Anda di halaman 1dari 51

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

ONKOLOGI

RS ISLAM SITI HAJAR SIDOARJO

1
2
4
5
PANDUAN
PRAKTIK KLINIK KANKER
SERVIK
RS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

I. PENGERTIAN
Kanker serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks. Serviks merupakan sepertiga
bagian bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan berhubungan dengan vagina melalui
ostium uteri eksternum.

II. ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK


Pada umumnya, lesi prakanker belum memberikan gejala. Bila telah menjadi kanker invasif,
gejalan yang paling umum adalah perdarahan (contact bleeding, perdarahan saat berhubungan
intim) dan keputihan. Pada stadium lanjut, gejala dapat berkembang mejladi nyeri pinggang atau
perut bagian bawah karena desakan tumor di daerah pelvik ke arah lateral sampai obstruksi
ureter, bahkan sampai oligo atau anuria. Gejala lanjutan bisa terjadi sesuai dengan infiltrasi tumor
ke organ yang terkena, misalnya: fistula vesikovaginal, fistula rektovaginal.

III. KRITERIA DIAGNOSTIK


Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik

IV. DIAGNOSIS KERJA


0 Karsinoma in situ (karsinoma preinvasif)
I Karsinoma serviks terbatas di uterus (ekstensi ke korpus
uterus dapat diabaikan)
IA Karsinoma invasif didiagnosis hanya dengan mikroskop.
Semua lesi yang terlihat secara makroskopik, meskipun
invasi hanya superfisial, dimasukkan ke dalam stadium IB
IA1 Invasi stroma tidak lebih dari 3,0 mm kedalamannya dan 7,0
mm
atau kurang pada ukuran secara horizontal
IA2 Invasi stroma lebih dari 3,0 mm dan tidak lebih dari 5,0mm

V. DIAGNOSIS BANDING
1. Adenokarsinoma Endometrial
2. Polip Endoservikal
3. Chlamydia trachomatis atau Infeksi menular seksual lainnya pada wanita dengan:
a.Keluhan perdarahan vagina, duh vagina serosanguinosa, nyeri pelvis
b.Serviks yang meradang dan rapuh (mudah berdarah, terutama setelah berhubungan
seksual).
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan klinik ini meliputi inspeksi, kolposkopi, biopsi serviks, sistoskopi, rektoskopi, USG,
BNO -IVP, foto toraks dan bone scan , CT scan atau MRI, PET scan. Kecurigaan metastasis ke
kandung kemih atau rektum harus dikonfirmasi dengan biopsi dan histologik. Konisasi dan
amputasi serviks dianggap sebagai pemeriksaan klinik. Khusus pemeriksaan sistoskopi dan
rektoskopi dilakukan hanya pada kasus dengan stadium IB2 atau lebih.

VII. TERAPI
Standar Pemotongan Makroskopik Kanker Servik
Standar operasi pada kanker serviks yang operabel adalah histerektomi radikal yang mengangkat
organ uterus, serviks, vagina, parametrium kanan dan kiri, salphingo-oforektomi bilateral, serta
limfadenektomi kelenjar getah bening regional.
Konisasi serviks
1. Operator memberi tanda pada arah jam 12 (tanda benang)
2. Dokter SpPA memotong spesimen konisasi pada bagian puncak (1 kupe) serta 12 kupe
potongan lain sesuai arah jarum jam (lihat gambar) dan memberi tanda tinta pada
bagian tepi sayatan konisasi.
Gambar konisasi serviks

Histerektomi Radikal
Hal yang perlu diperhatikan pada saat pemotongan jaringan diantaranya adalah:
1. Massa tumor serviks, disertai kupe invasi terdalam.
2. Invasi tumor ke arah kavum uteri.
3. Batas sayatan distal vagina. Bila klinisi mengirim batas sayatan vagina sebagai jaringan
terpisah, wajib diberikan penandaan khusus.
4. Parametrium bilateral.
5. Kelenjar getah bening

Tatalaksana Kanker Serviks Invasif


 Stadium 0 / KIS (Karsinoma in situ)
Konisasi (Cold knife conization). Bila margin bebas, konisasi sudah adekuat pada yang
masih memerlukan fertilitas. Bila tidak tidak bebas, maka diperlukan re-konisasi. Bila
fertilitas tidak diperlukan histerektomi total Bila hasil konisasi ternyata invasif, terapi
sesuai tatalaksana kanker invasif.
 Stadium IA1 (LVSI negatif)
Konisasi (Cold Knife) bila free margin (terapi adekuat) apabila fertilitas dipertahankan.
(Tingkat evidens B), Bila tidak free margin dilakukan rekonisasi atau simple histerektomi.
Histerektomi Total apabila fertilitas tidak dipertahankan
 Stadium IA1 (LVSI positif)
Operasi trakelektomi radikal dan limfadenektomi pelvik apabila fertilitas dipertahankan.
 Stadium IA2,IB1,IIA1
Pilihan :
1. Operatif.
Histerektomi radikal dengan limfadenektomi pelvik. (Tingkat evidens 1 /
Rekomendasi A) Kemoradiasi bila terdapat faktor risiko yaitu metastasis KGB,
metastasis parametrium, batas sayatan tidak bebas tumor, deep stromal
invasion, LVSI dan faktor risiko lainnya. Hanya ajuvan radiasi eksterna (EBRT) bila
metastasis KGB saja. Apabila tepi sayatan tidak bebas tumor / closed margin,
maka radiasi eksterna dilanjutkan dengan brakhiterapi.
2. Non operatif
kemoterapi konkuren
 Stadium IB 2 dan IIA2 Pilihan :
1. Operatif (Rekomendasi A)
2. Histerektomi radikal dan pelvik limfadenektomi
Tatalaksana selanjutnya tergantung darifaktorrisiko,dan hasil patologi anatomi
untuk dilakukan ajuvan kemoterapi.
 Stadium IIB
Pilihan :
1. Kemoradiasi (Rekomendasi A)
2. Radiasi (Rekomendasi B)
3. Neoajuvan kemoterapi (Rekomendasi C)
Kemoterapi (tiga seri) dilanjutkan radikal histerektomi dan pelvik limfadenektomi.
Histerektomi ultraradikal, laterally extended parametrectomy (dalam penelitian)
 Stadium III A SAMPAI III B
1. Kemoradiasi (Rekomendasi A)
2. Stadium IIIB dengan CKD
 Nefrostomi / hemodialisa bila diperlukan
 Kemoradiasi dengan regimen non cisplatin atau
 Stadium IV A tanpa CKD
1.Pada stadium IVA dengan fistula rekto-vaginal, direkomendasI
terlebih dahulu dilakukan kolostomi, dilanjutkan :
2.Kemoradiasi Paliatif,atau
3.Radiasi Paliatif
 Stadium IV A dengan CKD, IVB
1. Paliatif
2. Bila tidak ada kontraindikasi, kemoterapi paliatif / radiasi paliatif dapat
dipertimbangkan.
DUKUNGAN NUTRISI
Pasien kanker serviks berisiko mengalami malnutrisi dan kaheksia kanker, sehingga perlu mendapat terapi
nutrisi adekuat, dimulai dari skrining gizi, dan apabila hasil skrining abnormal atau berisiko malnutrisi
dilakukan asasmen gizi dahulu dilanjutkan dengan diagnosis serta tatalaksana nutrisi umum dan khusus.

Tatalaksana nutrisi umum mencakup kebutuhan nutrisi umum (termasuk penentuan jalur pemberian
nutrisi), farmakoterapi, aktivitas fisik, dan terapi nutrisi operatif (lihat lampiran). Pasien kanker serviks
dapat mengalami gangguan saluran cerna, berupa diare, konstipasi, atau mual-muntah akibat tindakan
pembedahan serta kemo- dan atau radio-terapi. Pada kondisi-kondisi tersebut, dokter SpGK perlu
memberikan terapi nutrisi khusus, meliputi edukasi dan terapi gizi serta medikamentosa, sesuai dengan
masalah dan kondisi gizi pada pasien.

Penyintas kanker sebaiknya memiliki BB ideal dan menerapkan pola makan yang sehat, tinggi buah, sayur
dan biji-bijian, serta rendah lemak, daging merah, dan alkohol dan direkomendasikan untuk terus
melakukan aktivitas fisik sesuai kemampuan secara teratur dan menghindari gaya hidup sedenter
(Rekomendasi tingkat A).

VIII. EDUKASI
1. Nutrisi
 Edukasi jumlah nutrisi , jenis dan cara pemberian nutrisi sesuai dengan kebutuhan
 Edukasi untuk memiliki BB ideal dan menerapkan pola makan yang sehat, tinggi buah, sayur,
dan biji-bijian, serta rendah lemak, daging merah, dan alkohol; dan direkomendasikan untuk
terus melakukan aktivitas fisik sesuai kemampuan secara teratur dan menghindari gaya
hidup sedenter.
2. Metastasis pada tulang
Kemungkinan fraktur patologis sehingga pada pasien yang berisiko diedukasi untuk berhati
hati saat aktivitas atau mobilisasi.
Mobilisasi menggunakan alat fiksasi eksternal dan/atau dengan alat bantu jalan dengan
pembebanan bertahap
3. Lainnya
Anjuran untuk kontrol rutin pasca pengobatan
Anjuran untuk menjaga pola hidup yang sehat

IX. KOMPETENSI
Spesialis Obstetri dan Gynekologi Konsultan Onkologi

10
X. PROGNOSI
12
Angka kesintasan 5 tahun, berdasarkan AJCC tahun 2010 adalah sebagai berikut

Stadium Kesintasan
5 tahun
0 93%
I 93%
IA 80%
IIA 63%
IIB 58%
IIIA 35%
IIIB 32%
IVA 16%
IVB 15%

KEPUSTAKAAN
Panduan Penatalaksanaan Kanker Servik, Komite Penanggulangan Kanker Nasional, KEMENKES
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
KANKER PAYUDARA
RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
1 Definisi Kanker payudara (KPD) merupakan keganasan pada jaringan payudara yang dapat
(Pengertian) berasal dari epitel ductus maupun lobulusnya

2 Anamnesis
Pada anamnesis pasien kanker payudara meliputi, ukuran dan letak benjolan
payudara, kecepatan benjolannya tumbuh, apakah disertai dengan sakit,
reaksi puting susu, apakah ada nipple discharge atau krusta, kelainan pada
kulit misalnya dimpling, peau d’ órange, ulserasi, atau venektasi, apakah ada
benjolan pada ketiak atau edema pada lengan atas.
keluhan tambahan yang terkait dengan kemungkinan metastasis dari kanker
payudara dapat ditanyakan misalnya nyeri pada tulang (untuk mencari
kemungkinan metastasis pada vertebrae, femur), rasa sesak nafas dan lain
sebagainya yang menurut klinisi terkait dengan penyakitnya.

3 Pemeriksaaa Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan status lokalis, regionalis, dan sistemik.
n fisik Yaitu :
a. Status lokalis : massa tumor, lokasi tumor, ukuran tumor, konsistensi
tumor, bentuk dan batas tumor, fiksasi tumor ada atau tidak ke
kulit/m.pectoral/dinding dada, perubahan kulit seperti kemerahan,
dimpling, edema/nodul satelit Peau de orange, ulserasi, perubahan
puting susu/nipple (tertarik/erosi/krusta/discharge).
b. Status kelenjar getah bening meliputi status KGB daerah axila, daerah
supraclavicular, dan infraclavicular bilateral berisi informasi jumlah,
ukuran, konsistensi, terfiksir terhadap sesama atau jaringan sekitarnya.
c. Sistemik : metastasis yang berisi informasi lokasi pemeriksaan misal
tulang, hati, paru, otak, disertai informasi keluhan subjektif dari pasien
dan objektif hasil pemeriksaan klinisi

4 kriteria
Stadium kanker payudara ditentukan berdasarkan Sistem Klasifikasi TNM
Diagnosis
American Joint Committee on Cancer (AJCC) 2010, Edisi 7, untuk Kanker
Payudara.

Kategori T (Tumor)

TX : Tumor primer tidak bisa


diperiksa T0 : Tumor primer tidak
terbukti
Tis Karsinoma in situ
Tis (DCIS) = Ductal Carcinoma In Situ
Tis (LCIS) = Lobular Carcinoma In Situ
Tis (Paget’s) = paget’s disease pada putting payudara tanpa tumor
T1 : Tumor 2 cm atau kurang pada dimensi terbesar
T1mic Mikroinvasi 0.1 cm atau kurang pada dimensi terbesar
T1a Tumor lebih dari 0.1 cm tetapi tidak lebih dari 0.5 cm pada
dimensi terbesar
T1c Tumor lebih dari 1 cm tetapi tidak lebih dari 2 cm pada dimensi
terbesar
T2 : Tumor lebih dari 2 cm tetapi tidak lebih dari 5 cm pada dimensi terbesar
T3 : Tumor berukuran lebih dari 5 cm pada dimensi terbesar
T4 : Tumor berukuran apapun dengan ekstensi langsung ke dinding
dada/kulit
T4a : Ekstensi ke dinding dada, tidak termasuk otot pectoralis
T4b : Edema (termasuk peau d’orange) atau ulserasi kulit payudara
atau satellite skin nodules pada payudara yang sama
T4c : Gabungan T4a dan T4b
T4d : Inflammatory carcinoma

Kelenjar Getah Bening (KGB) regional (N)

Nx : KGB regional tak dapat dinilai (misal: sudah diangkat)

N0 : Tak ada metastasis KGB regional


N1 : Metastasis pada KGB aksila ipsilateral level I dan II yang masih dapat
digerakkan
pN1mi Mikrometastasis >0,2 mm - <2mm
pN1a 1-3 KGB aksila
pN1b KGB mamaria interna dengan metastasis mikro melalui sentinel
node biopsi tetapi tidak terlihat secara klinis
pN1c T1-3 KGB aksila dan KGB mamaria interna dengan
metastasis mikro melalui sentinel node biopsi tetapi
tidak terlihat secara klinis
N2 : Metastasis pada KGB aksila ipsilateral yang terfiksir atau matted atau
KGB mamaria interna yang terdeteksi secara klinis* jika tidak terdapat
metastasis KGB aksila secara klinis
N2a : Metastasis pada KGB aksila ipsilateral yang terfiksir satu sama
lain (matted) atay terfiksir pada struktur lain
pN2a 4-9 KGB aksila
N2b : Metastasis hanya pada KGB mamaria interna yang terdeteksi
secara klinis* dan jika tidak teradpat metastasis KGB aksila
secara klinis
pN2b KGB mamaria interna, terlihat secara klinis tanpa KGB

13
aksila
N3 : Metastasis pada KGB infraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa
keterlibatan KGB aksila, atau pada KGB mamaria interna yang terdeteksi
secara klinis* dan jika terdapat metastasis KGB aksila secara klinis, atau
metastasis pada KGB supraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa
keterlibatan KGB aksila atau mamaria interna
N3a : Metastasis pada KGB infraklavikula ipsilateral pN3a
>10 KGB aksila atauinfraklavikula
N3b : Metastasis pada KGB mamaria interna ipsilateral dan KGB aksila
pN3b KGB mamaria interna, terlihat secara klinis, dengan KGB aksila
atau >3 KGB aksila dan mamaria interna dengan
metastasis mikro melalui sentinel node biopsi
namun tidak terlihat secara klinis
N3c : Metastasis pada KGB supraklavikula ipsilateral pN3c
KGB supraklavikula

*Terdeteksi secara klinis maksudnya terdeteksi pada pemeriksaan


imaging (tidak termasuk lymphoscintigraphy) atau pada pemeriksaan
fisis atau terlihat jelas pada pemeriksaan patologis
Metastasis Jauh (M)

Mx Metastasis jauh tak dapat dinilai

M0 Tak ada metastasis jauh


M1 Terdapat metastasis jauh

Pengelompokan stadium

14
5 Diagnosa Kanker Payudara
Kerja
6 Diagnosa 1. FAM (Fibrous Adenoma Mamae)
Banding 2. Gagal jantung
7 Pemeriksaan
1. Laboratorium : pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan kimia darah
penunjang
sesuai dengan perkiraan metastasis beserta tumor marker. Apabila hasil
dari tumor marker tinggi, maka perlu diulang untuk followup.

2. Mammografi Payudara : Tanda primer berupa densitas yang meninggi


pada tumor, batas tumor yang tidak teratur oleh karena adanya proses
infiltrasi ke jaringan sekitarnya atau batas yang tidak jelas (komet sign),
gambaran translusen disekitar tumor, gambaran stelata, adanya
mikroklasifikasi sesuai kriteria Egan, dan ukuran klinis tumor lebih besar
dari radiologis. Untuk tanda sekunder meliputi retraksi kulit atau
penebalan kulit, bertambahnya vaskularisasi, perubahan posisi puting,
kelenjar getah bening aksila (+), keadaan daerah tumor dan jaringan
fibroglandular tidak teratur, kepadatan jaringan sub areolar yang
berbentuk utas

3. USG Payudara : benjolan yang harus dicurigai ganas apabila ditemukan


tanda-tanda seperti permukaan tidak rata, taller than wider, tepi
hiperekoik, echo interna heterogen, vaskularisasi meningkat, tidak
beraturan, dan masuk kedalam tumor membentuk sudut 90 derajat.

15
4. Pemeriksaan Patologi Anatomik

16
8 Terapi 1. Pembedahan : mastektomi, mastektomi radikal modifikasi (MRM), mastektom
radikal klasik (classic radical mastectomy), masktektomi dengan teknik
onkoplasti, mastektomi simple, mastektomi subkutan (Nipple-Skin-Sparing
Mastectomy), Breast Coserving Therapy (BCT)
2. Farmakoterapi :
a. Kemoterapi yang diberikan dapat berupa obat tunggal atau berupa
gabungan beberapa kombinasi obat kemoterapi. Kemoterapi diberikan
secara bertahap, biasanya sebanyak 6 – 8 siklus agar mendapatkan efek
yang diharapkan dengan efek samping yang masih dapat diterima. Hasil
pemeriksaan immunohistokimia memberikan beberapa pertimbangan
penentuan regimen kemoterapi yang akan diberikan. Beberapa kombinasi
kemoterapi yang telah menjadi standar.
b. Pada kasus kanker dengan luminal A (ER+, PR+, HER2-) pilihan terapi
ajuvan utamanya adalah hormonal, bukan kemoterapi.
c. Pemeriksaan IHK yang HER2 positif. Pilihan utama anti-HER2 adalah
herceptin

9 Edukasi 1. Edukasi gizi dan pola makan


2. Edukasi faktor risiko
3. Edukasi gaya hidup sehat
4. Edukasi obat-obatan
10 Prognosis Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
12 Pustaka
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Kanker Payudara,
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/Menkes/414/2018
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
LIMFOMA NON-HODGKIN
RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
1 Definisi Limfoma Non Hodgkin (LNH) merupakan sekumpulan besar keganasan primer
(Pengertian) kelenjar getah bening dan jaringan limfoid ekstra nodal, yang dapat berasal dari
limfosit B, limfosit T, dan sel NK*”natural killer”.
2 Anamnesis 1. Penurunan berat badan >10% dalam 6 bulan
2. Demam 38 derajat C >1 minggu tanpa sebab
yang jelas
3. Keringat malam banyak
4. Cepat lelah
5. Penurunan nafsu makan
6. Pembesaran kelenjar getah bening yang terlibat
7. Dapat pula ditemukan adanya benjolan yang tidak nyeri di leher, ketiak atau
pangkal paha (terutama bila berukuran di atas 2 cm); atau sesak napas akibat
pembesaran kelenjar getah bening mediastinum maupun splenomegali
3 Pemeriksaa 1. Pembesaran KGB
an fisik 2. Kelainan/pembesaran organ (hati/limpa)
3. Performance status: ECOG atau WHO/Karnofsky

4 kriteria KLASIFIKASI STADIUM


Diagnosis

KLASIFIKASI HISTOLOGIK
B Cell Neoplasm
I. Precursor B-cell neoplasm : Precursor B-
Acute Lymphoblastic Leukemia/lymphoblastic lymphoma
II. Peripheral B-cell neoplasms
1. B-cell chronic lymphocytic leukemia/small lymphocytic
lymphoma
2. Lymphoplasmacytic lymphoma
3. Mantle cell lymphoma
4. Follicular lymphoma
5. Extranodal marginal zone B-cell lymphoma or MALT type
6. Nodal marginal zone B-cell lymphoma
7. Splenic marginal zone lymphoma
8. Plasmacytoma/ plasma cell myeloma
9. Diffuse large B-cell lymphoma, NOS
10.Diffuse large B cell lymphoma variants.
11.Burkitt’s lymphoma
12. Bcell lymphoma inclassifiable with features
intermediate between DLBCL and Burkitt lymphoma
B cell lymphoma inclassifiable with features intermediate between DLBCL and
classical Hodgkin lymphoma
5 Diagnosa Limfoma Non-Hodgkin
Kerja
6 Diagnosa 1. Infeksius : Bakteri (sifilis, brucellosis), Virus (mononukleosis infeksius,
Banding sitomegalovirus, HIV,cat scratch fever), Mikobakterium (tuberkulosis), Parasit
(toxoplasma)
2. Autoimun
a. Lupus eritrematosus sistemik
b. Sindrom Sjögren
c. Derivatif Hidantoin
3. Granulomatosis : Sarkoidosis
4. Neoplasma
a. Penyakit Hodgkin
b. Leukemia limfositik kronik
c. Karsinoma sel kecil paru
d. Histiositosis maligna
e. Melanoma
f. Neoplasma sel germinal
5. Kondisi lainnya
a. Hiperplasia limfoid reaktif
b. Granulomatosis limfomatoid
c. Limfadenopati dermatopati
d. Limfadenopati angioimunoblas
e. Penyakit Castleman
7 Pemeriksaa 1. Biopsi eksisional atau core biopsy : Histopatologi ( sesuai klasifikasi WHO
n terbaru ) dan Immunohistokimia Molekuler (hibridisasi insitu) EBV. Pada
penunjang kondisi tertentu dimana KGB sulit dibiopsi, maka kombinasi core biopsy
FNAB bersama-sama dengan teknik lain (IHK, Flowcytometri `dan lain-lain)
2. Laboratorium :
a. Hematologi (Darah Perifer Lengkap : Hb, Ht, leukosit,trombosit, LED,
hitung jenis
b. Gambaran Darah Tepi (GDT) : morfologi sel darah
c. Analisis urin : urin lengkap
d. Kimia klinik: SGOT, SGPT, Bilirubin (total/direk/indirek), LDH, protein
total, albumin-globulin, Alkali fosfatase, asam urat, ureum, kreatinin,
Gula darah sewaktu, Elektrolit (Na, K, Cl, Ca, P) HIV, TBC, Hepatitis C
(anti HCV, HBsAg)
e. Khusus: Gamma GT, Serum Protein Elektroforesis (SPE),
Imunoelektroforesa (IEP), Tes Coomb, B2 mikroglobulin
3. Aspirasi Sumsum Tulang (BMP) dan biopsi sumsum tulang dari 2 sisi spina
illiaca dengan hasil spesimen minimal panjang 1.5 cm, dan disarankan 2
cm.
4. Radiologi : Untuk pemeriksaan rutin/standard dilakukan pemeriksaan CT
Scan thorak/abdomen.
5. Laringoskopi : Bila Cincin Waldeyer terkena.
6. Cairan tubuh lain (Cairan pleura, cairan asites, cairan liquor serebrospinal),
Jika dilakukan pungsi/aspirasi diperiksa sitologi dengan cara cytospin,
disamping pemeriksaan rutin lainnya.
7. Echogardiogram untuk melihat fungsi jantung
8 Terapi I. LNH INDOLEN / Low grade: (Ki-67 < 30%) Yang termasuk dalam kelompok ini
adalah:
a. SLL/small lymphocytic lymphoma/CLL =chronic lymphocytic
lymphoma
b. MZL (marginal zone lymphoma), nodal, ekstranodal dan splenic)
c. Lymphoplasmacytic lymphoma
d. Follicular lymphoma gr 1-2
e. Mycosis Fungoides
f.Primary cutaneous anaplastic large cell lymphoma )
A. LNH INDOLEN STADIUM I DAN II
Radioterapi memperpanjang disease free survival pada beberapa
pasien. Standar pilihan terapi :
a. Iradiasi
b. Kemoterapi dilanjutkan dengan radiasi
c. Kemoterapi (terutama pada stadium ≥2 menurut kriteria GELF)
d. Kombinasi kemoterapi dan imunoterapi
e. Observasi
B. LNH INDOLEN / low grade STADIUM II bulky, III, IV Standar pilihan terapi :
1. Observasi (kategori 1) bila tidak terdapat indikasi untuk terapi.
Termasuk dalam indikasi untuk terapi:
a. Terdapat gejala

20
b. Mengancam fungsi organ
c. Sitopenia sekunder terhadap limfoma
d. Bulky
e. Progresif
f. Uji Klinik
2. Terapi yang dapat diberikan:
a. Rituximab dapat diberikan sebagai kombinasi terapi lini pertama
yaitu R-CVP. Pada kondisi dimana Rituximab tidak dapat diberikan
maka kemoterapi kombinasi merupakan pilihan pertama misalnya:
COPP, CHOP dan FND.
b. Purine nucleoside analogs (Fludarabin) pada LNH primer
Alkylating agent oral (dengan/tanpa steroid), bila kemoterapi
kombinasi tidak dapat diberikan/ditoleransi (cyclofosfamid,
chlorambucil) :
1. Rituximab maintenance dapat dipertimbangkan
2. Kemoterapi intensif ± Total Body irradiation (TBI) diikuti
dengan stem cell resque dapat dipertimbangkan pada kasus
tertentu
3. Raditerapi paliatif, diberikan pada tumor yang besar (bulky)
untuk mengurangi nyeri/obstruksi.
C. LNH INDOLEN/ low grade RELAPS Standar pilihan terapi:
1. Radiasi paliatif
2. Kemoterapi
3. Transplantasi sumsum tulang
II. LNH AGRESIF / High grade: (Ki-67 > 30%) Yang termasuk dalam kelompok ini
adalah:
a. MCL (Mantle cell lymphoma, pleomorphic variant)
b. Diffuse large B cell lymphoma, Follicular lymphoma gr III, B cell
lymphoma unclassifiable with features between diffuse large B cell
and Burkitt,
c. T cell lymphomas
A. LNH STADIUM I DAN II
Pada kondisi tumor non bulky (diameter tumor <7.5cm) dengan kriteria: pasien
muda risiko rendah atau rendah-menengah (aaIPI score ≤1) dan risiko tinggi
atau menengah-tinggi (aaIPI ≥2), bila fasilitas memungkinkan, kemoterapi
kombinasi R-CHOP 6 siklus merupakan protokol standar saat ini serta dapat
dipertimbangkan pemberian radioterapi (untuk konsolidasi), atau kemoterapi 3
siklus dilanjutkan dengan radioterapi.
B. LNH STADIUM I-II (BULKY), III DAN IV
a. Bila memungkinkan, pemberian kemoterpi RCHOP 6siklus ± radioterapi

21
konsolidasi, dipertimbangkan pada stadium I dan II
b. Uji klinik pada stadium III dan IV
C. LNH REFRAKTER/RELAPS
a. Pasien LNH refrakter yang gagal mencapai remisi, dapat diberikan terapi
salvage dengan radioterapi jika area yang terkena tidak ekstensif. Terapi
pilihan bila memungkinakan adalah kemoterapi salvage diikuti dengan
transplantasi sumsum tulang
b. Kemoterapi salvage seperti R-DHAP maupun R-ICE
III. LNH “LEUKEMIA-LIKE”: Lymphoblastic, Burkitt, “double hit” lymphoma.
High dose chemotherapy plus radioterapi diikuti dengan transplantasi sumsum
tulang (belum ada di RSI Sultan Agung)

REGIMEN TERAPI YANG DISARANKAN


Terapi Lini Pertama
a. Rituximab + CHOP (Cyclophosphamide, doxorubicine, vincristine,
prednisone) (kategori 1)
b. Dosed dense RCHOP 14 (Kategori 3)
c. Dosed adjusted R- EPOCH (Rituximab, Etoposide, Prednison, Vincristin,
Cyclophosphamide, doxorubicin) (kategori 2B)
Terapi Lini Pertama pada pasien dengan fungsi ventrikuler kiri buruk atau
sangat rentan
 RCEPP–rituximab, cyclophosphamide, etoposide, prednisone, procarbazine
 RCDOP–rituximab, cyclophosphamide, liposomal doxorubicin, vincristine,
prednisone
 DA-EPOCH – etoposide, prednisone, vincristine, cyclophosphamide,
doxorubicin+ rituximab
 RCEOP – rituximab, cyclophosphamide, etoposide, vincristine, prednisone
 RGCVP – rituximab, gemcitabine, cyclophosphamide, vincristine,
prednisolone
Pasien > 80 tahun dengan komorbiditas
 R-mini CHOP
 RGCVP – rituximab, gemcitabine, cyclophosphamide, vincristine,
prednisolone
Terapi Lini Pertama Konsolidasi (Opsional)
 Age-adjusted IPI high risk disease: Terapi dosis tinggi dengan
penyelamatan stem sel autolog
 Double-hit DLBCL: Terapi dosis tinggi dengan penyelamatan stem sel
autolog
Keberadaan penyakit bersamaan dengan manifestasi pada SSP (CNS disease)
2
 Parenkimal: methotrexate sistemik 3 g/m atau lebih, pada hari ke-15

22
dari 21 hari pemberian siklus R-CHOP yang didukung
dengan pemberian growth factors
 Leptomeningeal : methotrexate/cytarabine intratekal, pertimbangkan
pemasangan Ommaya reservoir dan/atau methotrexate sistemik (3 – 3.5
g/m2)

Terapi Lini Kedua dan Terapi Lanjutan (dengan intensi untuk high-dose therapy)
 DHAP - dexamethasone, cisplatin, cytarabine + rituximab
 ESHAP - etoposide, methylprednisolone, cytarabine, cisplatin + rituximab
 GDP – gemcitabine, dexametason, cisplatin + rituximab atau gemcitabine,
dexametason, carboplatin + R
 GemOx – gemcitabine, oxaliplatin + rituximab
 ICE - ifosfamide, carboplatin, etoposide + rituximab
 miniBEAM – carmustine, etoposide, cytarabine, melphalan + rituximab
 MINE - mesna, ifosfamide, mitoxantrone, etoposide + rituximab

Terapi Lini Kedua dan Terapi Lanjutan (tanpa intensi untuk high-dose therapy)
 Bendmustine + rituximab
 Brentuximab vedotin untuk pasien dengan CD30+ (kategori 2B)
 CEPP + rituximab (cyclophosphamide, etoposide, prednisone, procarbazine)
– PO dan IV
 CEOP (cyclophosphamide, etoposide, vincristine, prednisone) + rituximab
 DA-EPOCH – etoposide, prednisone, vincristine, cyclophosphamide,
doxorubicin + rituximab
 GDP + rituximab atau gemcitabine, dexametason, carboplatin + rituximab
 GemOR + rituximab
 Lenalidomide + rituximab (non-GCB DLBCL)
 Rituximab
9 Edukasi 1. Edukasi Efek samping kemoterapi yang mungkin muncul
2. Edukasi Latihan yang perlu dilakukan untuk menghindari gangguankekuatan
otot(lihat prinsiprehabilitasimedik)
3. Edukasi jumlah nutrisi , jenis dan cara pemberian nutrisi sesuai
dengan kebutuhan
4. Edukasi anjuran untuk kontrol rutin pasca pengobatan
10 Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
12 Pustaka Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Limfoma Non-Hodgkin
Kementrian Kesehatan
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
KANKER NASOFARING
RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
1 Definisi Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan karsinoma yang muncul pada daerah
(Pengertian) nasofaring (area di atas tenggorok dan di belakang hidung), yang
menunjukkan bukti adanya diferensiasi skuamosa mikroskopik ringan atau
ultrastruktur
2 Anamnesis Gejala yang muncul dapat berupa telinga terasa penuh, tinnitus,
otalgia, hidung tersumbat, lendir bercampur darah. Pada stadium
lanjut dapat ditemukan benjolan pada leher, terjadi gangguan saraf,
diplopa, dan neuralgia trigeminal (saraf III, IV, V, VI).
3 Pemeriksaaan 1. Dilakukan pemeriksaan status generalis dan status lokalis.
fisik 2. Pemeriksaan nasofaring:
Rinoskopi posterior
Nasofaringoskop ( fiber / rigid )
Laringoskopi
3. Pemeriksaan nasoendoskopi dengan NBI (Narrow Band Imaging)
digunakan untuk skrining, melihat mukosa dengan kecurigaan
kanker nasofaring, panduan lokasi biopsi, dan follow up terapi
pada kasus-kasus dengan dugaan residu dan residif
4 kriteria Klasifikasi TNM (AJCC, Edisi 7, 2010) 10
Diagnosis
TX Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak terdapat tumor primer
Tis Karsinoma in situ
T1 Tumor terbatas pada nasofaring, atau
tumor meluas
ke orofaring dan atau rongga hidung tanpa
perluasan ke parafaringeal
T2 Tumor dengan perluasan ke parafaringeal
T3 Tumor melibatkan struktur tulang dari basis kranii
dan atau sinus paranasal
T4 Tumor dengan perluasan intrakranial dan atau
keterlibatan saraf kranial, hipofaring, orbita, atau
dengan perluasan ke fossa infratemporal /
masticator space

KGB regional (N)


NX KGB regional tidak dapat dinilai
N0 Tidak terdapat metastasis ke KGB regional
N1 Metastasis unilateral di KGB, 6 cm atau kurang di
atas fossa supraklavikula
N2 Metastasis bilateral di KGB, 6 cm atau kurang
dalam dimensi terbesar di atas fosa supraklavikula
N3 Metastasis di KGB, ukuran > 6 cm
N3a Ukuran >6cm
N3b Perluasan ke fosa supraklavikula

Metastasis Jauh (M)


MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 Tidak terdapat metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh

Pengelompokkan Stadium (Stage Grouping)


Tis T1 T2 T3 T4
M0 N0 0 I II III IVA
N1 II II III IVA
N2 III III III IVA
N3 IVB IVB IVB IVB
M1 IVC IVC IVC IVC
5 Diagnosa Kerja Kanker Nasofaring
6 Diagnosa 1. Limfoma Malignum
Banding 2. Proses non keganasan (TB kelenjar)
3. Metastasis (tumor sekunder)

7 Pemeriksaan 1. CT Scan
penunjang Pemeriksaan radiologik berupa CT scan nasofaring mulai setinggi sinus
frontalis sampai dengan klavikula, potongan koronal, aksial, dan sagital,
tanpa dan dengan kontras. Teknik pemberian kontras dengan injector 1-
2cc/kgBB, delay time 1 menit. CT berguna untuk melihat tumor primer
dan penyebaran ke jaringan sekitarnya serta penyebaran kelenjar getah
bening regional.

2. USG abdomen
Untuk menilai metastasis organ-organ intra abdomen. Apabila dapat
keraguan pada kelainan yang ditemukan dapat dilanjutkan dengan CT
Scan Abdomen dengan kontras.

3. Foto Thoraks
Untuk melihat adanya nodul di paru atau apabila dicurigai adanya
kelainan maka dilanjutkan dengan CT Scan Thoraks dengan kontras.

4. Bone Scan
Untuk melihat metastasis tulang.
Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut diatas untuk menentukan TNM.

8 Terapi Terapi dapat mencakup radiasi, kemoterapi, kombinasi keduanya, dan


didukung dengan terapi simptomatik sesuai dengan gejala

Stadium dini Stadium I Radiasi saja Rekomendasi


(T1N0M0) II, A
Stadium intermediet Stadium II Kemoradiasi I, B
(T1-2, N1-2, konkuren

25
M0)
Stadium lokal lanjut Stadium III, Kemoradiasi I, A
IVA, IVB konkuren +/-
(T3-4,N0-3, kemoterapi
M0) adjuvan
Perencanaan terapi Stadium IVA, Kemoterapi II, B
radiasi problematik IVB (T4 atau induksi, diikuti
(tumor yang N3) dengan
berbatasan dengan kemoradiasi
organ at risk, mis: konkuren
kiasma optikum)
Radioterapi
Pemberian radioterapi dalam bentuk IMRT lebih terpilih
dibandingkan dengan 3D-CRT. Pedoman pemberian dosis dan
perencanaan organ yang berisiko dapat dilihat pada lampiran.

Obat-obatan Simptomatik
Reaksi akut pada mukosa mulut, berupa nyeri untuk
mengunyah dan menelan obat kumur yang
mengandung antiseptik dan astringent, (diberikan 3 – 4
sehari).
Tanda-tanda moniliasis antimikotik.
Nyeri menelan anestesi lokal
Nausea, anoreksia terapi simptomatik.

Kemoterapi
Kombinasi kemoradiasi sebagai radiosensitizer terutama diberikan
pada pasien dengan T2-T4 dan N1-N3. Kemoterapi sebagai
radiosensitizer diberikan preparat platinum based 30-40 mg/m 2
sebanyak 6 kali, setiap minggu sekali 2,5 sampai 3 jam sebelum
dilakukan radiasi. Kemoterapi kombinasi/dosis penuh dapat
diberikan pada N3 > 6 cm sebagai neoadjuvan dan adjuvan setiap 3
minggu sekali, dan dapat juga diberikan pada kasus
rekuren/metastatik.

Terapi sistemik pada Karsinoma Nasofaring adalah dengan


kemoradiasi dilanjutkan dengan kemoterapi adjuvant, yaitu
Cisplatin + RT diikuti dengan Cisplatin/5-FU atau Carboplatin/5-FU.
Dosis preparat platinum based 30-40 mg/m2 sebanyak 6 kali, setiap
seminggu sekali.

Terapi sistemik pada Karsinoma Nasofaring kasus


Rekuren/Metastatik:
a. Terapi Kombinasi
b. Cisplatin or carboplatin + docetaxel or paclitaxel
c. Cisplatin/5-FU
d. Carboplatin
e. Cisplatin/gemcitabine
f. Gemcitabine
g. Taxans + Patinum +5FU
h. Terapi Tunggal
i. Cisplatin
j. Carboplatin
k. Paclitaxel
l. Docetaxel
m. 5-FU
n. Methotrexate
o. Gemcitabine
p. Capecitabine
Edukasi Topik Edukasi kepada Pasien
Kondisi Informasi dan Anjuran saat Edukasi
1. Radioterapi  Efek samping radiasi akut yang dapat muncul
(xerostomia, gangguan menelan, nyeri saat
menelan), maupun lanjut (fibrosis, mulut kering,
dsb)
 Anjuran untuk selalu menjaga kebersihan
mulut dan perawatan kulit (area radiasi)
selama
terapi
2. Kemoterapi  Efek samping kemoterapi yang mungkin
muncul (mual, muntah, dsb)
3. Nutrisi  Edukasi jumlah nutrisi , jenis dan cara
pemberian nutrisi sesuai dengan kebutuhan
4. Metastasis  Kemungkinan fraktur patologis sehinggapada
pada tulang pasien yang berisiko diedukasi untuk berhati-
 Mobilisasimenggunakan alat fiksasi eksternal
dan/atau dengan alat bantu jalan dengan
pembebanan bertahap
5. Lainnya Anjuran untuk kontrol rutin pasca pengobatan
Anjuran untuk menjaga polahidup yang sehat

Prognosis Prognosis pasien dengan KNF dapat sangat berbeda antara subkelompok
yang satu dengan subkelompok yang lain. Penelitian tentang faktor-faktor
yang dapat memengaruhi prognosis masih terus berlangsung hingga saat ini.
Kebanyakan faktor-faktor prognosis bersifat genetik ataupun molekuler.
klinik (pemeriksaan fisik maupun penunjang
Pustaka Panduan penatalaksanaan kanker nasofaring, Kemenkes,
LAMPIRAN 3. PRINSIP RADIOTERAPI

Radiasi Eksterna
Radiasi konvensional 2D
Radiasi dapat diberikan dengan lapangan radiasi plan parallel laterolateral dan supraklavikula. Batas-
batas lapangan penyinaran meliputi daerah tumor primer dan sekitarnya/ potensi penjalaran per
kontinuitatum, serta kelenjar getah bening regional (kelenjar leher sepanjang jugular serta
sternokleidomastoideus dan supraklavikula). Dosis radiasi total 66-70 Gy, 2 Gy/fraksi, dengan blok
medulla spinalis setelah 40 Gy. Untuk kelenjar getah bening leher positif dilanjutkan dengan booster
elektron hingga mencapai total dosis target.

Radiasi Konformal 3 Dimensi dan IMRT Target radiasi


Pendefinisian target radiasi 3 dimensi harus berdasarkan terminologi International Commission on
Radiation Units and Measurements - 50 (ICRU-50); yaitu gross tumor volume (GTV), clinical target
volume (CTV) dan planning target volume (PTV).

Proses simulator dengan CT-Scan, pasien diposisikan dalam posisi supine, dengan fiksasi masker
termoplastik untuk imobilisasi kepala dan leher, termasuk bahu. Pemberian kontras intravena sangat
membantu dalam mendelineasi GTV, terutama pada kelenjar getah bening. Fusi dengan modalitas
pencitraan lain seperti MRI dapat dilakukan, lebih baik dengan yang ketebalan slice-nya minimal 3
mm. Basis kranii (clivus dan nervus intrakranial) sangat baik bila dilihat dengan MRI. Marrow
infiltration paling baik dilihat pada sekuens MRI T1- non kontras.
Target volume mencakup GTV dan CTV. Pada teknik IMRT, CTV dapat dibedakan menjadi 2 atau
lebih, terkait gross disease, high risk, atau low risk.

CTV 70 yang mencakup gross disease dan CTV 59,4 yang mencakup
high risk region), serta PTV sebagai berikut :

1. Volume Target pada daerah Gross Disease


a. GTV70 (70 Gy):
GTV: Seluruh gross disease berdasarkan CT, MRI, informasi klinis, dan temuan
endoskopik. Kelenjar getah bening positif tumor didefinisikan sebagai KGB berukuran > 1
cm atau KGB dengan sentral nekrosis. Untuk membedakan, GTV pada lokasi primer
dinamai GTV P dan GTV pada KGB disebut GTV N.
b. CTV70 (70 Gy): biasanya sama dengan GTV70 (tidak perlu menambahkan margin). Jika
margin dibutuhkan akibat ketidakpastian gross disease, dapat ditambahkan 5 mm
sehingga GTV70 + 5 mm = CTV70. Pada daerah sekitar batang otak dan medulla spinalis,
batas 1 mm dianggap cukup, disebabkan perlu untuk melindungi struktur jaringan
normal kritis. Jika tumor melibatkan satu sisi, yang mana pasien dapat terancam
mengalami kebutaan sebagai akibat dari terapi, maka perlu dilakukan informed consent
dan lakukan pembatasan dosis pada kiasma optikum, untuk melindungi struktur optik
kontralateral. Gross disease pada KGB retrofaring harus mendapatkan dosis 70 Gy.

28
c. PTV70 (70 Gy): CTV70 + 3-5 mm, bergantung kepada tingkat kenyamanan pengaturan posisi
pasien sehari-hari. Untuk daerah sekitar batang otak dan medulla spinalis, batas 1 mm masih
diperbolehkan.

2. Volume target pada daerah subklinis risiko tinggi (High Risk).


a. CTV59,4 (59,4 Gy) : CTV59,4 harus mencakup seluruh daerah GTV70.
Primer: seluruh nasofaring (termasuk seluruh palatum molle), clivus, basis kranii (termasuk
foramen ovale, tempat nervus
V.3 berada), fossa pterygoid, spasium parafaring, sinus sphenoid, 1/3 posterior sinus
maksilaris (mencakup fossa pterigopalatina, tempat nervus V.2 berada), sinus ethmoid
posterior, sinus kavernosus pada kasus T3-4.
Leher: KGB retrofaring, level IB-V bilateral. Level IB dapat dikeluarkan apabila pasien N0.
b. PTV 59,4 (59,4 Gy): CTV 59,4 + 3-5 mm, bergantung kepada tingkat kenyamanan pengaturan
posisi pasien sehari-hari, namun bisa sekecil 1 mm pada daerah dekat jaringan kritis normal.

3. Volume target pada daerah subklinis risiko rendah (Low Risk).


PTV 54 (54 Gy): pada kasus N0 atau leher bawah (Level IV dan VB). Daerah leher anterior bawah
dapat juga menggunakan teknik konvensional (AP atau AP=PA). Daerah ini berisiko rendah sehingga
dosis dapat diturunkan menjadi Dosis radioterapi kuratif definitif tanpa kemoterapi adalah (NCCN,
kategori 2A):
• PTV risiko tinggi (tumor primer dan KGB positif, termasuk kemungkinan infiltrasi
subklinis pada tumor primer dan KGB risiko tinggi) : 66 Gy (2,2 Gy/fraksi) sampai 70 Gy
(1,8-2 Gy/fraksi)
• PTV risiko rendah hingga menengah (lokasi yang dicurigai terjadi penyebaran subklinis) :
44-50 Gy ( 2 Gy/fraksi) sampai 54-63 Gy (1.6-1,8 Gy/fraksi)
Dosis radioterapi konkuren kemoterapi (kemoradiasi) adalah (NCCN, kategori 2A) :
• PTV risiko tinggi : 70 Gy (1,8-2 Gy/fraksi)
• PTV risiko rendah hingga menengah: 44-50 Gy ( 2 Gy/fraksi) sampai 54-63 Gy (1.6-1,8
Gy/fraksi). Jika menggunakan teknik 3DCRT, dosis direkomendasikan 44-50 Gy, jika
menggunakan IMRT dapat diberikan 54-53 Gy.
Selain peresepan dosis, yang perlu diperhatikan adalah dosis jaringan sehat sekitarnya. Deliniasi
organ sehat harus mengacu kepada pedoman dari Radiation Therapy Oncology Grup
(RTOG)1605

29
Prinsip Pemberian Radioterapi 11
RT Definitif PTV

Risiko tinggi: tumor primer dan KGB terkait (mencakup infiltrasi lokal subklinik pada lokasi primer dan level KGB yang berisiko ti
66 Gy (2,2 Gy/fraksi) hingga 70-70,2 Gy (1,8 – o 69,96 Gy (2,12 Gy/fraksi) setiap hari Senin-Jumat
dalam 6-7 minggu

2,0Gy/fraksi); setiap hari Senin-Jumat dalam 6-7 minggu

Risiko rendah hingga sedang: lokasi yang dicurigai mengalami penyebaran subklinik
44-50 Gy (2,0 Gy/fraksi) hingga 54-63 Gy (1,6-1,8 Gy/fraksi).

Kemoradiasi konkuren

PTV

Risiko tinggi: biasanya 70-70,2 Gy (1,8-2,0 Gy/fraksi); setiap hari Senin-Jumat dalam 7 minggu
Risiko rendah hingga sedang: 44-50 Gy (2,0 Gy/fraksi) hingga 54-63 Gy (1,6-1,8 Gy/fraksi)

IMRT lebih terpilih dibandingkan dengan 3D-CRT pada KNF untuk meminimalkan dosis pada struktur
kritikal

Pedoman Dosis Radioterapi pada PRV

Organ Batasan Dosis *


Batasan Dosis di PRV
Batang Otak Dosis maksimal 54 Gy Tidak lebih dari 1% melebihi
60 Gy
Medula Spinalis Dosis maksimal 45 Gy Tidak lebih dari 1% melebihi 50
Gy
Nervus Optik, Kiasma Dosis Pedoman Dosis Dosis maksimal 54 Gy
Optik Radioterapi pada PRV
maksimal 50 Gy
Mandibula dan temporo 70 Gy, jika tidak
mandibula joint mungkin, pastikan dosis
75 Gy tidak lebih dari 1
cc
Pleksus Brakialis Dosis maksimal 66 Gy
Kavum oris (tak Rerata (mean) dose
termasuk PTV) kurang dari 40 Gy
Tiap Koklea Tidak lebih dari 5 %
mendapat 55 Gy atau
lebih
Mata Dosis maksimal 50 Gy
Lensa Dosis maksimal 25 Gy

30
Laring Glottis Dosis maksimal 45 Gy
Esophagus, faring, pasca Dosis maksimal 45 Gy
krikoid
Ket (*) : PRV = Planning Organ At Risk Volume
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OSTEOSARCOMA
RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
1 Definisi Osteosarkoma adalah tumor ganas tulang primer yang berasal dari sel mesenkimal
(Pengertian) primitif yang memproduksi tulang dan matriks osteoid

2 Anamnesis 1. Biasanya pada usia muda


2. Nyeri local yang progresif
3. Massa pada ekstremiitas yang membesar
dengan cepat, nyeri pada penekanan dan
venektasi.
4. Fraktur patologis
5. Keterbatasan gerak (range of motion)
6. Penurunan berat badan
7. Anemia
8. Predileksi: lutut yaitu distal femur,proksimal tibia, proksimal humerus.
Terutama daerah metafisi tulang panjang.

3 Pemeriksaaan 1. Massa pada ekstremitas yang nyeri


fisik 2. ROM terbatas
3. Edem jaringan lunak

4 kriteria Klasifikasi histologi


Diagnosis Terdapat tiga jenis sub tipe secara histologi :
1. Intramedullary
a. High- grade intramedullary osteosarcoma
b. Low-grade intramedullary osteosarcoma
2. Surface
a. Parosteal osteosarcomas
b. Periosteal osteosarcomas
c. High –grade surface osteosarcoma
3. Extraskeletal

Sistem Klasifikasi Stadium MSTS (Enneking)


• IA : derajat keganasan rendah, lokasi intrakompartemen, tanpa
metastasis
• IB : derajat keganasan rendah, lokasi ekstrakompartemen, tanpa
metastasis
• IIA : derajat keganasan tinggi, lokasi intrakompartemen,
tanpa metastasis : derajat keganasan tinggi, lokasi ekstrakompartemen,
• IIB : tanpa metastasis
• III : ditemukan adanya metastasis
Sistem Klasifikasi AJCC edisi ke 7
• IA derajat keganasan rendah, ukuran ≤ 8
• IB derajat keganasan rendah, ukuran > 8 atau adanya diskontinuitas
• IIA derajat keganasan tinggi, ukuran ≤ 8
• IIB derajat keganasan tinggi, ukuran > 8
• III derajat keganasan tinggi, adanya diskontinuitas
• IVA metastasis paru
• IVB metastasis lain
5 Diagnosa Osteosarkoma
Kerja
6 Diagnosa a. Kondrosarkoma
Banding b. Sarcoma ewing
c. Myeloma multiple
d. Limfoma tulang primer
e. Fibrosarkoma
7 Pemeriksaan 1. Radiografi konvensional
penunjang Osteosarkoma konvensional  menunjukkan lesi litik motheaten atau
permeatif, lesi blastik, destruksi korteks, reaksi periosteal tipe agresif (segitiga
codman, Sunburst, hair on end) massa jaringan lunak dan formasi matriks
(osteoid maupun campura osteoid dan kondroid).
Osteosarkoma parosteal memperlihatkan massa jaringan lunak dengan
reaksi periosteal perpendikuler, erosi kortikal, dan penebalan korteks.
High grade surface osteosarcoma  ossifikasi berdensitas tinggi, reaksi
periosteal, erosi dan penebalan korteks. Dapat juga ditemukan invasi
intramedular.
Osteosarkoma telangiektatik memperlihatkan lesi litik geografik ekspansil
asimetrik, tepi sklerotik minimal dan destruksi korteks
Small cell osteosarcoma lesi litik permeatif, destruksi korteks, massa
jaringan lunak, reaksi periosteal, serta kalsifikasi matriks osteoid.
Low grade central osteosarcoma  lesi litik destruktif ekspansil, disrupsi
korteks, massa jaringan lunak dan reaksi periosteal.

2. CT-SCAN
Ct-scan dapat berguna untuk memperlihatkan detil lesi pada tulang
kompleks dan mendeteksi matriks ossifikasi minimal. Selain itu dapat
digunakan untuk mendeteksi metastasis paru. Kegunaan lain dari CT
scan adalah tuntunan biopsi tulang (CT guided bone biopsy).
3. MRI
MRI merupakan modalitas terpilih untuk evaluasi ekstensi lokal tumor
dan membantu menentukan manajemen bedah yang paling sesuai. MRI
dapat menilai perluasan massa ke intramedular
(ekstensi longitudinal, keterlibatan epifisis, skip lesion), perluasan massa
ke jaringan lunak sekitarnya dan intraartikular, serta keterlibatan
struktur neurovaskular.
4. BIOPSI
FNAB mempunyai ketepatan diagnosis antara 70-90%.
Penilaian skor Huvos untuk mengevaluasi secara histologis respons
kemoterapi neoadjuvant. Pemeriksaan ini memerlukan minimal 20 coupe.
Penilaian dilakukan secara semi kuantitatif dengan membanding kan luasnya
area nekrosis terhadap sisa tumor yang riabel :
1. Grade 1 : sedikit atau tidak ada nekrosis (0 - 50%)
2. Grade 2 : nekrosis>50 - <90 %
3. Grade 3 : nekrosis 90 - 99 %
4. Grade 4 : nekrosis 100 %
Penilaian batas sayatan diperoleh dari jaringan intramedulari segmen tulang
proksimal.

8 Terapi I. PEMBEDAHAN
1. Limb Salvage Surgery
Limb salvage surgery (LSS) merupakan suatu prosedur
pembedahan yang dilakukan untuk menghilangkan tumor, pada ekstremitas
dengan tujuan untuk menyelamatkan ekstremitas. Prosedur LSS merupakan
tindakan yang terdiri dari pengangkatan tumor tulang atau sarkoma jaringan
lunak secara en-bloc dan rekonstruksi defek tulang atau sendi dengan
megaprostesis (endoprostesis), biological reconstruction (massive bone graft
baik auto maupun allograft) atau kombinasi megaprostesis dan bone graft.
Kontraindikasi untuk tindakan LSS adalah bila :
• Ada keterlibatan pembuluh darah ataupun struktur saraf,
• Pathologial Fracture (kontra indikasi relatif)
• Contaminated biopsy
• Infeksi
• Immature skeletal age. Leg-length discrepancy should not more than 8
cm.
• Ekstensi tumor yang sangat luas ke jaringan lunak.

Dalam melakukan tindakan LSS harus dipertimbangkan hal-hal sebagai


berikut:
 Rekurensinya dan survival rate pasien tidak lebih buruk daripada
amputasi
 Prosedur yang dilakukan tidak boleh menunda terapi adjuvant
 Fungsi ekstremitas harus lebih baik dari amputasi. Fungsi ekstremitas
pascarekonstruksi harus mencapai functional outcome yang baik,
mengurangi morbiditas jangka panjang dan mengurangi/meminimalkan
perlunya pembedahan tambahan.
 Rekonstruksi yang dilakukan tidak boleh menimbulkan komplikasi yang
membutuhkan pembedahan berikutnya atau hospitalisasi yang
berulang-ulang.
a. Limb Salvage Surgery dengan Megaprostesis
Megaprostesis adalah alat yang terbuat dari logam yang didesain
sebagai pengganti segmen tulang dan atau sendi pada defek tulang
yang terjadi pasca reseksi. Penggunaan megaprostesis,
memungkinkan pasien lebih cepat pulih dan lebih awal menjalani
rehabilitasi dan weight bearing. Dalam dua minggu pasca operasi
latihan isometrik atau non-bending exercise dapat dimulai. Dalam
periode enam minggu pasien sudah berjalan weight bearing sesuai
dengan toleransi pasien.
b. Limb Salvage Surgery dengan Biological Reconstruction
Biological reconstruction adalah metode rekonstruksi yang
ditandai dengan integrasi autograft dan atau proses inisiasi
pembentukan tulang secara de novo pada rekonstruksi defek tulang
atau sendi.
c. Limb Salvage Surgery dengan metode lainnya
Pada ekstremitas dengan defek tulang massif yang tidak
memungkinakan dilakukan rekonstruksi dengan megaprostesis atau
biological reconstruction, seperti defek tulang pada tibia atau distal
femur, rekonstruksi dapat dilakukan dengan IM nail atau plate dengan
bone cement atau disesuaikan dengan fasilitas yang tersedia di RS
setempat.
2. Amputasi
Amputasi pada osteosarkoma dilakukan bila persyaratan LSS tidak
terpenuhi. Pada osteosarkoma derajat keganasan tinggi yang tidak
memungkinkan pemberian kemoterapi neoadjuvan ( misalnya : adanya
ulkus, peradarahan, tumor dengan ukuran yang sangat besar) maka
langsung dilakukan pembedahan terlebih dahulu, selanjutnya diikuti dengan
pemberian kemoterapi adjuvant.
II. KEMOTERAPI
Kemoterapi neoadjuvant diberikan 2-3 siklus, setelahnya dilakukan evaluasi
pre-operasi (penilaian respon histopatologi berdasarkan kriteria HUVOS). Bila
menurut HUVOS kurang respon, maka diberikan kemoterapi second line.
1. First line therapy (primary/neoadjuvant/adjuvant therapy
or metastatic disease) :
• Cisplatin dan doxorubicin
• MAP ( High-dose Methotrexate, cisplatin dan doxorubicin )
• Doxorubicin, cisplatin, ifosfamide dan high dose methotrexate
• Ifosfamide, cisplatin dan epirubicin

35
2. Second line therapy (relapsed/ refractory or metastatic disease)
 Docetaxel dan gemcitabine
 Cyclophosphamide dan etoposide
 Gemcitabine
 Ifosfamide dan etoposide
 Ifosfamide, carboplatin dan etoposide
 High dose methotrexate, etoposide dan ifosfamide

Apabila pasien relaps, target adalah palliative terapi, yaitu kualitas hidup, dan
bila mungkin desertai survival lebih panjang. Apabila memungkinkan di
dilakukan salvage kemoterapi paliatif dengan regimen sebagai berikut:
 Ifosfamide–etoposide
 High dose MTX–carboplatin
 Gemcitabine -docetaxel.
III. RADIOTERAPI
Radiasi pada tumor primer
 Radiasi eksterna dipertimbangkan pada kasus batas sayatan
positif pasca operasi, reseksi subtotal, dan kasus yang tidak dapat
dioperasi
 Dosis radiasi pasca operasi: 54-66 Gy
 Dosis radiasi pada kasus unresectable: 60-70 Gy, bergantung
pada toleransi jaringan sehat

9 Edukasi 1. Edukasi Efek samping kemoterapi yang mungkin muncul


2. Edukasi Latihan yang perlu dilakukan untuk menghindari gangguankekuatan
otot(lihat prinsiprehabilitasimedik)
3. Edukasi gangguan fungsi yang terjadi pasca tindakan
4. Edukasi jumlah nutrisi , jenis dan cara pemberian nutrisi sesuai
dengan kebutuhan
5. Edukasi anjuran untuk kontrol rutin pasca pengobatan
10 Prognosis Faktor yang menentukan prognosis pada pasien osteosarkoma
1. Tumor related:
• Lokasi tumor
• Ukuran tumor
• Histopatologi (high grade, low grade)
• Luasnya (infiltrati, kelenjar regional, penyebaran/metastasis lokal,/jauh)
• Respon terhadap pengobatan Respon histologi
terhadap kemoterapi ( Huvos )
• Tipe dan margin operasi
• ALP dan LDH level : menggambarkan luasnya lesi
2. D dimer (hiperkoagulasi) Patient related
 Usia
 Status gizi (BMI)
 Performonce status
 Komorbiditas (mis. TB,Hepatitis, gagal ginjal, gagal jantung.)
3. Management related
 Delay diagnosis, dan terapi
 Pengalaman tenaga medis (operasi,kemoterapi , radiasi dan
suprtif terapi)
Fasilitas kurang (tenaga,dan alat)
12 Pustaka Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Osteosarkoma Kementrian
Kesehatan
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
KANKER PROSTAT
RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
1 Definisi Kanker prostat merupakan suatu penyakit kanker yang menyerang kelenjar
(Pengertian) prostat dengan sel-sel prostat, tumbuh secara abnormal dan tidak terkendali,
sehingga mendesak dan merusak jaringan sekitarnya yang merupakan
keganasan terbanyak diantara sistem urogenitalia pada pria
2 Anamnesis Pada umumnya tidak ada gejala spesifik, gejala yang mungkin muncul
1. Menunggu pada permulaan miksi
2. Pancaran miksi lemah
3. Miksi terputus
4. Rasa belum puas sehabis miksi
5. Menetes setelah miksi
6. Bertambahnya frekuensi miksi
7. Miksi sulit ditahan
8. Nyeri pada saat miksi atau saat ejakulasi
9. Keluarnya darah pada saat miksi atau saat ejakulasi
3 Pemeriksaaan Pemeriksaan colok dubur
fisik Kebanyakan Kanker prostat terletak di zona perifer prostat dan dapat
dideteksi dengan colok dubur jika volumenya sudah > 0.2 ml. Jika terdapat
kecurigaan dari colok dubur berupa: nodul keras, asimetrik, berbenjol-
benjol, maka kecurigaan tersebut dapat menjadi indikasi biopsi prostat
Kelainan/pembesaran organ (hati/limpa)
4 kriteria a. Temuan colok dubur yang tidak normal atau peningkatan serum PSA
Diagnosis dapat mengindikasikan Kanker prostat.
b. Diagnosis dari Kanker prostat bergantung pada konfirmasi
histopatologi.
c. Biopsi guided Ultrasonografi transrektal (TRUS) adalah metode yang
direkomendasikan, minimal 10- 12 core, diarahkan ke lateral.
d. Biopsi ulang dikerjakan pada kasus yang tetap dicurigai Kanker
prostat (colok dubur tidak normal, peningkatan PSA atau
penemuan histopatologi yang diduga keganasan pada biopsi awal).
e. Anastesi dalam berbagai cara sangat dianjurkan.

Stadium kanker prostat ditentukan berdasarkan AJCC 2010 :


TX Tumor primer tidak dapat dinilai T0
T0 Tumor primer tak dapat ditemukan
T1 Tumor yang tak dapat dipalpasi atau
dilihat pada pemeriksaan
pencitraan (tidak terdeteksi secara
klinis)
Tumor ditemukan secara kebetulan
(PA), < 5 % dar

37
T1a jaringan yang direseksi
T1b Tumor ditemukan secara kebetulan
(PA), > 5 % dari jaringan
yang direseksi
T1c Tumor diidentifikasi dengan
pemeriksaan biopsi jarum
T2 Tumor terbatas di prostat *
T2a Tumor mengenai setengah atau
kurang dari satu lobus
T2b Tumor mengenai lebih setengah dari
satu lobus, tetapi tidak
mengenai kedua lobus
T2c Tumor mengenai kedua lobus
T3 Tumor menembus kapsul **
T3a Ekstensi ekstrakapsuler (unilateral
atau bilateral)
T3b Tumor mengenai vesicula seminalis
Tumor terfiksasi atau mengenai
struktur yang berdekatan, selain
T4 vesicula seminalis, seperti: kandung
kemih, mm. levator
dan/atau dinding pelvis
Kelenjar getah bening (N)
Klinis
Nx KGB regional tak dapat dinilai
N0 Tak ada penyebaran KGB regional
N1 Terdapat penyebaran KGB regional
Patologik
pNx KGB regional tidak dapat dinilai
pN0 Tidak ada penyebaran KGB negatif
pN1 Terdapat penyebaran KGB negatif
Metastasis jauh (M)***
Mx Metastasis jauh tak dapat dinilai
M0 Tak ada metastasis jauh
M1 Terdapat Metastasis jauh
M1a Metastasis KGB Non Regional
M1b Metastasis ke tulang
Metastasis ke organ lain
dengan/atau tanpa keterlibatan
tulang
M1c
5 Diagnosa Kanker Prostat
Kerja
6 Diagnosa 1. Benign Prostat Hiperplasia
Banding 2. Acute Bacterial Prostatitis dan Abses prostat
3. Bacterial Prostatitis
4. Non bacterial Prostatitis
5. TB sistem genitourinaria
7 Pemeriksaan Prostate-specific antigen (PSA)
penunjang Transrectal ultrasonography (TRUS) dan biopi prostat
8 Terapi Usia
Risiko
>80 tahun 71-80 ≤ 70 tahun
tahun

R 5 1. Monitoring 1. Monitorin
e dan aktif g aktif
n
d 2. EBRT atau
a PSA: <10 dan Temuan Brakhitera
h biopsi: pi
:
permanen

T
3. Terapi
:
investigasion
al
1
a

a
t
a
u

1
c

d
a
n
G
l
e
a
s
o
n
:
2
-
39
1 P l r r 1. EBRT, 1 P o 2 EBR
r 2 E a i Brakhiterapi permanen atau r m T,
o B p n kombinasi o i Bra
s R i g s khit
t T r era
p t
a e a pi
a a
t a r d per
k t
e t m
e i ma
k a a t
k k nen
t u n i
e t a ata
o f
n l u
m B 4 Te
i r ra
3 M pi atau 3+4 atau atau
r a 2. Prostat kombinasi
o in kombinasi ektomi 3.
a k
n ve 3.
d h Terapi
sti Terap
i i i radikal
ga i
k t t sio P investiga 3. Terapi investigasional
a e o na
l S sional investiga
A sional
Unilate
ral :
<
<50%
1
Sedang:
1. M , n 0
o B a
T: 1b,
n 2a ratau Gleason: 6, t
i a a
t k
u
o h
T
r it
i e
e
n r m
g a u
p a
a i n
k p b
t
e i
i
r
f o
m
2. E p
a
B s
n
R i:
e
T
40
Bilat rmonal 2. P
eral,
<50% r
o
Tinggi:
1. E1. E
s
B B
R R t
T T a
+ +
t
t
e t e
r e k
a r
t
p a
i p o
h i m
o
i
r h
m o
o r r
n m
a
a o
l n d
( a i
2 l
k
-
3 ( a
2 l
-
3
T: 2b, 3a, 3b 2. E thn) thn) +
B
R
T
+
t
e
r
a
p
i
atau 2. p
i
hormonal
Gleason: ≥
h
3.
o

41
atau investigasional 3. Prostatektomi diseksi KGB
radikal + pelvis
PSA: 10-20 diseksi KGB 3. Terapi
atau pelvis investigasional
Temuan biopsi: 4. Terapi 4. Terapi
> 50% investigasional hormonal
perineural,
duktal

Sangat tinggi: 1. Terapi 1. Terapi 1. EBRT+ terapi


hormonal hormonal hormonal
2. EBRT+ terapi 2. EBRT+ terapi 2. Terapi

T: 4 atau hormonal hormonal hormonal


3. Terapi 3. Prostatektomi 3. Prostatektomi
Gleason: ≥ 8, investigasional radikal + radikal +
atau diseksi KGB diseksi KGB
PSA: > 20, atau pelvis pelvis
4. Sistemik 4. Terapi
terapi
Temuan non hormonal sistemik+terap
biopsi:
limfovaskuler, (kemoterapi) i hormonal
5. Terapi
neuroendokrin
multimodal
investigasional

Terapi paliatif
Terapi paliatif merupakan terapi aktif terhadap penderita stadium lanjut
yang sudah tidak memberi respon terhadap terapi kuratif.
Terapi ini bersifat holistik, mengontrol gejala yang timbul baik itu secara
fisik, psikologis, sosial, spiritual dan melibatkan keluarga terdekat
penderita.
 Kontrol nyeri: bifosfonat (asam Zoledronat), analgetik
(parasetamol sampai opioid) dan radiasi lokal.
 Obstruksi saluran kemih bawah dan atas: pemasangan kateter,
sistostomi maupun stent uretra, pemasangan nefrostomi
perkutan
 Kompresi medulla spinalis: stabilisasi tulang belakang baik
bedah maupun non bedah, pemberian kortikosteroid dan

40
radiasi.
 Limfedema: drainase manual (tungkai ditinggikan), pemasangan
balutan elastik.

9 Edukasi 1. Edukasi Efek samping kemoterapi yang mungkin muncul


2. Edukasi Latihan yang perlu dilakukan untuk menghindari gangguan
kekuatanotot (lihatprinsiprehabilitasimedik)
3. Edukasi jumlah nutrisi , jenis dan cara pemberian nutrisi sesuai
dengan kebutuhan
4. Edukasi menjaga aktifitas sehari hari atau mobilisasi aktif apabila sudah
terjadi metastase ke tulang
5. Edukasi anjuran untuk kontrol rutin pasca pengobatan dan menjaga
pola hidup yang sehat
10 Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
12 Pustaka Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana kanker Prostat
Kementrian Kesehatan
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
KANKER REKTUM
RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
1 Definisi Karsinoma rekti didefinisikan sebagai keganasan yang muncul pada rektum,
(Pengertian) yang sebagian besar adalah tumor ganas. Jenis keganasan terbanyak pada
rektum adalah Adenokarsinoma.

2 Anamnesis Keluhan perdarahan melalui anus, gangguan defekasi, kadang didapatkan


massa pada perut, tanda-tanda obstruksi usus, anemia, penurunan berat
badan.
Tanda dan gejala berikut ini merupakan temuan yang sering menjadi
awal dugaan adanya karsinoma rekti:
a. Perdarahan per-anum disertai peningkatan frekuensi defekasi
dan/atau diare selama minimal 6 minggu pada semua umur
b. Defekasi seperti kotoran kambing
c. Perdarahan per-anum tanpa gejala anal pada individu berusia di atas
60 tahun
d. Peningkatan frekuensi defekasi atau buang air besar berlendir
e. Massa intra-luminal di dalam rectum
f. Tanda-tanda obstruksi mekanik usus

3 Pemeriksaaan Pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda anemia, kadang dapat


fisik pula ditemukan massa yang teraba pada abdomen, atau tanda-tanda
obstruksi usus
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda anemia, kadang dapat
pula ditemukan massa yang teraba pada abdomen, atau tanda-tanda
obstruksi usus
Pemeriksaan colok dubur:
Pemeriksaan ini dilakukan pada setiap penderita dengan gejala ano- rektal.
Tujuan pemeriksaan ini untuk menetapkan keutuhan sfingter ani dan
menetapkan ukuran dan derajat fiksasi tumor pada rektum 1/3 tengah dan
distal, serta menetapkan jarak antara tumor dengan anocutan line.
Pada pemeriksaan colok dubur ini yang harus dinilai adalah:
a. Keadaan tumor
b. Mobilitas tumor
c. Ekstensi penjalaran
4 kriteria T- Tumor primer
Diagnosis Tx : Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 : Tidak ada evidens adanya tumor primer
Tis : Karsinoma in situ: intraepitelial atau invasi lamina propria. T1
: Tumor invasi submukosa
T2 : Tumor invasi muskularis proria
T3 : Tumor invasi melewati muskularis propria ke dalam jaringan
perikolorektal
T4a : Tumor penetrasi ke permukaan peritoneum viseral
T4b : Tumor invasi langung atau menempel pada organ atau struktur
lain
N- Kelenjar getah bening regional
Nx : Kelenjar getah bening tidak dapat dinilai
: Tidak ada metastasis kelenjar getah bening
N1 : Metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional
N1 a : Metastasis pada satu kelenjar getah bening regional
N1 b : Metastasis pada 2-3 kelenjar getah bening regional
N1 c :Tumor deposit pada subserosa, mesenteri, atau
perikolik nonperitoneal atau jaringan perirektal tanpa
metastasis kelenjar getah bening regional
N2 : Metastasis pada 4 atau lebih kelenjar getah bening regional
N2a : Metastasis pada 4-6 kelenjar getah bening regional
N2b : Metastasis pada 7 atau lebih kelenjar getah bening
regional

M - Metastasis jauh
M0 : Tidak ada metastasis
jauh M1 : Metastasis jauh
M1a : Metastasis terbatas pada satu organ atau bagian
(contoh, hati, paru-paru, ovarium, kelenjar non-regional
M1 b : Metastasis pada lebih dari satu oragan/bagian atau
peritoneum

Pengelompokan Stadium
Stadium T N M Dukes MAC
Stadium 0 Tis N0 M0 - -
Stadium I T1 N0 M0 A A
: T2 N0 M0 A B1
Stadium IIA : T3 N0 M0 B B2
IIB : T4a N0 M0 B B2
IIC : T4b N0 M0 B B3
Stadium IIIA T1-T2 N1/N1c M0 C C1
:
: T1 N2a M0 C C1
IIIB : T3-T4a N1/N1c M0 C C2
: T2-T3 N2a M0 C C1\C2
: T1-T2 N2b M0 C C1
IIIC : T4a N2a M0 C C2
: T3-T4a N2b M0 C C2
: T4b N1-N2 M0 C C3
Stadium Semua T Semua M1a -
IVA : N
IVB Semua T Semua M1b -
N
5 Diagnosa Kerja Kanker Rektum
6 Diagnosa -
Banding
7 Pemeriksaan Dalam menegakkan diagnosis karsinoma rekti, beberapa
penunjang pemeriksaan yang sering dilakukan adalah:
 Pemeriksaan Laboratorium
 Hematologik : darah perifer lengkap, LED, hitung jenis.
Kimia darah
 Tumor marker CEA
 Pemeriksaan Radiologik
 Pemeriksaan foto toraks PA
 CT scan/MRI
 Ultrasonografi (USG) abdomen
 Ultrasonografi (USG) endorektal (bila dapat dikerjakan)
 PET scan (bila diperlukan/tidak rutin)
 Pemeriksaan Patologi Anatomi
 Biopsi dari rektum dan spesimen reseksi menentukan jenis keganasan
dan derajat diferensiasinya

Pemeriksaan Kolonoskopi/proktoskopi
Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi yang dapat
dilakukan:
1. Sigmoidoskopi rigid / Rektoskopi
2. Sigmoidoskopi fleksibel
(Lebih efektif dibandingkan dengan sigmoidoskopi
rigid untuk visualisasi kolon dan rektum)
Dalam menegakkan diagnosis karsinoma rekti, beberapa pemeriksaan yang
sering dilakukan adalah:
Pemeriksaan Laboratorium
Hematologik : darah perifer lengkap, LED, hitung jenis. Kimia
darah
Tumor marker CEA
Pemeriksaan Radiologik
1. Pemeriksaan foto toraks PA
2. CT scan/MRI
3. Ultrasonografi (USG) abdomen
4. Ultrasonografi (USG) endorektal (bila dapat dikerjakan)
5. PET scan (bila diperlukan/tidak rutin)
Pemeriksaan Patologi Anatomi
Biopsi dari rektum dan spesimen reseksi menentukan jenis keganasan dan
derajat diferensiasinya

Pemeriksaan Kolonoskopi/proktoskopi
Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi yang dapat dilakukan:
a. Sigmoidoskopi rigid / Rektoskopi untuk
visualisasi kolon dan rektum)
b. Sigmoidoskopi fleksibel
(Lebih efektif dibandingkan dengan sigmoidoskopi rigid
c. Kolonoskopi
(Akurasi sama dengan kombinasi enema barium kontras ganda +
sigmoidoskopi fleksibel untuk KKR atau polip > 9 mm.

Penentuan Stadium Klinik


Penentuan stadium klinik dilakukan berdasarkan hasil imaging (CT
Scan/MRI, toraks foto, dan USG transrektal/TRUS)
8 Terapi 1. Kemoterapi pada kanker rektal dapat diberikan
sebagai terapi adjuvan post operatif ataupun
bersamaan dengan radiasi (kemoradiasi
konkuren).
2. Pada kasus terapi adjuvan post operatif,
regimen kemoterapi yang dapat diberikan:
a. mFOLFOX 6 :
1) Oxaliplatin 85 mg/m2 IV selama 2 jam, hari ke-1
2) Leucovorin 400 mg/m2 IV selama 2 jam, hari ke-1
3) 5-FU 400 mg/m2 IV bolus hari ke-1, kemudian 1200 mg/m2/hari
x 2 hari (Total 2400 mg/m2 selama 46- 48 jam) continuous
infusion. Diulang setiap 2 minggu hingga total 6 bulan terapi
perioperatif.
b. FOLFOX4 :
1) Oxaliplatin 85 mg/m2 IV selama 2 jam, hari ke-1
2) Leucovorin 200 mg/m2 IV selama 2 jam, hari ke-1 dan ke-2
3) 5-FU 400 mg/m2 IV bolus hari ke-1, kemudian 600 mg/m2/hari
selama 22 jam) continuous infusion, hari ke-1 dan ke-2. Diulang
setiap 2 minggu hingga total 6 bulan terapi perioperatif.
c. Simplified biweekly Infusional 5-FU/LV (sLV5FU2):
1) Leucovorin 400 mg/m2 IV hari ke-1, diikuti dengan bolus 5-FU
400 mg/m2, kemudian 1200 mg/m2/hari x 2 hari (Total 2400
mg/m2 selama 46-48 jam) continuous infusion. Diulang setiap 2
minggu hingga total 6 bulan terapi perioperatif.
d. Capecitabine: Capecitabine 1250 mg/m2,
2 kali sehari, hari ke-1-14 setiap 3 minggu
hingga total 6 bulan terapi perioperatif
e. CapeOx:
1) Oxaliplatin 130 mg/m2 selama 2 jam, hari ke-1.
2) Capecitabine 1000 mg/m2, 2 x sehari, hari ke-1 s/d ke-14 setiap
3 minggu.
3) Diulang setiap 3 minggu hingga total 6 bulan terapi perioperatif.
f. 5-FU 500 mg/m2 IV bolus mingguan x 6+Leucovorin 500 mg/m2 IV
mingguan x 6, dengan siklus 8 mingguan. Diulang setiap 8 minggu
dengan total hingga 6 bulan masa terapi perioperatif.
3. Untuk kemoradiasi konkuren, dapat digunakan regimen kemoterapi
dengan dosis dan jadwal pemberian sebagai berikut:
a. RT + Continuous infusion 5-F
b. U: 5-FU 225 mg/m2 dalam 24 jam selama 5 atau 7 hari/minggu
selama pasien menerima radiasi
c. RT + 5-FU/leucovorin: 5-FU 400mg/m2 IV bolus + leucovorin 20
mg/m2 IV bolus selama 4 hari pada minggu ke-1 dan minggu ke-5
selama pasien menerima radiasi
d. RT + Capecitabine: Capecitabine 825 mg/m2 dua kali sehari, 5
hari/minggu + RT selama 5 minggu

9 Edukasi 1. Edukasi gizi dan pola makan


2. Edukasi faktor risiko
3. Edukasi gaya hidup sehat
4. Edukasi obat-obatan
10 Prognosis Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
12 Pustaka Panduan Pelayanan Klinis Kanker Rektum, Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia
DISCLAIMER
PANDUAN PRAKTIK KLINIS BEDAH

Dokumen tertulis PPK Bedah serta perangkat implementasinya ini disertai dengan disclaimer
(wewanti/penyangkalan) untuk :
1. Menghindari kesalah-pahaman atau salah persepsi tentang arti kata standar, yang dimaknai
harus melakukan sesuatu tanpa kecuali
2. Menjaga autonomi dokter bahwa keputusan klinis merupakan wewenangnya sebagai orang
yang dipercaya pasien
Adapun disclaimer tersebut :
1. Disclamer Utama yaitu :
a. PPK dibuat untuk average patient
b. PPK dibuat untuk penyakit / kondisi patologis tunggal
c. Reaksi individual terhadap prosedur diagnosis dan terapi bervariasi
d. PPK dianggap valid pada saat dicetak
e. Praktek Kedokteran modern harus lebih mengakomodasi preferensi pasien dan keluarga
2. Disclaimer tambahan, yang dapat disertakan pada disclaimer :
a. PPK dimaksudkan untuk tatalaksana pasien sehingga tidak berisi informasi lengkap
tentang penyakit
b. Dokter yang memeriksa harus melakukan konsultasi bila merasa tidak menguasai atau
ragu dalam menegakkan diagnose dan memberikan terapi
c. Penyusun PPK tidak bertanggung jawab atas hasil apapun yang terjadi akibat penyalah
gunaan PPK dalam tatalaksana pasien

47
PENUTUP

Dengan telah tersusunnya Panduan Praktik Klinis ini diharapkan dapat menjadi Standar
Prosedur Operasional bagi dokter spesialis Bedah yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
dan fasilitas pelayanan kesehatan di RSI Sultan Agung.
Melalui panduan ini diharapkan terselenggara pelayanan medis yang efektif, efisien ,
bermutu dan merata sesuai sumber daya, fasilitas, pra fasilitas, dana dan prosedur serta metode
yang memadai. Semoga bermanfaat.

48

Anda mungkin juga menyukai