Anda di halaman 1dari 25

Al-quran dan Hadits

Selasa, 12 Maret 2013


Pengertian dan fungsi Al-quran dan Hadits

PENGERTIAN AL-QURAN

Secara Etimologi Al Qur'an merupakan mashdar (kata benda) dari kata kerja Qoro’a (
‫ )ق رأ‬yang bermakna Talaa (‫ )تال‬keduanya berarti: membaca, atau bermakna Jama’a
(mengumpulkan, mengoleksi). Anda dapat menuturkan, Qoro-’a Qor’an Wa Qur’aanan (‫قرأ‬
‫)قرءا وقرآنا‬. Berdasarkan makna pertama (Yakni: Talaa) maka ia adalah mashdar (kata benda)
yang semakna dengan Ism Maf’uul, artinya Matluw (yang dibaca). Sedangkan berdasarkan
makna kedua (Yakni: Jama’a) maka ia adalah mashdar dari Ism Faa’il, artinya Jaami’
(Pengumpul, Pengoleksi) karena ia mengumpulkan/mengoleksi berita-berita dan hukum-
hukum.
Sedangkan secara terminologi Al-Quran adalah firman atau wahyu yang berasal dari
Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara melalui malaikat jibril sebagai
pedoman serta petunjuk seluruh umat manusia semua masa, bangsa dan lokasi. Alquran
adalah kitab Allah SWT yang terakhir setelah kitab taurat, zabur dan injil yang diturunkan
melalui para rasul. Hal ini juga senada dengan pendapat yang menyatakan bahwa Al-Qur'an
kalam atau wahyu Allah yang diturunkan melalui perantaraan malaikat jibril sebagai
pengantar wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW di gua hiro pada tanggal
17 ramadhan ketika Nabi Muhammad berusia 41 tahun yaitu surat al alaq ayat 1 sampai ayat
5. Sedangkan terakhir alqu'an turun yakni pada tanggal 9 zulhijjah tahun 10 hijriah yakni
surah almaidah ayat 3.
Allah ta’ala menyebut al-Qur’an dengan sebutan yang banyak sekali, yang
menunjukkan keagungan, keberkahan, pengaruhnya dan universalitasnya serta menunjukkan
bahwa ia adalah pemutus bagi kitab-kitab terdahulu sebelumnya.

FUNGSI AL-QURAN

1.Petunjuk bagi Manusia.


Allah swt menurunkan Al-Qur’ansebagai petujuk umar manusia,seperti yang dijelaskan
dalam surat (Q.S AL-Baqarah 2:185 (QS AL-Baqarah 2:2) dan (Q.S AL-Fusilat 41:44)

2. Sumber pokok ajaran islam.


Fungsi AL-Qur’an sebagai sumber ajaran islam sudah diyakini dan diakui kebenarannya oleh
segenap hukum islam.Adapun ajarannya meliputi persoalan kemanusiaan secara umum
seperti hukum,ibadah,ekonomi,politik,social,budaya,pendidikan,ilmu pengethuan dan seni.

3. Peringatan dan pelajaran bagi manusia.


Dalam AL-Qur’an banyak diterangkan tentang kisah para nabi dan umat terdahulu,baik umat
yang taat melaksanakan perintah Allah maupun yang mereka yang menentang dan
mengingkari ajaran Nya.Bagi kita,umat uyang akan datang kemudian rentu harus pandai
mengambil hikmah dan pelajaran dari kisah-kisah yang diterangkan dalam Al-Qur’an.
4. Sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw
Turunnya Al-Qur’an merupakan salah satu mukjizat yang dimilki oleh nabi Muhammad saw.
Al-Qur'an adalah wahyu Allah yang berfungsi sebagai mu'jizat bagi Rasulullah Muhammad
saw sebagai pedoman hidup bagi setiap Muslim dan sebagai korektor dan penyempurna
terhadap kitab-kitab Allah yang sebelumnya, dan bernilai abadi.
 
Sebagai mu'jizat, Al-Qur'an telah menjadi salah satu sebab penting bagi masuknya orang-
orang Arab di zaman Rasulullah ke dalam agama Islam, dan menjadi sebab penting pula bagi
masuknya orang-orang sekarang, dan ( insya Allah) pada masa-masa yang akan datang. Ayat-
ayat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dapat meyakinkan kita bahwa Al-Qur'an
adalah firman-firman Allah, tidak mungkin ciptaan manusia apalagi ciptaan Nabi Muhammad
saw yang ummi.
Demikian juga ayat-ayat yang berhubungan dengan sejarah seperti tentang kekuasaan
di Mesir, Negeri Saba'. Tsamud, 'Ad, Yusuf, Sulaiman, Dawud, Adam, Musa dan lain-lain
dapat memberikan keyakinan kepada kita bahwa Al-Qur'an adalah wahyu Allah bukan
ciptaan manusia. Ayat-ayat yang berhubungan dengan ramalan-ramalan khusus yang
kemudian dibuktikan oleh sejarah seperti tentang bangsa Romawi, berpecah-belahnya Kristen
dan lain-lain juga menjadi bukti lagi kepada kita bahwa Al-Qur'an adalah wahyu Allah SWT.
Bahasa Al-qur'an adalah mu'jizat besar sepanjang masa, keindahan bahasa dan
kerapihan susunan katanya tidak dapat ditemukan pada buku-buku bahasa Arab lainnya.
Gaya bahasa yang luhur tapi mudah dimengerti adalah merupakan ciri dari gaya bahasa Al-
Qur'an. Karena gaya bahasa yang demikian itulah ‘Umar bin Khattab masuk Islam setelah
mendengar Al-Qur'an awal surat Thaha yang dibaca oleh adiknya Fathimah. Bahkan Abu
Jahal musuh besar Rasulullah, sampai tidak jadi membunuh Nabi karena mendengar surat
adh-Dhuha yang dibaca Nabi.

PENGERTIAN HADITS

Menurut bahasa hadits adalah jadid, yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu
yang dekat atau waktu yang singkat. Hadits juga berarti khabar, artinya berita, yaitu sesuatu
yang diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Selain
itu, hadits juga berarti qarib, artinya dekat, tidak lama lagi terjadi.
Menurut ahli hadits, pengertian hadits adalah “Seluruh perkataan, perbuatan, dan hal
ihwal tentang Nabi Muhammad SAW”, sedangkan menurut yang lainnya adalah “Segala
sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuataan, maupun
ketetapannya.”

Adapun menurut muhadditsin, hadits itu adalah “Segala apa yang disandarkan kepada
Nabi Muhammad SAW, baik itu hadits marfu’(yang disandarkan kepada Nabi), hadits
mauquf (yang disandarkan kepada sahabat) ataupun hadits maqthu’ (yang disandarkan
kepada tabi’in). [KREAT,2012]

FUNGSI HADITS TERHADAP AL-QURAN

Al-Qur’an merupakan kitab suci terakhir yang diturunkan Alloh. Kitab Al-Qur’an adalah
sebagai penyempurna dari kita-kitab Alloh yang pernah diturunkan sebelumnya. Al-Qur’an
dan Hadits merupakan sumber pokok ajaran Islam dan merupakan rujukan umat Islam dalam
memahami syariat. Pada tahun 1958 salah seorang sarjana barat yang telah mengadakan
penelitian dan penyelidikan secara ilmiah tentang Al-Qur’an mengatan bahwa : “Pokok-
pokok ajaran Al-Qur’an begitu dinamis serta langgeng abadi, sehingga tidak ada di dunia ini
suatu kitab suci yang lebih dari 12 abad lamanya, tetapi murni dalam teksnya”. (Drs. Achmad
Syauki, Sulita Bandung, 1985 : 33). Fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an meliputi tiga fungsi
pokok, yaitu :
1. Menguatkan dan menegaskan hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an.
2. Menguraikan dan merincikan yang global (mujmal), mengkaitkan yang mutlak dan
mentakhsiskan yang umum(‘am), Tafsil, Takyid, dan Takhsis berfungsi menjelaskan apa
yang dikehendaki Al-Qur’an. Rasululloh mempunyai tugas menjelaskan Al-Qur’an
sebagaimana firman Alloh SWT dalam QS. An-Nahl ayat 44:
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia
apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”(QS. An-Nahl :
44
3. Menetapkan dan mengadakan hukum yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an. Hukum yang
terjadi adalah merupakan produk Hadits/Sunnah yang tidak ditunjukan oleh Al-Qur’an.
Contohnya seperti larangan memadu perempuan dengan bibinya dari pihak ibu, haram
memakan burung yang berkuku tajam, haram memakai cincin emas dan kain sutra bagi laki-
laki. [TATAN,2012]

REFERENSI:
[KREAT,2012] Kreatawa,”Pengertian Al-quran dan Hadits”, http://fadlan-
network.blogspot.com/2012/04/normal-0-false-false-false.html, diakses pada 12 Maret 2013
jam 15:22 wib.
DR. H. Bisri Affandi, MA. (1993) “Dirasat Islamiyyah (Ilmu Tafsir & Hadits)”.CV Aneka
Bahagia Offset,
ni (2003) “Peraturan Hidup dalam Islam” Bogor, Pustaka Thariqul ‘Izzah
1984) “Lintasan Sejarah Al-Qur’an”, Bandung CV Sulita Bandung.
[TATAN,2012] Tatangjm, ”Fungsi hadist terhadap Al-quran”,
http://tatangjm.wordpress.com/fungsi-hadits-terhadap-al-quran/, diakses pada 12 Maret 2013
jam 15:35 wib.

PENGERTIAN AL-QUR'AN DAN HADIS

1.     PENGERTIAN AL-QURAN

Secara Etimologi Al Qur'an merupakan mashdar (kata benda) dari kata kerja Qoro’a (
‫رأ‬LLL‫ )ق‬yang bermakna Talaa (‫ )تال‬keduanya berarti: membaca, atau bermakna Jama’a
(mengumpulkan, mengoleksi). Anda dapat menuturkan, Qoro-’a Qor’an Wa Qur’aanan (‫قرأ‬
‫)قرءا وقرآنا‬. Berdasarkan makna pertama (Yakni: Talaa) maka ia adalah mashdar (kata benda)
yang semakna dengan Ism Maf’uul, artinya Matluw (yang dibaca). Sedangkan berdasarkan
makna kedua (Yakni: Jama’a) maka ia adalah mashdar dari Ism Faa’il, artinya Jaami’
(Pengumpul, Pengoleksi) karena ia mengumpulkan/mengoleksi berita-berita dan hukum-
hukum.
Sedangkan secara terminolgi Al-Quran adalah firman atau wahyu yang berasal dari
Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara melalui malaikat jibril sebagai
pedoman serta petunjuk seluruh umat manusia semua masa, bangsa dan lokasi. Alquran
adalah kitab Allah SWT yang terakhir setelah kitab taurat, zabur dan injil yang diturunkan
melalui para rasul. Hal ini juga senada dengan pendapat yang menyatakan bahwa  Al-Qur'an
kalam atau wahyu Allah yang diturunkan melalui perantaraan malaikat jibril sebagai
pengantar wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW di gua hiro pada tanggal
17 ramadhan ketika Nabi Muhammad berusia 41 tahun yaitu surat al alaq ayat 1 sampai ayat
5. Sedangkan terakhir alqu'an turun yakni pada tanggal 9 zulhijjah tahun 10 hijriah yakni
surah almaidah ayat 3.
Allah ta’ala menyebut al-Qur’an dengan sebutan yang banyak sekali, yang
menunjukkan keagungan, keberkahan, pengaruhnya dan universalitasnya serta menunjukkan
bahwa ia adalah pemutus bagi kitab-kitab terdahulu sebelumnya.

‫ك َس ْبعًا ِمنَ ْال َمثَانِي َو ْالقُرْ آنَ ْال َع ِظي َم‬


َ ‫َولَقَ ْد آتَ ْينَا‬

“Dan sesunguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang
dan al-Qur’an yang agung.” (al-Hijr:87)

‫آن ْال َم ِجي ِد‬


ِ ْ‫ق َو ْالقُر‬

“Qaaf, Demi al-Quran yang sangat mulia.” (Qaaf:1)

‫إِنَّا نَحْ نُ نَ َّز ْلنَا َعلَ ْيكَ ْالقُرْ آنَ تَ ْن ِزيال‬

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Qur’an kepadamu (hai Muhammad) dengan


berangsur-angsur.” (al-Insaan:23)

2. ISI DAN PESAN KANDUNGAN AL-QURAN

Ada pun isi kandungan yang terdapat dalam kitab suci Al-quran antara lain adalah:
1. Tauhid - Keimanan terhadap Allah SWT
2. Ibadah - Pengabdian terhadap Allah SWT
3. Akhlak - Sikap & perilaku terhadap Allah SWT, sesama manusia dan makhluk lain
4. Hukum - Mengatur manusia
5. Hubungan Masyarakat - Mengatur tata cara kehidupan manusia
6. Janji Dan Ancaman - Reward dan punishment bagi manusia
7. Sejarah - Teledan dari kejadian di masa lampau

Sedangkan pesan pokok  yang terdapat dalam kitab suci Al-quran antara lain adalah:
           Ada tiga kunci utama untuk memahami pesan Alquran: pertama, dalam konteks apa ia
diwahyukan. Untuk itu, perhatian terhadap asbab al-nuzul (sebab turunnya ayat) menjadi
begitu bernilai; kedua, komposisi bahasa ayat dan dalam bentuk apa gaya pengungkapannya;
ketiga, spirit atau pandangan hidup yang terkandung dalam kesuluruhan teks.
Untuk itu, dibutuhkan usaha ekstra berat bagi mereka yang menggali kandungan
makna Alquran, apalagi bagi mereka yang hanya berpegang pada otoritas keilmuan para
penerjemahnya. Di samping mereka juga harus menyadari bahwa Alquran diturunkan dengan
membawa dua pesan pokok. Pertama, Alquran merupakan bukti kebenaran segala yang
disampaikan Nabi. Kedua, Alquran menjadi petunjuk untuk kebaikan kehidupan manusia di
dunia dan di akhirat.
Di sinilah distorsi suatu karya terjemahan Alquran akan sangat mungkin tampak.
Karena, setiap kemukjizatan yang terdapat, misalnya, dalam keindahan susunan retorikanya
pasti mempunyai tujuan khusus. Ini jelas sekali tidak dapat terwakili dalam suatu karya
terjemahan, meskipun penerjemahnya memiliki penguasaan yang baik terhadap keindahan
retorika bahasa. Menyadari kelemahan dan keterbatasan karya terjemahan Alquran, para ahli
Ilmu Alquran menetapkan keharusan untuk menguasai aspek-aspek kebahasaan dan
kesusteraan Arab sebagai syarat utama untuk mendapatkan pemahaman yang benar ketika
hendak menggali kekayaan kandungan makna yang terdapat dalam Alquran.

3. FUNGSI AL-QURAN

1.Petunjuk bagi Manusia.


Allah swt menurunkan Al-Qur’ansebagai petujuk umar manusia,seperti yang
dijelaskan dalam surat (Q.S AL-Baqarah 2:185 (QS AL-Baqarah 2:2) dan (Q.S AL-Fusilat
41:44)
2. Sumber pokok ajaran islam.
Fungsi AL-Qur’an sebagai sumber ajaran islam sudah diyakini dan diakui
kebenarannya oleh segenap hukum islam.Adapun ajarannya meliputi persoalan kemanusiaan
secara umum seperti hukum,ibadah,ekonomi,politik,social,budaya,pendidikan,ilmu
pengethuan dan seni.

3. Peringatan dan pelajaran bagi manusia.


Dalam AL-Qur’an banyak diterangkan tentang kisah para nabi dan umat
terdahulu,baik umat yang taat melaksanakan perintah Allah maupun yang mereka yang
menentang dan mengingkari ajaran Nya.Bagi kita,umat uyang akan datang kemudian rentu
harus pandai mengambil hikmah dan pelajaran dari kisah-kisah yang diterangkan dalam Al-
Qur’an.

4. sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw.


Turunnya Al-Qur’an merupakan salah satu mukjizat yang dimilki oleh nabi
Muhammad saw. Al-Qur'an adalah wahyu Allah  yang berfungsi sebagai mu'jizat bagi
Rasulullah Muhammad saw sebagai pedoman hidup bagi setiap Muslim dan sebagai korektor
dan penyempurna terhadap kitab-kitab Allah yang sebelumnya, dan bernilai abadi.
           Sebagai mu'jizat, Al-Qur'an telah menjadi salah satu sebab penting bagi masuknya
orang-orang Arab di zaman Rasulullah ke dalam agama Islam, dan menjadi sebab penting
pula bagi masuknya orang-orang sekarang, dan ( insya Allah) pada masa-masa yang akan
datang. Ayat-ayat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dapat meyakinkan kita bahwa
Al-Qur'an adalah firman-firman Allah, tidak mungkin ciptaan manusia apalagi ciptaan Nabi
Muhammad saw yang ummi.
Demikian juga ayat-ayat yang berhubungan dengan sejarah seperti tentang kekuasaan
di Mesir, Negeri Saba'. Tsamud, 'Ad, Yusuf, Sulaiman, Dawud, Adam, Musa dan lain-lain
dapat memberikan keyakinan kepada kita bahwa Al-Qur'an adalah wahyu Allah bukan
ciptaan manusia. Ayat-ayat yang berhubungan dengan ramalan-ramalan khusus yang
kemudian dibuktikan oleh sejarah seperti tentang bangsa Romawi, berpecah-belahnya Kristen
dan lain-lain juga menjadi bukti lagi kepada kita bahwa Al-Qur'an adalah wahyu Allah SWT.
Bahasa Al-qur'an adalah mu'jizat besar sepanjang masa, keindahan bahasa dan
kerapihan susunan katanya tidak dapat ditemukan pada buku-buku bahasa Arab lainnya.
Gaya bahasa yang luhur tapi mudah dimengerti adalah merupakan ciri dari gaya bahasa Al-
Qur'an. Karena gaya bahasa yang demikian itulah ‘Umar bin Khattab masuk Islam setelah
mendengar Al-Qur'an awal surat Thaha yang dibaca oleh adiknya Fathimah. Bahkan Abu
Jahal musuh besar Rasulullah, sampai tidak jadi membunuh Nabi karena mendengar surat
adh-Dhuha yang dibaca Nabi.
 
 4. BUKTI KEOTENTIKAN AL-QURAN

Al-Quran Al-Karim memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat. Salah
satu di antaranya adalah bahwa ia merupakan kitab yang keotentikannya dijamin oleh Allah,
dan ia adalah kitab yang selalu dipelihara. Inna nahnu nazzalna al-dzikra wa inna lahu
lahafizhun (Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al-Quran dan Kamilah Pemelihara-
pemelihara-Nya) (QS 15:9).
           Demikianlah Allah menjamin keotentikan Al-Quran, jaminan yang diberikan atas
dasar Kemahakuasaan dan Kemahatahuan-Nya, serta berkat upaya-upaya yang dilakukan
oleh makhluk-makhluk-Nya, terutama oleh manusia. Dengan jaminan ayat di atas, setiap
Muslim percaya bahwa apa yang dibaca dan didengarnya sebagai Al-Quran tidak berbeda
sedikit pun dengan apa yang pernah dibaca oleh Rasulullah saw, dan yang didengar serta
dibaca oleh para sahabat Nabi saw.
Tetapi, dapatkah kepercayaan itu didukung oleh bukti-bukti lain? Dan, dapatkah
bukti-bukti itu meyakinkan manusia, termasuk mereka yang tidak percaya akan jaminan
Allah di atas? Tanpa ragu kita mengiyakan pertanyaan di atas, karena seperti yang ditulis
oleh almarhum 'Abdul-Halim Mahmud, mantan Syaikh Al-Azhar: "Para orientalis yang dari
saat ke saat berusaha menunjukkan kelemahan Al-Quran, tidak mendapatkan celah untuk
meragukan keotentikannya. Hal ini disebabkan oleh bukti-bukti kesejarahan yang
mengantarkan mereka kepada kesimpulan tersebut.
           Sebelum menguraikan bukti-bukti kesejarahan, ada baiknya saya kutipkan pendapat
seorang ulama besar Syi'ah kontemporer, Muhammad Husain Al-Thabathaba'iy, yang
menyatakan bahwa sejarah Al-Quran demikian jelas dan terbuka, sejak turunnya sampai masa
kini. Ia dibaca oleh kaum Muslim sejak dahulu sampai sekarang, sehingga pada hakikatnya
Al-Quran tidak membutuhkan sejarah untuk membuktikan keotentikannya. Kitab Suci
tersebut lanjut Thabathaba'iy memperkenalkan dirinya sebagai Firman-firman Allah dan
membuktikan hal tersebut dengan menantang siapa pun untuk menyusun seperti keadaannya.
Ini sudah cukup menjadi bukti, walaupun tanpa bukti-bukti kesejarahan. Salah satu bukti
bahwa Al-Quran yang berada di tangan kita sekarang adalah Al-Quran yang turun kepada
Nabi saw. tanpa pergantian atau perubahan -tulis Thabathaba'iy lebih jauh-- adalah berkaitan
dengan sifat dan ciri-ciri yang diperkenalkannya menyangkut dirinya, yang tetap dapat
ditemui sebagaimana keadaannya dahulu.
          Dr. Mustafa Mahmud, mengutip pendapat Rasyad Khalifah, juga mengemukakan
bahwa dalam Al-Quran sendiri terdapat bukti-bukti sekaligus jaminan akan keotentikannya.
Huruf-huruf hija'iyah yang terdapat pada awal beberapa surah dalam Al-Quran adalah
jaminan keutuhan Al-Quran sebagaimana diterima oleh Rasulullah saw. Tidak berlebih dan
atau berkurang satu huruf pun dari kata-kata yang digunakan oleh Al-Quran. Kesemuanya
habis terbagi 19, sesuai dengan jumlah huruf-huruf yang terdapat di dalam bacaan Basmalah
yaitu sebanyak 19 huruf.
a). Huruf (qaf) yang merupakan awal dari surah ke-50, ditemukan terulang sebanyak 57 kali
atau 3 X 19.
b). Huruf-huruf kaf, ha', ya', 'ayn, shad, dalam surah Maryam, ditemukan sebanyak 798 kali
atau 42 X 19.
c). Huruf (nun) yang memulai surah Al-Qalam, ditemukan sebanyak 133 atau 7 X 19.
d). Huruf (ya') dan (sin) pada surah Yasin masing-masing ditemukan sebanyak 285 atau
15 X 19.
e). Huruf (tha') dan (ha') pada surah Thaha masing-masing berulang sebanyak 342 atau
19 X 18.
          Bilangan-bilangan ini, yang dapat ditemukan langsung dari celah ayat Al-Quran, oleh
Rasyad Khalifah, dijadikan sebagai bukti keotentikan Al-Quran. Karena, seandainya ada ayat
yang berkurang atau berlebih atau ditukar kata dan kalimatnya dengan kata atau kalimat yang
lain, maka tentu perkalian-perkalian tersebut akan menjadi kacau. Angka 19 di atas, yang
merupakan perkalian dari jumlah-jumlah yang disebut itu, diambil dari pernyataan Al-Quran
sendiri.Demikianlah sebagian bukti keotentikan yang terdapat di celah-celah Kitab Suci
tersebut.
Ada beberapa faktor yang terlebih dahulu harus dikemukakan dalam rangka
pembicaraan kita ini, yang merupakan faktor-faktor pendukung bagi pembuktian otentisitas
Al-Quran:

(1) Masyarakat Arab, yang hidup pada masa turunnya Al-Quran, adalah masyarakat yang
tidak mengenal baca tulis. Karena itu, satu-satunya andalan mereka adalah hafalan. Dalam
hal hafalan, orang Arab bahkan sampai kini dikenal sangat kuat.
(2) Masyarakat Arab khususnya pada masa turunnya Al-Quran dikenal sebagai masyarakat
sederhana dan bersahaja: Kesederhanaan ini, menjadikan mereka memiliki waktu luang yang
cukup, disamping menambah ketajaman pikiran dan hafalan.

(3) Masyarakat Arab sangat gandrung lagi membanggakan kesusastraan; mereka bahkan
melakukan perlombaan-perlombaan dalam bidang ini pada waktu-waktu tertentu.

(4) Al-Quran mencapai tingkat tertinggi dari segi keindahan bahasanya dan sangat
mengagumkan bukan saja bagi orang-orang mukmin, tetapi juga orang kafir. Berbagai
riwayat menyatakan bahwa tokoh-tokoh kaum musyrik seringkali secara sembunyi-sembunyi
berupaya mendengarkan ayat-ayat Al-Quran yang dibaca oleh kaum Muslim. Kaum Muslim,
disamping mengagumi keindahan bahasa Al-Quran, juga mengagumi kandungannya, serta
meyakini bahwa ayat-ayat Al-Quran adalah petunjuk kebahagiaan dunia dan akhirat.

(5) Al-Quran, demikian pula Rasul saw., menganjurkan kepada kaum Muslim untuk
memperbanyak membaca dan mempelajari Al-Quran dan anjuran tersebut mendapat
sambutan yang hangat.

(6) Ayat-ayat Al-Quran turun berdialog dengan mereka, mengomentari keadaan dan
peristiwa-peristiwa yang mereka alami, bahkan menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka.
Disamping itu, ayat-ayat Al-Quran turun sedikit demi sedikit. Hal itu lebih mempermudah
pencernaan maknanya dan proses penghafalannya.

(7) Dalam Al-Quran, demikian pula hadis-hadis Nabi, ditemukan petunjuk-petunjuk yang
mendorong para sahabatnya untuk selalu bersikap teliti dan hati-hati dalam menyampaikan
berita --lebih-lebih kalau berita tersebut merupakan Firman-firman Allah atau sabda Rasul-
Nya.

           Faktor-faktor di atas menjadi penunjang terpelihara dan dihafalkannya ayat-ayat Al-
Quran. Itulah sebabnya, banyak riwayat sejarah yang menginformasikan bahwa terdapat
ratusan sahabat Nabi saw. yang menghafalkan Al-Quran. Bahkan dalam peperangan
Yamamah, yang terjadi beberapa saat setelah wafatnya Rasul saw., telah gugur tidak kurang
dari tujuh puluh orang penghafal Al-Quran.
Walaupun Nabi saw. dan para sahabat menghafal ayat-ayat Al-Quran, namun guna
menjamin terpeliharanya wahyu-wahyu Ilahi itu, beliau tidak hanya mengandalkan hafalan,
tetapi juga tulisan. Sejarah menginformasikan bahwa setiap ada ayat yang turun, Nabi saw.
lalu memanggil sahabat-sahabat yang dikenal pandai menulis, untuk menuliskan ayat-ayat
yang baru saja diterimanya, sambil menyampaikan tempat dan urutan setiap ayat dalam
surahnya. Ayat-ayat tersebut mereka tulis dalam pelepah kurma, batu, kulit-kulit atau tulang-
tulang binatang. Sebagian sahabat ada juga yang menuliskan ayat-ayat tersebut secara
pribadi, namun karena keterbatasan alat tulis dan kemampuan maka tidak banyak yang
melakukannya.

5. METODOLOGI PENAFSIRAN AL-QURAN

Tafsir berasal dari kata al-fusru yang mempunyai arti al-ibanah wa al-kasyf yang
berarti menjelaskan dan menyingkap sesuatu. Sedangkan Menurut pengertian terminologi,
seperti dinukil oleh Al-Hafizh As-Suyuthi dari Al-Imam Az-Zarkasyi ialah ilmu untuk
memahami kitab Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, menjelaskan
makna-maknanya, menyimpulkan hikmah dan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya.
Maka yang dimaksud dengan metodologi penafsiran dalam hal ini ialah cara-cara
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara tertentu.
Adapun Metodologi Tafsir dibagi menjadi empat macam yaitu metode tahlili, metode
ijmali, metode muqarin dan metode maudlu’i.

1. Metode Tahlili
          Metode Tahlili adalah metode menafsirkan Al-Qur’an yang berusaha menjelaskan Al-
Qur'an dengan menguraikan berbagai seginya dan menjelaskan apa yang dimaksudkan oleh
Al-Qur'an. Metode ini adalah yang paling tua dan paling sering digunakan.
Tafsir ini dilakukan secara berurutan ayat demi ayat kemudian surat demi surat dari
awal hingga akhir sesuai dengan susunan Al-Qur'an. Dia menjelaskan kosa kata dan lafazh,
menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan ayat, yaitu unsur-
unsur I’jaz, balaghah, dan keindahan susunan kalimat, menjelaskan apa yang dapat diambil
dari ayat yaitu hukum fiqih, dalil syar’i, arti secara bahasa, norma-norma akhlak dan lain
sebagainya.
         Menurut Malik bin Nas, tujuan utama ulama menafsirkan Al-Qur'an dengan metode ini
adalah untuk meletakkan dasar-dasar rasional bagi pemahaman akan kemukzizatan Al-
Qur'an, sesuatu yang dirasa bukan menjadi kebutuhan mendesak bagi umat Islam dewasa ini.
Karena itu perlu pengembangan metode penafsiran karena metode ini menghasilkan gagasan
yang beraneka ragam dan terpisah-pisah .
Kelemahan lain dari metode ini adalah bahwa bahasan-bahasannya amat teoritis, tidak
sepenuhnya mengacu kepada persoalan-persoalan khusus yang mereka alami dalam
masyarakat mereka, sehingga mengesankan bahwa uraian itulah yang merupakan pandangan
Al-Qur'an untuk setiap waktu dan tempat. Hal ini dirasa terlalu mengikat generasi berikutnya.

2. Metode Ijmali
Metode ini adalah berusaha menafsirkan Al-Qur'an secara singkat dan global, dengan
menjelaskan makna yang dimaksud tiap kalimat dengan bahasa yang ringkas sehingga mudah
dipahami. Urutan penafsiran sama dengan metode tahlili namun memiliki perbedaan dalam
hal penjelasan yang singkat dan tidak panjang lebar.
Keistimewaan tafsir ini ada pada kemudahannya sehingga dapat dikonsumsi oleh
lapisan dan tingkatan kaum muslimin secara merata. Sedangkan kelemahannya ada pada
penjelasannya yang terlalu ringkas sehingga tidak dapat menguak makna ayat yang luas dan
tidak dapat menyelesaikan masalah secara tuntas.

3. Metode Muqarin
Tafsir ini menggunakan metode perbandingan antara ayat dengan ayat, atau ayat
dengan hadits, atau antara pendapat-pendapat para ulama tafsir dengan menonjolkan
perbedaan tertentu dari obyek yang diperbandingkan itu.

4. Metode Maudhu’i
Metode ini adalah metode tafsir yang berusaha mencari jawaban Al-Qur'an dengan
cara mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur'an yang mempunyai tujuan satu, yang bersama-sama
membahas topik atau judul tertentu dan menertibkannya sesuai dengan masa turunnya selaras
dengan sebab-sebab turunnya, kemudian memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan
penjelasan-penjelasan, keterangan-keterangan dan hubungan-hubungannya dengan ayat-ayat
lain kemudian mengambil hukum-hukum darinya.
Sedangkan bentuk-bentuk tafsir Al-Qur'an secara garis besar dapat dibagi menjadi
tiga macam:

1. Tafsir bi al-Matsur
Dinamai dengan nama ini (dari kata atsar yang berarti sunnah, hadits, jejak,
peninggalan) karena dalam melakukan penafsiran seorang mufassir menelusuri jejak atau
peninggalan masa lalu dari generasi sebelumnya terus sampai kepada Nabi SAW. Tafsir bi al-
Matsur adalah tafsir yang berdasarkan pada kutipan-kutipan yang shahih yaitu menafsirkan
Al-Qur'an dengan Al-Qur'an, Al-Qur'an dengan sunnah karena ia berfungsi sebagai penjelas
Kitabullah, dengan perkataan sahabat karena merekalah yang dianggap paling mengetahui
Kitabullah, atau dengan perkataan tokoh-tokoh besar tabi’in karena mereka pada umumnya
menerimanya dari para sahabat.

2. Tafsir bi ar-Rayi
Seiring perkembangan zaman yang menuntut pengembangan metode tafsir karena
tumbuhnya ilmu pengetahuan pada masa Daulah Abbasiyah maka tafsir ini memperbesar
peranan ijtihad dibandingkan dengan penggunaan tafsir bi al-Matsur. Dengan bantuan ilmu-
ilmu bahasa Arab, ilmu qiraah, ilmu-ilmu Al-Qur'an, hadits dan ilmu hadits, ushul fikih dan
ilmu-ilmu lain seorang mufassir akan menggunakan kemampuan ijtihadnya untuk
menerangkan maksud ayat dan mengembangkannya dengan bantuan perkembangan ilmu-
ilmu pengetahuan yang ada.

3. Tafsir Isyari
Menurut kaum sufi, setiap ayat mempunyai makna yang zahir dan batin. Yang zahir
adalah yang segera mudah dipahami oleh akal pikiran sedangkan yang batin adalah yang
isyarat-isyarat yang tersembunyi dibalik itu yang hanya dapat diketahui oleh ahlinya. Isyarat-
isyarat kudus yang terdapat di balik ungkapan-ungkapan Al-Qur'an inilah yang akan tercurah
ke dalam hati dari limpahan gaib pengetahuan yang dibawa ayat-ayat. Itulah yang biasa
disebut tafsir Isyari.

6. PENGERTIAN HADITS, SUNNAH, KHABAR DAN HASAN

1. Pengertian Hadits
Menurut bahasa hadits adalah jadid, yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu
yang dekat atau waktu yang singkat. Hadits juga berarti khabar, artinya berita, yaitu sesuatu
yang diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Selain
itu, hadits juga berarti qarib, artinya dekat, tidak lama lagi terjadi.
Menurut ahli hadits, pengertian hadits adalah “Seluruh perkataan, perbuatan, dan hal
ihwal tentang Nabi Muhammad SAW”, sedangkan menurut yang lainnya adalah “Segala
sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuataan, maupun
ketetapannya.”
Adapun menurut muhadditsin, hadits itu adalah “Segala apa yang disandarkan kepada
Nabi Muhammad SAW, baik itu hadits marfu’(yang disandarkan kepada Nabi), hadits
mauquf (yang disandarkan kepada sahabat) ataupun hadits maqthu’ (yang disandarkan
kepada tabi’in).

2. Pengertian Sunnah
Menurut bahasa, sunnah adalah “Kebiasaan dan jalan (cara) yang baik dan yang
jelek.” menurut batasan lain, sunnah berarti “Jalan (yang dilalui) baik yang terpuji atau yang
tercela ataupun jalan yang lurus atau tuntutan yang tetap (konsisten).”
Sedangkan arti sunnah menurut istilah, ulama terbagi menjadi tiga golongan: ahli
hadits, ahli ushul, dan ahli fiqih.
Ahli hadits berpendapat bahwa sunnah adalah “Segala sesuatu yang bersumber dari
Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, budi pekerti, perjalanan hidup, baik sebelulm
menjadi Rasul maupun sesudahnya.”
Pendapat di atas didasarkan pada QS. Al-Ahzab: 21 dan QS. Asy-Syura: 52-53.
Dalam hadits riwayat Al-Hakim dari Abu Hurairah disebutkan: “Aku tinggalkan pada kalian
dua pusaka yang kalian tidak akan tersesat setelah kalian berpegang pada keduanya, yaitu
Kitab Allah dan Sunnahku.”
Ahli ushul membatasi pengertian sunnah hanya pada sesuatu yang bersumber dari
Nabi, baik perkataan, perbuatan, maupun taqrirnya yang berkaitan dengan syara’ yang terjadi
setelah Nabi diutus menjadi Rasul.”
Mereka beragumentasi pada QS. Al-Hasyr: 7 dan QS. An-Nahl: 44.
Sedangkan Ahli fiqih mengartikan sunnah sebagai “Segala ketetapan yang berasal
dari Nabi selain yang difardhukan dan diwajibkan.” Menurut mereka, “Sunnah merupakan
salah satu hukum yang lima (wajib, sunah, haram, makruh, dan mubah), dan yang tidak
termasuk kelima hukum ini disebut bid’ah.”

3. Pengertian Khabar
Khabar menurut bahasa adalah “Semua berita yang disampaikan oleh seseorang
kepada orang lain.” Menurut ahli hadits, khabar sama dengan hadits. Keduanya dapat dipakai
untuk sesuatu yang marfu’, mauquf, dan maqthu’, dan mencakup segala sesuatu yang datang
dari Nabi, sahabat, dan tabi’in.

4. Pengertian Atsar
Atsar berdasarkan bahasa sama pula dengan khabar, hadits, dan sunnah. Adapun
pengertian atsar menurut istilah terdapat di antara para ulama. Jumhur ulama mengatakan
bahwa atsar sama dengan khabar, yaitu “Sesuatu yang didasarkan kepada Nabi, sahabat, dan
tabi’in. Sedangkan menurut ulama Khurasan bahwa atsar ditujukan untuk yang mauquf,
sedangkan khabar ditujukan untuk yang marfu’.

7. KEDUDUKAN HADITS DALAM AL-QURAN

Para ulama sepakat bahwa hadits Nabi adalah sumber hukum Islam yang ke dua
setelah Al-Qur’an, dan umat Islam wajib melaksanakan isinya.
Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an yang menunjukkan bahwa hadits/sunnah Nabi itu
merupakan salah satu sumber hukum islam. Banyak ayat yang mewajibkan umat islam untuk
mengikuti Rasulullah SAW dengan cara melaksanakan perintah-perintahnya dan menjauhi
menjauhi segala larangannya sebagaimana firman Allah:
 “Dan taatilah Allah dan Rasul supaya kamu dirahmati” ( Ali Imron: 132)
Bahkan Allah mengancam orang-orang yang menyalahi Rasul, seperti dalam firman-Nya:
  “Hendaklah berhati-hati mereka yang menyalahi Rasul (tidak menuruti ketetapannya),
bahwa mereka akan ditimpa fitnah atau akan ditimpa azab yang pedih” (An-Nuur : 63)
Dari ayat-ayat di atas jelas bahwa orang yang beriman tidak hanya harus berpedoman
dan mengikuti ajaran-ajaran Al-Qur’an, tetapi ia juga harus berpedoman dan mengikuti apa
yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW. Dan menjauhi apa yang dilarang olehnya.
Sementara fungsi hadits atau sunnah sebagai sumber hukum islam yang kedua
menurut pan dangan ulama ada tiga, yaitu :
Pertama, hadits berfungsi memperkuat AL-Qur’an. Kandungannya sejajar dengan
AL-Qur’an dalam hal Mujmal dan Tafshilnya. Dengan kata lain, hadits dalam hal ini hanya
mengungkapkan kembali apa yang terdapat didalam Al-Qur’an, tanpa menambah atau
menjelaskan apapun.
Kedua, hadits berfungsi menjelaskan atau merinci aturan-aturan yang digariskan oleh
AL-Qur’an, baik dalam bentuk tafshil maupun takhshish. Fungsi yang kedua ini adalah fungsi
yang dominan dalam hadits. Sebagai contoh adalah perincian tentang tatacara shalat, zakat,
puasa dan haji.
Ketiga, hadits berfungsi menetapkan hukum yang baru yang belum diatur secara
eksplisit di dalam Al-Qur’an. Contohnya adalah hadits yang melarang seseorang memadu
istrinya dengan bibinya, baik dari pihak ibu maupun dari pihak bapak. Rasulullah Saw
bersabda yang artinya :
“seorang wanita tidak boleh dikawini bersamaan (dimadu) dengan bibinya atau bersamaan
(dimadu) dengan putrid saudara perempuan atau putri saudara laki-laki istri (keponakan
istri).”
Ketentuan yang terdapat dalam hadits di atas tidak ada dalam AL-Qur’an. Yang ada
dalam AL-Qur’an hanya larangan terhadap suami untuk memadu istrinya dengan saudara
perempuan si istri (kakak atau adik perempuannya), sebagai mana disebutkan dalam firman
Allah:
  “dan diharamkan bagimu memadu dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang sudah
terjadi pada masa lalu.” (Q.S An-Nisa : 23)

8. MACAM-MACAM HADITS DILIHAT DARI SEGI KUALITAS DAN


PENYAMPAIAN

1. Hadits Shahih
Menurut Ibnu Sholah, hadits shahih ialah hadits yang bersambung sanadnya. Ia
diriwayatkan oleh orang yang adil lagi dhobit (kuat ingatannya) hingga akhirnya tidak syadz
(tidak bertentangan dengan hadits lain yang lebih shahih) dan tidak mu’allal (tidak cacat).
Jadi hadits Shahih itu memenuhi beberapa syarat sebagai berikut : Kandungan isinya tidak
bertentangan dengan Al-Qur’an. Harus bersambung sanadnya. Diriwayatkan oleh orang /
perawi yang adil. Diriwayatkan oleh orang yang dhobit (kuat ingatannya). Tidak syadz (tidak
bertentangan dengan hadits lain yang lebih shahih). Tidak cacat walaupun tersembunyi.
Syarat-Syarat Hadits Shahih
Untuk bisa dikatakan sebagai hadits shahih, maka sebuah hadits haruslah memenuhi
kriteria berikut ini:

1. Rawinya bersifat adil, artinya seorang rawi selalu memelihara ketaatan dan menjauhi
perbuatan maksiat, menjauhi dosa-dosa kecil, tidak melakukan perkara mubah yang dapat
menggugurkan iman, dan tidak mengikuti pendapat salah satu mazhab yang bertentangan
dengan dasar syara’
2. Sempurna ingatan (dhabith), artinya ingatan seorang rawi harus lebih banyak daripada
lupanya dan kebenarannya harus lebih banyak daripada kesalahannya, menguasai apa yang
diriwayatkan, memahami maksudnya dan maknanya.
3. Sanadnya tiada putus (bersambung-sambung) artinya sanad yang selamat dari keguguran
atau dengan kata lain; tiap-tiap rawi dapat saling bertemu dan menerima langsung dari yang
memberi hadits.
4. Hadits itu tidak ber’illat (penyakit yang samar-samar yang dapat menodai keshahihan suatu
hadits).
5. Tidak janggal, artinya tidak ada pertentangan antara suatu hadits yang diriwayatkan oleh
rawi yang maqbul dengan hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang lebih rajin daripadanya,
2. Hadits Hasan
Hadits Hasan adalah hadits yang banyak sumbernya atau jalannya dan dikalangan
perawinya tidak ada yang disangka dusta dan tidak syadz.
Sementara itu, hadis hasan artinya hadis baik, yang memenuhi persyaratan, tetapi
diriwayatkan oleh seseorang yang tidak terialu sempurna kekuatan hafalannya. Seperti halnya
hadis sahih, hadis hasan terdiri atas dua bagian, yaitu hasan lt-zatihi (dengan sendirinya) dan
hasan lizatihi (ada keterangan pendukung lain), yang didukung dengan adanya hadis yang
tidak terlalu lemah menceritakan hal yang sama.

3. Hadits Dha’if
Ialah hadits yang tidak bersambung sanadnya dan diriwayatkan oleh orang yang tidak
adil dan tidak dhobit, syadz dan cacat atau hadis yang tidak memenuhi syarat hadis sahih atau
hasan, karena periwayatannya yang terputus atau karena perawinya tidak memenuhi
persyaratan, hadis dlaif tidak dapat dijadikan sumber hukum dan ketentuannya tidak boleh
diamalkan.
Hadis dlaif ini dapat dilihat atas dua cara, yaitu bersambung atau tidaknya sanad dan
tercelanya rawi, hadis dlaif yang dilihat dari bersambung atau tidaknya sanad meliputi hadis
mursal, munqati, mudallas, muallaq, dan muallal. Adapun hadis dlaif yang disebabkan oleh
tercelanya rawi ialah hadis maudlu. matruk, munkar, mudraj, maqlub, mudtarib, musahhaf,
muharraf, mubham, majhul. mastur, syadz, dan mukhtalit
 
9. PERIODESASI SEJARAH ISLAM
Periodisasi Sejarah Islam dimulai dari pertanyaan tentang kapan awal sejarah Islam ?.
Ada dua cara pandang yang berbeda. Pertama, Sejarah Islam dimulai sejak proses penciptaan
alam. Kedua, sejarah Islam dimulai sejak diutusnya Nabi Muhammad SAW. Bagi pendapat
pertama, sejarah Islam tidak dimulai sejak diutusnya Nabi Muhammad SAW, ada dua alasan,
pertama, kata Islam tidak hanya dipergunakan sejak Nabi Muhammad sebagai rasul, tetapi
sudah ada sejak proses penciptaan alam itu. Kedua, jika sejarah Islam dimulai masa
Muhammad, berarti ada missing link antara Adam sampai Isa.
Sementara bagi pendapat kedua, sejarah Islam dimulai sejak awal kenabian Muhammad
yang dimulai dari masa pra diutusnya Muhammad dengan Pra Islam/masa Jahiliyyah.
Periodisasi Sejarah Kebudayaan Islam menurut A.Hasymi membaginya menjadi 9
periode.Periode tersebut adalah sebagai berikut:

 Masa Permulaan Islam (dari lahirnya Islam 17 Ramadhan 12 sebelum hijrah sampai
tahun 41 H/6 Agustus 610 sampai 661 M).
 Masa Umayah ( 41-132 H/661- 750 M)
 Masa Abbasiyah I ( 132- 232 H/750 – 847 M)
 Abbasiyah II (232 – 334H/ 847 – 946 M)
 Abbasiyah III ( 334 – 467 H/ 946 – 1075 M)
 Abbasiyah IV (467 – 656 H/1075-1261 M)
 Mugholiyah (656 – 927 H/ 1261- 1520 M)
 Usmaniyah (927 – 1213 H/ 1520 – 1801 M)
 Kebangkitan Baru (1213 H/ 1801 M) sampai awal abad XX

Sebagian ahli sejarah membagi periodesasi Sejarah Kebudayaan Islam menjadi :

1. Periode Klasik (650 – 1250) yang meliputi :

 Masa Kemajuan Islam I (650 – 1000)


 Masa Disintegrasi (1000 – 1250)

Periode Klasik (650-1258) terbagi menjadi masa Kemajuan Islam I (650-1000) dan Masa
Disintegrasi (1000-1250). Masa Kemajuan Islam I merupakan masa perluasan, integrasi dan
keemasan Islam, dimulai sejak kelahiran Nabi Muhammad SAW sampai dihanguskannya
Baghdad oleh Hulagu Khan. Sehingga masa ini meliputi; masa Nabi Muhammad Saw, Masa
Khulafaurrasyidin, Masa Dinasti Umayyah Timur atau Umayah Damaskus, dan masa Dinasti
Abbasiyah. Sedangkan masa disintegrasi yang dimaksudkan sebagai masa terjadinya
pemisahan beberapa wilayah Abbasiyah dan tidak kuasanya para sultan dibawah tekanan para
tentara pengawal.

2. Periode Pertengahan ( 1250 – 1800) yang meliputi :


a. Masa Kemunduran I ( 1250- 1500)
b. Masa Tiga Kerajaan Besar (1500-1800) terbagi :

 Fase Kemajuan (1500-1700)/Masa Kemajuan II


 Fase Kemunduran (1700-1800)/Fase Kemunduran II

Periode Pertengahan (1258-1800), yaitu masa jatuhnya abbasiyah Baghdad sampai


penghujung abad tujuhbelas. Periode ini meliputi Masa Kemunduran I (1250- 1500), yaitu
masa Jengis Khan menghancurkan beberapa dinasti Islam kemudian mencapai puncaknya
dengan dihancurkannya Baghdad oleh cucunya Hulagu Khan. Masa ini disentralisasi dan
disintegrasi dunia Islam meningkat sehingga menghilangkan system khilafah secara formal.
Setelah berlangsung hampir dua setengah abad, dunia Islam menemukan kemajuannya
dengan munculnya beberapa dinasti yang memberi harapan bagi kemajuan Islam. Masa ini
disebut sebagai masa Tiga Kerajaan Besar (1500-1800), yaitu Usmaniyah diTurki,
Syafawiyah di Persia dan Mughal di India. Masa ini mengalami dua fase, yaitu Fase
Kemajuan (1500-1700) disebut masa Kemajuan II, dan fase Kemunduran (1700-1800)
disebut masa Kemunduran II.
Fase Kemajuan yang diraih selama dua abad yaitu munculnya sultan-sultan yang mampu
mengangkat harkat dan martabat dinasti. Tapi masa itupun juga mengalami kemunduran
karena beberapa hal, 1. Tidak kredibelnya para sultan, 2. Serangan dari dinasti Islam lain, 3.
Serangan agama lain seperti Hindu terhadap Mughal di India, dan 4. Serangan dari bangsa
lain.

3. Periode Modern (1800 M)


Periode Modern (1800 M) disebut sebagai masa Kebangkitan Islam. Masa tersebut
sebagai akibat dari terbukanya mata dunia Islam atas kemunduran dan ketertinggalan Islam
dari Dunia Barat. Para penguasa muslim mencari cara untuk memunculkan balance of power
dalam rangka mengangkat harga diri umat yang hilang. Maka dari itu muncullah gerakan
melawan penjajahan dan pemikiran-pemikiran untuk kemajuan Umat Islam.

Pengertian dan Fungsi Al Qur'an dan Hadist

A. PENGERTIAN AL QUR'AN
  

Secara bahasa, Al-Qur’an berasal dari kata qara’a atau qira’ah. Qara’a artinya menyatukan


atau menghimpun, sedangkan qira’ahmengandung arti menghimpun atau menyatukan huruf
dan kata-kata dengan susunan yang rapi. Selain itu, qira’ah dapat pula berarti bacaan yang
merupakan bentuk masdar dari kata qara’a, yang artinya “telah membaca”.Hal tersebut juga
senada dengan Firman Allah SWT dalam Surah Fussilat ayat 3, yang berbunyi:

  “Kitab yang ayat-ayatnya dijelaskan, bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang
mengetahui.”
      Sementara itu, secara istilah Al-Qur’an merupakan Kalamullah (Firman Allah) sebagai
mukjizat yang diturunkank kepadfa Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril dengan
memakai bahasa Arab dan sempurna tiap-tiap hurufnya.

      Selain itu, isi kandungan Al-Qur’an selalu terjaga keasliannya dari pemalsuan,
pengubahan, pengurangan, atau bahkan penambahan isi. Tidak ada siapapun atau secerdas
apapun yang mampu mengubah isi Al-Qur’an dan tidak akan pernah dapat melakukannya.
Walapun ada, akan segera terbongkar kedoknya dan usahanya tidak akan pernah berhasil
dengan cara apapun. Hal tersebut telah ditegaskan oleh Allah dalam Surah Al-Hijr ayat:9.

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar


memeliharanya”
            Janji Allah SWT tentang pemeliharaan Al-Qur’an tidak mungkin ingkar. Al-Qur’an
akan terus terjaga kesucian dan keasliannya dari tangan-tangan kotor para kufar atau orang-
orang kafir di zaman manapun. Hal tersebut terjadi pada zaman Rasulullah SAW, di mana
pada masa itu terdapat seorang Musailamah Alkadzab yang mengaku nabi. Secara terang-
terangan ia pun meniru Al-Qur’an dengan mengubah sebuah surat dalam Al-Qur’an dengan
nama suratnya yaitu Ad-Dibda’u atau seekor katak. Akan tetapi, pada akhirnya ia tewas
bersama para pengikutnya dalam sebuah peperangan di Yamamah, di tangan pasukan muslim
di bawah komando Abu Bakar Ash Shiddiq RA.

            Definisi Al-Qur’an adalah Kalamullah  yang selalu terjaga keasliannya. Disampaikan


kepada Nabi Muhammad melalui perantara malaikan Jibril secara mutawatir, dan
membacanya adalah suatu ibadah.

B. FUNGSI AL QURAN
1.Petunjuk bagi Manusia. Allah swt menurunkan Al-Qur’an sebagai petujuk umar
manusia,seperti yang dijelaskan dalam surat (Q.S AL-Baqarah 2:185 (QS AL-Baqarah 2:2)
dan (Q.S AL-Fusilat 41:44)

2. Sumber pokok ajaran islam.


Fungsi AL-Qur’an sebagai sumber ajaran islam sudah diyakini dan diakui kebenarannya oleh
segenap hukum islam.Adapun ajarannya meliputi persoalan kemanusiaan secara umum
seperti hukum,ibadah,ekonomi,politik,social,budaya,pendidikan,ilmu pengethuan dan seni.

3. Peringatan dan pelajaran bagi manusia.


Dalam AL-Qur’an banyak diterangkan tentang kisah para nabi dan umat terdahulu,baik umat
yang taat melaksanakan perintah Allah maupun yang mereka yang menentang dan
mengingkari ajaran Nya.Bagi kita,umat uyang akan datang kemudian rentu harus pandai
mengambil hikmah dan pelajaran dari kisah-kisah yang diterangkan dalam Al-Qur’an.

4. sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw.


Turunnya Al-Qur’an merupakan salah satu mukjizat yang dimilki oleh nabi Muhammad saw.

A. PENGERTIAN HADIST
Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari Nabi
Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam. Hadits
dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur'an, Ijma dan Qiyas, dimana dalam
hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an.
Ada banyak ulama periwayat hadits, namun yang sering dijadikan referensi hadits-haditsnya
ada tujuh ulama, yakni Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Turmudzi,
Imam Ahmad, Imam Nasa'i, dan Imam Ibnu Majah.
Ada bermacam-macam hadits, seperti yang diuraikan di bawah ini.
 Hadits yang dilihat dari banyak sedikitnya perawi
o Hadits Mutawatir
o Hadits Ahad
 Hadits Shahih
 Hadits Hasan
 Hadits Dha'if
 Menurut Macam Periwayatannya
o Hadits yang bersambung sanadnya (hadits Marfu' atau Maushul)
o Hadits yang terputus sanadnya
 Hadits Mu'allaq
 Hadits Mursal
 Hadits Mudallas
 Hadits Munqathi
 Hadits Mu'dhol
 Hadits-hadits dha'if disebabkan oleh cacat perawi
o Hadits Maudhu'
o Hadits Matruk
o Hadits Mungkar
o Hadits Mu'allal
o Hadits Mudhthorib
o Hadits Maqlub
o Hadits Munqalib
o Hadits Mudraj
o Hadits Syadz
 Beberapa pengertian dalam ilmu hadits
 Beberapa kitab hadits yang masyhur / populer

B. FUNGSI HADIST
1. Menguatkan dan menegaskan hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an.

2. Menguraikan dan merincikan yang global (mujmal), mengkaitkan yang mutlak dan
mentakhsiskan yang umum(‘am), Tafsil, Takyid, dan Takhsis berfungsi menjelaskan apa
yang dikehendaki Al-Qur’an. Rasululloh mempunyai tugas menjelaskan Al-Qur’an
sebagaimana firman Alloh SWT dalam QS. An-Nahl ayat 44:

“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia
apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”(QS. An-Nahl :
44

3. Menetapkan dan mengadakan hukum yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an. Hukum yang
terjadi adalah merupakan produk Hadits/Sunnah yang tidak ditunjukan oleh Al-Qur’an.
Contohnya seperti larangan memadu perempuan dengan bibinya dari pihak ibu, haram
memakan burung yang berkuku tajam, haram memakai cincin emas dan kain sutra bagi laki-
laki.

http://id.wikipedia.org/wiki/Al-Qur'an
[Hulk, 2009] Hulk, Yan, "Sejarah Turunnya Al-Quran", http://fungsialquran.blogspot.com/
diakses pada tanggal 13 Maret 2013 pada pukul 19.00
[Islamic] Islamic, Xtgem, "Pengertian Hadist",
http://islamic.net63.net/pendahuluan/pengertian_hadits.htm diakses pada tanggal 13 Maret
2013 pada pukul 19.20
" Fungsi Hadist Terhadap Al-Qur'an", http://tatangjm.wordpress.com/fungsi-hadits-terhadap-
al-quran/ diakses pada tanggal 13 Maret 2013 pada pukul 20.00

Pengertian dan fungsi Al-Qur'an dan Hadist


A.          Pengertian Al-Qur’an dan Hadist
1.      Pengertian Al-Qur’an
Secara Bahasa (Etimologi)
Merupakan mashdar (kata benda) dari kata kerja Qoro-’a (‫ )قرأ‬yang bermakna Talaa (
‫[ )تال‬keduanya berarti: membaca], atau bermakna Jama’a (mengumpulkan, mengoleksi). maka
ia adalah mashdar (kata benda) yang semakna dengan Ism Maf’uul, artinya Matluw (yang
dibaca). Sedangkan berdasarkan makna kedua (Yakni: Jama’a) maka ia adalah mashdar dari
Ism Faa’il, artinya Jaami’ (Pengumpul, Pengoleksi) kerana ia mengumpulkan/mengoleksi
berita-berita dan hukum-hukum. Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada salah
satu surat Al-Qur’an sendiri yakni pada ayat 17 dan 18 Surah Al-Qiyamah yang artinya:
“Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya
(pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu,) jika Kami telah membacakannya,
hendaklah kamu ikuti {amalkan} bacaannya”.( Al-Qiyamah: 17-18)

Secara Syari’at (Terminologi)


Al-Qur’an adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para
Nabi-Nya, Muhammad SAW. diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-
Naas.
Dan firman-Nya, “Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan
segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan khabar gembira bagi orang-orang yang
berserah diri.” (an-Nahl:89)
Al-Quran adalah firman atau wahyu yang berasal dari Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW dengan perantara melalui malaikat jibril sebagai pedoman serta petunjuk
seluruh umat manusia semua masa, bangsa dan lokasi. Alquran adalah kitab Allah SWT yang
terakhir setelah kitab taurat, zabur dan injil yang diturunkan melalui para rasul. Syaikh Abu
Utsman berkata :”Ashhabul Hadits bersaksi dan berkeyakinan bahwa Al-Qur’an adalah
kalamullah (ucapan Allah), Kitab-Nya dan wahyu yang diturunkan, bukan makhluk.
Barangsiapa yang menyatakan dan berkeyakinan bahwa ia makhluk maka kafir menurut
pandangan mereka”.
Al-Qur’an merupakan wahyu dan kalamullah yang diturunkan melalui Jibril kepada
Rasulullah dengan bahasa Arab untuk orang-orang yang berilmu sebagai peringatan dan
kabar gembira, sebagaimana firman Allah :
”Dan sesungguhnya al-Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Rabb semesta alam, dia
dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu
menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa
Arab yang jelas”. (Asy-Syu’ara: 192-195)
Al-Qur’an disampaikan oleh Rasulullah kepada umatnya sebagaimana diperintahkan Allah :
”Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabb-mu”. (Al-Maidah:67)
Ditinjau dari segi kebahasaan, Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti “bacaan” atau
“sesuatu yang dibaca berulang-ulang”. Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar)
dari kata kerja qara’a yang artinya membaca.
Dr. Subhi Al Salih mendefinisikan Al-Qur’an sebagai berikut: Kalam Allah SWT yang
merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf
serta diriwayatkan dengan mutawatir, membacanya termasuk ibadah.
Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan Al-Qur’an sebagai berikut: Al-Qur’an adalah
firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW penutup
para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s. dan ditulis pada mushaf-mushaf
yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan
mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup
dengan surat An-Nass.
2.      Pengertian Hadist
Secara etimologis hadits bisa berarti :

1. Baru, seperti kalimat : “  Allah Qadim mustahil Hadits “.


2. Dekat, seperti : ” Haditsul ” ahli bil Islam “.
3. Khabar, seperti : “Falya’tu bi haditsin mitslihi “.

Dalam tradisi hukum Islam, hadits berarti : Segala Perbuatan, Perkataan, dan Keizinan
Nabi Muhammad saw. ( Af ‘al, Aqwal dan Taqrir ). Pengertian hadits sebagaimana tersebut
diatas adalah identik dengan Sunnah, yang secara etimologis berarti jalan atau tradisi,
sebagaimana dalam Al-Qur’an : ” Sunnata  man qad  arsalna ” ( al-Isra :77 ). Juga dapat
berarti : Undang-undang atau peraturan yang tetap berlaku,Cara yang diadakan,jalan yang
telah dijalani.

Adapun menurut muhadditsin, hadits itu adalah “Segala apa yang disandarkan kepada
Nabi Muhammad SAW, baik itu hadits marfu’(yang disandarkan kepada Nabi), hadits
mauquf (yang disandarkan kepada sahabat) ataupun hadits maqthu’ (yang disandarkan
kepada tabi’in)

Ada yang berpendapat antara Sunnah dengan Hadits tersebut adalah berbeda-beda.
Akan tetapi dalam kebiasaan hukum Islam antara Hadits dan Sunnah tersebut hanyalah
berbeda dalam segi penggunaannya saja, tidak dalam tujuannya.

Sunnah adalah sumber Hukum Islam ( Pedoman Hidup Kaum Muslimin ) yang kedua
setelah Al-Qur’an. Bagi mereka yang telah beriman kepada Al-Qur’an sebagai sumber
hukum, maka secara otomatis harus percaya  bahwa Sunnah sebagai sumber Islam juga.

Ayat-ayat Al-Qur’an cukup banyak untuk dijadikan alasan yang pasti tentang hal ini, seperti

1. Setiap mu’min harus taat kepada Allah dan Rasul-nya (al-Anfal :20, Muhammad :33,
an-Nisa :59, Ali-Imran :32, al-Mujadalah : 13, an-Nur : 54,al-Maidah : 92 ).
2. Kepatuhan kepada Rasul berarti patuh dan cinta kepada Allah ( an-Nisa :80, Ali-
Imran :31 ).
3. Orang yang menyalahi Sunnah akan mendapatkan siksa ( an-Anfal :13, Al-
Mujadalah :5, an-Nisa :115 ). Berhukum terhadap Sunnah adalah tanda orang yang
beriman. ( an-Nisa’:65 ).
4. Kemudian perhatikan ayat-ayat : an-Nur : 52; al-Hasyr : 4; al-Mujadalah : 20; an-
Nisa’: 64 dan 69; al-Ahzab: 36 dan 71; al-Hujurat :1; al-Hasyr : 7 dan sebagainya.

Apabila Sunnah tidak berfungsi sebagai sumber hukum,  maka kaum Muslimin akan
menghadapi kesulitan-kesulitan dalam hal : cara shalat, kadar dan ketentuan zakat, cara haji
dan lain sebagainya. Sebab ayat-ayat Al-Qur’an dalam hal tersebut hanya berbicara secara
global dan umum, dan yang menjelaskan secara terperinci justru Sunnah Rasullullah.

Selain itu juga akan mendapatkan kesukaran-kesukaran dalam hal menafsirkan ayat-
ayat yang musytarak, muhtamal dan sebagainya yang mau tidak mau memerlukan Sunnah
untuk menjelaskannya. Dan apabila penafsiran-penafsiran tersebut hanya didasarkan kepada
pertimbangan rasio sudah barang tentu akan melahirkan tafsiran-tafsiran yang sangat
subjektif dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

B.           Fungsi Al-Qur’an dan Hadist


1.      Fungsi Al-Qur’an
1.      Pengganti kedudukan kitab suci sebelumnya yang pernah diturunkan Allah SWT
2.      Tuntunan serta hukum untuk menempuh kehidupan
3.      Menjelaskan masalah-masalah yang pernah diperselisihkan oleh umat terdahulu
4.      Sebagai Obat

Dan Kami turunkan dari Alquran suatu yang menjadi obat dan rahmat bagi orang-orang
yang beriman, dan (Alquran itu) tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain
kerugian”. (Al-Isra’ (17): 82).

5.      Petunjuk pada jalan yang lurus

Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberi petunjuk pada jalan yang amat lurus. (Al-Isrâ (17)
ayat 9.

REFERENSI
http://himitsuqalbu.wordpress.com/2012/03/01/al-quran-dab-hadits-makalah/html.
Muhaemin, Al-Qur’an dan Hadist, Jakarta: Grafindo, 2008

Anda mungkin juga menyukai