DOSEN PEMBIMBING :
DISUSUN OLEH :
10401024
PRODI KEPERAWATAN
2019/2020
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
i
Kata Pengantar................................................................................. i
Daftar Isi............................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................. 1
ii
3.2 Saran....................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA....................................................................... 37
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
1
1. Agar mahasiswa mampu memahami defenisi, etiologi, anatomi dan
fisiologi, patofisiologi dan woc, tanda dan gejala, penatalaksanaan,
manifestasi klinis, dan komplikasi pada colitis ulseratif.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2
dan menghasilkan nanah. Peradangan dalam usus besar juga
menyebabkan usus sering kosong, menyebabkan diare.
Ketika peradangan terjadi di rektum dan bagian bawah usus
besar ini disebut ulseratif proktitis. Jika seluruh kolon terkena
disebut pancolitis. Jika hanya sisi kiri kolon terkena disebut
terbatas atau kolitis distal.
Kolitis ulseratif adalah penyakit inflamasi usus (IBD), nama
umum untuk penyakit-penyakit yang menyebabkan
peradangan di usus halus dan usus besar. Ini bisa sulit untuk
mendiagnosis karena gejala yang mirip dengan gangguan
usus lainnya dan jenis lain IBD disebut penyakit Crohn.
Penyakit Crohn berbeda karena menyebabkan peradangan
lebih dalam dinding usus dan dapat terjadi di bagian lain dari
sistem pencernaan termasuk usus kecil, mulut,
kerongkongan, dan perut.
3
darah, dari onset gradual. Kolitis ulseratif ,biasanya diyakini
memiliki sistemik etiologi yang mengarah ke banyak gejala
di luar usus. Karena nama, IBD sering bingung dengan
sindrom iritasi usus besar ( “IBS”), yang merepotkan, tapi
kurang serius, kondisi. Kolitis ulseratif memiliki kemiripan
dengan penyakit Crohn, bentuk lain dari IBD. Kolitis
ulseratif adalah penyakit hilang timbul, dengan gejala
diperburuk periode, dan periode yang relatif gejala-bebas.
Meskipun gejala kolitis ulserativa kadang-kadang dapat
berkurang pada mereka sendiri, penyakit biasanya
membutuhkan perawatan untuk masuk ke remisi.
4
hubungan familial. Juga terdapat bukti yang menduga bahwa
autoimunnita berperan dalam patogenisis kolitis ulserativa.
Antibodi antikolon telah ditemukan dalam serum penderita
penyakit ini. Dalam biakan jaringan limfosit dari penderrita
kolitis ulserativa merusak sel epitel pada kolon.
Selain itu ada juga beberapa fakor yang dicurigai menjadi
penyebab terjadinya colitis ulseratif diantaranya adalah :
hipersensitifitas terhadap factor lingkungan dan makanan,
interaksi imun tubuh dan bakteri yang tidak berhasil (awal
dari terbentuknya ulkus), pernah mengalami perbaikan
pembuluh darah, dan stress.
c. Patofisiologi
Jika penyakit ini terbatas pada rektum dan kolon sigmoid, tinja
mungkin normal atau keras dan kering. Tetapi selama atau diantara
waktu buang air besar, dari rektum keluar lendir yang mengandung
banyak sel darah merah dan sel darah putih. Gejala umum berupa
demam, bisa ringan atau malah tidak muncul.
Jika penyakit menyebar ke usus besar, tinja lebih lunak dan
penderita buang air besar sebanyak 10-20 kali/hari.
Penderita sering mengalami kram perut yang berat, kejang pada
rektum yang terasa nyeri, disertai keinginan untuk buang air besar
yang sangat. Pada malam haripun gejala ini tidak berkurang.
5
Tinja tampak encer dan mengandung nanah, darah dan lendir. Yang
paling sering ditemukan adalah tinja yang hampir seluruhnya berisi
darah dan nanah.
Penderita bisa demam, nafsu makannya menurun dan berat
badannya berkurang.Kolitis ulseratif adalah penyakit ulseratif dan
inflamasi berulang dari lapisan mukosa kolon dan rectum. Penyakit
ini umumnya mengenai orang kaukasia, termasuk keturunan
Yahudi. Puncak insidens adalah pada usia 30-50 tahun. Kolitis
ulseratif adalah penyakit serius, disertai dengan komplikasi sistemik
dan angka mortalitas yang tinggi. Akhirnya 10%-15% pasien
mengalami karsinoma kolon.
1.Anemia
2.Fatigue/ Kelelahan
3.Berat badan menurun
4.Hilangnya nafsu makan
5.Hilangnya cairan tubuh dan nutrisi
6
6.Lesi kulit (eritoma nodosum)
7.Lesi mata (uveitis)
8.Nyeri sendi
9.Kegagalan pertumbuhan (khususnya pada anak-anak)
10.Buang air besar beberapa kali dalam sehari (10-20 kali
sehari)
11.Terdapat darah dan nanah dalam kotoran.
12.Perdarahan rektum (anus).
13.Rasa tidak enak di bagian perut.
14.Mendadak perut terasa mulas.
15.Kram perut.
16.Sakit pada persendian.
17.Rasa sakit yang hilang timbul pada rectum
18.Anoreksia
19.Dorongan untuk defekasi
20.Hipokalsemia
Sekitar setengah dari orang-orang didiagnosis dengan kolitis
ulserativa memiliki gejala-gejala ringan. Lain sering
menderita demam, diare, mual, dan kram perut yang parah.
Kolitis ulserativa juga dapat menyebabkan masalah seperti
radang sendi, radang mata, penyakit hati, dan osteoporosis.
Tidak diketahui mengapa masalah ini terjadi di luar usus.
Para ilmuwan berpikir komplikasi ini mungkin akibat dari
peradangan yang dipicu oleh sistem kekebalan tubuh.
Beberapa masalah ini hilang ketika kolitis diperlakukan.
7
Kolitis ulseratif berhubungan dengan proses peradangan
umum yang mempengaruhi banyak bagian tubuh. Kadang-
kadang terkait ekstra-gejala usus adalah tanda-tanda awal
penyakit, seperti sakit, rematik lutut pada seorang remaja.
Kehadiran penyakit ini tidak dapat dikonfirmasi, namun,
sampai awal manifestasi usus.
e. Tes Diagnostik
a) Pemeriksaan Fisik
- Inspeksi
- Auskultasi
- Palpasi
- Perkusi
b) Pemeriksaan Laboratorium / Data Penunjang
8
- C-reactive protein dapat diukur, dengan tingkat yang lebih
tinggi menjadi indikasi lain peradangan.
- Sumsum tulang : Menurun secara umum pada tipe
berat/setelah proses inflamasi panjang.
- Alkaline fostase : Meningkat, juga dengan kolesterol
serumdan hipoproteinemia, menunjukkan gangguan fungsi
hati (kolangitis, sirosis)
- Kadar albumin : Penurunan karena kehilangan protein
plasma/gangguan fungsi hati.
- Elektrolit : Penurunan kalium dan magnesium umum pada
penyakit berat.
- Trobositosis : Dapat terjadi karena proses penyakit
inflamasi.
- ESR : meningkatkarena beratnya penyakit.
- Kadar besi serum : rendah karena kehilangan darah.
Endoskopi
Biopsi sampel (H & E noda) yang menunjukkan ditandai
limfositik infiltrasi (biru /ungu) dari mukosa usus dan
arsitektur distorsi dari kriptus.
9
- Eritema (atau kemerahan dari mukosa) dan kerapuhan dari
mukosa
- Ulserasi yang dangkal, yang mungkin anak sungai, dan
Pseudopolyps.
Sebuah kolonoskopi atau sigmoidoskopi adalah metode
yang paling akurat untuk membuat diagnosis kolitis ulseratif
dan penguasa-out kondisi lain yang mungkin, seperti
penyakit Crohn, penyakit divertikular, atau kanker. Untuk
kedua tes, dokter memasukkan sebuah endoskopi-panjang,
fleksibel, tabung bercahaya terhubung ke komputer dan
monitor TV-ke dalam anus untuk melihat bagian dalam
kolon dan rektum. Dokter akan dapat melihat peradangan,
perdarahan, atau borok pada dinding usus besar. Selama
ujian, dokter akan melakukan biopsi, yang melibatkan
mengambil sampel jaringan dari lapisan usus besar untuk
melihat dengan sebuah mikroskop.
10
Kadang-kadang x sinar seperti barium enema atau CT scan
juga digunakan untuk mendiagnosis kolitis ulserativa atau
komplikasinya.
f. Komplikasi
- Penyakit liver.
- Perdarahan hebat.
- Dehidrasi parah.
g. Penatalaksanaan Medis
1. Terapi farmakologi
11
Tujuan terapi farmakologi adalah untuk
mengurangi morbiditas dan untuk mencegah
komplikasi, dengan pertimbangan terapi berikut ini.
2. Terapi bedah
12
colectomy with ideal rectal anastomosi , total
proctocoltomy with continent (Kock) pouch, total
proctocolectomy with ileal pouch anal anastomosis,
anal transitions zone preservation, dan diverting
ileostomy.
c. Pendarahan parah.
e. Megakolon toksik.
f. Perforasi
F. Diagnosis keperawatan
13
3. Actual / risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh b.d. intake makanan
yang kurang adekuat.
14
Baik gen dan faktor lingkungan dapat mengganggu usus
dengan cara yang sama, menurut Gilaad Kaplan, dosen di
University of Calgary dan penulis beberapa studi yang
meneliti hubungan antara usus dan polusi udara
15
imunitas, makanan dan merokok perlu di
dokumentasikan. Anamnesis penyakit sistemik ,
seperti DM, hipertensi, dan tuberkolosis
dipertimbangkan sebagai sarana pengkajian
proferatif
4.1. Riwayat penyakit keluarga : adakah penyakit
yang diderita oleh anggota keluarga yang
mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien
sekarang
b. Diagnose Keperawatan
16
c. Intervensi Keperawatan
Nyeri b.d. iritasi intestinal, diare, kram abdomen, sembelit, respons pembedahan
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam pascabedah, nyeri berkurang atau teradaptasi.
kriteria evaluasi:
Beri oksigen nasal apabila skala nyeri Pemberian oksigen dilakukan untuk
17
≥ 3 (0-4). memenuhi kebutuhan oksigen pada saat
pasien mengalami nyeri pascabedah yang
dapat mengganggu kondisi hemodinamik.
Intervensi Rasional
· Ajarkan teknik relaksasi pernafasan Meningkatkan intake oksigen sehingga akan
dalam pada saat nyeri muncul. menurunkan sekunder dari iskemia spina.
18
Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab Pengetahuan yang akan dirasakan membantu
nyeri dan menghubungkan berapa lama nyeri mengurangi nyerinya dan dapat membantu
akan berlangsung. mengembangkan kepatuhan pasien terhadap
rencana terapeutik.
Kolaborasi dengan tim medis untuk
pemberian: Analgenik diberikan untuk membantu
Analgenik via intravena. menghambat stimulus nyeri ke pusat persepsi
nyeri di korteks serebri sehingga nyeri dapat
berkurang.
Risiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. intake makanan yang kurang adekuat.
Tujuan : setelah 3x24 jam pada pasien nonbedah dan setelah 7x24 jam pascabedah intake
nutrisi dapat optimal dilaksanakan.
Kriteria evaluasi :
Intervensi Rasional
Kaji dan berikan nutrisi sesuai tingkat Pemberian nutrisi pada pasien dengan enteritis
toleransi individu. regional bervariasi sesuai dengan kondisi
klinik dan tingkat toleransi individu.
Sajikan makanan dengan cara yang menarik. Membantu merangsang nafsu makan. Hal ini
dapat diberikan bila toleransi oral tidak
menjadi masalah pada pasien.
Fasilitasi pasien memperoleh diet rendah Diet diberikan pada pasien dengan gejala
19
lemak. malabsorpsi akibat hilangnya fungsi
penyerapan permukaan mukosa, khususnya
penyerapan lemak, keterlibatan ileum terminal
dapat mengakibatkan steatorrhea ( buang air
besar dengan feses bercampur lemak).
Fasilitasi pasien memperoleh diet dengan Suplemen serat dikatakan bermanfaat bagi
kandungan serat tinggi. pasien dengan penyakit kolon karena fakta
bahwa serat makanan dapat diubah menjadi
rantai pendek asam lemak, yang menyediakan
bahan bakar untuk penyembuhan mukosa
kolon.
Fasilitasi pasie memperoleh diet rendah serat Diet rendah serat biasanya diindikasikan
pada gejala obsrtuksi. untuk pasien dengan gejala obstruksi.
Resiko tinggi nutrisi kurang kebutuhan tubuh b.d. intake makanan yang kurang adekuat.
Intervensi Rasional
Fasilitasi untuk pemberian nutrisi parenteral Nutrisi peranteral total (TPN ) digunakan bila
total. gejala penyakit usus inflamasi bertambah
berat. Dengan TPN, perawat dapat
mempertahankan catatan actual tentang intake
dan output cairan, serta berat basdan pasien
setiap hari. Berat badan pasien harus
meningkat 0,5 kg setiap hari selama terapi.
Urine diuji setiap hari terhadap adanya
glukosa, aseton dan berat jenis bila TPN
digunakan. Pemberian makan yang tinggi
protein, rendah lemak, dan residu dilakukan
setelah terapi TPN karena makanan ini dicerna
terutama pada jejunum, tidak merangsan
sekresi usus, dan memungkinkan usus
beristirahat. Intoleransi dicatat bila pasien
20
menunjukkan mual, muntah, diare, atau
distensi abdomen.
Pantau intake dan output, anjurkan untuk Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi
timbang berat badan secara periodik ( sekali dan dukungan cairan.
seminggu ).
Lakukan perawatan mulut. Intervensi ini untuk menurunkan resiko
infeksi oral.
Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai jenis Ahli gizi harus terlibat dalam penentuan
nutrisi yang akan digunakan pasien. komposisi dan jenis makanan yang akan
diberikan sesuai dengan kebutuhan individu.
Actual/resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d. diare, kehilangan cairan dari
gastrointestinal, ganggguan absorpsi usus besar, pengeluaran elektrolit dari muntah.
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam tidak terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Kriteria :
Pasien tidak mengeluh pusing TTV dalam batas normal, kesadaran optimal.
Membran mukosa lembab, turgor kulit normal, CRT > 3 detik.
Laboratorium : nilai elektrolit normal, analisis gas darah normal.
Intervensi Rasional
Kaji terhadap adanya tanda kekurangan
volume cairan : kulit dan membrane mukosa
kering, penuruna turgor kulit, oliguria,
kelelahan, penurunan suhu, peningkatan
hematokrit, peningkatan berat jenis urine, dan
hipotensi.
Intervensi pemenuhan cairan :
Identifikasi faktor penyebab, awitan Parameter dalam menentukan intervensi
(onset), spesifikasi usia dan adanya riwayat kedaruratan. Adanya riwayat keracunan dan
penyakit lain. usia anak atau lanjut usia membeerikan
tingkat keparahan dari kondisi
21
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Actual/resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d. diare, kehilangan cairan dari
gastrointestinal, gangguan absorpsi usus besar, pengeluaran elektrolit dari muntah.
Intervensi Rasional
Bantu pasien apabila muntah Aspirasi muntah dapat terjadi terutama pada
usia lanjut dengan perubahan kesadaran.
Perawat mendekatkan tempat muntah dan
memberikan masase ringan pada pundak
untuk membantu menurunkan respons nyeri
dari muntah.
Intervensi pada penurunan kadar elektrolit.
Evaluasi kadar elektrolit serum Untuk mendeteksi adanya kondisi hiponatremi
dan hipokalemi sekunder dari hilangnya
elektrolit dari plasma.
22
medis untuk mendapatkan intervensi
selanjutnya dan menurunkan risiko terjadinya
asidosis metabolik.
Intervensi Rasional
23
Lakukan manajemen nyeri keperawatan,
meliputi:
Membuat pengetahuan dasar dan
Tentukan persepsi pasien tentang memberikan kesadaran kebutuhan belajar
Penyakit individu
Kaji ulang obat, tujuan, frekuensi, Meningkatkan pemahaman dan dapat
dosisi, dan kemungkinan efek samping meningkatkan kerjasama dalam program
d. Implementasi Keperawatan
e. Evaluasi
Pada diagnosis kolitis ulserative kronis, pemeriksaan feses yang cermat dilakukan
untuk membedakannya dengan disentri yang di sebabkan oleh organisme usus
umum, khususnya entamoeba histolityca. Feses positif terhadap darah. Tes
laboratorium akan menunjukkan hematokrik dan hemoglobin yang rendah,
peningkatan hitung darah lengkap, albumin rendah, dan ketidakseimbangna
elektrorit.
a. Definisi
Nutrisi adalah zat-zat gizi dan zat-zat lain yang diperoleh manusia
dari lingkungan hidup dan menggunakan bahan-bahan tersebut untuk
24
aktivitas penting dalam tubuh manusia untuk mempertahankan
kesehatan tubuh dan juga mempercepat proses penyembuhan saat
sakit. Nutrisi berfungsi untuk membentuk dan memelihara jaringan
tubuh, mengatur proses-proses dalam tubuh, sebagai sumber tenaga,
serta melindungi tubuh dari serangan penyakit. Nutrisi adalah zat-zat
yang memberikn energy bagi tubuh untuk beraktivitas, membentuk
struktur kerangka dan jaringan, serta mengatur berbagai proses kimia
dalam tubuh.
25
mengakibatkan cacingan. Padahal ikan merupakan sumber
protein yang sangat baik bagi anak-anak.
d. Kesukaan
Kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan
dapat mengakibatkan kurangnya variasi makanan, sehigga
tubuh tidak memperoleh zat-zat gizi yang di butuhkan secara
cukup. Kesukaan dapat mengakibatkan banyak terjadi kasus
malnutrisi pada remaja karena asupan gizinya tidak sesuai
dengan yang dibutuhkan tubuh.
e. Ekonomi
Status ekonomi dapat memengaruhi perubahan status gizi,
penyediaan makanan bergizi, membutuhkan dana yang tidak
sedikit karena perubahan status gizi dipengaruhi oleh status
ekonomi. Dengan kata lain, orang dengan status ekonomi
kurang biasanya kesulitan dalam menyadiakan makanan
bergizi. Sebaliknya orang dengan satus ekonomi cukup lebih
mudah untuk menyediakan makanan yang bergizi
f. Usia
Pada usia 0-10 tahun kebutuhan metabolisme tubuh biasa
bertambah dengan cepat hal ini sehubungan dengan faktor
pertumbuhan dan perkembangan yang cepat pada usia
tersebut. Setelah usia 20 tahun energi basal relative konstan.
Sedangkan pada usia lanjut akan terjadi penurunan fungsi
dari organ-organ tubuh salah satunya organ pencernaan hal
ini berdampak pada proses reabsorbsi nutrient dari bahan
makanan yang dikonsumsi yang akan berlangsung lebih lama
sehingga akan berpengaruh pada berat tubuh dan indeks
massa tubuh seorang lansia. selain itu pada usia lanjut, tidak
semua bahan makan dapat di terima oleh tubuh lansia untuk
itu ada pembatasan khusus. Contohnya seperti makanan
penyebab asam urat.
26
g. Status kesehatan
Nafsu makan yang baik adalah tanda yang sehat. Anoreksia
(kurag nafsu makan) biasanya gejala penyakit atau karena
efek samping obat.
h. Penyakit (Diabetes Melitus)
Dalam keadaan normal selama proses pencernaan, tubuh
mengolah makanan menjadi gula. Gula memasuki aliran
darah kemudian pancreas melepaskan insulin yang berperan
membantu semua sel dari tubuh untuk mengambil gula dari
darah untuk mengubahnya menjadi energy sebagai bahan
bakar untuk setiap aktivitas. Namun pada penderita diabetes,
sel-sel tubuhnya tidak dapat memanfaatkan gula untuk
energy. Lalu sel mengirimkan sinyal ke otak bahwa mereka
mebutuhkan lebih banyak bahan bakar. otak kemudian
menstimulus rasa lapar karena sel kekurangan energy
(polyfagia). Namun tanpa disadari gula yang di konsumsi
akan menumpuk dalam aliran darah dan tidak diserap oleh
sel-sel yang membutuhkan. Selain itu akibat tidak adanya
insulin untuk membantu glukosa memasuki sel akhirnya otak
memberri perintah tubuh untuk memecah protein dan lemak
dari jaringan otot untuk menyediakan energy untuk sel
(glukoneogenesis). Karena proses glikonegenesis yang
terjadi secara terus-menerus hal ini mengakibatkan
penurunan bobot tubuh.
Glukoneogenesis itu adalah mekanisme tubuh mengubah
bahan lain selain glukosa, yaitu asam amino dan asam lemak
untuk dijadikan sumber energi. Tapi energi yang dihasilkan
hanya dapat digunakan oleh sel-sel tubuh sedangkan otak
hanya mau energy dari glukosa aja. Proses glukoneogenesis
terjadi dominan di hepar. Asam amino dan asam lemak
tersebut didapat dari katabolisme jaringan lemak dan
katabolisme protein dari otot/matriks tulang/kulit..
27
c. Gangguan Pemenuhan Kebutuhan
28
a. Tidak tertarik untuk makan
b. Diare
c. Adanya bukti kekeurangan makanan
d. Kehilangan rambut yang berlebihan
e. Bising usus hiperaktif
f. Kurangnya minat pada makanan
g. Luka rongga mulut inflamasi
e. Tindakan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan
29
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kolitis ulseratif adalah penyakit radang usus besar pada kolon dan
rektum yang berlangsung lama yang menyebabkan luka atau lesi.
Penyebab kolitis ulseratif belum diketahui. Faktor yang berperan
dalam penyakit kolitis ulseratif adalah faktor genetik karena sistem
imun dalam tubuh terhadap virus atau bakteri yang menyebabkan
terus berlangsungnya peradangan dalam dinding usus. Faktor
lingkungan juga berpengaruh misalnya diet, diet rendah serat
makanan dan menyusui. Gejala utama kolitis ulseratif adalah diare,
nyeri abdomen, tanesmus, dan perdarahan rektal. Tindakan medis
yang dilakukan dengan cara memberi terapi obat-obatan dan
dilakukan pebedahan. Sedangkan tindakan keperawatannya masukan
diet dan cairan dan psikoterapi.
3.2 Saran
Baik sebagai Perawat, Tenaga Medis, Mahasiswa, dan
Institut Pendidikan dapat mengetahui apa itu Kolitis
Perawat harus bisa memberikan Asuhan Keperawatan
dengan baik dan benar agar bisa mencegah penyakit kolitia dan bisa
memberikan pemenuhan kebutuhan nutrisi
30
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta:
EGC
https://www.slideshare.net/mobile/aminudinharahap/laporan-
pendahuluan-kolitis
https://www.alodokter.com/kolitis-ulseratif
https://www.scribd.com/doc/52568798/Makalah-Kolitis
31