Anda di halaman 1dari 2

Sejarah Sumpah Sati Bukit Marapalam sebenarnya terjadi setelah Kaum Adat yang pada

awalnya memihak Belanda, akhirnya sadar bahwa peperangan (Perang Paderi yang
meletus 1803) yang berlarut-larut, juga merugikan kaum adat (ado unsur
pragmatis/finansial/piti/ndak nio rugi). Perang Paderi sendiri pemicu utamanya
antara lain karena memang di zaman itu, kaum Adat memiliki "hobi" yang bertentangan
dengan ajaran Islam (mohon maaf, mirip zaman jahiliyah) seperti menyabung ayam,
berjudi, minum-minuman keras, berdoa dengan dupa dan kemenyan, banyak nya parewa
(pareman). Puncak perseteruan antara kaum pembela adat dengan kaum pembela syariat
Islam waktu itu akhirnya didamaikan dengan Perjanjian Marapalam (1837). Perjanjian
Marapalam ini sendiri menurut saya adalah win-win solution waktu itu antara pembela
adat dengan pembela syariat Islam agar bisa kompak melawan Belanda. Kenapa harus
win-win solution? Karena itu yang paling tepat dilakukan saat itu untuk menyatukan
Minangkabau yang terbelah akibat politik devide et impera Belanda. Dalam perjanjian
tersebut juga dicari win-win solution masalah pengaturan warisan (salah satu
kebiasaan adat yang bertentangan dengan syariat Islam), dipisahkanlah pusako tinggi
dan pusako randah (ini sebenarnya masih ada yang bertentangan dengan syariat
Islam). Namun kalau menurut pendapat saya pribadi. Jika ada perbedaan (hal yang
bertentangan) antara adat (yang notabene adalah ciptaan manusia yang daif atau
lemah) dengan agama (ajaran yang disampaikan malaikat kepada Nabi Muhammad, SAW
yang sumbernya dari Allah, SWT), mana yang akan dipakai? Lebih tinggi mana ajaran
Agama (Syariat Islam) dengan Adat? Di zaman Rasulullah juga pernah diberlakukan
pelarangan terhadap minum-minuman keras. Mula-mula dikurangi, agar Islam bisa
diterima (karena di zaman itu khamar adalah hal biasa, Umar Bin Khattab pun sebelum
masuk Islam dulunya juga suka mabuk) , namun pada akhirnya ditegaskan, khamar
(minum minuman keras) itu HARAM (diubah secara berangsur-angsur). Kalau ada aturan
yang bertentangan antara adat dengan syariat Islam, mana yang harus minggir? Adat
kah atau syariat Islam? Mana yang lebih tinggi seharusnya? Atau tetap win-win
Solution? Adat DISELARASKAN dengan syariat Islam atau DISETARAKAN? Seperti
penerimaan sebagian orang terhadap Islam Nusantara, atau Sholat dengan Bahasa
Indonesia, Atau Assalamua'alikum dganti Selamat Pagi, Limau Manih diganti dengan
Limau Manis, Parak Laweh jadi Parak Lawas (pakai Bahasa Minang atau Bahasa
Indonesia -- beda lho artinya)?

Bukik Marapalam adalah puncak bukit tertinggi di kabupaten Tanah Datar. Sekarang
kawasan ini lebih terkenal dengan nama Puncak Pato. Pemandangan dari atas puncak
pato yang menawan, menjadikannya destinasi yang tepat untuk berfoto-foto. Namun
siapa sangka, disana tersimpan sejarah besar ninik mamak orang minangkabau.

Marapalam sendiri dipercayai berasal dari kata �marapek alam� yang artinya
meraptatkan atau mengeratkan hubungan. Sedangkan Puncak Pato sendiri berasal dari
kata �Fakta dan atau Pakta� , yang berarti perjanjian.

Puncak Pato (Bukit Marapalam)


Sejarah Perjanjian Bukit Marapalam

Latar belakang terjadinya perjanjian bukit marapalam adalah akibat adanya perang
paderi. Perselisihan antara kaum agama, yang dikenal dengan harimau nan salapan,
dengan kaum adat. Para ulama minang menganggap bahwa banyak kebiasaan di
Minangkabau bertentangan dengan ajaran agama islam.

Selain sistem kekerabatan dan hukum warisan yang sifatnya matrilineal, perjudian,
sabung ayam, minuman keras, dan longgarnya penegakan syariat islam menjadi pemicu
utama perlawanan kaum paderi.

Kemudian meletuslah perang paderi pada tahun 1803. Keikutsertaan Belanda dalam
barisan kaum adat, membuat perang semakin berlarut-larut, bahkan sebenarnya
merugikan kaum adat itu sendiri. Hingga akhirnya, muncul kesadaran kaum adat dan
kaum paderi bahwa musuh utama mereka adalah Belanda. Mereka bersatu melawan
penjajah. Hingga puncaknya adalah Perjanjian Bukit Marapalam pada tahun 1837.

Perang Paderi (1803-1838)


Isi Perjanjan Bukit Marapalam

Falsafah minang Adat basandi syarak, Syarak Basandi Kitabullah adalah hasil utama
yang dilahirkan dan disepakati dalam Sumpah Satie Bukit marapalam. Hal ini menjadi
pedoman utama, bagi penegakan hukum, aturan adat dan agama di Minangkabau.
Baca Juga : 'Sumbang Duo Baleh' : Cara Adat Minang Menjaga Kehormatan Perempuan

Untuk pelengkap, disepakati bahwa Syarak mangato, Adat mamakai. Maksudnya adalah
bahwa panduan utama tetaplah syarak (hukum islam).
Dampak Perjanjan Bukit Marapalam

Dengan disepakatinya perjanjian bukit marapalam, maka semua aturan-aturan adat


minangkabau disesuaikan dengan ajaran agama islam. Hal itu tentunya menghasilkan
dampak tertentu, berikut diantaranya.

Orang Minang Haruslah beragama Islam

Sendi adat minangkabau adalah ajaran Islam, Ia harus mempercayai syarak dan
kitabullah, sehingga siapapun yang mengaku sebagai orang minang haruslah beragama
islam.

Diperbaharuinya Sistem Matrilineal

Satu hal yang sangat bertentangan dalam sistem matrelineal menurut ajaran agama
adalah mengenai hukum waris. Warisan diturunkan berdasar garis keturunan ibu
(perempuan), sehingga kaum laki-laki sifatnya hanya sebagai penjaga warisan, bukan
pemilik.

Setelah perjanjian bukit marapalam disetujui bahwa yang diturunkan secara


matrilineal adalah harta pusaka tinggi. Sedangkan harta pencaharian (ayah) tetap
diwariskan sesuai hukum islam kepada anak-ananya. Sehingga dengan demikian
lelakipun tetap dapat menerima harta warisan.

Dilarangnya judi, minuman keras dan segala bentuk maksiat

Dilarangnya judi, sekaligus melarang segala bentuk kebiasaan yang memfasilitasi


perjudian, seperti sabung ayam dan adu kerbau. Selain itu, juga melarang segala
bentuk minuma keras dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang bertentangan dengan
hukum islam.Seperti berdoa dengan dupa dan kemenyan.

Menjadikan surau sebagai pusat kegiatan

Untuk menggiatkan penegakan syariat islam, dijadikanlah surau sebagi pusat


kegiatan. Selain pusat kegiatan ibadah, surau menjadi tempat belajar ilmu agama dan
pendidikan informal lainnya, seperti silat.
Baca Juga : Peranan dan Filosofi 'Kerbau' Pada Kehidupan Masyarakat Minang

Demikianlah bagaimana sejarah awal masyarakat minangkabau berpegang teguh dan


menjadikan Adat Basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah sebagai falsafah utama
kehidupan mereka.

Anda mungkin juga menyukai