Makalah Askep Kep - Gerontik Lansia
Makalah Askep Kep - Gerontik Lansia
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya lah makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari akan kelemahan dan kekurangan dari makalah ini.
Oleh sebab itu, saya membutuhkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun,agar makalah ini akan semakin baik sajiannya.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG..............................................................................................1
B. TUJUAN...................................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
TINJAUAN TORI............................................................................................................3
A. Pengertian Mental....................................................................................................3
B. Pengertian Depresi....................................................................................................8
ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN DEPRESI....................................11
BAB III...........................................................................................................................20
PENUTUP.......................................................................................................................20
A. Kesimpulan.............................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................iii
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan
kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain.
Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum
maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia. Masalah kesehatan jiwa lansia
termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri
dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang
mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis,
psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain. Timbulnya perhatian pada
orang-orang usia lanjut dikarenakan adanya sifat-sifat atau faktor-faktor khusus
yang mempengaruhi kehidupan pada usia lanjut.
Lansia merupakan salah satu fase kehidupan yang dialami oleh individu
yang berumur panjang. Lansia tidak hanya meliputi aspek biologis, tetapi juga
psikologis dan sosial. Perubahan yang terjadi pada lansia dapat disebut sebagai
perubahan `senesens` dan perubahan ‘senilitas’. Perubahan `senesens’ adalah
perubahan-perubahan normal dan fisiologik akibat usia lanjut. Perubalian
‘senilitas’ adalah perubahan-perubahan patologik permanent dan disertai dengan
makin memburuknya kondisi badan pada usia lanjut. Sementara itu, perubahan
yang dihadapi lansia pada amumnya adalah pada bidang klinik, kesehatan jiwa
dan problema bidang sosio ekonomi. Oleh karma itu lansia adalah kelompok
dengan resiko tinggi terhadap problema fisik dan mental.
Proses menua pada manusia merupakan fenomena yang tidak dapat
dihindarkan. Seinakin baik pelayanan kesehatan sebuah bangsa makin tinggi pula
harapan hidup masyarakatnya dan padan gilirannya makin tinggi pula jumlah
penduduknya yang berusia lanjut. Demikian pula di Indonesia.
Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lansia sangat perlu
ditekankan pendekatan yang dapat mencakup sehat fisik, psikologis, spiritual dan
sosial. Hal tersebut karena pendekatan dari satu aspek saja tidak akan menunjang
1
pelayanan kesehatan pada lansia yang membutuhkan suatu pelayanan yang
komprehensif.
Usia lansia bukan hanya dihadapkan pada permasalahan kesehatan
jasmaniah saja, tapi juga permasalahan gangguan mental dalam menghadapi usia
senja. Lansia sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan manusia, sering diwarnai
dengan kondisi hidup yang tidak sesuai dengan harapan. Banyak faktor yang
menyebabkan seorang mengalami gangguan mental seperti depresi.
B. TUJUAN
Agar dapat memahami gangguan mental apa saja yang apa pada usia lanjut
dan asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan mental
2
BAB II
TINJAUAN TORI
A. Pengertian Mental
1. PENGERTIAN
Lansia atau lanjut usia merupakan kelompok umur (usia 60 tahun ke atas)
pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Pada
kelompok yang dikategorikan lansi ini akan terjadi suatu proses yang disebut
aging proses.
Mental berasal dari kata latin yaitu mens, mentis yang artinya: jiwa, nyawa,
sukma, roh, semangat (Kartini Kartono, 1987:3). Sedangkan dalam kamus
psikologi Kartini Kartono, (1987:278) mengemukakan: mental adalah yang
berkenaan dengan jiwa, batin ruhaniah. Dalam pengertian aslinya menyinggung
masalah: pikiran, akal atau ingatan. Sedangkan sekarang ini digunakan untuk
menunjukkan penyesuaian organisme terhadap lingkungan dan secara khusus
menunjuk penyesuaian yang mencakup fungsi-fungsi simbolis yang disadari oleh
individu.
2. TUJUAN
1. Tujuan Umum
3
Dapat memahami masalah gangguan mental (agresi, kemarahan, dan
kecemasan) secara umum pada lansia.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan dan memahami konsep lansia dengan Agresi
b. Mampu menjelaskan penanganan lansia dengan Agresi
c. Mampu menjelaskan dan memahami konsep lanisa dengan Kemarahan
d. Mampu menjelaskan penanganan lansia dengan Kemarahan
e. Mampu menjelaskan dan memahami konsep lansia dengan Kecemasan
f. Mampu menjelaskan penganana lansia dengan Kecemas
3. GEJALA – GEJALA
Gejala-gejala Umum Lansia dengan Agresi
Sekitar 20% dari kita akan mengalami gangguan mental pada suatu waktu
dalam hidup kita. Gangguan mental yang mungkin dialami oleh tiap orang itu
4
berbeda-beda dalam hal jenis, keparahan, lama sakit, frekuensi kekambuhan,
dan cara pengobatannya.
1) Agresi
2) Kemarahan
3) Kecemasan
4) Kekacauan mental
5) Penolakan
6) Ketergantungan
7) Depresi
8) Manipulasi
9) Mengalami rasa sakit
10) Kehilangan rasa sedih dan kecewa.
7. PENGOBATANYA
Penyakit mental dapat diobati. Seperti halnya orang dengan diabetes
(kencing manis) yang harus minum obat kencing manis, demikian juga orang
dengan gangguan mental yang serius perlu obat untuk meredakan gejala-
5
gejalanya. Kita harus mencari pertolongan untuk mengatasi gangguan mental
seperti halnya kita pergi berobat untuk penyakit lainnya. Orang dengan
penyakit mental membutuhkan dukungan/suport, penerimaan dan pengertian
dari kita semua. Mereka juga punya hak seperti orang lain. Bukan malah
ditakuti, dijauhi, diejek, atau didiskriminasi.
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas bahwa gangguan jiwa
memerlukan penyembuhan tidak hanya secara medic saja tetapi bisa melalui
penyembuhan alternatif lain yaitu dengan menerapi pasien gangguan jiwa
dengan teknik komunikasi terapeutik yang akan dilakukan perawat
(profesional kesehatan) terhadap pasien (klien).
b. Kesegeraan
Kesegeraan berfokus pada interaksi dan hubungan perawat-klien saat ini. Perawat
sensitive terhadap perasaan klien dan berkeinginan membantu dengan segera.
Tindakan perawat untuk segera berespon terhadap keluhan klien menimbulkan
6
perasaan tentang klien dan keluarganya. Hal ini sangat penting terutama kepada
klien atau keluarganya. Hal ini sangat penting terutama kepada klien atau
keluarganya yang mudah panik terhadap perubahan yang dialami klien.
c. Keterbukaan
Perawat harus terbuka dalam memberikan informasi tentang dirinya, ideal diri,
perasaan, sikap dan nilai yang dianutnya. Perawat membuka diri tentang
pengalaman yang berguna untuk terapi klien. Tukar pengalaman ini member
keuntungan pada klien untuk mendukung kerjasama dan member sokongan.
Perawat yang pelit informasi dan miskin komunikasi dengan klien akan
menghambat berlangsungnya tindakan keperawatan dengan baik. Klien akan
membatasi diri bahkan cenderung tidak cooperatif dengan tindakan yang
dilakukan perawat. Melalui penelitian ditemukan bahwa peningkatan keterbukaan
antara perawat-klien dapat menurunkan tingkat kecemasan perawat-klien
(Johnson, dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 134).
d. Emotional Chatarsis
Emotional chartasis terjadi jika klien diminta bicara tentang hal yang sangat
mengganggu dirinya. Ketakutan, perasaan dan pengalaman dibuka dan menjadi
topic diskusi antara perawat-klien. Perawat harus dapat mengkaji kesiapan klien
mendiskusikan masalahnya.
e. Bermain Peran
Bermain peran adalah melakukan pada situasi tertentu. Hal ini berguna untuk
meningkatkan kesadaran dalam berhubungan dan kemampuan melihat situasi dari
pandangan orang lain. Bermain peran menjembatani antara pikiran serta perilaku
dank lien akan merasa bebas mempraktikkan perilaku yang baru pada lingkungan
yang aman.
7
a. Gangguan tidur. Gangguan tidur adalah suatu keadaan yang sulit untuk
tidur, tidur gelisah (tidur tidak menyegarkan), sering bangun mendadak pada
waktu tidur, bangun sebelum waktunya.
b. Cemas. Secara fisik usia lanjut merasakan gejala ketegangan seperti jantung
berdebar, sulit tidur, selanjutnya timbul gejala yang lebih jelas dengan
kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan.
c. Tekanan jiwa (depresi). Usia lanjut sering mengeluh lelah, nyeri, pegal dan
merasakan kehilangan minat akan hal yang menjadi kebiasaannya, cepat
marah, cepat tersinggung. Selain gejala tersebut sering timbul gejala lain
seperti perasaan rendah diri, sedih, kehilangan kesenangan, gangguan tidur,
rasa bersalah, kehilangan kepercayaan diri, penurunan gairah seksual,
perlambatan gerak dan bicara, gangguan nafsu makan, perasaan ingin
mati/bunuh diri, konsentrasi buruk.
d. Pikun (demensia). Usia lanjut sering lupa tapi tidak menyadari tentang
kehilangan kemampuan daya ingatnya. Perubahan kepribadian atau perilaku
yang pada tahap lebih lanjut, usia lanjut dapat mengalami kebingungan,
keluyuran (pergi tanpa tujuan), sering ngompol.
B. Pengertian Depresi
1. PENGERTIAN
Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen
psikologis seperti rasa sedih, susah, merasa tidak berguna, gagal, putus asa dan
penyesalan atau berbentuk penarikan diri, kegelisahan atau agitasi (Afda
Wahywlingsih dan Sukamto). Depresi adalah kondisi umum yang terjadi pada
lansia dan alasan terjadinya kondisi ini dapat dilihat pada saat mengkaji kondisi
sosial, kejadian hidup, dan masalah fisik pada lansia. Memang, depresi sering
disalahartikan sebagai demensia. Kemampuan mental klien dengan depresi tetap
utuh, sedangkan pada klien demensia, terjadi peningkatan kerusakan kognitif.
2. TINGKATAN DEPRESI
8
a. Depresi Ringan
Gejala :
Gejala :
Gejala :
1) Mood depresif
2) Kehilangan minat dan kegembiraan
3) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah
lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan
menurunnya aktivitas.
4) Konsentrasi dan perhatian yang kurang
5) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
6) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
7) Perbuatan yang membahayakan dirinya sendiri atau bunuh diri
8) Tidur terganggu
9) Disertai waham, halusinasi
10) Lamanya gejala tersebut berlangsung selama 2 minggu
9
Gejala-gejala Depresi
1) Perasaan
2) Pikiran
3) 3.Perilaku
4) Jasmani
5) Kecemasan: rasa takut, cemas, tegang, tidak yakin, dan tidak dapat
mengambil keputusan.
6) Gangguan dalam aktivitas normal seseorang.
10
ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN DEPRESI
1. Pengkajian
a. Identitas diri klien
b. Struktur keluarga : Genoogram
c. Riwayat Keluarga
d. Riwayat Penyakit Klien
Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik untuk adanya tanda dan gejala
karakteristik yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang didiagnosis.
a. Perilaku.
1) Bagaimana kemampuan klien mengurus diri sendiri dan melakukan
aktivitas hidup sehari-hari?
2) Apakah klien menunjukkan perilaku yang tidak dapat di-terima secara
sosial?
3) Apakah klien sering mengluyur danmondar-mandir?
4) Apakah ia menunjukkan sundown sindrom atau perseveration
phenomena?
b. Afek
11
1) Apakah kilen menunjukkan ansietas?
2) Labilitas emosi?
3) Depresi atauapatis?
4) lritabilitas?
5) Curiga?
6) Tidak berdaya?
7) Frustasi?
c. Respon kognitif
1) Bagaimana tingakat orientasi klien?
2) Apakah klien mengalamikehilangan ingatan tentang hal-hal yang baru
saja atau yang sudah lama terjadi?
3) Sulit mengatasi masalah, mengorganisasikan atau meng-abstrakan?
4) Kurang mampu membuat penilaian?
5) Terbukti mengalami afasia, agnosia atau apraksia?
12
Untuk dapat membina hubngan saling percaya, dapat dilakukan hal-hal
sebagai berikut:
1) Selalu mengucapkan salam kepada pasien seperti: selamat
pagi/siang/sore/malam atau sesuai dengan konteks agama pasien.
2) Perkenalkan nama saudara (nama panggilan) saudara, termasuk
menyampaikan bahwa saudara adalah perawat yang akan merawat
pasien.
3) Tanyakan pula nama pasien dan nama panggilan kesukaannya.
4) Jelaskan tujuan saudara merawat pasien dan aktivitas yang akan
dilakukan.
5) Jelaskan pula kapan aktivitas akan dilaksanakan dan berapa lama
aktivitas tersebut.
6) Bersikap empati dengan cara:
a) Duduk bersama klien, melakukan kontak mata, beri sentuhan dan
menunjukkan perhatian
b) Bicara lambat, sederhana dan beri waktu klien untuk berpikir dan
menjawab
c) Perawat mempunyai harapan bahwa klien akan lebih baik
d) Bersikap hangat, sederhana akan mengekspresikan pengharapan
pada klien.
13
Berikut ini adalah aspek psikososial yang perlu dikaji oleh perawat yaitu
apakah lansia mengalami kebingungan, kecemasan, menunjukkan afek yang
labil, datar atau tidak sesuai, apakah lansia mempunyai ide untuk bunuh diri.
Bila data tersebut saudara peroleh, data subjektif didapatkan melalui
wawancara dengan menggunakan skala depresi pada lansia (Depresion
Geriatric Scale).
3. Klasifikasi Data
a. Data Subjektif
1) Lansia Tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara.
2) Sering mengemukakan keluhan somatik seperti: nyeri abdomen dan
dada, anoreksia, sakit punggung, pusing.
3) Merasa dirinya sudah tidak berguna lagi, tidak berarti, tidak ada tujuan
hidup, merasa putus asa dan cenderung bunuh diri.
4) Pasien mudah tersinggung dan ketidakmampuan untuk konsentrasi.
b. Data Objektif
1) Gerakan tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung dan bila
duduk dengan sikap yang merosot.
2) Ekspresi wajah murung, gaya jalan yang lambat dengan langkah yang
diseret.
3) Kadang-kadang dapat terjadi stupor.
4) Pasien tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan
sering menangis.
5) Proses berpikir terlambat, seolah-olah pikirannya kosong, konsentrasi
terganggu, tidak mempunyai minat, tidak dapat berpikir, tidak
mempunyai daya khayal.
Pada pasien psikosa depresif terdapat perasaan bersalah yang
mendalam, tidak masuk akal (irasional), waham dosa, depersonalisasi dan
halusinasi. Kadang-kadang pasien suka menunjukkan sikap bermusuhan
(hostility), mudah tersinggung (irritable) dan tidak suka diganggu. Pada
14
pasien depresi juga mengalami kebersihan diri kurang dan keterbelakangan
psikomotor.
4. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko mutilasi diri b.d depresi mayor.
b. Keputusasaan b.d Stres jangka panjang
c. Ketidakberdayaan b.d Interaksi Interpersonal tidak memuaskan
d. Risiko bunuh diri b.d Gangguan Psikologis
e. Gangguan pola tidur b.d hambatan lingkungan
No Intervensi
Observasi
1 Identifikasi fungsi marah, frustasi, dan amuk
bagi pasien
Obseravasi
2 Identifikasi hal yang telah memicu emosi
15
5 Jelaskan konsekuensi tidak menghadapi rasa Edukasi
bersalah dan malu
Kriteria hasil:
No Intervensi
16
4 Berikan kesempatan untuk Terapeutik
menyampaikan perasaan dengan cara
yang tepat (mis. Sandscak, terapi
seni,aktivitas fisik )
Tindakan:
17
f) Anjurkan keluarga untuk membantu klien untuk menggunakan koping
positif dalam menyelesaikan masalah
g) Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap penggunaan
koping positif yang telah digunakan oleh klien.
Kriteria Hasil:
No Intervensi Rasional
Tujuan
18
1) Keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala gangguan pola
tidur
2) Keluarga dapat membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan tidur
Tindakan
Kriteria hasil:
No Intervensi
19
6 Ajarkan membuat jadwal olahraga Edukasi
teratur
Kriteria hasil:
No Intervensi
20
diri
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lansia atau lanjut usia merupakan kelompok umur (usia 60 tahun ke atas)
pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Pada
kelompok yang dikategorikan lansi ini akan terjadi suatu proses yang disebut
aging proses.
Mental berasal dari kata latin yaitu mens, mentis yang artinya: jiwa, nyawa,
sukma, roh, semangat (Kartini Kartono, 1987:3). Sedangkan dalam kamus
psikologi Kartini Kartono, (1987:278) mengemukakan: mental adalah yang
berkenaan dengan jiwa, batin ruhaniah. Dalam pengertian aslinya menyinggung
masalah: pikiran, akal atau ingatan. Sedangkan sekarang ini digunakan untuk
menunjukkan penyesuaian organisme terhadap lingkungan dan secara khusus
menunjuk penyesuaian yang mencakup fungsi-fungsi simbolis yang disadari oleh
individu.
Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen
psikologis seperti rasa sedih, susah, merasa tidak berguna, gagal, putus asa dan
penyesalan atau berbentuk penarikan diri, kegelisahan atau agitasi (Afda
Wahywlingsih dan Sukamto). Depresi adalah kondisi umum yang terjadi pada
lansia dan alasan terjadinya kondisi ini dapat dilihat pada saat mengkaji kondisi
sosial, kejadian hidup, dan masalah fisik pada lansia. Memang, depresi sering
disalahartikan sebagai demensia. Kemampuan mental klien dengan depresi tetap
utuh, sedangkan pada klien demensia, terjadi peningkatan kerusakan kognitif.
21
DAFTAR PUSTAKA
http://nuzulwahyudi10.blogspot.com
Elvy Hadaming. Askep Lansia Dengan Masalah Psikologis. Rabu, 23 April 2014
http://evyhadaming.blogspot.com
http://desiartikaratnasary.blogspot.com
iii