Anda di halaman 1dari 22

Pendekatan Klinis pada Pasien dengan Rapid Progressive Glomerulonephritis

Dicky Kurniawan
102015090 / C1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi: Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Email: dicky.2015fk090@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Rapid Progressive Glomerulonephritis (RPGN) adalah suatu keadaan dimana terjadi


inflamasi pada glomerulus dan perburukannya terjadi dalam waktu yang cepat, dalam interval
minggu sampai bulan. Keadaan ini disebabkan oleh berbagai keadaan yang menyebabkan
terjadinya inflamasi pada glomerulus, seperti salah satu contohnya adalah SLE. Secara garis
besar, RPGN dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan patofisiologinya, yaitu anti-
GBM, pauci-immune mediated, dan penumpukan imun kompleks. Berdasarkan
patofisiologinya, dapat diketahui penyebab penyakit yang mendasarinya sehingga RPGN
dapat diterapi sesuai dengan etiologinya. Beberapa gejala yang muncul sesuai dengan
sindrom nefritik, yaitu PHAROH (proteinuria, hematuria, azotemia, RBC cast, oliguria,
hipertensi). Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk mendiagnosis
adalah urinalisis, pemeriksaan LED dan CRP sebagai penanda inflamasi, pemeriksaan
pANCA serum, dan sebagainya. Beberapa terapi yang dpat digunakan adalah dengan
menggunakan kortikosteroid, yaitu metilprednisolon intravena dengan dosis 7 mg/kgbb
selama 3 hari, diikuti dengan prednison oral 1 mg/kgbb selama 3 bulan dan dosis diturunkan
25% tiap 4 minggu sampai obat dihentikan. Prognosis baik apabila diobati dengan cepat.
Kata Kunci: RPGN, anti-GBM, imun kompleks, pANCA, PHAROH

Abstract

Rapid Progressive Glomerulonephritis (RPGN) is a situation where inflammatory occurs at


the glomerulus and the worsening occurs in a rapid, from weeks to months. This situation is
caused by a variety of circumstances that lead to the onset of inflammation at the glomerulus,
as one example is SLE. Broadly speaking, RPGN is divided into several groups based on its
pathophysiology, that is anti-GBM, pauci-immune mediated, and the buildup of immune
complex. Based on its pathophysiology, it can be the underlying cause of the disease known
so RPGN may be diterapi in accordance with etiologinya. Some of the symptoms that appear
in accordance with nephritic syndrome, namely the PHAROH'S (proteinuria, hematuria,
azotemia, RBC casts, oliguria, hypertension). Some complementary examinations that can be
used to diagnose is a urinalysis, LED and CRP as inflammatory marker, pANCA serum and
so on. Some of the therapies that can be used is corticosteroids, intravenous metilprednisolon
with IE 7 mg/dose kgbb for 3 days, followed by 1 mg/oral prednison per kilogram for 3
months and the dose was lowered 25% every 4 weeks until a cure discontinued. Good
prognosis if treated quickly.
Keyword: RPGN, anti-GBM, immune complex, pANCA, PHAROH
Pendahuluan
Kehidupan manusia adalah kehidupan yang kompleks dimana banyak faktor yang
dapat mempengaruhi kehidupan itu sendiri. Salah satu faktor yang mempengaruhi kehidupan
manusia adalah faktor dari tubuh manusia itu sendiri. seperti yang telah kita ketahui, tubuh
manusia tersusun dari bermilyar-milyar sel yang memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda-
beda.1-3 Semua sel-sel itu akan menyusun suatu bentuk yang lebih kompleks yang dinamakan
sebagai sebuah jaringan.4 Semua jaringan itu akan membentuk suatu organ, yang pada
akhirnya semua organ itu akan saling berkolaborasi dalam suatu sistem yang sangat teliti dan
terampil dalam menjalankan proses kehidupan.4,5
Homeostasis adalah suatu istilah yang merupakan keadaan stasis dan seimbang
dimana keadaan inilah yang dapat dianggap sebagai patokan dalam menentukan apakah
seseorang dapat dikatakan sehat dan tidak. Keadaan seimbang ini dicapai dengan cara
mengkolaborasikan berbagai jenis sistem organ yang kompleks dalam tubuh manusia yang
menunjang kehidupan manusia yang bersangkutan.1-3
Sesuai dengan pengertian homeostasis pada umumnya, tentunya terdapat berbagai
faktor yang dapat mengganggu homeostasis itu sendiri, baik yang berasal dari dalam atau luar
tubuh. Salah satu seperti yang disebutkan dalam skenario adalah keluhan nyeri pada tungkai
sejak 1 minggu yang lalu Oleh karena itu, diperlukan suatu intervensi medik dalam rangka
mengembalikan keadaan tersebut ke keadaan semula, yang dalam hal ini adalah
menghilangkan nyeri tersebut.
Berdasarkan skenario, yaitu seorang perempuan berusia 19 tahun datang ke UGD
rumah sakit dengan keluhan bengkak seluruh badna sejak 3 hari lalu. Untuk dapat
mendiagnosis sesuai dengan skenario, maka terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan,
yaitu anamnesis yang baik, dimana anamnesis akan memberikan data-data yang diperlukan
mengenai penyakit tersebut. Kemudian dari hasil anamnesis tersebut kita dapat
memperkirakan penyakit yang diderita pasien. Informasi yang dapat diambil tidak hanya dari
pembicaraan secara verbal saja, namun dapat pula diambil dari aspek nonverbal, seperti gaya
bicara pasien, mimic wajah, dan sebagainya.6-7 Kemudian akan dilakukan berbagai
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang apabila perlu yang akan membantu
memastikan diagnosis penyakit yang diderita tersebut. Oleh karena itu, penulis akan
membahas lebih dalam lagi mengenai berbagai langkah-langkah diagnosis penyakit sesuai
dengan skenario dan berbagai hal terkait.
Anamnesis
Mengumpulkan data-data dalam anamnesis biasanya ialah hal yang pertama dan sering
merupakan hal yang terpenting dari interaksi dokter dengan pasien. Dokter mengumpulkan
banyak data yang menjadi dasar dari diagnosis, dokter belajar tentang pasien sebagai manusia
dan bagaimana mereka telah mengalami gejala-gejala dan penyakit, serta mulai membina
suatu hubungan saling percaya. Anamnesis dapat diperoleh sendiri (auto-anamnesis) dan atau
pengantarnya disebut allo-anamnesis.
Ada beberapa cara untuk mencapai sasaran ini. Cobalah untuk memberikan lingkungan
yang bersifat pribadi, tenang, dan bebas dari gangguan. Dokter berada pada tempat yang
dapat diterima oleh pasien, dan pastikan bahwa pasien dalam keadaan nyaman.
Dengan anamnesis yang baik dokter dapat memperkirakan penyakit yang diderita pasien.
Anamnesis yang baik harus lengkap, rinci, dan akurat sehingga dokter bukan saja dapat
mengenali organ atau sistem apa yang terserang penyakit, tetapi kelainan yang terjadi dan
penyebabnya.
Anamnesis dilakukan dan dicatat secara sistematis. Ia harus mencakup semua hal yang
diperkirakan dapat membantu untuk menegakkan diagnosis. Ada beberapa point penting yang
perlu ditanyakan pada saat anamnesis, antara lain:
1. Identitas Pasien : Nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, alamat,
pendidikan, pekerjaan, suku bangsa dan agama.
2. Keluhan Utama: Pasien perempuan berusia 19 tahun datang dengan keluhan bengkak
seluruh badan sejak 3 hari yang lalu.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
- Muncul sejak 2 minggu yang lalu kelopak matanya tampak bengkak saat bangun
tidur. Bengkak menghilang pada siang harinya. Namun 3 hari terakhir seluruh badan,
tangan, kaki pasien bengkak sepanjang hari. Pasien juga mengeluh sesak, mual, sakit
kepala terutama di daerah tengkuk. Pasien merasa kencingnya semakin sedikit dan
jarang. 12 jam terakhir belum buang air kecil. Riwayat radang tenggorokan sebelum
sakit disangkal.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
- Menanyakan apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan yang
dialami oleh pasien.
- Menanyakan apakah saudara pasien ada yang memiliki gejala sama dan perlu terapi?
5. Riwayat Sosial dan Pribadi
- Tidak ada
6. Riwayat Penggunaan Obat-Obatan

Pemeriksaan Fisik
Hasil dari pemeriksaan fisik adalah sebagai berikut. Tingkat kesadaran pasien adalah
kompos mentis dengan keadaan umum sakit berat. Tampak adanya edema anasarca. Tekanan
darah 150/100 mmHg, nadi 100x/menit, RR 28x/menit, T= 36ºC. Konjungtiva tampak pucat,
JVP 5+2 cm H2O, BJ I-II regular, murmur-, gallop-, paru redup sela iga ke IV ke bawah
kanan kiri, vesikuler melemah sela iga IV ke bawah kanan kiri, ronchi-, wheezing-, abdomen
buncit, striae +, hepar lien tidak teraba, shifting dullness +, BU + normal. Ekstremitas: edema
+/+.
Hemoglobin 9 gr/dL, leukosit 5000, trombosit 200.000. UL protein +++, sedimen:
leukosit 15-20/lpb, eritrosit 20-25/lpb, silinder berbutir atau granular cast + 5-6/lpk.

Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan adalah ABI, duplex
ultrasonography, uji treadmill, CT angiografi, dan MR angiografi.

Diagnosis Kerja
Diagnosis kerja yang paling tepat untuk kasus ini adalah Nephritic syndrome ec
RPGN (Rapidly Progressive Glomerulonephritis).

Diagnosis Banding
Kelainan Gejala Klinis Investigasi Banding

Nephritic syndrome ec Munculnya gejala khas Urinalisis,


PSGN sindrom nefritik didahului imunofluorescens,
oleh adanya ISPA beberapa pemeriksaan kadar C3
minggu yang lalu. (menurun),
Nephrotic syndrome ec Munculnya gejala khas Urinalisis, biopsi ginjal
Focal Segmental simdrom nefrotik, yaitu
Glomerulonephritis hipoalbuminemia, edema,
abnormalitas lipid, dan
proteinuria.
Nephritic Lupus Adanya gejala sindrom Urinalisis, biopsi ginjal
nefritik dengan disertai
gejala sistemik SLE, seperti

Ginjal terletak di dalam ruang retroperitoneum, setinggi vertebra torakal 12 atau


lumbal 1 sampai lumbal 4, dengan kisaran panjang serta beratnya berturut-turut dari kira-kira
6 cm dan 24 gram pada bayi cukup bulan sampai 12 cm atau lebih dan 150 gr pada orang
dewasa. Ginjal mempunyai lapisan luar, korteks yang berisi glomeruli, tubulus kontortus
proksimal-distal dan duktus kolektivus, serta di lapisan dalam, medulla, yang mengandung
bagian-bagian tubulus yang lurus, lengkung (ansa) henle, vasa rekta dan duktus koligens
terminal.6-8
Setiap ginjal mengandung sekitar satu juta nefron (terdiri dari glomerulus dan
tubulus). Pada manusia, pembentukan nefron telah selesai pada janin 35 minggu, tetapi
maturasi fungsional belum terjadi sampai di kemudian hari. Perkembangan paling cepat
terjadi pada 5 tahun pertama setelah lahir. Karena tidak ada nefron baru yang dapat dibentuk
sesudah lahir, hilangnya nefron secara progresif karena proses infeksi saluran kemih atau
refluks dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan ginjal.6

Gambar 2. Komponen yang membentuk


glomerulus

Gambar 1. Potongan coronal dari ginjal


Sistem Glomerulus Normal
Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan diliputi oleh
kapsula Bowman. Glomerulus dibagi menjadi dua bagian berdasarkan lokasi, yaitu di korteks
dan di medulla. Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan korteks dan medula
(“juxtamedullary”) lebih besar dari yang terletak perifer.9
Percabangan kapiler berasal dari arteriola afferens, membentuk lobul-lobul, yang dalam
keadaan normal tidak nyata, dan kemudian berpadu lagi menjadi arteriola efferens. Tempat
masuk dan keluarnya kedua arteriola itu disebut kutub vaskuler. Di seberangnya terdapat
kutub tubuler, yaitu permulaan tubulus contortus proximalis.9,10

Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler tersebut, ditunjang oleh jaringan
yang disebut mesangium, yang terdiri atas matriks dan sel mesangial. Mesangium berfungsi
sebagai pendukung kapiler glomerulus dan mungkin berperan dalam pembuangan
makromolekul (seperti komplek imun) pada glomerulus, baik melalui fagositosis intraseluler
maupun dengan transpor melalui saluran-saluran intraseluler ke regio jukstaglomerular.
Kapiler-kapiler dalam keadaan normal tampak paten dan lebar. Di sebelah dalam daripada
kapiler terdapat sel endotel, yang mempunyai sitoplasma yang berfenestrasi. Di sebelah luar
kapiler terdapat sel epitel viseral, yang terletak di atas membran basalis dengan tonjolan-
tonjolan sitoplasma, yang disebut sebagai pedunculae atau “foot processes”. Maka itu sel
epitel viseral juga dikenal sebagai podosit.9
Antara sel endotel dan podosit terdapat membrana basalis glomeruler (GBM =
glomerular basement membrane). Membrana basalis ini tidak mengelilingi seluruh lumen
kapiler. Dengan mikroskop elektron diketahui bahwa membrana basalis ini terdiri atas tiga
lapisan, yaitu dari arah dalam ke luar ialah lamina rara interna, lamina densa dan lamina
rara externa.10
Simpai Bowman di sebelah dalam berlapiskan sel epitel parietal yang gepeng, yang
terletak pada membrana basalis simpai Bowman. Membrana basalis ini berlanjut dengan
membrana basalis glomeruler pada kutub vaskuler, dan dengan membrana basalis tubuler
pada kutub tubuler. Dalam keadaan patologik, sel epitel parietal kadang-kadang berproliferasi
membentuk bulan sabit (”crescent”). Bulan sabit bisa segmental atau sirkumferensial, dan
bisa seluler, fibroseluler atau fibrosa.11
Populasi glomerulus ada 2 macam yaitu :
1. Glomerulus korteks yang mempunyai ansa henle yang pendek berada dibagian luar
korteks.10
2. Glomerulus jukstamedular yang mempunyai ansa henle yang panjang sampai ke
bagian dalam medula. Glomerulus semacam ini berada di perbatasan korteks dan
medula dan merupakan 20% populasi nefron tetapi sangat penting untuk reabsoprsi
air dan solut.10

Gambar 2. Potongan melintang glomerulus dan kapiler glomerulus


Fisiologi Ginjal

Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan


ekstraseluler dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstraseluler ini
dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus.1

Fungsi utama ginjal terbagi menjadi:1


1. Fungsi ekskresi
 Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah
ekskresi air.
 Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan
membentuk kembali HCO3ˉ
 Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal.
 Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein terutama urea,
asam urat dan kreatinin.
 Mengekskresikan berbagai senyawa asing, seperti : obat, pestisida, toksin, &
berbagai zat eksogen yang masuk kedalam tubuh.

2. Fungsi non ekskresi


 Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.
 Menghasilkan kalikrein, suatu enzim proteolitik dalam pembentukan kinin, suatu
vasodilator
 Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam stimulasi
produk sel darah merah oleh sumsum tulang.
 Memetabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
 Sintesis glukosa dari sumber non-glukosa (glukoneogenesis) saat puasa
berkepanjangan.
 Menghancurkan/menginaktivasi berbagai hormone, seperti : angiotensin II,
glucagon, insulin, & paratiroid.
 Degradasi insulin.
 Menghasilkan prostaglandin
Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma darah dan
substansi yang tidak diperlukan tubuh sewaktu darah melalui ginjal. Substansi yang paling
penting untuk dibersihkan adalah hasil akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat
dan lain-lain. Selain itu ion-ion natrium, kalium, klorida dan hidrogen yang cenderung untuk
berakumulasi dalam tubuh secara berlebihan.1
Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan substansi yang tidak diperlukan
dalam tubuh adalah :
1. Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus yang akan
menghasilkan cairan filtrasi.
2. Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang tidak diperlukan tidak
akan direabsorpsi sedangkan substansi yang diperlukan direabsorpsi kembali ke
dalam plasma dan kapiler peritubulus.

Mekanisme kerja nefron yang lain dalam membersihkan plasma dan substansi yang
tidak diperlukan tubuh adalah sekresi. Substansi-substansi yang tidak diperlukan tubuh akan
disekresi dan plasma langsung melewati sel-sel epitel yang melapisi tubulus ke dalam cairan
tubulus. Jadi urin yang akhirnya terbentuk terdiri dari bagian utama berupa substansi-
substansi yang difiltrasi dan juga sebagian kecil substansi-substansi yang disekresi.

Gambar 3. Fungsi ginjal berdasarkan komponen yang menyusunnya

Filtrasi Glomerulus
Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma disaring melalui
dinding kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang bebas sel, mengandung semua
substansi plasma seperti  elektrolit, glukosa, fosfat, ureum, kreatinin, peptida, protein-protein
dengan berat molekul rendah kecuali protein yang berat molekulnya lebih dari 68.000
(sepertI albumin dan globulin). Filtrat dikumpulkan dalam ruang Bowman dan masuk ke
dalam tubulus sebelum meninggalkan ginjal berupa urin.1

Filtrasi glomerulus adalah hasil akhir dari gaya-gaya yang berlawanan melewati dinding
kapiler. Gaya ultrafiltrasi (tekanan hidrostatis kapiler glomerulus) berasal dari tekanan arteri
sistemik, yang di ubah oleh tonus arteriole aferen dan eferen. Gaya utama yang melawan
ultrafiltrasi adalah tekanan onkotik kapiler glomerulus, yang dibentuk oleh perbedaan
tekanan antara kadar protein plasma yang tinggi dalam kapiler dan ultrafiltrat yang hampir
saja bebas protein dalam ruang bowman. Filtrasi dapat diubah oleh kecepatan aliran plasma
glomerulus, tekanan hidrostatis dalam ruang bowman, dan permeabilitas dari dinding kapiler
glomerulus. Permeabilitas, seperti yang diukur dengan koefisien ultrafiltrasi (K1) adalah hasil
kali permeabilitas air pada membran dan luas permukaan kapiler glomerulus total yang
tersedia untuk filtrasi.1
Laju filtrasi glomelurus (LFG) sebaiknya ditetapkan dengan cara pengukuran klirens
kreatinin atau memakai rumus berikut:1
LFG = k . Tinggi Badan (cm)
Kreatinin serum (mg/dl)
Nilai “k” pada:

 BBLR < 1 tahun   = 0,33


 Aterm < 1 tahun  = 0,45
 1 – 12 tahun  = 0,55

Definisi
Sindrom nefritik adalah suatu sindrom yang merupakan manifestasi dari inflamasi
pada glomerulus atau glomerulunefritis dan terjadi pada semua usia. Sindrom nefritik terdiri
dari hipertensi, hematuria, silinder eritrosit, pyuria, dan proteinuria ringan sampai sedang.
Glomerulonefritis sendiri memiliki definisi inflamasi pada glomerulus ginjal yang disebabkan
oleh teraktivasinya reaksi imunologi. Hal ini akan menyebabkan proliferasi pada jaringan
glomerulus yang dapat merusak membran basal, mesangium, dan endotel kapiler. Kerusakan
glomerulus berkelanjutan menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dan
menyebabkan munculnya manifestasi uremik dengan retensi garam dan air, yang
menyebabkan edema dan hipertensi. Biasanya kumpulan gejala ini disingkat sebagai
PHAROH (proteinuria, hematuria, azotemia, RBC cast, oliguria, dan hipertensi).12
Salah satu tipe glomerulonefritis adalah rapidly progressive glomerulonephritis
(RPGN) yang memiliki ciri khusus berupa penurunan filtrasi glomerulus minimal 50%
beberapa hari sampai 3 bulan. Gambaran khas pada histopatologik adalah pembentukan
cresentic. Struktur ini muncul karena rusaknya satau rupturnya kapiler glomerulus yang dpaat
dilihat dengan menggunakan mikroskop cahaya ataupun mikroskop elektron.12-14

Klasifikasi RPGN
Istilah RPGN pertama kali digunakan pada pasien dengan PSGN (post streptococcal
glomerulonephritis) fulminan dan memiliki prognosis yang buruk. Beberapa tahun kemudian
antibodi anti-GBM (anti glomerular basement membrane) ditemukan dan berkontribusi pada
pembentukan glomerulonefritis crecent pada domba, dan setelah penemuan ini, Goodpasture
syndrome ditemukan. Beberapa tahun kemudian, hubungan antara anti-GBM dan sindrom ini
telah jelas diketahui.15
Pada pertengahan tahun 1970, sekelompok pasien yang memenuhi kriteria untuk
RPGN tanpa etiologi yang jelas telah dikelompokkan. Kebanyakan kasus ini berhubungan
dengan gejala sistemik dari vaskulitis, tetapi beberapa kasus hanya dikaitkan dengan penyakit
ginjal primer. Kasus ini tidak memiliki anti-GBM pada saat pemeriksaan dengan
immunofluorescent, tetapi memiliki kadar ANCA (antineutrophilic cytoplasmic antibodies)
yang cukup signifikan. Oleh karena itu, kelompok ini dinamakan ANCA-associated RPGN.15
Secara garis besar, RPGN dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu anti-GBM
disease, immune complex disease, dan pauci-immune disease (ANCA).
Kelompok pertama adalah kelompok anti-GBM. Kelompok ini didasarkan pada
adanya antibodi terhadap membran basal glomerulus. Beberapa penyakit yang termasuk
golongan ini adalah Goodpasture syndrome dan anti-GBM disease, dengan goodpasture
syndrome memiliki manifestasi tambahan pada paru, yaitu pendarahan paru.15

Kelompok kedua adalah dengan ANCA positif atau vaskulitis. Sekitar 80-90%
kelompok pasien ini memiliki nilai ANCA positif. Beberapa penyakit yang termasuk
golongan ini adalah granulomatosis dengan poliangitis (Wegener granulomatosis), poliangitis
mikroskopik, renal-limited necrotizing crescentic glomerulonephritis(NCGN), dan Churg-
Strauss syndrome.15

Kelompok ketiga adalah kelompok dengan penimbunan imun kompleks. Beberapa


penyakit yang termasuk dalam golongan ini adalah PSGN, collagen vascular disease, lupus
nefritis, Henoch-Schonlein purpura (IgA dan vaskulitis sistemik), IgA nefropati (tanpa
vaskulitis), cryoglobulinemia, penyakit ginjal primer, membranoproliferative
glomerulonephritis, fibrillary glomerulonephritis, dan idiopatik.15

Etiologi Infeksi
Penyebab infeksi yang paling sering GNA adalah infeksi oleh spesies Streptococcus
(yaitu, kelompok A, beta-hemolitik). Dua jenis telah dijelaskan, yang melibatkan serotipe
yang berbeda:16
 Serotipe M1, 2, 4, 12, 18, 25 - nefritis Poststreptococcal akibat infeksi saluran
pernapasan atas, yang terjadi terutama di musim dingin
 Serotipe 49, 55, 57, 60 - nefritis Poststreptococcal karena infeksi kulit, biasanya
diamati pada musim panas dan gugur dan lebih merata di daerah selatan Amerika
Serikat.
GNA pasca infeksi streptokokus (GNAPS) biasanya berkembang 1-3 minggu setelah
infeksi akut dengan strain nephritogenic spesifik grup A streptokokus beta-hemolitik. Insiden
GN adalah sekitar 5-10% pada orang dengan faringitis dan 25% pada mereka dengan infeksi
kulit.16
GN pascainfeksi Nonstreptococcal mungkin juga hasil dari infeksi oleh bakteri lain,
virus, parasit, atau jamur. Bakteri selain streptokokus grup A yang dapat menyebabkan GNA
termasuk diplococci, streptokokus lainnya, staphylococci, dan mikobakteri. Salmonella
typhosa, Brucella suis, Treponema pallidum, Corynebacterium bovis, dan actinobacilli juga
telah diidentifikasi.16
Cytomegalovirus (CMV), coxsackievirus, Epstein-Barr virus (EBV), virus hepatitis B
(HBV), rubella, rickettsiae (seperti dalam tifus scrub), dan virus gondong diterima sebagai
penyebab virus hanya jika dapat didokumentasikan bahwa infeksi streptokokus beta-
hemolitik tidak terjadi. GNA telah didokumentasikan sebagai komplikasi langka hepatitis
A.16
Menghubungkan glomerulonefritis ke etiologi parasit atau jamur memerlukan
pengecualian dari infeksi streptokokus. Organisme diidentifikasi meliputi Coccidioides
immitis dan parasit berikut: Plasmodium malariae, Plasmodium falciparum, Schistosoma
mansoni, Toxoplasma gondii, filariasis, trichinosis, dan trypanosomes.16

Etiologi Non-infeksi16
Penyebab non-infeksi dari GNA dapat dibagi menjadi penyakit ginjal primer, penyakit
sistemik, dan kondisi lain-lain atau agen.

Penyakit sistemik multisistem yang dapat menyebabkan GNA meliputi:


 Vaskulitis (misalnya, Wegener granulomatosis) - Ini menyebabkan glomerulonefritis
yang menggabungkan nephritides granulomatosa atas dan bawah.
 Penyakit kolagen-vaskular (misalnya, lupus eritematosus sistemik [SLE]) - Ini
menyebabkan glomerulonefritis melalui deposisi kompleks imun pada ginjal.
 Vaskulitis hipersensitivitas - Ini mencakup sekelompok heterogen gangguan
pembuluh darah kecil dan penyakit kulit.
 Cryoglobulinemia - Hal ini menyebabkan jumlah abnormal cryoglobulin dalam
plasma yang menghasilkan episode berulang dari purpura luas dan ulserasi kulit pada
kristalisasi.
 Polyarteritis nodosa - ini menyebabkan nefritis dari vaskulitis melibatkan arteri ginjal.
 Henoch-Schönlein purpura - Ini menyebabkan vaskulitis umum mengakibatkan
glomerulonefritis.
 Sindrom Goodpasture - Ini menyebabkan antibodi yang beredar pada kolagen tipe IV
dan sering mengakibatkan kegagalan ginjal progresif cepat (minggu ke bulan).

Penyakit ginjal primer yang dapat menyebabkan GNA meliputi:


 Membranoproliferatif glomerulonefritis (MPGN) - Hal ini disebabkan perluasan dan
proliferasi sel mesangial akibat pengendapan komplemen. Tipe I mengacu pada
deposisi granular dari C3, tipe II mengacu pada proses yang tidak teratur.
 Penyakit Berger (IgG-immunoglobulin A [IgA] nefropati) - ini menyebabkan GN
sebagai akibat dari deposisi mesangial difus IgA dan IgG.
 GN proliferatif mesangial “murni”
 Idiopatik glomerulonefritis progresif cepat - Bentuk GN ditandai dengan adanya
glomerulus crescent. Terdapat 3 tipe: Tipe I adalah antiglomerular basement
membrane disease, tipe II dimediasi oleh kompleks imun, dan tipe III diidentifikasi
dengan antibodi sitoplasmik antineutrophil (ANCA).

Penyebab noninfeksius lainnya dari GNA meliputi:


 Sindrom Guillain-Barré
 Iradiasi tumor Wilms
 Vaksin Difteri Pertusis Tetanus (DPT)
 Serum sickness

Patofisiologi
Hubungan antara ANCAs dengan patogenesis ANCA-associated GN masih tidak
jelas; bagaimanapun, terdapat suatu postulat bahwa ANCAs menginduksi degranulasi dan
aktivasi prematur dari neutrofil, yang menyebabkan pelepasan enzim proteinolitik dan
metabolik oksigen radikal pada lokasi kerusakan ginjal. Terdapat suatu bukti bahwa ANCAs
termasuk dalam salah satu faktor yang signifikan dalam patogenesis pauci-immune vasculitis
terkait RPGN. Pada pengujian eksperimental, didapatkan bahwa ANCAs mengaktifkan
neutrofil dengan melakukan degranulasi secara prematur. ANCAs akan bereaksi dengan
antigen pada granula primer pada sitoplasma neutrofil (antiproteinase-3 [PR3]) dan lisosom
monosit (MPO).16

pANCA non spesifik muncul pada penyakit autoimun atau penyakit inflamatorik,
tetapi tidak memiliki hubungan dengan MPO. Penyakit sistemik tersering adalah SLE.
Penyakit lain yang masih tergolong dalam kelompok ini adalah IBD, kolangitis sklerosis,
hepatitis autoimun, RA, dan Felty syndrome.16

Epidemiology

Prevalensi terkait ANCA masih tidak diketahui. Insidensi RPGN dilaporkan sekitar 7
kasus per satu juta orang per tahun. Mortalitas tergantung dari komplikasi yang muncul.
Salah satunya adalah pendarahan paru masif sebagai penyebab terbesar. Bagaimanapun juga,
penggunaan imunosupresan oral dapat meningkatkan insidensi infeksi.
Orang berkulit putih lebih mudah terkena dibandingkan Afrika dan Amerika.
Rasionya adalah 7:1. Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian RPGN.
Interval usianya adalah 2-92 tahun. Bagaimanapun juga, kasus ini jarang pada pediatrik.
Kasus RPGN lebih sering terjadi pada pertengahan dekade enam kehidupan.

Manifestasi Klinis
Kebanyakan biasanya, pasien dengan GNA akan terlihat karena terjadinya perubahan
warna urin mendadak. Pada kesempatan itu pula, keluhan mungkin berhubungan dengan
komplikasi dari penyakit: kejang hipertensi, edema, dan sebagainya. Selanjutnya perlu digali
lebih jauh mengenai rincian lebih lanjut mengenai perubahan warna urin. Hematuria pada
anak dengan GNA biasanya digambarkan sebagai "coke," "teh," atau berwarna seperti asap.
Warna darah merah terang dalam urin lebih mungkin konsekuensi masalah anatomi seperti
urolithiasis dari glomerulonefritis.17
Warna urin pada GNA seragam di sepanjang aliran. Hematuria pada GNA hampir
selalu tidak sakit; disuria yang menyertai gross hematuria lebih mengarah pada cystitis
hemorrhagik akut daripada penyakit ginjal. Riwayat keluhan serupa sebelumnya akan
menunjuk ke eksaserbasi proses kronis seperti IgA nefropati.17
Hal ini penting berikutnya adalah memastikan gejala sugestif dari komplikasi GNA
tersebut. Ini mungkin termasuk sesak napas atau setelah beraktifitas yang menunjukkan
overload cairan atausakit kepala, gangguan penglihatan, atau perubahan status mental dari
hipertensi.17
Sejak GNA dapat muncul dengan keluhan dari organ multisistem, review lengkap dari
seluruh sistem sangat penting. Perhatian khusus harus diberikan untuk ruam,
ketidaknyamanan sendi, perubahan berat badan, kelelahan, perubahan nafsu makan, keluhan
pernafasan, dan paparan obat terakhir. Sejarah keluarga harus membahas kehadiran setiap
anggota keluarga dengangangguan autoimun, sebagai anak-anak dengan baik SLE dan
membranoproliferatif glomerulonefritis (MPGN) mungkin memiliki kerabat yang juga
menderita penyakit serupa. Sebuah riwayat keluarga gagal ginjal (khususnya bertanya tentang
dialisis dan transplantasi ginjal) mungkin menjadi petunjuk untuk proses seperti sindrom
Alport, yang mungkin awalnya hadir dengan gambar GNA.17
Adanya riwayat infeksi streptokokus sebelumnya seperti faringitis, tonsilitis, atau
pioderma.
Berikut merupakan beberapa keadaan yang didapatkan dari anamnesis:
a) Periode laten
 Terdapat periode laten antara infeksi streptokokus dengan onset pertama kali muncul
gejala.
 Pada umumnya, periode laten selama 1-2 minggu setelah infeksi tenggorok dan 3-6
minggu setelah infeksi kulit
 Onset gejala dan tanda yang timbul bersamaan dengan faringitis biasanya merupakan
imunoglobulin A (IgA) nefropati daripada GNA PS.
b) Urin berwarna gelap
 Merupakan gejala klinis pertama yang timbul
 Urin gelap disebabkan hemolisis eritrosit yang telah masuk ke membran
 basalis glomerular dan telah masuk ke sistem tubular.
c) Edema periorbital
 Onset munculnya sembab pada wajah atau mata tiba-tiba. Biasanya tampak jelas saat
psaat bangun tidur dan bila pasien aktif akan tampak pada sore hari.
 Pada beberapa kasus edema generalisata dan kongesti sirkulasi seperti dispneu dapat
timbul.
 Edema merupakan akibat dari tereksresinya garam dan air.
 Tingkat keparahan edema berhubungan dengan tingkat kerusakan ginjal.
d) Gejala nonspesifik
 Yaitu gejala secara umum penyakit seperti malaise, lemah, dan anoreksia, muncul
pada 50% pasien.
 15 % pasien akan mengeluhkan mual dan muntah.
 Gejala lain demam, nyeri perut, sakit kepala.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik diawali dengan penilaian yang cermat mengenai tanda-tanda vital,
terutama tekanan darah. Tekanan darah 5 mm di atas persentil ke-99 untuk usia anak, jenis
kelamin, dan tinggi, terutama jika disertai dengan perubahan dalam status kejiwaan,
dibutuhkan perhatian. Takikardia dan tachypnea mengarah ke gejala overload cairan.
Pemeriksaan hidung dan tenggorokan dengan cermat dapat memberikan bukti perdarahan,
menunjukkan kemungkinan salah satu ANCA positive vaskulitides seperti Wegner’s
granulomatosis.17
Limfadenopati servikal mungkin residua dari faringitis streptokokus baru-baru ini.
Pemeriksaan kardiopulmoner akan memberikan bukti overload cairan atau keterlibatan paru
yang memiliki karakteristik sindrom langka ginjal-paru. Pemeriksaan perut sangat penting.
Ascites mungkin hadir jika ada komponen nefrotik pada GNA. Hepato-splenomegali
mungkin menunjuk ke gangguan sistemik. Nyeri perut yang signifikan dapat menyertai
HSP.17
Beberapa edema perifer dari retensi garam dan air terlihat pada GNA, tapi ini
cenderung menjadi edema"berotot" yang lebih halus daripada karakteristik edema pitting dari
sindrom nefrotik. Yang paling mudah terlihat adalah edema periorbital atau mata tampak
sembab. Edema skrotum dapat terjadi pada sindrom nefrotik juga, dan orchitis merupakan
temuan sesekali di HSP.17
Pemeriksaan yang sangat berhati-hati dari kulit adalah penting dalam GNA. Ruam
pada HSP, memiliki karakteristik ketika kemerahan, awalnya mungkin halus dan terbatas
pada bokong atau punggung kaki. Keterlibatan sendi terjadi pada beberapa gangguan
multisistem dengan GNA. Sendi kecil (misalnya, jari) lebih khas SLE, sementara atau
keterlibatan lutut terlihat dengan HSP.18
a) Sindrom Nefritis Akut
 Gejala yang timbul adalah edema, hematuria, dan hipertensi dengan atau tanpa klinis
GNA PS.
 95% kasus klinis memiliki 2 manifestasi, dan 40% memiliki semua manifestasi akut
nefritik sindrom
b) Edema
 Edema tampak pada 80-90% kasus dan 60% menjadi keluhan saat ke dokter.
 Terjadi penurunan aliran darah yang bermanifestasi sedikit eksresi natrium dan urin
menjadi terkonsentrasi. Adanya retensi natrium dan air ini menyebabkan terjadinya
edema.
c) Hipertensi
 Hipertensi muncul dalam 60-80% kasus dan biasanya pada orang yang lebih besar.
 Pada 50% kasus, hipertensi bisa menjadi berat.
 Jika ada hipertensi menetap, hal tersebut merupakan petunjuk progresifitas ke arah
lebih kronis atau bukan merupakan GNA PS.
 Hipertensi disebabkan oleh retensi natrium dan air yang eksesif.
 Meskipun terdapat retensi natrium, kadar natriuretic peptida dalam plasma meningkat.
 Aktivitas renin dalam plasma rendah.
 Ensefalopati hipertensi ada pada 5-10% pasien,biasanya tanpa defisit neurologis.
d) Oliguria
 Tampak pada 10-50% kasus, pada 15% output urin <200ml.
 Oliguria mengindikasikan bentuk cresentic yang berat.
 Biasanya transien, dengan diuresis 1-2 minggu.
e) Hematuria
 Muncul secara umum pada semua pasien.
 30% gross hematuria.
f) Disfungsi ventrikel kiri
 Disfungsi ventrikel kiri dengan atau tanpa hipertensi atau efusi perikardium dapat
timbul pada kongestif akut dan fase konvalesen.
 Pada kasus yang jarang, GNA PS dapat menunjukkan gejala perdarahan pulmonal.

Pemeriksaan Penunjang18

Terdapat beberapa pemeriksaan yang diperlukan untuk diagnosis RPGN terkait.


ANCA, anti-GBM, dan kompleks imun. Pemeriksaan yang dimaksud adalah sebagai berikut.
Yang pertama adalah pemeriksaan darah lengkap. Hasilnya biasanya dalam batas
normal, tetapi anemia dapat timbul jika terjadi gagal ginjal atau pendarahan pada saluran
pencernaan. Eosinofilia 13% atau lebih sugestif untuk Churg-Strauss disease.
Elektrolis serum, kreatinin, BUN, laktat dehidrogenase (LDH), kreatin fosfokinasi
(CPK), dan tes fungsi hati. Abnormalitas tersering adalah peningkatan serum kreatinin.
Bagaimanapun juga, level serum kreatinin masih dapat normal. Kadar LDH dan CPK dapat
naik pada inflamasi yang signifikan pada myalgia.
Pemeriksaan kedua adalah dengan urinalisis. Proteinuria biasanya selalu muncul
tetapi jarang lebih besar dari 2-3 gram dalam 24 jam. Hematuria mukroskopik sangat
bervariasi. Adanya silinder eritrosit menandakan adanya inflamasi glomerulus dan
merupakan tanda yang cukup membantu.
Laju endap darah: walaupun tidak spesifik, tetapi kadarnya biasanya meningkat pada
penyakit inflamasi yang sedang aktif.
C-reactive protein: kadarnya akan meningkat dan selalu berhubungan dengan aktivitas
penyakit inflamasi.
Pemeriksaan titer ANA. Kadar ANA tidak menunjukkan hasil positif pada penyakit
terkait ANCA. Hasil ANA yang positif mengarahkan diagnosis ke arah lupus eritematosus
sistemik.
Pemeriksaan ANCA dengan ELISA. Lebih dari 80% pasien dengan poliangitis
mikroskopik memiliki hasil ANCA positif, dan kebanyakan mendeskripsikan pANCA
dengan MPO. Pada pasien engan granulomatosis dengan poliangitis, 90% memiliki hasil
ANCA positif dan memiliki cANCA dengan spesifisitas PR3, khususnya yang memiliki
manifestasi pada paru-paru.
Cryoglobulins: gejala cryoglobulinemia sangat mirip dengan penyakit terkait ANCA.
Bagaimanapun juga, pada pasien dengan penyakit terkait ANCA, titer cryoglobulin harus
negatif.
Profil hepatitis: penyakit terkait ANCA tidak terkait dengan hepatitis. Tetapi pada
berbagai kasus, hepatitis B biasanya terkait dengan poliarteritis nodosa dan hepatitis C
biasanya terkait dengan cryoglobulinemia.
Pada beberapa keadaan, USG diperlukan untuk mengeksklusi diagnosis kelainan
obstruksi saluran kemih dengan gagal ginjal akut. Pemeriksaan biopsi kadang diperlukan
untuk menegakkan diagnosis RPGN karena spesifisitas dan sensitivitas pemeriksaan ANCA
hanya 80-90%. Hasil pemeriksaan biopsi ginjal menunjukkan inflamasi pada glomerulus
yang difus, proliferatif, dan nekrotik dengan pembentukan crescent.

Terapi18
Terapi untuk penyakit terkait ANCA terdiri dari kombinasi kortikosteroid dan
siklofosfamide. Terapi tunggal dengan steroid memiliki kemungkinan relaps tiga kali lebih
besar dibandingkan terapi kombinasi. Prediktor ginjal yang dapat digunakan adalah dengan
menggunakan kadar kreatinin saat diagnosis. Dialisis dapat dijadikan sebagai salah satu terapi
untuk mengurangi jumlah antibodi yang beredar.
Terapi pertama adalah dengan menggunakan metilprednisolon intravena 7
mg/kgbb/hari selama 3 hari, diikuti dengan prednison oral 1 mg/kgbb/hari selama 3 bulan.
Dosis ini diturunkan 25% tiap 4 minggu sampai pasien berhenti minum obat.
Pemberian siklofosfamid dapat diberikan intravena atau oral. Terapi intravena
diberikan dengan dosis 0.5 gram/m2, dan dosis oralnya 2 mg/kg. Keduanya disesuaikan
dengan jumlah leukosit selama 2 minggu (target 3000-4000/mikroliter). Dosis maksimal 1
gram/m2.
Di Eropa, penggantian siklofosfamid dengan azatioprin setelah 3 bulan periode
induksi. Azatioprin diberikan dengan dosis 2 mg/kg secara oral. Terapi ini dilakukan selama
6-12 bulan.
Metotrexat juga bisa menggantikan siklofosfamid untuk mengobati poliangitis
granulomatosis setelah terapi inisial dengan menggunakan siklofosfamid.
Plasmafaresis merupakan salah satu cara yang bermanfaat untuk terapi pada pasien
dengan gagal ginjal yang parah (serum kreatinin > 6 mg/dl) atau yang tidak berespon
terhadap terapi definitif.
Rituximab juga dapat digunakan untuk meningkatkan outcome pada pasien dengan
vaskulitis terkait ANCA, sebagai tambahan karena rituximab juga merupakan golongan anti-
CD20 yang menghambat pembentukan antibodi melalui kerjanya pada limfosit B.
Terapi lain dapat digunakan untuk meningkatkan remisi, seperti immunoglobulin
intravena, antibodi antitimosit, dan antibodi monoklonal terhadap CD4 dan CD25. Tidak
satupun dari terapi ini yang sudah teruji klinis.

Prognosis

Ketika pasien diterapi sejak awal, kebanyakan pasien dengan RPGN akan mencapai
remisi total. Biasanya, semakin tinggi kadar kreatinin serum, maka semakin buruk
prognosisnya, tetapi dengan adanya dialisis, fungsi ginjal pasien masih dapat membaik. Pada
beberapa penelitian retrospektif, kadar kreatinin lebih dari 4,6 mg/dL diprediksikan akan
mengarah ke gagal ginjal “end stage”. Bagaimanapun juga, kadar kreatinin tidak
menentukan secara pasti prognosis pasien.
Daftar Pustaka
1. Ramadhani D, Ong HO, editors. Fisiologi manusia: Dari sel ke sistem. 8th ed.
Diterjemahkan dari: Sherwood L. Introduction to human physiology. 8 th ed. Jakarta:
EGC; 2012. P. 4-6. P.326-38.
2. Albert B, Johnson A, Lewis J, Morgan D, Raff M, Robert K, et al. Molecular biology of
the cell. 6th ed. New York: Garland Science; 2015. P. 1-4, 963-6.
3. Goodman SR. Medical cell biology. 3rd ed. California: Elsevier; 2012. P. 1-6.
4. Clark DP, Pazdernik NJ. Molecular biology. 2nd ed. Oxford: Elsevier; 2013. P. 3-9.
5. Karp G. Cell and molecular biology. Concepts and experiments. Oxford. P. 19. Netter
FH. Atlas of human anatomy. 6th ed. Philadelphia: Saunders; 2014
6. Netter FH. Atlas of human anatomy. 6th ed. Philadelphia: Saunders; 2014
7. Paulsen F, Washcke J. Sobotta, General Anatomy and Musculoskeletal System. 23 rd ed.
Munchen: EGC; 2010.
8. Standring S. Gray’s Anatomy; The anatomical basis of clinic practice. London: Elsevier;
2016.
9. Eroschenko VP. DiFiore Atlas of Histology with Functional Correlations. 11 th ed.
Baltimore: Lippincott Williams and Wilkins; 2008.
10. Mescher AL. Junqueira’s Basic Histology Text and Atlas. 13 th ed. New York: McGraw-
Hill; 2013.
11. Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbin and Cotran: Pathologic basis of disease. 9th ed.
Philadelphia: Elsevier; 2015. P. 492-500.
12. Davies DJ, Moran JE, Niall JF, et al. Segmental necrotising glomerulonephritis with
antineutrophil antibody: possible arbovirus aetiology?. Br Med J (Clin Res Ed). 1982 Aug
28-Sep 4. 285(6342):606. [Medline].

13. Hall JB, Wadham BM, Wood CJ, et al. Vasculitis and glomerulonephritis: a subgroup
with an antineutrophil cytoplasmic antibody. Aust N Z J Med. 1984 Jun. 14(3):277-8.
[Medline]
14. Lewis JB, Neilson EG. Glomerular disease. From: Harrison; Principles of internal
medicine. 19th ed. USA; McGraw-Hill; 2012. P. 1831-53.
15. Glomerulonefritis. In: Syaifullah, Muhammad, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. 2002.
Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI pp. 323
16. Geetha, Duvuru. Glomerulonephritis, Poststreptococcal [online]. 2010. Downloaded
from: http://emedicine.medscape.com/article/240337-overview
17. Lau KK, Wyatt RJ. Glomerulonephritis. Adolesc Med. 2005. 67-85. Downloaded from:
http://med.stanford.edu/content/dam/sm/pednephrology/documents/secure/Glomerulonep
hritis.pdf
18. Naseri M. RPGN – Clinical features, treatment and prognosis. Downloaded from:
http://cdn.intechopen.com/pdfs/22836/InTech-
Rpgn_clinical_features_treatment_and_prognosis.pdf.

Anda mungkin juga menyukai