Anda di halaman 1dari 56

KATA PENGANTAR

‫بســم هللا الرحمن الرحـيم‬


َ‫ َم ْن يَ ْه ِد ِه هللاُ فَال‬،‫ت أَ ْع َمالِنَا‬
ِ ‫ َونَ ْستَ ْغفِ ُرهُ َونَعُوْ ُذ بِاهللِ ِم ْن ُشرُوْ ِر أَ ْنفُ ِسنَا َو ِم ْن َسيِّئَا‬1ُ‫إِ َّن ْال َح ْم َد هَّلِل ِ نَحْ َم ُدهُ َونَ ْستَ ِع ْينُه‬
َ ‫ اَللَّهُ َّم‬.ُ‫ أَ ْشهَ ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ هللا َوأَ ْشهَ ُد أَ َّن ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُه‬.ُ‫ي لَه‬
‫ص ِّل َو َسلِّ ْم‬ َ ‫ض َّل لَهُ َو َم ْن يُضْ لِلْ فَالَ هَا ِد‬ِ ‫ُم‬
‫صحْ بِ ِه َو َم ِن ا ْهتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْ ِم ْالقِيَا َم ِة‬ َ ‫ار ْك َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آلِ ِه َو‬ ِ َ‫َوب‬
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
taufiq dan hidayah-Nya berupa kekuatan dan kesehatan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Sejarah Peradaban Islam tentang “Perbandingan
Kepemimpinan Islam dari Khulafaur Rasyidin sampai Kerajaan Mughal”.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjungan
Nabi Muhammad SAW. sebagai pembawa misi kebenaran dalam menapaki jalan
kemuliaan, sehingga menuju kepada kehidupan yang terang benderang di
bawah Nur Ilahi.
Tiada kesempurnaan di muka bumi ini kecuali kesempurnaan yang
dimiliki oleh Allah SWT. Demikian pula dengan penulisan makalah ini tentunya
tidak lepas dari kekurangan dan kekeliruan, saran dan kritik yang membangun,
kami harapkan demi penyempurnaan makalah selanjutnya.

Malang, 22 Oktober 2018

RIFQI SAMSUL ROZI

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………..………1

DAFTAR ISI……………………………………………………………...……. 2

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………….3

A. Latar Belakang…………………………………………………………..3
B. Rumusan Masalah……………………………………………………….3
C. Tujuan Penulisan………………………………………………....……...3

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………..5

A. Khulafaur Rasyidin.........................……………………………………..5
B. Dinasti Bani Umayyah …………………………………………………19
C. Dinasti Bani Abbasiyah………………………………………………....29
D. Turki Usmani …......…...………………………………….…………….38
E. Kerajaan Safawiyah …….………………………………..……………..43
F. Kerajaan Mughol…………………………………..…………………....48

BAB III PENUTUP…………………………………………….……………….54

Kesimpulan…………………………………………….………………..55

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………….……………..56

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada masa permulaan peradaban, Nabi Muhammad saw. membawa
perubahan yang sangat besar bagi manusia. Beliau merupakan nabi penutup
dari pada nabi dan rosul, serta sebagai rahmatan lil alamin bagi umat manusia
dengan Islam sebagai ajaran agama yang baru. Sehingga beliau patut di
jadikan sebagai guru utama bagi pembaruan. Setelah nabi wafat ajaran
tersebut disebarluaskan oleh para sahabat, tabiin dengan memegang panji
Islam yang kokoh. Sehingga pasca nabi, ajaran Islam juga disebarluaskan ke
seluruh penjuru dunia.
Dalam penyebaran syari’at Islam pasca Rasulullah Muhammad saw.
terdapat beberapa babakan yang dimulai dari Khulafaur Rasyidin, serta
babakan Islam pada masa klasik (keemasan) yang terdapat dua penguasa
besar pada saat itu, yaitu pada masa Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah.
Disamping itu juga terdapat sumbangsih babakan dari tiga kerajan besar yakni
Kerajaan Usmani di Turki, Kerajaan Safawiyah di Persia dan Kerjaan Mughol
di India.
Pada kesempatan ini, penulis akan membahas tentang perbandingan
kepemimpinan dari masa Khulafaurrasyidin sampai Kerajaan Mughol.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana asal usul Khulafaur Rasyidin, dinasti dan kerajaan tersebut?


2. Siapa saja tokoh-tokoh Khualafaur Rasyidin, dinasti dan kerajaan
tersebut?
3. Bagaimana perkembangan peradaban Islam pada masa tersebut?
4. Bagaimana perbandingan dari Khulafaur Rasyidin, dinasti dan kerajaan
tersebut?
C. Tujuan
1. Mengetahui asal usul Khulafaur Rasyidin, dinasti dan kerajaan
2. Mengetahui tokoh-tokoh Khualafaur Rasyidin, dinasti dan kerajaan
tersebut

3
3. perkembangan peradaban Islam pada masa tersebut
4. Mengetahui perbandingan dari Khulafaur Rasyidin, dinasti dan kerajaan
tersebut

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. KHULAFAUR RASYIDIN
1. Abu Bakar Ash-Shiddiq (11-13 H/632-634 M)
a. Biografi
Abu Bakar menjadi khalifah Islam yang pertama pada tahun 632
hingga tahun 634 M. Nama kecilnya Abdullah bin Abi Quhafah, ia adalah
satu diantara empat khalifah yang diberi gelar Khulafaur Rasyidin atau
khalifah yang diberi petunjuk. Disamping itu, beliau juga di beri gelar
Ash-Shiddiq yang berarti orang yang jujur. Gelar Ash-Shiddiq
diperolehnya karena dia yang selalu membenarkan Nabi dalam berbagai
peristiwa terutama peristiwa Isra’ Mi’raj. Yaitu ketika banyak orang sulit
bahkan tidak percaya akan kejadian Isra’ Mi’raj justru Abu Bakarlah yang
tidak meragukan kebenaran peristiwa tersebut. Rasulullah juga
mempercayainya sebagai pengganti untuk menangani tugas-tugas
keagamaan dan mengurusi persoalan-persoalan di Madinah. Abu Bakar
juga termasuk golongan Assabiqunal Awwalun, yaitu golongan yang
pertama masuk Islam.
Keislaman Abu Bakar banyak membawa manfaat besar terhadap
Islam dan kaum muslimin, hal itu dikarenakan oleh kedudukannya yang
tinggi dan semangat serta kesungguhannya dalam berdakwah. Dengan
keislamannya maka masuk mengikutinya tokoh-tokoh besar yang masyhur
seperti Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqas, Usman bin Affan,
Zubair bin Awwam, dan Talhah bin Ubaidillah. Abu Bakar juga berhasil
mengajak penduduk mekkah dan kaum Quraisy lainnya mengikuti atau
memeluk Islam.1

Nama Abu Bakar ash-Shiddiq sebenarnya adalah Abdullah bin


Usman bin Amir bin Amru bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin
Ka’ab bin Lu’ai bin Ghalib bin Fihr al-Qurasy at-Taimi. Bertemu
nasabnya dengan Nabi pada kakeknya Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai. Dan
1
Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, hlm. 393-394.

5
ibunya adalah Ummu al-Khair Salma binti Shakhr bin Amir bin Ka’ab bin
Sa’ad bin Taim. Ini berarti ayah dan ibunya sama-sama dari kabilah bani
Taim.

b. Silsilah

c. Pergantian dan Pengangkatan


Dalam pertemuan di balai Bani Saidah di Madinah kaum Anshar
mencalonkan Sa’ad bin Ubadah, pemuka Kazraj, sebagai pemimpin umat.
Sedangkan Muhajirin mendesak Abu Bakar sebagai calon pemimpin
karena dipandang paling layak untuk menggantikan nabi. Di pihak lain
terdapat sekelompok orang yang menghendaki Ali bin Abi Thalib karena
nabi telah menunjuk secara terang-terangan Ali sebagai pengganti beliau.
Di samping itu, Ali adalah menantu dan kerabat nabi.
Masing-masing golongan merasa paling berhak menjadikan pilihan
pemimpin yang dicalonkan sebagai penerus nabi. Namun berkat tindakan
tegas dari tiga orang yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah
bin Jarrah dengan melakukan semacam kudeta terhadap kelompok-
kelompok tersebut dan memaksa Abu Bakar sendiri sebagai deputi nabi.
Besar kemungkinan tanpa intervensi mereka persatuan umat yang menjadi
modal utama bagi hari depan komunitas muslim yang masih muda itu
berada dalam tanda tanya besar.
Dengan semangat ukhuwah Islamiyah, terpilihlah Abu Bakar
sebagai pengganti nabi. Ia adalah orang Quraisy yang merupakan pilihan

6
ideal karena sejak pertama menjadi pendamping nabi dan juga sahabat
yang paling memahami risalah Nabi Muhammad saw. Abu Bakar bergelar
“Khilafah Rasulillah” atau Khalifah. Meskipun dalam hal ini perlu di
jelaskan bahwa kedudukan nabi sesungguhnya tidak akan pernah
tergantikan, tidak ada seorang pun yang menerima ajaran Tuhan sesudah
Nabi Muhammad saw. sebagai penyampai wahyu yang diturunkan.2

d. Hasil dan Pencapaian


Adapun pencapaian yang sudah di capai oleh khalifah Abu Bakar
As-Shiddiq antara lain:
1) Ilmu Pengetahuan
Pola pendidikan pada masa Abu Bakar masih seperti pada masa
Nabi, baik dari segi materi maupun lembaga pendidikannya. Dari segi
materi pendidikan Islam terdiri dari pendidikan tauhid atau keimanan,
akhlak, ibadah, kesehatan, dan lain sebagainya. Menurut Ahmad Syalabi
lembaga untuk belajar membaca menulis ini disebut dengan Kuttab.
Kuttab merupakan lembaga pendidikan yang dibentuk setelah masjid,
selanjutnya Asama Hasan Fahmi mengatakan bahwa Kuttab didirikan
oleh orang-orang Arab pada masa Abu Bakar dan pusat pembelajaran
pada masa ini adalah Madinah, sedangkan yang bertindak sebagai tenaga
pendidik adalah para sahabat Rasul terdekat.
2) Perang Melawan Orang-Orang Murtad
Pada awal pemerintahannya, ia diuji dengan adanya ancaman
yang datang dari ummat Islam sendiri yang menentang
kepemimpinannya. Di antara pertentangan tersebut ialah timbulnya
orang-orang yang murtad (kaum Riddah), orang-orang yang tidak mau
mengeluarkan zakat, orang-orang yang mengaku menjadi Nabi seperti
Musailamah Al Kazzab dari bani Hanifah di yamamah, Sajah dari bani
Tamim, Al Aswad al Ansi dari yaman dan Thulaihah ibn Khuwailid dari
Bani Asad, serta beberapa pemberontakan dari beberapa kabilah.
Abu Bakar membentuk sebelas kelompok tentara untuk
memerangi orang-orang yang murtad tersebut. Ia menugasi Ali, Thalhah,
2
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 37.

7
Zubair dan Abdullah bin Mas’ud untuk berada di tempat-tempat yang
setrategis untuk mempertahankan kota Madinah. Musuh-musuh yang
berkemah di Dhi-Hassi, Dhul-Qissa, Daba dan Abraque mulai maju
menuju kota. Abu Bakar sendiri maju menyerang mereka ke arah Dhi-
Hassi dan memukul mundur serangan mereka. Kemudian ia maju ke arah
Dhul-Qissa. Abu Bakar melakukan penyerangan pada malam hari dan
berhasil merebut Dhul-Qissa. Setelah Dhul-Qissa jatuh, Daba juga
berhasil diduduki.
Khalifah kemudian memusatkan sasarannya ke Abraque. Di
daerah ini terjadi pertempuran yang panjang. Tapi pada akhirnya
Abraque juga jatuh ke tangan Abu Bakar. Di sisi lain Usamah kembali
memperoleh kemenangan dari ekspedisi Siria. Khalid bin Walid dikirim
untuk melawan Tulaiha. Ikrimah dan Sharabil bin Hasan dikirim untuk
melawan Musailamah. Dan Zubair dikirim untuk memerangi Aswad Ansi
di Yaman. Peperangan-peperangan lainnya dilakukan oleh jendral-jendral
Muslim terhadap orang-orang murtad di al-Bahrain, Oman, dan Yaman.
Pada akhirnya berakhirlah seluruh gerakan kemurtadan.
3) Pengkodifikasian Al-Qur’an (12 H/633 M)
Salah satu pekerjaan terbesar yang dilakukan pada masa
pemerintahan Abu Bakar adalah pengkodifikasian (penghimpunan) Al-
qur’an. Abu Bakar as-Shiddiq memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit
untuk mengkodifikasikan Al-Qur’an dari pelapah kurma, kulit binatang,
dan dari hafalan kaum Muslimin.
Hal ini dilakukan sebagai usaha untuk menjaga kelestarian Al-
Qur’an setelah syahidnya beberapa orang penghafal Al-Qur’an di Perang
Yamamah. Umar yang mengusulkan pertama kali penghimpunan Al-
Qur’an ini. Sejak itulah Al-Qur’an dikumpulkan dalam satu mushaf.
Inilah pertama kalinya Al-Qur’an dihimpun atau disatukan.3

2. UMAR BIN KHATTAB (13–23 H/634–644 M)


a. Biografi

3
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 37.

8
Umar bin Khattab berasal dari Bani Adi, salah satu suku Quraisy,
suku terbesar di kota Mekkah saat itu. Ayahnya bernama Khattab bin
Nufail Al Shimh Al Quraisyi dan ibunya Hantamah binti Hasyim, dari
Bani Makhzum.4 Umar memiliki julukan yang diberikan oleh Nabi
Muhammad yaitu Al-Faruq berarti orang yang bisa memisahkan antara
kebenaran dan kebatilan. Pada zaman jahiliyah keluarga 'Umar tergolong
dalam keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis, yang pada
masa itu merupakan sesuatu yang langka.
Nama lengkap Umar bin Khattab adalah Umar bin Khattab bin
Nafil bin Abd al-Uzza bin Rabah bin Ka’ab bin Luay al- Quraisy. Silsilah
Umar bertemu dengan Rasulullah pada kakek ketujuh sedangkan dari
pihak ibunya pada kakek keenam. Umar dilahirkan di Makkah empat
tahun sebelum perang Fijar. Tetapi menurut Ibn Atsir dia dilahirkan tiga
belas tahun sesudah kelahiran Rasulullah saw. Hal ini berarti beliau lebih
muda tiga belas tahun dari Nabi Muhammad saw. Umar fasih dalam
berbicara dan tegas dalam menyatakan pendapat.
Sebelum masuk Islam Umar dikenal paling gigih menentang
dakwah Nabi. Pada puncak kebenciannya terhadap ajaran Nabi
Muhammad saw. Umar memutuskan untuk mencoba membunuh
Muhammad, namun saat dalam perjalanannya ia bertemu dengan salah
seorang pengikut Muhammad bernama Nu'aim bin Abdullah yang
kemudian memberinya kabar bahwa saudara perempuan Umar telah
memeluk Islam. Mendengar berita tersebut, Umar terkejut dan pulang ke
rumahnya dengan maksud untuk menghukum adiknya. Dikisahkankan
bahwa Umar menjumpai saudarinya itu sedang membaca Al Qur'an surat
Thoha ayat 1-8, ia semakin marah akan hal tersebut dan memukul
saudarinya. Ketika melihat saudarinya berdarah oleh pukulannya ia
menjadi iba dan kemudian meminta agar bacaan tersebut dapat ia lihat

4
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 40.

9
Ketika itu Umar menjadi terguncang oleh apa yang ia baca. Sebab
kejadian tersebut Umar menemui Nabi untuk menyatakan diri masuk
Islam.5
b. Silsilah

c. Pergantian dan Pengangkatan


Umar bin Khattab ra. diangkat melalui “penunjukan”, semacam
surat wasiat yang dititahkan oleh Abu Bakar ra. melalui juru tulis, Usman
bin Affan ra. Peristiwa ini mendefinisikan makna kata istakhlafa yang
artinya meminta untuk menjadi khalifah (pemimpin). Hal itu dilakukan
Abu Bakar guna menghindari pertikaian politik antara umat Islam sendiri.
Beliau khawatir kalau pengangkatan itu dilakukan melalui proses
pemilihan seperti pada masanya dan situasi akan menjadi keruh karena
kemungkinan terdapat banyak kepentingan yang akan membuat umat
Islam tidak stabil, sehingga pengembangan Islam akan terhambat.
Sebelum meninggal, Khalifah Abu Bakar bertanya kepada para
sahabatnya tentang penunjukan Umar bin Khattab sebagai penggantinya.
Beliau menanyakan hal itu kepada Abdurrahman bin Auf, Usman bin
‘Affan, Asid bin Hudhair Al-Anshary, Said bin Zaid serta sahabat-
sahabatnya dari kaum Muhajirin dan Anshar. Pada umumnya mereka
setuju dengan Abu Bakar dan kemudian disetujui oleh kaum muslim
secara serempak.

5
Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, hlm. 400.

10
d. Hasil dan Pencapaian
Berikut adalah pencapaian yang sudah di capai oleh khalifah Umar
bin Khattab:
1) Perluasan wilayah islam
Di wilayah utara, Abu Ubaidah melanjutkan peperangan yang
dimenangkan Khalid di Ajnadin. sasaran berikutnya adalah Damaskus,
ibu kota Syiria. Kota ini dikepung selama 6 bulan dan akhirnya
menyerah. Untuk membalas kekalahan Romawi di Damaskus, Heraklius,
Kaisar Bizantium menyiapkan pasukan sebanyak 200.000 orang. Di
pihak Islam hanya 25.000 orang. Penduduk Yerussalem menyerah
dengan syarat penyerahan harus diterima oleh khalifah Umar sendiri.
Amr bin Al-Ash menyampaikan hal itu kepada khalifah. Beliau datang ke
Baitul Maqdis dan menulis surat perjanjian.
Untuk menjaga stabilitas keamanan di wilayah barat tepatnya di
Palestina jalan yang harus di tempuh adalah menaklukan Mesir. Khalifah
Umar memerintahkan Amr bin Al-Ash untuk tugas tersebut. Ia bersama
4000 pejuang berangkat ke Mesir dan sampai di kota paling timur Al-
Farama pada bulan Januari 640 M. Selanjutnya Amr menuju benteng
Babilon yang amat terkenal itu. Untuk merebut benteng tersebut, Amr
meminta bantuan prajurit kepada khalifah Umar. Khalifah mengirimi
bantuan hingga pasukannya berjumlah 10.000 orang. Benteng itu
dikepung selama 6 bulan, meskipun dipertahankan oleh 25.000 prajurit,
akhirnya kaum musuh menyerah pada bulan Juli 640 M.
Guna memperkuat pasukan Mutsanna bin Haritsah yang dulu
dikirim Abu Bakar di wilayah timur, Umar mengirim Sa’ad bin Abi
Waqqash dengan kekuatan 10.000 orang. Sa’ad melakukan pertempuran
pertama di Qadisiah dengan tentara Persia yang dipimpin panglima
Rustam pada bulan Mei 637 M dengan kekuatan 30.000 orang. Dalam
peperangan tersebut Rustam terbunuh dan membuat pasukannya kucar-
kacir. Kaum muslimin mendapat harta rampasan yang banyak.
Kemudian, sasaran Sa’ad selanjutnya adalah Al- Madain, ibu kota
kerajaan Persia. Ia berhasil merebut kota tersebut pada bulan Juni 637

11
M. Kisra Yaszdajird III, maharaja Persia terakhir, melarikan diri dengan
jatuhnya Al-Madain.
2) Penataan Administrasi Negara
Karena perluasan wilayah terjadi dengan cepat, Umar segera
mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang
sudah berkembang terutama di Persia. Pemerintahannya diatur menjadi 8
wilayah propinsi yakni Makkah, Madinah, Syiria, Jazirah, Basrah, Kufah,
Palestina dan Mesir.
Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan administrasi negara,
antara lain:
a) Menertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah.
b) Mendirikan Pengadilan Negara dalam rangka memisahkan
lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif.
c) Kepala negara dalam rangka menjalankan tugas eksekutifnya
dibantu oleh pejabat yang disebut al-Katib (sekreteris negara).
d) Membentuk Jawatan Kepolisian untuk menjaga keamanan dan
ketertiban serta menangkap penjahat.
e) Membentuk Jawatan Militer, terdaftar secara resmi di negara
yang bertugas di daerah-daerah perbatasan seperti di Kufah,
Basrah dan Fusthah
f) didirikannya Baitul Mal (keuangan negara), yang dipungut dari
pajak dan lain-lain. Penggunaannya diatur oleh Dewan.
g) Menempa atau mencetak mata uang sebagai alat tukar yang
resmi dari negara dan
h) Menciptakan kelender Islam atau tahun Hijriah6

3. Utsman bin Affan (23 – 35 H / 644 – 656 M)


a. Biografi

6
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 98.

12
Ustman bin Affan memiliki nama lengkap Ustman bin Abdi Syams
bin Abdi Manaf bin Quraisy Al-Umawiy, nama ibu beliau adalah Arwa
binti Kuriz bin Rabiah. Dilahirkan pada tahun 573 M. tahun kelima setelah
kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Beliau berasal dari keluarga yang kaya raya. Sebelum masuk Islam
dia dipanggil Abu Amr. Beliau memiliki sifat jujur dan rendah hati di
kalangan umat islam. Bahkan sebelum masuk Islam, Beliau terkenal
dengan kejujuran dan kerendahan hati.
Dilihat dari nasab, Ustman bin Affan masih ada hubungan dengan
nasab Nabi Muhammad saw. yaitu pada kakeknya yang bernama Abdul
Manaf. Hal ini membuktikan bahwa Ustman bin Affan jika dilihat dari
silsilah beliau masih saudara dengan Nabi Muhammad saw.
Beliau masuk Islam atas ajakan Abu Bakar yaitu sesudah Islamnya
Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Haritsah. Beliau adalah salah satu sahabat
besar dan serta termasuk pula golongan as-Sabiqunal al-Awwalun
(golongan yang masuk Islam pertama kali). Beliau juga mendapat julukan
zun nurain yang berarti memiliki dua cahaya karena menikahi dua putri
naba saw. secara berurutan setelah yang satu wafat.7
Utsman terkenal sebagai orang yang pandai menjaga kehormatan
diri, pemalu, lemah lembut, budiman, penyabar, dan banyak berderma.
Dia juga terkenal sebagai seorang kaya raya yang dermawan. Melalui
kekayaan nya, Ustman mendermakannya untuk mengembangkan Islam.
Terbukti waktu di Madinah, Ustman mendermakan 20.000 dirham untuk
menggali mata air demi kepentingan umat Islam. Ustman bin Affan juga
menyumbangkan sekitar 10.000 dinar dan 1.000 unta kepentingan pasukan
tabuk.

b. Silsilah

7
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 104.

13
c. Pergantian dan Pengangkatan
Umar bin Khathab membentuk “Panitia Enam” (Ashab al-Sittah)
yang diberi tugas untuk memilih penggantinya. Mereka itu adalah Utsman
bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin
Awwam, Abd. Rahman bin Auf dan Saad bin Abi Waqqash. 8 Mereka
bersidang sesudah Umar wafat. Dalam sidang itu mulai nampak
persaingan antara Bani Hasyim dengan Bani Umayyah. Dua keturunan
yang juga bersaing di masa jahiliyah. Berdasarkan hasil sidang dan
pendapat di kalangan masyarakat, Abd. Rahman sebagai ketua sidang
menetapkan Utsman sebagai khalifah ketiga dalam usia 70 tahun.

d. Hasil dan Pencapaian


Kemajuan kebijakan pada masa khalifah Utsman bin Affan yaitu
sebagai berikut :
1) Perluasan wilayah
Perluasan Islam di masa Ustman dapat disimpulkan pada dua
bidang, yaitu sebagai berikut:
a) Menumpas pendurhakaan dan pemberontakan yang terjadi di
beberapa negeri yang telah masuk ke bawah kekuasaan Islam di
zaman Umar. Setelah Umar berpulang ke rahmatullah ada daerah-
daerah yang durhaka kepada pemerintah Islam. Pendurhakaan itu
ditimbulkan oleh pendukung-pendukung pemerintahan yang lama,
dengan kata lain ada sementara pamong praja dari pemerintahan
lama (pemerintahan sebelum daerah itu masuk ke bawah kekuasaan
Islam) ingin mengembalikan kekuasaannya. Daerah-daerah yang
durhaka itu ialah Khurasan dan Iskandariyah.

8
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, hlm. 127.

14
b) Melanjutkan perluasan Islam ke daerah-daerah yang telah terhenti
pada perluasan Islam di Umar. Perluasan Islam boleh dikatakan
meliputi semua daerah yang telah dicapai balatentara Islam di masa
Umar. Perluasan ini di masa Usman telah bertambah dengan
perluasan ke laut. Kaum muslimin pada masa itu pun telah
mempunyai angkatan laut.
2) Perluasan Masjid
Khalifah Utsman adalah khalifah pertama yang melakukan
perluasan terhadap masjid Nabawi di Madinah dan Masjid al-Haram di
Makah. Beliau juga yang pertama kali menentukan waktu adzan
menjelang shalat jumat. 
3) Pengkodifikasian Al-Quran
Selain melakukan perluasan Masjid Khalifah Utsman juga
melakukan kodifikasi al-Quran. Kodifikasi al-Quran ini merupakan
lanjutan kerja yang telah dirintis oleh khalifah Abu Bakar dengan inisiatif
Umar bin Khattab. Pengkodifikasi al-Quran pada masa khalifah Utsman
dilakukan karena terjadi perbedaan pendapat tentang bacaan al-Quran
(qiraat al-Quran) yang menimbulkan percekcokan antara guru dan
muridnya.
Panitia pengkodifikasian al-Quran yang dibentuk oleh khalifah
Utsman bin Affan ini pertama-tama melakukan pengecekan ulang dengan
meneliti mushaf yang sudah disimpan di rumah Hafsah dan
membandingkannya dengan mushaf-mushaf yang lain. Ketika itu
terdapat empat mushaf al-Quran yang merupakan catatan pribadi.
a) Mushaf al-Quran yang ditulis oleh Ali bin Abi Thalib terdiri atas
111 surah. Surah pertama adalah surah al-Baqarah dan surah
terakhir adalah surah al-Muawidzatain.
b) Mushaf al-Quran yang ditulis oleh Ubay bin Ka’ab terdiri atas 105
surah. Surah pertama adalah al-Fatihah dan surah terakhir adalah
surah an-Nas.

15
c) Mushaf al-Quran yang ditulis oleh Ibn Mas’ud terdiri atas 108
surah. Surah yang pertama adalah al-Baqarah dan yang terakhir
adalah surah Qulhuwallahu Ahad.
d) Mushaf al-Quran yang ditulis oleh Ibn Abbas terdiri atas 114 surah.
Surah pertama adalah surah Iqra dan yang terakhir adalah aurah an-
Nas.
e) Tugas tim adalah menyalin dan mengkodifikasikan mushaf al-
Quran yang disimpan di rumah Hafsah dan menyeragamkan qiraat
atau bacaanya mengikuti dialek Quraisy. Kemudian setelah
berhasil, Zaid bin Tsabit mengembakannya kepada Hafsah, lalu
kemudian salinan itu dikirim juga ke Makkah, Madinah, Bashrah,
Kuffah, dan Syiria serta salah satunya disimpan oleh Utsman bin
Affan yang kemudian disebut Mushaf al-Imam. Sedangkan mushaf
yang lain diperintahkan untuk dibakar. Terlepas dari perbedaan
pendapat dengan adanya Mushaf Utsmani ini telah berhasil
mengeluarkan masyarakat muslim dari kemelut yang diakibatkan
dari perbedaan bacaan al-Quran.

4. Ali bin Abi Thalib (35 – 40 H / 656 – 661 M)


a. Biografi
Nama lengkapnya adalah Ali bin Abi Thalib bin Abd al-Muththalib
bin Hasyim bin Abd al-Manaf bin Luay bin Kilab bin Qushai. Dia
dilahirkan di Makkah sepuluh tahun sebelum kerasulan Nabi Muhammad
saw. orang pertama yang masuk Islam dari kalangan anak-anak dan
merupakan sepupu Nabi saw. yang kemudian menjadi menantunya.
Ayahnya adalah Abu Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasim bin Abdul
Manaf yang merupakan kakak kandung ayah Nabi saw. Abdullah bin
Abdul Mutholib. Ibunya bernama Fatimah binti As’at bin Hasyim bin
Abdul Manaf. Sewaktu lahir dia di beri nama Haidarah oleh ibunya.
Namun kemudian di ganti ayahnya dengan Ali.
Ketika berusia enam tahun, ia diambil sebagai anak asuh oleh Nabi
saw. sebagaimana nabi pernah diasuh oleh ayahnya. Pada waktu nabi
diangkat menjadi rasul, Ali baru menginjak usia 8 tahun. Ia adalah orang

16
kedua yang menerima dakwah Islam setelah Khadijah binti Khuwailid,
istri Nabi saw. Sejak itu ia selalu bersama Rasulullah dan senantiasa taat
kepada beliau. Ali juga banyak menyaksikan Rasulullah menerima wahyu.
Ali banyak menimba ilmu mengenai rahasia ketuhanan maupun segala
persoalan keagamaan secara teoritis dan praktis.
Ali dinikahkan Nabi dengan puterinya Fathimah binti Muhammad
saw. pada tahun ketiga hijrah, saat itu usia Ali dua puluh enam tahun. Dari
hasil pernikahan itu, mereka dikaruniai Allah dua orang putera, yaitu
Hasan dan Husein. Ali bersama Rasulullah turut dalam semua perang yang
diikuti Nabi, kecuali hanya perang Tabuk yang tidak dapat diikuti Ali
karena saat itu dia dipercayakan Nabi menggantikan beliau di Madinah.9
b. Silsilah

c. Pergantian dan Pengangkatan


Bai’at terhadap Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah berjalan
dengan suka rela dari kaum muslimin. Hal ini berlangsung setelah terjadi
pembunuhan terhadap Khalifah Utsman oleh tangan-tangan kotor para
pemberontak yang datang dari berbagai penjuru daerah sehingga peristiwa
tersebut menghantarkan sang Khalifah Rasulullah itu syahid menghadap
Allah SWT. Mereka membunuh Utsman secara dzalim, keji, dan penuh
kebencian. Pembunuhan tersebut terjadi pada hari jumat tanggal 18
Dzulhijjah tahun 35 H.
Setelah peristiwa terjadi, pemerintahan Islam kosong tanpa
pemimpin. Oleh karena itu, terjadilah pengelompokan-pengelompokan
masyarakat. Pada satu bagian kaum pemberontak membuat perkumpulan
9
Israr, Sejarah Kesenian Islam, hlm. 87.

17
dan di bagian lain orang-orang Muhajirin dan Anshar membuat suatu
kelompok pula termasuk tabi’in dari kota Madinah. Yang mereka pikirkan
ialah umat Islam yang sudah berkembang membentang dari perbatasan
Rum sampai ke Yaman dan dari Afganistan sampai ke Afrika utara yang
selama beberapa hari tidak memiliki pemimpin. Atas dasar itulah mereka
berusaha memilih seorang khalifah secapat mungkin dan dilakukan di
Madinah karena kota itu satu-satunya yang menjadi ibu kota Islam. Di
sana juga tinggal ahlul halli wal-aqdi, yakni semacam dewan perwakilan
yang berhak memilih dan melakukan bai’at kepada seorang khalifah.
Karena kondisi yang genting, tidak mungkin meminta pendapat dari
daerah dan provinsi yang bertebaran di seluruh negeri. Keadaan yang
sangat berbahaya ini memerlukan pengangkatan seorang pimpinan yang
layak dengan segera untuk menghindari perpecahan dan kehancuran yang
mengancam keutuhan negara.
Pada waktu itu ada empat orang sahabat Nabi saw. Dari enam yang
dipilih Umar yaitu Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair dan Saad bin Abi
Waqas. Dilihat dari berbagai segi Ali dianggap yang paling utama. Dalam
sebuah pertemuan permusyawaratan Abdurrahman bin Auf menetapkan
Ali sebagai tokoh yang paling dipercayai umat setelah Utsman bin Affan.
Atas dasar itu mereka memandang wajar memilih Ali sebagai pemimpin
mereka dan tidak pula ada seorang pun yang dipercaya selain Ali. Jika ada
seseorang yang mencalonkan diri di samping Ali pasti tidak akan terpilih
karena levelnya jauh di bawah Ali. Karena itu semua sahabat Rasulullah
Saw berbondong-bondong membai’at Ali sebagai khalifah.

d. Hasil dan Pencapaian


1) Membenahi keuangan negara (Baitul Mal)
Pada masa khalifah Utsman bin Affan, banyak kerabat beliau yang
diberi fasilitas negara. Khalifah Ali bin Abi Thalib memiliki tanggung
jawab untuk membereskan permasalahan tersebut. Beliau menyita harta
para pejabat tersebut yang diperoleh secara tidak benar. Kemudian harta
tersebut disimpan di Baitul Mal dan digunakan untuk kesejahteraan
rakyat.

18
2) Memajukan bidang ilmu bahasa
Pada saat khalifah Ali bin Abi Thalib memegang pemerintahan,
wilayah islam sudah mencapai India. Pada saat itu penulisan huruf
hijaiyyah belum dilengkapi dengan tanda baca seperti fathah, kasrah,
dhommah dan syaddah. Hal itu dapat menyebabkan banyaknya kesalahan
bacaan teks Al-Qur’an dan Hadits di daerah-daerah yang jauh dari
Jazirah Arab.
Untuk menghindari kesalahan fatal dalam bacaan Al-Qur’an dan
Hadits, Khalifah Ali bin Abi Thalib memerintahkan Abu Aswad ad-Duali
untuk mengembangkan pokok-pokok ilmu nahwu yaitu ilmu yang
mempelajari tata bahasa Arab. Keberadaan ilmu nahwu diharapkan dapat
membantu orang-orang non arab dalam mempelajari sumber utama
ajaran islam yaitu Al-Qur’an dan Hadits.10
3) Bidang pembangunan
Khalifah Ali bin Abi Thalib membangun kota Khuffah secara
khusus. Pada awalnya kota Khuffah disiapkan sebagai pusat pertahanan
oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Akan tetapi kota khuffah kemudian
berekembang menjadi pusat ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu nahwu, dan
ilmu pengetahuan lainnya.11

B. DINASTI BANI UMAYYAH


1. Asal Usul Bani Umayyah

Nama Dinasti Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah bin Abd Syams


bin Abdul Manaf. Ia adalah salah seorang tokoh penting ditengah Quraisy
pada masa Jahiliah. Ia dan pamannya Hasyim bin Abd Manaf selalu bertarung
dalam merebutkan kekuasaan dan kedudukan.12 Dinasti Umayyah didirikan
oleh Muawiyah bin Abu Sufyan bin Harb. Muawiyah di samping sebagai
pendiri daulah Bani Abbasiyah juga sekaligus menjadi khalifah pertama. Ia
memindahkan ibu kota kekuasaan islam dari Kufah ke Damaskus.

10
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 47.
11
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 113.
12
Ahmad al-Usyairi, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, hlm. 181.

19
Hampir semua sejarawan membagi Dinasti umayyah menjadi dua yaitu
pertama, Dinasti umayyah yang dirintis dan didirikan oleh Muawiyyah Ibn
Abi Sufyan yang berpusat di Damaskus (Siria). Fase ini berlangsung sekitar
satu abad dan mengubah sistem pemerintahan dari sistem khilafah pada sistem
kerajaan atau monarki. Kedua, Dinasti umayyah di Andalusia (Siberia) yang
pada awalnya merupakan wilayah taklukan Umayyah di bawah pimpinan
seorang gubernur pada zaman Walid Ibn Abd Al-Maliki kemudian diubah
menjadi kerajaan yang terpisah dari kekuasaan Dinasti Bani Abbas setelah
berhasil menaklukkan Dinasti Umayyah di Damaskus.
Sebab berdirinya dinasti umayyah karena adanya peristiwa “Amul
Jamaah” yaitu pemindahan atau penyerahan kekuasaan oleh Hasan bin Ali
kepada Muawiyah bin Abu Sufyan. Hasan bin Ali merasa adanya kekurangan
pada dirinya dalam memerintah. Hasan bin Ali hanya mampu menjabat selama
6 bulan saja. Isi dari perjanjian Ammul jamaah antara lain :
a. Muawiyah harus memberikan jaminan akan keselamatan Hasan bin Ali
dan keluarganya
b. Muawiyah harus menjaga nama baik Khalifah Ali bin Abi Thalib r.a
termasuk menghentikan caci maki di dalam khutbah maupun dalam
pidato-pidato
c. Setelah Muawiyah wafat jabatan khalifah harus diserahkan kembali
kepada musyawarah kaum muslimin
Muawiyah dipandang sebagai pembangun dinasti yang oleh sebagian
besar sejarawan awalnya dipandang negatif. Keberhasilannya memperoleh
legalitas atas kekuasaanya dalam perang saudara di Siffin dicapai melalui
cara yang curang. Lebih dari itu, Muawiyah juga dituduh sebagai pengkhianat
prinsip-prinsip demokrasi yang diajarkan Islam, karena dialah yang mula-
mula mengubah pimpinan negara dari seorang yang dipilih oleh rakyat
menjadi kekuasaaan raja yang diwariskan turun-temurun (monarchy
heredity).13 Akan tetapi jika dilihat dari sikap dan prestasi politiknya yang
menakjubkan, sesungguhnya Muawiyah adalah seorang pribadi yang

13
Samsul Munir Amin, Sejarah Perdaban Islam, hal. 118.

20
sempurna dan pemimpin besar yang berbakat. Di dalam dirinya terkumpul
sifat-sifat seorang penguasa, politikus, dan administrator.
Muawiyah adalah pemimpin besar yang berbakat sebagai penguasa,
politikus, dan administrator. Muawiyah pernah menjadi salah seorang
pemimpin pasukan dibawah komando Panglima Abu Ubaidah bin Jarrah yang
berhasil merebut wilayah Palestina, Suriah, dan Mesir dari tangan imperium
Romawi yang telah menguasai ketiga daerah itu sejak tahun 63 SM.
Kemudian muawiyah juga menjabat sebagai kepala wilayah Syam yang
membawahi Suriah dan Palestina yang berkedudukan di Damaskus selama 20
tahun semenjak di angkat oleh khalifah Umar. Khalifah Utsman telah
menobatkannya sebagai “Amir Al-Bahr” (prince of the sea) yang memimpin
armada besar dalam penyerbuan ke kota Konstantinopel walaupun belum
berhasil.
Muawiyah berhasil mendirikan Dinasti Umayyah bukan hanya
dikarenakan kemenangan diplomasi di Siffin dan terbunuhnya Khalifah Ali.
Melainkan sejak semula gubernur Suriah itu memiliki “basis rasional” yang
solid bagi landasan pembangunan politiknya di masa depan. Pertama, berupa
dukungan yang kuat dari rakyat Suriah dan keturunan Umayyah sendiri.
Kedua, Muawiyah sangat bijaksana dalam menempatkan para pembantunya
pada jabatan-jabatan penting. Ketiga, Muawiyah memiliki kemampuan
menonjol sebagai sejarawan sejati, bahkan mencapai tingkat “hilm”, sifat
tertinggi yang dimiliki oleh pembesar Mekah zaman dahulu.14
Gambaran dari sifat mulia tersebut dalam diri Muawiyah setidak-
tidaknya tampak dalam keputusannya yang berani memaklumkan jabatan
khalifah secara turun-temurun. Situasi ketika Muawiyah naik ke kursi
kekhalifahan mengundang banyak kesulitan. Anarkisme tidak dapat lagi
dikendalikan oelh ikatan agama dan moral, sehingga hilanglah persatuan
umat.
Dengan menegakkan wibawa pemerintahan serta menjamin integritas
kekuasaan di masa-masa yang akan datang, Muawiyah dengan tegas

14
Samsul Munir Amin, Sejarah Perdaban Islam, hal. 119-120.

21
menyelenggarakan suksesi yang damai, dengan pembaiatan putranya, Yazid,
beberapa tahun sebelum khalifah meninggal dunia.

2. Khalifah-Khalifah Bani Umayyah


Masa kekuasaan Dinasti umayyah hammpir satu abad, tepatnya selama
90 tahun, dengan 14 orang khalifah. Adapun urutan khalifah Umayyah adalah
sebagai berikut:
1.      Muawiyah I bin Abi Sufyan 41-60H/661-679M
2.     Yazid I bin Muawiyah 60-64H/679-683M
3.      Muawiyah II bin Yazid 64H/683M
4.      Marwan I bin Hakam 64-65H/683-684M
5.      Abdul Malik bin Marwan 65-86H/684-705M
6.      Al-Walid I bin Abdul Malik 86-96H/705-714M
7.      Sulaiman bin Abdul Malik 96-99H/714-717M
8.      Umar bin Abdul Aziz 99-101H/717-719M
9.      Yazid II bin Abdul Malik 101-105H/719-723M
10.  Hisyam bin Abdul Malik 105-125H/723-742M
11.  Al-Walid II bin Yazid II 125-126H/742-743M
12.  Yazid bin Walid bin Malik 126H/743M
13.  Ibrahim bin Al-Walid II 126-127H/743-744M
14.  Marwan II bin Muhammad 127-132H/744-750M.15
Para sejarawan umumnya sependapat bahwa para khalifah terbesar
dari daulah Bani Umayyah ialah Muawiyah, Abdul Malik, dan Sayyidina
Umar bin Abdul Aziz.

3. Kemajuan Bani Umayyah

a. Bidang Administrasi Pemerintahan


Kemajuan-kemajuan dalam bidang administrasi pemerintahan
sebagai berikut:
1) Pemisahan kekuasaan yang terjadi akibat adanya dikotomi antara
kekuasaan agama dengan kekuasan politik.

15
Ahmad al-Usyairi, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, hlm. 184-185

22
2) Pembagian kekuasaan wilayah terbagi dalam 10 provinsi, yaitu:
Syiria dan Palestina, Kuffah dan Irak, Basrah dan Persia, Sijistan,
Khurasan, Bahrain, Oman, Najd dan Yamamah,Arenia,
Hijaz,Karman dan India, Egypt (Mesir), Ifriqiyah (Afrika Utara),
Yaman dan Arab Selatan serta Andalusia.
3) Organisasi tata usaha negara terpecah menjadi bentuk dewan.
Departemen pajak dinamakan Al-Kharaj, Departemen pos
dinamakan dengan Dewan Rasail, Departemen yang menangani
berbagai kepetingan umum dinamakan dengan Dewan Musghilat,
dan Depatemen Dokumen Negara dinamakan dengan Dewan Al-
Khatim.
4) Organisasi keuangan masih terpusat pada Baitul Maal yang asetnya
diperoleh dari pajak tanah, perseorangan bagi non muslim.
Sedangkan Percetakan uang dilakukan pada Khalifah Abdul Malik
bin Marwan.

b. Bidang Ilmu Pengetahuan


Masa pemerintahan Daulah Bani Umayyah juga bisa dikatakan
sebagai awal perkembangan ilmu pengetahuan dalam peradaban Islam.
Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan telah banyak dilakukan oleh para
khalifah dengan jalan memberikan dorongan atau motivasi. Para khalifah
memberikan hadiah-hadiah cukup besar bagi para ulama, ilmuwan, serta
para seniman yang berprestasi dalam bidang ilmu pengetahuan dan
kebudayaan. Disediakan anggaran oleh negara Untuk kepentingan ilmu
pengetahuan. Itulah sebabnya ilmu pengetahuan berkembang dengan
pesatnya.
Menurut Jurji Zaidan (George Zaidan) beberapa kemajuan dalam
bidang pengembangan ilmu pengetahuan antara lain sebagai berikut:
1) Pengembangan Bahasa Arab
Pengembangan bahasa Arab dilakukan sebagai manifestasi
penguatan wilayah kerajaan Islam yakni dengan cara menjadikan bahasa
Arab sebagai bahasa resmi dalam dalam tata usaha negara dan

23
pemerintahan sehingga pembukuan dan surat-menyurat harus mengunakan
bahasa Arab yang sebelumnya menggunakan bahsa Romawi atau Persia.
2) Marbad Kota Pusat Kegiatan Ilmu
Dinasti Umayyah mendirikan sebuah kota kecil sebagai pusat
kegiatan ilmu dan kebudayaan yang dinamakan Marbad, kota satelit dari
Damaskus. Di kota inilah berkumpul para pujangga, filsuf, ulama, penyair,
dan cendekiawan lainnya, sehingga kota ini diberi gelar urkadz-nya Islam.
3) Ilmu Qiraat
Ilmu qiraat merupakan ilmu syari’at tertua, yang telah dibina sejak
zaman Khulafaur rasyidin. Pada masa dinasti Umayyah dikembangluaskan
sehinga menjadi cabang ilmu syariat yang sangat penting yang melahirkan
beberapa ahli qira’at, seperti Abdullah bin Qusair (w. 120 H) dan Asham
bin Abi Nujud (w. 127 H).
4) Ilmu Tafsir
Untuk memahami ilmu al-qur’an diperlukan interpretasi
pemahaman secara komprehensif, maka di kembangluaskan lah ilmu
tafsir. Pada perintisannya, ulama yang membukukan ilmu tafsir adalah
Mujahid (w. 104 H).
5) Ilmu Hadist
Dalam memahami al-quran ada satu hal yang dibutuhkan selain
ilmu tafsir, yakni ucapan Nabi yang disebut Hadist. Maka dari itu,
timbullah usaha untuk mengumpulkan Hadist, meyelidiki asal usulnya
sehingga menjadi satu ilmu yang berdiri sendiri. Ilmu tersebut dinamakan
ilmu hadist. Diantara para ulama yang termasyhur pada masa Dinasti
Umayyah adalah Al-Auzai Abdurrahman bin Amru (w. 159 H), Hasan
Basri (w. 110 H), dan Ibnu Abu Malikah (w. 119 H).
6) Ilmu Fiqh
Al-quran adalah dasar fiqh Islam. Pada masa Daulah Umayyah
ilmu fiqh menjadi satu cabang ilmu syari’at yang berdiri sendiri sebagai
pedoman dalam menyelesaikan berbagai masalah. Di antara ahli fiqh yang
terkenal adalah Sa’ud bin Musib, Abu Bakar bin Abdurrahman, Qasim
Ubaidillah, Urwah, dan Kharijah.

24
7) Ilmu Nahwu
Pada masa Daulah Umayyah, terdapat salah satu cabang ilmu yang
dikembangkan yakni ilmu nahwu. Ilmu ini dikembangkan sebagai alat
dalam memahami berbagai ilmu agama Islam.
8) Ilmu Jughrafi dan Tarikh
Adanya pengembangan dakwah Islam ke daerah baru yang luas
dan jauh menimbulkan gairah untuk mengarang ilmu Jughrafi (Geografi)
dan ilmu Tarikh (Sejarah).
9) Usaha Penerjemahan
Pada masa Daulah Umayyah dimulai pula penerjemahan buku-
buku ilmu pengetahuan dari bahasa-bahasa lain ke dalam bahasa Arab
untuk kepentingan pembinaan dakwah Islamiyah. Buku-buku yang di
terjemahkan antara lain adalah ilmu kimia, astronomi, falak, fisika, dan
kedokteran.16
Dinasti Umayyah mendirikan sebuah kota kecil sebagai pusat
kegiatan ilmu dan kebudayaan yang dinamakan Marbad, kota satelit dari
Damaskus. Di kota inilah berkumpul para pujangga, filsuf, ulama, penyair,
dan cendekiawan lainnya, sehingga kota ini diberi gelar urkadz-nya Islam.

c. Bidang Ekonomi
Di bidang ekonomi dan perdagangan, Dinasti Bani Umayyah
menerapkan beberapa kebijakan untuk dapat meningkatkan perekonomian
negara. Kebijakan-kebijakan Bani Umayyah di bidang ekonomi antara lain:
1) Sumber Pendapatan dan Pengeluaran Pemerintah
Sumber uang masuk pada masa zaman Daulah bani Umayyah
sebagiannya diambil dari Dharaib yaitu kewajiban yang harus dibayar oleh
warga negara. Di samping itu, bagi daerah-daerah yang baru ditaklukkan,
terutama yang belum masuk Islam, ditetapkan pajak istimewa. Namun,
pada masa Umar bin Abdul Aziz, pajak untuk non muslim dikurangi,
sedangkan Jizyah bagi muslim dihentikan. Kebijakan ini mendorong non
muslim memeluk agama Islam. Adapun pengeluaran pemerintah dari uang
masuk tersebut adalah sebagai berikut:

16
Jurji Zaidan, Tarikh Adab Lughah Al-Arabiyah, hlm. 234-259.

25
a) Gaji pegawai, tentara dan biaya tata usaha negara
b) Pembangunan pertanian termasuk irigasi dan penggalian
terusan
c) Ongkos bagi terpidana dan tawanan perang
d) Perlengkapan perang
e) Hadiah bagi sastrawan dan ulama
2) Mata Uang di Cetak dengan Teratur
Penyempurnaan prencetakan mata uang dari yang semula pada masa
Umar bin Khatab cetakannya belm teratur kemudian di masa dinasti
Umayyah disempurnakan dengan cetakan yang lebih teratur.
3) Organisasi keuangan
Keuangan terpusat pada baitul maal yang asetnya diperoleh dari pajak
tanah, perorangan bagi non muslim. Percetakan uang dilakukan pada
Khalifah Abdul Malik bin Marwan.

d. Bidang Politik dan Militer


Perkembangan bani Umayyah pada bidang politik militer ditandai
dengan terbentuknya lima lembaga pemerintahan, antara lain:
1) Lembaga Politik (An-Nizam As-Siyasy)
Dinasti Bani Umayyah menerapkan organisasi politik yang terdiri
dari jabatan khalifah (kepala negara), wizarah(kementerian), kitabah
(kesekretariatan), dan hijabah (pengawal pribadi Khalifah).
2) Lembaga Keuangan (An-Nizam Al-Maly)
Dinasti Bani Umayyah mempertahankan pengelolaan baitul maal
baik pemasukan maupun pengeluaran. Sumber pemasukan baitul maal
diperoleh dari hasil pajak pengahasilan tanah pertanian disebut kharraj dan
Pajak individu bagi masyarakat non-Muslim disebut jizyah. Atau hasil
pajak perdagangan impor yang disebut usyur.
3) Lembaga Tata Usaha (An-Nizam Al-Idary)
Dinasti Bani Umayyah membagi wilayah kekuasaan antara
pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah pusat dipimpin oleh Khalifah,
sedangkan daerah dipimpin oleh gubernur yang disebut wali. Agar
terlaksananya tata negara yang teratur, Bani Umayyah mendirikan

26
beberapa departemen antara lain Diwan al Kharraj (departemen pajak),
diwan al rasail (departemen pos dan persuratan), diwan al musytaghillat
(departemen kepentingan umum), dan diwan al khatim (departemen
pengarsipan).
4) Lembaga Kehakiman (An-Nizam Al-Qady)
Dinasti Bani Umayyah memisahkah kekuasaan eksekutif
(pemerintah) dan Yudikatif (pengadilan). Dimana pelaksanaan kekuasaan
yudikatif terbagi menjadi 3, yaitu, al-Qadha (Hakim masalah negara), al-
Hisbah (hakim perkara pidana), dan al-Nadhar fil Madlalim (mahkamah
tinggi atau banding)
5) Lembaga Ketentaraan (An-Nizam Al-Hardy)
Lembaga ketentaraan sudah ada sejak Khulafaurrosyidin.
Perbedaanya pada rekrutmen personilnya. Dimana masa
Khulafaurrosyidin, setiap orang boleh menjadi tentara, sedangkan pada
masa Dinasti Bani Umayah hanya diberikan kepada orang-orang Arab.
Di samping itu juga di bentuk dewan sekretaris Negara (diwanul
kitabah) yang bertugas mengurusi berbagai macam urusan pemerintahan,
diwan ini terdiri dari lima orang sekretaris yaitu:
a) sekretaris persuratan (katib Ar-Rasal)
b) sekretaris keuangan (katib Al-Kharraj)
c) sekretaris tentara (katib Al-Jund)
d) sekretaris kepolisian (katib Al-Jund)
e) sekretaris kehakiman (katib Al-Qadi)

e. Bidang Sosial Kemasyarakatan


Dinasti Bani Umayah mengembangkan bidang sosial
kemasyarakatan dengan berbagai kebijakan, antara lain:

1) Panti Sosial Penyandang Cacat

Ketika Walid bin Abdul Malik menjadi Khalifah, ia menyediakan


pelayanan khusus bagi penyandang cacat. Orang cacat diberi gaji. Orang
buta diberikan penuntun. Orang lumpuh disediakan perawat. Ia juga

27
mendirikan bangunan khusus untuk pengidap penyakit kusta agar mereka
dirawat sesuai dengan persyaratan standar kesehatan.

2) Perundang-undangan

Khalifah mengeluarkan perundang-undnagan yang mengatur


kehidupan masyarakat. Juga mendirikan lembaga penegak hukum
sehingga hak-hak masyarakat dilindungi hukum.

3) Pembangunan Infrastruktur

Dibangunnya rumah sakit, jalan raya, sarana dan olahraga (seperti


gelanggang pacuan kuda), tempat-tempat minum ditempat yang strategis,
kantor pos, pasar/pertahanan sebagai sarana prasarana umat.

f. Bidang Seni dan Budaya


1) Dalam bidang kesenian

a) Majelis Sastra

Majelis sastra adalah tempat atau balai pertemuan untuk


membahas kesusastraan dan juga tempat diskusi mengetahui urusan
politik. Majelis hanya diperuntukan untuk para sejarawan dan ulama
terkemuka.

b) Arsitektur

Pembuatan menara pada masa Muawiyah,kubah as-Shakra


pada periode Malik bin Marwan. Kubah ini tercatat sebagai kubah
termegah pada masa itu dan merupakan masjid yang pertama kali di
tutup dengan kubah. Disamping itu juga merenovasi masjid Nabawi,
membangun istana Qusyr Amrahdan dan istana al-Musatta yang
digunakan sebagai tempat peristirahatan di padang pasir.

2) Dalam bidang kebudayaan

a) Bahasa Arab

28
Bahasa arab berkembang luas ke berbagai penjuru dunia dan
menjadi salah satu bahasa resmi internasional disamping bahasa
Inggris.

b) Mata Uang

Mencetak mata uang yang bertuliskan “laa ilahaillallah”,dan


sebelahnya distulis “Abdul Malik”

c) Gedung dan Pabrik Industri

Mendirikan pabrik kain sutra,industri kapal dan senjata,dan


gedung-gedung pemerintahan.

d) Irigasi Pertanian

Membangun irigasi-irigasi untuk pertanian

e) Pusat Ilmu dan Arab

Kota Basrah dan Kuffah sebagai pusat perkembangan ilmu dan


adab.

f) Pembukuan Negara

Membuat administrasi negara dan pembukuan keuangan


negara.

C. DINASTI BANI ABBASIYAH


1. Asal Usul Bani Abbasiyah

Dinasti Bani Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn


Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung
dalam rentang waktu yang panjang, yakni dari tahun 132 H. (750 M.) s. d. 656
H. (1258 M.). Selama Dinasti Abbasiyah berkuasa, sistem pemerintahan yang
diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan
budaya.17

17
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 49.

29
Pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah, Bani Abbas telah
melakukan usaha perebutan kekuasaan sejak masa khalifah Umar bin Abdul
Aziz (717-720 M). Khalifah itu dikenal liberal dan memberikan toleransi
kepada kegiatan keluarga Syi’ah. Gerakan itu didahului oleh saudara-saudara
dari Bani Abbas, seperti Ali bin Abdullah bin Abbas, Muhammad serta
Ibrahim al-Imam yang semuanya mengalami kegagalan, meskipun belum
melakukan gerakan yang bersifat politik. Sementara itu, Ibrahim meninggal
dalam penjara karena tertangkap setelah menjalani hukuman kurungan karena
melakukan gerakan makar. Usaha perlawanan itu baru berhasil ketika tampuk
kekuasaan berada ditangan Abu Abbas, yakni setelah melakukan pembantaian
terhadap seluruh Bani Umayyah, termasuk khalifah Marwan II yang sedang
berkuasa.18

Bani Abbasiyah merasa lebih berhak dari pada Bani Umayyah atas
kekhalifahan Islam, sebab mereka merupakan cabang Bani Hasyim yang
secara nasab lebih dekat dengan Nabi saw. Menurut mereka, orang Bani
Umayyah secara paksa menguasai khalifah melalui tragedi perang siffin. Oleh
karena itu, untuk mendirikan Dinasti Abbasiyah mereka mengadakan gerakan
yang luar biasa, dengan melakukan pemberontakan terhadap Bani Umayyah.19

Pergantian kekuasaan Dinasti Umayyah oleh Dinasti Abbasiyah


diwarnai dengan pertumpahan darah. Meskipun latar belakang kedua dinasti
ini beragama Islam, akan tetapi dalam pergantian posisi pemerintahan melalui
perlawanan yang panjang dalam sejarah Islam, disebutkan dalam sejarah
bahwa berdirinya Bani Abbasiyah, menjelang berakhirnya Bani Umayyah I,
terjadi bermacam-macam kekacauan yang antara lain disebabkan:

1. Penindasan yang terus menerus terhadap pengikut Ali dan Bani


Hasyim pada umumnya.
2. Merendahkan kaum Muslimin yang bukan Bangsa Arab sehingga
mereka tidak diberi kesempatan dalam pemerintahan.

18
Abu Su’ud, Islamologi, hlm. 72.
19
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, hlm. 143.

30
3. Pelanggaran terhadap Ajaran Islam dan hak-hak asasi manusia dengan
cara terang-terangan.20

Oleh karena itu, logis kalau Bani Hasyim mencari jalan keluar dengan
mendirikan gerakan rahasia untuk menumbangkan Bani Umayyah. Gerakan
ini menghimpun:

a) Keturunan Ali (Alawiyin) pemimpinnya Abu Salamah;


b) Keturunan Abbas (Abbasiyah) pemimpinnya Ibrahim al-Iman;
c) Keurunan bangsa Persia pemimpinnya Abu Muslim al-Khurasany.21
Mereka memusatkan kegiatannya di Khurasan. Dengan usaha ini,
pada tahun 132 H./750 M. tumbanglah Bani Umayyah dengan terbunuhnya
Marwan ibn Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah. Atas pembunuhan
Marwan, mulailah berdiri Daulah Abbasiyah dengan diangkatnya khalifah
yang pertama, yaitu Abdullah ibn Muhammad dengan gelar Abu al-Abbas al-
Saffah pada tahun 132-136 H./750-754 M.22
Pada awal kekhalifahan, Bani Abbasiyah menggunakan Kuffah
sebagai pusat pemerintahan dengan Abu al-Saffah (750-754 M) sebagai
Khalifah pertama. Khalifah penggantinya, Abu Ja’far al-Mansur (754-775
M.) memindahkan pusat pemerintahan ke Bagdad. Daulah Abbasiyah
mengalami pergeseran dalam mengembangkan pemerintahan, sehingga
dapatlah dikelompokkan masa Bani Abbasiyah menjadi lima periode
sehubungan dengan corak pemerintahan. Sedangkan menurut asal-usul
penguasa selama masa 508 tahun Bani Abbasiyah mengalami tiga kali
pergantian penguasa, yakni Bani Abbas, Bani Buwaihi, dan Bani Seljuk.

2. Khalifah-Khalifah Dinasti

a. Bani Abbassiyah

1) Khalifah Abu Abas al-Saffah 750-754M


2) Khalifah Abu Jakfar al-Mansur 754-775M

20
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, hlm. 47.
21
Ibid, 48.
22
Ibid.

31
3) Khalifah al-Mahdi 775-785M
4) Khalifah al Had 775-776M
5) Khalifah Harun al-Rasyid 776-809M
6) Khalifah al-Amin 809-813M
7) Khalifah al-Makmun 813-633M
8) Khalifdah al-Mu’tasim 833-842M
9) Khalifah al-Wasiq 842-847M
10) Khalifah al-Mutawakkil 847-861M

b. Bani Buwaihi
1) Khalifah al-Kahir 932-934M
2) Khalifah al-Radi 934-940M
3) Khalifah al-Mustaqi 943-944M
4) Khalifah al-Muktakfi 944-946M
5) Khalifal al-Mufi 946-974M
c. Bani Saljuk
1) Khalifah al-Muktadi 1075-1048 M
2) Khalifah al-Mustazhir 1074-1118 M
3) Khalifah al-Mustasid 1118-1135 M23

3. Kemajuan Bani Abbasiyah

a. Bidang Pemerintahan dan Politik

Pada masa Bani Umayyah terdapat lima kementrian pokok yang


disebut dengan diwan. Lalu di masa Dinasti Abbasiyah kelima diwan
tersebut ditambah jumlahnya. Kelima kementrian pada masa Dinasti
Umayah adalah:

a) Diwan al-Jund (war of office)

b) Diwan al-Kharaj (Department of Finance)

c) Diwan al-Rasail (Board of Correspondence)

23
Hanya disebut sebagian, lebih lengkap lihat, Abu Su’ud, Islamologiy, hlm. 73-74.

32
d) Diwan al-Khatam (Boardog Signet)

e) Diwan al-Barid (Postal Department)

Kelima diwan tersebut pada masa Dinasti Abbasiyah, terdapat


penambahan beberapa diwan, yakni antara lain:

a) Diwan al-Azimah (the Audit and Account Board)

b) Diwan al-Nazri fi al-mazalim (Appeals and Investigation Boars)

c) Diwan al-Nafaqat (the Board of Expenditure)

d) Diwan al-Sawafi (the Board of Crown Land)

e) Diwan al-Diya (the Board of States)

f) Diwan al-Sirr (the Board of Military Infection)

g) Diwan al-Tawqi’ (the Board Request)

Diwan baru lainnya yang dibentuk pada periode Abbasiyah adalah


Diwan al-Syurtha (Police Department). Kepala polisi disebut Sahib al-
Surtha yang beda dengan masa pemerintahan Umayyah, mereka membagi
tugasnya sesuai dengan kondisi wilayah. Tugas mereka paling utama
adalah menjamin dan memelihara keamanan, harta, dan nyawa
masyarakat. Sementara itu, polisi biasa ada dibawah kendali muhtasib.

Demi kelancaran administrasi, wilayah kekuasaan Abbasiyah


dibagi dalam beberapa wilayah administrasi yang disebut provinsi.
Masing-masing provinsi tersebut di pimpin oleh seorang Amir untuk
melaksanakan tugas dan bertanggung jawab kepada khalifah. Pada
umumnya pendapatan yang diperoleh pemerintahan provinsi digunakan
untuk pengelolaan provinsi tersebut, sisanya di kirim ke pemerintah pusat.

Disamping kemajuan yang diraih dalam bidang pemerintahan, juga


terdapat kemajuan dalam bidang politik. Ada beberapa sistem politik yang
dijalankan oleh Daulah Abbasiyah, yaitu:

33
a) Para Khalifah tetap dari keturunan Arab murni, sedangkan pejabat
lainnya diambil dari kaum mawalli.

b) Kota Baghdad dijadikan sebagai ibu kota negara yang menjadi


pusat kegiatan politik, ekonomi, sosial dan ataupun kebudayaan
serta terbuka untuk siapa saja, termasuk bangsa dan penganut
agama lain.

c) Ilmu pengetahuan dianggap sebagai sesuatu yang mulia dan


penting untuk dikembangkan.

d) Kebebasan berpikir sebagai hak asasi manusia.

b. Bidang Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan

Periode Abbasiyah merupakan era baru yang identik dengan


kemajuan ilmu pengetahuan. Dari segi pendidikan, ilmu pengetahuan
termasuk science, kemajuan peradaban, dan kultur pada zaman ini bukan
hanya identik sebagai masa keemasan Islam, akan tetapi era ini mengukur
dengan gemilang dalam kemajuan peradaban dunia. Semasa Dinasti
Umayyah kegiatan dan aktivitas nalar ilmu yang ditanam itu berkembang
pesat yang mencapai puncak pada era Abbasiyah. Sebelum Dinasti
Abbasiyah, pusat kegiatan dunia Islam selalu bermuara pada masjid.
Masjid dijadikan centre of education. Pada Dinasti Abbasiyah inilah mulai
adanya pengembangan keilmuan dan teknologi diarahkan ke dalam
ma’had.

Pada abad ke-10 Masehi disebut abad pembangunan Daulah


Islamiyah, dimana dunia Islam mulai dari Cordon di Spanyol sampai ke
Multan di Pakistan mengalami pembangunan di segala bidang, terutama
dalam berbagai macam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Dunia Islam pada masa itu benar-benar dalam keadaan maju, jaya dan
makmur. Di antara pusat-pusat ilmu pengetahuan dan filsafat yang
terkenal ialah Damaskus, Alexandria, Qayrawan, Fustat, Kairo, al-
Madaain, Jundeshahpur, dan lain-lain. Banyaknya cendekiawan yang
diangkat menjadi pegawai pemerintahan di istana para Khalifah

34
Abbasiyah, misalnya Mansur yang banyak mengangkat pegawai
pemerintahan dan istana dari cendekiawan-cendekiawan Persia.

Kepribadian beberapa Khalifah, terutama pada masa awal


Abbasiyah seperti Mansur, Harun, dan Ma’mun adalah kutu buku dan
sangat mencintai ilmu pengetahuan sehingga berpengaruh dalam
kebijaksanaannya yang banyak ditujukan kepada peningkatan ilmu
pengetahuan. Selain itu, karena permasalahan yang dihadapi oleh Umat
Islam semakin kompleks dan berkembang. Oleh karena itu perlu dibuka
ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang, khususnya ilmu-ilmu naqli
seperti Ilmu Agama, Bahasa, dan Adab. Adapun ilmu aqli seperti
Kedokteran, Manthiq, Olahraga, Ilmu Luar Angkasa dan ilmu-ilmu yang
lain telah dimulai oleh Umat Islam dengan metode yang teratur.

Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ini, tidak terlepas dari


adanya peranan pemerintah. Pada masa kejayaan Islam banyak khalifah
mencintai dan mendukung penuh perkembangan ilmu pengetahuan,
aktivitas mereka paling menonjol dan besar melalui penerjemahan yang
merupakan kegiatan yang paling besar peranannya dalam mentransfer ilmu
pengetahuan. Mereka menerjemahkan buku-buku asing seperti bahasa
Sansekerta, Suryani, atau Yunani ke dalam Bahasa Arab yang telah
dimulai sejak zaman Umayyah. Seperti misalnya Khalid ibn Yazid,
merupakan seorang penguasa pecinta ilmu yang memerintahkan kepada
para cendekiawan Mesir atau yang tinggal di Mesir agar menerjemahkan
buku-buku tentang kedokteran, bintang, dan kimia yang berbahasa Yunani
ke dalam Bahasa Arab. Demikian juga Khalifah Umar II menyuruh
menerjemahkan buku-buku kedokteran ke dalam Bahasa Arab. Pada tahun
832 M. Ma’mun mendirikan Bait al-Hikmah di Baghdad sebagai Akademi
pertama yang lengkap dengan teropong bintang, perpustakaan, dan
lembaga penerjemahan.

Pada masa itu, kegiatan kaum Muslim bukan hanya


menerjemahkan, tetapi juga mulai memberikan syarahan (penjelasan) dan
melakukan tahqiq (pengeditan). Pada mulanya muncul dalam bentuk karya

35
tulis yang ringkas, lalu dalam wujud yang lebih luas, dipadukan dengan
berbagai pemikiran, petikan, analisis dan kritik yang disusun dalam bentuk
bab-bab dan pasal-pasal. Sehingga lahir karya-karya ulama yang telah
tersusun rapi, sehingga pada masa Bani Abbasiyah muncul ulama-ulama
besar. Para ulama memelihara dan mentransfer keilmuan mereka melalui
hafalan atau lembaran-lembaran yang tidak teratur. Di antara kebanggaan
zaman pemerintahan Abbasiyah adalah adanya empat imam mazhab, yaitu
Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan Ahmad ibn Hanbal. Mereka merupakan
para ulama fikih yang paling agung dan tiada bandingannya di dunia
Islam.

c. Bidang Ekonomi

Perekonomian imperium Abbasiyah digerakkan dalam bidang


perdagangan. Sudah terdapat berbagai macam industri seperti kain linen di
Mesir, sutra dari Syiria dan Irak, kertas dari Samarkand, serta berbagai
produk pertanian seperti gandum dari Mesir dan kurma dari Irak. Hasil-
hasil industri dan pertanian ini diperdagangkan ke berbagai wilayah
kekuasaan Abbasiyah dan negara lain. Selain itu, perdagangan barang
tambang juga semarak seperti emas yang di tambang oleh Nubia dan
Sudan Barat. Pertambangan emas tersebut melambungkan perekonomian
Abbasiyah.

Disamping itu, perdagangan dengan wilayah-wilayah lain


merupakan hal yang sangat penting. Secara bersamaan dengan kemajuan
Dinasti Abbasiyah, Dinasti Tang di Cina mengalami masa puncak
kejayaan sehingga hubungan perdagangan antara keduanya menambah
semaraknya kegiatan perdagangan dunia.

d. Bidang Seni dan Budaya

Diantara bidang seni dan budaya yang berkembang antara lain:


1) Arsitektur
Khalifah Abbasiyah sangat menyukai seni arsitektur dalam
keperluan membentuk sebuah gedung. Misalnya masjid, istana,

36
madrasah, perkantoran, dan sebagainya. Mereka mendatangkan arsitek
dari luar Abbasiyah.
Perkembangan kebudayaan dalam masa Dinasti Abbasiyah
tercermin pada beberapa peninggalan bangunan-bangunan bersejarah
seperti masjid. Beberapa masjid yang dibangun pada masa Dinasti
Abbasiyah diantaranya:
a) Masjid Jami' Al-Mansur
b) Masjid Raya Ar-Risyalah
c) Masjid Jami' Qasr Al-Khilafah
d) Masjid Qati'ah Umm Ja'far
e) Masjid Kufah
f) Masjid Raya Samarra
g) Masjid Agung Isfahan
h) Masjid Talkhatan Baba
i) Masjid Alauddin Kaikobat

2) Seni tata kota


Istana emas yang berada di tengah kota Baghdad melambangkan
kemegahan dan keindahan kota Baghdad. Seni bangunan berkembang
pula yang berhasil menjadikan kota Bagdad sebagai kota metropolitan
yang megah dan bagus sehingga dijuluki dengan kota Alful Lailah Wal
Lailah (Seribu satu malam). Disamping itu dibangun pula kota satelit
sebagai penyangga kota Bagdad dan kota Samara yang dibangun pada
masa khalifah Al-Muhtasim Billlah. Samara termasuk kota yang
dibangun dengan nilai seni dan kerapian kota yang tinggi.

3) Seni sastra
Pada masa Abbasiyah dunia sastra mengalami kemajuan. Kota
baghdad dikenal menjadi pusat sastrawan dan penyair. Diantara penyair
dan sastrawan yang terkenal seperti Abu Atahiyah, Abu Nawas, Abu
Tamam, Al-Buhtury dan Al-Mutanabbi.
4) Seni musik

37
Seni musik juga mengalami kemajuan. Khalifah-khalifah
Abbasiyah menyukai musik lagu yang diciptakan oleh para tokoh
terkenal seperti Al-Farabi, Az-Zuman, Az-Zalah dan Hakam II.
e. Bidang Sosial

Philip Khore Hitti mengemukakan bahwa para sejarawan Arab


yang berkonsentrasi pada persoalan Khalifah Abbasiyah, lebih
mengutamakan persoalan politik dibandingkan dengan persoalan lain yang
menyebabkan mereka tidak begitu memberikan gambaran memadai
tentang kehidupan sosial-ekonomi. Dengan adanya asimilasi, Arab-
Mawali membawa dinasti ini kehilangan jati diri sebagai bangsa Arab
murni guna memperlancar proses pembaruan antara Arab dengan rakyat
taklukan, lembaga poligami, selir, dan perdagangan budak. Saat unsur
Arab murni surut, orang Mawali dan anak-anak perempuan yang
dimerdekakan mulai menggantikan posisi mereka. Aristokrasi Arab mulai
digantikan oleh hierarki pejabat yang mewakili oleh berbagai bangsa, yang
semula didominasi oleh Persia kemudian didominasi oleh Turki.

D. TURKI USMANI

1. Asal Usul Turki Usmani

Kata Usmani diambil dari pendiri pertama dinasti ini yaitu Utsman
ibn Erthogrul ibn Sulaiman Syah yang berasal dari suku Qayi keturunan
Oghuz. Bani Usmani merupakan keturunan dari kabilah Turkmaniyah
yang mendiami Kurdistan pada abad ke-13. Adapun profesi awal mereka
adalah penggembala.24

Adanya serangan dari Mongolia yang dipimpin oleh Jengis Khan


ke wilayah Irak dan Asia kecil pada tahun 1220 M mendorong pemimpin
suku tersebut Sulaiman Syah, kakek dari Utsman, berhijrah meninggalkan
Kurdistan menuju Anatolia dan menetap di kota Akhlath. Sulaiman Syah
dengan seribu pengikutnya menggembara ke Anatolia dan singgah di
Azerbaijan. Namun sebelum sampai tujuan ia meninggal dunia. Kemudian
24
Ismawati, Sejarah Peradaban Islam (Semarang: CV. Karya Abdi Jaya,2015), hlm. 363

38
kedudukannya digantikan oleh putranya yaitu Erthogrul untuk
melanjutkan perjalanan sesuai dengan tujuan yakni Anatolia.25

Sesampainya di Anatolia, mereka diterima oleh penguasa dinasti


Saljuk, Sultan Alauddin II yang sedang berperang dengan Romawi Timur,
pusatnya di Bizantium. Erthogril membantu Sultan Alauddin II melawan
Romawi Timur sehingga dinasti Saljuk mengalami kemenangan. Sultan
merasa senang dan memberikan hadiah kepada Erhogril wilayah
Dorylaeum (Iskishahar) yang berbatasan dengan Bizantium. Mereka
menjadikan Soghud sebagai ibukota pemerintahan independen yang
berdiri pada tahun 1258 M, bersamaan dengan lahirnya Utsman (Itkowitz,
1972: 10).26

Sepeninggal Erthogril, atas persetujuan Sultan Alaudin, kedudukan


Erthogril digantikan oleh putranya yaitu Utsman. Utsman memerintah
Turki antara tahun 1281-1324 M. Serangan Mongol terhadap Bagdad
termasuk Seljuk yang terjadi pada 1300 menyebabkan dinasti ini terpecah-
pecah menjadi sejumlah kerajaan Kecil. Dalam kondisi kehancuran Seljuk
inilah, Utsman mengklaim kemerdekaan secara penuh atas wilayah yang
didudukinya, sekaligus memproklamasikan berdirinya kerajaan Turki
Usmani. Kekuatan militer Utsman menjadi benteng pertahanan sultan
dinasti-dinasti kecil dari ancaman bahaya serangan Mongol. Dengan
demikian, secara tidak langsung mereka mengakui Utsman sebagai
penguasa tertinggi dengan gelar “ Padiansyah Ali Utsman”.27

2. Pemimpin-pemimpin Turki Usmani

Pemimpin-pemimpin pada masa pemerintahan Turki Usmani


adalah seagai berikut:

1) Sultan Ustman bin Urtoghal (699-726 H/ 1294-`326 M)


2) Sultan Urkhan bin Utsman (726-761 H/ 1326-1359 M)

25
Ibid, hlm. 364
Mahyudin Yahya dan Ahmad Jaelani Hakim, Sejarah Islam (Kuala Lumpur: Fajar bakti SDN
26

BHD, 1994), hlm. 395


27
Machfud Syaefudin, dkk, Dinamika Peradaban Islam, hlm. 185.

39
3) Sultan Murad I bin Urkhan (761-791 H/ 1359-1389 M)
4) Sultan Bayazid I bin Murad (791-805 H/ 1389-1403 M)
5) Sultan Muhammad I bin Bayazid (816-824 H/ 1403-1421 M)
6) Sultan Murad II bin Muhammad (824-855 H/ 1421-1451 M)
7) Sultan Muhammad Al-Fatih (855-886 H/ 1451-1481 M)
8) Sultan Bayazid II (886-918 H/ 1481-1521 M)
9) Sultan Salim I (918-926 H/ 1481-1512 M)
10) Sultan Sulaiman (926-974 H/ 1520-1566 M)
11) Sultan Salim II (974-1171 H/ 1566-1573 M)
12) Sultan Murad III (1171-1181 H/ 1573-1596 M)

3. Kemajuan Turki Usmani


a. Bidang Pemerintahan

Khilafah adalah institusi pusat dalam pemerintahan Islam.


Sistem yang sudah diterapkan sejak masa Nabi Muhammad saw,
Khulafaurrasyidin, Muawiyah, Abbasiyah, dan daulah Saljuk ini
diadopsi dalam sistem pemerintahan daulah Utsmaniyah. Sultan
bertindak sekaligus sebagai khalifah.

Seperti daulah lainnya, daulah utsmaniyah juga memiliki Vezir


(wazir) yang memiliki akuntabilitas dan tanggung jawab. Model
administrasi ini diadopsi dari pendahulunya, yaitu daulah saljuk.
Selama masa pemerintahan Sulaiman, gelar vezir-i a’zam diganti
menjadi sadr-i a’zam (tsadrazam), dan gelar ini terus dipakai sampai
akhir. Wazir Ustmani diberi wewenang penuh. Ia memegang Mubr-
bumayun atau stempel Khalifah atau Sultan .

b. Bidang Politik

Para pemimpin kerajaan Usmani pada masa pertama adalah


orang-orang yang kuat, sehingga kerajaan dapat melakukan ekspansi
yang luas dan cepat. Meskipun demikian, kemajuan kerajaan Usmani
mencapai keemasannya itu bukan semata-mata karena keunggulan
politik para pemimpinnya. Masih banyak faktor lain yang mendukung

40
keberhasilan ekspansi tersebut. Yang terpenting diantarnya adalah
keberanian, keterampilan, ketangguhan dan kekuatan militernya yang
sanggup bertempur kapan saja.28

c. Bidang Agama

Dalam bidang keagamaan, perhatian sultan cukup besar.


Fatwa-fatwa ulama sangat berperan dalam mengambil kebijakan
Negara. Mufti adalah sebagai pejabat urusan agama tertinggi yang
memberikan fatwa resmi terhadap problematika keagamaan dalam
masyarakat.

d. Bidang Pertahanan dan Militer

Bidang militer juga merupakan salah satu prestasi kemajuan


yang terbesar dari kerajaan Turki Usmani. Kekuatan militer kejaraan
Turki Usmani terdiri atas pasukan feodal, yenisseri, korps-korsps
khusus, dan pasukan pembantu dari angkatan darat dan laut. Tentara
feodal bertugas mengatur pembagian tanah, melayani dan membantu
tugas militer lainnya. Kerajaan Turki Usmani sejak berdiri dan
khususnya pada masa Muhammad al-Fatih memiliki kekuatan militer
yang tangguh dan terbaik didunia sampai pada akhir abad ke-17.29

Perang dengan Bizantium merupakan awal didirikannya pusat


pendidikan dan pelatihan militer, sehingga terbentuklah kesatuan
militer yang disebut dengan Jenissari atau Inkisyariah. Selain itu
kerajaan Usmani juga membuat struktur pemerintahan dengan
kekuasaan tertinggi di tangan Sultan yang dibantu oleh Perdana
Menteri yang membawahi Gubernur. Gubernur mengepalai daerah
tingkat I dan di bawahnya terdapat beberapa Bupati. Untuk mengatur
urusan pemerintahan negara, di masa Sultan Sulaiman I dibuatlah
undang-undang dan diberi nama Multaqa Al-Abhur yang menjadi
pegangan hukum bagi kerajaan Usmani sampai datangnya reformasi

28
Samsul Munir amin, Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam. Hlm. 200.
29
Ading Kusdiana, hlm.131

41
pada abad ke-19. Karena jasanya ini, di ujung namanya ditambah gelar
al-Qanuni.

e. Bidang Ekonomi

Kemajuan di bidang ekonomi sama besar dan kuatnya dengan


kemajuan dalam bidang politik dan militer.30 Daerah kekuasaan yang
luas memungkinkan kerajaan Turki Usmani membangun
perekonomian kuat dan maju. Pada masa puncak kemajuan, semua
daerah dan kota penting yang menjadi pusat perdagangan dan
perekonomian jatuh ke tangan kekuasaan Turki Usmani. Daerah-
daerah yang ditaklukkan menjadi sumber perekonomian kerajaan. Hal
ini disebabkan dalam setiap keberhasilan, kerajaan mendapatkan harta
rampasan perang, jizyah, dan pajak. Begitu pula dengan dikuasainya
kota-kota dagang dan jalur-jalur perdagangan dilaut maupun didarat
memungkinkan pula kerajaan memacu kemajuan ekonomi melalui
perdagangan.

f. Bidang Seni dan Budaya

Kebudayaan Turki Utsmani merupakan hasil perpaduan


berbagai kebudayaan seperti kebudayaan Persia, Bizantium dan Arab.
Dari kebudayaan Persia mereka banyak mengambil ajaran-ajaran
beretika dan bertata krama dalam istana raja-raja. Organisasi birokrasi
dan kemiliteran banyak diserap dari Bizantium. Dan prinsip-prinsip
ekonomi, sosial dan kemasyarakatan, keilmuan dan huruf diambil dari
bangsa Arab. Sedangkan di bidang Ilmu Pengetahuan di Turki Utsmani
tidak begitu menonjol karena mereka lebih fokus pada pengembangan
kekuatan militer, sehingga dalam khazanah Intelektual Islam tidak ada
Ilmuan yang terkemuka dari Turki Usmani. Namun demikian mereka
banyak berkiprah dalam pengembangan seni arsitektur Islam berupa
bangunan-bangunan masjid yang indah-indah, seperti Masjid Jami’
Sultan Muhamad Fatih, Masjid Agung Sulaiman dan Masjid Abi
Ayyub Al-Ansyari. Seluruh masjid ini dihiasi dengan kaligrafi yang
30
A. Waqar Ahmed Husaini, Sistem Pembinaan Masyarakat Muslim, hlm. 153.

42
indah-indah. Salah satu masjid yang mempunyai keindahan kaligrafi
adalah masjid Aya Sopia yang keindahan kaligrafinya menutupi
gambar-gambar kristiani sebelumnya.

E. KERAJAAN SAFAWIYAH

1. Asal Usul Kerajaan Safawiyah


Daulah safawiyah (1501-1736 M) berasal dari sebuah gerakan
tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan, Iran. Oleh
sebab itu, Daulah ini dapat dianggap sebagai peletak pertama dasar
terbentuknya negara Iran sekarang. Nama Safawiyah diambil dari nama
pendirinya Safi al-Din (1252-1334 M). Nama tersebut tetap dipertahankan
sampai tarekat ini berubah menjadi gerakan politik, bahkan menjadi
nama bagi daulah yang mereka dirikan yaitu Daulah Safawiyah. Safi al-
Din adalah seorang yang kaya dan memilih sufi sebagai jalan hidupnya. Ia
keturunan Imam Syi’ah yang keenam Musa Al-Kazhim.31
Pada mulanya gerakan tarekat Safawiyah ini bertujuan memerangi
orang yang ingkar dan orang yang mereka sebut ahlul bid’ah. Keberadaan
tarekat ini semakin penting setelah berubah dari tarekat kecil yang bersifat
lokal menjadi gerakan keagamaan yang besar di Persia, Syria dan
Anatolia. Gerakan Safawiyah selanjutnya bertambah luas dan berkembang
sehingga yang pada mulanya hanya gerakan keagamaan saja berkembang
dan bertambah menjadi gerakan politik.
Gerakan kepemimpinan Safawiyah selanjutnya berada di tangan
Ismail yang saat itu masih berusia tujuh tahun. Dia bersama pasukannya
bermarkas di Gillan. Selama lima tahun ia mempersiapkan kekuatan dan
mengadakan hubungan dengan pengikutnya yang berada di Azerbaijan,
Syria dan Anatolia. Pasukan yang dipersiapkan itu diberi nama “pasukan
Qizilbash”. Di bawah pimpinan Ismail pada tahun 1501 M. pasukan
Qizilbash menyerang dan mengalahkan AK. Koyunlu di Sh arur dekat
Nakhchivan. Pasukan ini terus berusaha memasuki dan menaklukkan
Tabriz, ibu kota AK. Koyunlu. Akhirnya pasukan ini berhasil merebut dan

31
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, hal. 187.

43
menduduki kota tersebut. Di kota ini pada tahun 1501 M. Ismail
memproklamirkan berdirinya Daulah Safawiyah dan dirinya sebagai raja
pertama dengan ibu kotanya Tabriz.
Maka dapat dilihat bahwa dalam tubuh organisasi safawiyah terjadi
perubahan seiring dengan adanya pergantian jabatan. Pada mulanya hanya
sebuah organisasi yang mengorganisir anggotanya untuk meniti jalan
hidup yang murni di bidang tasawuf. Kemudian berubah menjadi gerakan
keagamaan yang sangat berpengaruh di Persia. Selanjutnya di tangan
Ismail telah berubah pula ke arah gerakan politik yang beroreintasi kepada
kekuasaan. Demikianlah sejarah lahirnya Daulah Safawiyah yang pada
mulanya merupakan suatu aliran yang bersifat keagamaan berfaham
Syi’ah. Kemudian akhirnya menjadi Daulah besar yang sangat berjasa
dalam memajukan peradaban Islam, waalaupun tidak dapat menyamai
Daulah Abbasiyah di Baghdad, Daulah Umayyah di Spanyol dan Daulah
Fatimiah di Mesir pada waktu jayanya ketiga Kerajaan tersebut.32

2. Pemimpin-Pemimpin Kerajaan Safawiyah

1) Safi Al-Din (1252-1334 M)


2) Sadar Al-Din Musa (1334-1399 M)
3) Khawaja Ali (1399-1427 M)
4) Ibrahim (1427-1447 M)
5) Juneid (1447-1460 M)
6) Haidar (1460-1494 M)
7) Ali (1494-1501 M)
8) Ismail (1501-1524 M)
9) Tahmasp I (1524-1576 M)
10) Ismail II (1576-1577 M)
11) Muhammad Khudabanda (1577-1787 M)
12) Abbas I (1588-1628 M)
13) Safi Mirza (1628-1642 M)
14) Abbas II (1642-1667 M)
15) Sulaiman (1667-1694 M)
32
Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, hlm. 336.

44
16) Husen (1694-1722 M)
17) Tahmasp II (1722-1732 M)
18) Abbas III (1732-1736 M)33

3. Kemajuan-Kemajuan Kerajaan Safawiyah


Ragam kemajuan yang telah diraih pada masa Dinasti Safawiyah
adalah sebagai berikut:
a. Bidang Politik dan Sosial
Keadaan politik pada masa Dinasti Safawiyah mulai bangkit
kembali setelah Abbas I naik tahta pada tahun 1587-1629. Ia menata
administrasi negara dengan cara yang lebih baik. Langkah-langkah
yang ditempuh olehnya guna memulihkan politik Dinasti Safawiyah
ialah sebagai berikut:

a) Mengadakan pembenahan administrasi dengan cara pengaturan


dan pengontrolan dari pusat
b) Pemindahan ibu kota ke Isfahan
c) Berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qiziblash atas
kerajaan safawiyah dengan cara membentuk pasukan baru
yang anggotanya terdiri atas bangsa Georgia, Armenia dan
Sircassia yang telah ada sejak raja Tahmasp I.
d) Mengadakan perjanjian damai dengan Kerajaan Turki Usmani.
e) Berjanji tidak akan menghina tiga khalifah dalam khutbah
jum’at
Reformasi politik yang telah dilakukan oleh Abbas I bisa
membuat Kerajaan Safawi kuat kembali. Setelah itu, ia mulai
memusatkan perhatiannya guna merebut kembali wilayah-wilayah
kekuasaannya yang hilang.
Perlu diketahui bahwa kerajaan safawi dan turki ustmani
sebelum abad ke-17 saling bermusuhan dan safawiyah mengalami
banyak kekalahan. Tetapi setelah Abbas I naik tahta, safawiyah

33
Mansur, Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah, hlm. 11.

45
berhasil merebut wilayah kekuasaan kerajaan turki ustmani, sehingga
menuai kemenangan.
b. Bidang Agama
Pada masa Abbas I, kebijakan keagamaan tidak lagi seperti
masa khalifah-khalifah sebelumnya yang senantiasa memaksakan agar
Syi’ah menjadi agama negara, melainkan ia menanamkan sikap
toleransi.
Menurut Hamka, politik keagamaan Abbas I menerapkan
paham toleransi atau lapang dada yang amat besar. Paham Syi’ah
tidak lagi menjadi paksaan. Bahkan, orang sunni dapat bebas
mengerjakan ibadahnya. Bukan hanya itu, para pendeta nasrani juga
dipersilahkan mengembangkan ajaran agama secara leluasa. Sebab,
telah banyak bangsa Armenia yang menjadi penduduk setia di kota
Isfahan.

46
c. Bidang Ekonomi
Stabilitas politik kerajaan safawiyah pada masa Abbas I telah
memacu perkembangan perekonomiannya, terutama setelah pulau
Hurmuz dikuasai dan pelabuhan Gumrun diubah menjadi Bandar
Abbas. Dengan dikuasainya bandar ini, maka salah satu jalur dagang
laut antara negara timur dan barat yang biasa diperebutkan oleh
Belanda, Inggris, dan Perancis, akhirnya menjadi milik kerajaan
safawi.
Selain sektor perdagangan, kerajaan safawi juga mengalami
kemajuan di sektor pertanian, khususnya di daerah bulan sabit subur
(fertile crescent). Tetapi, setelah Abbas I meninggal dunia,
perekonomian safawi mengalami kemunduran secara perlahan. Dan,
puncak kemundurannya terjadi padamasa kekuasaan Syafi Mirza.
Pada masa ini, rakyat cenderung acuh karena mereka mengalami
penindasan dari Syafi Mirza. Meskipun begitu, banyak saudagar
bangsa asing berdiam di Iran sekaligus mengendalikan ekonomi.
d. Bidang Ilmu Pengetahuan
Dalam sejarah islam Persia dikenal sebagai bangsa
berperadaban tinggi dan berjasa dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan. Maka dari itu, tidaklah mengherankan jika pada masa
kerajaan safawiyah terutama pada masa Abbas I, tradisi keilmuan
terus berkembang.
Berkembangnya ilmu pengetahuan pada masa kerajaan
safawiyah terkait doktrin mendasar bahwa kaum syi’ah tidak boleh
taklid dan pintu ijtihad selamanya terbuka. Mereka berbeda dengan
kaum sunni yang meyakini bahwa ijtihad telah berhenti dan orang-
orang harus taklid. Sedangkan kaum syi’ah tetap berpendirian bahwa
mujtahid tidak terputus selamanya.
e. Bidang Seni
Di bidang kesenian, kemajuan terlihat dari gaya arsitektur
bangunan seperti masjid Syah yang dibangun pada tahun 1603 M.

47
Adapun unsur seni lainnya dalam bentuk kerajinan tangan, karpet,
permadani, pakaian, tenunan, mode, tembikar, dan lain-lain.
Pada hakikatnya, seni lukis mulai dirintis pada masa Tahmasp
I. Sedangkan, pada tahun 1522 M. Ismail I menghadirkan seorang
pelukis bernama Bizhard ke Tabriz. Pada masa Abbas I, kebudayaan,
kemajuan, dan keagungan pikiran mengenai seni lukis, pahat, syair,
dan lain sebagainya semakin berkembang. Adapun salah satu
pujangga yang terkenal pada masa ini adalah Muhammad Bagir bin
Muhammad Damad (ahli pasti dan ilmu filsafat).34

F. KERAJAAN MUGHAL

1. Asal Usul Kerajaan Mughal

Mughal merupakan kerajaan Islam di anak benua India, dengan


Delhi sebagai ibu kotanya. Kerajaan Mughal berdiri antara tahun 1526-
1858 M. yang didirikan oleh seorang penziarah dari Asia tengah bernama
Zahiruddin Muhammad yang lebih dikenal dengan nama Babur. Ia adalah
salah satu cucu Timur Lenk dari etnis Mongol, keturunan Jengis Khan
yang telah masuk Islam dan pernah berkuasa di Asia Tengah pada abad
ke-15. Kerajaan ini berdiri pada saat Asia kecil di kuasai oleh kerajaan
Turki Usmani dan di Persia kerajaan Safawi. Pada saat bersamaan, ketiga
kerajaan tersebut menjadi sebuah negara-negara adikuasa di dunia. Mereka
juga menguasai perekonomian, politik, dan militer, serta mengembangkan
kebudayaan. Ayahnya bernama Umar Syaikh Mirza keturunan kelima
Timur Lenk, seorang Amir Fargana. Sedangkan Ibunya adalah seorang
putri keturunan langsung Jakutai, putra Jengkis Khan. . Pada tahun 1494
M, ayahnya wafat dan usianya ketika itu baru 12 tahun. Babur kemudian
diangkat menjadi penguasa Farghana menggantikan ayahnya yang telah
wafat. Setelah naik tahta ia mencanangkan obsesinya untuk menguasai
seluruh Asia Tengah. Ambisi dan cita-citanya tersebut tampaknya diilhami
oleh kebesaran kakeknya yaitu Timur Lenk.35

34
Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, hlm. 214.

48
Kerajaan Mughal berdiri seperempat abad sesudah berdirinya
kerajaan Safawi. Kerajaan Mughal bukanlah kerajaan Islam pertama di
anak benua India. Awal kekuasaan Islam di wilayah India terjadi pada
masa Khalifah al-Walid dari Dinasti Bani Umayyah. Penaklukkan wilayah
ini dilakukan oleh tentara Bani Umayyah di bawah pimpinan Muhammad
ibn Qasim (Mahmudunnasir, 1981:163). Pada fase disintegrasi, Dinasti
Ghaznawi mengembangkan kekuasaannya di India di bawah pimpinan
Sultan Mahmud dan pada tahun 1020 M, ia berhasil menaklukkan seluruh
kerajaan Hindu di wilayah ini sekaligus mengislamkan sebagian
masyarakatnya (Mahmudunnasir, 1981:163). Setelah Dinasti Ghaznawi
hancur, muncullah Dinasti-Dinasti kecil seperti Dinasti Mamluk (1206-
1290 M), Dinasti Khalji (1296-1316 M), Dinasti Tuglug (1320-1412 M)
dan Dinasti-Dinasti lainnya (Nasution, 1985:82).

2. Pemimpin-Pemimpin Kerajaan Mughal


Masa pemerintahan kerajaan Mughal berkuasa selama kurang lebih
2 abad yakni pada abad ke 16-18 M dengan 18 orang pemimpin. Adapun
urutan kepemimpinan kerajaan Mughal adalah sebagai berikut:
1) Zahiruddin Muhammad (Babur) 1526-1530 M

2) Nasiruddin Muhammad Humayun 1530-1556 M

3) Jalaluddin Muhammad 1556-1605 M

4) Nuruddin Muhammad Salim 1605-1627 M

5) Shabuddin Muhammad Khurram 1627-1658 M

6) Muhyuddin Muhammad Aurangzeb 1658-1707 M

7) Abul Faiz Qutbuddin Muhammad Azam 1707-1707 M

8) Qutbuddin Muhammad Muazzam 1707-1712 M

9) Mazuddin Jahandar Shah Bahadur 1712-1713 M

10) Furrukhsiyar 1713-1719 M

11) Rafiud Darajat 1719-1719 M


35
Ajid Thohir dan Ading Kusdiana, Islam di Asia Selatan, Melacak Perkembangan Sosial, Politik
Umat Islam di India, Pakistan, dan Bangladesh, Bandung: Humaniora, 2006.

49
12) Rafiud Daulah 1719-1719 M

13) Roshan Akhtar Bahadur 1719-1748 M

14) Ahmad Shah Bahadur 1748-1754 M

15) Azizuddin 1754-1759 M

16) Ali Gauhar 1759-1760 M

17) Mirza Akbar 1760-1806 M

18) Abu Zafar Sirajuddin Muhammad Bahadur Shah 1806-1857 M.36

3. Kemajuan Kerajaan Mughal

a. Bidang Politik dan Administrasi Pemerintahan

Terdapat beberapa kemajuan dalam bidang politik dan


administrasi pemerintahan antara lain:

a) Perluasan wilayah dan konsolidasi kekuatan. Usaha ini


berlangsung hingga masa pemerintahan Aurangzeb.

b) Pemerintahan daerah dipegang oleh seorang Sipah Salar


(kepala komandan), sedang sub-distrik dipegang oleh Faujdar
(komandan). Jabatan-jabatan sipil juga diberi jenjang
kepangkatan yang bercorak kemiliteran.

c) Pemerintah menerapkan politik toleransi universal (sulakhul).


Dengan adanya politik ini, semua rakyat India dipandang sama.
Mereka tidak dibedakan karena perbedaan etnis dan agama.

d) Membentuk landasan institusional dan geografis bagi kekuatan


imperiumnya, dijalankan oleh elit militer dan politik yang pada
umumnya terdiri dari pembesar-pembesar Afghan, Iran, Turki,
dan Muslim Asli India. Peran penguasa di samping sebagai
seorang panglima tentara juga sebagai pemimpin jihad.

e) Para pejabat dipindahkan dari sebuah jagir (sebidang tanah


yang diperuntukkan bagi pejabat yang sedang berkuasa) kepada
36
Wikipedia.org/wiki/Daftar_Kaisar_Mughal

50
jagir lainnya untuk menghindarkan mereka mencapai interes
yang besar dalam sebuah wilayah tertentu. Dengan demikian
tanah yang diperuntukkan tersebut jarang sekali menjadi hak
milik pejabat, kecuali hanya hak pakai.

f) Wilayah imperium juga dibagi menjadi sejumlah propinsi dan


distrik yang dikelola oleh seorang yang dipimpin oleh pejabat
pemerintahan pusat untuk mengamankan pengumpulan pajak
dan untuk mencegah penyalahgunaan oleh kaum petani.

b. Bidang Ekonomi

Dinasti Mughal menjadi salah satu negara adikuasa yang


menguasai perekonomian dunia dengan jaringan pemasaran barang-
barangnya yang menyebar ke Eropa Timur dan Eropa Tengah, Asia
Tenggara dan Cina.37 Adapun kemajuan-kemajuannya, antara lain:

a) Terbentuknya sistem pemberian pinjaman bagi usaha


pertanian.

b) Adanya sistem pemerintahan lokal yang digunakan untuk


mengumpulkan hasil pertanian dan melindungi petani.

c) Sistem pengumpulan pajak yang diberlakukan pada


beberapa provinsi utama yang dikelola dengan sistem zabt,
yakni sejumlah pembayaran tertentu dibebankan pada tiap
unit tanah dan harus dibayar secara tunai.

d) Perdagangan dan pengolahan industri pertanian mulai


dikembangkan, dengan cara mengekspor katun dan busa
sutera India, bahan baku sutera, sendawa, nila dan rempah
serta mengimpor perak dan jenis logam lainnya dalam
jumlah yang besar.

c. Bidang Agama

37
Chapra, Umer, Pemikiran Ibnu Khaldun, http://www.halalguide.info/content/view/
432/46.

51
Kemajuan dalam bidang keagamaan adalah sebagai berikut:

a) Pada masa kerajaan Mughal yang dipimpin oleh raja Akbar,


perkembangan agama Islam mencapai suatu fase yang
menarik, dimana raja Akbar memproklamasikan sebuah
cara baru dalam beragama, yaitu konsep Din-i-Ilahi. Karena
aliran ini Akbar mendapat kritik dari berbagai lapisan umat
Islam.

b) Perbedaan kasta di India membawa keuntungan terhadap


pengembangan Islam, seperti pada daerah Benggal, Islam
langsung disambut dengan tangan terbuka oleh penduduk
terutama dari kasta rendah yang merasa disia-siakan dan
dikutuk oleh golongan Arya Hindu yang angkuh.

c) Berkembangnya aliran keagamaan Islam di India. Sebelum


dinasti Mughal, muslim India adalah penganut Sunni
fanatik. Tetapi penguasa Mughal memberi tempat bagi
Syi'ah untuk mengembangkan pengaruhnya.

d) Dibentuknya sejumlah badan keagamaan berdasarkan


persekutuan terhadap mazhab hukum, thariqat Sufi,
persekutuan terhadap ajaran Syaikh, ulama, dan wali
individual. Mereka terdiri dari warga Sunni dan Syi'ah.

e) Disusunnya sebuah risalah hukum Islam atau upaya


kodifikasi hukum Islam yang dinamakan fattawa al-amgiri.

d. Bidang Seni dan Budaya

Kemajuan dalam bidang seni dan budaya antara lain:

a) Munculnya beberapa karya sastra tinggi seperti Padmavat


yang mengandung pesan kebajikan manusia yang ditulis
oleh Muhammad Jayazi, seorang penyair istana.

b) Kerajaan Mughal termasuk sukses dalam bidang arsitektur.


Taj mahal di Agra merupakan puncak karya arsitektur pada

52
masanya, diikuti oleh Istana Fatpur Sikri peninggalan Akbar
dan Masjid Raya Delhi di Lahore.

53
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Sejarah peradaban Islam dari masa Khulafaur Rasyidin sampai kerajaan


Safawiyah mengalami dinamika yang beragam dalam kepemimpinannya. Pasang
surut kejayaan dan suka duka perjuangan tak lepas dari usaha menyebarluaskan
agama Islam.

Pemerintahan Islam pada masa Khulafaur Rasyidin merupakan wasilah


kepemimpinan Rasulullah saw. yang mewarisi amanah untuk melanjutkan resafel
kepemimpinan Islam. Masa Khulafaur Rasyidin memimpin Islam selama kurang
lebih 29 abad yakni dari abad ke 632 M s.d. 661 M. pada masa ini sistem
pemerintahannya mengadopsi sistem yang telah di praktikkan oleh nabi
sebelumnya yakni sistem demokrasi atau yang bisa di kenal dengan asas
musyawarah. Hal ini yang membedakan antara masa pemerintahan Khulafaur
Rasyidin dengan masa pemerintahan selanjutnya yang menganut sistem feodal
atau monarki (kerajaan).

Setelah masa kepemimpinan Khulafaur Rasyidin, resafel kepemimpinan


Islam dilanjutkan oleh sistem pemerintahan dinasti atau kerjaan (monarki). Hal
tersebut dipelopori oleh Dinasti Umayyah dan dilanjutkan oleh Dinasti
Abbasiyah. Kedua dinasti ini mempunyai karakteristik yang berbeda meskipun
sistem pemerintahan yang dianut keduanya sama, yakni monarki. Perbedaan
karakteristik yang sangat mencolok antara dua dinasti ini terletak pada orientasi
kebijakan yang dikeluarkannya. Pemerintah Dinasti Umayyah lebih berorientasi
pada upaya perluasan wilayah kekuasaan. Sementara pemerintah Dinasti
Abbasiyah, lebih fokus pada upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan
peradaban Islam, sehingga masa pemerintahan ini dikenal sebagai masa keemasan
peradaban Islam.

Ketika kepemimpinan dua dinasti tersebut berakhir, roda pemerintahan


dilanjutkan oleh kerajaan-kerajaan besar. Terdapat tiga kerajaanbesar setelah
Umayyah dan Abbasiyah, yakni Kerajaan Usmani di Turki, Kerajaan Safawiyah

54
di Persia dan Kerajaan Mughal di India. Dari ketiga kerajaan ini, terdapat
perbedaan-perbedaan dari segi ekonomi, sosial dan budaya. Tetapi perbedan yang
paling mencolok antara ketiganya adalah sistem pemerintahan yang di anut
masing-masing kerajaan. Kerajaan Turki Usmani mengadopsi sistem
pemerintahan militer. Sehingga orientasinya pada perluasan wilayah karena yang
menjadi fokus utama adalah kegiatan kemiliteran. Kemudian Kerajaan Safawiyah
menganut sistem pemerintahan Islam karena Kerajaan Safawi berasal dari sebuah
gerakan tarekat bukan kenegaraan. Hal itulah yang menyebabkan kerajaan ini
terlalu fanatik terhadap Islam dan cenderung keras dalam menjalankan
kepemimpinannya. Sedangkan kerajaan Mughal menjalankan roda
pemerintahannya dengan sistem demokrasi atau asas musyawaroh, sebagaimana
sistem yang diterapkan pada masa Khulafaur Rasyidin, yang menghargai hak
kewajiban sesama serta menghapus sistem kasta.

55
DAFTAR PUSTAKA

Badri Yatim. 1998. Sejarah Peradaban Islam, Cetakan 7. Jakarta: Raja Grafindo
Persada

Munir Amin Samsul.Cetakan ke-Tujuh, April 2018. Sejarah Peradaban Islam,


Jakarta: Sinar Grafika Offset
Ahmad Al-Usairy. 2006. Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad
XX, (Terjemah dari At-Tarikh Al-Islamy). Jakarta: Akbar Media Eka Sarana.
Chapra, Umer, Pemikiran Ibnu Khaldun, http://www.halalguide.info/content/view/
432/46.
Wikipedia.org/wiki/Daftar_Kaisar_Mughal

56

Anda mungkin juga menyukai