Anda di halaman 1dari 20

1

PENGENALAN HEWAN PERCOBAAN

I. Tujuan Percobaan
1. Mahasiswa dapat menjelaskan kembali karakteristik hewan percobaan yang
lazim dipergunakan dalam percobaan
2. Dapat memperlakukan dan menangani hewan percobaan seperti mencit,
tikus dan kelinci dengan baik.

II. Teori dasar


Hewan mencit atau Mus Musculus adalah tikus rumah biasa termasuk
kedalam ordo rodentia dan family Muridae. Mencit dewasa biasanya memiliki
berat antara 25–40 gram dan mempunyai berbagai macam warna. Mayoritas
mencit laboratorium adalah strain albino yang mempunyai warna bulu putih dan
mata merah muda (Hrapkiewiez et al, 1998).

Mencit merupakan hewan yang tidak memiliki kelenjar keringat, jantung


terdiri dari empat ruang dengan dinding atrium yang tipis dan dinding ventrikel
yang lebih tebal. Didalam laboratorium hewan mencit mudah ditangani, ia
bersifat penakut, fotofobik cenderung berkumpul sesamanya, mempunyai
kecendrungan untuk bersembunyi dan lebih aktif pada malam hari. Suhu tubuh
normal 37,40C dengan laju respirasi 163/menit.

Sementara untuk tikus termasuk hewan cerdas, mudah ditangani, tidak


bersifat fotofobik, lebih resisten terhadap infeksi, kecendrungan untuk
berkumpul dengan sesama sangan kurang, jika makanannya kurang atau
diperlakukan secara kasar akan menjadi liar dan galak, suhu tubuh normal
37,50C dengan laju respirasi 210/menit. Pada mencit dan tikus terdapat
persamaan dimana gigi seri pada keduanya sering digunakan untuk mengerat
atau menggigit benda-benda yang kasar.
Cara Memegang Hewan Percobaan
Cara memegang hewan percobaan berbeda-beda dan ditentukan oleh sifat
hewan, keadaan fisik (besar atau kecil) serta tujuannya. Kesalahan dalam
caranya akan menyebabkan kecelakaan ataupun rasa sakit bagi hewan coba (ini
1
akan menyulitkan dalam melakukan penyuntikan atau pengambilan darah,
misalnya) dan juga bagi orang yang memegangnya (Sulaksono, 1992).

Praktikum Farmakologi | Universitas 17 Agustus 1945


2

1. Mencit
Mencit dapat dipegang dengan memegang ujung ekornya dengan
tangan kanan. Biarkan menjangkau atau mencengkram alas yagn kasr (kawat
kandang). Kemudian dengan tangan kiri dengan ibu jari dan jari telunjuk
menjepit kulit tengkuknya seerat atau setegang mungkin. Ekor dipindahkan
dari tangan kanan, dijepit antara jari kelingking dan jari manis tangan kiri.
Dengan demikian mencit telah terpegang oleh tangan kiri dan siap untuk diberi
perlakuan.
Jika cara penangan mencit tidak sesuai, boasanya mencit akan buang air
besar atau buang air kecil. Hal ini terjadi karena mencit merasa stress dan
ketakutan. Selain itu, juga merupakan pertahanan diri untuk melindungi dirinya
dengan mengeluarkan fesesnya. Begitu juga apabila hewan-hwan lain seperti
tikus, kelinci dan marmut akan melakukan hal yang sama apabila merasa
terancam.

2. Tikus
Seperti halnya pada mencit, tikus dapat ditangani dengan memegang
ekornya dengan menarik ekornya bagian pangkal, biarkan kaki tikus
mencengkram alas yang kasar (kawat kandang) kemudian secara hati-hati
luncurkan tangan kiri dari belakang kearah kepalanya seperti pada mencit
tetapi dengan kelima jari, kulit tengkuk dicengkram.
Cara lain yaitu selipkan ibu jari dan telunjuk menjepit kaki kanan depan
tikus sedangkan kaki kiri depan tikus diantara jari tengah dan jari manis.
Dengan demikian tikus akan terpegang dengan kepalanya diantara jari telunjuk
dan jari tengah. Pemegangan tikus ini dilakukan dengan tangan kiri sehingga
tangan kanan kita dapat melakukan perlakuan.

Cara Mengorbankan Hewan Percobaan


Dilakukan untuk keperluan pengamatan. Dilakukan jika proses
percobaan telah selesai dan hewan tidak digunakan untuk tahap percobaan
selanjutnya. Berdasar pada pada pertimbangan ekonomis. Pemeliharaan hewan
harus disertai tujuan jelas agar tidak menghamburkan biaya dan tempat. Hewan
biasanya langsung dikorbankan dengan prinsip mematikan dalam waktu 2

sesingkat mungkin dan rasa sakit seminimal mungkin. Mengorbankan hewan


percobaan dilakukan dengan cara kimia atau cara fisika.

Praktikum Farmakologi | Universitas 17 Agustus 1945


3

a) Mencit
Cara kimia dengan menggunakan eter atau pentobarbital natrium pada dosis
mematikan.
Cara fisik dilakukan dengan dislokasi leher.
Proses dislokasi dilakukan dengan cara sbb:
Ekor mencit dipegang kemudian ditempatkan pada permukaan yang
bisa dijangkau (ram kawat penutup kandang) dengan begitu mencit akan
merenggangkan badannya, kemudian pada tengkuk ditempatkan suatu
penahan misalnya pencil atau batang logam yang dipegang dengan tangan
kiri kemudia bagian ekor ditarik keras dengan tangan kanan sehingga
lehernya akan terdislokasi dan mencit akan terbunuh.

b) Tikus
Cara kimia dengan menggunakan eter atau pentobarbital natrium pada dosis
mematikan.
Cara fisik dengan dislokasi leher
Tikus diletakkan di atas kain, kemudian badan tikus dibungkus
dengan kedua kaki depannya ikut terbungkus dengan kain kemudian
dipukul bagian belakang telinga dengan tongkat atau tikus dipegang dengan
perut menghadap ke atas kemudian bagian belakang kepala dipukul keras
pada permukaan yang keras pada meja atau ekor tikus dipegang lalu diayun
sampai tengkuknya terkena permukaan bendakeras seperti bagian pinggir
meja.

Praktikum Farmakologi | Universitas 17 Agustus 1945


4

CARA PEMBERIAN, VOLUME PEMBERIAN OBAT SERTA


IDENTIFIKASI HEWAN PERCOBAAN

I. Tujuan
1. Mengetahui cara pemberian obat yang benar kepada hewan percobaan
2. Dapat menghitung volume pemberian obat kepada hewan percobaan

II. Teori Dasar


Rute pemberian obat pada hewan coba dapat diberikan secara peroral,
subkutan, intramuskular, intravena dan intraperitonial. Rute peroral dapat
diberikan dengan mencampurkan obat bersama makanan.
Cara Pemberian Obat
a. Mencit
Oral :
Cairan obat diberikan dengan menggunakan sonde oral, sonde oral
ditempelkan pada langit-langit mulut atas mencit kemudian dimasukkan
perlahan-lahan sampai ke esophagus dan cairan obat dimasukkan.
Subkutan :
Kulit didaerah tengkuk diangkat dan dibagian bawah kulit
dimasukkan obat dengan menggunakan alat suntik 1 ml.
Intravena :
Mencit dimasukkan kedalam kandang restriksi mencit dengan
bagia ekor menjulur keluar. Bagian ekor dicelupkan kedalam air hangat
agar pembuluh vena ekor mengalami dilatasi lalu pemberian obat
kedalam pembuluh vena menjadi mudah. Pemberian obat dilakukan
dengan jarum suntik no.24.
Intramuskular :
Obat disuntikkan kedalam otot posterior paha dengan jarum
suntik no.24

Intraperitonial
Mencit dipegang seperti cara perlakuan memegang mencit diatas.
Pada saat penyuntikan kepala lebih rendah dari abdomen. Jarum 4

disuntikkan denagn sudut sekitar 100 dari abdomen pada daerah yang
sedikit menepi dari garis tengah, agar jarum suntik tidak terkena

Praktikum Farmakologi | Universitas 17 Agustus 1945


5

kandung kemih dan tidak terlalu tinggi supaya tidak terkena


penyuntikan pada hati.
b. Tikus
Pemberian secara oral, intramuskular dan intraperitonial dilakukan
dengan cara yang sama pada mencit. Secara subkutan dilakukan
penyuntikan dibawah kulit tengkuk atau kulit abdomen dan pemberian
intravena dilakukan pada vena penis ketimbang ekor.

Volume Pemberian Obat


Volume cairan yang diberikan pada setiap jenis hewan percobaan
tidak boleh melebihi batas maksimal yang telah ditetapkan. Karena kalau
melebihi batas maksimal kemungkinan hewan percobaan akan mengalami
efek farmakologis yang dapat membahayakan.
Berikut adalah daftar volume maksimal pemberian obat.

Jenis Hewan dan Cara Pemberian dan Volume maksimum (mm)


BB i.v i.m i.p s.c p.o
Mencit (20-30 g) 0,5 0,05 1 0,5-1 1
Tikus (100 g) 1 0,1 2,0-5,0 2-5 5
Hamster (50 g) - 0,1 1,0-5,0 2,5 2,5
Kelinci (2,5 kg) 5-10 0,5 10-20 5-10 20

Untuk bahan senyawa aktif yang tidak larut dalam air dapat diberikan dalam
bentuk supensi menggunakan gom sebagai suspensi dan dapat diberikan secara
oral atau intraperitonial.

Identifikasi / Penandaan Hewan


Dosis obat yang diberikan pada hewan dinyatakan dalam mg atau g per kg
bobot tubuh hewan. Karena itu perlu diketahui berat dari tiap hewan yang akan
digunakan dalam percobaan dan tipa hewan diberi tanda (titik/garis)
menggunakan pewarna untuk mengidentifikasinya.

Praktikum Farmakologi | Universitas 17 Agustus 1945


6

APLIKASI DOSIS SECARA KUANTITATIF PADA SPESIES LAIN

Untuk memperoleh efek farmakologis yang sama dari suatu obat pada
spesies hewan percobaan, diperlukan data mengenai aplikasi dosis secara
kuantitatif. Keterangan tersebut akan lebih diperlukan bila obat akan dipakai pada
manusia dan pendekatan terbaik adalah menggunakan perbandingan luas
permukaan tubuh. Beberapa spesies hewan percobaan yang sering digunakan
dipolakan perbandingan luas permukaan tubuhnya pada tabel berikut. Sebagai
tambahan ditentukan pula perbandingan terhadap luas tubuh manusia.

Dicari 20 g 200 g 400 g 1,5 kg 2 kg 4 kg 12 kg 70 kg


Diket Mencit Tikus Marmut Kelinci Kucing Kera Anjing Manusia

20 g mencit 1,0 7,0 12,29 27,8 29,7 64,1 124,2 387,9

200 g tikus 0,14 1,0 1,74 3,3 4,2 9,2 17,8 56,0

400 g marmot 0,08 0,57 1,0 2,25 2,4 5,2 10,2 31,5

1,5 kg kelinci 0,04 0,25 0,44 1,0 1,06 2,4 4,5 14,2

2,0 kg kucing 0,33 0,23 0,41 0,92 1,0 2,2 4,1 13,0

4,0 kg kera 0,016 0,11 0,19 0,42 0,45 1,0 1,9 6,1

12 kg anjing 0,008 0,06 0,10 0,22 0,24 0,52 1,0 3,1

70 kg manusia 0,0026 0,018 0,031 0,07 0,013 0,16 0,32 1,0

Pertanyaan

1. Sebutkan keuntungan serta kerugian pemakaian hewan tikus dan mencit sebagai
hewan percobaan
2. Mencit adalah hewan yang paling banyak digunakan dalam eksperimen laboratoris,
mengapa?
3. Faktor-faktor apa yang perlu diperhatikan dalam memilih spesies hewan percobaan
untuk suatu penelitian laboratoris yang bersifat screening ataupun pengujian efek 6
khusus?

Praktikum Farmakologi | Universitas 17 Agustus 1945


7

LD 50 (DOSIS LETHAL MEDIAN)

LD 50 adalah dosis yang menimbulkan kematian pada 50% individu. ED 50 yaitu dosis
terapi median atau dosis efektif median. TD 50 ialah dosis toksik 50%.

Indeks terapi = TD 50 atau LD 50


ED 50 ED 50

Obat ideal menimbulkan efek terapi pada semua penderita tanpa menimbulkan efek toksik
pada seorang penderita pun, oleh karena itu :

Indeks terapi = TD 1 ialah lebih tepat, dan untuk obat ideal TD 1 ≥ 1

ED 99 ED 99

Bahan dan Alat:

Phenobarbital 20 mg/20 ml Gelas piala


Atropin 1 mg/1 ml Gelas Ukur

Aquadest Erlenmeyer
Ikan kecil

Prosedur Kerja:
1. Buat larutan atropine, phenobarbital dengan bermacam-macam konsentrasi di
dalam gelas piala/20 ml aquadest
2. Masukkan ikan kecil, lihat pada konsentrasi mana ikan mati setengahnya (LD50)

Praktikum Farmakologi | Universitas 17 Agustus 1945


8

Hasil Percobaan
Konsentrasi Obat (mg/20 ml) untuk mendapatkan LD50

Larutan Oral Volume Obat yang Jumlah yang mati % Kematian


ditambahkan kedalam
20 ml aquadest
1. Phenobarbital

2. Atropin

Kesimpulan:

Pertanyaan:

1. Berapa dosis phenobarbital dan dosis atropine?


2. Apa khasiat kedua obat tersebut diatas?

Praktikum Farmakologi | Universitas 17 Agustus 1945


9

EFEK KHOLINERGIK PADA KELENJAR LUDAH

Pemberian senyawa kholinergik pada mencit akan menaikkan sekresi cairan tubuh
terutama sekresi saliva, senyawa antikholinergik yang mempnyai efek yang berlawanan
akan menekan efek kholinergik. Obat kholinergik disebut juga parasimpatominetik, berarti
obat yang kerjanya serupa perangsangan saraf parasimpatis.

Obat kholinergik dibagi dalam 3 golongan:

1. Ester Kholin : asetilkolin, metakolin, karbakol, betanekol


2. Antikolinesterase : eserin (fisotigmin), prostigmin (neostigmine), di-isopropil-
fluorofosfat (DFP) dan insektisid golongan organofosfat
3. Alkaloid tmbuhan yaitu muskarin, pilokarpin dan arekolin.

Bahan dan Alat:


1. Mencit 4 ekor
2. Papan yang mempunyai permukaan datar dan dilapisi kertas saring (kotak-kotak 4x4
cm)
3. Pilocarpin 1% (SC)
4. Atropin (peroral)
5. Uretan 10%

Prosedur Kerja dan Pengamatan:


1. Hewan percobaan di puasakan selama lebih kurang 12 jam
2. Larutan atropine sulfat -> peroral
3. Setelah 30 menit atropine sulfat -> di injeksikan urethane secara i.p (dosis 1,8 gr/kg
BB)
4. Setelah hewan teranastesi sempurna (±15 menit) injeksikan 0,2 ml larutan pilocarpin
secara s.c
5. Letakkan di atas papan dilapisi kertas saring
6. Pindahkan tempat setiap 5 menit
7. Lingkari dengan pensil kertas saring yang basah oleh air ludah mencit dan hitung
luasnya. 9

Praktikum Farmakologi | Universitas 17 Agustus 1945


10

Hitung volume larutan pilokarpin dan atropine sesudah penimbangan mencit

Hasil Percobaan:
Jari-jari serta Luas Salivasi (cm2) dari Mencit Setelah Pemberian Obat-obat
Kholinergik Secara i.p

No. Obat-obat Jari-jari Salivasi (cm) pada Luas Lingkaran Salivasi


Kholinergik waktu (menit) /cm3

0 5 10 15 20 25 0’ 5’ 10’ 15’ 20’ 25’

Kesimpulan dan Pembahasan:

10

Praktikum Farmakologi | Universitas 17 Agustus 1945


11

ANASTESI LOKAL (METODE REIGNER)

Anastesi lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara
lokal pada jaringan saraf dengan konsentrasi cukup. Sebagai contoh, bila anastesi lokal di
kenakan pada korteks motoris, impuls yang dialirkan dari daerah tersebut terhenti, dan bila
disuntikkan ke dalam kulit maka transmisi impuls sensorik di hambat.

Obat anastetik lokal bersifat reversible, penggunaan nya akan di ikuti dengan
pemulihan lengkap dari fungsi saraf tanpa di sertai kerusakan serabut ata sel saraf.

Mekanisme kerja anastetik lokal mencegah timbulnya dan konduksi impuls saraf.
Tempat kerjanya terutama di membran sel, efeknya pada aksoplasma hanya sedikit saja.
Anastetik lokal sintetik antara lain: Prokain, lidokain,

Bahan dan Alat:

1. Kelinci 2 ekor
2. Larutan prokain 1%
3. Larutan Lidokain 1%
4. Larutan prokain 4%
5. Larutan NaCl fisiologis (kontrol)
6. Aplikator/nilon
7. Stopwatch
8. Tabung spuit

Prosedur:
1. Gunting bulu mata kelinci
2. Teteskan kedalam konjungtivanya larutan ananstetik lokal prokain 1% pada mata
kanan kelinci dan pada mata kiri di teteskan larutan NaCl fisiologis sebagai control
3. Tutup masing-masing kelopak mata ± 1 menit
4. Catat adanya respon setiap 5 menit dengan menggunakan aplikator sebanyak 20x pada
tiap mata kelinci banding dengan mata kiri sebagai kontrol.

11

Praktikum Farmakologi | Universitas 17 Agustus 1945


12

JUMLAH RESPON SETIAP 20 KALI PENGGUNAAN APLIKATOR PADA MATA


KANAN SETELAH PEMBERIAN ZAT UJI

NO. ZAT UJI JUMLAH RESPON/MENIT

0 5 10 15 20 30 45 60 75

GRAFIK PERSENTASE EFEK TERHADAP WAKTU (MENIT)

Prosentase Efek

Waktu (menit)

Pertanyaan:
1. Apa yang dimaksud dengan waktu laren?
2. Apa yang dimaksud efek maksimal dari obat dan berapa efek Maksimal dari
masing-masing obat yang diamati?
3. Dapatkah anastesi permukaan digunakan untuk operasi bedah mulut?

Kesimpulan: 12

Praktikum Farmakologi | Universitas 17 Agustus 1945


13

ANASTESI INFILTRASI

Tujuan teknik ini yaitu menimbulkan anastesi ujunag saraf karena adanya kontak
langsung dengan obat. Obat anastesi lokal disuntikkan kedalam jaringan akan
mengakibatkan kehilangan sensasi pada struktur sekitarnya. Larutan obat ini di suntikkan
secara infiltrasi yang sering digunakan yaitu ring block. Dengan cara ini obat di suntikkan
subkutan mengelilingi daerah yang akan dioperasi .
Anestesi infiltrasi adalah anestesi yang bertujuan untuk menimbulkan anestesi
ujung saraf melalui injeksi pada atau sekitar jaringan yang akan dianestesi sehingga
mengakibatkan hilangnya rasa dikulit dan jaringan yang terletak lebih dalam misalnya
daerah kecil dikulit atau gusi (pencabutan gigi).
Anastesi ini sering dilakukan pada anak-anak untuk rahang atas ataupun rahang
bawah. Mudah dikerjakan dan efektif. Daya penetrasi anastesi infiltrasi pada anak-anak
cukup dalam karena komposisi tulang dan jaringan belum begitu kompak.

Pemberian Epinefrin (Adrenalin)


Pada umumnya pemberian epinefrin menimbulkan efek mirip stimulasi saraf
adrenergic. Pembuluh darah efek vaskuler epinefrin terutama pada arteriol kecil dan
sfingter prekapiler, tetapi vena dan arteri besar juga dipengaruhi, pembuluh darah kulit,
mukosa dan ginjal mengalami konstriksi akibat aktivitas resptor α oleh epinefrin.
Pembuluh darah otot rangka mengalami dilatasi oleh epinefrin dosis rendah akibat respetor
β2 yang mempunyai afinitas lebih besar dari epinefrin dibandingkan dengan reseptor α.
Pada manusia pemberian epinefrin dosis yang menimbulkan kenaikan tekanan
darah tidak menyebabkan konstruksi arteriol otot, tetapi menimbulkan peningkatan aliran
darah ke otak. Pemberian epinefrin secara subkutan pada hewan dapat menimbulkan
kenaikan tekanan darah yang cepat dan berbanding langsung dengan besarnya dosis.
Bahan dan Alat:
1. Spuite
2. Gunting
3. Pisau cukur
4. Spidol
13
5. Kelinci
6. Larutan lidokain (0,2 ml/1%)
7. Larutan prokain (0,2 ml/1%)
Praktikum Farmakologi | Universitas 17 Agustus 1945
14

8. Larutan adrenalin (0,2 ml/1%)


9. Peniti
10. Stopwatch

Prosedur dan Pengamatan Percobaan


1. Cara memperlakukan kelinci
• Gunting bulu kelinci pada punggungnya dengan pisau cukur (silet) hingga
bersih lalu tandai dengan spidol, misal:
1. Prokain
2. Lidokain
3. Prokain + adrenalin
4. Lidokain + adrenalin
• Suntikan larutan-larutan di atas , pada jarak penyuntikan minimal 3 cm
• Memakai peniti di tusuk-tusukkan sebanyak 20x dengan melihat respon
positif dari suntikkan anastesi infiltrasi.
2. Pemberian Obat
• Prokain
Disuntikkan dengan spuit prokain (0,2 ml 1%) secara subkutan disebelah
kiri punggung kelinci lalu memakai peniti tusuk-tusukkan pada punggung
krlinci yang telah ditandai spidol sebanyak 20 kali (bagian depan), lalu catat
waktunya dengan stopwatch.
• Prokain + adrenalin
Disuntikkan dengan spuit prokain (0,2 ml 1%) + adrenalin (0,2 ml 1%)
disebelah kanan punggung kelinci secara subkutan lalu memakai peniti di
tusuk-tusukkan pada punggung kelinci yang ditandai spidol sebanyak 20x
(bagian depan), lalu catat waktunya dengan stopwatch.
• Lidokain
Disuntikkan dengan spuit lidokain (0,2 ml 1%) secara subkutan disebelah
kiri belakang kelinci lalu memakai peniti di tusuk-tusukkan pada bagian
yang ditandai spidol tadi sebanyak 20 kali (bagian belakang) lalu catat
waktunya dengan stopwatch. 14
• Lidokain + adrenalin

Praktikum Farmakologi | Universitas 17 Agustus 1945


15

Disuntikkan memakai spuit lidokain (0,2 ml 1%) + adrenalin (0,2 ml 1%)


secara subkutan pada tubuh kelinci yang ditandai spidol lalu tusuk-tusukkan
peniti sebanyak 20 kali catat waktunya dengan stopwatch.
Hasil Pengamatan

JUMLAH RESPON SETIAP 20 KALI TUSUKAN SETELAH PEMBERIAN ANASTESI


LOKAL SECARA SUBKUTAN

Jumlah Respon/Menit
No. Larutan
0 5 10 15 20 30 45 60 75

1 Prokain

2
Lidokain
3
Prokain + Adrenalin
4

Lidokain + adrenalin

15

Praktikum Farmakologi | Universitas 17 Agustus 1945


16

Pembahasan:

Kesimpulan:

16

Praktikum Farmakologi | Universitas 17 Agustus 1945


17

ANASTESI UMUM
PENENTUAN EFEK MAKSIMAL ANASTESI UMUM SECARA INTRA
PERITONIAL

Anestesi umum atau pembiusan umum adalah kondisi atau prosedur ketika pasien
menerima obat untuk amnesia, analgesia, melumpuhkan otot, dan sedasi. Anestesi umum
memungkinkan pasien untuk menoleransi prosedur bedah yang dalam kondisi normal akan
menimbulkan sakit yang tak tertahankan, berisiko eksaserbasi fisiologis yang ekstrim, dan
menghasilkan kenangan yang tidak menyenangkan. Anestesi umum dapat menggunakan
agen intravena (injeksi) atau inhalasi, meskipun injeksi lebih cepat yaitu memberikan hasil
yang diinginkan dalam waktu 10 hingga 20 detik.
Stadium anastesi umum pada umumnya berguna untuk menghambat SSP secara
bertahap, mula-mula fungsi komplek dihambat dan paling akhir dihambat adalah Medula
oblongata dimana terletak pusat vasomotor dan pusat pernapasan vital. Guedel (1920)
membagi anastesi umum dengan eter dalam 4 stadium sedangkan stadium III di bagi lagi
dalam 4 tingkat:
1. Stadium I (analgesia): dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya
kesadaran.
2. Stadium II (delirium/eksitasi) : dimulai dari hilang kesadran sampai permulaan stadium
pembedahan. Terlihat adanya eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak,
penderita tertawa, berteriak, menangis, menyanyi, pernapasan tidak teratur, otot rangka
meninggi, muntah, dll.
3. Stadium III (pembedahan) : dimuali dengan teraturnya pernapasan sampai pernapasan
spontan hilang.
Stadium ini dibagi 4 tingkat dengan tanda-tanda:
a. Tingkat I : pernapasan teratur, spontan, terjadi gerakan bola mata tidak menurut
kehendak, miosis, pernapasan perut dan dada seimbang, belum tercapai relaksasi
otot lurik yang sempurna
b. Tingkat II : pernapasan teratur tetap, kurang dalam bila dibandingkan dengan
tingkat I, bola mata tidak bergerak, pupil mulai melebar, reflex laring hilang
sehingga bias dikerjakan intubasi.
17
c. Tingkat III : Pernapasan perut lebih nyata dari pada pernapasan dada karena otot
intercostal mulai mengalami paralisis, relaksasi otot lurik sempurna, pupil lebih
lebar tp belum sempurna
Praktikum Farmakologi | Universitas 17 Agustus 1945
18

d. Tingkat IV: Pernapasan perut sempurna, kelumpuhan otot interkostat sempurna,


tekanan darah mulai menurun, pupil sangat lebar dan refleksi cahaya hilang.
4. Stadium IV (paralisis medulla oblongata) : dimulai dengan melemahnya pernapasan
perut dibandingkan stadium III tingkat IV, tekanan darah tidak dapat di ukur karena
kolaps pembuluh darah, berhentinya denyut jantung dan dapat disusul kematian.

Bahan dan Alat:


Spuite
Kapas
Kawat kandang
Stopwatch
Masker
Tikus (4 ekor)
Eter
Eter + atropine sulfat (dosis 17 mg/kg BB)
Eter + phenobarbital ( dosis 166,6 mg/kg BB)
Phenobarbital
Prosedur kerja:
1. Tikus di angkat dengan memegangnya pada ujung ekornya dengn tangan kanan,
dibiarkan menjangkau kawat kandang dengan kaki depannya
2. Dengan tangan kiri kulit tengkuknya dijepit diantara telunjuk dan ibu jari lalu ekornya
dipindahkan dari tangan kanan ke antara jari manis dan jari kelingking tangan kiri,
tikus dipegang erat.
3. Untuk tikus no I diberi eter secara inhalasi . Tikus no II di injeksikan ke intra
peritonialnya dengan eter + atropine sulfat. Tikus no III di injeksikan pula dengan
pemberian eter + phenobarbital. Tikus no IV di injeksikan pula dengan pemberian
phenobarbital.
4. Tempatkan masker pada mulut kelinci dengan tetesan eter di dalam kapas pada masing-
masing tikus.
5. Catat hasil percobaan dari saat pemberian anestesi sampai kembali delam keadaan
sadar (amati stadium I, stadium II, III, IV) juga catat waktu dengan stopwatch (mana
18
yang baik untuk premedikasi)

Praktikum Farmakologi | Universitas 17 Agustus 1945


19

Hasil Percobaan

WAKTU MEMASUKI SATDIUM I, II, III, IV (MENIT) SETELAH PEMBERIAN


ANESTESI UMUM

No. Tikus Cara Pakai Anestesi Waktu/ Menit

Stadium

I II III IV

1. I Inhalasi
2. II Eter+atropinesulfat
3. III Eter+phenobarbital
4. IV phenobarbital

Pembahasan:

19

Praktikum Farmakologi | Universitas 17 Agustus 1945


20

Kesimpulan:

Pertanyaan:
1. Hitung dosis atropine sulfat dan phenobarbital untuk tikus
2. Sebutkan perbedaan penilaian anestesi umum yang baik dengan anestesi lokal

20

Praktikum Farmakologi | Universitas 17 Agustus 1945

Anda mungkin juga menyukai