A. Hasil
1. Gambaran Lokasi Penelitian
Peneliti telah melaksanakan studi kasus pada tanggal 1 April 2019
sampai20April 2019 dengan metode observasi dan wawancara, serta
melakukan penatalaksanaan sesuai SOP dengan 2 partisipan. Sumber
daya manusia yang bertugas di ruang Rosella RSUD Kardinah Kota
Tegal ada 18 orang perawat dan 3 cleaning service. Ruang Rosella
dibagi menjadi 8 ruang bangsal dengan 8 tempat tidur dan ruang TB
MDR dengan 6 tempat tidur. Klien 1 dan 2 berada di kamar 3 ruang
khusus klien TB dengan jenis kelamin laki-laki, tetapi berbeda nomor
tempat tidur. Klien 1 bertempat tidur no. 3 sedangkan klien 2
bertempat tidur di no. 1. Adapun judul dari studi kasus tersebut adalah
Asuhan Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Pada
Klien TB Paru Di Ruang Rosella RSUD Kardinah Tegal.
2. Pengkajian
a. Identitas Klien
d. Pemeriksaan Fisik
e. Pemeriksaan Diagnostik
4. Diagnosis Keperawatan
5. Perencanaan
Rasional: Melancarkan
jalan napas
7. Kolaborasikan dengan
dokter untuk pemberian
obat
Rasional: Untuk
mempercepat
penyembuhan
Klien 2 Setelah dilakukan 1. Monitor TTv dan suara
Ketidakefektifan tindakan keperawatan napas tambahan dengan
bersihan jalan selama 2x24 jam auskultasi
napas b.d mukos diharapkan batuk Rasional: Untuk
dalam jumlah berkurang dengan mengetahui kemajuan
berlebih kriteria hasil: klien dari tindakan
1. Frekuensi keperawatan yang
pernapasan tidak ada sudah dilakukan
deviasi dari kisaran 2. Posisikan klien untuk
normal memaksimalkan
2. Suara napas ventilasi
tambahan tidak ada Rasional: Memudahkan
3. Penggunaan otot jalan napas dan
bantu pernapasan memudahkan udara
tidak ada masuk
4. Irama pernapasan 3. Lakukan fisioterapi
tidak deviasi dari dada
kisaran normal Rasional:
Meningkatkan drainase,
dan eleminasi sekret
agar mudah dikeluarkan
4. Motivasi klien untuk
napas dalam
Rasional: Untuk
memaksimalkan
pernapasan
5. Keluarkan sekret
dengan batuk efektif
Rasional: Melancarkan
jalan napas
6. Berikan terapi nebulizer
Rasional: Membantu
pengembangan paru
klien
7. Kolaborasikan dengan
dokter pemberian obat
Rasional:Untuk
mempercepat
penyembuhan
6. Implementasi
09.30 Mengkolaborasikan
dengan dokter dalam
pemberian obat (Visit dr.
Yusfi) obat yang
diresepkan:
- Memberikan obat
Rifampisin 450mg
8jam/oral (untuk
menghentikan
pertumbuhan bakteri)
- Memberikan obat
Pyrazinamide 500mg
12jam/oral (antibiotik
untuk TB)
- Memberikan Aminopilin
1amp (drip) 3x1 amp
( untuk mengatasi batuk
dan sesak)
-Memberikan injeksi
Ceftriaxone 2x1gr
- Memberikan injeksi
Dexametason 1amp (IV)
2x1 amp (untuk anti
alergi dan anti inflamasi)
- Membrikan obat
Ambroxol 30mg
8jam/oral
(untuk mengencerkan
dahak)
- Memberikan injeksi
solvinex 3x8mg (agen
mukolitik untuk
membantu mengeluarkan
dahak)
Minggu, 7 05.45 Memposisikan klien
April 2019 untuk memaksimalkan
ventilasi dengan
posisisemifowler 30-45˚
05.55 Memberikan terapi
nebulizer
- Combivent 1x1 ( untuk
melebarkan jalan napas)
- Nacl 2cc ( untuk
pengencer dahak)
08.30 Mengkolaborasikan
dengan dokter dalam
pemberian obat
- Memberikan obat
Rifampisin 450mg
8jam/oral (untuk
menghentikan
pertumbuhan bakteri)
- Memberikan obat
Pyrazinamide 500mg
12jam/oral (antibiotik
untuk TB)
- Memberikan Aminopilin
1amp (drip) 3x1 amp
( untuk mengatasi batuk
dan sesak)
- Memberikan injeksi
Ceftriaxone 2x1gr
- Memberikan injeksi
Dexametason 1amp (IV)
2x1 amp (untuk anti
alergi dan anti inflamasi)
- Memberikan obat
Ambroxol 30mg
8jam/oral
(untuk mengencerkan
dahak)
- Memberikan injeksi
solvinex 3x8mg (agen
mukolitik untuk
membantu mengeluarkan
dahak)
Senin, 8 April 06.45 Memposisikan klien
2019 untuk memaksimalkan
ventilasi dengan
posisisemifowler 30-45˚
08.30 Mengkolaborasikan
dengan dokter dalam
pemberian obat
- Memberikan obat
Rifampisin 450mg
8jam/oral (untuk
menghentikan
pertumbuhan bakteri)
- Memberikan obat
Pyrazinamide 500mg
12jam/oral (antibiotik
untuk TB)
- Memberikan Aminopilin
1amp (drip) 3x1 amp
( untuk mengatasi batuk
dan sesak)
- Memberikan injeksi
Ceftriaxone 2x1gr
- Memberikan injeksi
Dexametason 1amp (IV)
2x1 amp (untuk anti
alergi dan anti inflamasi)
- Memberikan obat
Ambroxol 30mg
8jam/oral
(untuk mengencerkan
dahak)
- Memberikan injeksi
solvinex 3x8mg (agen
mukolitik untuk
mengeluarkan dahak)
2. Ketidakefektifan Rabu, 10 05.45 Memposisikan klien
Bersihan Jalan April 2019 untuk memaksimalkan
Napas b.d Mukos ventilasi dengan
dalam jumlah posisisemifowler 30-45˚
berlebih
05.55 Memberikan terapi
nebulizer
- Combivent 1x1 ( untuk
melebarkan jalan napas)
09.15 Mengkolaborasikan
dengan dokter dalam
pemberian obat
(Visitdr.rena)
- Memberikan obat
Ambroxol 30mg
8jam/oral (untuk
mengencerkan dahak
- Memberikan injeksi
cefotaxime 1amp (intra
vena) 2x1 amp (antibiotik
untuk mengatasi bakteri)
- Memberikan obat INH
10mg 8jam/oral
(antibiotik khusus TB)
-Memberikan obat
Rifampisin 450mg/24jam
per oral (20.00)
(antibiotik)
-Memberikan obat
Etambutol 500mg/24 jam
per oral (20.00)
-Memberikan Aminopilin
1amp (drip) 3x1 amp
( untuk mengatasi batuk
dan sesak)
-Memberikan injeksi
solvinex 3x8mg (agen
mukolitik untuk
mengeluarkan dahak)
Kamis, 11 05.45 Memposisikan klien
April 2019 untuk memaksimalkan
ventilasi dengan
posisisemifowler 30-45˚
05.55 Memberikan terapi
nebulizer
- Combivent 1x1 ( untuk
melebarkan jalan napas)
P: lanjutkan intervensi
Minggu, 7 April S: - Klien mengatakan
2019 sudah lebih membaik dari
kemarin, dan mulai bisa
mengeluarkan dahak
O:
- Klien terlihat sudah
mulai bisa mengeluarkan
dahak
- Masih terdengar suara
ronkhi
- Irama pernapasan klien
cepat tetapi stabil
- TTV
- Penggunaan otot
pernapasan berkurang
TD: 110/70mmHg
N: 90x/menit
RR: 22x/menit
S: 36,7oC\
A: masalah teratasi
sebagian
P: lanjutkan intervensi
O:
- Klien terlihat mudah
mengeluarkan dahak
- Suara ronkhi samar
samar terdengar
- Tidak ada penggunaan
otot bantu pernapasan
- Irama pernapasan klien
mulai normal
- TTV:
Rr: 18xmnt
N: 95x/mnt
A: masalah teratasi
P: hentikan intervensi
2 Ketidakefektifan Rabu, 10 April S: - Klien mengatakan
Bersihan Jalan 2019 bisa mengeluarkan dahak
Napas b.d Mukos bahkan lebih mudah dari
dalam jumlah biasanya
berlebih
O:
- Klien terlihat memahami
apa yang diajarkan
perawat
- Masih terdengar suara
ronkhi
- Klien terlihat
menggunakan otot bantu
pernapasan
- Irama pernapasan klien
cepat dan tak teratur
- TTV
TD: 90/60mmHg
N: 110x/menit
RR: 24x/menit
S: 36,8oC\
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
A. Pembahasan
Penulis akan membahas persamaan dan kesenjangan yang ada pada
“Pengelolaan Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Pada
Tn.S dan tuan Tn.T di Ruang Rosella RSUD Kardinah Kota Tegal ”.
Dalam pembahasan ini penulis membaginya dalam 5 (lima) langkah dari
proses keperawatan yaitu: Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Intervensi
Keperawatan, Implementasi Keperawatan, dan Evaluasi Keperawatan.
1. Pengkajian
Pengkajian kesehatan merupakan tahapan awal yang terdiri
dari riwayat kesehatan yang berguna untuk melengkapi informasi
tentang status kesehatan fisik.
Pada klien TB Paru ada beberapa masalah yang muncul
seperti batuk tidak efektif, tidak mampu mengeluarkan sekresi di
jalan napas, suara napas menunjukan adanya sumbatan, dan irama
napas tidak normal (Hidayat. A, 2009). Untuk mengetahui apakah
klien benar mengalami masalah pada bersihan jalan napasnya maka
dilakukan pemeriksaan wilcoxon rank test seperti, 1.Frekuensi
napas (per menit), 2. Irama napas, 3. Kedalaman inspirasi, 4.
Kemampuan Mengeluarkan sekret, 5. Suara napas tambahan:
ronkhi, 6. Gasping, 7. Penggunaan otot bantu pernapasan, 8.
Kemampuan batuk. Didapatkan hasil saat pengkajian
Pada saat dilakukan pengkajian ditemukan Tn.S umur 65
tahun, dari hasil pengkajian subyektif dan obyektif klien mengatakan
awalnya klien batuk selama 3 minggu tetapi dahak sulit sekali keluar,
sudah sekitar 1 minggu klien merasa sesak napas. Pada pemeriksaan
tanda-tanda vital dan wilcoxon rank test didaptkan hasil RR: 32x/mnt,
adanya batuk terus menurus, klien terlihat sulit mengeluarkan dahak,
terdapat suara ronkhi, terlihat penggunaan otot bantu pernapasan,
irama napas cukup cepat. Dari 8 pemeriksaan wilcoxon rank test klien
memenuhi 6 hasil pemeriksaan.
Sedangkan pada klien Tn.T dilakukan pengkajian ditemukan
Tn.T berumur 31 tahun, dari hasil pengkajian subjektif dan obyektif
klien batuk berdahak sudah 3 minggu, baru kemarin mengalami sesak
napas, klien perokok aktif. Saat dilakukan pemeriksaan fisik dan
tanda-tanda vital didapatkan hasil RR: 36x/mnt dan hasil wilcoxon
rank test adanya batuk terus menurus, klien dapat mengeluarkan
dahak, terdapat suara ronkhi, terlihat penggunaan otot bantu
pernapasan, irama napas cukup cepat . Dari 8 pemeriksaan wilcoxon
rank test Tn.T mendapatkan 6 hasil.
Dari wilcoxon rank test yang dilakukan pada dua klien
didapatkan hasil bahwa klien mengalami masalah ketidakefektifan
bersihan jalan napas yang bisa terjadi karena beberapa faktor seperti
merokok, perokok pasif, retensi sekret, dan mukus berlebih
(Wilkinson&Ahern, 2013). Jika faktor tersebut tidak ditangani maka
klien akan batuk terus menerus sehingga penyakit akan semakin parah
dan mengakibatkan sarang penyakitnya pecah dan keluar darah
(Kristiani, 2016).
Dari data pengkajian diatas sudah cukup menentukan bahwa
klien Tn.S dan Tn.T mengalami masalah Ketidakefektifan bersihan
jalan napas.
1. Diagnosa Keperawatan
Penegakan diagnosa keperawatan haruslah didukung
sekelompok data dasar yang dilakukan dengan melakukan pengkajian.
Kelompok data ini disebut batasan karakteristik. Batasan karakteristik
adalah indikator klinis yang merupakan tanda dan gejala baik obyektif
maupun subyektif atau faktor resiko yang mendukung adanya kategori
diagnostik (Potter&Perry, 2005)
Adapun beberapa batasan karakteristik untuk ditegakannya
diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan napas antara lain seperti, 1.
Adanya batuk, 2. Suara napas tambahan, 3. Perubahan frekuensi
napas, 4. Perubahan irama napas, 5. Sputum dalam jumlah yang
berlebih, 6. Batuk yang tidak efektif, 7. Sesak napas (Nanda Nic Noc,
2018). TB Paru memiliki gejala salah satunya batuk, Batuk terjadi
karena radang tahunan dibronkus sehingga pertahanan primer tidak
adekuat dan membentuk tuberkel mengakibatkan membran alveolar
mengalami kerusakan dan membentuk sputum berlebihan sehinga
bersihan jalan napas yang tidak efektif (Nurarif dan Kusuma, 2015).
Pada Tn.T didapatkan data dalam pengkajian bahwa klien
mengeluh batuk, sulit mengeluarkan dahak, dan sesak napas. Terlihat
adanya penggunaan otot bantu pernapasan, dan terdengar adanya
suara ronkhi. Sedangkan pada klien Tn.T mengeluhkan batuk
berdahak, sesak napas, adanya penggunaan otot bantu pernapasan, dan
terdengar suara ronkhi.
Dari batasan karakteristik dan data diatas kedua klien
mengalami masalah tersebut, maka ditegakanlah diagnosa
Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas berhubungan dengan Mukosa
dalam jumlah berlebih.
2. Intervensi Keperawatan
Untuk mengatasi masalah Ketidakefektifan Bersihan Jalan
Napas berhubungan dengan Mukos Dalam Jumlah Berlebih maka
digunakan intervensi menurut Bulucheck (2016) yaitu setelah
dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan masalah teratasi
dengan kriteria hasil: 1. Frekuensi pernapasan tidak ada deviasi dari
kisaran normal, 2. Suara napas tambahan tidak ada, 3. Penggunaan
otot bantu pernapasan tidak ada.
Menurut (Buluchek, 2016) intervensinya meliputi, 1. Monitor
TTV dan suara napas tambahan dengan auskultasi, 2. Posisikan klien
untuk memaksimalkan ventilasi, 3. Lakukan fisioterapi dada, 4.
Motivasi klien untuk melakukan napas dalam, 5. Minta klien untuk
mengeluarkan dahak dengan batuk efektif, 6. Berikan terapi nebulizer,
7. Kolaborasikan dengan dokter pemberian obat golongan mukolitik
dan bronkodilator.
Intervensi diatas dilakukan untuk menangani masalah
ketidakefektifan bersihan jalan napas.
3. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan
rencana asuhan keperawatan ke dalam bentuk tindakan keperawatan
guna membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Asmadi,
2008).
Pada Tn.S implementasi yang dilakukan pada hari pertama
sampai hari ketiga adalah 1. Memposisikan klien untuk
memaksimalkan ventilasi dengan posisi semifowler 30-45˚, 2.
Memberikan terapi nebulizer combivent 1 vial dan Nacl 2cc, 3.
Melakukan fisioterapi dada dengan cara clapping pada punggung
klien, 4. Memotivasi klien untuk melakukan napas dalam, 5. Meminta
klien melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan sekret dengan cara
dua tangan letakan di dada dan perut, hirup dan keluarkan napas 3x
lalu batukkan pada hembusan napas ke3, 6. Memonitor TTV dan
suara napas tambahan klien dengan auskultasi, 7. Mengkolaborasikan
dengan dokter pemberian obat Rifampisin, pyrazinamide, aminopilin,
ceftriaxone, dexametason, ambroxol, solvinex. Semua tindakan yang
terdapat di intervensi dapat diterapkan pada klien Tn.S pada hari
pertama sampai hari ketiga yang dilakukan pada pukul 05.45-09.30
pagi. Ada beberapa kesulitan dalam melakukan tindakan dikarenakan
klien mengalami gangguan pada fungsi pendengaran yang menjadikan
penulis harus ekstra dalam berbicara dan melantangkan suara.
Klien kedua Tn.T intervensi yang dilakukan pada hari pertama
dan hari kedua sama seperti, 1. Memposisikan klien untuk
memaksimalkan ventilasi dengan posisi semifowler 30-45˚, 2.
Memberikan terapi nebulizer combivent 1 vial 3. Melakukan
fisioterapi dada dengan cara clapping pada punggung klien, 4.
Memotivasi klien untuk melakukan napas dalam, 5. Meminta klien
melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan sekret dengan cara dua
tangan letakan di dada dan perut, hirup dan keluarkan napas 3x lalu
batukkan pada hembusan napas ke3, 6. Memonitor TTV dan suara
napas tambahan klien dengan auskultasi dengan hasil,
7. Mengkolaborasikan dengan dokter pemberian obat ambroxol,
cefotaxime, INH, rifampisin, etambuthol, aminopilin, solvinex. Pada
klien kedua hari pertama dan hari kedua semua intervensi dapat
dilakukan pada pukul 05.45-09.15 pagi. Intervensi yang akan
diberikan pada klien kedua hari ketiga adalah, 1. Memposisikan klien
untuk ventilasi dengan posisi semifowler 30-45˚, 2. Memotivasi klien
untuk melakukan napas dalam, 3. Meminta klien melakukan batuk
efektif untuk mengeluarkan sekret dengan cara dua tangan letakan di
dada dan perut, hirup dan keluarkan napas 3x lalu batukkan pada
hembusan napas ke3, 4. Memonitor TTV dan suara napas tambahan
klien dengan auskultasi, 5. Mengkolaborasikan dengan dokter
pemberian obat ambroxol, cefotaxime, INH, rifampisin, etambuthol.
Pada hari ketiga hanya dapat diterapkan 5 intervensi karena kondisi
klien semakin membaik. Klien sudah dapat mengeluarkan dahak
dengan maksimal maka intervensi pemberian terapi nebul, dan
fisioterapi dada dihentikan. Untuk mengencerkan dahaknya sendiri
sudah ada ambroxol sebagai pengencer dahak. O2 masker serta
pemberian aminopilin dihentikan karena irama pernapasan klien sudah
dalam rentang normal. Implementasi pada hari ketiga dilakukan pada
pukul 06.45-08.30 pagi.
Pada klien pertama dan kedua tindakan tersebut dilakukan pada
pagi hari untuk Memposisikan klien selama klien masih sesak klien
selalu diposisikan semifowler, untuk terapi nebulizer klien pertama
dan kedua di beri sekali setiap pagi hari, fisioterapi dada dilakukan
satu kali saat pagi setelah diberikan terapi nebulizer untuk
memaksimalkan hasil, napas dalam dan batuk efektif dapat dilakukan
kapan saja saat klien merasa sulit mengeluarkan dahak. Tindakan
keperawatan yang penulis lakukan selalu dipagi hari karena sesuai
dengan teori menurut Mardiono (2013) untuk meningkatkan volume
paru memfasilitasi pembersihan saluran jalan napas dapat
mengunakan cara teknik fisioterapi dada, napas dalam, dan batuk
efektif. Akan lebih efektif lagi jika dilakukan 2-3 jam setelah bangun
tidur pada pagi hari dan dilakukan selama 2 hari berturut-turut agar
bersihan jalan napas dapat efektif secara maksimal.
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang
memungkinkan perawat untuk menentukan apakah intervensi
keperawatan telah berhasil meningkatkan kondisi klien (Potter&Perry,
2009).
Setelah dilakukan implementasi diharapkan progres klien sesuai
kriteria hasil seperti, 1. Frekuensi pernapasan tidak ada deviasi dari
kisaran normal, 2. Irama pernapasan tidak ada deviasi dari kisaran
normal, 3. Suara napas tambahan tidak ada, 4. Penggunaan otot bantu
tidak ada.
Dari hasil tindakan keperawatan didapatkan evaluasi pada klien
Tn.S mengatakan sudah bisa mengeluarkan dahak, klien terlihat sudah
tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan, frekuensi pernapasan
mulai normal, masih terdengar samar suara ronkhi. Masalah teratasi,
intervensi dapat dihentikan. Pada klien Tn.T mengatakan sudah bisa
mengeluarkan dahak secara maksimal, terlihat tidak ada penggunaan
otot bantu pernapasan, tidak terdengar suara ronkhi, frekuensi
pernapasan mulai normal. Masalah sudah teratasi, intervensi dapat
dihentikan.
Dari hasil evaluasi yang ada tindakan keperawatan yang
dilakukan penulis kepada klien sama-sama efektif tetapi pada klien
kedua hasil lebih maksimal terbukti dengan sudah tidak adanya suara
ronkhi pada klien kedua tetapi masih ada suara ronkhi pada klien
pertama. Faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan klien
kedua adalah dari awal klien sudah dapat mengeluarkan dahak hanya
saja belum maksimal dan setelah dilakukan tindakan keperawatan
klien lebih mudah mengeluarkan dahak sehingga penumpukan dahak
di paru-paru klien berkurang yang membuat hilangnya suara ronkhi.
Sedangkan pada klien pertama faktor usia juga mempengaruhi tingkat
kekuatan klien untuk melakukan tindakan secara maksimal dan sejak
awal klien sudah mengeluh sulit mengeluarkan dahak jadi sampai hari
ketiga klien hanya mampu mengeluarkan dahak tetapi masih ada suara
ronkhi.
Dari evaluasi tersebut dapat dikatakan kondisi klien setelah diberi
tindakan keperawatan semakin membaik dengan adanya klien yang
sudah bisa mengeluarkan dahak sendiri dan masalah sesak napas yang
tertangani.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Pada bab ini penulis akan membahas tentang “ Pengelolaan
Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Pada Klien TB Paru
di Ruang Rosella RSUD Kardinah Kota Tegal pada tanggal 1 April sampai
20 April 2019, kemudian penulis akan membandingkan dengan 2 klien,
dapat disimpulkan:
1. Pengkajian pada klien Tn.S dan Tn.T yang mengalami masalah
TB Paru didapatkan data subjektif kedua klien mengatakan
yang batuk yang sangat lama, mengalami penumpukan dahak
dan sesak napas.
2. Diagnosa keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan mukus yang berlebihan akan ditandai
dengan adanya batuk, suara napas tambahan, perubahan
frekuensi napas, perubahan irama napas, sputum dalam jumlah
yang berlebih, batuk yang tidak efektif, dan sesak napas.
3. Intervensi keperawatan pada Tn.S dan Tn.T dengan masalah
keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas meliputi
Monitor TTV dan suara nafas tambahan dengan auskultasi,
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi (posisi semi
flower), Lakukan Fisoterapi dada, Motivasi pasien untuk nafas
dalam, minta pasien untu mengeluarkan secret dengan batuk
efektif, Berikan terapi nebulizer, kolaborasikan dengan dokter
dalam pemberian obat.
4. Implementasi klien yang mengalami TB paru pada Tn.S dan
Tn.T sesuai dengan intervensi yang telah direncanakan untuk
menangani masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas.
5. Evaluasi perkembangan klien 1 dan 2 setelah dilakukan
fisioterapi dada , batuk efektif, nafas dalam dan pemberian
nebulizer dapat memperbaiki kondisi umum klien. Evaluasi
keberhasilan penerapan fisioterapi dada , batuk efektif, nafas
dalam dan pemberian nebulizer pada kedua klien tersebut
menunjukkan bahwa keadaannya semakin membaik hal
tersebut dikarenakan kedua klien tersebut mematuhi instrksi
dari program/ teknik fisioterapi dada, batuk efektif, nafas
dalam dan pemberian nebulizer.
B. Saran
Dengan dilaksanakan pengelolaan keperawatan ketidakefektifan
bersihan jalan napas yang telah penulis laksanakan, saran yang dapat
diberikan yaitu:
1. Bagi klien
Dengan adanya bimbingan yang dilakukan oleh perawat/ penulis
selama proses pemberian asuhan keperawatan, diaharapkan dapat
menerapkannya secara mandiri dalam mencegah, meningkatkan, dan
mempertahankan kesehatan baik bagi diri,keluarga maumpun
lingkungan, sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal.
2. Bagi perawat
Petugas kesehatan atau perawat dalam melakukan asuhan keperawatan
untuk mengatasi penyakit TB Paru dalam meningkatkan kulatias
pelayanan keperawatan diharapkan tanpa membedakkan status
ekonomi.
3. Bagi peniliti lainya
Diharapkan untumk memeperbanyak sumber atau referensi yang
berkaitan dengan asuhan keperawatan klien yang mengalami TB Paru
dengan mengangkat diagnosa keperawatan selain ketidakefektifan
bersihan jalan napas atau memperdalam diagnosa keperawatan
ketidakefektifan bersihan jalan napas, guna memeperluas wawasan
keilmuan bagi peneliti dan siapapun yang berninat memperdalam topik
ini.