Penuntun Praktikum Farkol
Penuntun Praktikum Farkol
I. Tujuan Percobaan
1. Mahasiswa dapat menjelaskan kembali karakteristik hewan percobaan yang
lazim dipergunakan dalam percobaan
2. Dapat memperlakukan dan menangani hewan percobaan seperti mencit,
tikus dan kelinci dengan baik.
1. Mencit
Mencit dapat dipegang dengan memegang ujung ekornya dengan
tangan kanan. Biarkan menjangkau atau mencengkram alas yagn kasr (kawat
kandang). Kemudian dengan tangan kiri dengan ibu jari dan jari telunjuk
menjepit kulit tengkuknya seerat atau setegang mungkin. Ekor dipindahkan
dari tangan kanan, dijepit antara jari kelingking dan jari manis tangan kiri.
Dengan demikian mencit telah terpegang oleh tangan kiri dan siap untuk diberi
perlakuan.
Jika cara penangan mencit tidak sesuai, boasanya mencit akan buang air
besar atau buang air kecil. Hal ini terjadi karena mencit merasa stress dan
ketakutan. Selain itu, juga merupakan pertahanan diri untuk melindungi dirinya
dengan mengeluarkan fesesnya. Begitu juga apabila hewan-hwan lain seperti
tikus, kelinci dan marmut akan melakukan hal yang sama apabila merasa
terancam.
2. Tikus
Seperti halnya pada mencit, tikus dapat ditangani dengan memegang
ekornya dengan menarik ekornya bagian pangkal, biarkan kaki tikus
mencengkram alas yang kasar (kawat kandang) kemudian secara hati-hati
luncurkan tangan kiri dari belakang kearah kepalanya seperti pada mencit
tetapi dengan kelima jari, kulit tengkuk dicengkram.
Cara lain yaitu selipkan ibu jari dan telunjuk menjepit kaki kanan depan
tikus sedangkan kaki kiri depan tikus diantara jari tengah dan jari manis.
Dengan demikian tikus akan terpegang dengan kepalanya diantara jari telunjuk
dan jari tengah. Pemegangan tikus ini dilakukan dengan tangan kiri sehingga
tangan kanan kita dapat melakukan perlakuan.
a) Mencit
Cara kimia dengan menggunakan eter atau pentobarbital natrium pada dosis
mematikan.
Cara fisik dilakukan dengan dislokasi leher.
Proses dislokasi dilakukan dengan cara sbb:
Ekor mencit dipegang kemudian ditempatkan pada permukaan yang
bisa dijangkau (ram kawat penutup kandang) dengan begitu mencit akan
merenggangkan badannya, kemudian pada tengkuk ditempatkan suatu
penahan misalnya pencil atau batang logam yang dipegang dengan tangan
kiri kemudia bagian ekor ditarik keras dengan tangan kanan sehingga
lehernya akan terdislokasi dan mencit akan terbunuh.
b) Tikus
Cara kimia dengan menggunakan eter atau pentobarbital natrium pada dosis
mematikan.
Cara fisik dengan dislokasi leher
Tikus diletakkan di atas kain, kemudian badan tikus dibungkus
dengan kedua kaki depannya ikut terbungkus dengan kain kemudian
dipukul bagian belakang telinga dengan tongkat atau tikus dipegang dengan
perut menghadap ke atas kemudian bagian belakang kepala dipukul keras
pada permukaan yang keras pada meja atau ekor tikus dipegang lalu diayun
sampai tengkuknya terkena permukaan bendakeras seperti bagian pinggir
meja.
I. Tujuan
1. Mengetahui cara pemberian obat yang benar kepada hewan percobaan
2. Dapat menghitung volume pemberian obat kepada hewan percobaan
Intraperitonial
Mencit dipegang seperti cara perlakuan memegang mencit diatas.
Pada saat penyuntikan kepala lebih rendah dari abdomen. Jarum 4
disuntikkan denagn sudut sekitar 100 dari abdomen pada daerah yang
sedikit menepi dari garis tengah, agar jarum suntik tidak terkena
Untuk bahan senyawa aktif yang tidak larut dalam air dapat diberikan dalam
bentuk supensi menggunakan gom sebagai suspensi dan dapat diberikan secara
oral atau intraperitonial.
Untuk memperoleh efek farmakologis yang sama dari suatu obat pada
spesies hewan percobaan, diperlukan data mengenai aplikasi dosis secara
kuantitatif. Keterangan tersebut akan lebih diperlukan bila obat akan dipakai pada
manusia dan pendekatan terbaik adalah menggunakan perbandingan luas
permukaan tubuh. Beberapa spesies hewan percobaan yang sering digunakan
dipolakan perbandingan luas permukaan tubuhnya pada tabel berikut. Sebagai
tambahan ditentukan pula perbandingan terhadap luas tubuh manusia.
200 g tikus 0,14 1,0 1,74 3,3 4,2 9,2 17,8 56,0
400 g marmot 0,08 0,57 1,0 2,25 2,4 5,2 10,2 31,5
1,5 kg kelinci 0,04 0,25 0,44 1,0 1,06 2,4 4,5 14,2
2,0 kg kucing 0,33 0,23 0,41 0,92 1,0 2,2 4,1 13,0
4,0 kg kera 0,016 0,11 0,19 0,42 0,45 1,0 1,9 6,1
Pertanyaan
1. Sebutkan keuntungan serta kerugian pemakaian hewan tikus dan mencit sebagai
hewan percobaan
2. Mencit adalah hewan yang paling banyak digunakan dalam eksperimen laboratoris,
mengapa?
3. Faktor-faktor apa yang perlu diperhatikan dalam memilih spesies hewan percobaan
untuk suatu penelitian laboratoris yang bersifat screening ataupun pengujian efek 6
khusus?
LD 50 adalah dosis yang menimbulkan kematian pada 50% individu. ED 50 yaitu dosis
terapi median atau dosis efektif median. TD 50 ialah dosis toksik 50%.
Obat ideal menimbulkan efek terapi pada semua penderita tanpa menimbulkan efek toksik
pada seorang penderita pun, oleh karena itu :
ED 99 ED 99
Aquadest Erlenmeyer
Ikan kecil
Prosedur Kerja:
1. Buat larutan atropine, phenobarbital dengan bermacam-macam konsentrasi di
dalam gelas piala/20 ml aquadest
2. Masukkan ikan kecil, lihat pada konsentrasi mana ikan mati setengahnya (LD50)
Hasil Percobaan
Konsentrasi Obat (mg/20 ml) untuk mendapatkan LD50
2. Atropin
Kesimpulan:
Pertanyaan:
Pemberian senyawa kholinergik pada mencit akan menaikkan sekresi cairan tubuh
terutama sekresi saliva, senyawa antikholinergik yang mempnyai efek yang berlawanan
akan menekan efek kholinergik. Obat kholinergik disebut juga parasimpatominetik, berarti
obat yang kerjanya serupa perangsangan saraf parasimpatis.
Hasil Percobaan:
Jari-jari serta Luas Salivasi (cm2) dari Mencit Setelah Pemberian Obat-obat
Kholinergik Secara i.p
10
Anastesi lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara
lokal pada jaringan saraf dengan konsentrasi cukup. Sebagai contoh, bila anastesi lokal di
kenakan pada korteks motoris, impuls yang dialirkan dari daerah tersebut terhenti, dan bila
disuntikkan ke dalam kulit maka transmisi impuls sensorik di hambat.
Obat anastetik lokal bersifat reversible, penggunaan nya akan di ikuti dengan
pemulihan lengkap dari fungsi saraf tanpa di sertai kerusakan serabut ata sel saraf.
Mekanisme kerja anastetik lokal mencegah timbulnya dan konduksi impuls saraf.
Tempat kerjanya terutama di membran sel, efeknya pada aksoplasma hanya sedikit saja.
Anastetik lokal sintetik antara lain: Prokain, lidokain,
1. Kelinci 2 ekor
2. Larutan prokain 1%
3. Larutan Lidokain 1%
4. Larutan prokain 4%
5. Larutan NaCl fisiologis (kontrol)
6. Aplikator/nilon
7. Stopwatch
8. Tabung spuit
Prosedur:
1. Gunting bulu mata kelinci
2. Teteskan kedalam konjungtivanya larutan ananstetik lokal prokain 1% pada mata
kanan kelinci dan pada mata kiri di teteskan larutan NaCl fisiologis sebagai control
3. Tutup masing-masing kelopak mata ± 1 menit
4. Catat adanya respon setiap 5 menit dengan menggunakan aplikator sebanyak 20x pada
tiap mata kelinci banding dengan mata kiri sebagai kontrol.
11
0 5 10 15 20 30 45 60 75
Prosentase Efek
Waktu (menit)
Pertanyaan:
1. Apa yang dimaksud dengan waktu laren?
2. Apa yang dimaksud efek maksimal dari obat dan berapa efek Maksimal dari
masing-masing obat yang diamati?
3. Dapatkah anastesi permukaan digunakan untuk operasi bedah mulut?
Kesimpulan: 12
ANASTESI INFILTRASI
Tujuan teknik ini yaitu menimbulkan anastesi ujunag saraf karena adanya kontak
langsung dengan obat. Obat anastesi lokal disuntikkan kedalam jaringan akan
mengakibatkan kehilangan sensasi pada struktur sekitarnya. Larutan obat ini di suntikkan
secara infiltrasi yang sering digunakan yaitu ring block. Dengan cara ini obat di suntikkan
subkutan mengelilingi daerah yang akan dioperasi .
Anestesi infiltrasi adalah anestesi yang bertujuan untuk menimbulkan anestesi
ujung saraf melalui injeksi pada atau sekitar jaringan yang akan dianestesi sehingga
mengakibatkan hilangnya rasa dikulit dan jaringan yang terletak lebih dalam misalnya
daerah kecil dikulit atau gusi (pencabutan gigi).
Anastesi ini sering dilakukan pada anak-anak untuk rahang atas ataupun rahang
bawah. Mudah dikerjakan dan efektif. Daya penetrasi anastesi infiltrasi pada anak-anak
cukup dalam karena komposisi tulang dan jaringan belum begitu kompak.
Jumlah Respon/Menit
No. Larutan
0 5 10 15 20 30 45 60 75
1 Prokain
2
Lidokain
3
Prokain + Adrenalin
4
Lidokain + adrenalin
15
Pembahasan:
Kesimpulan:
16
ANASTESI UMUM
PENENTUAN EFEK MAKSIMAL ANASTESI UMUM SECARA INTRA
PERITONIAL
Anestesi umum atau pembiusan umum adalah kondisi atau prosedur ketika pasien
menerima obat untuk amnesia, analgesia, melumpuhkan otot, dan sedasi. Anestesi umum
memungkinkan pasien untuk menoleransi prosedur bedah yang dalam kondisi normal akan
menimbulkan sakit yang tak tertahankan, berisiko eksaserbasi fisiologis yang ekstrim, dan
menghasilkan kenangan yang tidak menyenangkan. Anestesi umum dapat menggunakan
agen intravena (injeksi) atau inhalasi, meskipun injeksi lebih cepat yaitu memberikan hasil
yang diinginkan dalam waktu 10 hingga 20 detik.
Stadium anastesi umum pada umumnya berguna untuk menghambat SSP secara
bertahap, mula-mula fungsi komplek dihambat dan paling akhir dihambat adalah Medula
oblongata dimana terletak pusat vasomotor dan pusat pernapasan vital. Guedel (1920)
membagi anastesi umum dengan eter dalam 4 stadium sedangkan stadium III di bagi lagi
dalam 4 tingkat:
1. Stadium I (analgesia): dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya
kesadaran.
2. Stadium II (delirium/eksitasi) : dimulai dari hilang kesadran sampai permulaan stadium
pembedahan. Terlihat adanya eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak,
penderita tertawa, berteriak, menangis, menyanyi, pernapasan tidak teratur, otot rangka
meninggi, muntah, dll.
3. Stadium III (pembedahan) : dimuali dengan teraturnya pernapasan sampai pernapasan
spontan hilang.
Stadium ini dibagi 4 tingkat dengan tanda-tanda:
a. Tingkat I : pernapasan teratur, spontan, terjadi gerakan bola mata tidak menurut
kehendak, miosis, pernapasan perut dan dada seimbang, belum tercapai relaksasi
otot lurik yang sempurna
b. Tingkat II : pernapasan teratur tetap, kurang dalam bila dibandingkan dengan
tingkat I, bola mata tidak bergerak, pupil mulai melebar, reflex laring hilang
sehingga bias dikerjakan intubasi.
17
c. Tingkat III : Pernapasan perut lebih nyata dari pada pernapasan dada karena otot
intercostal mulai mengalami paralisis, relaksasi otot lurik sempurna, pupil lebih
lebar tp belum sempurna
Praktikum Farmakologi | Universitas 17 Agustus 1945
18
Hasil Percobaan
Stadium
I II III IV
1. I Inhalasi
2. II Eter+atropinesulfat
3. III Eter+phenobarbital
4. IV phenobarbital
Pembahasan:
19
Kesimpulan:
Pertanyaan:
1. Hitung dosis atropine sulfat dan phenobarbital untuk tikus
2. Sebutkan perbedaan penilaian anestesi umum yang baik dengan anestesi lokal
20