Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“SIRKUMSISI DALAM ISLAM”

Di Susun Oleh:
Budiman (2018200085)
Pinastika Dewanti ()
Mahmud ()
Nisaul kholifa ()
Fajar Muflihun()
Analist Pratama()

PRODI D III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN JAWA TENGAH
DI WONOSOBO
TAHUN 2020/2021
 DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………… i

KATA PENGANTAR …………………………...……………….…………… ii

DAFTAR ISI ………………………………………………………………….. iii

BAB 1 PENDAHULUAN ……………………………………………………. 1

A. Latar Belakang ……………………………..……………………………… 1

B. Rumusan Masalah ………………………………………….……………… 2

C. Tujuan Penulisan ………………………………………………………….. 3

D. Manfaat Penulisan ………………………………………………………….. 4

BAB 2 PEMBAHASAN ……………………………………………………… 5

A. Sirkumsisi dalam Islam ………...……………………………………………. 5

B. Tradisi Sifon di NTT ……………..………………………………………….. 7

C. Sirkumsisi pada wanita …………...………………………………………….. 8

BAB 3 PENUTUP ….…………………………………………………………. 9

A. Kesimpulan ……………………………………………………………….. 10

B. Saran ………………………………………………………………………… 11

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….. 12


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat,karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Sirkumsisi Dalam Islam.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka


menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Sirkumsisi Dalam
islam. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah
kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya.Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orangyang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata-katayang kurang berkenan dan kami
memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa
depan.

Wonosobo,16 Desember 2020


BAB 1
A.Latar Belakang
Sirkumsisi atau pembuangan kalup penis telah dilakukan sejak zaman
prasejarah, dilihat dari gambar-gambar di gua yang berasal dari zaman batu dan
makam mesir purba. Alasan tindakan ini masih belum jelas pada masa itu, tetapi
teori-teori memperkirakan bahwa tindakan ini merupakan bagian dari ritual
pengorbanan atau persembahan, tanda penyerahan kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa, langkah menuju kedewasaan, tanda kekalahan atau perbudakan, serta
upaya untuk mengubah estetika atau seksualitas (BKKBN, 2007).

Dalam ajaran agama Islam, sirkumsisi dilakukan karena alasan ibadah


sebagai kelanjutan dari millah atau ajaran Nabi Ibrahim a.s. Rasulullah SAW
bersabda, “Kesucian (fitrah) itu ada lima: khitan, mencukur bulu kemaluan,
mencabut bulu ketiak, memendekkan kumis, dan memotong kuku” (HR Bukhari
Muslim) (republika.co.id, 2013). Sedangkan agama Yahudi menyebut khitan
(sunat) sebagai suatu perjanjian atas perintah Allah SWT. Pandangan umat
Buddha tentang khitan mirip dengan pandangan terhadap perkawinan. Bagian
tubuh yang menghasilkan keturunan itu disucikan bagi Allah SWT, dimatikan dari
hal-hal yang berbagai kekafiran dengan pencurahan darah yang merupakan
lambang kematian. Walaupun ada perbedaan sudut pandang antara agama, tetapi
tujuan dari sirkumsisi ini sama yaitu untuk mensucikan diri. Sirkumsisi 2
dipandang dari sisi medis sangat bermanfaat karena kebersihan penis dapat
terjaga.

Preputium atau kulit penutup depan penis yang menjadi tempat


berkumpulnya sisa-sisa air seni dan kotoran lain yang membentuk zat warna putih
disebut smegma, ini sangat potensial sebagai sumber infeksi. Tindakan
membuang kulit atau preputium maka resiko terkena infeksi dan penyakit lain
menjadi lebih kecil (BKKBN, 2006).

Namun, masih banyak juga orang tua yang belum mengetahui apa saja
yang harus dilakukan setelah anak mereka menjalani sikumsisi, terutama tentang
perawatan untuk penyembuhan luka. Keluarga khususnya di daerah pedesaan
belum mengerti pentingnya nutrisi untuk penyembuhan luka. Mereka
beranggapan bahwa makan makanan seperti tahu, tempe, telur dan makanan yang
mengandung protein akan membuat luka khitan menjadi gatal. Sehingga tarak
makan membudaya dikalangan masyarakat. Apabila dalam suatu wilayah
mempunyai budaya tertentu, maka sangat mungkin masyarakat disekitarnya
melakukan budaya tersebut (Mubarak, 2007:30).

Angka kejadian pasca sirkumsisi yang melakukan tarak (pantang) terhadap


makanan di Inggris dan Kanada dari jumlah penduduk 227,65 juta jiwa tahun
2008 dengan luas wilayah 9.970.610 Km persegi ditemukan sebanyak 5-15%
(Hapsari, 2010). Negara Indonesia tahun 2006 angka kejadian tarak (pantang)
terhadap makanan 35-45% (Suprabowo,2006). Provinsi Jawa Timur tahun 2000
angka kejadian post sirkumsisi 39,6% yang tarak (pantang) terhadap makanan
(Depkes RI, 2008). Data ini menunjukkan bahwa pantang makanan masih banyak
dilakukan oleh masyarakat.

Kepercayaan untuk berpantang makan setelah proses sirkumsisi atau


khitan dengan tujuan luka khitan menjadi cepat sembuh masih banyak dianut oleh
masyarakat terutama oleh para orang tua (Kopertis, 2012). Tarak (Pantang)
terhadap makanan sebenarnya tidak boleh dilakukan oleh anak pasca sirkumsisi
karena dapat memperlambat proses penyembuhan luka sirkumsisi, dan dalam
proses penyembuhan luka sangat membutuhkan protein, maka setelah
disirkumsisi dianjurkan untuk makan dalam pola yang benar sesuai dengan
kualitas dan kuantitasnya (Iskandar, 2010).Kejadian ini disebabkan karena
kuatnya pengaruh sosial budaya terhadap kebiasaan sehari-hari. Adat dan tradisi
tersebut yang mendasari masyarakat pedesaan dalam memilih dan menyajikan
makanan (Marin, 2009). Selain tarak, sebagian orang tua di desa menyuruh
anaknya yang sudah dikhitan untuk memakai pakaian yang erat, mereka
beranggapan agar alat kelamin tidak berubah posisi selama di perban. Kondisi ini
bertentangan dengan teori bahwa disebutkan setelah dikhitan hendaknya memakai
pakaian yang longgar agar tidak terjadi gesekan dan mempercepat luka kithan
kering. Ada juga orang tua yang beranggapan ketika ingin membuka luka perban,
anaknya disuruh untuk berendam terlebih dahulu agar perban mudah dilepas.
Anggapan tentang perawatan khitan itu masih banyak muncul dikalangan
masyarakat desa.

Secara teori proses penyembuhan luka justru membutuhkan nutrisi ekstra


untuk menumbuhkan jaringan baru. Dalam proses penyembuhan luka
memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral
seperti Fe, Zn (Ismail, 2005). Begitu juga dengan luka pasca sirkumsisi. Persepsi
keluarga dalam arti orang tua sangat berpengaruh pada 4 proses penyembuhan
luka sirkumsisi anaknya. Anak biasanya menuruti apa yang di katakan oleh orang
tuanya.

Hendaknya orang tua mengetahui hal-hal yang harus dilakukan setelah


anaknya disirkumsisi, baik perawatan maupun nutrisi yang dibutuhkan untuk
penyembuhan luka.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan fenomena di latar belakang masalah, maka peneliti


merumuskan masalah “Bagaimana Sirkumsisi menurut islam,Tradisi Sifon di
NTT,dan Bagaimana Sirkumsisi bagi wanita?

C.Tujuan Penulisan

Mengidentifikasi bagaimana Sirkumsisi dalam islam? Tradisi Sifon di


NTT?dan Bagaimana Sirkumsisi terhadap Wanita?

D.Manfaat Penulisan

1.1 Manfaat Teoritis

1.1.1 Bagi Peneliti

Sebagai pengembangan ilmu pengetahuan tentang perawatan anak pasca


sirkumsisi.

1.1.2 Bagi Ilmu Keperawatan Memberikan


sedikit ilmu keperawatan pada mahasiswa dan dapat dijadikan sebagai bahan
untuk peneliti selanjutnya

1.1.3 Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi masukan untuk institusi Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Sains al quran Wonosobo sebagai pengembangan
ilmu yang telah ada dan dapat dijadikan bahan untuk peneliti selanjutnya.

1.2 Manfaat Praktis

1.2.1 Bagi Masyarakat Meningkatkan wawasan dan pengetahuan masyarakat


khususnya orang tua tentang perawatan sirkumsisi yang nantinya diharapkan
orang tua dapat kooperatif dan mengetahui hal apa saja yang harus diperhatikan
dalam proses penyembuhan luka pasca sirkumsisi.

BAB 2

A. Sirkumsisi dalam Islam

1. Pengertian
Sirkumsisi atau dikenal dengan sebutan khitan dalam Islam berasal dari
kata khatnun ((‫ خَ ْتن‬yang berarti memotong. Secara terminologis istilah
khitan adalah sebagai berikut :

ْ َ‫ق‬
‫ط ُع ْالقُ ْلفَ ِة ِمنَ ال َّذ َك ِر َوالنَّ َوا ِة ِمنَ ااْل ُ ْنثَى‬
Artinya, memotong qulfah ( kulit penutup depan) dari penis dan nawah
( kulit di bawah klitoris ) dari perempuan .
2. Pensyariatan ( Masy’uriyah )
Tindakan mengkhitan atau memotong sebagian dari ujung kemaluan
sebagai bagian dari ritual peribadatan adalah hal yang telah lama
disyariatkan, jauh sebelum syariat Nabi Muhammad diturunkan ke muka
bumi.
1. Sejak Masa Nabi Ibrahim
Disebutkan bahwa khitan disyariatkan kepada Nabi Ibrahim ketika
beliau berusia 80 tahun, sebagaimana telah diriwayatkan dalam hadits
berikut :
ْ ً‫اِ ْختَتَنَ اِ ْب َرا ِه ْي ُم النَّبِ ُي ﷺ َوهُ َو ابْنُ ثَ َما نِ ْينَ َسنَة‬
‫بالقَ ُدوْ ِم‬
Meskipun syariat tersebut turun kepada Nabi Ibrahim, dalam syariat
yang turun kepada Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬ternyata tidak
dihapus, melainkan diperkuat perintahnya. Perintah berkhitan yang
turun kepada Nabi Ibrahim termasuk langgeng untuk dilakukan.
Seperti yang telah dikatakan dalam Al-Qur’an sebagai berikut :
‫ك اَ ِن اتَّبِ ْع ِملَّةَ اِ ْب َرا ِه ْي َم َحنِ ْيفًا‬
َ ‫ثُ َّم اَوْ َح ْينَا اِلَ ْي‬
Artinya : Kemudian Kami wahyukan kepadamu ( Muhammad ) : “
Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif”. ( Q.S. An-Nahl : 123 )
Ayat tersebut memerintahkan umat Nabi Muhammad ‫ﷺ‬
agar mengikuti tata cara ritual Nabi Ibrahim.

2. Syariat bagi Umat Muhammad


Perintah berkhitan untuk umat Nabi Muhammad salah satunya
disebutkan dalam nash syar’i yang berbunyi :
ْ َ ‫ب َوتَ ْنفُ ااْل ِ ْب ِط َوتَ ْقلِ ْي ُم ااْل‬
ِ َ‫ظف‬
‫ار‬ ِ ‫ار‬ ْ ِ‫َخ ْمسُ ِمنَ ْالف‬
ِ ‫ ااْل ِ ْستِحْ دَا ُد َو ْال ِختَانُ َوقَصَّ ال َّش‬: ‫ط َر ِة‬
Artinya : Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata bahwa
Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Lima dari fithrah : memotong
bulu kemaluan, khitan, memotong kumis, mencabut bulu ketiak, dan
memotong kuku.” ( HR Bukhori )
3. Hukum Khitan
Hukum melakukan khitan menurut Imam Syafi’i adalah wajib. Disebutkan
dalam salah satu kitab madzhab Asy-Syafi’iyah, yaitu kitab Al-Majmu’
Syarah Al-Muhadzab bahwa khitan wajib hukumnya atas laki-laki dan
wanita, menurut kami. Dan itulah pendapat kebanyakan ulama salaf. Ibnu
Qudamah dalam kitabnya Al-Mugnhi menjelaskan bahwa khitan bagi laki-
laki hukunya wajib dan kemuliaan bagi perempaun dilandaskan kepada
firman Allah dalam surat An-Nisa ( 4) : 125, yang memerintahkan Nabi
Muhammad agar mengikuti ajaran Nabi Ibrahim. Selain itu, imam syafi’i
menghukumi wajib karena Nabi Muhammad diperintahkan untuk
mrngikuti syariat Nabi Ibrahim ( Q.S. AN-Nahl : 123 ) dan sekiranya
khitan tidak wajib, mengapa orang yang khitan membuka aurat yang
diharamkan.
Sedangkan menurut jumhur ( mayoritas ulama’ ) khitan bagi laki-laki
muslim hukumnya wajib.

4. Usia Anak Dikhitan


Sementara itu, ulama dari Madzhab Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah yang
mewajibkan khitan maksimal dilakukan pada seorang anak laki-laki
mencapai baligh. Dasarnya, sebelum baligh, tidak ada kewajiban untuk
berthaharah atau bersuci.
Namun, dalam pandangan Madzhab Syafi’iyah, bila dilakukan sebelum
baligh hukumnya mustahab ( disukai ). Yang secara resmi difatwakan
sebenarnya adalah pada hari ketujuh kelahiran, dengan merujuk pada
tindakan Rasulullah yang mengkhitan Hasan dan Husain pada hari ke
tujuh kelahiran.
Tetapi, madzhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah, dan Al-Hanabilah
menyebut khitan pada usia tersebut kurang disukai karena mirip dengan
kebiasaan orang Yahudi maka, dianjurkan khitan pada usia antara 7-10
tahun dengan dasar Nabi mensyariatkan orang tua untuk memerintah anak
yang sudah berusia 7 tahun untuk sholat, dan bila usianya sudah mencapai
10 tahun belum sholat boleh dipukul.

5. Manfaat Khitan
1. Bagi Laki-Laki
a. Membawa kebersihan dan keindahan.
Bagi kaum laki-laki, khitan berarti berarti memotong kulup. Jika
mereka tidak dikhitan, maka kulupnya akan tetap ada. Padahal
kulup adalah kulit yang menutupi kepala penis dan menjadi tempat
berkumpulnya kotoran dari keringat atau pun sisa air kencing. Oleh
sebab itu, selain bisa menimbulkan bau yang tidak enak, kulup juga
berpotensi meningkatkan smegma ( cairan pelumas putih ). Jika
semgma tidak dibersihkan maka lama-lama bisa menyebabkan
phimposis ( kulup menempel pada kepala penis dan susah untuk
ditarik kembali ).
b. Menjaga diri dari najis
c. Membantu kelancaran buang air kecil
Khitan memotong bagian kulit yang menutup lubang keluarnya air
kencing, sehingga buang air kecil menjadi lancar.
2. Bagi Perempuan
a. Membawa kebersihan dan keindahan.
b. Meminimalkan infeksi yang terjadi karena penumpukan mikroba di
bawah klitoris.

Asrorun Ni’am Sholeh & Lia Zahiroh.2018.Hukum dan Panduan Khitan :


Laki-laki dan Perempuan.Jakarta : Erlangga.

Ahmad Sarwat.2019.Ensiklopedi Fikih Indonesia 2 : Taharah. Jakarta :


Gramedia Media Utama.

B. Tradisi Sifon di NTT

1.Pengertian

Sifon adalah tradisi sunat yang turun-temurun dianut oleh suku Atoni Meto di
daerah Nusa Tenggara Timur. Jika pada umumnya sunat dilakukan saat anak laki-
laki masih kecil, sifon ditujukan bagi remaja pria setelah menginjak usia 18 tahun.
Sifon biasanya dilaksanakan pada musim panen dan memakan waktu selama tiga
minggu sampai satu bulan lamanya.

2.prosesi sifon

Sebelum disunat, sang pemuda akan diminta untuk mengumpulkan dan


menghitung batu sesuai dengan jumlah perempuan yang pernah terlibat hubungan
seks dengannya. Setelah itu, tukang sunat yang disebut ahelet akan meminta
pemuda tersebut berendam di dalam air sungai yang mengalir.

Prosesi sifon dilakukan di sungai guna mencegah pemuda tersebut kehilangan


banyak darah setelah disunat. Pasalnya, ahelet akan melakukan sunat pakai bambu
yang diruncingkan bukannya pakai laser atau pisau bedah steril.

Sunatan akan diawali dengan menjepit kulit kulup pakai bambu. Setelahnya, luka


di penis akan dibalut dengan daun kom (daun yang digunakan untuk
mengawetkan mayat) dengan tujuan mengurangi perdarahan. Untuk mengganti
darah yang keluar, ahelet akan meminta sang pemuda untuk meminum darah
ayam dicampur dengan air kelapa.

Ritual kemudian ditutup dengan hubungan seksual dengan tujuan menyembuhkan


luka sunat dan membuang kesialan. Hubungan seksual dilakukan dengan
perempuan asing yang tidak ada hubungan keluarga maupun kerabat dengan pria
tersebut. Sebab, perempuan tersebut dipercaya akan menerima “panas” dari sang
pria yang disunat, sehingga tidak boleh berhubungan lagi dengan pria yang sama.

Selain untuk mengusir penyakit dan membawa sial, istilah “panas” juga merujuk
pada pembaharuan jiwa menjadi suci seperti pertama kali dilahirkan, sekaligus
meminta berkah kesuburan alam. Hubungan seksual dengan perempuan yang
tidak dikenalnya juga dipercaya dapat mempercepat proses penyembuhan luka
sunat.

3.Efek samping
Sunat pakai bambu adalah tindakan yang tidak steril. Risiko yang paling utama
jelas adalah infeksi. Pasalnya, bambu yang dipakai sudah lebih dulu terpapar oleh
bakteri dan kuman dari lingkungan sekitar sebelum digunakan di dekat organ vital
Anda. Tidak menutup kemungkinan juga bambu tersebut
mengandung pestisida atau polutan lainnya yang sama sekali tidak diperuntukkan
untuk penis.

Meski sudah disikat atau dibersihkan terlebih dahulu, kuman tetap saja bisa
berpindah dari permukaan kulit bambu ke kulit organ intim Anda. Akibatnya,
sunat dengan cara ini akan meningkatkan risiko iritasi, infeksi bakteri, hingga
bahkan infeksi jamur.

Selain meningkatkan risiko infeksi bakteri, bukannya tidak mungkin bambu


tersebut bisa hancur menjadi pecahan yang tajam yang dapat merobek dan
mencederai kulit organ intim. Terlebih, luka bekas jahitan sunat pakai bambu akan
terus dibiarkan terbuka tanpa dijahit. Tindakan ini dapat merisikokan si empunya
tubuh untuk kehilangan banyak darah yang dapat menyebabkan kematian jika
terlambat ditangani. Jikapun berhasil melewati prosesi tersebut, luka sunat sifon
dapat menyebabkan rasa nyeri yang berkepanjangan.

4.Sunat sifon meningkatkan risiko penularan penyakit kelamin

Karena luka sunatnya tidak steril, luka tersebut bisa berkembang menjadi infeksi
yang yang berakibat kerusakan jaringan pada daerah penis tersebut. Kemudian
karena sang pemuda harus langsung berhubungan seksual segera setelah disunat,
hal ini akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit menular seksual
baik sifilis, gonore, bahkan HIV — baik bagi pria maupun bagi wanitanya.

C. Sirkumsisi pada wanita


Khitan atau sunat adalah menghilangkan bagian tertentu dari alat kelamin
baik laki laki maupun perempuan. Secara medis, sunat disebut sirkumsisi,
Sunat terutama untuk laki laki sudah menjadi sesuatu yang lumrah yaitu
dengan menghilangkan atau memotong preputium/kulup yang terdapat
diujung kelamin laki laki. Sedangkan sunat untuk perempuan masih banyak
diperdebatkan baik boleh tidaknya, baik buruknya dan juga bagaimana
caranya, karena ditinjau dari sudut medis, sunat pada perempuan tidak
memiliki manfaat sama sekali.

Metode Sunat Perempuan Menurut WHO


 Clitoridectomy, yaitu insisi (sayatan) kulit di sekitar klitoris (kulup),
dengan atau tanpa mengiris/menggores bagian atau seluruh klitoris
atau khitan secara simboleis.
 Eksisi, berupa pemotongan klitoris disertai pemotongan sebagian atau
seluruh bibir kecil kemaluan (labia minora).
 Infibulation, berupa pemotongan bagian atau seluruh alat kelamin luar
disertai penjahitan/penyempitan lubang vagina (infibulasi).
 Segala macam prosedur yang dilakukan pada genital untuk tujuan non-
medis, penusukkan, perlubangan, atau pengirisan/penggoresan
terhadap klitoris.
Di Indonesia, peraturan tentang sunat pada wanita juga menimbulkan
banyak kontroversi, baik di kalangan ulama maupun kelompok lainnya.
Padahal sebenarnya, padatahun 2010, Kementerian Kesehatan sudah pernah
mengeluarkan Permenkes Nomor 1636 Tahun 2010 tentang sunat perempuan -
walaupun kemudian dilakukan pencabutan yang tertera dalam Permenkes
Nomor 6 Tahun 2014. Di Indonesia, praktik sunat perempuan sangat beragam
dan tidak memiliki konsekuensi menguntungkan bagi perempuan dari segi
medis.

Efek Jangka Pendek Sunat Pada Perempuan


 Perdarahan yang mengakibatkan syok atau kematian
 Infeksi pada seluruh organ panggul yang mengarah pada sepsis
 Tetanus yang menyebabkan kematian
 Gangrene yang dapat menyebabkan kematian
 Sakit kepala yang luar biasa mengakibatkan syok
 Retensi urine karena pembengkakan dan sumbatan pada uretra.
Efek Jangka Panjang Sunat Pada Perempuan
 Rasa sakit berkepanjangan pada saat berhubungan seks
 Penis tidak dapat masuk dalam vagina sehingga memerlukan tindakan
operasi
 Disfungsi seksual (tidak dapat mencapai orgasme pada saat
berhubungan seks)
 Disfungsi haid yang mengakibatkan hematocolpos (akumulasi darah
haid dalam vagina), hematometra (akumulasi darah haid dalam rahim),
dan hematosalpinx (akumulasi darah haid dalam saluran tuba)
 Infeksi saluran kemih kronis
 Inkontinensi urine (tidak dapat menahan buang air kecil)
 Bisa terjadi abses, kista dermoid, dan keloid (jaringan parut mengeras).
 Gangguan psikis dan trauma pada wanita
Berbeda dengan sunat pada laki-laki yang memiliki berbagai dampak
positif diantaranya mengurangi risiko infeksi saluran kemih yang sering
terjadi khususnya di masa balita serta mengurangi risiko infeksi pada
pasangan yang berhubungan dengan Infeksi Penyakit Menular Seksual (IMS)
termasuk HIV, sunat pada perempuan justru memiliki lebih banyak dampak
negatif.

Inilah mengapa sunat pada perempuan kini tidak dianjurkan dan tidak lagi
dilakukan di banyak Rumah Sakit di Indonesia. Dengan edukasi yang baik dan
tepat pada keluarga dan masyarakat, diharapkan praktik sunat pada anak
perempuan sepenuhnya dihilangkan. Jika tetap ingin dilakukan karena
tuntutan agama, sebaiknya hanya dilakukan secara simbolis dan tidak
menggunakan alat-alat yang merusak atau menimbulkan luka pada alat
kelamin perempuan tersebut.

skata.info/article/detail/357/fakta-dibalik-sunat-pada-perempuan
BAB 3

A.KESIMPULAN :

Sirkumsisi atau khitan adalah suatu tindakan memotong sebagian


kemaluan sebagai bagian dari ritual peribadatan, yang telah lama dilakukan
jauh sebelum Nabi Muhammad SAW diturunkan ke muka bumi yaitu sejak
jaman Nabi Ibrahim AS. Dan dilanjutkan sebagai syarat bagi umat
Muhammad SAW untuk selalu berkhitan.

Hokum khitan menurut Imam Syafii adalah wajib, karena Nabi


Muhammad SAW diperintahkan untuk mengikuti syariat Nabi Ibrahim AS.
Sedangkan untuk jenjang usia ketika berkhitan adalah maksimal dilakukan
bagi seorang laki laki adalah usia baligh, namun dalam pandangan imam
Syafii bils dilakukan sebelum usia baligh hukumnya mustahab (disukai).
Sedangkan manfaat khitan sendiri bagi kaum laki laki dan perempuan adalah :
1.membawa kebersihan dan keindahan 2.menjaga diri dari najis 3.
Meminimalisir infeksi karena penumpukan mikroba.
Adapun tradisi khitan yang ada di nusantara salah satunya yaitu tradisi Sifon
yang ada di NTT.

Tradisi dilakukan dgn cara cukup ektrim dengan memotong kemaluan pria
menggunakan bamboo kemudia dibalut dengan daun kom atau daun yang
digunakan untuk mengawetkan mayat.
Tentu tradisi ini berbahaya dan memiliki efek sampingkarena tindakan yang
dilakukan tifda steril dan dapat menimbulkan infeksi.
Sedangkan metode sunat bagi kaum wanita menurut WHO adalah dengan cara
menyayat kulit disekitar klitoris (kulup), dengan pemotongan sebagian atau
seluruh bibir kemaluan (labia minora).
Tentu tindakan ini dapat mengakibatkan efek jangka panjang dan pendek bagi
kaum perempuan diantaranya,
1.pendarahan yang mengakibatkan syok atau kematian
2.infeksi pada seluruh anggota panggul
3.rasa sakit berkepanjangan saat berhubugan seks
4.disfungsi seksual
5.gangguan psikis dan trauma pada wanita itu sendiri
6.tetanus dan dapat mengakibatkan kematian

B.SARAN :

Sirkumsisi atau khitan adalah wajib bagi kaum laki laki karena mengikuti
sunnah dari Rasulnya yatiu Muhammad SAW, dan telah dibuktikan baik oleh
para ahli medis.
Dan sebaiknya tidak dilakukan oleh kaum perempuan karena dapat
mengakibatkan efek jangka panjang yang mengganggu bagi wanita itu sendiri
ketika melakukkan sirkumsisi atau khitan dan badan kesehatan dunia WHO
juga telah melarang perkhitanan pada wanita dan telah dicabut aturan oleh
Menkes RI pada tahun 2014.

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Pediatrics (AAP).(2012). Circumcision Policy Statement,


Task Force onCircumcision.Pediatrics.

Antigona H , Marija S, Muharrem J, Serpil. (2011). Preemptive analgesiceffects


of midazolam and diclofenac in rat model. BosnianJournal of Basic Medical
Sciences. 11(2):113-118.
Bachsinar, B. (1993). Sirkumsisi (Edisi Keempat). Jakarta : Hipokrates.

Anda mungkin juga menyukai