ONKOLOGI
1
2
4
5
PANDUAN
PRAKTIK KLINIK KANKER
SERVIK
RS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
I. PENGERTIAN
Kanker serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks. Serviks merupakan sepertiga
bagian bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan berhubungan dengan vagina melalui
ostium uteri eksternum.
V. DIAGNOSIS BANDING
1. Adenokarsinoma Endometrial
2. Polip Endoservikal
3. Chlamydia trachomatis atau Infeksi menular seksual lainnya pada wanita dengan:
a.Keluhan perdarahan vagina, duh vagina serosanguinosa, nyeri pelvis
b.Serviks yang meradang dan rapuh (mudah berdarah, terutama setelah berhubungan
seksual).
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan klinik ini meliputi inspeksi, kolposkopi, biopsi serviks, sistoskopi, rektoskopi, USG,
BNO -IVP, foto toraks dan bone scan , CT scan atau MRI, PET scan. Kecurigaan metastasis ke
kandung kemih atau rektum harus dikonfirmasi dengan biopsi dan histologik. Konisasi dan
amputasi serviks dianggap sebagai pemeriksaan klinik. Khusus pemeriksaan sistoskopi dan
rektoskopi dilakukan hanya pada kasus dengan stadium IB2 atau lebih.
VII. TERAPI
Standar Pemotongan Makroskopik Kanker Servik
Standar operasi pada kanker serviks yang operabel adalah histerektomi radikal yang mengangkat
organ uterus, serviks, vagina, parametrium kanan dan kiri, salphingo-oforektomi bilateral, serta
limfadenektomi kelenjar getah bening regional.
Konisasi serviks
1. Operator memberi tanda pada arah jam 12 (tanda benang)
2. Dokter SpPA memotong spesimen konisasi pada bagian puncak (1 kupe) serta 12 kupe
potongan lain sesuai arah jarum jam (lihat gambar) dan memberi tanda tinta pada
bagian tepi sayatan konisasi.
Gambar konisasi serviks
Histerektomi Radikal
Hal yang perlu diperhatikan pada saat pemotongan jaringan diantaranya adalah:
1. Massa tumor serviks, disertai kupe invasi terdalam.
2. Invasi tumor ke arah kavum uteri.
3. Batas sayatan distal vagina. Bila klinisi mengirim batas sayatan vagina sebagai jaringan
terpisah, wajib diberikan penandaan khusus.
4. Parametrium bilateral.
5. Kelenjar getah bening
Tatalaksana nutrisi umum mencakup kebutuhan nutrisi umum (termasuk penentuan jalur pemberian
nutrisi), farmakoterapi, aktivitas fisik, dan terapi nutrisi operatif (lihat lampiran). Pasien kanker serviks
dapat mengalami gangguan saluran cerna, berupa diare, konstipasi, atau mual-muntah akibat tindakan
pembedahan serta kemo- dan atau radio-terapi. Pada kondisi-kondisi tersebut, dokter SpGK perlu
memberikan terapi nutrisi khusus, meliputi edukasi dan terapi gizi serta medikamentosa, sesuai dengan
masalah dan kondisi gizi pada pasien.
Penyintas kanker sebaiknya memiliki BB ideal dan menerapkan pola makan yang sehat, tinggi buah, sayur
dan biji-bijian, serta rendah lemak, daging merah, dan alkohol dan direkomendasikan untuk terus
melakukan aktivitas fisik sesuai kemampuan secara teratur dan menghindari gaya hidup sedenter
(Rekomendasi tingkat A).
VIII. EDUKASI
1. Nutrisi
Edukasi jumlah nutrisi , jenis dan cara pemberian nutrisi sesuai dengan kebutuhan
Edukasi untuk memiliki BB ideal dan menerapkan pola makan yang sehat, tinggi buah, sayur,
dan biji-bijian, serta rendah lemak, daging merah, dan alkohol; dan direkomendasikan untuk
terus melakukan aktivitas fisik sesuai kemampuan secara teratur dan menghindari gaya
hidup sedenter.
2. Metastasis pada tulang
Kemungkinan fraktur patologis sehingga pada pasien yang berisiko diedukasi untuk berhati
hati saat aktivitas atau mobilisasi.
Mobilisasi menggunakan alat fiksasi eksternal dan/atau dengan alat bantu jalan dengan
pembebanan bertahap
3. Lainnya
Anjuran untuk kontrol rutin pasca pengobatan
Anjuran untuk menjaga pola hidup yang sehat
IX. KOMPETENSI
Spesialis Obstetri dan Gynekologi Konsultan Onkologi
10
X. PROGNOSI
12
Angka kesintasan 5 tahun, berdasarkan AJCC tahun 2010 adalah sebagai berikut
Stadium Kesintasan
5 tahun
0 93%
I 93%
IA 80%
IIA 63%
IIB 58%
IIIA 35%
IIIB 32%
IVA 16%
IVB 15%
KEPUSTAKAAN
Panduan Penatalaksanaan Kanker Servik, Komite Penanggulangan Kanker Nasional, KEMENKES
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
KANKER PAYUDARA
RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
1 Definisi Kanker payudara (KPD) merupakan keganasan pada jaringan payudara yang dapat
(Pengertian) berasal dari epitel ductus maupun lobulusnya
2 Anamnesis
Pada anamnesis pasien kanker payudara meliputi, ukuran dan letak benjolan
payudara, kecepatan benjolannya tumbuh, apakah disertai dengan sakit,
reaksi puting susu, apakah ada nipple discharge atau krusta, kelainan pada
kulit misalnya dimpling, peau d’ órange, ulserasi, atau venektasi, apakah ada
benjolan pada ketiak atau edema pada lengan atas.
keluhan tambahan yang terkait dengan kemungkinan metastasis dari kanker
payudara dapat ditanyakan misalnya nyeri pada tulang (untuk mencari
kemungkinan metastasis pada vertebrae, femur), rasa sesak nafas dan lain
sebagainya yang menurut klinisi terkait dengan penyakitnya.
3 Pemeriksaaa Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan status lokalis, regionalis, dan sistemik.
n fisik Yaitu :
a. Status lokalis : massa tumor, lokasi tumor, ukuran tumor, konsistensi
tumor, bentuk dan batas tumor, fiksasi tumor ada atau tidak ke
kulit/m.pectoral/dinding dada, perubahan kulit seperti kemerahan,
dimpling, edema/nodul satelit Peau de orange, ulserasi, perubahan
puting susu/nipple (tertarik/erosi/krusta/discharge).
b. Status kelenjar getah bening meliputi status KGB daerah axila, daerah
supraclavicular, dan infraclavicular bilateral berisi informasi jumlah,
ukuran, konsistensi, terfiksir terhadap sesama atau jaringan sekitarnya.
c. Sistemik : metastasis yang berisi informasi lokasi pemeriksaan misal
tulang, hati, paru, otak, disertai informasi keluhan subjektif dari pasien
dan objektif hasil pemeriksaan klinisi
4 kriteria
Stadium kanker payudara ditentukan berdasarkan Sistem Klasifikasi TNM
Diagnosis
American Joint Committee on Cancer (AJCC) 2010, Edisi 7, untuk Kanker
Payudara.
Kategori T (Tumor)
13
aksila
N3 : Metastasis pada KGB infraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa
keterlibatan KGB aksila, atau pada KGB mamaria interna yang terdeteksi
secara klinis* dan jika terdapat metastasis KGB aksila secara klinis, atau
metastasis pada KGB supraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa
keterlibatan KGB aksila atau mamaria interna
N3a : Metastasis pada KGB infraklavikula ipsilateral pN3a
>10 KGB aksila atauinfraklavikula
N3b : Metastasis pada KGB mamaria interna ipsilateral dan KGB aksila
pN3b KGB mamaria interna, terlihat secara klinis, dengan KGB aksila
atau >3 KGB aksila dan mamaria interna dengan
metastasis mikro melalui sentinel node biopsi
namun tidak terlihat secara klinis
N3c : Metastasis pada KGB supraklavikula ipsilateral pN3c
KGB supraklavikula
Pengelompokan stadium
14
5 Diagnosa Kanker Payudara
Kerja
6 Diagnosa 1. FAM (Fibrous Adenoma Mamae)
Banding 2. Gagal jantung
7 Pemeriksaan
1. Laboratorium : pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan kimia darah
penunjang
sesuai dengan perkiraan metastasis beserta tumor marker. Apabila hasil
dari tumor marker tinggi, maka perlu diulang untuk followup.
15
4. Pemeriksaan Patologi Anatomik
16
8 Terapi 1. Pembedahan : mastektomi, mastektomi radikal modifikasi (MRM), mastektom
radikal klasik (classic radical mastectomy), masktektomi dengan teknik
onkoplasti, mastektomi simple, mastektomi subkutan (Nipple-Skin-Sparing
Mastectomy), Breast Coserving Therapy (BCT)
2. Farmakoterapi :
a. Kemoterapi yang diberikan dapat berupa obat tunggal atau berupa
gabungan beberapa kombinasi obat kemoterapi. Kemoterapi diberikan
secara bertahap, biasanya sebanyak 6 – 8 siklus agar mendapatkan efek
yang diharapkan dengan efek samping yang masih dapat diterima. Hasil
pemeriksaan immunohistokimia memberikan beberapa pertimbangan
penentuan regimen kemoterapi yang akan diberikan. Beberapa kombinasi
kemoterapi yang telah menjadi standar.
b. Pada kasus kanker dengan luminal A (ER+, PR+, HER2-) pilihan terapi
ajuvan utamanya adalah hormonal, bukan kemoterapi.
c. Pemeriksaan IHK yang HER2 positif. Pilihan utama anti-HER2 adalah
herceptin
KLASIFIKASI HISTOLOGIK
B Cell Neoplasm
I. Precursor B-cell neoplasm : Precursor B-
Acute Lymphoblastic Leukemia/lymphoblastic lymphoma
II. Peripheral B-cell neoplasms
1. B-cell chronic lymphocytic leukemia/small lymphocytic
lymphoma
2. Lymphoplasmacytic lymphoma
3. Mantle cell lymphoma
4. Follicular lymphoma
5. Extranodal marginal zone B-cell lymphoma or MALT type
6. Nodal marginal zone B-cell lymphoma
7. Splenic marginal zone lymphoma
8. Plasmacytoma/ plasma cell myeloma
9. Diffuse large B-cell lymphoma, NOS
10.Diffuse large B cell lymphoma variants.
11.Burkitt’s lymphoma
12. Bcell lymphoma inclassifiable with features
intermediate between DLBCL and Burkitt lymphoma
B cell lymphoma inclassifiable with features intermediate between DLBCL and
classical Hodgkin lymphoma
5 Diagnosa Limfoma Non-Hodgkin
Kerja
6 Diagnosa 1. Infeksius : Bakteri (sifilis, brucellosis), Virus (mononukleosis infeksius,
Banding sitomegalovirus, HIV,cat scratch fever), Mikobakterium (tuberkulosis), Parasit
(toxoplasma)
2. Autoimun
a. Lupus eritrematosus sistemik
b. Sindrom Sjögren
c. Derivatif Hidantoin
3. Granulomatosis : Sarkoidosis
4. Neoplasma
a. Penyakit Hodgkin
b. Leukemia limfositik kronik
c. Karsinoma sel kecil paru
d. Histiositosis maligna
e. Melanoma
f. Neoplasma sel germinal
5. Kondisi lainnya
a. Hiperplasia limfoid reaktif
b. Granulomatosis limfomatoid
c. Limfadenopati dermatopati
d. Limfadenopati angioimunoblas
e. Penyakit Castleman
7 Pemeriksaa 1. Biopsi eksisional atau core biopsy : Histopatologi ( sesuai klasifikasi WHO
n terbaru ) dan Immunohistokimia Molekuler (hibridisasi insitu) EBV. Pada
penunjang kondisi tertentu dimana KGB sulit dibiopsi, maka kombinasi core biopsy
FNAB bersama-sama dengan teknik lain (IHK, Flowcytometri `dan lain-lain)
2. Laboratorium :
a. Hematologi (Darah Perifer Lengkap : Hb, Ht, leukosit,trombosit, LED,
hitung jenis
b. Gambaran Darah Tepi (GDT) : morfologi sel darah
c. Analisis urin : urin lengkap
d. Kimia klinik: SGOT, SGPT, Bilirubin (total/direk/indirek), LDH, protein
total, albumin-globulin, Alkali fosfatase, asam urat, ureum, kreatinin,
Gula darah sewaktu, Elektrolit (Na, K, Cl, Ca, P) HIV, TBC, Hepatitis C
(anti HCV, HBsAg)
e. Khusus: Gamma GT, Serum Protein Elektroforesis (SPE),
Imunoelektroforesa (IEP), Tes Coomb, B2 mikroglobulin
3. Aspirasi Sumsum Tulang (BMP) dan biopsi sumsum tulang dari 2 sisi spina
illiaca dengan hasil spesimen minimal panjang 1.5 cm, dan disarankan 2
cm.
4. Radiologi : Untuk pemeriksaan rutin/standard dilakukan pemeriksaan CT
Scan thorak/abdomen.
5. Laringoskopi : Bila Cincin Waldeyer terkena.
6. Cairan tubuh lain (Cairan pleura, cairan asites, cairan liquor serebrospinal),
Jika dilakukan pungsi/aspirasi diperiksa sitologi dengan cara cytospin,
disamping pemeriksaan rutin lainnya.
7. Echogardiogram untuk melihat fungsi jantung
8 Terapi I. LNH INDOLEN / Low grade: (Ki-67 < 30%) Yang termasuk dalam kelompok ini
adalah:
a. SLL/small lymphocytic lymphoma/CLL =chronic lymphocytic
lymphoma
b. MZL (marginal zone lymphoma), nodal, ekstranodal dan splenic)
c. Lymphoplasmacytic lymphoma
d. Follicular lymphoma gr 1-2
e. Mycosis Fungoides
f.Primary cutaneous anaplastic large cell lymphoma )
A. LNH INDOLEN STADIUM I DAN II
Radioterapi memperpanjang disease free survival pada beberapa
pasien. Standar pilihan terapi :
a. Iradiasi
b. Kemoterapi dilanjutkan dengan radiasi
c. Kemoterapi (terutama pada stadium ≥2 menurut kriteria GELF)
d. Kombinasi kemoterapi dan imunoterapi
e. Observasi
B. LNH INDOLEN / low grade STADIUM II bulky, III, IV Standar pilihan terapi :
1. Observasi (kategori 1) bila tidak terdapat indikasi untuk terapi.
Termasuk dalam indikasi untuk terapi:
a. Terdapat gejala
20
b. Mengancam fungsi organ
c. Sitopenia sekunder terhadap limfoma
d. Bulky
e. Progresif
f. Uji Klinik
2. Terapi yang dapat diberikan:
a. Rituximab dapat diberikan sebagai kombinasi terapi lini pertama
yaitu R-CVP. Pada kondisi dimana Rituximab tidak dapat diberikan
maka kemoterapi kombinasi merupakan pilihan pertama misalnya:
COPP, CHOP dan FND.
b. Purine nucleoside analogs (Fludarabin) pada LNH primer
Alkylating agent oral (dengan/tanpa steroid), bila kemoterapi
kombinasi tidak dapat diberikan/ditoleransi (cyclofosfamid,
chlorambucil) :
1. Rituximab maintenance dapat dipertimbangkan
2. Kemoterapi intensif ± Total Body irradiation (TBI) diikuti
dengan stem cell resque dapat dipertimbangkan pada kasus
tertentu
3. Raditerapi paliatif, diberikan pada tumor yang besar (bulky)
untuk mengurangi nyeri/obstruksi.
C. LNH INDOLEN/ low grade RELAPS Standar pilihan terapi:
1. Radiasi paliatif
2. Kemoterapi
3. Transplantasi sumsum tulang
II. LNH AGRESIF / High grade: (Ki-67 > 30%) Yang termasuk dalam kelompok ini
adalah:
a. MCL (Mantle cell lymphoma, pleomorphic variant)
b. Diffuse large B cell lymphoma, Follicular lymphoma gr III, B cell
lymphoma unclassifiable with features between diffuse large B cell
and Burkitt,
c. T cell lymphomas
A. LNH STADIUM I DAN II
Pada kondisi tumor non bulky (diameter tumor <7.5cm) dengan kriteria: pasien
muda risiko rendah atau rendah-menengah (aaIPI score ≤1) dan risiko tinggi
atau menengah-tinggi (aaIPI ≥2), bila fasilitas memungkinkan, kemoterapi
kombinasi R-CHOP 6 siklus merupakan protokol standar saat ini serta dapat
dipertimbangkan pemberian radioterapi (untuk konsolidasi), atau kemoterapi 3
siklus dilanjutkan dengan radioterapi.
B. LNH STADIUM I-II (BULKY), III DAN IV
a. Bila memungkinkan, pemberian kemoterpi RCHOP 6siklus ± radioterapi
21
konsolidasi, dipertimbangkan pada stadium I dan II
b. Uji klinik pada stadium III dan IV
C. LNH REFRAKTER/RELAPS
a. Pasien LNH refrakter yang gagal mencapai remisi, dapat diberikan terapi
salvage dengan radioterapi jika area yang terkena tidak ekstensif. Terapi
pilihan bila memungkinakan adalah kemoterapi salvage diikuti dengan
transplantasi sumsum tulang
b. Kemoterapi salvage seperti R-DHAP maupun R-ICE
III. LNH “LEUKEMIA-LIKE”: Lymphoblastic, Burkitt, “double hit” lymphoma.
High dose chemotherapy plus radioterapi diikuti dengan transplantasi sumsum
tulang (belum ada di RSI Sultan Agung)
22
dari 21 hari pemberian siklus R-CHOP yang didukung
dengan pemberian growth factors
Leptomeningeal : methotrexate/cytarabine intratekal, pertimbangkan
pemasangan Ommaya reservoir dan/atau methotrexate sistemik (3 – 3.5
g/m2)
Terapi Lini Kedua dan Terapi Lanjutan (dengan intensi untuk high-dose therapy)
DHAP - dexamethasone, cisplatin, cytarabine + rituximab
ESHAP - etoposide, methylprednisolone, cytarabine, cisplatin + rituximab
GDP – gemcitabine, dexametason, cisplatin + rituximab atau gemcitabine,
dexametason, carboplatin + R
GemOx – gemcitabine, oxaliplatin + rituximab
ICE - ifosfamide, carboplatin, etoposide + rituximab
miniBEAM – carmustine, etoposide, cytarabine, melphalan + rituximab
MINE - mesna, ifosfamide, mitoxantrone, etoposide + rituximab
Terapi Lini Kedua dan Terapi Lanjutan (tanpa intensi untuk high-dose therapy)
Bendmustine + rituximab
Brentuximab vedotin untuk pasien dengan CD30+ (kategori 2B)
CEPP + rituximab (cyclophosphamide, etoposide, prednisone, procarbazine)
– PO dan IV
CEOP (cyclophosphamide, etoposide, vincristine, prednisone) + rituximab
DA-EPOCH – etoposide, prednisone, vincristine, cyclophosphamide,
doxorubicin + rituximab
GDP + rituximab atau gemcitabine, dexametason, carboplatin + rituximab
GemOR + rituximab
Lenalidomide + rituximab (non-GCB DLBCL)
Rituximab
9 Edukasi 1. Edukasi Efek samping kemoterapi yang mungkin muncul
2. Edukasi Latihan yang perlu dilakukan untuk menghindari gangguankekuatan
otot(lihat prinsiprehabilitasimedik)
3. Edukasi jumlah nutrisi , jenis dan cara pemberian nutrisi sesuai
dengan kebutuhan
4. Edukasi anjuran untuk kontrol rutin pasca pengobatan
10 Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
12 Pustaka Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Limfoma Non-Hodgkin
Kementrian Kesehatan
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
KANKER NASOFARING
RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
1 Definisi Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan karsinoma yang muncul pada daerah
(Pengertian) nasofaring (area di atas tenggorok dan di belakang hidung), yang
menunjukkan bukti adanya diferensiasi skuamosa mikroskopik ringan atau
ultrastruktur
2 Anamnesis Gejala yang muncul dapat berupa telinga terasa penuh, tinnitus,
otalgia, hidung tersumbat, lendir bercampur darah. Pada stadium
lanjut dapat ditemukan benjolan pada leher, terjadi gangguan saraf,
diplopa, dan neuralgia trigeminal (saraf III, IV, V, VI).
3 Pemeriksaaan 1. Dilakukan pemeriksaan status generalis dan status lokalis.
fisik 2. Pemeriksaan nasofaring:
Rinoskopi posterior
Nasofaringoskop ( fiber / rigid )
Laringoskopi
3. Pemeriksaan nasoendoskopi dengan NBI (Narrow Band Imaging)
digunakan untuk skrining, melihat mukosa dengan kecurigaan
kanker nasofaring, panduan lokasi biopsi, dan follow up terapi
pada kasus-kasus dengan dugaan residu dan residif
4 kriteria Klasifikasi TNM (AJCC, Edisi 7, 2010) 10
Diagnosis
TX Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak terdapat tumor primer
Tis Karsinoma in situ
T1 Tumor terbatas pada nasofaring, atau
tumor meluas
ke orofaring dan atau rongga hidung tanpa
perluasan ke parafaringeal
T2 Tumor dengan perluasan ke parafaringeal
T3 Tumor melibatkan struktur tulang dari basis kranii
dan atau sinus paranasal
T4 Tumor dengan perluasan intrakranial dan atau
keterlibatan saraf kranial, hipofaring, orbita, atau
dengan perluasan ke fossa infratemporal /
masticator space
7 Pemeriksaan 1. CT Scan
penunjang Pemeriksaan radiologik berupa CT scan nasofaring mulai setinggi sinus
frontalis sampai dengan klavikula, potongan koronal, aksial, dan sagital,
tanpa dan dengan kontras. Teknik pemberian kontras dengan injector 1-
2cc/kgBB, delay time 1 menit. CT berguna untuk melihat tumor primer
dan penyebaran ke jaringan sekitarnya serta penyebaran kelenjar getah
bening regional.
2. USG abdomen
Untuk menilai metastasis organ-organ intra abdomen. Apabila dapat
keraguan pada kelainan yang ditemukan dapat dilanjutkan dengan CT
Scan Abdomen dengan kontras.
3. Foto Thoraks
Untuk melihat adanya nodul di paru atau apabila dicurigai adanya
kelainan maka dilanjutkan dengan CT Scan Thoraks dengan kontras.
4. Bone Scan
Untuk melihat metastasis tulang.
Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut diatas untuk menentukan TNM.
25
M0)
Stadium lokal lanjut Stadium III, Kemoradiasi I, A
IVA, IVB konkuren +/-
(T3-4,N0-3, kemoterapi
M0) adjuvan
Perencanaan terapi Stadium IVA, Kemoterapi II, B
radiasi problematik IVB (T4 atau induksi, diikuti
(tumor yang N3) dengan
berbatasan dengan kemoradiasi
organ at risk, mis: konkuren
kiasma optikum)
Radioterapi
Pemberian radioterapi dalam bentuk IMRT lebih terpilih
dibandingkan dengan 3D-CRT. Pedoman pemberian dosis dan
perencanaan organ yang berisiko dapat dilihat pada lampiran.
Obat-obatan Simptomatik
Reaksi akut pada mukosa mulut, berupa nyeri untuk
mengunyah dan menelan obat kumur yang
mengandung antiseptik dan astringent, (diberikan 3 – 4
sehari).
Tanda-tanda moniliasis antimikotik.
Nyeri menelan anestesi lokal
Nausea, anoreksia terapi simptomatik.
Kemoterapi
Kombinasi kemoradiasi sebagai radiosensitizer terutama diberikan
pada pasien dengan T2-T4 dan N1-N3. Kemoterapi sebagai
radiosensitizer diberikan preparat platinum based 30-40 mg/m 2
sebanyak 6 kali, setiap minggu sekali 2,5 sampai 3 jam sebelum
dilakukan radiasi. Kemoterapi kombinasi/dosis penuh dapat
diberikan pada N3 > 6 cm sebagai neoadjuvan dan adjuvan setiap 3
minggu sekali, dan dapat juga diberikan pada kasus
rekuren/metastatik.
Prognosis Prognosis pasien dengan KNF dapat sangat berbeda antara subkelompok
yang satu dengan subkelompok yang lain. Penelitian tentang faktor-faktor
yang dapat memengaruhi prognosis masih terus berlangsung hingga saat ini.
Kebanyakan faktor-faktor prognosis bersifat genetik ataupun molekuler.
klinik (pemeriksaan fisik maupun penunjang
Pustaka Panduan penatalaksanaan kanker nasofaring, Kemenkes,
LAMPIRAN 3. PRINSIP RADIOTERAPI
Radiasi Eksterna
Radiasi konvensional 2D
Radiasi dapat diberikan dengan lapangan radiasi plan parallel laterolateral dan supraklavikula. Batas-
batas lapangan penyinaran meliputi daerah tumor primer dan sekitarnya/ potensi penjalaran per
kontinuitatum, serta kelenjar getah bening regional (kelenjar leher sepanjang jugular serta
sternokleidomastoideus dan supraklavikula). Dosis radiasi total 66-70 Gy, 2 Gy/fraksi, dengan blok
medulla spinalis setelah 40 Gy. Untuk kelenjar getah bening leher positif dilanjutkan dengan booster
elektron hingga mencapai total dosis target.
Proses simulator dengan CT-Scan, pasien diposisikan dalam posisi supine, dengan fiksasi masker
termoplastik untuk imobilisasi kepala dan leher, termasuk bahu. Pemberian kontras intravena sangat
membantu dalam mendelineasi GTV, terutama pada kelenjar getah bening. Fusi dengan modalitas
pencitraan lain seperti MRI dapat dilakukan, lebih baik dengan yang ketebalan slice-nya minimal 3
mm. Basis kranii (clivus dan nervus intrakranial) sangat baik bila dilihat dengan MRI. Marrow
infiltration paling baik dilihat pada sekuens MRI T1- non kontras.
Target volume mencakup GTV dan CTV. Pada teknik IMRT, CTV dapat dibedakan menjadi 2 atau
lebih, terkait gross disease, high risk, atau low risk.
CTV 70 yang mencakup gross disease dan CTV 59,4 yang mencakup
high risk region), serta PTV sebagai berikut :
28
c. PTV70 (70 Gy): CTV70 + 3-5 mm, bergantung kepada tingkat kenyamanan pengaturan posisi
pasien sehari-hari. Untuk daerah sekitar batang otak dan medulla spinalis, batas 1 mm masih
diperbolehkan.
29
Prinsip Pemberian Radioterapi 11
RT Definitif PTV
Risiko tinggi: tumor primer dan KGB terkait (mencakup infiltrasi lokal subklinik pada lokasi primer dan level KGB yang berisiko ti
66 Gy (2,2 Gy/fraksi) hingga 70-70,2 Gy (1,8 – o 69,96 Gy (2,12 Gy/fraksi) setiap hari Senin-Jumat
dalam 6-7 minggu
Risiko rendah hingga sedang: lokasi yang dicurigai mengalami penyebaran subklinik
44-50 Gy (2,0 Gy/fraksi) hingga 54-63 Gy (1,6-1,8 Gy/fraksi).
Kemoradiasi konkuren
PTV
Risiko tinggi: biasanya 70-70,2 Gy (1,8-2,0 Gy/fraksi); setiap hari Senin-Jumat dalam 7 minggu
Risiko rendah hingga sedang: 44-50 Gy (2,0 Gy/fraksi) hingga 54-63 Gy (1,6-1,8 Gy/fraksi)
IMRT lebih terpilih dibandingkan dengan 3D-CRT pada KNF untuk meminimalkan dosis pada struktur
kritikal
30
Laring Glottis Dosis maksimal 45 Gy
Esophagus, faring, pasca Dosis maksimal 45 Gy
krikoid
Ket (*) : PRV = Planning Organ At Risk Volume
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
OSTEOSARCOMA
RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
1 Definisi Osteosarkoma adalah tumor ganas tulang primer yang berasal dari sel mesenkimal
(Pengertian) primitif yang memproduksi tulang dan matriks osteoid
2. CT-SCAN
Ct-scan dapat berguna untuk memperlihatkan detil lesi pada tulang
kompleks dan mendeteksi matriks ossifikasi minimal. Selain itu dapat
digunakan untuk mendeteksi metastasis paru. Kegunaan lain dari CT
scan adalah tuntunan biopsi tulang (CT guided bone biopsy).
3. MRI
MRI merupakan modalitas terpilih untuk evaluasi ekstensi lokal tumor
dan membantu menentukan manajemen bedah yang paling sesuai. MRI
dapat menilai perluasan massa ke intramedular
(ekstensi longitudinal, keterlibatan epifisis, skip lesion), perluasan massa
ke jaringan lunak sekitarnya dan intraartikular, serta keterlibatan
struktur neurovaskular.
4. BIOPSI
FNAB mempunyai ketepatan diagnosis antara 70-90%.
Penilaian skor Huvos untuk mengevaluasi secara histologis respons
kemoterapi neoadjuvant. Pemeriksaan ini memerlukan minimal 20 coupe.
Penilaian dilakukan secara semi kuantitatif dengan membanding kan luasnya
area nekrosis terhadap sisa tumor yang riabel :
1. Grade 1 : sedikit atau tidak ada nekrosis (0 - 50%)
2. Grade 2 : nekrosis>50 - <90 %
3. Grade 3 : nekrosis 90 - 99 %
4. Grade 4 : nekrosis 100 %
Penilaian batas sayatan diperoleh dari jaringan intramedulari segmen tulang
proksimal.
8 Terapi I. PEMBEDAHAN
1. Limb Salvage Surgery
Limb salvage surgery (LSS) merupakan suatu prosedur
pembedahan yang dilakukan untuk menghilangkan tumor, pada ekstremitas
dengan tujuan untuk menyelamatkan ekstremitas. Prosedur LSS merupakan
tindakan yang terdiri dari pengangkatan tumor tulang atau sarkoma jaringan
lunak secara en-bloc dan rekonstruksi defek tulang atau sendi dengan
megaprostesis (endoprostesis), biological reconstruction (massive bone graft
baik auto maupun allograft) atau kombinasi megaprostesis dan bone graft.
Kontraindikasi untuk tindakan LSS adalah bila :
• Ada keterlibatan pembuluh darah ataupun struktur saraf,
• Pathologial Fracture (kontra indikasi relatif)
• Contaminated biopsy
• Infeksi
• Immature skeletal age. Leg-length discrepancy should not more than 8
cm.
• Ekstensi tumor yang sangat luas ke jaringan lunak.
35
2. Second line therapy (relapsed/ refractory or metastatic disease)
Docetaxel dan gemcitabine
Cyclophosphamide dan etoposide
Gemcitabine
Ifosfamide dan etoposide
Ifosfamide, carboplatin dan etoposide
High dose methotrexate, etoposide dan ifosfamide
Apabila pasien relaps, target adalah palliative terapi, yaitu kualitas hidup, dan
bila mungkin desertai survival lebih panjang. Apabila memungkinkan di
dilakukan salvage kemoterapi paliatif dengan regimen sebagai berikut:
Ifosfamide–etoposide
High dose MTX–carboplatin
Gemcitabine -docetaxel.
III. RADIOTERAPI
Radiasi pada tumor primer
Radiasi eksterna dipertimbangkan pada kasus batas sayatan
positif pasca operasi, reseksi subtotal, dan kasus yang tidak dapat
dioperasi
Dosis radiasi pasca operasi: 54-66 Gy
Dosis radiasi pada kasus unresectable: 60-70 Gy, bergantung
pada toleransi jaringan sehat
37
T1a jaringan yang direseksi
T1b Tumor ditemukan secara kebetulan
(PA), > 5 % dari jaringan
yang direseksi
T1c Tumor diidentifikasi dengan
pemeriksaan biopsi jarum
T2 Tumor terbatas di prostat *
T2a Tumor mengenai setengah atau
kurang dari satu lobus
T2b Tumor mengenai lebih setengah dari
satu lobus, tetapi tidak
mengenai kedua lobus
T2c Tumor mengenai kedua lobus
T3 Tumor menembus kapsul **
T3a Ekstensi ekstrakapsuler (unilateral
atau bilateral)
T3b Tumor mengenai vesicula seminalis
Tumor terfiksasi atau mengenai
struktur yang berdekatan, selain
T4 vesicula seminalis, seperti: kandung
kemih, mm. levator
dan/atau dinding pelvis
Kelenjar getah bening (N)
Klinis
Nx KGB regional tak dapat dinilai
N0 Tak ada penyebaran KGB regional
N1 Terdapat penyebaran KGB regional
Patologik
pNx KGB regional tidak dapat dinilai
pN0 Tidak ada penyebaran KGB negatif
pN1 Terdapat penyebaran KGB negatif
Metastasis jauh (M)***
Mx Metastasis jauh tak dapat dinilai
M0 Tak ada metastasis jauh
M1 Terdapat Metastasis jauh
M1a Metastasis KGB Non Regional
M1b Metastasis ke tulang
Metastasis ke organ lain
dengan/atau tanpa keterlibatan
tulang
M1c
5 Diagnosa Kanker Prostat
Kerja
6 Diagnosa 1. Benign Prostat Hiperplasia
Banding 2. Acute Bacterial Prostatitis dan Abses prostat
3. Bacterial Prostatitis
4. Non bacterial Prostatitis
5. TB sistem genitourinaria
7 Pemeriksaan Prostate-specific antigen (PSA)
penunjang Transrectal ultrasonography (TRUS) dan biopi prostat
8 Terapi Usia
Risiko
>80 tahun 71-80 ≤ 70 tahun
tahun
R 5 1. Monitoring 1. Monitorin
e dan aktif g aktif
n
d 2. EBRT atau
a PSA: <10 dan Temuan Brakhitera
h biopsi: pi
:
permanen
T
3. Terapi
:
investigasion
al
1
a
a
t
a
u
1
c
d
a
n
G
l
e
a
s
o
n
:
2
-
39
1 P l r r 1. EBRT, 1 P o 2 EBR
r 2 E a i Brakhiterapi permanen atau r m T,
o B p n kombinasi o i Bra
s R i g s khit
t T r era
p t
a e a pi
a a
t a r d per
k t
e t m
e i ma
k a a t
k k nen
t u n i
e t a ata
o f
n l u
m B 4 Te
i r ra
3 M pi atau 3+4 atau atau
r a 2. Prostat kombinasi
o in kombinasi ektomi 3.
a k
n ve 3.
d h Terapi
sti Terap
i i i radikal
ga i
k t t sio P investiga 3. Terapi investigasional
a e o na
l S sional investiga
A sional
Unilate
ral :
<
<50%
1
Sedang:
1. M , n 0
o B a
T: 1b,
n 2a ratau Gleason: 6, t
i a a
t k
u
o h
T
r it
i e
e
n r m
g a u
p a
a i n
k p b
t
e i
i
r
f o
m
2. E p
a
B s
n
R i:
e
T
40
Bilat rmonal 2. P
eral,
<50% r
o
Tinggi:
1. E1. E
s
B B
R R t
T T a
+ +
t
t
e t e
r e k
a r
t
p a
i p o
h i m
o
i
r h
m o
o r r
n m
a
a o
l n d
( a i
2 l
k
-
3 ( a
2 l
-
3
T: 2b, 3a, 3b 2. E thn) thn) +
B
R
T
+
t
e
r
a
p
i
atau 2. p
i
hormonal
Gleason: ≥
h
3.
o
41
atau investigasional 3. Prostatektomi diseksi KGB
radikal + pelvis
PSA: 10-20 diseksi KGB 3. Terapi
atau pelvis investigasional
Temuan biopsi: 4. Terapi 4. Terapi
> 50% investigasional hormonal
perineural,
duktal
Terapi paliatif
Terapi paliatif merupakan terapi aktif terhadap penderita stadium lanjut
yang sudah tidak memberi respon terhadap terapi kuratif.
Terapi ini bersifat holistik, mengontrol gejala yang timbul baik itu secara
fisik, psikologis, sosial, spiritual dan melibatkan keluarga terdekat
penderita.
Kontrol nyeri: bifosfonat (asam Zoledronat), analgetik
(parasetamol sampai opioid) dan radiasi lokal.
Obstruksi saluran kemih bawah dan atas: pemasangan kateter,
sistostomi maupun stent uretra, pemasangan nefrostomi
perkutan
Kompresi medulla spinalis: stabilisasi tulang belakang baik
bedah maupun non bedah, pemberian kortikosteroid dan
40
radiasi.
Limfedema: drainase manual (tungkai ditinggikan), pemasangan
balutan elastik.
M - Metastasis jauh
M0 : Tidak ada metastasis
jauh M1 : Metastasis jauh
M1a : Metastasis terbatas pada satu organ atau bagian
(contoh, hati, paru-paru, ovarium, kelenjar non-regional
M1 b : Metastasis pada lebih dari satu oragan/bagian atau
peritoneum
Pengelompokan Stadium
Stadium T N M Dukes MAC
Stadium 0 Tis N0 M0 - -
Stadium I T1 N0 M0 A A
: T2 N0 M0 A B1
Stadium IIA : T3 N0 M0 B B2
IIB : T4a N0 M0 B B2
IIC : T4b N0 M0 B B3
Stadium IIIA T1-T2 N1/N1c M0 C C1
:
: T1 N2a M0 C C1
IIIB : T3-T4a N1/N1c M0 C C2
: T2-T3 N2a M0 C C1\C2
: T1-T2 N2b M0 C C1
IIIC : T4a N2a M0 C C2
: T3-T4a N2b M0 C C2
: T4b N1-N2 M0 C C3
Stadium Semua T Semua M1a -
IVA : N
IVB Semua T Semua M1b -
N
5 Diagnosa Kerja Kanker Rektum
6 Diagnosa -
Banding
7 Pemeriksaan Dalam menegakkan diagnosis karsinoma rekti, beberapa
penunjang pemeriksaan yang sering dilakukan adalah:
Pemeriksaan Laboratorium
Hematologik : darah perifer lengkap, LED, hitung jenis.
Kimia darah
Tumor marker CEA
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan foto toraks PA
CT scan/MRI
Ultrasonografi (USG) abdomen
Ultrasonografi (USG) endorektal (bila dapat dikerjakan)
PET scan (bila diperlukan/tidak rutin)
Pemeriksaan Patologi Anatomi
Biopsi dari rektum dan spesimen reseksi menentukan jenis keganasan
dan derajat diferensiasinya
Pemeriksaan Kolonoskopi/proktoskopi
Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi yang dapat
dilakukan:
1. Sigmoidoskopi rigid / Rektoskopi
2. Sigmoidoskopi fleksibel
(Lebih efektif dibandingkan dengan sigmoidoskopi
rigid untuk visualisasi kolon dan rektum)
Dalam menegakkan diagnosis karsinoma rekti, beberapa pemeriksaan yang
sering dilakukan adalah:
Pemeriksaan Laboratorium
Hematologik : darah perifer lengkap, LED, hitung jenis. Kimia
darah
Tumor marker CEA
Pemeriksaan Radiologik
1. Pemeriksaan foto toraks PA
2. CT scan/MRI
3. Ultrasonografi (USG) abdomen
4. Ultrasonografi (USG) endorektal (bila dapat dikerjakan)
5. PET scan (bila diperlukan/tidak rutin)
Pemeriksaan Patologi Anatomi
Biopsi dari rektum dan spesimen reseksi menentukan jenis keganasan dan
derajat diferensiasinya
Pemeriksaan Kolonoskopi/proktoskopi
Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi yang dapat dilakukan:
a. Sigmoidoskopi rigid / Rektoskopi untuk
visualisasi kolon dan rektum)
b. Sigmoidoskopi fleksibel
(Lebih efektif dibandingkan dengan sigmoidoskopi rigid
c. Kolonoskopi
(Akurasi sama dengan kombinasi enema barium kontras ganda +
sigmoidoskopi fleksibel untuk KKR atau polip > 9 mm.
Dokumen tertulis PPK Bedah serta perangkat implementasinya ini disertai dengan disclaimer
(wewanti/penyangkalan) untuk :
1. Menghindari kesalah-pahaman atau salah persepsi tentang arti kata standar, yang dimaknai
harus melakukan sesuatu tanpa kecuali
2. Menjaga autonomi dokter bahwa keputusan klinis merupakan wewenangnya sebagai orang
yang dipercaya pasien
Adapun disclaimer tersebut :
1. Disclamer Utama yaitu :
a. PPK dibuat untuk average patient
b. PPK dibuat untuk penyakit / kondisi patologis tunggal
c. Reaksi individual terhadap prosedur diagnosis dan terapi bervariasi
d. PPK dianggap valid pada saat dicetak
e. Praktek Kedokteran modern harus lebih mengakomodasi preferensi pasien dan keluarga
2. Disclaimer tambahan, yang dapat disertakan pada disclaimer :
a. PPK dimaksudkan untuk tatalaksana pasien sehingga tidak berisi informasi lengkap
tentang penyakit
b. Dokter yang memeriksa harus melakukan konsultasi bila merasa tidak menguasai atau
ragu dalam menegakkan diagnose dan memberikan terapi
c. Penyusun PPK tidak bertanggung jawab atas hasil apapun yang terjadi akibat penyalah
gunaan PPK dalam tatalaksana pasien
47
PENUTUP
Dengan telah tersusunnya Panduan Praktik Klinis ini diharapkan dapat menjadi Standar
Prosedur Operasional bagi dokter spesialis Bedah yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
dan fasilitas pelayanan kesehatan di RSI Sultan Agung.
Melalui panduan ini diharapkan terselenggara pelayanan medis yang efektif, efisien ,
bermutu dan merata sesuai sumber daya, fasilitas, pra fasilitas, dana dan prosedur serta metode
yang memadai. Semoga bermanfaat.
48