PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek dari
dinding lambung, usus halus, usus besar akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam
rongga perut. Perforasi dari usus mengakibatkan secara potensial untuk terjadinya
kontaminasi bakteri dalam rongga perut ( keadaan ini dikenal dengan istilah
peritonitis). Perforasi lambung berkembang menjadi suatu peritonitis kimia yang
disebabkan karena kebocoran asam lambung ke dalam rongga perut.
Perforasi dalam bentuk apapun yang mengenai saluran cerna merupakan suatu
kasus kegawatan bedah. Pada anak-anak cedera yang mengenai usus halus akibat dari
trauma tumpul perut sangat jarang dengan insidensinya 1-7 %. Sejak 30 tahun yang
lalu perforasi pada ulkus peptikum merupakan penyebab yang tersering. Perforasi
ulkus duodenum insidensinya 2-3 kali lebih banyak daripada perforasi ulkus gaster.
Hampir 1/3 dari perforasi lambung disebabkan oleh keganasan pada lambung. Sekitar
10-15 % penderita dengan divertikulitis akut dapat berkembang menjadi perforasi
bebas. Pada klien yang lebih tua appendicitis acuta mempunyai angka kematian
sebanyak 35 % dan angka kesakitan 50 %.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memberikan informasi tentang konsep dasar asuhan keperawatan pada klien dengan
post operasi laparotomy atas indikasi perforasi gaster.
2. Tujuan Khusus
2.1. Pembaca mampu majelakukan pengkajian pada klien dengan post operasi
laparotomi eksplorasi atas indikasi perforasigaster
2.2. Pembaca mampu menentukan diagnosa keperawatan pada klien dengan post
laparotomi eksplorasi atas indikasi perforasi gaster
2.3. Pembaca mampu menyusun intervensi keperawatan pada klien dengan post
laparotomi eksplorasi atas indikasi perforasi gaster
1
2.4. Pembaca mampu melakukan implementasi pada klien dengan post laparotomi
eksplorasi atas indikasi perforasi gaster
2.5. Pembaca mampu melakukan evaluasi pada klien dengan post laparotomi
eksplorasi atas indikasi perforasi gaster
C. Ruang Lingkup
Pada penyusunan makalah ini, penulis hanya membahas mengenai Asuhan
Keperawatan pada Tn. HT dengan Post laparotomi eksplorasi atas indikasi perforasi
gaster sejak tanggal 3 oktober 2019 sampai tanggal 5 oktober 2019.
D. Metode Penulisan
Pada penyusunan makalah ini penulis menggunakan metode deskriptif di mana
penulis hanya memaparkan data yang sesungguhnya pada kasus. Untuk menggali data
tehnik yang digunakan di antaranya melalui wawancara, observasi, pemeriksaan fisik
atau mengambil data dari instansi rekam medik atau catatan dari status klien.
E. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pemahaman tentang isi dari laporan kasus ini, maka
penulisannya dibuat secara sistematis dibagi menjadi 5 BAB yaitu :
BAB I : Pendahuluan meliputi latar belakang, tujuan penuliisan, ruang lingkup, metode
penulisan dan sitematika penulisan.
BAB II : Tinjauan teoritis meliputi konsep dasar penyakit dan konsep dasar asuhan
keperawatan.
BAB III : Tinjauan Kasus meliputi gambaran kasus dan diagnosa, intervensi,
implementasi serta evaluasi keperawatan.
BAB IV : Pembahasan yangn membahas tentang kesenjangan antara teori dan kasus
meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, evaluasi serta faktor
penunjang dan faktor penghambat.
BAB V : Penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek dari
lambung, usus halus, usus besar akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam rongga
perut. Perforasi dari usus mengakibatkan secara potensial untuk terjadinya
kontaminasi bakteri dalam rongga perut (keadaan ini dikenal dengan istilah
peritonitis) (Mansjoer,2010). Penyebabnya antara lain yaitu ulkus peptik, inflamasi
divertikulum kolon sigmoid, trauma, perubahan pada kasus penyakit Chron, kolitis
ulserasi dan tumor ganas.
Tukak gaster/ perforasi gaster adalah luka pada lapisan perut. Tukak gaster
dapat diobati , sebagian kecil dari perforasi gaster dapt menjadi kanker (Mc.Coy
2010).
B. ETIOLOGI
1. Perforasi non trauma
Akibat volvulus gaster karena overdistensi dan iskemi, pada bayi baru lahir yang
terimplikasi syok dan stress ulcer, anti inflamasi non steroid dan steroid terutama
pada pasien usia lanjut, serta faktor predisposisi termasuk ulkus peptik.
2. Perforasi oleh malignancy intrabdomen atau limfoma
Benda asing (contoh : jarum pentul) dapat menyebabkan perforasi esofagus,
gaster atau usus dengan infeksi intraabdomen, peritonitis dan sepsis.
3. Perforasi trauma ( tajam atau tumpul )
Trauma setelah pemasangan pipa nasogastrik saat endoskopi, luks penetrasi ke
dada bagian bawah atau abdomen , contohnya tusukan pisau.
C. MANIFESTASI KLINIS
Perforasi gaster akan menyebabkan peritonitis akut . Penderita yang
mengalami perforasi akan tampak kesakitan hebat, seperti ditikam di perut. Nyeri ini
timbul mendadak terutama di daerah epigastrium karena rangsang peritonium oleh
asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas.
Nyeri subjektif dirasakan waktu penderita bergerak sedangkan nyeri objektif
berupa nyeri saat palpasi, tekanan dilepaskan.
3
3) Hipertermi
4) Takikardia
5) Hipotensi
6) Tampak letargi karena syok septik
D. PATOFISIOLOGI
4
E. PATHWAY
Gastritis
Hematomesis
Anemis
Sianosis
Perfusi Jaringan
5
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Selain dengan penemuan klinis, metode tambahan yang dapat dilakukan adalah :
1. Foto polos abdomen pada posisi berdiri
Tehnik radiologi dapat mendeteksi jumlah udara sebanyak 1 ml.
2. Ultrasonografi
Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut abdomen.
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi cairan bebas dengan berbagai densitas.
Pada kasus ini adalah sangat tidak homogen karena terdapat kandungan lambung.
3. Ct-scan
CT scan abdomen adalah metode yang lebih sensitif untuk mendeteksi udara
setelah perforasi. Bahkan jika udara tampak seperti gelembug dan saat pada foto
rontgen murni dinyatakan negatif. Oleh karena iitu Ct scan sangat efektif untuk
deteksi dini perforasi gaster.
G. PROGNOSIS
Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotik berspektrum luas cepat
dilakukan maka prognosisnya dubia ad bonam. Sedangkan bila diagnosis tindakan
dan pemberian antibiotik terlambat dilakukan maka prognosisnya menjadi dubia ad
malam. Hasil terapi meningkat dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini. Faktor-
faktor berikut akan meningkatkan resiko kematian :
Usia lanjut
Adanya penyakit yang mendasari sebelumnya
Malnutrisi
Timbulnya komplikasi
Kadar mortalitas relatif tinggi, yaitu 20-40 %, disebabkan oleh komplikasi
seperti syok septik dan kegagalan multi organ.
H. PENATALAKSANAAN
Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan
umunya sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan pipa
nasogastrik dan pemberian antibiotik mutlak dilakukan. Jika gejala dan tanda-tanda
peritonitis umum tidak ada, kebijakan non operatif mungkin digunakan dengan terapi
antibiotik langsung terhadap bakteri gram negatif dan anaerob.Tujuan dari terapi
bedah adalah :
1) Koreksi masalah anatomi yang mendasari
2) Koreksi penyebab peritonitis
3) Membuang setiap materi asing di rongga peritonium yang dapat menghambat
fungsi leukosit dan mendorong pertumbuhan bakteri seperti : darah, makanan,
sekresi lambung.
6
Penatalaksanaan tergantung penyakit yang mendasarinya. Intervensi bedah
hampir selalu dibutuhkan dalam bentuk laparotomi eksplorasi dan penutupan
eksplorasi dan pencucian pada rongga peritonium (evacuasimedis). Terapi konservatif
di indikasikan pada kasus pasien yang non toxic dan secara klinis keadaan umumnya
stabil dan biasanya diberikan cairan intravena, antibiotik, aspirasi NGT dan
dipuasakan pasiennya.
I. KOMPLIKASI
1. Infeksi Luka Operasi , berkaitan dengan muatan bakteri pada gaster
2. Kegagalan luka operasi.
Kerusakan parsial atau total pada setiap lapisan luka operasi dapat terjadi cepat
atau lambat. Faktor – faktor yang berhubungan antara lain : malnutrisi, sepsis,
uremia, diabetes melitus, terapi kortikosteroid, batuk yang berat, hematoma
( dengan atau tanpa infeksi), abses abdominal terlokalisasi, kegagalan multiorgan
dan syok septik.
3. Syok septik
Septikimia adalah proliferasi bakteri dalam darah yang menimbulkan manifestasi
sistemik seperti demam, hipotermi (pada septikimia gram negatif dengan
endotoksemia), lekositosis atau leukopenia (pada septikimia berat), takikardia
dan kolaps sirkuler.
7
Berhubungan dengan keria involunter dari gastrointestinal.
3) Kembung dan sendawa
Akumulasi gas didalam saluran gastrointestinal dapat mengakibatkan
sendawa yaitu pengeluaran gas dari lambung melalui mulut dan flatulens
yaitu pengeluaran gas dari rektum.
4) Ketidaknyamanan Abdomen
Dasar distress gerakan abdomen ini merupakan gerakan peristaltik
lambung pasien sendiri.
5) Diare
Diare adalah peningkatan keenceran dan frekuensi feses. Diare dapat
terjadi akibat adanya zat terlarut yang tidak dapat diserap di dalam feses
atau karena iritasi saluran cerna.
6) Konstipasi
Hal ini dapat terjadi apabila pasien mengalami dehidrasi.
Tanyakan apakah pada saat keluhan yang terjadi memberikan dampak terhadap
intake nutrisi, berapa lama dan apakah terdapat perubahan berat badan. Tanyakan
apakah mendapat obat-obatan yang dijelaskan nama dan dosisnya.
Mengkaji riwayat masuk rumah sakit dan penyakit yang pernah diderita ,
penggunaan obat-obatan dan adanya alergi.
5. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
Biasanya kesadaran Composmentis, terjadi kelemahan dan terjadi gangguan
pola tidur akibat nyeri yang dirasakan.
b) Sistem Penglihatan
Inspeksi : Konjungtiva pucat , curigai tanda-tanda anemis
Palpasi : Tidak ditemukan kelainan
c) Sistem Pendengaran
Inspeksi : Biasanya tidak ditemukan gangguan
Palpasi : Tidak ada kelainan
d) Sistem Penciuman
Inspeksi : Tidak mengalami gangguan
Palpasi : tidak tampak kelainan
8
e) Sistem Pernafasan
Inspeksi : biasanya tidak ada gangguan, frekuensi nafas normal
Palpasi : biasanya tidak ada nyeri tekan pada thorax
Perkusi : perfusi area paru normal
Auskultasi : tidak terdapat suara tambahan
f) Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi : ictus kordis nampak pada ICS 4-5 midklavikula sinistra, akan tetapi
nampak tidaknya tergantung dari gemuk/ tidaknya penderita
Palpasi : ictus kordis teraba pada ICS 4-5 midklavikula sinistra, melemah dan
takikardi
Perkusi : suara perkusi area jantung redup
Auskultasi : biasanya tidak ada kelainan
g) Sistem Persyarafan
Inspeksi :kesadaran diamati: komposmentis, apatis, somnolent, hingga koma.
h) Sistem Pencernaan
Inspeksi : Penderita tampak menyeringai dan memegangi daerah ulu hati
Auskultasi : Bising usus menurun
Palpasi : nyeri tekan pada ulu hati
Perkusi : ada suara hipertimpani
i) Sistem Eliminasi
Inspeksi : gangguan defekasi akibat input yang tidak adekuat
j) Sistem Muskuluskeletal
Inspeksi : biasanya tidak ada gangguan, tapi pada perforasi gaster kronis dapat
terjadi
k) Integumen
Inspeksi : turgor kulit menurun akibat dehidrasi.
6. Diagnosa Keperawatan :
Nyeri berhubungan dengan perlukaan pada lambung
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
nutrisi tidak adekuat
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah
Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan.
7. Intervensi
a) Nyeri berhubungan dengan perlukaan pada lambung
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri
dapat berkurang/ hilang
Kriteria Hasil : Tingkat kenyamanan, tingkat persepsi positif terhadap
kemudahan fisik dan psikologis, tindakan individu untuk mengendalikan
nyeri, keparahan nyeri dapat diamati/ dilaporkan, jumlah nyeri yang
dilaporkan.
Intervensi Keperawatan :
9
1) Gunakan laporan dari pasien sendiri pilihan pertama
Rasional : Guna mengumpulkan informasi pengkajian
2) Gunakan lembar alur nyeri
Rasional:Memantau pengurangan nyeri dari anlgesik dan efek samping
3) Lakukan pengkajian nyeri (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas keparahan nyeri, faktor presipitasi
Rasional : Membantu membedakan nyeri
4) Dalam mengkaji pasien gunakan kata-kata yang konsisten dengan usia
dan tingkat perkembangan pasien
Rasional: Membangun suasana terapetik
5) Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika
peredaan nyeri tidak tercapai
Rasional: Nyeri yang berkelanjutan menandakan adanya komplikasi
6) Ajarkan tehnik non farmakologis
Rasional: Tehnik relaksasi meminimalkan tingkatan rasa nyeri
7) Observasi vital sign
Rasional : Nadi dapat meningkat karena nyeri.
10
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapakan tidak terjadi kekurangan cairan tubuh.
Kriteria Hasil : Tidak memiliki konsentrasi urine yang berlebih,
menampilkan hidrasi yang baik, memiliki asupan yang seimbang
Intervensi Keperawatan :
1) Observasi output dan input cairan setiap hari terhadap dehidrasi
Rasional : output yang berlebih dapat terjadi dehidrasi
2) Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa, penurunan
turgor kulit, pengisian kapiler lambat
Rasional: menunjukkan dehidrasi
3) Kaji tanda-tanda vital
Rasional: hipotensi, demam dapat menunjukkan terjadinya kehilangan
cairan
4) Kaji nilai elektrolit setiap 24 jam untuk ketidakseimbangan cairan
Rasional: mengetahui jumlah dan jenis cairan yang dibutuhkan
8. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi atau pelaksanaan keperawatan dilakukan sesuai dengan intervensi
atau perencanaan keperawatan yang disesuaikan dengan keadaan dan kondisi
klien.
9. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang diharapkan pada klien dengan post laparotomi eksplorasi dengan
perforasi gaster, nyeri terkontrol atau berkurang, kebutuhan nutrisi terpenuhi,
11
kekurangan cairan tidak terjadi, pemenuhan kebutuhan ADL terpenuhi, infeksi
dan komplikasi tidak terjadi.
12
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian dilakukan pada saat klien masuk ICU RS Fatmawati tanggal 3 Oktober 2019
pada pukul 13.35 WIB dengan nomor register 1199138 dengan diagnosa medisPost
Laparotomi Eksplorasi dan Repair Perforasi Gaster di ruang Intensive Care Unit
(ICU) RSUP Fatmawati.
1. Identitas Klien
Klien bernama Tn. H dengan usia 54 tahun 8 bulan, jenis kelamin laki-laki, status
perkawinan menikah, agama islam, pendidikan terakhir tamat SMA. Bahasa yang
digunakan bahasa Indonesia, pekerjaan karyawan swasta, alamat Jl.Kencana 3 no.31
RT13/ 13. Sumber biaya JKN Umum dan sumber informasi berasal dari keluarga dan
rekam medis klien.
2. Resume
Klien datang tanpa rujukan ke IGD RSUP Fatmawati pada tanggal 02 Oktober
2019 pada pukul 22.30 WIB dengan keluhan utama nyeri ulu hati sejak 2 hari SMRS,
disertai ada mual dan muntah sejak 2 hari SMRS. Klien sebelumnya mengeluh kram
di perut dan sakit ulu hati disertai mual dan muntah, sehingga asupan makanan tidak
adekuat sejak 2 hari SMRS. Klien ada riwayat penyakit diabetes melitus dan rutin
mengkonsumsi obat glibenclamid.
13
Pemeriksaan Penunjang dilakukan Abdomen 3 posisi 3 Oktober 2019, kesan :
Pneumoperitonium, tidak terdapat tanda-tanda ileus obstruktif maupun paralitik.
Jumlah perdarahan diruang operasi sebanyak 100 cc. Diruang operasi klien
tidak mendapatkan transfusi darah, total cairan infus yang masuk selama operasi
sebanyak 1500 cc, urine yang keluar selama diruang operasi sebanyak 100 cc dan
produksi drain selama di OK 50 cc.
Setelah operasi klien masuk ruang ICU pada pukul 13.35WIB dengan
menggunakan brankar dan hasil konsul anasthesi pre operasi ASA III. Dari hasil
pemeriksaan fisik pada klien didapatkan kesadaran masih dalam pengaruh obat ,
respirasi dengan ETT no.7 dengan patensi di bibir setinggi 22 cm dengan pola
ventilator PCMV 12, PC 10, FIO2 50%, peep 5, suara napas vesikuler, terdapat sekret
warna putih kental, sesak tidak ada, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada, tanda-tanda
vital: tekanan darah 69/48 mmHg, nadi 112 x/menit, pernapasan 14 x/menit,
temperatur 35,10C, O2 saturasi monitor 99%, konjungtiva mata tidak pucat, membran
mukosa kering, akral dingin, BJ I-II regular, murmur dan gallop tidak ada, capillary
refill time< 3 detik. Klien terpasang CVC (Central Venous Cateter) di subclavia
dextra, terpasang NGT dialirkan, klien dipuasakan (produksi NGT 30cc warna hijau
sejak jam 13.35-24.00) , terpasang dower cateter produksi urine kuning jernih 520 cc (
sejak jam 13.35-24.00), terpasang drain abdominal produksi kemerahan 160 cc (sejak
jam 13.35-24.00), terdapat luka post operasi ditutup dengan kassa steril, rembes tidak
ada.
14
Masalah keperawatan yang muncul adalah gangguan ventilasi spontan, nyeri,
kekurangan volume cairan, gangguan pemenuhan kebutuhan: ADL, resiko injuri:
jatuh. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan baik secara mandiri maupun
kolaborasi yaitu mengobservasi keadaan umum, kesadaran dan tanda-tanda vital,
manajemen nyeri, memonitor intake output, bantu ADL, pertahankan penghalang
tempat tidur, penggantian NGT dan dower cateter sesuai program serta tindakan
kolaborasi dalam memberikan terapi obat yaitu pemberian obat IV: ceftriaxone 2x2
gr, fluconazole 2 x 200 mg (IV), beri support mental. Evaluasi secara umum
gangguan ventilasi spontan, nyeri belum teratasi, kurang volume cairan tubuh tidak
terjadi, gangguan pemenuhan kebutuhan: ADL belum teratasi, injuri: jatuh dan tidak
terjadi.
15
4. Keadaan umum
Pada saat pengkajian 3 Oktober 2019 jam 13.45 kesadaran somnolent, pupil isokor,
reflek cahaya pada kedua mata positif, GCS: E:3, M: 4, V: ETT, tanda-tanda vital : TD :
69/48 mmHg, N: 112x/menit, RR: 14 x/ menit, T : 36,6 0 C, 02 saturasi: 100 %, TB: 165
cm, BB: 50 kg.
5. Penilaian fisik
a. Pernafasan
Bentuk dada simetris, pengembangan paru seimbang, respirasi dengan ETT no.7
dengan pola ventilator PCMV12, PC 10, FIO2 50%, peep 5, bunyi nafas vesikuler,
pernafasan 14-20 x/ menit,dan terpasang OPA, terdapat sekret warna kuning
kental.Hasil agd :PH: 7,263, PCO2: 35,5PO2: 181.3, HCO3: 15,7, O2 saturasi:
99.1% , BE:-10.4.
b. Sirkulasi atau cairan
Turgor kulit elastis, mukosa mulut kering, capillary refill time< 3 detik.
c. Penglihatan
Bentuk kedua mata simetris, konjungtiva ananemis, sclera anikterik. Penglihatan
normal tidak menggunakan kaca mata.
d. Pendengaran
Bentuk telinga simetris kiri dan kanan, kedua telinga bersih. Fungsi pendengaran
normal.
e. Pengecapan, penciuman, bicara
Fungsi pengecapan, penciuman, bicara tidak dapat dikaji karena klien menggunakan
ETT no. 7 dengan tepi bibir setinggi 22 cm.
f. Integritas Kulit
Kondisi kulit bersih tidak ada lecet ataupun memar di area tubuh klien, terdapat luka
post laparotomi di abdomen,tertutup kassa, rembes tidak ada, terpasang drain.
Decubitus tidak ada.
g. Eliminasi
Selama klien di rawat di rumah sakit pola BAB tidak ada kelainan, Pola BAK
terpasang kateter tanggal 2 Oktober 2019, urine warna kuning jernih.
h. Hygiene
16
Mulut tampak kotor, kuku bersih, kulit tampak kotor, genital dan telinga tampak
bersih.
i. Pola tidur dan istirahat
Klien saat ini tidak ada gangguan pola tidur dan istirahat.
j. Pola Nutrisi
Klien pada saat di rumah sakit terpasang NGT dan dipuasakan sebelum dan setelah
post operasi, dan mendapat total parenteral nutrisi.
k. Aktivitas
Selama klien di rawat di rumah sakit aktivitas dibantu total oleh perawat dan hanya
berbaring di tempat tidur.
l. Pola nilai dan kepercayaan
Nilai budaya yang dimiliki terkait dengan penyebab penyakit atau masalah
kesehatan menurut keluarga (istri klien) adalah ujian. Klien mendapatkan sosial
suport dari keluarga yaitu istri dan anak. Klien dan keluarga tidak mempunyai
pengaruh kepercayaan yang dianut terhadap penyakit. Pola komunikasi klien
dengan keluarga normal. Pola makan klien sehat dan tidak ada pantangan makanan.
m. Skrining Nutrisi
IMT : 18.36 skor 0, klien kehilangan berat badan dalam waktu 3 bulan terakhir skor
0, asupan makan kurang , lebih dari 5 hari : skor 0, kondisi penyakit klien
mempunyai risiko nutrisi : ya skor 2, klien sedang mendapat diet makanan tertentu
skor 2, jumlah skor : 4 (resiko tinggi).
17
apapun
2. Apakah mempunyai penyakit penyerta (diagnosa Ya 15
sekunder)
3. Alat bantu berjalan : dibantu suster atau tidak Ya 0
menggunakan alat bantu
4. Apakah terpasang infus atau pemberian Ya 20
antikoagulant (heparin) obat lain yang mempunyai
efek samping risiko jatuh
5. Kondisi untuk melakukan gerakan berpindah atau Ya 10
mobilisasi : Lemah
6. Status mental: Tidak menyadari kelemahannya Ya 15
Jumlah skor : 60 (Resiko tinggi jatuh) 60
6. Therapy
Tanggal 3 Oktober 2019
Jenis Terapi Rute Terapi Dosis Waktu
(jam)
18
Therapy injeksi:
Ceftriaxone IV 2 x 2 gr 14, 02
Omeperazole IV 2 x 40 mg 14, 02
Vitamin C IV 2 x 400 mg 14, 02
Cairan:
Kabiven IV 1440ml/18jam: 14
80cc/ jam
Tramadol + IV syringe pump 300mg/NaCl50 cc 14
Ondancentron IV 8 mg
Fentanyl/ NaCl 0,9% IV syringe pump 200 mcg/ 24 jam 14
Presofol 1% IV syringe pump 2 ml/ jam 14, 24
Actrapid IV syringe pump 1 unit/ jam 14
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
19
Kalium 3,10 – 5,10 mmol/l 3,57
Klorida 95 – 108 mmol/l 112
Ca ion mmo/l 0.92
Analisa Gas Darah
PH 7,370 – 7,440 mmHg 7,263
PCO2 35,0- 45,0 mmHg 35.5
PO2 83,0 – 108,0 mmol/L 181.3
HCO3 21,0 – 28,0 % 15.7
O2 saturasi 95,0 – 99,0 Mmol/L 99,1
BE -2,5 – 2,5 -10.4
CVC dengan tip distal setinggi vetebra T6 proyeksi vena cava superior.
ANALISA DATA
20
1. Kesadaran somnolent
2. Respirasi dengan ETT dan OPA
3. Terdapat sekret warna kuning
kental
4. Auskultasi terdengar ronkhi
basah
5. Pernafasan 16 x/menit.Hasil
AGD : PH: 7,263, PCO2:
35,5PO2: 181.3, HCO3: 15,7, O2
saturasi: 99.1% , BE:-10.4
2. Ds:Belum dapat dikaji Nyeri Terputusnya
Do: kontinuitas jaringan
1. Kesadaran somnolent
2. Klien tampak gelisah
3. Skala nyeri BPS 3
4. Terpasang presofol 1%: 2cc/ jam,
Fentanyl 200 mikro/ 50 ccNacl
0,9%/ 24 jam : 2cc/jam,
Tramadol 300mg + ondancentron
8 mg dalam NaCl 0,9% 50cc/24
jam : 2 cc/jam,
5. Tanda-tanda vital:
TD: 69/48 mmHg, N: 112
x/menit,RR: 16 x/ menit
3. Ds:Belum dapat dikaji Gangguan pemenuhan kelemahan fisik
Do: kebutuhan: ADL
1. Kesadaran somnolent
2. ADL total care
3. Penilaian kemampuan fungsional
(Indeks Barthel) skala 0
21
2. Tepasang CVC dengan
terapi obat presofol 1% :
2ml/jam, fentanyl 200 mcg/
24 jam
3. Skala morse: 60 ( resiko
tinggi jatuh)
4. Terpasang kancing kuning di
tangan kanan dan segitiga
kuning di tiang infus
5. Restain terpasang pada
kedua tungkai
6. Semua penghalang tidur
terpasang
5. Ds: Belum dapat dikaji Kekurangan volume Kegagalan
Do: cairan mekanisme regulasi
1. Kesadaran : somnolent
2. Penurunan Tekanan darah :
69/48 mmHg, Peningkatan
HR : 112x/menit
3. Penurunan haluaran urine :
produksi urine 520cc/ 24 jam
4. Hasil asam laktat : 4.5
DIAGNOSA KEPERAWATAN
22
INTERVENSI KEPERAWATAN
23
1. Tanda-tanda vital 4. Berikan posisi semi 4. Memaksimalkan ekspansi
dalam batas fowler paru
normal. 5.Berikan inhalasi 5. Membantu mengencerkan
2. Sesak tidak ada dengan berotec dan sekret
3. Nilai AGD normal bisolvon 4x15 menit
4. Klien mampu (pukul 10,16, 22,04)
menerima nutrisi 6.Monitor AGD 6.Mempertahankan kadar
adekuat sebelum, PaO2 dan PaCO2 dalam batas
selama dan setelah normal
proses penyapihan
3 2. Setelah dilakukan 1. Kaji keluhan 1. Menentukan penanganan
Oktober tindakan nyeri, karakteristik, nyeri secara tepat.
2019 keperawatan selama lokasi dan intensitas.
Jam 3x24 jam diharapkan 2. Observasi 2. Mengetahui respon
14.00 nyeri berkurang atau keadaan umum dan autonom tubuh.
hilang dengan tanda-tanda vital
kriteria hasil: 3. Observasi reaksi 3. Mengetahui tingkah laku
1. Tanda-tanda vital abnormal dan ekspresi dalam merespon
dalam batas ketidaknyamanan nyeri.
normal. 4. Berikan terapi 4. Mengurangi rasa nyeri.
2. Skala nyeri analgetik sesuai
berkurang instruksi dokter
3. Ekspresi wajah
rileks
24
2. Nilai Hb, Ht, output dan tekanan tentang penggantian
Leukosit, vena central kebutuhan fungsi organ.
Trombosit, Asam 4. Berikan cairan sesuai 4. Mempertahankan volume
laktat ,AGD kebutuhan pasien sirkulasi
dalam batas 5. Monitor hasil 5. Memberikan informasi
normal. pemeriksaan tentang volume sirkulasi,
3. Balance cairan laboratorium keseimbangan cairan dan
seimbang elektrolit.
3 4. Setelah dilakukan 1. Bantu klien dalam 1. Kebutuhan dapat terpenuhi
Oktober tindakan memenuhi kebersihan sehingga memberikan rasa
2019 keperawatan selama diri nyaman.
Jam 3x24 jam diharapkan
14:00 pemenuhan 2. Jaga privasi selama 2. Memberikan rasa nyaman
kebutuhan :ADL melakukan kebersihan
klien terpenuhi diri
dengan kriteria hasil:
1. Kebersihan klien
terjaga.
2. Kulit, gigi dan
mulut bersih
25
3 5. Setelah dilakukan 1. Observasi keadaan 1. Menentukan kebutuhan
Oktober tindakan umum dan TTV pasien dan menentukan
2019 keperawatan selama intervensi yang tepat
Jam 3x24 jam diharapkan 2. Pertahankan 2. Mencegah terjadinya jatuh
14:00 injuri: jatuh tidak penghalang tempat pada klien
terjadi dengan tidur
kriteria hasil: 3. Berikan klien kancing 3. Sebagai identitas pada klien
1. Mampu kuning fall risk pada dengan resiko jatuh yang
mengidentifikasi gelang identitas klien tinggi
faktor resiko dan segitiga kuning
yang dapat resiko jatuh.
memicu jatuh
2. Mampu
melakukan
asuhan untuk
meminimalkan
resiko jatuh
3. Tidak ada
kejadian jatuh
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
26
Respon : klien tampak gelisah, HR : 120 x/ menit
Memberikan presofol 1%: 2cc/ jam, Fentanyl 200 mikro/ 50 ccNacl
0,9%/ 24 jam : 2cc/jam, Tramadol 300mg +ondancentron 8
mg dalam NaCl 0,9% 50cc/24 jam : 2 cc/jam, actrapid 1
unit/jam, advive dr.Aidit :
3 Memberikan cairan koloid voluven 250 cc
Memberikan terapi injeksi IV omeperazole 40mg dan vitamin C 400 mg,
ceftriaxone 2 gram
Respon : tanda-tanda alergi tidak ada
1 Advice dr. Yunda SpAn : pola ventilator berubah menjadi PSIMV 12, PS
10, FiO2: 40 %
Jam 15.00 Respon : RR: 14 x/ menit, 02 saturasi monitor : 99 %.
3 Memonitor output klien
Respon : produksi urine 141 cc per 3 jam, produksi drain ± 50 cc warna
Jam 15.40 kemerahan per 3 jam, NGT produksi hijau 30 cc
4 Memandikan klien, merapikan laken klien dan melakukan massage
daerah punggung klien dengan minyak kelapa
Jam 15.50 Respon : klien terlihat rapi dan bersih
2. Memberikan posisi yang nyaman : miring kanan
Jam 16.00 Respon : klien terlihat nyaman, sesak tidak ada
4 Melakukan oral hygiene dengan betadin garglie dan melakukan suction
serta mengukur pressure cuff ETT
Respon : gigi dan mulut terlihat bersih, sekret warna kuning kental,
Jam 16.30 TBPT 22 cmH2o
Melakukan nebulizer dengan berotec dan bisolvon
Jam 16.45 Respon : sekret warna kuning kental
3 Mengobservsi membran mukosa, turgor kulit, pengisian kapiler
Respon : turgor kulit elastis, mukosa mulut kering, capillary refill time<
3 detik, Tekanan darah 100/62 mmHg
Mengukur CVC manual
Jam 18.00 Respon : hasil 10 cmH2o
3 Memonitor output klien
Jam 18.10 Respon : produksi urine 100 cc per 3 jam
3 Mengobservasi intake output
27
Jam 20.00 Respon : water balance per 6 jam =+528
4 Melakukan oral hygiene dengan betadin gargle dan melakukan suction
Jam 20.30 Respon : gigi dan mulut terlihat bersih, sekret warna kuning kental
28
serta mengukur pressure cuff ETT
Respon : gigi dan mulut terlihat bersih, sekret warna kuning kental,
TBPT 22 cmH2o
Melakukan nebulizer dengan berotec dan bisolvon
Jam 16.30 Respon : sekret warna kuning kental
3 Mengukur CVC manual
Jam 16.50 Respon : hasil 10 cmH2o
2 Mengkaji keluhan nyeri, karakteristik, lokasi dan intensitas
Jam 17.40 Respon: skala nyeri BPS 3 dengan tramadol 100 mg/ 24 jam
3 Memonitor output klien
Jam 18.00 Respon : produksi urine 400 cc per 3 jam
3 Mengobservasi intake output
Jam 20.00 Respon : water balance per 6 jam = - 259
4 Melakukan oral hygiene dengan betadin garglie dan melakukan suction
serta mengukur pressure cuff ETT
Respon : gigi dan mulut terlihat bersih, sekret warna kuning kental,
Jam 20.40 TBPT 22 cmH2o
3 Memonitor output klien
Jam 21.00 Respon : produksi urine 500 cc per 3 jam
1,2,3 Mengobservasi tanda-tanda vital
Respon : TD: 138/ 79mmHg, N: 88 x/ menit,RR: 15 x/ menit, T:36,7 0C,
02 saturasi monitor : 99 %
5 Oktober 2019 1, 2, Mengobservasi keadaan umum, kesadaran dan tanda-tanda vital klien
Jam 14.20 3, 4, Respon: kesadaran CM, pupil isokor, reflek cahaya pada kedua mata
5 positif, tanda-tanda vital: TD: 145/ 85 mmHg, N: 85 x/
menit,RR: 22 x/ menit, T:36,50C, 02 saturasi monitor : 99%.
1 Pasien terekstubasi, Lapor dr. Aidit , advice Pasang O2 RM 6 lt/menit,
Periksa AGD 2 jam kemudian
Respon: Sesak tidak ada, RR : 22x/menit, Saturasi : 99 %
Memberikan terapi injeksi IV omeperazole 40mg dan vitamin C 400 mg,
ceftriaxone 2 gram
Jam 14.30 Respon : tanda-tanda alergi tidak ada
3 Mengobservsi membran mukosa, turgor kulit, pengisian kapiler dan
memonitor hasil laboratorium lactat.
29
Respon : turgor kulit elastis, mukosa mulut kering, capillary refill time<
Jam 14.40 3 detik, hasil lactat 2,2
3 Memonitor output klien
Respon : produksi urine 500 cc per 3 jam dan produksi drain minimal
Jam 15.15 warna kemerahan
4 Memandikan klien, merapikan laken klien dan melakukan massage
daerah punggung klien dengan minyak kelapa
Jam 15.30 Respon : klien terlihat rapi dan bersih
2 Memberikan posisi yang nyaman : miring kanan dan memposisikan
kepala klien head up 300
Jam 15.40 Respon : klien terlihat nyaman, sesak tidak ada
4 Melakukan oral hygiene dengan betadin garglie dan melakukan suction
Respon : gigi dan mulut terlihat bersih, sekret warna kuning kental,
Melakukan nebulizer dengan berotec dan bisolvon
Jam 15.50 Respon : sekret warna putih kental
2 Mengkaji keluhan nyeri, karakteristik, lokasi dan intensitas
Jam 17.00 Respon : skala nyeri VAS 3 dengan tramadol 300 mg/ 24 jam
3 Memonitor output klien
Jam 17.10 Respon : produksi urine 200 cc per 3 jam
4 Memberikan minum air putih 50 ml melalui NGT
Jam 17.40 Respon : residu dan muntah tidak ada
3 Mengobservasi intake output
Jam 17.50 Respon : water balance per 6 jam = 500 - 555 = - 55
Hasil Ca ion:0,95, Lapor dr. Aidit advice Ca glukonas ekstra 1 ampul,
Memberikan therapi Ca Gluconas 1 ampul
Jam 18.00 Respon : alergi tidak ada
3 Memonitor output klien
Jam 19.00 Respon : produksi urine 300 cc per 3 jam
3 Mengukur CVC manual
Jam 20.00 Respon : hasil 10 cmH2o
1,2,3 Mengobservasi tanda-tanda vital
Respon : TD: 128/ 71mmHg, N: 81 x/ menit,RR: 23 x/ menit, T:36,9 0C,
02 saturasi monitor : 99%
30
EVALUASI KEPERAWATAN
31
kuning kental, sesak tidak ada, turgor kulit elastis, mukosa mulut kering,
capillary refill time< 3 detik,tanda-tanda vital: TD: 138/ 79mmHg, N: 68 x/
menit,RR: 15 x/ menit, T:36,7 0C, 02 saturasi monitor : 99%, terpasang CVC
di subclavia dextra dengan program cairan kabiven 80 ml/jam, actrapid 1
unit/jam, skala nyeri BPS 3 dengan tramadol 300 mg + ondancentron 8 mg/
24 jam, pemberian Albumin 20% terpasang drain di abdomen produksi ada 50
cc/ 6 jam cc dengan warna kemerahan, terpasang dower cateter, urine warna
kuning jernih, produksi urin 500 cc/ 6 jam, terpasang NGT pro nutrisi air
putih 6x50ml, muntah dan residu 100cc/6 jam, Balance cairan -259/12 jam,
aktivitas dibantu total oleh perawat, terdapat luka post operasi di abdomen,
rembes tidak ada, skala morse: 60 (resiko tinggi jatuh), terpasang penghalang
tempat tidur, segitiga kuning dan kancing kuning fall risk, skala norton: 13
(rentan resiko dekubitus), dekubitus tidak ada. Hasil Lab : Asam laktat : 3,6
A: 1. Gangguan ventilasi spontan belum teratasi
2. Nyeri belum teratasi
3. Gangguan Kurang volume cairan belum teratasi
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan: ADL belum teratasi
5. Resiko injuri: jatuh tidak terjadi
P : lanjutkan intervensi
5 Oktober S : belum dapat dikaji
2019 O : kesadaran CM, pupil isokor, reflek cahaya pada kedua mata positif, GCS: E:
Jam 21.00 4, M: 6, V: 5, respirasi spontan 6 liter per menit RM (ETT terektubasi oleh
klien), sekret ada warna kuning kental, sesak tidak ada, turgor kulit elastis,
mukosa mulut kering, capillary refill time< 3 detik,tanda-tanda vital: TD: 128/
71mmHg, N: 81 x/ menit,RR: 22 x/ menit, T:36,9 0C, 02 saturasi monitor :
99%, terpasang CVC di subclavia dextra dengan program cairan aminofluid
80ml/jam, skala nyeri VAS 3 dengan tramadol 300 mg + ondancentron 8 mg/
24 jam, actrapid 1 unit/jam,terpasang drain di abdomen produksi ada minimal
warna kemerahan, terpasang dower cateter, urine warna kuning jernih,
produksi urin 700 cc/ 6 jam, terpasang NGT pro nutrisi dengan program air
putih 6x50ml, muntah dan residu 80cc/ 12 jam, Balance cairan : -55 cc/
12jam, aktivitas dibantu total oleh perawat, terdapat luka post operasi di
abdomen, rembes tidak ada, skala morse: 60 (resiko tinggi jatuh), terpasang
penghalang tempat tidur, segitiga kuning dan kancing kuning fall risk, skala
32
norton: 13 (rentan resiko dekubitus), dekubitus tidak ada. Hasil lab: Asam
laktat: 2,0
A: 1. Gangguan Ventilasi spontan teratasi
2. Nyeri belum teratasi
3. Gangguan kurang volume cairan teratasi
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan: ADL belum teratasi
5. Resiko injuri: jatuh tidak terjadi
P : lanjutkan intervensi
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB ini penulis akan membahas mengenai permasalahan atau kesenjangan yang
terjadi selama melakukan asuhan keperawatan langsung terhadap Tn. H dengan kasus Post
Laparotomi Ekspolorasi dan Repair Perforasi Gaster di Ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUP
Fatmawati. Dalam bab ini penulis membandingkan antara teori yang ada pada literature
dengan kasus yang ditemukan pada klien. Selain itu penulis juga membahas mengenai faktor
pendukung dan faktor penghambat, yang penulis temukan pada saat melakukan asuhan
keperawatan pada Tn H, serta alternatif pemecahan masalah yang penulis berikan selama
melakukan asuhan keperawatan pada tiap tahap keperawatan.
A. Pengkajian Keperawatan
Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek dari
lambung, usus halus, usus besar akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam rongga perut.
Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen. Penyebabnya
antara lain yaitu ulkus peptik, inflamasi divertikulum kolon sigmoid, trauma, perubahan
pada kasus penyakit Chron, kolitis ulserasi dan tumor ganas. Perforasi dapat terjadi di
rongga abdomen (perforatio libera) atau adesi kantung buatan (perforatio tecta).
Klien datang tanpa rujukan ke IGD RSUP Fatmawati pada tanggal 02 Oktober
2019 pada pukul 22.30 WIB dengan keluhan utama nyeri ulu hati sejak 2 hari SMRS,
33
disertai ada mual dan muntah sejak 2 hari SMRS. Klien sebelumnya mengeluh kram di
perut dan sakit ulu hati disertai mual dan muntah, sehingga asupan makanan tidak
adekuat sejak 2 hari SMRS. Klien ada riwayat penyakit diabetes melitus dan rutin
mengkonsumsi obat glibenclamid. Pemeriksaan Penunjang dilakukan Abdomen 3 posisi
3 Oktober 2019, kesan : Pneumoperitonium, tidak terdapat tanda-tanda ileus obstruktif
maupun paralitik. Kemudian pasien dijadwalkan untuk di lakukan operasi laparotomi
eksplorasi dan setelah itu pasien dirawat di ICU RS fatmawati.
Maka dari teori yang didapat dan pengkajian pada pasien didapat kesesuaian
definisi, manifestasi klinis, etiologi, patofisologi serta pemeriksaan penunjang maupun
penatalaksanaan terhadap Tn. H dengan kasus Post Laparotomi Ekspolorasi dan Repair
Perforasi Gaster di Ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUP Fatmawati.
B. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang ditemukan pada klien yaitu antara lain :
1. Gangguan Ventilasi spontan berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme.
Diagnosa tersebut dijadikan masalah utama karena klien masuk ke ICU dengan
kebutuhkan ventilasi mekanik karena adanya resiko pada saat operasi sehubungan
dengan resiko komplikasi sepsis yang tinggi pada kasus perforasi gaster. Pola
ventilasi mekanik yang pertama kali digunakan yaitu PCMV 12, PC 10, FIO2 50%,
peep 5. Pada kasus syok sepsis dapat meningkatkan laju metabolisme sehingga
hemodinamik klien menjadi tidak stabil. Gangguan ventilasi spontan harus menjadi
prioritas karena akan menyebabkan oksigen tidak dapat masuk ke tubuh dan jaringan
akan kekurangan oksigen. Pemantauan hasil AGD dan tanda-tanda vital perlu
diperhatikan untuk memantau kadar oksigen dan karbondioksida pada klien,
sehingga proses wheening dapat dilakukan. Pada klien didapat hasil AGD PH:
7,263, PCO2: 35,5PO2: 181.3, HCO3: 15,7, O2 saturasi: 99.1% , BE:-10.4., RR:
14x/menit, maka proses wheening dilakukan dari pola PCMV 12 PC10, FiO2 50%,
PEEP 5 menjadi PSIMV 12, PS 10, FiO2: 40 %, dan setelah wheening dilakukan
pemeriksaan AGD ulang 2 jam kemudian dan kaji ulang hemodinamik pasien. Pada
hari kedua hasil AGD klien menunjukkan perbaikan PH: 7.40, PCO2: 28.0, PO2 :
131.1, HCO3: 17.0, O2 saturasi : 98.7, BE : -6.2, RR: 14x/menit, maka proses
wheening selanjutnya dilakukan dengan pola diubah menjadi spontan PS10, FiO2
40%, PEEP 5. Dikatakan proses wheening berhasil apabila hasil AGD yang didapat
dalam batas normal, sesak tidak ada dan hemodinamik klien stabil.
34
2. Nyeri berhubungan dengan adanya terputusnya kontinuitas jaringan
Diagnosa ini diambil berdasarkan data bahwa klien tampak gelisah, skala nyeri
dengan BPS 3 HR : 120 x/ menit terpasang presofol 1%: 2cc/ jam, Fentanyl 200
mikro/ 50 ccNacl 0,9%/ 24 jam : 2cc/jam, Tramadol 300mg + ondancentron 8 mg
dalam NaCl 0,9% 50cc/24 jam : 2 cc/jam, GCS: E: 3, M: 4, V: ETT, respirasi
dengan ETT pola ventilator PCMV 12, PC 10, FIO2 50%, peep 5, tanda-tanda vital:
TD: 69/48 mmHg, N: 112 x/ menit,RR: 14 x/ menit, T:36,7 0C, 02 saturasi monitor :
99%.
35
Terdapat perbedaan antara teori asuhan keperawatan pada pasien dengan perforasi
gaster yaitu masalah resiko kurang nutrisi, namun pada makalah ini tidak diangkat
dikarenakan klien telah mendapat nutrisi total parenteral yang dihitung sesuai dengan
berat badan klien, sehingga walaupun klien puasa namun kebutuhan nutrisi tetap
terpenuhi.
C. Perencanaan Keperawatan
Dalam membuat perencanaan dilakukan langkah-langkah sesuai kondisi dan
kebutuhan klien sesuai dengan Asuhan Keperawatan post operasi laparatomi explorasi
yaitu memprioritaskan masalah yang muncul pada klien, kemudian langkah selanjutnya
adalah menetapkan waktu yang lebih spesifik untuk masing-masing diagnosa,
menyesuaikan kondisi yang mungkin bisa dicapai oleh klien dalam waktu yang lebih
spesifik.
Pada tahap penetapan tujuan dari kriteria hasil terdapat kesenjangan antara teori
dan kasus. Pada teori tidak dialokasikan waktu, sedangkan pada kasus ditetapkan waktu
dan pencapaian tujuan yaitu 3 x 24 jam yakni berfokus pada kebutuhan sesuai dengan
kondisi klien, kemampuan perawat serta kelengkapan alat-alat dan adanya kerjasama
dengan klien, keluarga dan perawat ruangan yang menjadi faktor pendukung.
D. Pelaksanaan Keperawatan
Pada tahap pelaksanaan diagnosa dilakukan 3 x 24 jam untuk semua diagnosa.
Dalam melakukan tindakan penulis berfokus pada perencanaan yang dibuat sesuai
kondisi dan kebutuhan klien, karena ada kesenjangan antara teori dan kasus. Penulis
bekerjasama dengan perawat ruangan dalam melakukan Asuhan Keperawatan dan
pendokumentasian semua tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
Untuk secara keseluruhan semua diagnosa sudah dilaksanaan sesuai perencanaan
yang dibuat sesuai kondisi dan kebutuhan klien saat ini, karena keluarga dan perawat
ruangan sangat membantu penulis dalam melakukan proses keperawatan.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dalam melakukan proses keperawatan yang bertujuan
untuk menilai seluruh hasil implementasi yang telah dilaksanakan.
36
Pada diagnosa keperawatan pertama Gangguan Ventilasi spontan berhubungan dengan
peningkatan laju metabolisme. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x 24 jam diharapkan Gangguan Ventilasi spontan berhubungan dengan peningkatan
laju metabolisme tidak terjadi, Kriteria hasil :RR dalam batas normal (16-24x/menit),
Suara ronkhi berkurang atau hilang, Sekret di ET dan mulut berkurang atau tidak ada,
Klien dapat nafas spontan dan wheening ventilator berhasil dengan hasil AGD dalam
batas normal.
Pada diagnosa keperawatan kedua, Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan
terputusnya kontinuitas jaringan. Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x 24 jam diharapkan skala nyeri klien dapat efektif.
Pada diagnosa keperawatan kelima , resiko injuri: jatuh berhubungan dengan pemberian
sedative. Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan
tidak terjadi jatuh ataupun trauma paska pembedahan. Kriteria hasil, resiko jatuh dapat
terpantau dan tidak terjadi.
37
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Ulkus peptikum mengacu pada rusaknya lapisan mukosa di bagian mana saja di
saluran gastro intestinal, tetapi biasanya di lambung atau duodenum.
2. Gejala yang sering muncul pada ulkus peptikum yaitu nyeri, muntah, konstipasi dan
perdarahan.
3. Komplikasi yang dapat mengancam jiwa yaitu syok sepsis sehingga membutuhkan
penanganan yang tepat serta dibutuhkan perawatan di ruang intensif (ICU).
4. Asuhan Keperawatan yang diangkat dalam makalah ini mengacu dari hasil pengkajian
serta pemeriksaan fisik maupun penunjang sehingga diharapkan dengan asuhan yang
tepat dapat membantu proses pemulihan pada klien.
B. SARAN
1. Untuk mencapai asuhan keperawatan dalam merawat klien, pendekatan dalam
proses keperawatan harus dilaksanakan secara sistematis.
2. Pelayanan keperawatan hendaknya dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap dan
tetap memperhatikan dan menjaga privacy klien.
3. Perawat hendaknya selalu menjalin hubungan kerjasama yang baik/kolaborasi baik
kepada teman sejawat, dokter atau para tenaga medis lainnya dalam hal pelaksanaan
38
Asuhan Keperawatan maupun dalam hal pengobatan kepada klien agar tujuan yang
diharapkan dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
A, Price, Silvya. Patofisiologi .Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 1991: Jakarta.
Engram Barbara. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 1. Penerbit Buku
Penerbit Kedokteran. 1994: Jakarta.
Soeparman. Dkk. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI. 1990: Jakarta
39
40