Dicky Kurniawan
102015090 / C1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi: Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Email: dicky.2015fk090@civitas.ukrida.ac.id
Abstrak
Abstract
Pemeriksaan Fisik
Hasil dari pemeriksaan fisik adalah sebagai berikut. Tingkat kesadaran pasien adalah
kompos mentis dengan keadaan umum sakit berat. Tampak adanya edema anasarca. Tekanan
darah 150/100 mmHg, nadi 100x/menit, RR 28x/menit, T= 36ºC. Konjungtiva tampak pucat,
JVP 5+2 cm H2O, BJ I-II regular, murmur-, gallop-, paru redup sela iga ke IV ke bawah
kanan kiri, vesikuler melemah sela iga IV ke bawah kanan kiri, ronchi-, wheezing-, abdomen
buncit, striae +, hepar lien tidak teraba, shifting dullness +, BU + normal. Ekstremitas: edema
+/+.
Hemoglobin 9 gr/dL, leukosit 5000, trombosit 200.000. UL protein +++, sedimen:
leukosit 15-20/lpb, eritrosit 20-25/lpb, silinder berbutir atau granular cast + 5-6/lpk.
Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan adalah ABI, duplex
ultrasonography, uji treadmill, CT angiografi, dan MR angiografi.
Diagnosis Kerja
Diagnosis kerja yang paling tepat untuk kasus ini adalah Nephritic syndrome ec
RPGN (Rapidly Progressive Glomerulonephritis).
Diagnosis Banding
Kelainan Gejala Klinis Investigasi Banding
Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler tersebut, ditunjang oleh jaringan
yang disebut mesangium, yang terdiri atas matriks dan sel mesangial. Mesangium berfungsi
sebagai pendukung kapiler glomerulus dan mungkin berperan dalam pembuangan
makromolekul (seperti komplek imun) pada glomerulus, baik melalui fagositosis intraseluler
maupun dengan transpor melalui saluran-saluran intraseluler ke regio jukstaglomerular.
Kapiler-kapiler dalam keadaan normal tampak paten dan lebar. Di sebelah dalam daripada
kapiler terdapat sel endotel, yang mempunyai sitoplasma yang berfenestrasi. Di sebelah luar
kapiler terdapat sel epitel viseral, yang terletak di atas membran basalis dengan tonjolan-
tonjolan sitoplasma, yang disebut sebagai pedunculae atau “foot processes”. Maka itu sel
epitel viseral juga dikenal sebagai podosit.9
Antara sel endotel dan podosit terdapat membrana basalis glomeruler (GBM =
glomerular basement membrane). Membrana basalis ini tidak mengelilingi seluruh lumen
kapiler. Dengan mikroskop elektron diketahui bahwa membrana basalis ini terdiri atas tiga
lapisan, yaitu dari arah dalam ke luar ialah lamina rara interna, lamina densa dan lamina
rara externa.10
Simpai Bowman di sebelah dalam berlapiskan sel epitel parietal yang gepeng, yang
terletak pada membrana basalis simpai Bowman. Membrana basalis ini berlanjut dengan
membrana basalis glomeruler pada kutub vaskuler, dan dengan membrana basalis tubuler
pada kutub tubuler. Dalam keadaan patologik, sel epitel parietal kadang-kadang berproliferasi
membentuk bulan sabit (”crescent”). Bulan sabit bisa segmental atau sirkumferensial, dan
bisa seluler, fibroseluler atau fibrosa.11
Populasi glomerulus ada 2 macam yaitu :
1. Glomerulus korteks yang mempunyai ansa henle yang pendek berada dibagian luar
korteks.10
2. Glomerulus jukstamedular yang mempunyai ansa henle yang panjang sampai ke
bagian dalam medula. Glomerulus semacam ini berada di perbatasan korteks dan
medula dan merupakan 20% populasi nefron tetapi sangat penting untuk reabsoprsi
air dan solut.10
Mekanisme kerja nefron yang lain dalam membersihkan plasma dan substansi yang
tidak diperlukan tubuh adalah sekresi. Substansi-substansi yang tidak diperlukan tubuh akan
disekresi dan plasma langsung melewati sel-sel epitel yang melapisi tubulus ke dalam cairan
tubulus. Jadi urin yang akhirnya terbentuk terdiri dari bagian utama berupa substansi-
substansi yang difiltrasi dan juga sebagian kecil substansi-substansi yang disekresi.
Filtrasi Glomerulus
Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma disaring melalui
dinding kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang bebas sel, mengandung semua
substansi plasma seperti elektrolit, glukosa, fosfat, ureum, kreatinin, peptida, protein-protein
dengan berat molekul rendah kecuali protein yang berat molekulnya lebih dari 68.000
(sepertI albumin dan globulin). Filtrat dikumpulkan dalam ruang Bowman dan masuk ke
dalam tubulus sebelum meninggalkan ginjal berupa urin.1
Filtrasi glomerulus adalah hasil akhir dari gaya-gaya yang berlawanan melewati dinding
kapiler. Gaya ultrafiltrasi (tekanan hidrostatis kapiler glomerulus) berasal dari tekanan arteri
sistemik, yang di ubah oleh tonus arteriole aferen dan eferen. Gaya utama yang melawan
ultrafiltrasi adalah tekanan onkotik kapiler glomerulus, yang dibentuk oleh perbedaan
tekanan antara kadar protein plasma yang tinggi dalam kapiler dan ultrafiltrat yang hampir
saja bebas protein dalam ruang bowman. Filtrasi dapat diubah oleh kecepatan aliran plasma
glomerulus, tekanan hidrostatis dalam ruang bowman, dan permeabilitas dari dinding kapiler
glomerulus. Permeabilitas, seperti yang diukur dengan koefisien ultrafiltrasi (K1) adalah hasil
kali permeabilitas air pada membran dan luas permukaan kapiler glomerulus total yang
tersedia untuk filtrasi.1
Laju filtrasi glomelurus (LFG) sebaiknya ditetapkan dengan cara pengukuran klirens
kreatinin atau memakai rumus berikut:1
LFG = k . Tinggi Badan (cm)
Kreatinin serum (mg/dl)
Nilai “k” pada:
Definisi
Sindrom nefritik adalah suatu sindrom yang merupakan manifestasi dari inflamasi
pada glomerulus atau glomerulunefritis dan terjadi pada semua usia. Sindrom nefritik terdiri
dari hipertensi, hematuria, silinder eritrosit, pyuria, dan proteinuria ringan sampai sedang.
Glomerulonefritis sendiri memiliki definisi inflamasi pada glomerulus ginjal yang disebabkan
oleh teraktivasinya reaksi imunologi. Hal ini akan menyebabkan proliferasi pada jaringan
glomerulus yang dapat merusak membran basal, mesangium, dan endotel kapiler. Kerusakan
glomerulus berkelanjutan menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dan
menyebabkan munculnya manifestasi uremik dengan retensi garam dan air, yang
menyebabkan edema dan hipertensi. Biasanya kumpulan gejala ini disingkat sebagai
PHAROH (proteinuria, hematuria, azotemia, RBC cast, oliguria, dan hipertensi).12
Salah satu tipe glomerulonefritis adalah rapidly progressive glomerulonephritis
(RPGN) yang memiliki ciri khusus berupa penurunan filtrasi glomerulus minimal 50%
beberapa hari sampai 3 bulan. Gambaran khas pada histopatologik adalah pembentukan
cresentic. Struktur ini muncul karena rusaknya satau rupturnya kapiler glomerulus yang dpaat
dilihat dengan menggunakan mikroskop cahaya ataupun mikroskop elektron.12-14
Klasifikasi RPGN
Istilah RPGN pertama kali digunakan pada pasien dengan PSGN (post streptococcal
glomerulonephritis) fulminan dan memiliki prognosis yang buruk. Beberapa tahun kemudian
antibodi anti-GBM (anti glomerular basement membrane) ditemukan dan berkontribusi pada
pembentukan glomerulonefritis crecent pada domba, dan setelah penemuan ini, Goodpasture
syndrome ditemukan. Beberapa tahun kemudian, hubungan antara anti-GBM dan sindrom ini
telah jelas diketahui.15
Pada pertengahan tahun 1970, sekelompok pasien yang memenuhi kriteria untuk
RPGN tanpa etiologi yang jelas telah dikelompokkan. Kebanyakan kasus ini berhubungan
dengan gejala sistemik dari vaskulitis, tetapi beberapa kasus hanya dikaitkan dengan penyakit
ginjal primer. Kasus ini tidak memiliki anti-GBM pada saat pemeriksaan dengan
immunofluorescent, tetapi memiliki kadar ANCA (antineutrophilic cytoplasmic antibodies)
yang cukup signifikan. Oleh karena itu, kelompok ini dinamakan ANCA-associated RPGN.15
Secara garis besar, RPGN dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu anti-GBM
disease, immune complex disease, dan pauci-immune disease (ANCA).
Kelompok pertama adalah kelompok anti-GBM. Kelompok ini didasarkan pada
adanya antibodi terhadap membran basal glomerulus. Beberapa penyakit yang termasuk
golongan ini adalah Goodpasture syndrome dan anti-GBM disease, dengan goodpasture
syndrome memiliki manifestasi tambahan pada paru, yaitu pendarahan paru.15
Kelompok kedua adalah dengan ANCA positif atau vaskulitis. Sekitar 80-90%
kelompok pasien ini memiliki nilai ANCA positif. Beberapa penyakit yang termasuk
golongan ini adalah granulomatosis dengan poliangitis (Wegener granulomatosis), poliangitis
mikroskopik, renal-limited necrotizing crescentic glomerulonephritis(NCGN), dan Churg-
Strauss syndrome.15
Etiologi Infeksi
Penyebab infeksi yang paling sering GNA adalah infeksi oleh spesies Streptococcus
(yaitu, kelompok A, beta-hemolitik). Dua jenis telah dijelaskan, yang melibatkan serotipe
yang berbeda:16
Serotipe M1, 2, 4, 12, 18, 25 - nefritis Poststreptococcal akibat infeksi saluran
pernapasan atas, yang terjadi terutama di musim dingin
Serotipe 49, 55, 57, 60 - nefritis Poststreptococcal karena infeksi kulit, biasanya
diamati pada musim panas dan gugur dan lebih merata di daerah selatan Amerika
Serikat.
GNA pasca infeksi streptokokus (GNAPS) biasanya berkembang 1-3 minggu setelah
infeksi akut dengan strain nephritogenic spesifik grup A streptokokus beta-hemolitik. Insiden
GN adalah sekitar 5-10% pada orang dengan faringitis dan 25% pada mereka dengan infeksi
kulit.16
GN pascainfeksi Nonstreptococcal mungkin juga hasil dari infeksi oleh bakteri lain,
virus, parasit, atau jamur. Bakteri selain streptokokus grup A yang dapat menyebabkan GNA
termasuk diplococci, streptokokus lainnya, staphylococci, dan mikobakteri. Salmonella
typhosa, Brucella suis, Treponema pallidum, Corynebacterium bovis, dan actinobacilli juga
telah diidentifikasi.16
Cytomegalovirus (CMV), coxsackievirus, Epstein-Barr virus (EBV), virus hepatitis B
(HBV), rubella, rickettsiae (seperti dalam tifus scrub), dan virus gondong diterima sebagai
penyebab virus hanya jika dapat didokumentasikan bahwa infeksi streptokokus beta-
hemolitik tidak terjadi. GNA telah didokumentasikan sebagai komplikasi langka hepatitis
A.16
Menghubungkan glomerulonefritis ke etiologi parasit atau jamur memerlukan
pengecualian dari infeksi streptokokus. Organisme diidentifikasi meliputi Coccidioides
immitis dan parasit berikut: Plasmodium malariae, Plasmodium falciparum, Schistosoma
mansoni, Toxoplasma gondii, filariasis, trichinosis, dan trypanosomes.16
Etiologi Non-infeksi16
Penyebab non-infeksi dari GNA dapat dibagi menjadi penyakit ginjal primer, penyakit
sistemik, dan kondisi lain-lain atau agen.
Patofisiologi
Hubungan antara ANCAs dengan patogenesis ANCA-associated GN masih tidak
jelas; bagaimanapun, terdapat suatu postulat bahwa ANCAs menginduksi degranulasi dan
aktivasi prematur dari neutrofil, yang menyebabkan pelepasan enzim proteinolitik dan
metabolik oksigen radikal pada lokasi kerusakan ginjal. Terdapat suatu bukti bahwa ANCAs
termasuk dalam salah satu faktor yang signifikan dalam patogenesis pauci-immune vasculitis
terkait RPGN. Pada pengujian eksperimental, didapatkan bahwa ANCAs mengaktifkan
neutrofil dengan melakukan degranulasi secara prematur. ANCAs akan bereaksi dengan
antigen pada granula primer pada sitoplasma neutrofil (antiproteinase-3 [PR3]) dan lisosom
monosit (MPO).16
pANCA non spesifik muncul pada penyakit autoimun atau penyakit inflamatorik,
tetapi tidak memiliki hubungan dengan MPO. Penyakit sistemik tersering adalah SLE.
Penyakit lain yang masih tergolong dalam kelompok ini adalah IBD, kolangitis sklerosis,
hepatitis autoimun, RA, dan Felty syndrome.16
Epidemiology
Prevalensi terkait ANCA masih tidak diketahui. Insidensi RPGN dilaporkan sekitar 7
kasus per satu juta orang per tahun. Mortalitas tergantung dari komplikasi yang muncul.
Salah satunya adalah pendarahan paru masif sebagai penyebab terbesar. Bagaimanapun juga,
penggunaan imunosupresan oral dapat meningkatkan insidensi infeksi.
Orang berkulit putih lebih mudah terkena dibandingkan Afrika dan Amerika.
Rasionya adalah 7:1. Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian RPGN.
Interval usianya adalah 2-92 tahun. Bagaimanapun juga, kasus ini jarang pada pediatrik.
Kasus RPGN lebih sering terjadi pada pertengahan dekade enam kehidupan.
Manifestasi Klinis
Kebanyakan biasanya, pasien dengan GNA akan terlihat karena terjadinya perubahan
warna urin mendadak. Pada kesempatan itu pula, keluhan mungkin berhubungan dengan
komplikasi dari penyakit: kejang hipertensi, edema, dan sebagainya. Selanjutnya perlu digali
lebih jauh mengenai rincian lebih lanjut mengenai perubahan warna urin. Hematuria pada
anak dengan GNA biasanya digambarkan sebagai "coke," "teh," atau berwarna seperti asap.
Warna darah merah terang dalam urin lebih mungkin konsekuensi masalah anatomi seperti
urolithiasis dari glomerulonefritis.17
Warna urin pada GNA seragam di sepanjang aliran. Hematuria pada GNA hampir
selalu tidak sakit; disuria yang menyertai gross hematuria lebih mengarah pada cystitis
hemorrhagik akut daripada penyakit ginjal. Riwayat keluhan serupa sebelumnya akan
menunjuk ke eksaserbasi proses kronis seperti IgA nefropati.17
Hal ini penting berikutnya adalah memastikan gejala sugestif dari komplikasi GNA
tersebut. Ini mungkin termasuk sesak napas atau setelah beraktifitas yang menunjukkan
overload cairan atausakit kepala, gangguan penglihatan, atau perubahan status mental dari
hipertensi.17
Sejak GNA dapat muncul dengan keluhan dari organ multisistem, review lengkap dari
seluruh sistem sangat penting. Perhatian khusus harus diberikan untuk ruam,
ketidaknyamanan sendi, perubahan berat badan, kelelahan, perubahan nafsu makan, keluhan
pernafasan, dan paparan obat terakhir. Sejarah keluarga harus membahas kehadiran setiap
anggota keluarga dengangangguan autoimun, sebagai anak-anak dengan baik SLE dan
membranoproliferatif glomerulonefritis (MPGN) mungkin memiliki kerabat yang juga
menderita penyakit serupa. Sebuah riwayat keluarga gagal ginjal (khususnya bertanya tentang
dialisis dan transplantasi ginjal) mungkin menjadi petunjuk untuk proses seperti sindrom
Alport, yang mungkin awalnya hadir dengan gambar GNA.17
Adanya riwayat infeksi streptokokus sebelumnya seperti faringitis, tonsilitis, atau
pioderma.
Berikut merupakan beberapa keadaan yang didapatkan dari anamnesis:
a) Periode laten
Terdapat periode laten antara infeksi streptokokus dengan onset pertama kali muncul
gejala.
Pada umumnya, periode laten selama 1-2 minggu setelah infeksi tenggorok dan 3-6
minggu setelah infeksi kulit
Onset gejala dan tanda yang timbul bersamaan dengan faringitis biasanya merupakan
imunoglobulin A (IgA) nefropati daripada GNA PS.
b) Urin berwarna gelap
Merupakan gejala klinis pertama yang timbul
Urin gelap disebabkan hemolisis eritrosit yang telah masuk ke membran
basalis glomerular dan telah masuk ke sistem tubular.
c) Edema periorbital
Onset munculnya sembab pada wajah atau mata tiba-tiba. Biasanya tampak jelas saat
psaat bangun tidur dan bila pasien aktif akan tampak pada sore hari.
Pada beberapa kasus edema generalisata dan kongesti sirkulasi seperti dispneu dapat
timbul.
Edema merupakan akibat dari tereksresinya garam dan air.
Tingkat keparahan edema berhubungan dengan tingkat kerusakan ginjal.
d) Gejala nonspesifik
Yaitu gejala secara umum penyakit seperti malaise, lemah, dan anoreksia, muncul
pada 50% pasien.
15 % pasien akan mengeluhkan mual dan muntah.
Gejala lain demam, nyeri perut, sakit kepala.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik diawali dengan penilaian yang cermat mengenai tanda-tanda vital,
terutama tekanan darah. Tekanan darah 5 mm di atas persentil ke-99 untuk usia anak, jenis
kelamin, dan tinggi, terutama jika disertai dengan perubahan dalam status kejiwaan,
dibutuhkan perhatian. Takikardia dan tachypnea mengarah ke gejala overload cairan.
Pemeriksaan hidung dan tenggorokan dengan cermat dapat memberikan bukti perdarahan,
menunjukkan kemungkinan salah satu ANCA positive vaskulitides seperti Wegner’s
granulomatosis.17
Limfadenopati servikal mungkin residua dari faringitis streptokokus baru-baru ini.
Pemeriksaan kardiopulmoner akan memberikan bukti overload cairan atau keterlibatan paru
yang memiliki karakteristik sindrom langka ginjal-paru. Pemeriksaan perut sangat penting.
Ascites mungkin hadir jika ada komponen nefrotik pada GNA. Hepato-splenomegali
mungkin menunjuk ke gangguan sistemik. Nyeri perut yang signifikan dapat menyertai
HSP.17
Beberapa edema perifer dari retensi garam dan air terlihat pada GNA, tapi ini
cenderung menjadi edema"berotot" yang lebih halus daripada karakteristik edema pitting dari
sindrom nefrotik. Yang paling mudah terlihat adalah edema periorbital atau mata tampak
sembab. Edema skrotum dapat terjadi pada sindrom nefrotik juga, dan orchitis merupakan
temuan sesekali di HSP.17
Pemeriksaan yang sangat berhati-hati dari kulit adalah penting dalam GNA. Ruam
pada HSP, memiliki karakteristik ketika kemerahan, awalnya mungkin halus dan terbatas
pada bokong atau punggung kaki. Keterlibatan sendi terjadi pada beberapa gangguan
multisistem dengan GNA. Sendi kecil (misalnya, jari) lebih khas SLE, sementara atau
keterlibatan lutut terlihat dengan HSP.18
a) Sindrom Nefritis Akut
Gejala yang timbul adalah edema, hematuria, dan hipertensi dengan atau tanpa klinis
GNA PS.
95% kasus klinis memiliki 2 manifestasi, dan 40% memiliki semua manifestasi akut
nefritik sindrom
b) Edema
Edema tampak pada 80-90% kasus dan 60% menjadi keluhan saat ke dokter.
Terjadi penurunan aliran darah yang bermanifestasi sedikit eksresi natrium dan urin
menjadi terkonsentrasi. Adanya retensi natrium dan air ini menyebabkan terjadinya
edema.
c) Hipertensi
Hipertensi muncul dalam 60-80% kasus dan biasanya pada orang yang lebih besar.
Pada 50% kasus, hipertensi bisa menjadi berat.
Jika ada hipertensi menetap, hal tersebut merupakan petunjuk progresifitas ke arah
lebih kronis atau bukan merupakan GNA PS.
Hipertensi disebabkan oleh retensi natrium dan air yang eksesif.
Meskipun terdapat retensi natrium, kadar natriuretic peptida dalam plasma meningkat.
Aktivitas renin dalam plasma rendah.
Ensefalopati hipertensi ada pada 5-10% pasien,biasanya tanpa defisit neurologis.
d) Oliguria
Tampak pada 10-50% kasus, pada 15% output urin <200ml.
Oliguria mengindikasikan bentuk cresentic yang berat.
Biasanya transien, dengan diuresis 1-2 minggu.
e) Hematuria
Muncul secara umum pada semua pasien.
30% gross hematuria.
f) Disfungsi ventrikel kiri
Disfungsi ventrikel kiri dengan atau tanpa hipertensi atau efusi perikardium dapat
timbul pada kongestif akut dan fase konvalesen.
Pada kasus yang jarang, GNA PS dapat menunjukkan gejala perdarahan pulmonal.
Pemeriksaan Penunjang18
Terapi18
Terapi untuk penyakit terkait ANCA terdiri dari kombinasi kortikosteroid dan
siklofosfamide. Terapi tunggal dengan steroid memiliki kemungkinan relaps tiga kali lebih
besar dibandingkan terapi kombinasi. Prediktor ginjal yang dapat digunakan adalah dengan
menggunakan kadar kreatinin saat diagnosis. Dialisis dapat dijadikan sebagai salah satu terapi
untuk mengurangi jumlah antibodi yang beredar.
Terapi pertama adalah dengan menggunakan metilprednisolon intravena 7
mg/kgbb/hari selama 3 hari, diikuti dengan prednison oral 1 mg/kgbb/hari selama 3 bulan.
Dosis ini diturunkan 25% tiap 4 minggu sampai pasien berhenti minum obat.
Pemberian siklofosfamid dapat diberikan intravena atau oral. Terapi intravena
diberikan dengan dosis 0.5 gram/m2, dan dosis oralnya 2 mg/kg. Keduanya disesuaikan
dengan jumlah leukosit selama 2 minggu (target 3000-4000/mikroliter). Dosis maksimal 1
gram/m2.
Di Eropa, penggantian siklofosfamid dengan azatioprin setelah 3 bulan periode
induksi. Azatioprin diberikan dengan dosis 2 mg/kg secara oral. Terapi ini dilakukan selama
6-12 bulan.
Metotrexat juga bisa menggantikan siklofosfamid untuk mengobati poliangitis
granulomatosis setelah terapi inisial dengan menggunakan siklofosfamid.
Plasmafaresis merupakan salah satu cara yang bermanfaat untuk terapi pada pasien
dengan gagal ginjal yang parah (serum kreatinin > 6 mg/dl) atau yang tidak berespon
terhadap terapi definitif.
Rituximab juga dapat digunakan untuk meningkatkan outcome pada pasien dengan
vaskulitis terkait ANCA, sebagai tambahan karena rituximab juga merupakan golongan anti-
CD20 yang menghambat pembentukan antibodi melalui kerjanya pada limfosit B.
Terapi lain dapat digunakan untuk meningkatkan remisi, seperti immunoglobulin
intravena, antibodi antitimosit, dan antibodi monoklonal terhadap CD4 dan CD25. Tidak
satupun dari terapi ini yang sudah teruji klinis.
Prognosis
Ketika pasien diterapi sejak awal, kebanyakan pasien dengan RPGN akan mencapai
remisi total. Biasanya, semakin tinggi kadar kreatinin serum, maka semakin buruk
prognosisnya, tetapi dengan adanya dialisis, fungsi ginjal pasien masih dapat membaik. Pada
beberapa penelitian retrospektif, kadar kreatinin lebih dari 4,6 mg/dL diprediksikan akan
mengarah ke gagal ginjal “end stage”. Bagaimanapun juga, kadar kreatinin tidak
menentukan secara pasti prognosis pasien.
Daftar Pustaka
1. Ramadhani D, Ong HO, editors. Fisiologi manusia: Dari sel ke sistem. 8th ed.
Diterjemahkan dari: Sherwood L. Introduction to human physiology. 8 th ed. Jakarta:
EGC; 2012. P. 4-6. P.326-38.
2. Albert B, Johnson A, Lewis J, Morgan D, Raff M, Robert K, et al. Molecular biology of
the cell. 6th ed. New York: Garland Science; 2015. P. 1-4, 963-6.
3. Goodman SR. Medical cell biology. 3rd ed. California: Elsevier; 2012. P. 1-6.
4. Clark DP, Pazdernik NJ. Molecular biology. 2nd ed. Oxford: Elsevier; 2013. P. 3-9.
5. Karp G. Cell and molecular biology. Concepts and experiments. Oxford. P. 19. Netter
FH. Atlas of human anatomy. 6th ed. Philadelphia: Saunders; 2014
6. Netter FH. Atlas of human anatomy. 6th ed. Philadelphia: Saunders; 2014
7. Paulsen F, Washcke J. Sobotta, General Anatomy and Musculoskeletal System. 23 rd ed.
Munchen: EGC; 2010.
8. Standring S. Gray’s Anatomy; The anatomical basis of clinic practice. London: Elsevier;
2016.
9. Eroschenko VP. DiFiore Atlas of Histology with Functional Correlations. 11 th ed.
Baltimore: Lippincott Williams and Wilkins; 2008.
10. Mescher AL. Junqueira’s Basic Histology Text and Atlas. 13 th ed. New York: McGraw-
Hill; 2013.
11. Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbin and Cotran: Pathologic basis of disease. 9th ed.
Philadelphia: Elsevier; 2015. P. 492-500.
12. Davies DJ, Moran JE, Niall JF, et al. Segmental necrotising glomerulonephritis with
antineutrophil antibody: possible arbovirus aetiology?. Br Med J (Clin Res Ed). 1982 Aug
28-Sep 4. 285(6342):606. [Medline].
13. Hall JB, Wadham BM, Wood CJ, et al. Vasculitis and glomerulonephritis: a subgroup
with an antineutrophil cytoplasmic antibody. Aust N Z J Med. 1984 Jun. 14(3):277-8.
[Medline]
14. Lewis JB, Neilson EG. Glomerular disease. From: Harrison; Principles of internal
medicine. 19th ed. USA; McGraw-Hill; 2012. P. 1831-53.
15. Glomerulonefritis. In: Syaifullah, Muhammad, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. 2002.
Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI pp. 323
16. Geetha, Duvuru. Glomerulonephritis, Poststreptococcal [online]. 2010. Downloaded
from: http://emedicine.medscape.com/article/240337-overview
17. Lau KK, Wyatt RJ. Glomerulonephritis. Adolesc Med. 2005. 67-85. Downloaded from:
http://med.stanford.edu/content/dam/sm/pednephrology/documents/secure/Glomerulonep
hritis.pdf
18. Naseri M. RPGN – Clinical features, treatment and prognosis. Downloaded from:
http://cdn.intechopen.com/pdfs/22836/InTech-
Rpgn_clinical_features_treatment_and_prognosis.pdf.