baik.
PG Gempolkrep menjalankan pengembangan kerjasama dengan lembaga
pendukung sesuai rincian kegiatan Program Swasembada Gula Nasional.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
130

Tanggapan Kinerja
No. Kegiatan Lembaga Yang Kewajiban PG Gempolkrep dari
Bermitra Lembaga Yang
Bermitra
5 Penerimaan Bank Berkoordinasi
dan Pelaksana/ dengan Bank
penyaluran Pemberi Kredit untuk
kredit KKPE menentukan
berapa banyak
dana yang -
dibutuhkan oleh
petani yang
sudah melakukan
perjanjian kontrak

6 Semua PTPN X Semua kegiatan


kegiatan (Persero) harus sesuai
(termasuk perintah dari -
kredit PKBL) PTPN X (Persero)

7 Pengontrol Dishutbun Berkoordinasi Menurut Pak


kredit PMUK, Kab. dengan Dishutbun Musyafir
penyaluran Mojokerto sebagai “…..Petugas PG
pupuk pengontrol dana Gempolkrep cukup
bersubsidi kredit PMUK, membantu dan
bersama PPL berkoordinasi baik
Hutbun meninjau dengan PPL
di lapang secara Hutbun di
langsung lapangan”
kebutuhan pupuk
dan
permasalahan
lain

Berdasarkan tanggapan Dishutbun Kab. Mojokerto terhadap kinerja PG


Gempolkrep adalah baik. PG Gempolkrep menjalankan pengembangan mitra
strategis, namun bila pelaksanaannya terdapat lembaga lain dirugikan berarti
terjadi ketidaksesuaian.

8 Penentuan Dishubkominfo Bersama dengan


jadwal Kab. lembaga lain
tebang Mojokerto berkumpul dalam
angkut FTK untuk
-
menentukan
jadwal dan biaya
tebang angkut

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
131

Tanggapan Kinerja
No. Kegiatan Lembaga Yang Kewajiban PG Gempolkrep dari
Bermitra Lembaga Yang
Bermitra
9 Pelaksanaan P3GI Menginformasikan
Menurut Ibu Sih
kerjasama “….PG
dan berkonsultasi
dan Gempolkrep
mengenai update
pelatihan, sudah cukup baik
teknologi
taksasi dalam teknologi,
budidaya tebu
persediaan terbukti baru saja
pada penyelia
bibit KBP melaksanakan
P3GI, melakukan
pelepasan varietas
permohonan
tebu baru yaitu
sertifikasi KBP
VMC
yang dimiliki76-16
bersama lembaga
lain”
Berdasarkan tanggapan P3GI terhadap kinerja PG Gempolkrep adalah baik.
PG Gempolkrep menjalankan rehabilitasi dan pengembangan tanaman
sendiri/ konsolidasi areal dan pengembangan mitra strategis sesuai rincian
kegiatan Program Swasembada Gula Nasional.
10 Pelaksaan LPP Dalam
pembinaan meningkatkan
dan pelatihan kompetensi
melaksanaan
pembinaan dan
-
pelatihan bagi
pegawai PG
Gempolkrep dan
mitra lain yang
membutuhkan
Sumber : Data Olahan Berdasarkan Informasi Informan, 2011

Berdasarkan data olahan pada Tabel 17. bila dibandingkan dengan

visi dan misi PG Gempolkrep seperti yang dibawah ini, maka bisa dinilai

PG Gempolkrep sudah cukup mendedikasikan diri untuk selalu

meningkatkan kepuasan stakeholder dengan kerjasama tim yang baik,

sehingga kelembagaan yang komprehensif dapat tercipta.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
132

5.3.3.2. Peranan dan Kinerja Petani PG Gempolkrep

Petani adalah salah satu faktor sentral dalam budidaya tebu. Petani

sangat bergantung dari hasil tumbuhnya tanaman tebu yang merupakan

bahan baku utama pembuatan gula dan tetes.

PG Gempolkrep memiliki wilayah kerja di 3 Kabupaten dan 1 Kota,

yaitu Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Jombang, Kabupaten Lamongan,

serta Kota Mojokerto. Total petani di PG Gempolkrep adalah 3467 orang.

Pada Tabel 18. akan ditunjukkan jumlah petani di masing-masing

Kabupaten dan Kota, serta kisaran luas lahan yang garapannya.

Tabel 18. Data Jumlah Petani dan Kisaran Luas Lahan Petani PG
Gempolkrep
Jumlah Luas Lahan Petani (Ha)
No. Wilayah Petani
<2 2-5 >5
(orang)
1 Kab. Mojokerto 2179 123 1652 404
2 Kota Mojokerto 120 3 92 25
3 Kab. Jombang 786 30 529 227
4 Kab. Lamongan 382 15 342 25
Total Petani 3467 171 2615 681
Sumber : Data Olahan Bagian QC dan Litbang PG Gempolkrep, 2011

Berdasarkan Tabel 18. dapat diketahui bahwa potensi petani tebu

PG Gempolkrep ada di wilayah Kabupaten Mojokerto dengan jumlah 2179

orang atau sekitar 62% dari total petani PG Gempolkrep. Hal ini

dimungkinkan karena lokasi PG Gempolkrep sendiri berada di Kabupaten

Mojokerto. Berdasarkan informasi dari Bapak Epa Bagian TU Hasil (2011),

pada umumnya petani dapat memilih konsumen pembeli tebu yang

dihasilkannya dengan beberapa alasan, antara lain :

1. Lokasi Pabrik Gula yang paling terdekat dengan lokasi kebun tebunya.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
133

2. Lokasi Pabrik Gula yang strategis, memudahkan transportasi dan

proses tebang angkut.

3. Pelayanan Pabrik Gula yang prima, baik segi teknis maupun

permodalan.

Oleh karena itu salah satu alasan pelayanan Pabrik Gula dapat

menentukan pilihan petani dalam melakukan perjanjian kontrak kerjanya.

Pada Tabel 18. juga menunjukkan adanya 171 petani atau sekitar

4,93% yang memiliki lahan kurang dari 2 Ha. Padahal sesuai keputusan,

hanya petani tebu yang menggarap kebun seluas minimal 2 Ha yang

mendapatkan bantuan fasilitas kredit. Maka dari itu petani memutuskan

untuk bersama membentuk kelompok tani dalam mendaftarkan diri dan

melakukan kontrak kerja kepada PG Gempolkrep, sehingga nantinya juga

merasakan bantuan permodalan dari Bank Pelaksana/ Bank Pemberi

Kredit melalui fasilitas KKPE, PMUK atau PKBL.

Petani dalam melaksanakan kemitraan ini tetap harus memenuhi

persyaratan yang ditentukan PG Gempolkrep. Awalnya berdasarkan

rekomendasi dari petugas penyuluh lapangan (PPL) Hutbun Kabupaten

Mojokerto dan Sinder Kebun Wilayah (SKW) PG Gempolkrep, PG

Gempolkrep memilah atau break down areal yang berpotensi sebagai

Calon Petani Calon Lahan (CPCL). Kemudian setiap petani mendaftarkan

arealnya kepada PG Gempolkrep sebagai CPCL, setelah pengajuan areal

akan diukur luas lahannya oleh juru gambar menggunakan alat GPS

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
134

(Global Positioning System). Setelah itu penandatanganan perjanjian

kerjasama antara PG Gempolkrep, koperasi dan petani tebu itu sendiri.

Petani tidak hanya bermitra dengan PG Gempolkrep dan koperasi,

namun juga dengan APTR, Disbun Propinsi Jawa Timur, Dishutbun

Kabupaten Mojokerto, P3GI, LPP, dan BBP2TP Surabaya, secara

terperinci dalam Tabel 19.

Tabel 19. Peranan dan Kinerja Petani PG Gempolkrep Terhadap


Lembaga Lain
Tanggapan
Lembaga Yang Kinerja Petani
No. Kegiatan Bermitra
Kewajiban dari Lembaga
Yang Bermitra
1 Pendaftaran PG Memenuhi
Menurut Pak
petani Gempolkrep persyaratan
Febri
“……petani di
pendaftaran dan
PG persyaratanGK
umumnya
perjanjian
memenuhi
kontrak yang
persyaratan,
telah disepakati
baik
petani teknis
budidaya dan
non teknis
biaya garap
produksi,
namun
terkadang
kalau tidak
dikontrol petani
suka nakal,
menjual
tebunya di PG
lain, terutama
petani mandiri
yang tidak
terikat kredit di
PG”
Berdasarkan tanggapan PG Gempolkrep terhadap kinerja petani adalah
baik. Petani telah menjalankan pengembangan tanaman dengan
penerapan budidaya standar dan pengembangan kerjasama dengan
Pabrik Gula dan lembaga pendukung lainnya, hal ini sesuai rincian
kegiatan Program Swasembada Gula Nasional.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
135

Tanggapan
Lembaga Yang Kinerja Petani
No. Kegiatan Bermitra
Kewajiban dari Lembaga
Yang Bermitra
2 Penyaluran Koperasi Membayar iuran
Menurut Pak
dana kredit, pokok dan wajib,
Suroto
pupuk, “……petani di
memenuhi
mengelolah KPTR Nira
ketentuan yang
transportasi Mentari sudah
telah disepakati
tebang angkut berjalan sesuai
RAT (Rapat
prosedur,
Anggota
petani
Tahunan) bebas
memilih
koperasi yang
dapat
membantunya
terutama
masalah
permodalan”
Berdasarkan tanggapan Koperasi terhadap kinerja petani adalah baik.
Petani telah menjalankan penguatan organisasi petani dan kemampuan
SDM, hal ini sesuai rincian kegiatan Program Swasembada Gula
Nasional.
3 Penyampaian APTR Menyerahkan Menurut Pak
aspirasi pelelangan gula Jujug
dan tetes “…..petani
kepada APTR, sekarang
diharapkan pintar, sudah
harganya di atas bisa
HPP (Harga mengupdate
Patokan Petani) informasi dari
dari Pemerintah internet, jadi
tidak bisa
dibohongi”
Berdasarkan tanggapan APTR terhadap kinerja petani adalah baik.
Petani telah menjalankan penguatan organisasi petani dan kemampuan
SDM, hal ini sesuai rincian kegiatan Program Swasembada Gula
Nasional.
4 Pembinaan Disbun Mengikuti Menurut Ibu
Teknis Propinsi arahan dari Erna
Jatim perwakilan “……petani
pemerintah sudah
mengikuti
arahan dan ikut
menyukseskan
program
pemerintah”

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
136

Tanggapan
Lembaga Yang Kinerja Petani
No. Kegiatan Bermitra
Kewajiban dari Lembaga
Yang Bermitra
Berdasarkan tanggapan Disbun Propinsi Jatim terhadap kinerja petani
adalah baik. Petani telah menjalankan penguatan organisasi petani,
kemampuan SDM, dan pengembangan kelembagaan petani, hal ini
sesuai rincian kegiatan Program Swasembada Gula Nasional.

5 Pembinaan Dishutbun Mengikuti Menurut Pak


Teknis, Kab. arahan dari Ali Budiono
penentuan Mojokerto perwakilan “…..petani
kebutuhan pemerintah, cukup aktif, tapi
pupuk menyerahkan memang harus
kebutuhan tetap dikontrol
pupuk dalam agar dapat
RDKK memenuhi
kebutuhan gula
nasional”

Berdasarkan tanggapan Dishutbun Kab. Mojokerto terhadap kinerja


petani adalah baik. Petani telah menjalankan penguatan organisasi
petani, kemampuan SDM, dan pengembangan kelembagaan petani, hal
ini sesuai rincian kegiatan Program Swasembada Gula Nasional.

6 Pembinaan P3GI Mengikuti Menurut Ibu


Teknologi arahan untuk Sih “……petani
perkembangan dan petugas
teknologi PTRI di PG
budidaya Gempolkrep
cukup baik
dalam
menerima
masukan dari
kami”

Berdasarkan tanggapan P3GI terhadap kinerja petani adalah baik. Petani


telah menjalankan penguatan organisasi petani, kemampuan SDM, dan
pengembangan kelembagaan petani, hal ini sesuai rincian kegiatan
Program Swasembada Gula Nasional.

7 Pembinaan LPP Mengikuti


Teknis pembinaan baik
untuk sendiri
-
maupun
keluarga petani

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
137

Tanggapan
Lembaga Yang Kinerja Petani
No. Kegiatan Bermitra
Kewajiban dari Lembaga
Yang Bermitra
8 Taksasi kebun BBP2TP Melaksanakan
Menurut Pak
produksi milik Surabaya pengajuan
PH Padang
sendiri (TR) “…..petani PG
sertifikasi bibit
Gempolkrep
tebu untuk KBI
cukup baik
dan KBD milik
menjaga
sendiri (TR)
kemurnian
varietas,
kesehatan
kebun tebunya”
Berdasarkan tanggapan BBP2TP Surabaya terhadap kinerja petani
adalah baik. Petani telah menjaga kemurnian vareitas, merupakan salah
satu wujud peningkatan produktivitas menuju Gerakan Peningkatan
Rendemen 1%, hal ini sesuai rincian kegiatan Program Swasembada
Gula Nasional.
Sumber : Data Olahan Berdasarkan Informasi Informan, 2011

Berdasarkan pada Tabel 19. dapat diketahui bahwa petani di PG

Gempolkrep cukup baik hubungannya dengan lembaga lain. Pada

kenyataan di lapangan terkadang ditemui beberapa petani yang bertindak

curang, terutama petani mandiri yang tidak terikat masalah pendanaan

dari PG Gempolkrep. Hal ini dapat dimungkinkan karena daya beli di

Pabrik Gula yang lain jauh lebih kompetitif.

5.3.3.3. Peranan dan Kinerja APTR (Asosiasi Petani Tebu Rakyat)

APTR adalah salah satu lembaga terpenting yang menentukan

nasib para petani, terutama karena pada lembaga ini petani memberikan

kepercayaan dalam menangani masalah pelelangan hasil produksinya,

baik gula maupun tetes tebu.

APTR di wilayah kerja PG Gempolkrep terbagi menjadi 3 wilayah,

dimana masing-masing petani diberi kebebasan dalam memilih APTR

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
138

yang dipercayakan dalam penjualan hasil produksinya. Terdapat 3 (tiga)

APTR di wilayah kerja PG Gempolkrep, yaitu “

1. APTR Gempolkrep, di daerah Kecamatan Jatirejo Kabupaten

Mojokerto, dengan Ketua Bapak Mardiyanto

2. APTR Tunas Mulya, di daerah Kecamatan Sumobito Kabupaten

Jombang, dengan Ketua Bapak H. Mubin

3. APTR Citra Manis, di daerah Kecamatan Gedeg Kabupaten Mojokerto,

dengan Ketua Bapak Jujug.

Namun dalam penelitian ini berlangsung, kepengurusan masing-masing

APTR sudah berakhir, sehingga kepercayaan peani dalam menjualkan

hasil produksi pada koperasi yang mereka pilih. Hal ini merupakan salah

satu ketidaksesuaian dimana satu lembaga dengan lembaga lain terjadi

overlapping/ tumpang tindih. Berikut pada Tabel 20. akan digambarkan

peranan APTR terhadap lembaga-lembaga yang lain.

Tabel 20. Peranan dan Kinerja APTR Terhadap Lembaga Lain


Tanggapan
Lembaga Yang Kinerja APTR
No. Kegiatan Bermitra
Kewajiban dari Lembaga
Yang Bermitra
1 Penyampaian Petani
Memenuhi Menurut Pak
aspirasi aspirasi petani, Agus
terutama “…..petani lebih
melelangkan mempercayai
hasil produksi pengurus
petani yaitu gula koperasi dalam
dan tetes, penjualan gula
diharapkan dan tetes”
harganya di atas
HPP dari
Pemerintah
Berdasarkan tanggapan Petani terhadap kinerja APTR adalah tidak baik.
APTR tidak menjalankan peningkatan pelayanan, hal ini tidak sesuai
rincian kegiatan Program Swasembada Gula Nasional.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
139

Tanggapan
Lembaga Yang Kinerja APTR
No. Kegiatan Bermitra
Kewajiban dari Lembaga
Yang Bermitra
2 Kerjasama Koperasi Bekerjasama
Menurut Pak
memenuhi dengan
Suroto
kebutuhan “…..sama saja
pengurus
petani yang jual gula
koperasi
dan tetes itu
koperasi atau
APTR, yang
penting tidak
merugikan
petani”
Berdasarkan tanggapan Koperasi terhadap kinerja APTR adalah baik.
Namun dalam pelaksanaannya terjadi ketidaksesuaian, karena terdapat
overlapping tugas dan fungsi antar lembaga.
3 Kerjasama PG Bekerjasama Menurut Pak
memenuhi Gempolkrep dengan PG Febri
kebutuhan Gempolkrep “…..APTR di
petani wilayah kerja
PG
Gempolkrep
kurang optimal
memenuhi
aspirasi petani,
terkadang
hanya sebuah
nama saja
tanpa fungsi”
Berdasarkan tanggapan PG Gempolkrep terhadap kinerja APTR adalah
tidak baik. APTR tidak menjalankan peningkatan pelayanan dan tidak
memiliki kemampuan bekerjasama dengan Pabrik Gula, hal ini tidak
sesuai rincian kegiatan Program Swasembada Gula Nasional.
4 Penjualan Investor Memberi
gula dan tetes jaminan bahwa
gula dan tetes
-
yang dijual
dalam kondisi
baik
Sumber : Data Olahan Berdasarkan Informasi Informan, 2011

Uraian di atas menunjukkan kurang baiknya kinerja APTR di

wilayah kerja PG Gempolkrep, dimana petani yang harus dilindungi

kurang percaya pada lembaga tersebut. APTR di masing-masing Pabrik

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
140

Gula merupakan perpanjangan tangan dari Dewan Gula Indonesia (DGI)

yang berpusat di Jakarta. Dimana struktur organisasi Sekretariat DGI

sudah masuk dalam keorganisasian Kementerian Pertanian Republik

Indonesia dengan Nomer 689.OT.100/A/7/04 tanggal 7 Juli 2004 dan telah

disetujui oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik

Indonesia pada tanggal 3 September 2004. Maka seharusnya APTR di

wilayah kerja PG Gempolkrep memanfaatkan ada perwakilan di Pusat,

sehingga semua aspirasi petani dapat dipenuhi dengan bijaksana.

5.3.3.4. Peranan dan Kinerja Koperasi

Koperasi adalah suatu perkumpulan yang didirikan oleh orang-

orang yang memiliki kemampuan ekonomi terbatas, yang bertujuan untuk

memperjuangkan peningkatan kesejahteraan ekonomi para anggotanya.

Koperasi merupakan bentuk kerjasama bersifat sukarela, yang masing-

masing anggotanya mempunyai hak dan kewajiban yang sama, dengan

resiko dan keuntungan ditanggung dan dibagi secara adil (Anonim, 2004).

Koperasi di wilayah kerja PG Gempolkrep terdiri atas 28 koperasi

dengan bentuk usaha yang berbeda, yaitu Koperasi Tani (KOPTAN),

Koperasi Unit Desa (KUD), dan Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR). Hal

ini terjadi karena tingkat kepercayaan petani kepada koperasi terdahulu

kurang baik, sehingga petani memilih koperasi bukan karena jenis usaha

yang dikelolah, namun berdasarkan dari pelayanan yang diberikan dan

besarnya tingkat kepercayaan. Berikut daftar koperasi di wilayah kerja PG

Gempolkrep pada Tabel 21.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
141

Tabel 21. DaftarKoperasi Wilayah Kerja PG Gempolkrep


Bentuk
No. KOPERASI Kecamatan
Koperasi
1 KOPTAN SURYA ABADI PLOSO
2 KOPTAN TEGUH JAYA KUDU
3 KOPTAN TANI SEJAHTERA NGUSIKAN
4 KUD HIKMAH KESAMBEN
5 KUD KARYA BHAKTI KESAMBEN
6 KUD DEWI SARTIKA SUMOBITO
7 KPTR RS.SEJAHTERA MOJOAGUNG
8 KUD SUMBER REJEKI MOJOAGUNG
9 KPTR ROSAN MAKMUR MANTUP
10 KPTR ROSAN AGUNG KEBANG BAHU
11 KUD TANI JAYA KEMLAGI
12 KUD GEDEG GEDEG
13 KPTR NIRA MENTARI GEDEG
14 KPTR NIRA SEJAHTERA SOOKO
15 KPTR SBR.MANIS PRJURIT KULON
16 KPTR GEDANG SARI MAGERSARI
17 KUD RUKUN TANI JETIS
18 KPTR ROSAN MAPAN JETIS
19 KPTR ROSAN MAKMUR DAWAR
20 KUD TANI BAHAGIA GONDANG
21 KUD USAHA TANI DLANGGU
22 KUD DINOYO JATIREJO
23 KPTR SARI ROSAN JATIREJO
24 KUD SBR. PANGAN PURI
25 KPTR AL-MUBAROQ PURI
26 KUD GOTONG ROYONG MOJOANYAR
27 KUD TANI MAKMUR TROWULAN
28 KPTR WULAN JAYA TROWULAN
Sumber : Data Primer Bagian Tanaman PG Gempolkrep, 2011

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
142

Pada umumnya dalam satu Pabrik Gula bekerjasama dengan 4

hingga 5 koperasi. Banyaknya jumlah koperasi di wilayah kerja PG

Gempolkrep merupakan salah satu keunikan, yang mungkin tidak ditemui

di Pabrik Gula yang lain. Jumlah koperasi yang sangat banyak di wilayah

kerja PG Gempolkrep dapat menjadi suatu keunggulan, karena

menunjukkan efektifitas kelembagaan agribisnis tebu di PG Gempolkrep

yang mampu bekerjasama dengan banyak lembaga. Namun hal ini juga

dapat menjadi kelemahan, dikarenakan dengan banyaknya jumlah

koperasi yang bekerjasama membuat PG Gempolkrep ekstra dalam

mengontrol kinerja koperasi sebagai wujud pertanggungjawaban kepada

Bank Pelaksana/ Bank Pemberi Kredit dan Direksi PTPN X (Persero).

Koperasi dalam menjalankan tugas dan fungsinya melakukan

kemitraan terhadap beberapa lembaga yaitu, PG Gempolkrep, petani,

APTR, Bank Pelaksana/ Bank Pemberi Kredit, Disbun Propinsi Jawa

Timur, Dishutbun Kabupaten Mojokerto, Distributor Pupuk, Dishubkominfo,

Dinas Koperasi & UMKM, dan Investor. Tabel 22. akan diuraikan peranan

koperasi terhadap lembaga-lembaga lain.

Tabel 22. Peranan dan Kinerja Koperasi Terhadap Lembaga Lain


Tanggapan
Lembaga Yang Kinerja Koperasi
No. Kegiatan Bermitra Kewajiban dari Lembaga
Yang Bermitra
1 Kerjasama APTR Bekerjasama Menurut Pak
memenuhi dengan pengurus Jujug
kebutuhan APTR “…..APTR dan
petani koperasi
bekerjasama
dengan baik
dan saling
melengkapi”

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
143

Tanggapan
Lembaga Yang Kinerja Koperasi
No. Kegiatan Bermitra
Kewajiban dari Lembaga
Yang Bermitra
Berdasarkan tanggapan Koperasi terhadap kinerja APTR adalah baik.
Namun dalam pelaksanaannya terjadi ketidaksesuaian, karena terdapat
overlapping tugas dan fungsi antar lembaga.
2 Penyaluran PG Membuat RDKK, Menurut Pak
dana kredit, Gempolkrep bertanggung Roh
pupuk, menyalurkan dana “…..petugas
mengelolah kredit kepada PG
transportasi petani, Gempolkrep
tebang menyalurkan sudah banyak
angkut pupuk kompos sekali
sesuai keb. petani, membantu
menginformasikan pekerjaan
tebang angkut koperasi,
selalu
mengharapkan
kerjasama
yang baik”
Berdasarkan tanggapan PG Gempolkrep terhadap kinerja Koperasi
adalah kurang baik. Dalam pelaksanaannya terjadi ketidaksesuaian,
karena terdapat overlapping tugas dan fungsi antar lembaga.
3 Penyaluran Petani Menyalurkan dana Menurut Pak
dana kredit, kredit kepada Budi “..…kami
pupuk, petani, sudah sangat
mengelolah menyalurkan terbantu oleh
transportasi pupuk sesuai pengurus
tebang kebutuhan petani, koperasi,
angkut, membantu semua
penyediaan transportasi masalah dapat
saprodi, dll tebang angkut, teratasi
membantu dengan baik”
menyediakan
saprodi

Berdasarkan tanggapan Petani terhadap kinerja Koperasi adalah baik.


Koperasi telah melakukan peningkatan pelayanan saprodi dan
penyediaan dana kepada anggota, hal ini tidak sesuai rincian kegiatan
Program Swasembada Gula Nasional.

4 Penyaluran Bank Bertanggungjawab


dana kredit Pelaksana/ atas dana kredit
Bank Pemberi yang disalurkan -
Kredit kepada petani

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
144

Tanggapan
Lembaga Yang Kinerja Koperasi
No. Kegiatan Bermitra
Kewajiban dari Lembaga
Yang Bermitra
5 Pembinaan Disbun
Mengikuti arahan Menurut Bu
teknis Propinsi Jatim
dari perwakilan Erna
pemerintah “…..koperasi di
PG
Gempolkrep
cukup baik”
Berdasarkan tanggapan Disbun Propinsi Jatim terhadap kinerja Koperasi
adalah baik. Koperasi telah melakukan peningkatan pelayanan saprodi
dan penyediaan dana kepada anggota, hal ini tidak sesuai rincian
kegiatan Program Swasembada Gula Nasional.
6 Pembinaan Dishutbun Mengikuti arahan Menurut Pak
teknis dan Kab. dari perwakilan Ali Budiono
penyaluran Mojokerto pemerintah, “…..kami
dana kredit bertanggungjawab bekerjasama
PMUK menyalurkan dana baik dengan
kredit PMUK koperasi, tidak
ada kredit
macet”
Berdasarkan tanggapan Dishutbun Kabupaten Mojokerto terhadap
kinerja Koperasi adalah baik. Koperasi telah melakukan peningkatan
pelayanan saprodi dan penyediaan dana kepada anggota, hal ini tidak
sesuai rincian kegiatan Program Swasembada Gula Nasional.
7 Penyaluran Distributor Bertanggungjawab
pupuk Pupuk menyalurkan
-
sesuai pupuk kpd petani
RDKK sesuai RDKK
8 Penentuan Dishubkominfo Bersama dengan
jadwal Kab. lembaga lain
tebang Mojokerto berkumpul dalam
-
angkut FTK menentukan
jadwal dan biaya
tebang angkut
9 Pembinaan Dinas Mengikuti arahan
teknis Koperasi & dari perwakilan -
UMKM pemerintah
10 Penjualan Investor Memberi jaminan
gula dan bahwa gula dan
-
tetes tetes yang dijual
dalam kondisi baik
Sumber : Data Olahan Berdasarkan Informasi Informan, 2011

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
145

Pada Tabel 22. dapat diketahui bagaimana kinerja koperasi-

koperasi yang berada di wilayah kerja PG Gempolkrep. Adanya

ketidaksesuaian peran koperasi dalam kelembagaan agribisnis tebu,

dimana seharusnya yang bertanggung jawab dalam pembuatan RDKK,

namun dalam prakteknya RDKK tersebut dikerjakan oleh petugas PG

Gempolkrep. Fungsi PG Gempolkrep sebagai pengontrol tidak dapat

berfungsi dengan baik, karena PG Gempolkrep membuat dan mengontrol

RDKK yang telah dibuatnya sendiri.

Ketidaksesuaian yang lain terjadi pada proses penjualan gula dan

tetes yang seharusnya merupakan tugas dan tanggung jawab APTR,

namun dalam prakteknya dilakukan oleh koperasi dengan alasan

permintaan anggota/ petani tebu. Hal ini membuat ketidakefektifan kinerja

pada kelembagaan agribisnis tebu di PG Gempolkrep.

Pada penelitian ini, peneliti mengambil sample salah satu koperasi

di wilayah kerja PG Gempolkrep, yaitu KPTR Nira Mentari yang beralamat

di Jalan Raya Gedeg, Desa Gedeg, Kecamatan Gedeg, Kabupaten

Mojokerto. Berbadan hukum mulai tanggal 9 Maret 1999 dengan nomer

15/BH/KDK.13.2/1.2/III/1999. KPTR Nira Mentari memiliki asas dan tujuan

untuk lebih mendorong rasa kekeluargaan dan kegotong-royongan di

kalangan anggota, agar anggota berperan secara aktif dalam

melaksanakan hak dan kewajiban serta tanggung jawab bersama secara

kolektif terhadap kehidupan koperasi, sehingga dapat dirasakan manfaat

bersama. Berikut usaha-usaha koperasi dalam menyujudkan tujuannya :

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
146

a. Mengadakan usaha unit simpan pinjam yang permodalannya dipupuk

dari kalangan modal sendiri maupun dari pihak ketiga.

b. Penyediaan dan penyaluran sarana produksi, barang-barang keperluan

sehari-hari atau unit pertokoan dan jasa-jasa lainnya, bagi keperluan

anggota dan masyarakat pada umumnya.

c. Untuk kepentingan usaha, maka dalam pengembangan usaha tersebut

bisa dilakukan kerjasama, baik dengan atau perorangan anggota,

maupun melalui badan usaha lain, dengan mengadakan suatu kontrak

kerjasama yang saling menguntungkan kedua belah pihak.

Dari bentuk konkret diatas, menunjukkan tujuan utama koperasi adalah

menyejahterakan dan berusaha memenuhi semua keperluan anggotanya,

hal ini telah dilakukan oleh KPTR Nira Mentari, walaupun terkadang

membuat terjadinya overlapping dengan lembaga lain.

Pada Tabel 22. menunjukkan kegiatan penjualan gula dan tetes

pada investor yang merupakan salah satu kegiatan ketidaksesuaian

koperasi, dan berikut gambaran mekanisme pelelangan yang dilakukan

setiap musim giling :

Petani Koperasi Investor PG Gempolkrep Koperasi

Memberikan kuasa Melakukan MoU Mentransfer Realisasi setelah


pembelian gula dana pemotongan beban
dan tetes talangan petani/ kredit

Gambar 20. Mekanisme Pelelangan Gula dan Tetes tebu

Catatan : Dana talangan ditransferkan sebelum gula dan tetes diproduksi untuk meningkatkan
posisi daya tawar petani, mengamankan kepentingan petani karena harga minimal penjualan sama
dengan HPP yang ditentukan oleh Pemerintah.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
147

5.3.3.5. Peranan dan Kinerja Bank Pelaksana/ Bank Pemberi Kredit

Berdasarkan pada Undang-Undang No.23 Tahun 1999 tentang

Bank Indonesia dan LoI antara pemerintah Indonesia dan IMF maka :

1. Bank Indonesia tidak lagi menyalurkan kredit program.

2. Pola penyaluran tidak lagi melalui pola chanelling tetapi pola executing

3. Tingkat bunga yang diberikan kepada petani adalah suku bunga pasar

(komersil).

Upaya pemerintah memberikan kredit pertanian guna mendorong

pembangunan sektor pertanian namun tetap sejalan dengan ketentuan

dimaksud, maka Kementerian Pertanian dengan didukung beberapa bank

berinisiatif menyediakan skema kredit baru yaitu KKPE (Singgih, 2009).

Sedangkan kredit PMUK merupakan salah satu wujud pemerintah propinsi

dan daerah dalam mendorong program “Akselerasi Peningkatan

Produktivitas Gula Nasional 2009”, dengan kegiatan rawat dan bongkar

ratoon. Sedangkan PKBL diberikan sebagai wujud peningkatan

kesejahteraan di sekitar wilayah kerja PTPN X (Persero) pada umumnya.

Berikut plafon kredit dan realisasi TR Tahun 2011 pada Tabel 23.

Tabel 23. Plafon Kredit dan Realisasi TR MT. 2010/2011


No. Jenis Kredit Plafon (Rp) Realisasi (Rp)
1 KKPE 74.734.687.000 8.308.073.850
2 PKBL 43.328.095.000 6.200.842.940
3 PMUK 18.547.069.942 3.177.340.000
Total 136.609.851.942 17.686.256.790
Persentase realisasi yang diambil (%) 12,95
Sumber : Data Olahan Bagian Tanaman PG Gempolkrep, 2011

Berdasarkan Tabel 23. dapat dilihat bahwa dana kredit PMUK

adalah yang fasilitas kredit yang terkecil diambil oleh petani, hal ini

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
148

dimungkinkan dapat menunjukkan kinerja pengelolanya yaitu Pemerintah

Propinsi dan Daerah. Menurut informasi petani Pak Agus “…..dana kredit

PMUK memang langsung cair dari rekening koperasi, jadi memudahkan

dalam proses pengambilan, namun terkadang cairnya agak terhambat

menjadi akhir tahun karena sifat permodalan dana kredit PMUK ini adalah

dana guliran, pengembalian kredit tahun sebelumnya”. Pada Tabel 24.

akan diuraikan peranan bank terhadap lembaga-lembaga lain.

Tabel 24. Peranan dan Kinerja Bank Pelaksana/ Bank Pemberi Kredit
Terhadap Lembaga Lain
Tanggapan
Lembaga Yang Kinerja Bank dari
No. Kegiatan Bermitra
Kewajiban Lembaga Yang
Bermitra
1 Penentuan PTPN X Menyalurkan
plafon (Persero) dana ke
berdasarkan rekening PG
MoU Gempolkrep
sesuai -
kebutuhan yang
telah
dipersyaratkan

2 Penyaluran PG Bekerjasama Menurut Pak


dana kredit Gempolkrep dengan baik Epa “……Bank
agar memberikan
meningkatkan pelayanan
kepercayaan terbaiknya,
Bank Pelaksana/ karena dengan
Bank Pemberi adanya kredit
Kredit ini keuangan di
internal bank
berputar”

Berdasarkan tanggapan PG Gempolkrep terhadap kinerja Bank


Pelaksana/ Bank Pemberi Kredit adalah baik. Bank telah melakukan
peningkatan pelayanan kredit modal kerja dan menciptakan pola kredit
berjangka panjang, hal ini sesuai rincian kegiatan Program Swasembada
Gula Nasional.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
149

Tanggapan
Lembaga Yang Kinerja Bank dari
No. Kegiatan Bermitra
Kewajiban Lembaga Yang
Bermitra
3 Penyaluran Koperasi
Bekerjasama Menurut Pak
dana kredit dengan baik Mubin “…..kami
agar berterimaksih
meningkatkan atas bantuan
kepercayaan peminjaman
Bank Pelaksana/ kredit untuk
Bank Pemberi petani”
Kredit
Berdasarkan tanggapan Koperasi terhadap kinerja Bank Pelaksana/
Bank Pemberi Kredit adalah baik. Bank telah melakukan peningkatan
pelayanan kredit modal kerja dan menciptakan pola kredit berjangka
panjang, hal ini sesuai rincian kegiatan Program Swasembada Gula
Nasional.
Sumber : Data Olahan Berdasarkan Informasi Informan, 2011

Berdasarkan Tabel 24. dapat diketahui dari semua lembaga yang

bermitra telah memberikan respon yang baik kepada bank. Hal ini dapat

menunjukkan performa kinerja Bank Pelaksana/ Bank Pemberi Kredit

yang prima dalam memenuhi semua keinginan pelanggannya.

5.3.3.6. Peranan Forum Temu Kemitraan (FTK)

Forum Temu Kemitraan (FTK) merupakan pertemuan rutin yang

diadakan selama musim giling yang bertujuan mengantisipasi

permasalahan tang timbul selama musim giling. Secara garis besar FTK

terdiri dari dua bagian, yaitu persiapan giling dan evaluasi giling.

Persiapan giling diadakan beberapa kali menjelang musim giling dan

dihadiri oleh Administratur, Kepala Tanaman, Kepala AKU, Kepala

Pengolahan, Kepala Instalasi, Kepala QC, SKK, SKW, TU Hasil PG

Gempolkrep, Perwakilan Dishutbun Kabupaten Mojokerto, Perwakilan

Dishubkominfo Kabupaten Mojokerto, Perwakilan Bank BRI, Perwakilan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
150

Bank Mandiri, Ketua/ Pengurus Koperasi, Ketua/ Pengurus APTR,serta

perwakilan petani tebu rakyat di wilayah kerja PG Gempolkrep. Dalam

FTK yang menjadi Ketua FTK adalah Administratur PG Gempolkrep dan

sebagai Sekretaris adalah Dishutbun Kabupaten Mojokerto.

Kegiatan FTK sendiri terdapat ketidaksesuaian, dimana sebagai

Sekretaris FTK Perwakilan Dishutbun tidak pernah menjadwalkan dan

membuat undangan pelaksanaan pertemuan ini. Semua yang berinisiatif

dan menjalankan berdasarkan jadwal yang ada di PG Gempolkrep,

sehingga Dishutbun hanya mengikuti jadwal yang sudah ditentukan. Hal

ini juga merupakan salah satu bentuk yang memungkinkan

ketidakefektifan pada kelembagaan agribisnis tebu di wilayah kerja PG

Gempolkrep. FTK dilakukan 2 kali dalam sebulan bila pada musim giling,

dan sekali dalam sebulan bila di luar musim giling.

5.3.3.7. Peranan Forum Temu Kemitraan Wilayah (FTKW)

Forum Temu Kemitraan Wilayah (FTKW) merupakan pertemuan

rutin seperti FTK, namun dilaksanakan di tingkat wilayah. Peserta

pertemuan yang menghadiri adalah SKW, Petugas PTRI PG Gempolkrep,

PPL-Hutbun Dishutbun Kabupaten Mojokerto, Pengurus Koperasi,

Perwakilan Petani masing-masing wilayah kecamatan. Pada umumnya

pertemuan dilakukan sebelum atau sesudah pelaksanaan FTK, karena

FTKW memiliki tanggungjawab sebagai berikut :

a. Melaksanakan keputusan-keputusan FTK, yang selanjutnya

disesuaikan dengan kondisi masing-masing wilayah

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
151

b. Menjabarkan lebih terperinci tentang kegiatan operasional di lapangan,

antara lain kebutuhan bibit, pupuk, biaya garap, dan tebang angkut

c. Menyelesaikan masalah-masalah yang timbul di lapangan.

Pelaksanaan FTKW juga dilakukan 2 kali dalam sebulan bila pada

musim giling, dan sekali dalam sebulan bila di luar musim giling dengan

Ketua Pelaksana adalah SKW PG Gempolkrep dan Sekretarisnya adalah

PPL-Hutbun Dishutbun Kabupaten Mojokerto.

5.3.4. Lembaga Bersifat Mikro

5.3.4.1. Peranan dan Kinerja PTPN X (Persero)

PT Perkebunan Nusantara X (Persero) adalah salah satu

Perusahaan Perkebunan BUMN, yang pada operasinya dibawah naungan

Kementerian BUMN Republik Indonesia. PTPN X (Persero) yang

beralamatkan di Jalan Jembatan Merah No.3-9, Surabaya memiliki 11

Pabrik Gula yang tersebar di wilayah Propinsi Jawa Timur.

PTPN X (Perero) memiliki budaya kerja “Cepat, Cekatan, Cerdas,

Cermat dan Citra”, bersama dengan kesebelas Pabrik Gula bertujuan

melakukan usaha di bidang Agrobisnis dan Agroindustri serta optimalisasi

pemanfaatan sumberdaya perseroan untuk menghasilakan barang

dan/jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat, dan mengejar

keuntungan guna meningkatkan nilai perseroan dengan menerapkan

prinsip-prinsip Perseroan Terbatas (sesuai yang tercantum dalam

Anggaran Dasar No.47 tanggal 13 Agustus 2008).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
152

Pada kelembagaan agribisnis tebu di wilayah kerja PG

Gempolkrep, PTPN X (Persero) bermitra dengan lembaga lain. Secara

rinci akan diuraikan pada Tabel 25.

Tabel 25. Peranan dan Kinerja PTPN X (Persero) Terhadap Lembaga Lain
Tanggapan Kinerja
Lembaga
PTPN X (Persero)
No. Kegiatan Yang Kewajiban dari Lembaga Yang
Bermitra
Bermitra
1 Koordinasi PG MemerintahkanMenurut Pak
kegiatan Basuki “…..kami
Gempolkrep sesuai visi, misi,
serta tujuan adalah
perusahaan perpanjangan
tangan PTPN X,
sehingga segala
sesuatunya
harus dilaporkan”
Berdasarkan tanggapan PG Gempolkrep terhadap kinerja PTPN X
(Persero) adalah baik. PTPN X (Persero) melakukan optimalisasi dengan
peningkatan kapasitas pabrik selektif dan bertahap, hal ini sesuai rincian
kegiatan Program Swasembada Gula Nasional.
2 Penentuan Bank Mempertanggung
plafon Pelaksana/ jawabkan semua
berdasarkan Bank dana yang
MoU Pemberi dipinjam petani
-
Kredit untuk pengolahan
budidaya tebu

3 Koordinasi Disbun Bersama Menurut Ibu Erna


perkembangan Propinsi meningkatkan “…...bekerjasama
perkebunan Jatim kesejahteraan dengan PTPN X
dan petani tebu, dan seperti
membahas bertanggungjawab bekerjasama
penyaluran atas suksesnya dengan teman
kredit PMUK program sekantor,
pemerintah hubungannya
swasembada gula sangat baik”
Berdasarkan tanggapan Disbun Propinsi Jatim terhadap kinerja PTPN X
(Persero) adalah baik. PTPN X (Persero) melakukan pengembangan mitra
strategis serta peningkatan profesionalisme pengolalaan bisnis melalui
good corporate governence, hal ini sesuai rincian kegiatan Program
Swasembada Gula Nasional.
Sumber : Data Olahan Berdasarkan Informasi Informan, 2011

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
153

Menurut Anonim (2010)f, prinsip usaha perkebunan tidak hanya

bertujuan untuk meningkatkan pendapatan bagi negara, melainkan juga

untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan pekerja perkebunan serta

masyarakat pada umumnya. Disamping itu usaha perkebunan juga

bertujuan untuk turut serta memelihara kelestarian lingkungan hidup.

Apabila melihat kewajiban seperti pada Tabel 25, maka dapat didiketahui

bahwa PTPN X (Persero) telah mencerminkan prinsip falsafah “Tri

Dharma Perkebunan” yang menjadi landasan bagi pembangunan

perkebunan di Indonesia, khususnya bagi perusahaan perkebunan milik

negara.

5.3.4.2. Peranan dan Kinerja Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur

Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur adalah fasilitator

pembangunan perkebunan di Propinsi Jawa Timur, bersama

kelembagaan agribisnis berusaha mewujudkan pembangunan agribisnis

perkebunan yang berkelanjutan melalui penerapan good agriculture

practices dan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya secara efisien dan

efektif; meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia perkebunan

yang memiliki kemampuan teknis; meningkatkan akses terhadap informasi

pasar, teknologi, permodalan, sarana prasarana bagi masyarakat

perkebunan; serta meningkatkan nilai tambah produk perkebunan di

sentra-sentra produksi (Anonim, 2010d).

Usaha Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur menjalin kerjasama

dengan lembaga-lembaga lain yang dapat dilihat pada Tabel 26.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
154

Tabel 26. Peranan dan Kinerja Disbun Prop. Jawa Timur Terhadap
Lembaga Lain
Tanggapan
Kinerja Disbun
Lembaga Yang
No. Kegiatan Bermitra
Kewajiban Prop. Jawa Timur
dari Lembaga
Yang Bermitra
1 Koordinasi PTPN X Berkoordinasi
perkembangan (Persero) dalam upaya
perkebunan meningkatkan
dan kesejahteraan
membahas petani tebu, dan -
penyaluran mengontrol
kredit PMUK pendistribusian
dana PMUK

2 Koordinasi Dishutbun
Bersama Menurut Pak
kegiatan di Kab.berkoordinasi Ali Budiono
lapangan Mojokerto
mengawal “…..hubungan
program koordinasi dan
akselerasi komunikasi
peningkatan dengan disbun
produktivitas berjalan baik”
gula nasional
2009
Berdasarkan tanggapan Dishutbun Kabupaten Mojokerto terhadap
kinerja Disbun Propinsi Jawa Timur adalah baik. Disbun Propinsi Jawa
Timur bersama dalam melakukan pengembangan melanjutkan program
akselerasi peningkatan produktivitas gula dan sekaligus dukungan
penyediaan pendanaannya, hal ini sesuai rincian kegiatan Program
Swasembada Gula Nasional.
3 Pembinaan Petani tebu Memberikan Menurut Pak
Teknis rakyat bimbingan dan Budi “…..yang
pembinaan biasa
dalam membantu
mewujudkan dalam
pembangunan menyelesaikan
agribisnis masalah di
perkebunan lapangan
yang adalah petugas
berkelanjutan PTRI bukan
dan yang petugas
memiliki Disbun”
kemampuan
teknis

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
155

Tanggapan
Kinerja Disbun
Lembaga Yang
No. Kegiatan Bermitra
Kewajiban Prop. Jawa Timur
dari Lembaga
Yang Bermitra
Berdasarkan tanggapan petani terhadap kinerja Disbun Propinsi Jawa
Timur adalah kurang baik. Disbun Propinsi Jawa Timur melanjutkan
program akselerasi peningkatan produktivitas gula dan sekaligus
dukungan penyediaan pendanaannya, serta mendukung semua
kebijakan perkreditan untuk modal dan investasi, namun terkadang
penerapan dilapangan belum optimal.
4 Pembinaan Koperasi Memberikan Menurut Pak
teknis bimbingan dan Suroto
pembinaan “….pihak
Disbun selalu
siap bila diajak
konsultasi”
Berdasarkan tanggapan Koperasi terhadap kinerja Disbun Propinsi Jawa
Timur adalah baik. Disbun Propinsi Jawa Timur melanjutkan program
akselerasi peningkatan produktivitas gula dan sekaligus dukungan
penyediaan pendanaannya, serta mendukung semua kebijakan
perkreditan untuk modal dan investasi, hal ini sesuai rincian kegiatan
Program Swasembada Gula Nasional.
Sumber : Data Olahan Berdasarkan Informasi Informan, 2011.

Berdasarkan Tabel 26. dapat dilihat peran Disbun masih belum

optimal. Hal ini dapat ditunjukkan dari tanggapan para petani terhadap

lembaga ini. Apabila dicross-chekan dengan visi dan misi seperti di

bawah, dimungkinkan kurangnya koordinasi di lapisan bawah namun

berkoordinasi baik dengan manajemen lapisan atas di beberapa lembaga.

Berikut visi dan misi Disbun Propinsi Jawa Timur :

Visi :

Terwujudnya peningkatan produksi, produktivitas dan kualitas komoditas

perkebunan, yang berdaya saing tinggi dan berkelanjutan, melalui

pengembangan sistem agrobisnis, agroindustri untuk kesejahteraan

petani.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
156

Misi :

Untuk mencapai harapan yang terkandung dalam visi pembangunan

perkebunan, maka ditetapkan misi, yaitu : mewujudkan pembangunan

agribisnis perkebunan yang berkelanjutan melalui penerapan good

agriculture practices dan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya secara

efisien dan efektif; meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia

perkebunan yang memiliki kemampuan teknis; meningkatkan akses

terhadap informasi pasar, teknologi, permodalan, sarana prasarana bagi

masyarakat perkebunan; meningkatkan nilai tambah produk perkebunan

di sentra-sentra produksi.

5.3.4.3. Peranan dan Kinerja Dinas Kehutanan dan Perkebunan


Kabupaten Mojokerto

Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mojokerto

(Dishutbun) merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah pusat

dalam wujud peningkatan kesejahteraan petani. Oleh karena itu Dishutbun

berupaya melaksanakan teknik pembinaan terhadap petani tebu yang

bergabung dalam wilayah Kabupaten Mojokerto, salah satunya dengan :

a. Penyuluhan Pertanian.

Kegiatan penyuluhan pertanian melibatkan PPL Kehutanan dan

Perkebunan Dishutbun Kabupaten Mojokerto. Dalam waktu sebulan

bersama petugas PTRI dari PG Gempolkrep dan perwakilan dari pihak

koperasi mengadakan FTKW (Forum Temu Kemitraan Wilayah). Di

Kabupaten Mojokerto, penyuluhan yang sering dilakukan menggunakan

pendekatan terhadap anggota masing-masing koperasi di tiap wilayah.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
157

Pada Tabel 27. menunjukkan daftar nama penyuluh Kehutanan dan

Perkebunan Dishutbun Kabupaten Mojokerto Wilayah PG Gempolkrep

Tahun 2010-2011.

Tabel 27. Daftar Nama Penyuluh Kehutanan dan Perkebunan Dishutbun


Kab. Mojokerto Wilayah PG Gempolkrep Tahun 2010-2011.
No. Kecamatan Nama Petugas
Sediyono, SP
1 Kemlagi Afandi, SP
Hariyanto, SP
Fauzan, SP
2 Gedeg
Suryadana
Rusmawan, SP
3 Sooko
Sutramono Rini, SP
M. Syakur, SP
4 Mojoanyar
Ferita, SP
5 Jetis Nuryanto, BSc
Ngainan, SP
6 Dawar
Rochmad, SP
Ir. Hartono
7 Gondang
Kusnanto, SP
Setyo Dwi Darto, SP
8 Jatirejo Eko Rusmawanto, SP
Supriyo, SP
Sisman, SP
9 Dlanggu
Bambang Wahono, SP
Wijiyati, SP
10 Puri
Nikmatul Nikmah, SP
Waras, SP
11 Trowulan
Hendro Subagiyo, SP
Sumber : Data Primer Pelayanan dan Pengolahan Data Dishutbun
Kabupaten Mojokerto , 2011

b. Pembinaan Teknis

Pembinaan teknis yang disampaikan kepada petani menyangkut

penerapan budidaya usaha tani tebu. Petani diharapkan menghasilkan

tebu yang berkualitas tinggi dan tepat waktu panen. Pelaksanaan

pembinaan teknis biasanya dilakukan bersamaan dengan penyuluhan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
158

dalam FTKW. Pada pelaksanaan pembinaan teknis ini terdapat beberapa

kegiatan, antara lain penyediaan lahan percontohan sendiri, dengan

maksud sebagai kegiatan peragaan petak contoh yang dapat menjadi

tempat latihan penerapan budidaya dan sebagai tolak ukur penerapan

teknologi pada petani. Sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan ini adalah

peningkatan pengetahuan dan ketrampilan petani tebu.

Dishutbun Kabupaten Mojokerto dalam menjalankan kelembagaan

agribisnis tebu memiliki peran terhadap lembaga lain, seperti Tabel 28.

Tabel 28. Peranan dan Kinerja Dishutbun Kab Mojokerto Terhadap


Lembaga Lain
Tanggapan
Kinerja
Lembaga Yang Dishutbun Kab.
No. Kegiatan Bermitra Kewajiban Mojokerto dari
Lembaga Yang
Bermitra
1 Koordinasi PG Berkoordinasi
Menurut Pak
perkembangan Gempolkrep dalam upaya
Basuki
perkebunan “….Dishutbun
meningkatkan
dan kadang terlalu
kesejahteraan
membahas lama, selalu
petani tebu
penyaluran terlambat
dalam
kredit PMUK dalam
pertemuan rutin
FTKmengupdate
kondisi di
lapangan”
Berdasarkan tanggapan PG Gempolkrep terhadap kinerja Dishutbun
Kabupaten Mojokerto adalah tidak baik. Dishutbun Kabupaten Mojokerto
kurang menunjukkan peningkatan pelayanan untuk memperoleh
informasi dan kebijakan, hal ini tidak sesuai Program Pemerintah.
2 Koordinasi Disbun Bersama Menurut Ibu
kegiatan di Propinsi berkoordinasi Erna
lapangan Jawa Timur mengawal “….hubungan
program koordinasi dan
akselerasi komunikasi
peningkatan dengan
produktivitas dishutbun
gula nasional berjalan baik”
2009

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
159

Tanggapan
Kinerja
Lembaga Yang Dishutbun Kab.
No. Kegiatan Bermitra
Kewajiban Mojokerto dari
Lembaga Yang
Bermitra
Berdasarkan tanggapan Disbun Propinsi Jawa Timur terhadap kinerja
Dishutbun adalah baik, dimana bersama dalam melakukan
pengembangan melanjutkan program akselerasi peningkatan
produktivitas gula dan sekaligus dukungan penyediaan pendanaannya,
hal ini sesuai Program Swasembada Gula Nasional.
3 Pembinaan Petani tebu Memberikan Menurut Pak
Teknis rakyat bimbingan dan Agus
pembinaan “.…petugas
dalam PPL Hutbun
mewujudkan datang ke
pembangunan lapangan bila
agribisnis mendekati
perkebunan realisasi pupuk,
yang bial kegiatan
berkelanjutan lain kurang
dan yang aktif”
memiliki
kemampuan
teknis
Berdasarkan tanggapan petani terhadap kinerja Dishutbun Kabupaten
Mojokerto adalah kurang baik. Dishutbun melanjutkan program
akselerasi peningkatan produktivitas gula dan sekaligus dukungan
penyediaan pendanaannya, serta mendukung semua kebijakan
perkreditan untuk modal dan investasi, namun terkadang penerapan
dilapangan belum optimal.

4 Pembinaan Koperasi Memberikan Menurut Pak


teknis bimbingan dan Suroto
pembinaan “….pihak
Dishutbun
selalu siap bila
diajak
konsultasi”

Berdasarkan tanggapan Koperasi terhadap kinerja Dishutbun Kabupaten


Mojokerto adalah baik. Dishutbun telah melanjutkan program akselerasi
peningkatan produktivitas gula dan sekaligus dukungan penyediaan
pendanaannya, serta mendukung semua kebijakan perkreditan untuk
modal dan investasi, hal ini sesuai rincian kegiatan Program
Swasembada Gula Nasional.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
160

Tanggapan
Kinerja
Lembaga Yang Dishutbun Kab.
No. Kegiatan Bermitra
Kewajiban Mojokerto dari
Lembaga Yang
Bermitra
5 Penyaluran Distributor
Mengawal dan
subsidi pupuk Pupuk
mengkontrol
penyaluran
pupuk sesuai -
dengan petani
yang
membutuhkan
Sumber : Data Olahan Berdasarkan Informasi Informan, 2011

Berdasarkan Tabel 28. dan apabila dicross-chekan dengan visi

Dishutbun Kabupaten Mojokerto tahun 2011-2015 yang berbunyi

“terwujudnya peningkatan konservasi sumber daya alam, produktivitas

perkebunan yang berwawasan agribisnis dan pemberdayaan sumber

daya manusia”, maka visi Dishutbun dikatakan berhasil. Karena pada

umumnya sumber daya manusia/ petani di wilayah kerja PG Gempolkrep

sudah cukup baik, namun tetap membutuhkan kontrol dan pembinaan

agar agribisnis tebu di wilayah tersebut dapat tercipta lebih baik.

5.3.4.4. Peranan dan Kinerja Investor

Investor adalah pemberi dana talangan kepada petani. Investor

diharapkan dapat membantu meningkatkan kesejahteraan petani dengan

membeli gula diatas HPP (Harga Patokan Petani) yang dikeluarkan oleh

pemerintah. Menurut Menteri Pertanian (2011), HPP Gula seharusnya

bisa sekitar 1,5 dari HPP gabah. Untuk masa giling tahun 2010 HPP Gula

sebesar Rp. 6.350,-.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
161

Waktu pelelangan dilakukan secara bersamaan tepat pada saat

proses tebang angkut. Pelelangan dilakukan oleh koperasi dan APTR

untuk mendapatkan investor gula dan tetes yang memiliki daya beli

tertinggi. Berdasarkan informasi Pak Jujug (2011), “….sekali proses

pelelangan, umumnya dihadiri sekitar 30 investor. Setelah didapat

investor, dari pembayaran investor itu lah yang memberikan dana

talangan (uang pembayaran gula/ tetes, namun gula/ tetes masih di

gudang PG, baru diambil setelah gula/ tetes siap konsumsi) ke nomer

rekening PG Gempolkrep. Dana talangan ini yang menolong petani dala

membiayai proses produksinya”.

Informasi dari Bapak Jujug (2011), menunjukkan bahwa investor

memiliki peranan yang penting bagi kelangsungan hidup petani. Proses

selanjutnya akan dilakukan oleh pihak PG Gempolkrep, dimana TU Hasil

akan merealisasikan dana talangan kepada masing-masing koperasi

setelah dilakukan pemotongan pinjaman/ beban petani kepada PG

Gempolkrep. Berikut peran investor dalam kelembagaan agribisnis tebu

terhadap lembag lain pada Tabel 29.

Tabel 29. Peranan dan Kinerja Investor Terhadap Lembaga Lain


Tanggapan
Lembaga Yang Kinerja Investor
No. Kegiatan Bermitra Kewajiban dari Lembaga
Yang Bermitra
1 Penjualan APTR Mengikuti semua
Menurut Pak
gula dan tetes persyaratan dan
Jujug
“...investor bisa
ketentuaan saat
menjaga harga
pelelangan
pasar”
Berdasarkan tanggapan APTR terhadap kinerja investor adalah baik.
Peran investor tidak tercantum pada kegiatan Program Swasembada
Gula Nasional.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
162

Tanggapan
Lembaga Yang Kinerja Investor
No. Kegiatan Bermitra
Kewajiban dari Lembaga
Yang Bermitra
2 Penjualan Koperasi
Membayar Menurut Pak
gula dan tetes sesuai Ponidi
kesepatakan “…selama ini
dalam lancar-lancar
pelelangan saja”
Berdasarkan tanggapan APTR terhadap kinerja investor adalah baik.
Peran investor tidak tercantum pada kegiatan Program Swasembada
Gula Nasional.
Sumber : Data Olahan Berdasarkan Informasi Informan, 2011

Berdasarkan Tabel 29. menunjukkan peran investor tidak tertalu

banyak, namun cukup signifikan dalam mempengaruhi kesejahteraan

petani tebu. Hal ini dikarenakan berhubungan dengan besarnya

pendapatan yang akan diterima oleh petani tebu, sehingga dapat

membantu pembiayaan atau modal operasional musim tanam berikutnya.

5.3.4.5. Peranan dan Kinerja Distributor Pupuk

Distributor pupuk adalah salah satu koperasi yang ditunjuk untuk

menyalurkan semua kebutuhan pupuk subsidi di wilayah pertanian

Kabupaten Mojokerto, salah satunya bagi petani tebu PG Gempolkrep.

Petani di wilayah kerja PG Gempolkrep menggunakan pupuk yaitu :

ZA, ponska, dan kompos. Pupuk ZA dan ponska yang digunakan adalah

pupuk bersubsidi dari pemerintah untuk meringankan biaya operasional

petani tebu, namun dalam permintaan penggunaan pupuk bersubsidi ini

dibutuhkan tanda tangan PPL Hutbun sebagai bukti kontrol pemerintah

dalam penyaluran pupuk bersubsidi. Sedangkan untuk pemenuhan

kebutuhan pupuk kompos didapat dari produksi internal PG Gempolkrep.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
163

Pada Tabel 30. ditunjukkan proporsi pupuk yang digunakan petani di

wilayah kerja PG Gempolkrep :

Tabel 30. Proporsi Pupuk di Wilayah Kerja PG Gempolkrep


No. Jenis Pupuk Proporsi per Ha Lahan
1 ZA 4 kuintal
2 Ponska 5 kuintal
3 Kompos min. 3 ton
Sumber : Data Olahan Bagian Tanaman PG Gempolkrep, 2011

Pada pelaksanaan kelembagaan agribisnis tebu, distributor juga

berperan bagi lembaga yang lain yang ditunjukkan pada Tabel 31.

Tabel 31. Peranan dan Kinerja Distributor Terhadap Lembaga Lain


Tanggapan Kinerja
Lembaga
Distributor dari
No. Kegiatan Yang Kewajiban Lembaga Yang
Bermitra
Bermitra
1 Penyaluran Koperasi Memenuhi
Menurut Pak Suroto
subsidi “….distributor tidak
permintaan pupuk
pupuk bisa
sesuai kebutuhan memenuhi
kebutuhan pupuk,
petani dalam
RDKK sehingga petani
membeli di kios”
Berdasarkan tanggapan Koperasi terhadap kinerja Distributor adalah
tidak baik. Distributor tidak meningkatkan pelayanan penyediaan sarana
dan pemberian kemudahan akses petani memperoleh pupuk dengan
harga terjangkau, tepat jumlah, waktu dan mutu. Hal ini tidak sesuai
dengan rincian kegiatan Program Swasembada Gula Nasional.
2 Penyaluran Dishutbun Bertanggungjawab Menurut Pak Ali
subsidi Kab. untuk dapat Budiono
pupuk Mojokerto menyediakan “…ketidakmampuan
pupuk dan distributor
mendistribusikan memenuhi
sesuai ketentuan kebutuhan petani
memang
menyulitkan”
Berdasarkan tanggapan Dishutbun Kabupaten Mojokerto terhadap
kinerja Distributor adalah tidak baik. Distributor tidak meningkatkan
pelayanan penyediaan sarana dan pemberian kemudahan akses petani
memperoleh pupuk dengan harga terjangkau, tepat jumlah, waktu dan
mutu. Hal ini tidak sesuai dengan rincian kegiatan Program
Swasembada Gula Nasional.
Sumber : Data Olahan Berdasarkan Informasi Informan, 2011

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
164

Berdasarkan Tabel 31. menunjukkan ketidakmampuan distributor

dalam memenuhi permintaan petani. Menurut prosedur pemerintah telah

memberikan bantuan berupa pupuk bersubsidi produksi PT Petrokimia

Gresik setelah petani mengajukan RDKK, namun dalam prakteknya

distributor ini tidak mampu mengirimkan pupuk dan memenuhi semua

permintaan kebutuhan petani di wilayah kerja PG Gempolkrep apabila

tidak membayar terlebih dahulu atau menunggu dicairkannya dana kredit

untuk kebutuhan pupuk (droping pupuk). Oleh karena itu akhirnya petani

memilih membeli pupuk secara langsung di toko-toko pertanian dengan

biaya sendiri. Hal ini merupakan salah satu ketidaksesuaian yang

mempengaruhi kinerja kelembagaan agribisnis tebu di PG Gempolkrep.

5.3.4.6. Peranan dan Kinerja Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah

Dinas Koperasi dan UMKM adalah salah satu bentuk peran

pemerintah dalam meningkatkan potensi kewirausahaan pada usaha kecil

di masyarakat. Hal ini juga diterapkan dalam sistem kelembagaan

agribisnis tebu di PG Gempolkrep.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Mojokerto No.11 Tahun

2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten

Mojokerto, Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Mojokerto mempunyai

fungsi antara lain : (1) perumusan kebijakan teknis bidang koperasi dan

usaha mikro, kecil dan menengah; (2) penyelenggaraan urusan

pemerintahan dan pelayanan umum bidang koperasi dan usaha mikro,

kecil dan menengah; (3) pembinaan dan pelaksanaan tugas bidang

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
165

koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah; (4) pelaksanaan tugas

lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Berdasarkan fungsi diatas, maka Dinas Koperasi & UMKM ikut

berperan dalam kelembagaan agribisnis tebu di wilayah dengan bermitra

kerja terhadap lembaga lain.

Tabel 32. Peranan dan Kinerja Dinas Koperasi& UMKM Terhadap


Lembaga Lain
Tanggapan Kinerja
Lembaga Yang Dinkop & UMKM dari
No. Kegiatan Bermitra
Kewajiban Lembaga Yang
Bermitra
1 Pembinaan Koperasi Memberikan
Menurut Pak
teknis arahan demi
Suroto
“…beberapa kali
perbaikan
Dinas
kinerja Koperasi
kesini
koperasi untuk
memberikan
arahan dan
masukan, namun
kedatangan
mereka seringkali
sewaktu-waktu/
tidak terjadwal”
Berdasarkan tanggapan Koperasi terhadap kinerja Dinas Koperasi &
UMKM adalah baik. Dinas Koperasi & UMKM peningkatan pelayanan, hal
ini sesuai dengan rincian kegiatan Program Swasembada Gula Nasional.
Sumber : Data Olahan Berdasarkan Informasi Informan, 2011

Berdasarkan Tabel 32. dapat diketahui bahwa koordinasi dan

komunikasi antar masing-masing lembaga sangat diperlukan dalam

menerapkan kelembagaan agribisnis, sehingga kinerja masing-masing

lembaga dapat berjalan dengan optimal.

Kelembagaan dalam agribisnis menurut Singgih (2009), berperan

sebagai pendukung aktif dan penghubung antara pusat aktivitas agribisnis

dengan unsur-unsur pendukung lain dalam agribisnis. Dengan adanya

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
166

lembaga-lembaga pendukung ini, segala keperluan dalam agribisnis

seperti penyediaan modal, penyaluran teknologi, pengolahan hasil serta

pembinaa petani dapat terpenuhi.

Kelembagaan terbentuk atas dasar kebutuhan dalam agribisnis

yang berasal dari masyarakat perdagangan dan jasa ataupun dari inisiatif

pemerintah. Kelembagaan yang berasal dari pemerintah ada karena

masyarakat tanggap atas kebutuhan agribisnis dan kelembagaan yang

dibentuk pemerintah merupakan efek penggandaan dari kebijakan

pemerintah terhadap agribisnis itu sendiri.

5.3.4.7. Peranan dan Kinerja Dinas Perhubungan, Komunikasi &


Informatika

Dinas Perhubungan, Komunikasi & Informatika (Dishubkominfo)

adalah pelayanan pemerintah kepada para pengguna jalan. Pada

kelembagaan agribisnis tebu diperlukan peran Dishubkominfo, terutama

pada proses tebang angkut. Dimana terdapat banyak truk yang lalu lalang

melintasi daerah sekitar Pabrik Gula.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Mojokerto No.11 Tahun

2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten

Mojokerto, Dishubkominfo Kabupaten Mojokerto mempunyai fungsi yang

khususnya berhubungan dengan kelembagaan agribisnis tebu antara lain

: (1) penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang perhubungan,

komunikasi dan informatika; dan (2) pembinaan dan pelaksanaan tugas

bidang perhubungan, komunikasi dan informatika.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
167

Peranan Dishubkominfo Kabupaten Mojokerto yang melakukan

mitra dengan lembaga-lembaga lain dalam mewujudkan fungsi, terutama

yang berkaitan dengan kelembagaan agribisnis tebu di wilayah kerja PG

Gempolkrep dapat dilihat pada Tabel 33.

Tabel 33. Peranan dan Kinerja Dishubkominfo Kabupaten Mojokerto


Terhadap Lembaga Lain
Tanggapan
Kinerja
Lembaga Yang
No. Kegiatan Bermitra
Kewajiban Dishubkominfo
dari Lembaga
Yang Bermitra
1 Pelaksanaan PG Menurut Pak
Berupaya untuk
tebang angkut Gempolkrep Febri
memberikan
“….perwakilan
pelayanan
dishubkominfo
terbaik,
selalu
sehingga pada
berkoordinasi
pelaksanaan
pada saat
tebang angkut
proses tebang
juga tidak
angkut, seperti
mengganggu
yang telah
pengguna jalan
dijadwalkan
lain
pada forum
FTK”
Berdasarkan tanggapan PG Gempolkrep terhadap kinerja Dishubkominfo
Kabupaten Mojokerto adalah baik. Dishubkominfo Kabupaten Mojokerto
peningkatan pelayanan, hal ini sesuai dengan rincian kegiatan Program
Swasembada Gula Nasional.
2 Pelaksanaan Koperasi Memberikan Menurut Pak
tebang angkut pelayanan agar Suroto “…pihak
petani merasa dishubkominfo
aman, tebu yang juga membantu
diangkut tidak dalam
dicuri saat pengamanan
perjalanan jalan”
menuju PG
Gempolkrep
Berdasarkan tanggapan Koperasi terhadap kinerja Dishubkominfo
Kabupaten Mojokerto adalah baik. Dishubkominfo Kabupaten Mojokerto
peningkatan pelayanan, hal ini sesuai dengan rincian kegiatan Program
Swasembada Gula Nasional.
Sumber : Data Olahan Berdasarkan Informasi Informan, 2011

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
168

Berdasarkan Tabel 33. menggambarkan bahwa koordinasi dan

komunikasi memang sangat diperlukan dalam menerapkan kelembagaan

agribisnis, sehingga rules of the game bisa nampak jelas dan diterima oleh

masing-masing lembaga yang menjalankan kelembagaan agribisnis tebu

di wilayah kerja PG Gempolkrep.

5.3.4.8. Peranan dan Kinerja Pusat Penelitian Perkebunan Gula


Indonesia (P3GI)

Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) adalah tolak

ukur atau dikatakan standar operasional dalam budidaya tanaman tebu

yang dianut oleh semua petani tebu di Indonesia. Dimana pada lembaga

ini terdiri atas para peneliti dan penyelia tanaman tebu. Peranan P3GI

pada kelembagaan agribisnis tebu adalah dalam penyediaan bibit tebu

yang berkualitas tinggi dan transfer teknologi. Peranan P3GI yang

berkantor di Pasuruan, Jawa Timur dapat dilihat pada Tabel 34.

Tabel 34. Peranan dan Kinerja P3GI Terhadap Lembaga Lain


Tanggapan Kinerja
Lembaga
No. Kegiatan Yang Bermitra
Kewajiban P3GI dari Lembaga
Yang Bermitra
1 Penerapan PG Berupaya untuk Menurut Ibu Revi
teknologi Gempolkrep memberikan “…hubungan
dan taksasi masukan untuk dengan P3GI baik,
kebun bibit perbaikan kerjasama kami
perkembangan juga baik, apabila
budidaya tebu, mengadakan
sertifikasi KBP pelatihan selalu
menginformasikan”

Berdasarkan tanggapan PG Gempolkrep terhadap kinerja P3GI adalah


baik. P3GI selalu berusaha meningkatkan pelayanan, mengkaji kinerja
pabrik untuk menetapkan skala prioritas dan pelaksanaan program
rehabilitasi, optimalisasi dan efisiensi Pabrik Gula, hal ini sesuai dengan
rincian kegiatan Program Swasembada Gula Nasional.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
169

Tanggapan Kinerja
Lembaga
No. Kegiatan Yang Bermitra
Kewajiban P3GI dari Lembaga
Yang Bermitra
2 Pembinaan Petani tebu Memberikan
Menurut Pak Agus
teknologi rakyat “…kadang kala
arahan untuk
kami diikut
perkembangan
sertakan bila P3GI
teknologi
mengadakan
budidaya tebu
penelitian di
wilayah kami”
Berdasarkan tanggapan Petani terhadap kinerja P3GI adalah baik. P3GI
selalu berusaha melaksanakan pelatihan bagi tenaga kerja Pabrik Gula
dan petani tebu untuk meningkatkan kemampuan teknis, hal ini sesuai
dengan rincian kegiatan Program Swasembada Gula Nasional.
3 Koordinasi BBP2TP Berkoordinasi Menurut Pak Edy
pembibitan Surabaya dalam “kerjasama kami
penyediaan cukup baik, P3GI
bibit tebu selalu menjadi
tempat konsultasi
dan sharing di
lapangan”
Berdasarkan tanggapan BBP2TP Surabaya terhadap kinerja P3GI
adalah baik. P3GI selalu berusaha meningkatkan pelayanan, mengkaji
meneliti dan mencoba menghasilkan rakitan teknologi baru, hal ini sesuai
dengan rincian kegiatan Program Swasembada Gula Nasional.
Sumber : Data Olahan Berdasarkan Informasi Informan, 2011

Pada Tabel 34. menunjukkan peran P3GI sangat diperlukan demi

perkembangan budidaya tebu kedepan, sehingga dapat mewujudkan

program pemerintah dalam peningkatan produktivitas gula nasional yang

semakin digencarkan. Obsesi pemerintah dalam upaya swasembada gula

juga dipengaruhi oleh ketersediaan bibit tebu yang baik dan berkualitas.

5.3.4.9. Peranan dan Kinerja Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP)

Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP) adalah lembaga

pembinaan milik internal BUMN Perkebunan. Berlokasikan di Jalan Urip

Sumoharjo, Yogyakarta. LPP ini dibentuk dalam rangka mempersiapkan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
170

sumber daya manusia lingkup perkebunan, khususnya BUMN

Perkebunan.

LPP dengan seiring perkembangan dan dinamika lingkungan bisnis

perkebunan dan atas dukungan BUMN Perkebunan, maka dibukalah

program pendidikan untuk mempersiapan tenaga terampil yang siap

memasuki industri perkebunan. Program pendidikan tersebut terdiri atas :

1. Politeknik LPP Yogyakarta

2. Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Agribisnis Perkebunan (STIPAP), dan

3. Magister Manajemen Agribisnis kelas eksekutif perkebunan.

Berikut peranan dan kinerja LPP pada kelembagaan agribisnis tebu di PG

Gempolkrep :

Tabel 35. Peranan dan Kinerja LPP Terhadap Lembaga Lain


Tanggapan Kinerja
Lembaga Yang
No. Kegiatan Bermitra
Kewajiban LPP dari Lembaga
Yang Bermitra
1 Pelaksaan PG Memberikan Menurut Pak
pembinaan Gempolkrep
beasiswa dan Febri “…LPP
dan pelatihan pelatihan untuk dapat
meningkatkan meningkatkan
kompetensi kompetensi di
pegawai PG lingkup internal
Gempolkrep BUMN
dan mitra lain Perkebunan”
yang
membutuhkan.
Berdasarkan tanggapan PG Gempolkrep terhadap kinerja LPP adalah
baik. LPP selalu berusaha menyusun program pendidikan dan pelatihan
SDM untuk meningkatkan kemampuan manajerial di bidang pergulaan,
hal ini sesuai dengan rincian kegiatan Program Swasembada Gula
Nasional.
2 Pembinaan Petani tebu Memberikan
teknis rakyat pembinaan baik
untuk petani -
sendiri maupun
keluarga petani.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
171

Tanggapan Kinerja
Lembaga Yang
No. Kegiatan Bermitra
Kewajiban LPP dari Lembaga
Yang Bermitra
Berdasarkan tanggapan PG Gempolkrep terhadap kinerja LPP adalah
baik. LPP selalu berusaha meningkatkan kerjasama dengan pelaku
industri untuk pelaksanaan dan pelatihan peningkatan profesionalisme,
hal ini sesuai dengan rincian kegiatan Program Swasembada Gula
Nasional.
Sumber : Data Olahan Berdasarkan Informasi Informan, 2011

Pada Tabel 35. menunjukkan peran LPP diperlukan untuk

meningkatkan kompetensi sumber daya manusia demi meningkatkan

kinerja kelembagaan agribisnis, khususnya di lingkup internal BUMN

Perkebunan dan secara umum di lingkungan disekitarnya.

5.3.4.10. Peranan dan Kinerja Balai Besar Perbenihan dan


Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya

Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan

(BBP2TP) Surabaya adalah salah satu lembaga pemerintah yang memiliki

fungsi sebagai pelaksana pengujian mutu dan sertifikasi benih

perkebunan dalam rangka pemberian sertifikat layak edar. Oleh karena itu

dapat dilihat peranan dan kinerja BBP2TP Surabaya dalam kelembagaan

agribisnis tebu di PG Gempolkrep seperti Tabel 36.

Tabel 36. Peranan dan Kinerja BBP2TP Surabaya Terhadap Lembaga


Lain
Tanggapan Kinerja
Lembaga Yang BBP2TP Sby dari
No. Kegiatan Bermitra Kewajiban Lembaga Yang
Bermitra
1 Taksasi PG Melaksanakan Menurut Ibu Revi
produksi tebu Gempolkrep sertifikasi bibit “….butuh
pada lahan tebu KBN, KBI, koordinasi agar
yang dan KBD yang pelaksanaan
didaftarkan dimiliki (TS) sertifikasi tepat
waktu, karena
mempengaruhi
mutu bibit”

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
172

Tanggapan Kinerja
Lembaga Yang BBP2TP Sby dari
No. Kegiatan Bermitra
Kewajiban Lembaga Yang
Bermitra
Berdasarkan tanggapan PG Gempolkrep terhadap kinerja BBP2TP
Surabaya adalah kurang baik. BBP2TP Surabaya diharapkan selalu
berusaha meningkatkan pelayanan, dalam mengawal program akselerasi
peningkatan produktivitas gula, hal ini sesuai dengan rincian kegiatan
Program Swasembada Gula Nasional.
2 Taksasi Petani tebu Melaksanakan
kebun rakyat sertifikasi bibit
produksi milik tebu untuk KBI -
sendiri (TR) dan KBD milik
sendiri (TR)
3 Koordinasi P3GI Berkoordinasi Menurut Ibu Sih
pembibitan dalam “….kerjasama
penyediaan bibit dan koordinasi
tebu sudah terjalin
dengan baik,
sama-sama
saling
membantu”
Berdasarkan tanggapan P3GI terhadap kinerja BBP2TP Surabaya
adalah baik. BBP2TP Surabaya selalu berusaha meningkatkan
pelayanan, dalam mengawal program akselerasi peningkatan
produktivitas gula, hal ini sesuai dengan rincian kegiatan Program
Swasembada Gula Nasional.
Sumber : Data Olahan Berdasarkan Informasi Informan, 2011

Berdasarkan Tabel 36. menunjukkan bahwa kinerja BBP2TP

Surabaya sudah cukup baik, namun dibutuhkan perbaikan dalam hal

koordinasi dan komunikasi.

Visi BBP2TP Surabaya adalah menjadi lembaga rujukan dalam

pengawasan mutu dan teknologi terapan perbenihan dan proteksi

tanaman perkebunan yang professional dapat terwujud bilamana

koordinasi dan komunikasi antar lembaga berjalan lancar. Hal ini nantinya

juga akan mempengaruhi kinerja kelembagaan agribisnis, khususnya

agribisnis tebu di PG Gempolkrep, Mojokerto, Jawa Timur.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
173

5.4. Rincian Ketidaksesuaian Kelembagaan Agribisnis Tebu di PG


Gempolkrep

Kelembagaan merupakan salah satu komponen penting dalam

menunjang kerangka dasar perumusan kebijakan dan pembangunan

pertanian untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Kelembagaan

dibuat untuk membuat lancar, terjamin, teratur, dan mengurangi

ketidakefisiensinya transaksi ekonomi.

Menurut Johson (1989) dalam Singgih (2009), mengemukakan

bahwa sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM), teknologi

dan kelembagaan merupakan empat faktor penggerak dalam

pembangunan pertanian. Keempat faktor tersebut merupakan syarat

kecukupan untuk mencapai pembangunan yang dikehendaki. Artinya

apabila salah satu atau lebih faktor tersebut tidak dipenuhi, maka tujuan

untuk mencapai keadaan tertentu tidak akan terjadi.

Mubyarto (1997) dalam Singgih (2009), mengemukakan bahwa

lembaga atau kelembagaan adalah organisasi atau kaidah-kaidah baik

formal maupun informal, yang mengatur perilaku dan tindakan anggota

masyarakat tertentu baik dalam kegiatan rutin sehari-hari maupun dalam

usahanya mencapai tujuan tertentu.

Kelembagaan dapat diarti sebagai aturan representasi (rule of

representation) yaitu, mengatur permasalahan siapa yang berhak dan

bagaimana peran partisipasi terhadap suatu kegiatan dalam proses

pengambilan keputusan. Aturan representasi menentukan alokasi dan

distribusi sumberdaya. Tubbs (1984) dan Hanel (1989) dalam Yustika

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
174

(2010) menyatakan bahwa pengambilan keputusan atas dasar grup

proses akan meningkatkan loyalitas, kerjasama, motovasi, dukungan

anggota pada asosiasi dan mengurangi tekanan internal serta biaya

transaksi yang pada akhirnya akan meningkatkan performa kelembagaan.

Kelembagaan agribisnis tebu di wilayah kerja PG Gempolkrep juga

mengatur peranan masing-masing lembaga beserta besarnya proporsi

demi efektifnya kinerja kelembagaan agribisnis tebu. Berikut pada Tabel

37. akan ditampilkan rincian ketidaksesuaian atau keganjalan yang

memungkinkan menjadi penyebab ketidakefektifan kinerja kelembagaan

agribisnis tebu di PG Gempolkrep. Ketidaksesuaian-ketidaksesuaian ini

seharusnya tidak akan terjadi, apabila antar lembaga yang berperan

saling berkoordinasi dan berkomunikasi dengan baik dan sinergis.

Tabel 37. Rincian Ketidaksesuaian Kinerja Kelembagaan Agribisnis Tebu


PG Gempolkrep
No. Lembaga Ketidaksesuaian Akibatnya Solusinya
1 Koperasi Pembuatan PG Gempolkrep Mengembalikan
RDKK yang tidak yang tugas pembuatan
dilakukan. mengerjakan, RDKK kepada
sehingga fungsi koperasi agar
PG Gempolkrep nantinya kinerja
sebagai kelembagaan
pengontrol tidak dapat berjalan
berfungsi dengan lebih efektif.
baik.
Penjualan gula Terjadi Mengembalikan
dan tetes tebu pengalihan fungsi tugas penjualan
yang dilakukan. APTR dan gula dan tetes
Seharusnya koperasi akan tebu kepada
merupakan salah membuat rancu APTR agar
satu tugas APTR. tugas dan fungsi nantinya kinerja
Hal ini tidak masing-masing, kelembagaan
sesuai dengan baik APTR dan dapat berjalan
tugas dan koperasi. lebih efektif.
fungsinya.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
175

No. Lembaga Ketidaksesuaian Akibatnya Solusinya


2 APTR Pembentukan Apabila Segera
kepengurusan kepengurusan melakukan
baru yang tidak APTR tidak pembentukan
berjalan lancar. terbentuk, maka kepengurusan
fungsi APTR APTR baru, agar
sebagai lembaga nantinya kinerja
penyampai kelembagaan
aspirasi petani dapat berjalan
tidak dapat lebih efektif.
dijalankan,
sehingga
memungkinkan
lembaga lain
yang akan
menjalankan
fungsinya. Hal ini
semakin dapat
meningkatan
ketidakpercayaan
petani terhadap
APTR.

Penjualan gula Apabila APTR APTR segera


dan tetes tebu secara terus- melakukan
milik petani yang menerus tidak perbaikan agar
tidak dilakukan. melakukan usaha tugas penjualan
dalam penjualan gula dan tetes
gula dan tetes tebu dapat
tebu, serta dikerjakan, dan
membiarkan tidak
koperasi yang memberikan
menjalankan kesempatan
fungsi tersebut, lembaga lain
maka dapat mencari
berdampak keuntungan yang
ketidakpercayaan merugikan
petani terhadap petani. Sehingga
fungsi lembaga dapat
APTR. meningkatkan
kepercayaan dan
nantinya kinerja
kelembagaan
dapat berjalan
lebih efektif.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
176

No. Lembaga Ketidaksesuaian Akibatnya Solusinya


3 PG Pembuatan PG Gempolkrep Mengembalikan
Gempolkrep RDKK yang tidak harus tugas pembuatan
dilakukan. mengerjakan RDKK kepada
Seharusnya RDKK, namun koperasi agar
merupakan salah sebaiknya hanya nantinya kinerja
satu tugas membina dan kelembagaan
koperasi. Hal ini mengarahkan dapat berjalan
tidak sesuai agar koperasi lebih efektif.
dengan tugas dapat membuat
dan fungsinya. RDKK sendiri
serta
menunjukkan
kemampuan
sumber daya
manusia yang
dimilikinya.
Sehingga fungsi
PG Gempolkrep
sebagai
pengontrol di
lapangan dapat
berfungsi dengan
tepat dan baik.
Penyelenggaraan PG Gempolkrep Mengembalikan
FTK yang sebaiknya hanya tugas
dilakukan. sebagi Ketua penyelenggaraan
Seharusnya FTK dan FTK kepada
merupakan salah pengingat Dishutbun
satu tugas kegiatan Kabupaten
Dishutbun tersebut, karena Mojokerto agar
Kabupaten manfaat nantinya kinerja
Mojokerto. Hal ini pelaksanaan FTK kelembagaan
tidak sesuai untuk bersama. dapat berjalan
dengan tugas Apabila PG lebih efektif.
dan fungsinya. Gempolkrep juga
menjadi
Sekertaris
bayangan dari
Dishutbun, maka
terjadi double
fungsi yang
menyebabkan
ketidakefektifan
dan kurang
fokus.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
177

No. Lembaga Ketidaksesuaian Akibatnya Solusinya


4 Dishutbun Penyelenggaraan Dishutbun Mengembalikan
Kabupaten FTK masih merupakan tugas sebagai
Mojokerto bergantung pada kepanjangan penyelenggara
kondisi PG tangan FTK kepada
Gempolkrep. pemerintah Dishutbun agar
dalam nantinya kinerja
menyukseskan kelembagaan
program dapat berjalan
akselerasi lebih efektif.
peningkatan
produktivitas
gula. Dalam
susunan
kepengurusan
FTK di wilayah
kerja PG
Gempolkrep,
Dishutbun
memiliki tugas
sebagi Sekertaris
kegiatan yang
bertindak
sebagai
pengundang
semua lembaga
yang berperan
dan
berkepentingan
dalam
kelembagaan
agribisnis tebu.
Sehingga
fungsinya
sebagai
penyelenggaraan
urusan
pemerintah dan
pelayanan umum
bidang
kehutanan dan
perkebunan
dapat
diwujudkan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
178

No. Lembaga Ketidaksesuaian


Akibatnya Solusinya
Dishutbun Ketidakmampuan
Dishutbun Perbaikan dalam
Kabupaten mengontrol
sebagai segi koordinasi
Mojokerto pelaksanaan
pengawal dan komunikasi
distribusi pupuk
program agar
oleh Distributor
akselerasi permasalahan
peningkatan dapat
produktivitas terselesaikan
gula, seharusnya segera serta
dapat mengontrol nantinya kinerja
pelaksanaan kelembagaan
pendistribusian dapat berjalan
pupuk di lebih efektif.
lapangan melalui
petugas PPL-
Hutbun. Apabila
terjadi
ketidaksesuaian
dapat
dikoordinasikan
dan diselesaikan,
sehingga tidak
merugikan
lembaga lain
yang berdampak
pada
ketidakefektifan
kinerja
kelembagaan
agribisnis tebu.
5 Distributor Penyaluran Apabila Perbaikan dalam
Pupuk subsidi pupuk distributor tidak segi koordinasi
KPTR Jatim yang tidak mampu dan komunikasi
berjalan lancar. memenuhi agar
kebutuhan permasalahan
petani, sebaiknya dapat
dapat terselesaikan,
dikoordinasikan. dan program
Sehingga tidak pemerintah untuk
merugikan mendukung
lembaga lain dan pertumbuhan
fungsi distributor perkebunan
tidak digantikan berkelanjutan
oleh fungsi toko/ benar-benar
kios pertanian. terlaksana.
Sumber : Data Olahan Berdasarkan Informasi Informan, 2011

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
179

Berdasarkan Tabel 37. dapat menggambarkan adanya beberapa

lembaga yang memilki kinerja kurang baik dan merugikan lembaga lain.

Menurut Yustika (2010), secara praktikal, aturan main (kelembagaan)

yang tersedia dalam kegiatan ekonomi akan menentukan seberapa efisien

hasil ekonomi yang didapatkan, sekaligus akan menentukan seberapa

besar distribusi ekonomi yang diperoleh oleh masing-masing partisipan.

Ketidaksesuaian yang terjadi di wilayah kerja PG Gempolkrep

menunjukkan belum adanya aturan main yang baik dan dapat diterapkan

secara bersama oleh beberapa lembaga yang berkepentingan.

Penerapan kelembagaan agribisnis tebu dari masing-masing

lembaga yang tidak sesuai atau mengalami keganjalan, sehingga

menyebabkan ketidakefektifan kinerja kelembagaan agribisnis tebu di

wilayah kerja PG Gempolkrep.

Ketidaksesuai yang terjadi di kelembagaan agribisnis tebu PG

Gempolkrep, antara lain : (1) koperasi tidak membuat RDKK, hal ini dapat

terjadi karena petugas PG Gempolkrep sudah melakukannya. Sedangkan

pihak PG Gempolkrep merasa butuh segera mengerjakan sendiri RDKK

karena terlalu lama menunggu apabila dikerjakan oleh koperasi. Hal ini

dapat dihindari apabila koordinasi dan komunikasi yang baik antar

masing-masing lembaga, sehingga segala permasalahan di lapangan

dapat terselesaikan; (2) koperasi melakukan penjualan gula dan tetes tebu

yang seharusnya merupakan salah satu tugas APTR. Hal ini terjadi karena

APTR di wilayah PG Gempolkrep tidak berjalan lancar. Sehingga koperasi

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
180

sebagai salah satu bentuk usaha untuk menyejahterakan anggotanya

mengambil alih fungsi tersebut. APTR merupakan salah satu wadah

aspirasi petani tebu yang tidak mengutamakan dalam mencari

keuntungan/ pendapatan, dimungkinkan merasa dirugikan karena tidak

diberi kepercayaan penuh oleh petani dan pekerjaan yang telah dilakukan

selama ini kurang dapat dihargai. Oleh karena itu kepengurusan APTR

tidak berjalan dan para pengurus APTR lebih memilih menjadi pengurus

koperasi dan mendapatkan penghasilan dari fee adminitrasi yang

dibayarkan setiap bulan oleh anggota koperasi/ petani tebu; (3) Dishutbun

Kabupaten Mojokerto yang masih bergantung kepada PG Gempolkrep

dalam menyelenggarakan FTK, hal ini dapat terjadi dikarenakan pihak

yang paling berkepentingan dalam agribisnis tebu adalah petani tebu yang

menggilingkan tebunya di PG Gempolkrep dan PG Gempolkrep yang

membutuhkan tebu petani sebagai bahan baku di pabriknya. Dishutbun

merupakan kepanjangan tangan pemerintah yang sifatnya hanya sebagai

supporting system dan fasilitator. Oleh karena itu dibutuhkan kesadaran

antar lembaga dalam menerapkan Sistem Manajemen Mutu agar masing-

masing lembaga dapat menerapkan tugas pokok dan fungsinya dalam

proses kelembagaan agribisnis tebu di wilayah kerja PG Gempolkrep.

Apabila masing-masing lembaga telah sadar pada tugasnya masing-

masing, maka diharapkan penerapan kelembagaan agribisnis tebu dapat

berjalan dengan baik; (4) distributor pupuk KPTR Jatim tidak mampu

menyalurkan pupuk bersubsidi dengan lancar. Hal ini dimungkinkan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
181

karena dana operasional dalam mendistribusikan pupuk dari pemerintah/

pihak yang diberi wewenang kurang lancar, sehingga mempengaruhi

dalam proses penyaluran pupuk kepada konsumen yang membutuhkan.

Apabila terjadi koordinasi dan komunikasi yang baik dalam internal

distributor dan pemerintah/ pihak yang diberi wewenang diharapkan

semua permasalahan teratasi dan tidak ada pihak lain yang dirugikan.

Sehingga program pemerintah untuk mendukung pertumbuhan

perkebunan secara berkelanjutan dapat terlaksana dengan baik dan

program Swasembada Gula Nasional dapat terwujud. Berikut Gambar 21.

merupakan rekomendasi untuk perbaikan kelembagaan agribisnis tebu.

PTPN X
P3GI

LPP
PG.
GK
BBP2TP
Dinas
Perkebunan
Pe- Bank Prop. Jatim
tani

FTK Dinas
Kehutanan &
Perkebunan

Dinas
Toko/ kios Koperasi &
pertanian Investor UMKM

Kope- Dinas
rasi Perhubungan,
Komunikasi &
Informasi

Gambar 21. Rekomendasi Skema Kelembagaan Agribisnis Tebu di PG.


Gempolkrep Berdasarkan Ketidaksesuaian Yang Terjadi

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
182

Berdasarkan Gambar 21. peneliti merekomendasikan keterkaitan

semua lembaga digambarkan dengan garis putus-putus untuk

menunjukkan sangat diperlukannya ada koordinasi, sehingga tidak

ditemukan salah satu lembaga yang merasa tugas dan fungsinya jauh

lebih penting dari lembaga yang lain. Pada Gambar 21. hanya terdapat 2

garis komando (garis tidak putus), yaitu (1) pada PTPN X (Persero)

kepada PG Gempolkrep, karena PG Gempolkrep merupakan bagian

bentuk usaha dari Direksi PTPN X (Persero) yang pada pelaksanaannya

memenuhi visi dan misi yang telah ditentukan oleh PTPN X (Persero); dan

(2) pada petani kepada toko/ kios pertanian, hal ini dalam penyediaan

pupuk bersubsidi. Diharapkan toko/ kios pertanian dapat selalu

menyediakan dan memenuhi kebutuhan pupuk, dengan kelancaran dalam

penyediaan pupuk dapat memungkinkan peningkatan kinerja

kelembagaan agribisnis tebu di PG Gempolkrep. Selain itu diperlukan

pembinaan dari Dinas Koperasi dan UMKM kepada toko/ kios pertanian

agar dapat meningkatkan kompetensi dan kemampuan berwirausaha

kecil, sehingga dapat membantu mengontrol ketersediaan pupuk di

lapangan dan pendistribusian pupuk bersubsidi tepat sasarannya.

Peningkatan koordinasi dan komunikasi, serta kesadaran antar

lembaga dalam menerapkan Sistem Manajemen Mutu, sehingga tugas

dan fungsi lembaga sesuai dengan Visi, Misi, dan Tujuan yang telah

disepakati. Hal ini nantinya akan dapat meningkatkan penerapan kinerja

kelembagaan agribisnis tebu, khususnya di wilayah kerja PG Gempolkrep.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
183

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah pendeskripsian dan analisis

kinerja kelembagaan agribisnis tebu di wilayah kerja PG Gempolkrep,

yaitu :

• Terdiri atas lembaga-lembaga yang bersifat makro dan mikro.

• Lembaga yang bersifat makro terdiri dari PG Gempolkrep sendiri,

petani tebu rakyat (PTR), Bank pemberi kredit/ Bank Pelaksana,

Koperasi dan APTR (Asosiasi Petani Tebu Rakyat).

• Lembaga yang bersifat mikro yaitu PT. PTPN X (Persero), Dinas

Perkebunan (Disbun) Propinsi Jawa Timur, Dinas Kehutanan dan

Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Mojokerto, Dinas Perhubungan,

Komunikasi dan Informatika Kabupaten Mojokerto, Dinas Koperasi

dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Kabupaten Mojokerto,

Investor pembeli gula dan tetes, Distributor Pupuk KPTR Jatim, Pusat

Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI), Lembaga Pendidikan

Perkebunan (LPP) Yogyakarta serta Balai Besar Perbenihan dan

Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Surabaya.

• Ditemukan beberapa ketidaksesuaian yang meyebabkan

ketidakefektifan kinerja kelembagaan agribisnis tebu di PG

Gempolkrep, yaitu :

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
184

1. Kegiatan pembuatan RDKK yang tidak dilakukan oleh koperasi,

selama ini dilakukan oleh petugas PG Gempolkrep.

2. Kegiatan penjualan gula dan tetes tebu yang dilakukan oleh koperasi,

seharusnya dilakukan oleh lembaga APTR.

3. Pembentukan kepengurusan baru APTR yang tertunda, sehingga

tugas dan fungsinya menjadi overlapping oleh peran koperasi di

masing-masing wilayah.

4. Penyelenggaraan FTK, dimana PG Gempolkrep memiliki double

fungsi, yaitu sebagai Ketua dan Sekertaris FTK yang berdampak

kurang fokusnya fungsi yang dijalankan. Seharusnya Dishutbun

Kabupaten Mojokerto bisa menjalankan fungsinya sebagai Sekertaris

Forum yang mewakili pemerintah dalam pengembangan perkebunan

di wilayah Kabupaten Mojokerto dan sebagai pengawal pelaksanaan

program akselerasi peningkatan produktivitas gula, yang merupan

perwujudan Road Map Program Swasembada Gula Nasional 2006-

2009.

5. Penyaluran subsidi pupuk yang tidak dipenuhi oleh Distributor Pupuk

KPTR Jatim, sehingga tidak memudahkan petani dalam pemenuhan

kebutuhan pupuk.

6.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan dalam penelitian ini, maka dapat

disarankan, yaitu :

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
185

• Setelah ditemukan ketidaksesuaian dalam penerapan kelembagaan

agribisnis tebu di wilayah kerja PG Gempolkrep, maka :

1. Mengembalikan tugas pembuatan RDKK kepada koperasi agar

nantinya kinerja kelembagaan dapat berjalan lebih efektif.

2. Mengembalikan tugas penjualan gula dan tetes tebu kepada APTR

agar nantinya kinerja kelembagaan dapat berjalan lebih efektif.

3. Segera melakukan pembentukan kepengurusan APTR baru, agar

nantinya kinerja kelembagaan dapat berjalan lebih efektif.

4. Mengembalikan tugas penyelenggaraan FTK kepada Dishutbun

Kabupaten Mojokerto agar nantinya kinerja kelembagaan dapat

berjalan lebih efektif.

5. Perbaikan dalam segi koordinasi dan komunikasi agar permasalahan

dapat terselesaikan, dan program pemerintah untuk mendukung

pertumbuhan perkebunan berkelanjutan benar-benar terlaksana.

• Dibutuhkan koordinasi dan komunikasi yang baik antar masing-masing

lembaga, rules of the game (aturan main) dapat nampak jelas dan

diterima oleh lembaga-lembaga yang menjalankan kelembagaan

agribisnis tebu di PG Gempolkrep, sehingga kelembagaan agribisnis

tebu dapat berjalan lebih efektif.

• Dibutuhkan kesadaran dari lembaga dalam menerapkan Sistem

Manajemen Mutu, sehingga tugas dan fungsi lembaga tersebut sesuai

dengan Visi, Misi, dan Tujuan yang telah disepakati. Hal ini dapat

meningkatkan penerapan kelembagaan agribisnis tebu. Apabila

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
186

masing-masing telah menerapkan Sistem Manajemen Mutu yang baik,

maka tidak akan terjadi tumpang tindih atau overlapping pekerjaan,

karena semua kegiatan telah didokumentasikan dalam SOP (Standart

Operational Procedure).

• Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan, antara lain :

terdapat beberapa lembaga yang belum dijadikan informan, sehingga

kinerja lembaga tersebut diasumsikan berdasarkan tanggapan kinerja

dari lembaga-lembaga lain yang bermitra; uraian tugas dan fungsi di

PG Gempolkrep masih belum terdokumentasikan secara baik,

sehingga menyulitkan peneliti dalam mengaitkannya dengan lembaga

lain yang bermitra.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1992. Majalah Perusahaan Gula. Edisi Th. XV No.34 Desember


1992. Hal 64-67. Balai Penyelidikan Perusahaan Perkebunan Gula.
Pasuruan.

_______.2000. Usulan Sharing Merugikan Petani Tebu.


http://www.berita2.com/daerah/jawa-timur/6344-usulan-shari
merugikan-petani-tebu.html. Diakses tanggal 6 Desember 2010.

_______.2002.Pembudiyaan Tebu di Lahan Sawah dan Tegalan. PT


Penebar Swasembada. Jakarta.

_______.2004. Manajemen dan Akuntansi Koperasi Petani Tebu


Rakyat. Proyek Pengembangan Tebu Jawa Timur. Dinas
Perkebunan Propinsi Jawa Timur.

_______.2007. Gula. http://www.wikipedia.com/gula.Diakses tanggal 4


Juli 2007.

_______.2010a.Bank Pertanian.
http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/ART 8-1b.pdf. Diakses
tanggal 6 Desember 2010.

_______.2010b. Koperasi Petani Tebu Rakyat KPTR Dan Kantor


Swamitra. http://wikimapia.org/6421601/id/Koperasi-Petani-Tebu-
Rakyat-KPTR-dan-Kantor-Swamitra. Diakses tanggal 6 Desember
2010.

_______.2010c. Model Kemitraan Antara Petani-Pabrik Gula-Investor


Alternatif Strategi Pergulaan Nasional. Kajian Literatur.

_______.2010d. Profil Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur.


http://www.disbunjatim.go.id Diakses tanggal 6 Desember 2010.

_______.2010e. Profil PTPN. http://www.kpbptpn.co.id/profile.php?lang=0


Diakses tanggal 6 Desember 2010.

_______.2011a. Kinerja. http://id.wikipedia.org/wiki/kinerja.htm. Diakses


tanggal 14 Juni 2011.

_______.2011b. Pengertian Kinerja.


http://sobatbarublogspot.com/2010/03/pengertian-kinerja.html.
Diakses tanggal 14 Juni 2011.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
189

_______.2011c. Visi dan Misi Bank Mandiri.


http://www.bankmandiri.co.id/article/265805761519.asp Diakses
tanggal 16 Juni 2011.

_______.2011d. Visi dan Misi Bank Rakyat Indonesia.


http://www.bri.co.id/TentangKami/VisidanMisi/tabid/60/Default.aspx
Diakses tanggal 16 Juni 2011.

_______.2011e. Visi dan Misi P3GI.


http://sugarresearch.org/index.php/profil/visi-dan-misi Diakses
tanggal 16 Juni 2011.

Arifin, Bustanul, 2000, Kebijakan Produksi dan Perdagangan Gula


Nasional : Suatu Telaahan Ekonomi Politik, Prosiding
Kebijakan Industri Gula Indonesia, Halaman 1 – 11, Jakarta.

Departemen Pertanian. 2006. Cetak Biru Road Map Swasembada Gula


Nasional 2009. Jakarta.

Ertaningrum, Yustitita Asri. 2007. Analisis Ekonomi Gula : Suatu


Pendekatan Konsep Ekonomi Kelembagaan dan Matriks
Analisis Kebijakan (Studi Kasus di PG Krebet Baru dan PG
Kebon Agung, Kabupaten Malang). Skripsi. Universitas
Brawijaya. Malang.

Hanel, A. 1989. Organisasi Koperasi : Pokok-Pokok Pikiran Mengenai


Organisasi Koperasi dan Kebijaksanaan Pengembangannya Di
Negara-Negara Berkembang.Universitas Pajajaran. Bandung.

Mardikanto, Totok, 2005. Membangun Perubahan Modern. Diterbitkan


Kerja Sama lembaga Pengembanagan Pendididkan (LPP).

Nainggolan, Kaman. 2007. Kebijakan Gula Nasional dan Persaingan


Gula. Jurnal. Jakarta.

Pakpahan, A. 1989. Kerangka Analitik Untuk Penelitian Rekayasa


Sosial Perspektif Ekonomi Institusi. Prosiding Patanas Evolusi
Kelembagaan Pedesaan Di Tengah Perkembangan Teknologi
Pertanian. Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Bogor.

Pakpahan, A. 1990. Permasalahan Dan Landasan Konseptual Dalam


Rekayasa Institusi (Koperasi). Makalah Disampaikan Pada
Seminar Pengkajian Masalah Perkoperasian Nasional. Badan
Litbang Koperasi Di Jakarta 23 Oktober 1990. Pusat Penelitian
Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
189

Rachman, Benny, Supriyati, Supena. 2003. Ekonomi Kelembagaan


Sistem Usahatani Padi Di Indonesia. Pusat Penelitian Sosial
Ekonomi Pertanian. Bogor.

Santoso, Kabul. Soetriono. Adi Prasongko. 2006. Sistem Pergulaan


Jawa Timur : Optimalisasi Produk, Distribusi Dan
Kelembagaan. Jurnal. Surabaya.

Saptana, Susmono, Suwarto dan M. Nur. 2003. Kinerja Kelembagaan


Agribisnis Beras Di Jawa Barat. Peneliti dari Pusat Penelitian
Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor .

Saragih, Bungaran, 2000, Menggagas Strategi Pembangunan


Pertanian Dengan Paradigma Baku, Departemen Pertanian,
Jakarta.

Singgih, Setyawan. 2009. Non Perfoming Loan (NPL)Pada Kredit


Ketahanan Pangan (KKP) : Studi Kajian Ekonomi
Kelembagaan. Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang.

Soentoro, Nani Indiarto. 2002. Usahatani dan Tebu Rakyat Intensifikasi


di Jawa. Dalam Ekonomi Gula di Indonesia. Penerbit IPB. Bogor.

Sudana, W.P.Simatupang, S.Friyanto,C.Muslim, dan T.Soelistiyo. 2000.


Dampak Deregulasi Industri Gula Terhadap Realokasi
Sumberdaya, Produksi Pangan, Dan Pendapatan Petani.
Laporan Penelitian, Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian.
Bogor

Sutardjo, R.M. Edhi . 1999. Budidaya Tanaman Tebu. Penerbit Bumi


Aksara. Jakarta.

Tubbs, S,L. 1984. A System Approach To Small Group Interaction


Second Edition. Addison Wesley Publishing Company. Massa
Chusetts. 338 Halaman.

Yustika, Ahmad Erani. 2010. Ekonomi Kelembagaan Definisi, Teori,


dan Strategi. Bayumedia Publishing. Malang .

Yulistyati, Bagas. 2009. Strategi Pengembangan Industri Berbasis


Tebu di JawaTimur.
http://bagasyulistyatis.wordpress.com/2009/03/10/45. Diakses
tanggal 5 November 2010.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber

Anda mungkin juga menyukai