Anda di halaman 1dari 16

Pendahuluan

Kehidupan manusia adalah kehidupan yang kompleks dimana banyak faktor-faktor


yang dapat mempengaruhi kehidupan itu sendiri. Salah satu faktor yang mempengaruhi
kehidupan manusia adalah faktor dari tubuh manusia itu sendiri. seperti yang telah kita
ketahui, tubuh manusia tersusun dari bermilyar-milyar sel yang memiliki bentuk dan fungsi
yang berbeda-beda.1-3 Semua sel-sel itu akan menyusun suatu bentuk yang lebih kompleks
yang dinamakan sebagai sebuah jaringan. 4 Semua jaringan itu akan membentuk suatu organ,
yang pada akhirnya semua organ itu akan saling berkolaborasi dalam suatu sistem yang
sangat teliti dan terampil dalam menjalankan proses kehidupan.4,5
Homeostasis adalah suatu istilah yang merupakan keadaan stasis dan seimbang
dimana keadaan inilah yang dapat dianggap sebagai patokan dalam menentukan apakah
seseorang dapat dikatakan sehat dan tidak. Keadaan seimbang ini dicapai dengan cara
mengkolaborasikan berbagai jenis sistem organ yang kompleks dalam tubuh manusia yang
menunjang kehidupan manusia yang bersangkutan.1-3
Sesuai dengan pengertian homeostasis pada umumnya, tentunya terdapat berbagai
faktor yang dapat mengganggu homeostasis itu sendiri, baik yang berasal dari dalam atau luar
tubuh. Salah satu seperti yang disebutkan dalam skenario adalah keadaan demam. Keadaan
demam ini adalah suatu respon inflamasi dimana tubuh berusaha menyingkirkan hal-hal yang
bersifat merugikan tubuh, seperti salah satunya adalah pathogen. Pathogen adalah suatu
partikel yang menyebabkan tubuh bergeser dari keadaan homeostasisnya menjadi keadaan
yang tidak seimbang. Oleh karena itu, diperlukan suatu intervensi medik dalam rangka
mengembalikan keadaan tersebut ke keadaan semula.
Berdasarkan skenario, yaitu seorang laki-laki berusia 54 tahun datang dengan keluhan
demam sejak satu minggu yang lalu. Untuk dapat mendiagnosis penyakit sesuai dengan
skenario, maka terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu anamnesis yang baik,
dimana anamnesis akan memberikan data-data yang diperlukan mengenai penyakit tersebut.
Kemudian dari hasil anamnesis tersebut kita dapat memperkirakan penyakit yang diderita
pasien. Informasi yang dapat diambil tidak hanya dari pembicaraan secara verbal saja, namun
dapat pula diambil dari aspek nonverbal, seperti gaya bicara pasien, mimic wajah, dan
sebagainya.6-7 Kemudian akan dilakukan berbagai pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang apabila perlu yang akan membantu memastikan diagnosis penyakit yang diderita
tersebut. Oleh karena itu, penulis akan membahas lebih dalam lagi mengenai berbagai
langkah-langkah diagnosis penyakit sesuai dengan skenario dan berbagai hal terkait.
Anamnesis
Mengumpulkan data-data dalam anamnesis biasanya ialah hal yang pertama dan sering
merupakan hal yang terpenting dari interaksi dokter dengan pasien. Dokter mengumpulkan
banyak data yang menjadi dasar dari diagnosis, dokter belajar tentang pasien sebagai manusia
dan bagaimana mereka telah mengalami gejala-gejala dan penyakit, serta mulai membina
suatu hubungan saling percaya. Anamnesis dapat diperoleh sendiri (auto-anamnesis) dan atau
pengantarnya disebut allo-anamnesis.
Ada beberapa cara untuk mencapai sasaran ini. Cobalah untuk memberikan lingkungan
yang bersifat pribadi, tenang, dan bebas dari gangguan. Dokter berada pada tempat yang
dapat diterima oleh pasien, dan pastikan bahwa pasien dalam keadaan nyaman.
Dengan anamnesis yang baik dokter dapat memperkirakan penyakit yang diderita pasien.
Anamnesis yang baik harus lengkap, rinci, dan akurat sehingga dokter bkan saja dapat
mengenali organ atau sistem apa yang terserang penyakit, tetapi kelainan yang terjadi dan
penyebabnya.
Anamnesis dilakukan dan dicatat secara sistematis. Ia harus mencakup semua hal yang
diperkirakan dapat membantu untuk menegakkan diagnosis. Ada beberapa point penting yang
perlu ditanyakan pada saat anamnesis, antara lain:
1. Identitas Pasien : Nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, alamat,
pendidikan, pekerjaan, suku bangsa dan agama.
2. Keluhan Utama: Pasien perempuan berusia 60 tahun menglami nyeri pada tangan setelah
jatuh dengan bertumpu pada tangan sejak 2 jam yang lalu
3. Riwayat Penyakit Sekarang
- Waktu dan lama keluhan berlangsung: muncul sejak 2 jam yang lalu
- Sifat nyeri : berkelanjutan
- Keluhan penyerta: tidak ada
4. Riwayat Penyakit Dahulu
- Menanyakan apakah pasien pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya? Cari
tahu riwayat penyakit dahulu dari kondisi medis apapun yang signifikan.
- Menanyakan pernahkah mengalami masalah nyeri dengan karakteristik yang sama
sebelumnya.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
- Menanyakan apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan yang
dialami oleh pasien.
6. Riwayat Sosial dan Pribadi
- Tidak ada

Secara ringkas hasil anamnesis yang didapatkan sebagai berikut. Seorang perempuan
berusia 60 tahun nyeri pada tangan setelah jatuh di wc dengan tangan menunpu berat badan
sejak 2 jam yang lalu. Berdasarkan hasil anamnesis didapatkan informasi bahwa ia terjatuh
di toilet dengan tangan menumpu berat badan dan mengalami nyeri. Nyeri yang dirasakan
bersifat kontinu dengan focus pada bagian lengan bawah. Terdapat nyeri tekan dan sendi
tidak dapat digerakkan. Tidak ada informasi mengenai apakah terdapat nyeri pada bagian
pelvis atau tidak. Tidak ada informasi mengenai upaya apakah yang sudah dilakukan untuk
membantu meringankan rasa sakit pada pasien tersebut.

Pemeriksaan Fisik
Hasil dari pemeriksaan fisik adalah sebagai berikut. Tingkat kesadaran pasien adalah
kompos mentis dengan keadaan umum sakit ringan. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
dalam batas normal. Pada inspeksi didapatkan edema dan deformitas pada lengan bawah
dekstra. Kemudian pada palpasi ditemukan adaya penonjolan tulang ke arah dorsal dari os
radius. Tidak ditemukan adanya luka terbuka.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang paling dianjurkan untuk kasus ini adalah pemeriksaan
radiologis dimana pemeriksaan ini akan menentukan jenis fraktur yang terjadi pada pasien
tersebut. Pada pemeriksaan radiologis didapatkan fragmen tulang os radius ke arah dorsal.
Tidak ditemukan informasi lebih lanjut untuk working diagnosis yang sebenarnya, tetapi
tanpa pemeriksaan radiologis, maka diagnosis kerja yang paling tepat adalah fraktur tertutup
antebrachii dekstra 1/3 distal.

Diagnosis Kerja
Diagnosis kerja yang paling tepat untuk kasus ini adalah fraktur tertutup antebrachii
dekstra 1/3 distal.

Diagnosis Banding
Deformitas Gejala Klinis Investigasi Banding

Smith Fracture Nyeri pada bagian distal Pemeriksaan radiologis


antebrachii dengan adanya
deformitas dan angulasi
distal os radius ke arah
ventral. Dapat juga disertai
dengan fracture pada
metacarpal V
Colles Fracture Nyeri pada bagian distal Pemeriksaan radiologis
antebrachii dengan adanya
deformitas dan angulasi
distal os radius ke arah
dorsal. Dapat juga disertai
dengan fracture avulsi pada
processus styloideus ulna.
Barton’s Fracture Nyeri pada bagian distal Pemeriksaan radiologis
antebrachii dengan adanya
fraktur ujung os radius
disertai dengan adanya
dilokasi articulatio
radiometacarpal. Dapat
terjadi angulasi ke ventral
atau ke dorsal tergantung
arah dari trauma. Fraktur ini
juga merupakan fraktur
intraartikular yang
membedakannya dengan
Colles dan Smith Fracture.
Galleazi Fracture Nyeri pada region Pemeriksaan radiologis
antebrachii dengan fraktur
pada os radius distal disertai
adanya dislokasi dari caput
ulna.
Monteggia Fracture Nyeri pada region Pemeriksaan radiologis
antebrachii dengan fraktur
pada os ulna proksimal
dengan disertai dislokasi
dari caput radius.

Definisi

Fraktur adalah suatu keadaan dimana tulang mengalami keretakan pada tulang, kartilago,
dan sejenisnya yang menyebabkan terjadinya gangguan pada motilitas sendi dan fungsinya dalam
melakukan berbagai aktivitas. Fraktur juga merupakan suatu patahan pada kontinuitas struktur
tulang berupa retakan, patahan, atau pengisutan dimana fragmen tulang tersebut mengalami
pergeseran.6,7

Etiologi

Fraktur dapat terjadi ketika suatu gaya yang bekerja pada tulang melebihi kekuatan tahanan
pada tulang yang bersangkutan. Fraktur juga dipengaruhi oleh faktor intrinsic dan ekstrinsik. Faktor
ekstrinsik yang berlaku adalah seperti seberapa sering tulang yang bersangkutan mengalami stress,
seberapa besar gaya yang bekerja pada tulang, arahnya, dan percepatan gaya yang bekerja pada
tulang tersebut. Sedangkan faktor intrinsic yang bekerja pada fraktur adalah seberapa tinggi densitas
tulang yang bersangkutan, tingkat absorben gaya pada sendi, tingkat elastisitas sendi, kekuatan dan
ketahanan sendi dan sebagainya. Salah satu contoh dari fraktur intrinsic adalah fraktur avulsi yang
biasanya terjadi karena tarikan dari tendon tempat fragmen tulang tersebut patah. 6,8

Tulang mengalami fraktur oleh karena trauma secara langsung atau tidak langsung. Fraktur
langsung adalah fraktur yang terjadi akibat gaya yang bekerja langsung pada lokasi patahan, seperti
terbentur, tertembak, dan lokasi patahan tepat pada lokasi trauma, sedangkan fraktur tidak
langsung adalah fraktur yang terjadi pada lokasi yang berbeda dengan lokasi diberinya gaya
tersebut.6

Type Fraktur

Type fraktur dibagi menjadi dua, yaitu fraktur komplet dan tidak komplet. Fraktur komplet
terjadi apabila tulang yang mengalami fraktur terbagi menjadi dua atau lebih fragmen. Fraktur tipe
ini dibagi menjadi beberapa jenis fraktur, seperti fraktur transversal oblik, spiral, kominutiva dan
sebagainya. Fraktur tipe kedua yaitu inkomplet yaitu fraktur yang tidak menyebabkan patahnya
tulang dan periosteum masih tetap berhubungan. Jenis fraktur ini biasanya adalah greenstick dan
buckle fracture dimana tulang belum terpisah sama sekali. 6-10
Gambar 1. Jenis Fraktur . Fraktur komplet: (a) transversal, (b) segmental, (c) spiral dan fraktur
inkomplet: (d) torus atau buckle dan (e,f) greenstick

Klasifikasi Fraktur9

Fraktur dapat dibedakan jenisnya berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan disekitar,
bentuk patahan tulang, dan lokasi pada tulang fisis.

Fraktur yang pertama adalah berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan sekitar. Fraktur
dapat dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup.

 Fraktur tertutup adalah fraktur yang terjadi apabila tidak terdapat hubungan fragmen tulang
dengan dunia luar.
 Fraktur terbuka adalah fraktur yang terjadi apabila terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan pada bagian kulit. Fraktur terbuka dibagi
menjadi 3 derajat menurut Gustillo, yaitu:
o Derajat 1, dimana luka 1 cm, kerusakan jaringan lunak yang tidak luas, fraktur
sederhana, oblik, transversal, dengan kontaminasi minimal
o Derajat 2, dimana luka > 1cm, kerusakan jaringan lunak tidak luas, bias saja terjadi
avulsi, fraktur kominutif sedang dengan kontaminasi sedang
o Derajat 3, dimana terjadi kerusakan jaringan yang luas, meliputi kulit, otot, saraf,
dan neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat 3, biasanya
ditandai dengan adanya fraktur kominutif massif pada tulang yang bersangkutan
disertai dengan tidak adekuatnya jaringan lunak sekitar untuk menahan fraktur,
kehilangan jaringan lunak, dan kerusakan saraf dan otot yang harus diperbaiki tanpa
melihat kerusakan jaringan lunak.
Berikut ini adalah gambar fraktur terbuka dan fraktur tertutup.

Gambar 2. Fraktur terbuka dan tertutup9

Fraktur yang kedua adalah berdasarkan bentuk patahan. Fraktur jenis ini dibagi menjadi
berbagai jenis fraktur, seperti fraktur transversal, oblik, spiral, segmental, kominutiva, avulsi,
greenstick, dan sebagainya.
Gambar 3. Berbagai jenis fraktur berdasarkan bentuk patahan9

Fraktur yang ketiga adalah fraktur berdasarkan lokasi epifisis. Tulang fisis adalah bagian
tulang yang merupakan lempeng pertumbuhan, bagian ini relatif lemah sehingga strain pada sendi
dapat berakibat pemisahan fisis pada anak – anak. Fraktur fisis dapat terjadi akibat jatuh atau cedera
traksi. Fraktur fisis juga kebanyakan terjadi karena kecelakaan lalu lintas atau pada saat aktivitas
olahraga. Klasifikasi yang paling banyak digunakan untuk cedera atau fraktur fisis adalah klasifikasi
fraktur menurut Salter – Harris :

 Tipe I : fraktur transversal melalui sisi metafisis dari lempeng pertumbuhan, prognosis sangat
baik setelah dilakukan reduksi tertutup.
 Tipe II : fraktur melalui sebagian lempeng pertumbuhan, timbul melalui tulang metafisis,
prognosis juga sangat baik dengan reduksi tertutup.
 Tipe III : fraktur longitudinal melalui permukaan artikularis dan epifisis dan kemudian secara
transversal melalui sisi metafisis dari lempeng pertumbuhan. Prognosis cukup baik meskipun
hanya dengan reduksi anatomi.
 Tipe IV : fraktur longitudinal melalui epifisis, lempeng pertumbuhan dan terjadi melalui
tulang metafisis. Reduksi terbuka biasanya penting dan mempunyai resiko gangguan
pertumbuhan lanjut yang lebih besar.
 Tipe V : cedera remuk dari lempeng pertumbuhan, insidens dari gangguan pertumbuhan
lanjut adalah tinggi.

Berikut ini adalah gambar yag menjelaskan klasifikasi fraktur epifisis menurut Salter-Harris.
Gambar 4. Klasifikasi Fraktur berdasarkan klasifikasi Salter-Harris 10

Epidemiologi

Kejadian trauma menyebabkan lebih dari 140.000 kematian per tahun di US, dan merupakan
penyebab kematian pada usia 1-34 tahun, dan menyebabkan penurunan produktivitas lebih dari
penyakit jantung, kanker, dan stroke. Pengeluaran biaya untuk kecelakaan pun sangat tinggi, yaitu
sekitar 400 miliar US dolar. Setiap tahunnya, lebih dari 50 juta orang Amerika menerima penanganan
medis untuk trauma. Pada negara-negara yang berkembang, kasus trauma hingga fraktur
merupakan kasus tertinggi yang menyebabkan penurunan produktivitas dan lebih tinggi dari
penyakit-penyakit menular seperti TBC dan HIV. 11-13

Kejadian trauma hingga fraktur juga terjadi di negara lain, dan hamper dapat dipastikan
bahwa kejadian seperti ini dapat terjadi pada siapa saja dan dimana saja, serta kapan saja. 12

Insidens fraktur bersifat multifactorial dan sering berkomplikasi karena faktor-faktor lain
seperti usia, sex, komorbiditas, pekerjaan, dan gaya hidup. Hal ini menyebabkan tingginya kasus
fraktur di seluruh dunia. Sebuah survei membuktikan bahwa hamper 6000 kasus fraktur telah
ditangani oleh unit trauma ortopedi di Edinburgh, Scotland dalam satu tahun. 14,15 Gender juga
menentukan terjadinya fraktur dimana hasil penelitian Busse, et al membuktikan bahwa laki-laki
sering terkena kejadian fraktur pada usia muda, disusul oleh kelompo usia diatas 60 tahun,
sedangkan wanita sering terkena fraktur pada usia postmenopause. 16
Jenis-Jenis Fraktur Antebrachii

Regio antebrachii disusun oleh dua tulang, yaitu os radius dan os ulna. Fraktur yang terjadi
pada dua tulang ini dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu fraktur colles, fraktur smith, fraktur barton,
fraktur montegia dan fraktur galeazzi.

Fraktur Colles

Colles fracture pertama kali dikemukakan oleh Abraham Colles pada tahun 1814 dimana
terjadi fraktur transversal pada radius tepat diatas pergelangan tangan, dengan angulasi fragmen
radius distal ke arah posterior. Definisi fraktur colles termasuk : 1) fraktur radius 2 cm diatas sendi
radiocarpal tetapi tidak mengenai sendi tersebut, 2) angulasi fragmen ke arah dorsal dan 3) terkait
pula dengan fraktur processus styloideus Fraktur tipe ini adalah fraktur yang tergolong sering terjadi
pada orang tua terutama wanita yang sudah berada pada masa postmenopause. Oleh karena itu,
banyak sekali kasus yang dilaporkan yang biasanya adalah wanita tua dengan kasus terjatuh dengan
bertumpu pada tangan serta lengan bawah yang terekstensi. 10,17

Gambar 5. Fraktur Colles. Pada foto AP, terlihat adanya fraktur pada processus styloideus ulna,
dan pada pandangan lateral, terdapat angulasi fragmen fraktur os radius ke posterior 17

Mekanisme trauma pada fraktur colles adalah karena gaya yang cukup besar mengenai
tangan pada sumbu panjangnya serta pergelangan tangan dalam posisi ekstensi. Posisi fraktur
adalah pada batas tulang kortikal dan tulang kanselosa, serta fragmen tulang hancur dan
terposisikan ke belakang, dan menyebabkan tulang radius memendek.

Fraktur jenis ini dapat dikenali tanpa aspek radiologis dengan ctampilan seperti “dinner fork
deformity” pada ujung distal radius, dimana bagian posterior mengalamipenonjolan dan anterior
mengalami depresi.
Terapi yang dilakukan untuk fraktur tipe ini tergantung dari apakah fragmen frakturnya
berpindah posisi atau tidak dari posisi asalnya. Jika fragmen fraktur tidak berpindah posisi, maka
dipasang kawat pada sisi posterior selama sehari atau dua hari. X-ray dilakukan pada hari ke 10-14
untuk memastikan fraktur tidak bergeser. Jika telah terjadi pergeseran, maka operasi harus
dilakukan, dan jika tidak maka kawat dapat dilepaskan setelah 4 minggu untuk memulai proses
mobilisasi sendi kembali.10 Jika fragmen frakturnya mengalami perubahan posisi, maka fragmen
tersebut harus direduksi dengan penggunaan anestesi. Tangan dipertahankan posisinya dan tarikan
dilakukan searah panjang tulang, kemudian fragmen didorong ke tempat asalnya dengan menekan
sisi dorsal dan posisi pergelangan tangan harus dalam keadaan fleksi, deviasi ulnar, dan pronasi.
Kemudian hasil di cek dengan x-ray. Setelah berhasil, maka ditempelkan lempengan pada bagian
dorsal dari bawah siku sampai ke tulang metacarpal. Sisi luar tangan dipertahankan dengan
menggunakan perban. Posisi deviasi ulnar dan fleksi ekstrim dihindari. Jika terjadi pembengkakan
pada jari-jari tangan atau terjadi sianosis, maka perban boleh dilepaskan. Latihan pergerakan sendi
boleh dilakukan segera setelah hasil x-ray membuktikan tulang sudah kembali normal.

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur colles adalah yang pertama masalah
sirkulasi. Apabila terdapat gangguan sirkulasi, maka yang harus dilakukan adalah meringankan ikatan
perban. Yang kedua adalah trauma saraf. Saraf yang dimaksud adalah saraf yang berada pada carpal
tunnel yaitu N. medianus. Oleh karena itu, apabila cedera saraf parah, maka perlu dilakukan
pemotongan pada ligamentum transversum, untuk menurunkan tekanan pada N. medianus.
Masalah ketiga adalah trauma pada TFCC, dimana TFCC adalah suatu ligament yang mengikat pada
bagian distal ulna dan radius serta mengenai tulang carpal. Apabila terdapat cedera pada processus
styloideus, maka kemungkinan besar ligament ini juga akan robek. Komplikasi lanjut pada fraktur ini
adalah munculnya kekakuan dan malunion ataupun delayed union karena proses reduksi yang
terlalu lambat atau proses reduksi yang tidak sempurna.

Gambar 6. Komplikasi fraktur Colles . (a) ruptur ekstensor pollicis longus, (b) malunion, (c) infected
K-wire, (d) kegagalan fiksasi karena kawat menembus tulang yang osteoporotic 10
Prognosis untuk jenis fraktur ini cukup baik, juga termasuk untuk kelompok umur yang lebih
tua. Sebagai tambahan, apabila dilakukan pemendekan tulang lebih dari 2 mm pada bagian
articulatio radioulnaris distal atau gerakan pergelangan tangan ke arah dorsal lebih dari 10 derajat
dan translasi dorsal lebih dari 30 derajat menyebabkan prognosis yang buruk.

Fraktur Smith

Gambar 7. Fraktur Smith10

Fraktur tipe ini adalah fraktur yang mirip dengan fraktur colles, tetapi arah fragmen ke arah
anterior. Fraktur tipe ini juga disebut sebagai “reversed Colles”. Hal ini terjadi karena posisi terjatuh
pada bagian belakang tangan.10

Fraktur tipe ini dapat dikenali dengan gambaran “garden spade” deformity dan bukan
“dinner fork” seperti colles. Terdapat fraktur pada daerah distal radius, dan fragmen distalnya
bergerak ke arah anterior.10

Terapi untuk fraktur ini adalah dengan cara melakukan traksi, supinasi dan ekstensi pada
pergelangan tangan dan lengan harus diimobilisasi selama 6 minggu. X-ray harus dilakukan pada hari
ke 7-10 untuk memastikan bahwa fraktur tidak bergeser. Fraktur yang tidak stabil bisa diterapi
dengan menggunakan kawat perkutaneus atau lempengan. 10

Fraktur Monteggia

Fraktur tipe ini adalah fraktur yang terjadi pada ulna bagian proksimal disertai dengan
adanya dislokasi pada caput radii, dengan articulatio radiocapitulum dislokasi atau terjadi subluksasi.
Terkadang fraktur tipe ini juga disertai dengan adanya fraktur pada olecranon. Apabila fraktur ulna
dengan arah ke anterior, maka dislokasi pada caput radii juga terjadi ke arah anterior, kemudian
apabila fraktur poros ulna ke posterior, maka caput radii juga mengalami dislokasi ke posterior. Pada
anak-anak, lebih sering terjadi greenstick fracture karena tulangnya yang masih lunak. 10,17

Mekanisme terjadinya fraktur ini adalah biasanya karena terjatuh dengan menumpu pada
tangan, kemudian saat tubuh sedikit memutar untuk menjaga momentum, lengan bawah terpronasi
sehingga yang biasanya terjadi adalah caput radii dislokasi dan 1/3 proksimal ulna mengalami
fraktur. Biasanya penyebabnya adalah hiperekstensi. 10

Biasanya deformitas pada ulna terlihat jelas, namun dislokasi pada caput radii biasanya
tertutup oleh pembengkakan. Pada bagian tangan dan pergelangan tangan harus diperiksa untuk
memastikan tidak ada cedera pada N. radialis. Pada tampilan X-ray, biasanya caput radii akan
kelihatan terlepas dari posisinya yaitu dari capitulum humeri. Fraktur pada 1/3 proksimal dari ulna
juga terjadi dengan membentuk seperti panah dengan lengkungan ke arah depan. 10,17

Gambar 8. Fraktur Monteggia dimana (a) caput radii terlepas dari capitulum humeri dan (b) pada
anak, biasanya reduksi tertutup dapat berhasil, sedangkan (c) pada orang dewasa dilakukan
reduksi terbuka dan (d) plating10

Kunci keberhasilan untuk menangani fraktur ini adalah dengan cara mengembalikan panjang
ulna ke posisi semula; hanya dengan cara itu sendi yang mengalami dislokasi dapat dikembalikan
posisinya dengan baik dan stabil. Pada kasus orang dewasa, hal ini dapat tercapai dengan melakukan
operasi dari sisi posterior, menghadap ke lengkungan patahan ulna. Panjang ulna harus
dikembalikan seperti semula, kemudian difiksasi dengan plate dan screw, bone graft juga bisa
dilakukan sebagai antisipasi.
Setelah ulna berhasil diperbaiki, dislokasi atau subluksasi radius bisa dilakukan dengan
reduksi tertutup ataupun reduksi terbuka. Reduksi terbuka diperlukan apabila terdapat fraktur atau
ketidakstabilan dari articulatio humeroulnaris proksimal.

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah malunion, non union, dan cedera saraf. Hal
ini terjadi karena fraktur pada os ulna dapat mencederai N. ulnaris yang berada di dekatnya,
sehingga kemungkinan besar dapat terjadi neuropraxia (malfungsi sensorik atau motoric) pada saraf
yang bersangkutan. N. radialis juga kemungkinan bisa cedera karena N. radialis yang terletak
posterolateral dari os radius bisa saja terkena gangguan pada saat reduksi terbuka untuk
memperbaiki dislokasi atau subluksasi caput radii. Malunion bisa terjadi apabila panjang ulna
menjadi lebih pendek dari seharusnya sehingga caput radii tetap dalam posisi dislokasi. Non union
terjadi apabila fraktur tidak diperbaiki dengan sempurna, dapat diterapi dengan bone graft ataupun
plating.

Fraktur Galeazzi

Fraktur Galeazzi terjadi apabila terjatuh dengan tangan menumpu berat badan, kemudian
ditambah lagi dengan gaya rotasi yang hebat. Fraktur terjadi pada bagian os radius 1/3 distal disertai
dengan adanya dislokasi atau subluksasi pada articulatio radioulnaris distal.

Gambar 9. Fraktur Galeazzi sebelum dan sesudah reduksi-plating 10

Fraktur Galeazzi lebih sering terjadi dibandingkan dengan Monteggia. Cara untuk memeriksa
apakah terdapat dislokasi atau subluksasi dari articulatio radioulnaris distal adalah dengan
melakukan “piano key sign” pada sendi tersebut. Apabila terdapat gerakan osilasi atau gerakan
kembali setelah penekanan maka sendi dikatakan normal. Apabila terdapat nyeri dan setelah
penekanan tidak kembali lagi, maka dikatakan test piano key positif menandakan terdapat kelainan
apda sendi tersebut. Pada pemeriksaan x-ray terdapat fraktur pada 1/3 distal os radius dengan
dislokasi atau subluksasi dari articulatio radioulnaris distal.
Sama seperti pada fraktur Monteggia, dimana fraktur ini harus direduksi dengan ketentuan
panjang tulang yang fraktur harus kembali normal, dalam hal ini adalah os radius. Pada anak-anak,
reduksi tertutup biasanya berhasil, namun pada orang dewasa, biasanya harus dilakukan reduksi
secara terbuka untuk melakukan kompresi pada radius. X-ray harus dilakukan untuk memastikan
bahwa articulatio radiulnaris distal telah kembali pada posisi normalnya. Terdapat 3 kemungkinan
yaitu sendi radioulnar distal stabil, sehingga tidak perlu dilakukan apa-apa dan setelah beberapa hari
sudah bisa dilakukan latihan gerakan, kemudian kemungkinan kedua adalah sendi kembali tetapi
tidak stabil, sehingga harus dilakukan imobilisasi pada sendi tersebut dan apabila diperlukan
dipasang K-wire secara transversal, dan kemungkinan terakhir adalah sendi tetap dalam keadaan
tidak dapat direduksi sehingga perlu dilakukan reduksi terbuka sekaligus memperbaiki triangular
fibrocartilage complex (TFCC) dan kemudian dilakukan imobilisasi dan dipasang K-wire, dan
dipertahankan selama 6 minggu.

Gambar 10. Perbedaan antara Fraktur Monteggia (kiri) dan Galeazzi (kanan) 10

Fraktur Barton

Fraktur Barton dibagi menjadi dua jenis yaitu subluksasi volar dan subluksasi dorsal.
Subluksasi volar adalah terjadinya fraktur radius sisi volar disertai subluksasi dari tulang carpal ke
arah volar. Kadang fraktur ini sulit dibedakan dengan fraktur smith. Namun, hal yang paling jelas
membedakannya adalah pada fraktur barton volar subluxation, terjadi fraktur dengan bentuk fraktur
oblik sisi volar sampai ke arah articulatio radiocarpalis. Fraktur ini menyebabkan tulang carpal
bergerak ke arah depan. Karena fragmen fraktur kecil, maka fraktur ini bersifat tidak stabil.
Penatalaksanaan untuk kasus ini biasanya dilakukan fiksasi internal.
Gambar 11. Fraktur Barton (a,b) dengan subluksasi carpal ke arah anterior dan direduksi dengan
plating anterior10

Fraktur barton yang kedua adalah subluksasi dorsal. Bertolak belakang dengan subluksasi
volar, fraktur ini terjadi pada sisi dorsal radius distal dan mengenai sisi articular radiocarpal. Tulang
carpal juga bergeser ke arah posterior. Fraktur tipe ini lebih mudak ditangani daripada fraktur
subluksasi volar, dimana tipe ini dapat ditangani dengan reduksi tertutup dan lengan diimobilisasi
selama 6 minggu.

http://emedicine.medscape.com/article/1270717-overview#a7

7) http://www.healthline.com/health/fracture#Overview1

8) http://cal.vet.upenn.edu/projects/saortho/chapter_11/11mast.htm

9) http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22361/4/Chapter%20II.pdf

10) Apley

1. Corso P, Finkelstein E, Miller T, Fiebelkorn I, Zaloshnja E. Incidence and


lifetime costs of injuries in the United States. Inj Prev. 2006 Aug. 12(4):212-
8. [Medline]. [Full Text].
2. Beveridge M, Howard A. The burden of orthopaedic disease in developing
countries. J Bone Joint Surg Am. 2004 Aug. 86-A(8):1819-22. [Medline].
3. Stewart KA, Groen RS, Kamara TB, Farahzad MM, Samai M, Cassidy LD, et
al. Traumatic injuries in developing countries: report from a nationwide cross-
sectional survey of Sierra Leone. JAMA Surg. 2013 May. 148(5):463-
9. [Medline].
4. Canale ST. Campbell's Operative Orthopaedics. 10th ed. St Louis, Mo:
Mosby-Year Book; 2003.
5. Court-Brown C, McQueen M, Tornetta P. Trauma. In: Schepsis AA, Busconi
BD, Tornetta P, Einhorn TA, eds. Sports Medicine (Orthopedic Surgery
Essentials Series). Philadelphia, Pa: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.

16) Busse JW, Morton E, Lacchetti C, Guyatt GH, Bhandari M. Current management of tibial
shaft fractures: a survey of 450 Canadian orthopedic trauma surgeons. Acta Orthop. 2008
Oct. 79(5):689-94. [Medline].
17) grainger dan Alison

Anda mungkin juga menyukai