Anda di halaman 1dari 32

CHRONIC INFLAMMATORY

DEMYELINATING POLYNEUROPATHY
Nama : Ny. TY
Umur : 29 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Lintas Sumatera,
Ranrau Bingin, Tiang
Pumpung Kepungut
Agama : Islam
MRS Tanggal : 09 Juni 2014

IDENTIFIKASI
ANAMNESIS
Penderita dirawat di bagian saraf RSMH karena mengalami kelemahan pada kedua
lengan dan kedua tungkai yang terjadi secara perlahan-lahan + 3 minggu yang lalu.
+ 3 minggu yang lalu penderita mengalami kelemahan pada kedua lengan dan kedua
tungkai secara perlahan-lahan. + 3 bulan yang lalu penderita mengeluh kesemutan pada
kedua lengan dan kedua tungkai, makin lama kedua tungkai makin berat dan diikuti
kedua lengan. Kelemahan kedua lengan dan kedua tungkai dirasakan sama berat.
Penderita tidak mengalami nyeri kepala atau batuk-pilek.
Sehari-hari penderita bekerja dengan tangan kanan. Penderita masih dapat
mengungkapkan isi pikirannya baik secara lisan, tulisan, dan isyarat. Penderita masih
dapat mengerti isi pikiran orang lain yang diungkapkan secara lisan, tulisan, dan isyarat.
Tidak ada rasa nyeri yang dirasakan pada kedua lengan dan kedua tungkai yang lemah.
Riwayat keluarga menderita penyakit dengan keluhan yang sama disangkal. + 7 bulan
yang lalu, penderita pernah mengalami kelemahan seperti ini. Hasil ENMG sesuai
dengan axonal demyelinating polyneuropathy, sugestif Guillain-Barr Syndrome.
Penyakit ini diderita untuk kedua kalinya.
PEMERIKSAAN FISIK

Status Internus
Kesadaran : Compos mentis GCS = 15 (E
4
M
6
V
5
)
Gizi : Sedang
Suhu Badan : 36,2 C
Nadi : 96 kali/menit
Pernapasan : 20 kali/menit
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Berat badan : kg
Tinggi badan : cm
Jantung : HR = 96 kali/menit, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-),
wheezing (-)
Abdomen : Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba
membesar, bising usus normal
Anggota Gerak : Lihat status neurologikus
Genitalia : Tidak diperiksa
STATUS PSIKIATRIKUS
Sikap : Kooperatif
Ekspresi Muka : Wajar
Perhatian : Ada
Kontak Psikik : Ada

STATUS NEUROLOGIKUS

KEPALA
Bentuk : Normocephali
Deformitas : (-)
Ukuran : Normal
Fraktur : (-)
Simetris : Simetris
Nyeri fraktur : (-)
Hematom : (-)
Pembuluh darah: Tidak ada pelebaran
Tumor : (-)
Pulsasi : (-)
LEHER
Sikap : Lurus
Deformitas : (-)
Torticolis : (-)
Tumor : (-)
Kaku kuduk : (-)
Pembuluh darah : Tidak ada pelebaran

Status Neurologikus

N. Cranialis : N. VII : - Lipatan dahi simetris
- Lagophthalmus (-)
- Plica nasolabialis simetris

N. XII : - Deviasi lidah (-)
- Fasikulasi (-)
- Disartria (-)
- Atrofi papil (-)
Fungsi Motorik Lka Lki Tka Tki
Gerakan K K K K
Kekuatan 2 2 2 2
Tonus
Klonus - -
R. Fisiologis
R. Patologis - - - -

Fungsi Sensorik : Tidak ada kelainan
Fungsi Luhur : Tidak ada kelainan
Fungsi Vegetatif : Tidak ada kelainan
GRM : (-)
Gerakan abnormal : (-)
Gait dan Keseimbangan : Belum dapat dinilai
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS KLINIS : Tetraparese Flaksid

DIAGNOSIS TOPIK : Mielin

DIAGNOSIS ETIOLOGI : Chronic Inflammatory
Demyelinating Polyneuropathy

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Guillan-Barr Syndrome, yang ditandai dengan kelemahan
muskular progresif dalam periode 1 bulan.
Neuropathy yang diturunkan, misalnya neuropathy motor dan
sensorik yang diturunkan. Diperlukan anamnesis riwayat
keluarga dan analisis DNA untuk membuktikannya.
Neuropathy metabolik: misalnya neuropathy diabetik dan
neuropathy yang berhubungan dengan gangguan toleransi
glukosa: uremik, hepatik dan neuropathy acromegalic;
neuropathy yang berhubungan dengan hypotiroidisme.
Diperlukan tes laboratorium yang tepat untuk membuktikan
kelainan-kelaian ini.
Neuropathy paraneoplastik: neuropathy yang berhubungan
dengan limphoma atau karsinoma.
DISKUSI
Pasien perempuan berusia 29 tahun dibawa ke rumah sakit dengan kelemahan
kedua lengan dan kedua tungkai yang terjadi secara perlahan-lahan. Adanya
gangguan dalam beraktivitas (activity of daily living/ADL) akibat defisit neurologis
berupa kelemahan kedua lengan dan kedua tungkai yang terjadi secara perlahan-
lahan > 24 jam maka penderita diduga mengalami Chronic Inflammatory
Demyelinating Polyneuropathy.
Dari riwayat perjalanan penyakit, kelemahan kedua lengan dan kedua tungkai
terjadi saat penderita sedang beraktivitas, tidak terdapat sakit kepala atau batuk-
pilek. Dari pemeriksaan fisik, tidak didapatkan refleks patologis. Refleks fisiologis
kedua lengan dan kedua tungkai menurun.
Selain itu, pada pemeriksaan fungsi motorik khususnya pada kedua lengan dan
kedua tungkai, gerakan kurang, kekuatan 2, tonus menurun, refleks fisiologis
menurun, dan refleks patologis negatif sehingga dapat disimpulkan penderita
mengalami tetraparese flaksid. Dengan demikian, diagnosis klinis pada penderita
ini tetraparese flaksid.
Dari diagnosis klinis di atas, dapat diketahui bahwa diagnosis topik penderita ini
mielin karena terdapat defisit neurologis pada fungsi sensorik.
Pada penderita ini ditemukan manifestasi klinis fokal berupa kelemahan kedua
lengan dan kedua tungkai dengan onset penyakit + 3 bulan. Sebab itu, diagnosis
etiologi pada pasien ini ialah Chronic Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy.

PENGOBATAN
IVFD NaCl 0,9 % gtt xx/menit makro
Mecobalamin 3 x 500 mg tab
Gamarus 1 x 10 flash
Simvastatin

PROGNOSIS
Quo ad Vitam :
Quo ad Functionam :

Pendahuluan
Chronic Inflammatory Demyelinating
Polyneuropathy (CIDP) adalah suatu gangguan
neurologis yang dikarakteristik oleh kelemahan
progresif dan gangguan fungsi sensorik pada
tungkai dan lengan. Gangguan ini kadang-kadang
disebut Chronic Relapsing Polyneuropathy,
disebabkan oleh kerusakan selubung mielin
(selubung lemak yang membungkus dan
melindungi sekeliling serat saraf) nervus perifer.

TINJAUAN PUSTAKA
EPIDEMIOLOGI
Chronic Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy adalah
gangguan yang sering terjadi dan meskipun kadang
terdiagnosa, merupakan penyakit yang potensial dapat
ditangani, dengan prevalensi kira-kira 0.5 per 100,000 kasus.
Persamaan klinik dengan varian Acute Inflammatory
Demyelinating Polyneuropathy (GuillainBarr

Syndrome)
memungkinkan terapi immunosuppresif bermanfaat dalam
penanganan pasien, sehingga diduga patogenesis gangguan
ini berupa immune-mediated. Saat Austin, dkk serta Dyck
dkk., pertama kalimendeskripsikan pasien dengan
corticosteroid-responsive chronic polyneuropathy, spektrum
presentasi klinik dan penyokong diagnostik terus
berkembang, termasuk pilihan terapi. Penting membedakan
gangguan ini dari chronic

sensorimotor polyneuropathies yang
timbul bersamaan dengan diabetes, alkoholisme

atau
malnutrisi.
ETIOLOGI

CIDP adalah suatu gangguan sistem imun. Khususnya, sistem imun
tidak dapat mengenal sel-sel myelin nervus perifer dan
menganggapnya sebagai agent asing. Kerusakan selubung terjadi
saat sistem imun mencoba untuk membersihkan tubuh dari agent
asing. Tidak ada fakta penelitian genetik yang menyokong terjadinya
penyakit ini, ataupun riwayat keluarga. Beberapa kesimpulan
menunjukkan bahwa CIDP merupakan penyakit yang tidak
diturunkan.
3

Seperti Guillain-Barr Syndrome, sangat kuat dugaan bahwa CIDP
dipicu oleh infeksi virus. Sebagai contoh, sel-sel imun dapat rusak oleh
infeksi virus, seperti yang terjadi pada Acquired-ImmunoDeficiency-
Syndrome (AIDS) sehingga menyebabkan malfungsi sistem imun.
Apakah infeksi virus atau mikroba yang secara langsung
menyebabkan CIDP masih belum jelas.
4,6

CIDP berbeda dari Guillain-Barr Syndrome pada infeksi virus, dimana
tidak terjadi antara beberapa bulan saat gejala pertama terlihat. Pada
Guillain-Barr Syndrome, infeksi virus atau bakteri, khas mendahului
timbulnya gejala-gejala.
6


KLASIFIKASI
a) Chronic Inflammatory Demyelinating
Polyneuropathy Klasik
Chronic Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy
klasik, dikarakteristik oleh kelemahan simetris pada otot-
otot proksimal dan distal yang mengalami peningkatan
progresifitas lebih dari dua bulan (keadaan kondisi ini
terpisah dari GuillainBarr Syndrome, penyakit ini self-
limited).

Kondisi-kondisi yang ada berhubungan dengan
gangguan sensasi, tidak adanya atau berkurangnya
refleks-refleks tendon, dan elevasi kadar protein cairan
serebrospinal, pada hantaran-saraf terdapat
demielinasi, dan tanda-tanda demielinasi pada
spesimen biopsi. Dalam perjalanan penyakit, dapat
terjadi relaps atau kronik dan progresif. Paling sering
pada dewasa muda.
b)Neuropathy Demielinasi
Analisis klinik yang sangat teliti mendefinisikan
bentuk lain dari Acquired

Demyelinating
Polyneuropathy. Penyebab diduga autoimun atau
dysimmune

yang berbeda dari Chronic
Inflammatory Demyelinating

Polyneuropathy klasik,
baik dalam presentasi klinik maupun respon
terhadap penanganan. Namun tidak jelas apakah
kondisi ini adalah varian Chronic Inflammatory
Demyelinating

Polyneuropathy atau penyakit yang
berbeda. Penyakit-penyakit tersebut antara lain:
Distal Acquired Demyelinating Symmetric
Neuropathy.
Diduga bahwa Distal Acquired Demyelinating
Symmetric

Neuropathy berbeda dengan Acquired
Demyelinating Polyneuropathy.

Prevalensi
meningkat pada pria dan mereka yang berumur
lebih dari 50 tahun. Gejala yang menonjol berupa
sensory loss distal, kelemahan distal ringan
(berbeda dengan defisit motor yang lebih general
pada Chronic Inflammatory

Demyelinating
Polyneuropathy klasik), dan kehilangan
keseimbangan. IgM paraproteinemia

ditemukan
pada hampir 23 pasien dengan kondisi ini. IgM-
associated Distal Demyelinating Symmetric
Neuropathy berespon kurang baik terhadap terapi
immunosuppressive.
Multifocal Motor Neuropathy.
Penting untuk membedakan Multifocal Motor
Neuropathy

dari penyakit motor neuron. Multifocal
Motor Neuropathy dikarakteristik oleh kelemahan
asimetrik tanpa sensory loss, seringkali dimulai
pada otot lengan distal. Blokade hantaran motorik
partial pada kedua sisi adalah ciri khas gambaran
elektrofisiologik, walaupun tidak semua pasien
mengalaminya. Sampai saat ini dilakukan deteksi
antiganglioside antibody sirkulasi. Kadar protein
cairan cerebrospinal

dan jumlah sel biasanya
normal. Meskipun penanganan kortikosteroid dan
plasmapheresis tidak efektif,

Multifocal Motor
Neuropathy dapat diperbaiki dengan immune
globulin

atau terapi cyclophosphamide.


Multifocal Acquired Demyelinating Sensory dan
Motor Neuropathy (LewisSumner Syndrome).
Multifocal Acquired Demyelinating Sensory dan
Motor Neuropathy

(the Lewis-Sumner Syndrome)
memiliki kemiripan dengan Chronic

Inflammatory
Demyelinating Polyneuropathy (misalnya, defisit
motorik dan sensorik, peningkatan kadar protein,
dan pada studi hantaran nervus motorik dan
sensorik memberikan hasil abnormal) dan
Multifocal

Motor Neuropathy (misalnya, gejala-
gejala yang asimetrik,

sering dimulai dari lengan
dan tangan, dan blokade hantaran).

Beberapa
psaien dengan kondisi ini memiliki antibodi
terhadap gangliosida,

dan pasien-pasien ini
berespon baik terhadap penanganan intravenous
immune globulin atau cyclophosphamide.
c) Neuropathy-neuropathy lain yang mirip dengan
Chronic Inflammatory Demyelinating
Polyneuropathy.
Beberapa bentuk lain dari acquired dan chronic
polyneuropathy

memiliki gambaran yang sama dengan
Chronic Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy

dan telah diklasifikasikan menjadi sub kelompok.
Bentuk-bentuk ini termasuk Axonal

Chronic
Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy, Pure
Sensory

Chronic Inflammatory Demyelinating
Polyneuropathy, dan pure

motor dan axonal chronic
Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy

(yang juga
disebut Multifocal Acquired Motor Axonopathy).

Pasien-
pasien dengan peripheral-nerve demyelination dan
respon complete atau partial terhadap immunoterapi,
diduga sebagai bagian dari Family Chronic

Acquired
Demyelinating Polyneuropathies yang besar. Chronic
Idiopathic Axonal Polyneuropathy adalah suatu
kelompok gangguan heterogeneous akibat progresifitas
neuropathy sensorimotor lambat tanpa nyeri, dapat
menyebabkan kecacatan ringan sampai sedang.
KRITERIA KLINIK
a) Kriteria klinik menurut American Academy of
Neurology (AAN)
3

Klinik : disfungsi motorik, dan disfungsi sensorik, yang
melibatkan > dari 1 tungkai, atau keduanya.
Waktu berlangsungnya; dari 2 bulan
Refleks: berkurang atau tidak ada
Tes elektrodiagnostik: 3 dari 4 kriteria berikut: blokade
kecepatan hantaran parsial 2 nervus motorik,
pemanjangan latensi distal 2 nervus motorik atau tidak
adanya gelombang F.
Cairan cerebrospinal: hitung leukosit < 10/mm
3
,
peningkatan kadar protein (pendukung)
Temuan biopsi: adanya demyelinisasi dan remyelinisasi

b) Kriteria klinik menurut Saperstein dkk.
Klinik ; Mayor: kelemahan proksimal dan distal
simetrik; Minor: khusus kelemahan distal atau
sensory loss.
Waktu berlangsungnya; dari 2 bulan
Refleks: berkurang atau tidak ada
Tes elektrodiagnostik: 2 dari 4 kriteria
elektrodiagnostik AAN.
Cairan cerebrospinal: Protein > 45 mg/dl; hitung
leukosit < 10/mm
3
(pendukung)
Temuan biopsi: gambaran menonjol demyelinisasi

c) Kriteria Inflammatory Neuropathy Cause and Treatment
(INCAT)
3

Klinik : progresif atau relapsing motorik dan disfungsi
sensorik lebih dari 1 tungkai
Waktu berlangsungnya; > dari 2 bulan
Refleks: berkurang atau tidak ada
Tes elektrodiagnostik: blokade hantaran parsial 2 nervus
motorik dan kecepatan hantaran abnormal atau latensi distal
atau latensi gelombang F pada 1 nervus lain; atau tidak
adanya blokade hantaran parsial, abnormalitas kecepatan
hantaran, latensi distal, atau latensi gelombang F pada 3
nervus motorik; atau abormalitas elektrodiagnostik
menunjukkan demyelinisasi 2 nervus dan pemeriksaan
histologi menunjukkan adanya demyelinisasi.
Cairan cerebrospinal: analisis cairan cerebrospinal
direkomendasikan tapi tidak diharuskan.
Temuan biopsi: tidak diharuskan (kecuali pada kasus-
kasus dengan abnormalitas elektrodiagnostik hanya pada
2 nervus motorik).
Neuropathy yang berhubungan dengan monoklonal
gammopathy: neuropathy yang berhubungan dengan
mieloma osteosclerosis, dengan monoklonal gammopathy
yang tidak dapat ditentukan, dan dengan Waldenstroms
macroglobulinemia.
Neuropathy yang berhubungan dengan penyakit infeksi:
infeksi dengan immunodefisiensi virus, Leprosy, Borreliosis
(termasuk lyme disease), diptheria.
Neuropathy toksik: alkohol, agent-agent industri (misalnya
acrylamide), logam (misalnya timah), obat-obatan (platinum-
based agent, amiodarone, perhexiline, tacrolimus,
chloroquin, dan suramin).
Neuropathy akibat defisiensi nutrisi: defisiensi vitamin B1,
B6, B12, atau E
Neuropathy yang berhubungan dengan porphyria
Neuropathy yang berhubungan dengan penyakit-penyakit
berat: polyneuropathy yang berhubungan dengan sepsis,
multiple organ failure, atau ventilasi jangka panjang.
PENANGANAN
Medikamentosa
Steroid
Penanganan first line untuk CIDP termasuk kortikosteroid (mis. Prednisone),
Dengan dosis awal 100 mg/hari dan biasanya dinaikkan dalam 1-4 minggu
kemudian dapat diganti dengan terapi lain secara selang-seling. Apabila
kekuatan otot menjadi normal kembali dan mencapai keadaan plateu maka
dosis prednison dapat diturunkan secara perlahan-lahan 5 mg setiap 2-3
minggu.
5,7

Obat-obat imunosuppresif
Obat-obat Immunosuppressive seringkali digunakan adalah klas Cytotoxic
(kemoterapi), termasuk Rituximab (Rituxan) dengan target sel-B, serta
Cyclophosphamide, obat yang mengurangi fungsi sistem imun. Ciclosporin
juga telah digunakan pada CIDP tapi dengan frekuensi yang kurang karena
merupakan pendekatan yang baru.
Penanganan immunosuppresif non-cytotoxic yang biasa digunakan termasuk
Azathioprine (Imuran) dan Mycophenolate mofetil (Cellcept). Anti-thymocyte
globulin (ATG), suatu agent immunosuppresif yang secara selektif
menghancurkan limfosit T, telah dipelajari untuk digunakan untuk CIDP. Anti-
thymocyte globulin adalah fraksi gamma globulin antiserum dari hewan yang
telah diimunisasi melawan human thymocytes. Ini merupakan suatu polyclonal
antibody.
4

Plasmapheresis (plasma exchange) dan immunoglobulin
(IVIg)
Prosedur medis yang dikenal sebagai plasmapheresis, atau
plasma exchange, dapat menjadi pilihan penanganan yang
lain. Pada plasmapheresis, plasma darah dikeluarkan dari
tubuh, Eritrosit diambil dari plasma dan dikembalikan
kedalam tubuh dengan plasma yang bebas antibodi atau
dengan cairan intravena. Oleh karena plasma darah
dikeluarkan dari tubuh pasien CIDP dapat mengandung
antibodi terhadap selubung myelin, mengeluarkan antibodi-
antibodi ini dapat mengurangi efek dari sistem imun tubuh
menyerang sel-sel nervus.
7,9

Prosedur lain yang menghasilkan hasil yang sama yaitu
pemberian intravenous immunoglobulin (IVIg). IVIg secara
umum ditujukan untuk penanganan sistem imun yang
berhubungan dengan neuropathy.

Fisioterapi
Fisioterapi memegang peranan penting dalam
penanganan CIDP. Fisioterapi dapat memperbaiki
kekuatan, fungsi dan mobilitas otot dan
meminimalisasikan penyusutan otot dan tendon
serta distorsi sendi-sendi.
4

Pemulihan dan Rehabilitasi
Pemulihan dari CIDP bervariasi dari satu orang ke
orang lain. Beberapa orang pulih sempurna tanpa
intervensi pengobatan, sedangkan yang lain dapat
relaps lagi dan lagi. Oleh karena beberapa orang
dapat mengalami kelemahan atau numbness yang
permanen, terapi fisik dapat digunakan sebagai
bagian dari regimen rehabilitasi.
PROGNOSIS
Prognosis seorang pasien berkisar antara pemulihan sempurna sampai
pola ulangan periodik gejala-gejala dan residual kelemahan atau
numbness otot. Seperti pada Multiple Sclerosis, suatu kondisi yang mirip
demyelinasi, tidak mungkin diprediksi dengan pasti bagaimana CIDP
mempengaruhi seseorang nantinya. Pola relaps dan remisi sangat
bervariasi pada tiap-tiap pasien. Periode relaps bisa sangat
mengganggu, tapi beberapa pasien dapat mengalami pemulihan
signifikan.
Jika terdiagnosa secara dini, inisiasi penanganan dini untuk mencegah
nerve-loss direkomendasikan. Akan tetapi, beberapa orang masih
menyisakan gejala-gejala sisa seperti; rasa tumpul, kelemahan, tremor,
fatigue dan gejala-gejala lain yang dapat memicu morbiditas jangka
panjang dan membatasi kualitas hidup.
1

Penting untuk membangun hubungan yang baik dengan dokter,
penyedia layanan primer dan spesialis. Oleh karena penyakit yang
jarang, beberapa dokter tidak memiliki kesiapan untuk menanganinya.
Tiap-tiap kasus CIDP berbeda, dan relaps jika terjadi dapat membawa
gejala-gejala dan masalah baru. Oleh karena variabilitas dalam berat
dan progresifitas penyakit, dokter-dokter tidak mampu menentukan
prognosis pasti. Periode eksperimentasi dengan regimen penanganan
berbeda penting untuk menemukan regimen penanganan yang tepat
untuk diberikan pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
NINDS Chronic Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy (CIDP). National Institute of
Neurological Disorders and Stroke National Institutes of Health Bethesda, MD 20892.
Available at http://en.wikipedia.org/wiki/Chronic_
inflammatory_demyelinating_polyneuropathy Last updated August 18, 2009.
Hoyle BD. Chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy.
http://www.answers.com/topic/chronic-inflammatory-demyelinating-polyneuropathy
Kller H, Kieseier BC, Jander S, Hans-Peter Hartung. Chronic Inflammatory Demyelinating
Polyneuropathy. Volume 352:1343-1356. March 31, 2005. Available at
http://content.nejm.org/cgi/reprint/352/13/1343.pdf.
Rajabally YA, Guillaume N, Francoise P, Bouche P, Peter Y K. Validity of diagnostic criteria
for chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy: a multicentre European study. 19
August 2009. Available at. http://jnnp.bmj.com/cgi/content/short/jnnp.2009.179358v1?rss=1
Hoyle B. D. Chronic Acquired Demyelinating Symmetric Polyneuropathy Classified by
Pattern of Weakness Arch Neurol. 2003;60:260-264.
Mygland A, Monstad P. Chronic Acquired Demyelinating SymmetrPolyneuropathy Classified
by Pattern of Weakness. Vest-Agder Central Hospital, N-4604

Kristiansand, Norway. Vol. 60
No. 2, February 2003.
John Hopkins medicine. Guillian-Barre and CIDP. http://www.hopkinsmedicine.org/
Oh S.J., Joy J.L., Kuruoglu R. Chronic sensory demyelinating neuropathy: chronic
inflammatory demyelinating polyneuropathy presenting as a pure sensory neuropathy.
1992;55;677-680 J. Neurol. Neurosurg. Psychiatry 10.1136/jnnp.55.8.677
Markowitz J.A., Jeste S.S., Kang P.B. Child Neurology: Chronic inflammatory demyelinating
polyradiculoneuropathy in children. 2008;71:e74-e78. Available at
http://www.neurology.org/cgi/content/abstract/71/23/e74?ck=nc.

Anda mungkin juga menyukai