Anda di halaman 1dari 27

Upgrade Hasil Uji In Vitro Ternyata Rumit Ya ?

STEP 1

 Bixin : senyawa kromatoid (bixin dan non bixin), bixin adalah pemberi warna
pada tumbuhan sebagai pewarna makanan. Memiliki sifat antioksidan dan
antikarsinogenik, polar (larut air) dan pemberi warna pada mentega.
 subjek uji : sampel yang dijadikan bahan uji (manusia, hewan coba)
 metode uji : cara yang dilakukan pada subjek uji
 parameter : tolak ukur untuk menentukan sesuatu yang akan dinilai

STEP 2

1. Apa yang dimaksud dengan uji farmakologi ?


2. Apa perbedaan in vitro dan in vivo ?
3. Apa kelebihan dan kekurangan uji in vitro ?
4. Apa kelebihan dan kekurangan uji in vivo ?
5. Apa saja yang mempengaruhi dari hasil uji ?
6. Bagaimana merancang desain penelitian yang tepat ?
7. Apa saja metode metode yang digunakan dalam uji in vivo dan in vitro (bioassay)?
8. Bagaimana cara melakukan pemilihan subjek uji, metode uji, parameter yang akan
diukur serta uji analisis pada in vivo dan in vitro ?
9. Apa saja contoh uji in vitro dan in vivo ?
10. Mengapa uji un vitro harus dilanjutkan uji in vivo ?

STEP 3

1. Apa yang dimaksud dengan uji farmakologi ?


Suatu uji untuk mengetahui efek farma nya dari bahan yg diuji. Contoh : antipiretik,
antiinflamasi, dll
Uji farmakodinamik dan uji farmakokinetik

2. Apa perbedaan in vitro dan in vivo ?


 In vitro : terletak diluar tubuh/suatu sistem, lebih murah, kebutuhan sampel
lebih sedikit
 In vivo : uji dilakukan di dalam tubuh, lebih mahal, kebutuhan sampel lebih
banyak

Veradita LBM 3 Herbal SGD 2


3. Apa kelebihan dan kekurangan uji in vitro ?
Kelebihan : sampel yg digunakan lebih sedikit, lebih spesifik, lebih cepat, lebih murah,
lebih gampang memantau variabel control nya.

Kekurangan : tidak mengetahui efek sistemik dalam tubuh, belum spesifik hasil uji in
vitro  dilanjutkan ke in vivo, tidak bisa menilai efek farmakokinetik yaitu ADME.

4. Apa kelebihan dan kekurangan uji in vivo ?


Kelebihan: sesuai kondisi tubuh, jadi bisa menilai efek farmakokinetik dan
farmakodinamiknnya.

Kekurangannya : membutuhkan sample (rodent dan non rodent  dipantau strain,


genus dan spesiesnya) yang banyak, membutuhkan waktu yang lama dan
membutuhkan biaya yang mahal. Lebih susah memantau controlnya.

5. Apa saja yang mempengaruhi dari hasil uji ?


 Factor internal : usia, jenis kelamin, sifat genetic, BB, nutrisi
 Factor external : supply O2, perawatan kandang, kebersihan, pemberian makan

6. Apa saja metode metode yang digunakan dalam uji in vivo dan in vitro (bioassay)?
In vivo
 analgesic : meberikan rangsangan nyeri,
contoh :
a. induksi secara kimia. 1) Metode geliat : mencit diberikan rangsang geliat, efek geli
dengan meregang ke depan dan ke belakang. 2) Metode randal selito : untuk
mengetahui ambang reaksi terhadap rangsangan tekanan mekanis. 3) Metode formalin
: diberikan induksi SC, respon mencit : jinjit dan menjilat kakinya.
b. secara panas  hewan coba ditempatkan di lempeng panas

 Antiinflamasi  pembentukan eritem, pembentukan edem buatan

In vitro

7. Bagaimana cara melakukan pemilihan subjek uji, metode uji, parameter yang akan
diukur serta uji analisis pada in vivo dan in vitro ?
Desain penelitian
Tergantung dengan tujuan (deksriptif, komparatif, asosiatif)
Dari segi waktu time series (berkali kali) dan cross sectional

Veradita LBM 3 Herbal SGD 2


Dilihat dari pengumpulan data  survey (observasi) dan pengamatan (ekperiment)
Eksperiment :
 Pra eksperimen  tidak mempertimbangkan variabel perancu
 True eksperiment pre post dan post test only , mempertimbangkan variabel
perancu.
 Kuasi design

pemilihan subjek uji


tergantung tujuan penelitiannya. Organ target disesuaikan dengan karakteristiknya.
Disesuaikan dengan pendekatan anatomis (babi, kambing, kera) dan pendekatan
metabolisme.
Contoh : mau lihat efek fertilitas  tikus SD

Pemilihan metode
Sesuai dengan scenario  bixin sbg antioksidan dan antiinflamasi.
Antioksidan ?????
Antiinflamasi  pembentukan eritem, pembentukan edem buatan

Parameter
Tergantung efek farmakologi yg ingin dilihat. Bixin  memakai paparan sinar UV.
Untuk antiokosidan  kolagen, MDA, pigmen.
Untuk antiinflamasi  leukosit dan sitokin

Uji analisis
Menggunakan table magic

8. Apa saja contoh uji in vitro dan in vivo ?


In vitro  antibiotic  bakteri di cawan petri, antikanker  sel kanker ditanam,
antifungi  efektifitas obat jamur. Jantung mencit (suatu organ) diambil baru diamati
di luar tubuh
In vivo  antihipertensi (dari kardiovaskulernya anjing), antidiabetika (pancreas 
babi atau sapi), antiemetic (rangsang muntah  burung dara), antiinflamasi (tikus),
antipiretik (menurunkan suhu tubuh  kelinci), asam urat (ayam), uji stamina (mencit
atau tikus), uji libido (tikus dalam keadaan siap menerima pejantan), obat kanker (tikus
yg diinduksi sel kanker), uji pain killer (tikus atau mencit)

9. Mengapa uji in vitro harus dilanjutkan uji in vivo ?

Haruskah ??
Veradita LBM 3 Herbal SGD 2
Uji mikroba  tidak harus, karena bakteri diambil dari tubuh manusia kemudian di
amati di cawan petri.

STEP 4
UjI PREKLINIK

TOKSISITAS FARMAKOLOGI

INVITRO IN VIVO

LANGKAH,
IDENTIFIKASI, dll

STEP 5

STEP 7

1. Apa yang dimaksud dengan uji farmakologi ?

Uji Farmakologi

Uji farmakologi merupakan salah satu persyaratan uji untuk calon obat. Dari uji ini
diperoleh informasi tentang efikasi (efek farmakologi) dan profil farmakokinetik (meliputi
absorpsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi obat) calon obat. Hewan yang baku
digunakan adalah galur tertentu dari mencit, tikus, kelinci, marmot, hamster, anjing atau
beberapa uji menggunakan primata, hewan-hewan ini sangat berjasa bagi pengembangan
obat.

Semua hasil pengamatan pada hewan menentukan apakah dapat diteruskan dengan uji
pada manusia. Ahli farmakologi bekerja sama dengan ahli teknologi farmasi dalam
pembuatan formula obat, menghasilkan bentuk-bentuk sediaan obat yang akan diuji pada
manusia.

Veradita LBM 3 Herbal SGD 2


Di samping uji pada hewan, untuk mengurangi penggunaan hewan percobaan telah
dikembangkan pula berbagai uji in vitrountuk menentukan khasiat obat contohnya uji
aktivitas enzim, uji antikanker menggunakan cell line, uji anti mikroba pada perbenihan
mikroba, uji antioksidan, uji antiinflamasi dan lain-lain untuk menggantikan uji khasiat pada
hewan tetapi belum semua uji dapat dilakukan secara in vitro.
(http://mot.farmasi.ugm.ac.id/files/33Edisi%20khusus%20des%2006_bu%20mae.pdf)
2. Apa perbedaan in vitro dan in vivo ?

In vitro (primary bioassay)


 adalah penelitian yang dilakukan dalam tabung uji atau media kultur di laboratorium;
Terletak di dalam suatu system tetapi di luar tubuh manusia
 Kebutuhan sample yang digunakan lebih sedikit
 Murah dan cepat
 dilakukan mikroorganisme pada tidak hidup tetapi dalam lingkungan terkontrol,
misalnya di dalam tabung reaksi atau cawan Petri
 Jenis penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh dari variabel eksperimental
pada subset dari bagian pokok suatu organisme. Hal ini cenderung untuk memfokuskan
pada organ , jaringan , sel , komponen sel, protein , dan / atau biomolekul
 in vitro lebih cocok untuk mengamati efek keseluruhan percobaan pada subjek hidup
(Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 761/Menkes/Sk/Ix/1992 Tentang
Pedoman Fitofarmaka)

In vitro :
 Terletak di dalam suatu system tetapi di luar tubuh manusia
 dilakukan mikroorganisme pada tidak hidup tetapi dalam lingkungan terkontrol,
misalnya di dalam tabung reaksi atau cawan Petri
 Jenis penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh dari variabel eksperimental
pada subset dari bagian pokok suatu organisme. Hal ini cenderung untuk memfokuskan
pada organ , jaringan , sel , komponen sel, protein , dan / atau biomolekul
 tingkat penyederhanaan sistem yang diteliti lebih besar , sehingga peneliti dapat fokus
pada sejumlah komponen. Sebagai contoh , identitas protein dari sistem kekebalan
tubuh ( misalnya antibodi ) , dan mekanisme yang mengenali dan mengikat antigen
asing akan tetap sangat jelas jika tidak untuk penggunaan ekstensif kerja in vitro untuk
mengisolasi protein , mengidentifikasi sel-sel dan gen yang memproduksi mereka ,
mempelajari fisik sifat interaksi mereka dengan antigen , dan mengidentifikasi
bagaimana interaksi mereka menyebabkan sinyal seluler yang mengaktifkan komponen
lain dari sistem kekebalan tubuh. Respon seluler adalah spesies - spesifik , lintas analisis

Veradita LBM 3 Herbal SGD 2


- bermasalah spesies . Metode baru spesies - sasaran yang sama - , studi multi- organ
yang tersedia untuk memotong hidup , pengujian lintas-spesies

In vivo (secondary bioassay)


 Terletak di dalam tubuh manusia
 Kebutuhan sample yang digunakan lebih banyak
 Mahal dan lama
 dalam lingkungan yang terkendali
Sedangkan uji in vivo digunakan hewan utuh dan kondisi hidup (baik sadar atau
teranestesi). Syarat hewan yg digunakan sangat banyak tgt jenis obatnya, missal yang
jelas harus dilakukan control terhadap galur/spesies, jenis kelamin, umur, berat badan
(mempengaruhi dosis), dan harus dilakukan pada minimal 2 spesies yakni
rodent/hewan mengerat dan non rodent. Alasannya krn system fisiologi dan patologi
pada manusia merupakan perpaduan antara rodent dan non rodent
(Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 761/Menkes/Sk/Ix/1992 Tentang
Pedoman Fitofarmaka)
3. Apa kelebihan dan kekurangan uji in vitro ?

Advantages of in vitro studies 

Living organisms are extremely complex functional systems that are made up of, at a
minimum, many tens of thousands of genes, protein molecules, RNA molecules, small
organic compounds, inorganic ions and complexes in an environment that is spatially
organized by membranes and, in the case of multicellular organisms, organ systems.
[1]
 For a biological organism to survive, these myriad components must interact with
each other and with their environment in a way that processes food, removes waste,
moves components to the correct location, and is responsive to signalling molecules,
other organisms, light, sound, temperature and many other factors.

This extraordinary complexity of living organisms is a great barrier to the identification


of individual components and the exploration of their basic biological functions. The
primary advantage of in vitro work is that it permits an enormous level of simplification
of the system under study, so that the investigator can focus on a small number of
components.[2] [3] For example, the identity of proteins of the immune system (e.g.
antibodies), and the mechanism by which they recognize and bind to foreign antigens
would remain very obscure if not for the extensive use of in vitro work to isolate the
proteins, identify the cells and genes that produce them, study the physical properties
of their interaction with antigens, and identify how those interactions lead to cellular
signals that activate other components of the immune system. [4]

Veradita LBM 3 Herbal SGD 2


Cellular responses are species-specific, lending cross-species analysis
problematic. Newer methods of same-species-targeted, multi-organ studies are
available to bypass live, cross-species testing. [5]

Disadvantages of in vitro studies 

The primary disadvantage of in vitro experimental studies is that it can sometimes be


very challenging to extrapolate from the results of in vitro work back to the biology of
the intact organism. Investigators doing in vitro work must be careful to avoid over-
interpretation of their results, which can sometimes lead to erroneous conclusions
about organismal and systems biology. [6]

For example, scientists developing a new viral drug to treat an infection with a
pathogenic virus (e.g. HIV-1) may find that a candidate drug functions to prevent viral
replication in an in vitro setting (typically cell culture). However, before this drug is used
in the clinic, it must progress through a series of in vivo trials to determine if it is safe
and effective in intact organisms (typically small animals, primates and humans in
succession). Typically, many candidate drugs that are effective in vitro prove to be
ineffective in vivo because of issues associated with delivery of the drug to the affected
tissues, or toxicity towards essential parts of the organism that were not represented in
the initial in vitro studies.[7]

(http://www.eudipharm.net/claroline141/RESB2e79b/document/240912-FAURY-
Gilles-In_vitro_and_in_vivo_testing.pdf)
4. Apa kelebihan dan kekurangan uji in vivo ?

In vivo :
 Terletak di dalam tubuh manusia  digunakan hewan utuh dan kondisi hidup (baik
sadar atau teranestesi)
 dalam lingkungan yang terkendali
 Syarat hewan yg digunakan sangat banyak tgt jenis obatnya, missal yang jelas harus
dilakukan control terhadap galur/spesies, jenis kelamin, umur, berat badan
(mempengaruhi dosis)
 harus dilakukan pada minimal 2 spesies yakni rodent/hewan mengerat dan non
rodent. Alasannya krn system fisiologi dan patologi pada manusia merupakan
perpaduan antara rodent dan non rodent.

kekurangan
 Kebutuhan sample yang digunakan lebih banyak
 Mahal dan lama

Veradita LBM 3 Herbal SGD 2


5. Apa saja yang mempengaruhi dari hasil uji ?
Faktor yang mempengaruhi hasil uji

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil percobaan diantaranya:


1. Faktor internal
Meliputi variasi biologik, yaitu usia (berpengaruh pada dosis yang harus diberikan) dan
jenis kelamin (ada obat-obat yang lebih peka untuk jantan dan untuk betina). Kemudian
ras dan sifat genetic, faktor-faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap hewan yang
akan di jadikan percobaan karena akan memepengaruhi hasil dari percobaan
disebabkan oleh pengaruh dosis dan cairan tubuh hewan tersebut sehingga hasil dari
pengamatan akan berbeda-beda, sehingga memepengaruhi efek farmakologinya. Selain
itu, status kesehatan dan nutrisi, bobot tubuh serta luas permukaan tubuh akan
berpengaruh pada dosis yang harus diberikan.

2. Faktor eksternal
Meliputi suplai oksigen, pemeliharaan lingkungan fisiologik (keadaan kandang, suasana
asing atau baru, pengalaman hewan dalam penerimaan obat, keadaan ruangan tempat
hidup seperti suhu, kelembaban, ventilasai, cahaya, kebisingan serta penempatan
hewan), pemilihan keutuhan struktur ketika menyiapkan jaringan atau organ untuk
percobaan. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi hasil percobaan, dan
mempengaruhi efek farmakologinya, apabila hewan yang sudah biasa di beri obat maka
akan terlihat lebih rilex dan santai berbeda dengan hewan percobaan yang masih baru
dan masih asing makan akan lebih berontak dan agresif, sehingga kita membutuhkan
penelitian dan perawatan yang baik terhadap hewan percobaan sebelum melakukan
percobaan.
(Kusumawati.2004.Bersahabat dengan hewan coba.Yogyakarta:Gadjah Mada University
Press)

6. Apa saja metode metode yang digunakan dalam uji in vivo dan in vitro (bioassay)?
In vivo :
Analgesik

Veradita LBM 3 Herbal SGD 2


Veradita LBM 3 Herbal SGD 2
(http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20311589-S42961-Uji%20efek.pdf)

Antiinflamasi

Veradita LBM 3 Herbal SGD 2


Veradita LBM 3 Herbal SGD 2
Veradita LBM 3 Herbal SGD 2
(http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24139/1/MIGI%20FEBRI
%20ARINI-fkik.pdf)
In vitro:
1. Uji aktivitas antiaskaris (anticacing)
2. Uji antifungi
3. Uji antikalkuli
4. Uji efek mukolitik
5. Uji farmakodinamik dg organ terisolir
6. Uji toksisitas in vitro
- metode Brain Shrimp Test (BST)
- metode Sitotoksisitas

EFEK SITOTOKSIK IN VITRO DARI EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (PHALERIA


MACROCARPA) TERHADAP KULTUR SEL KANKER MIELOMA
Uji Aktivitas Sitotoksik. Sediaan uji dan sediaan kontrol pelarut masing-masing sebanyak 0,1
ml dimasukkan dalam sumur microwell plateyang telah berisi 0,9 ml suspensi sel hasil
inisiasi. Replikasi dilakukan sebanyak dua kali. Selanjutnya diinkubasi dalam inkubator CO2
suhu 37ºC selama 24 jam. Kemudian dari masing-masing sumur diambil sebanyak 0,1 ml
dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditambah dengan larutan tripan blue 0,5% sebanyak
0,1 ml (perbandingan 1:1) dan dihomogenkan. Dari campuran tersebut dipipet dan
diletakkan diatas ruang hitung hemositometer. Perhitungan dilakukan dibawah mikroskop
dengan pembesaran 100 kali. Viabilitas sel dihitung dengan rumus:

(http://journal.unair.ac.id/filerPDF/06%20vol%207%20april%202008%20(48-54).pdf)

Veradita LBM 3 Herbal SGD 2


Antifungi
UJI AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG RAMBUTAN (Nephelium
lappaceum L.) TERHADAP JAMUR Candida Albicans SECARA IN VITRO
Pengujian Aktivitas Antijamur
a. Media dasar PDA dituang ke dalam cawan petri dan dibiarkan mengeras.
b. Pada permukaan lapisan dasar diletakkan 6 pencadang dan diatur sedemikian rupa
sehingga terdapat daerah yang baik untuk mengamati zona hambat yang terjadi.
c. PDA yang mengandung suspensi jamur uji dituang ke dalam cawan petri di sekeliling
pencadang.
d. Dikeluarkan pencadang dari cawan petri sehingga terbentuk sumur yang akan digunakan
untuk larutan uji, larutan kontrol positif (+) dan larutan kontrol negatif (-).
e. Diteteskan larutan uji ekstrak sampel kering etanol, ekstrak sampel basah etanol, larutan
kontrol positif (+) dan larutan kontrol negatif (-).
f. Dilakukan pengulangan secara triplo dengan cara yang sama.
g. Diinkubasikan dalam inkubator pada suhu 37 C selama 1x24 jam.
h. Diamati zona hambat yang terjadi di sekitar sumuran kemudian diukur diameter zona
hambat secara horizontal dan vertikal dengan menggunakan penggaris berskala.
(http://download.portalgaruda.org/article.php?article=123510&val=5543)

Organ Terisolasi
EFEK EKSTRAK DAUN CIPLUKAN (Physalis minima L) TERHADAP RELAKSASI OTOT POLOS
TERPISAH TRAKEA MARMUT (Cavia porcellus)
METODOLOGI
Percobaan dilakukan dengan menggunakan hewan coba marmut jantan (n=5). Percobaan
dilakukan dengan metoda organ terpisah yaitu menggunakan rantai cincin trakea yang
dimasukkan ke dalam organ bathdan dihubungkan dengan rekorder macLab. Selama
percobaan rantai cicin trakea di dalam organbath direndam cairan fisiologis Kreb”s yang
selalu diganti setiap 15 menit, temperatur dipertahankan 35-37 C dan terus menerus dialiri
gas karbogen (9). Daun ciplukan (Physalis minima L) dibuat ekstrak dengan menggunakan
etanol. Untuk melihat respon relaksasi dari pemberian ekstrak daun ciplukan, dilakukan
stimulasi kontraksi otot polos trakea terlebih duludengan menggunakan histamin 10-5 M
(9,10), jika sudah terjadi kontraksi yang stabil, kemudian baru ditambahkan ekstrak
daunciplukan secara kumulatif dengan dosis 0,3 %, 0,5 %, 0,7 % dan diamati respon
relaksasi otot polos trakea dari penurunan kurva yang terekam di komputer mac lab dan
dapat diukur besar kontraksi dan relaksasi dalam satuan mv. Ekstrak daun ciplukan
diberikan secara kumulatif berdasar penelitian pendahuluan yang didapatkan hasil bahwa
efek relaksasi ekstrak daun ciplukan bertahan lama dan baru hilang responsnya setelah

Veradita LBM 3 Herbal SGD 2


dilakukan pencucian. Data yang diperoleh adalah besar kontraksi dari otot polos trakea
setelah pemberian histamin (kontrol) dan penurunan kontraksi (relaksasi) otot polos trakea
setelah pemberian ekstrak daun ciplukan (perlakuan). Besar kontraksi yang terekam pada
komputer maclab menggunakan satuan mili volt Data yang didapatkan dianalisis dengan uji
anova, dan uji korelasi regresi.
(http://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/viewFile/237/229)

Mukolitik
SKRINING KOMPONEN KIMIA DAN UJI AKTIVITAS MUKOLITIK EKSTRAK RIMPANG BANGLE
(Zingiber purpureum Roxb.) TERHADAP MUKOSA USUS SAPI SECARA IN VITRO
Pembuatan Larutan Stok Ekstrak Uji
Larutan stok ekstrak uji dibuat dari ekstrak uji yang ditimbang sesuai kadar yang di-
inginkan (1 % b/v dan 0,5 % b/v) dan dibasahi dengan tween 80 hingga konsentrasi tween
80 dalam larutan mencapai 1% dengan cara mela-rutkan tween sebanyak 1 g dengan 100
ml akua-dest, lalu diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam ekstrak uji dan dihomogenkan
hingga terbentuk dispersi ekstrak.

Larutan Stok Kontrol Positif dan Kontrol Negatif


Larutan stok kontrol positif yang diguna-kan asetilsistein 50 mg/ml dengan tween 80
hingga konsentrasi tween 80 dalam larutan mencapai 1 %, sedangkan kontrol negatif
adalah mukus sapi dalam larutan dapar fosfat pH 7.

Pembuatan Dapar Fosfat pH 7


Larutan dapar pH 7 dibuat dengan men-campurkan 125 ml kalium dihidrogen fosfat 0,2 M
dengan 72,75 ml natrium hidroksida 0,2 N dan di-encerkan dengan air bebas CO2 hingga
500 ml.

Penyiapan Mukus
Mukus didapatkan dari mukosa usus sapi yang dicuci dengan air mengalir sampai bersih,
kemudian dibelah dan dikerok. Mukus ditampung pada gelas kimia. Mukus yang didapatkan
berwarna putih kecoklatan sampai putih kekuningan.

Pengujian Aktivitas Mukolitik


Efek mukolitik diuji secara in vitro dengan mengukur perubahan viskositas mukus usus
sapi. Hasil pengukuran dibandingkan dengan hasil pa-da kontrol positif dan kontrol negatif.
Campuran mukus dibuat dalam larutan dapar fosfat pH 7 dengan perbandingan 70 : 30.
Pengukuran dilakukan dengan menghi-tung efek mukolitik menggunakan alat viscometer

Veradita LBM 3 Herbal SGD 2


Brookfield spindle no. 3 dengan kecepatan 50 rpm. Sebelumnya, sampel diinkubasi selama
30 menit pada suhu 37 C. Pada saat pengukuran, sampel uji ditempatkan pada plat panas
(hot plate) dan dijaga suhunya pada 370,5 C). Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali
untuk masing-masing sampel uji.
(http://download.portalgaruda.org/article.php?article=29862&val=2174)
7. Bagaimana cara melakukan pemilihan subjek uji, metode uji, parameter yang akan
diukur serta uji analisis pada in vivo dan in vitro ?
pemilihan subjek uji

Pemilihan Hewan Uji.


Paling tidak hal yang harus diperhatikan dalam memilih hewan uji, yaitu :
a. species dan strain hewan yang akan digunakan,
b. usia,
c. jenis kelamin dan
d. jumlahnya.
 Species mamalia yang umum digunakan adalah tikus, mencit dan kelinci. Untuk
unggas digunakan embrio ayam (percobaan in ovo). Kemajuan teknik laboratorium
yang ada sekarang dan reaksi dari pemerhati hak binatang telah membuka
kemungkinan penggunaan hanya organ, jaringan atau sel saja menggantikan hewan
uji (kultur organ atau kultur sel melalui percobaan in vitro). Teknik ini sangat penting
terutama dalam upaya mengungkap mekanisme teratogenesis suatu agensia. Di
Indonesa hewan uji yang populer digunakan adalah mencit dan tikus, karena itu
tulisan ini selanjutnya akan membicarakan pengujian dengan menggunakan hewan
uji tersebut.
 Hewan betina yang digunakan adalah betina dara sedangkan untuk jantan dipilih
pejantan yang sudah terbukti baik fertilitasnya. Hewan dikawinkan di malam hari
dengan cara mencampur 1 jantan dengan 3 betina dalam satu kandang. Jika
keesokan harinya ditemukan adanya sumbat vagina (vaginal plug) atau adanya
sperma di vagina yang dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis apusan vagina,
maka itu pertanda perkawinan sudah berlangsung dan hari tersebut dtentukan
sebagai hari ke nol kebuntingan.
Jumlah hewan uji yang digunakan paling tidak sebanyak 20 ekor betina bunting untuk
tiap kelompok perlakuan. Karena kelompok perlakuan biasanya terdiri atas paling tidak
3 taraf dan 1 kelompok kontrol, maka jumlah hewan bunting yang dibutuhkan adalah
80 ekor.
 Spesies yang ideal untuk uji toksisitas sebaiknya memenuhi criteria-kriteria sebagai
berikut:
- Berat badan lebih kecil dari 1 kg
- Mudah di ambil darahnya dan jumlah darah yang dapat diambil cukup banyak
- Mudah dipegang dan dikendalikan
- Pemberian materi mudah dilakukan dengan berbagai rute (oral, subkutan)

Veradita LBM 3 Herbal SGD 2


- Mudah dikembangbiakan dan mudah dipelihara di laboratorium
- Lama hidup relative singkat
- Fisiologi diperkirakan sesuai/identik dengan manusia/hewan yang dituju
(Kusumawati.2004.Bersahabat dengan hewan coba.Yogyakarta:Gadjah Mada
University Press)

Pemilihan metode

In vivo :
Analgesik

Veradita LBM 3 Herbal SGD 2


(http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20311589-S42961-Uji%20efek.pdf)

Antiinflamasi

Veradita LBM 3 Herbal SGD 2


Veradita LBM 3 Herbal SGD 2
Veradita LBM 3 Herbal SGD 2
(http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24139/1/MIGI%20FEBRI
%20ARINI-fkik.pdf)
In vitro:
 Uji aktivitas antiaskaris (anticacing)
 Uji antifungi
 Uji antikalkuli
 Uji efek mukolitik
 Uji farmakodinamik dg organ terisolir
 Uji toksisitas in vitro
- metode Brain Shrimp Test (BST)
- metode Sitotoksisitas

EFEK SITOTOKSIK IN VITRO DARI EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (PHALERIA


MACROCARPA) TERHADAP KULTUR SEL KANKER MIELOMA
Uji Aktivitas Sitotoksik. Sediaan uji dan sediaan kontrol pelarut masing-masing sebanyak 0,1
ml dimasukkan dalam sumur microwell plateyang telah berisi 0,9 ml suspensi sel hasil
inisiasi. Replikasi dilakukan sebanyak dua kali. Selanjutnya diinkubasi dalam inkubator CO2
suhu 37ºC selama 24 jam. Kemudian dari masing-masing sumur diambil sebanyak 0,1 ml
dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditambah dengan larutan tripan blue 0,5% sebanyak
0,1 ml (perbandingan 1:1) dan dihomogenkan. Dari campuran tersebut dipipet dan
diletakkan diatas ruang hitung hemositometer. Perhitungan dilakukan dibawah mikroskop
dengan pembesaran 100 kali. Viabilitas sel dihitung dengan rumus:

(http://journal.unair.ac.id/filerPDF/06%20vol%207%20april%202008%20(48-54).pdf)

Veradita LBM 3 Herbal SGD 2


Antifungi
UJI AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG RAMBUTAN (Nephelium
lappaceum L.) TERHADAP JAMUR Candida Albicans SECARA IN VITRO
Pengujian Aktivitas Antijamur
a. Media dasar PDA dituang ke dalam cawan petri dan dibiarkan mengeras.
b. Pada permukaan lapisan dasar diletakkan 6 pencadang dan diatur sedemikian rupa
sehingga terdapat daerah yang baik untuk mengamati zona hambat yang terjadi.
c. PDA yang mengandung suspensi jamur uji dituang ke dalam cawan petri di sekeliling
pencadang.
d. Dikeluarkan pencadang dari cawan petri sehingga terbentuk sumur yang akan digunakan
untuk larutan uji, larutan kontrol positif (+) dan larutan kontrol negatif (-).
e. Diteteskan larutan uji ekstrak sampel kering etanol, ekstrak sampel basah etanol, larutan
kontrol positif (+) dan larutan kontrol negatif (-).
f. Dilakukan pengulangan secara triplo dengan cara yang sama.
g. Diinkubasikan dalam inkubator pada suhu 37 C selama 1x24 jam.
h. Diamati zona hambat yang terjadi di sekitar sumuran kemudian diukur diameter zona
hambat secara horizontal dan vertikal dengan menggunakan penggaris berskala.
(http://download.portalgaruda.org/article.php?article=123510&val=5543)

Organ Terisolasi
EFEK EKSTRAK DAUN CIPLUKAN (Physalis minima L) TERHADAP RELAKSASI OTOT POLOS
TERPISAH TRAKEA MARMUT (Cavia porcellus)
METODOLOGI
Percobaan dilakukan dengan menggunakan hewan coba marmut jantan (n=5). Percobaan
dilakukan dengan metoda organ terpisah yaitu menggunakan rantai cincin trakea yang
dimasukkan ke dalam organ bathdan dihubungkan dengan rekorder macLab. Selama
percobaan rantai cicin trakea di dalam organbath direndam cairan fisiologis Kreb”s yang
selalu diganti setiap 15 menit, temperatur dipertahankan 35-37 C dan terus menerus dialiri
gas karbogen (9). Daun ciplukan (Physalis minima L) dibuat ekstrak dengan menggunakan
etanol. Untuk melihat respon relaksasi dari pemberian ekstrak daun ciplukan, dilakukan
stimulasi kontraksi otot polos trakea terlebih duludengan menggunakan histamin 10-5 M
(9,10), jika sudah terjadi kontraksi yang stabil, kemudian baru ditambahkan ekstrak
daunciplukan secara kumulatif dengan dosis 0,3 %, 0,5 %, 0,7 % dan diamati respon
relaksasi otot polos trakea dari penurunan kurva yang terekam di komputer mac lab dan
dapat diukur besar kontraksi dan relaksasi dalam satuan mv. Ekstrak daun ciplukan
diberikan secara kumulatif berdasar penelitian pendahuluan yang didapatkan hasil bahwa
efek relaksasi ekstrak daun ciplukan bertahan lama dan baru hilang responsnya setelah
dilakukan pencucian. Data yang diperoleh adalah besar kontraksi dari otot polos trakea

Veradita LBM 3 Herbal SGD 2


setelah pemberian histamin (kontrol) dan penurunan kontraksi (relaksasi) otot polos trakea
setelah pemberian ekstrak daun ciplukan (perlakuan). Besar kontraksi yang terekam pada
komputer maclab menggunakan satuan mili volt Data yang didapatkan dianalisis dengan uji
anova, dan uji korelasi regresi.
(http://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/viewFile/237/229)

Mukolitik
SKRINING KOMPONEN KIMIA DAN UJI AKTIVITAS MUKOLITIK EKSTRAK RIMPANG BANGLE
(Zingiber purpureum Roxb.) TERHADAP MUKOSA USUS SAPI SECARA IN VITRO
Pembuatan Larutan Stok Ekstrak Uji
Larutan stok ekstrak uji dibuat dari ekstrak uji yang ditimbang sesuai kadar yang di-
inginkan (1 % b/v dan 0,5 % b/v) dan dibasahi dengan tween 80 hingga konsentrasi tween
80 dalam larutan mencapai 1% dengan cara mela-rutkan tween sebanyak 1 g dengan 100
ml akua-dest, lalu diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam ekstrak uji dan dihomogenkan
hingga terbentuk dispersi ekstrak.
Larutan Stok Kontrol Positif dan Kontrol Negatif
Larutan stok kontrol positif yang diguna-kan asetilsistein 50 mg/ml dengan tween 80
hingga konsentrasi tween 80 dalam larutan mencapai 1 %, sedangkan kontrol negatif
adalah mukus sapi dalam larutan dapar fosfat pH 7.
Pembuatan Dapar Fosfat pH 7
Larutan dapar pH 7 dibuat dengan men-campurkan 125 ml kalium dihidrogen fosfat 0,2 M
dengan 72,75 ml natrium hidroksida 0,2 N dan di-encerkan dengan air bebas CO2 hingga
500 ml.
Penyiapan Mukus
Mukus didapatkan dari mukosa usus sapi yang dicuci dengan air mengalir sampai bersih,
kemudian dibelah dan dikerok. Mukus ditampung pada gelas kimia. Mukus yang didapatkan
berwarna putih kecoklatan sampai putih kekuningan.
Pengujian Aktivitas Mukolitik
Efek mukolitik diuji secara in vitro dengan mengukur perubahan viskositas mukus usus
sapi. Hasil pengukuran dibandingkan dengan hasil pa-da kontrol positif dan kontrol negatif.
Campuran mukus dibuat dalam larutan dapar fosfat pH 7 dengan perbandingan 70 : 30.
Pengukuran dilakukan dengan menghi-tung efek mukolitik menggunakan alat viscometer
Brookfield spindle no. 3 dengan kecepatan 50 rpm. Sebelumnya, sampel diinkubasi selama
30 menit pada suhu 37 C. Pada saat pengukuran, sampel uji ditempatkan pada plat panas
(hot plate) dan dijaga suhunya pada 370,5 C). Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali
untuk masing-masing sampel uji.
(http://download.portalgaruda.org/article.php?article=29862&val=2174)

Veradita LBM 3 Herbal SGD 2


Uji analisis

8. Apa saja contoh uji in vitro dan in vivo ?

Invitro

In Vitro: In experimental situation outside the organisms. Biological or chemical work


done in the test tube( in vitro is Latin for “in glass”) rather than in living systems.

Examples include antifungal, antibacterial, organ-based assays, cellular assays.

1) Uji aktivitas antiaskaris (anticacing)


2) Uji antifungi
3) Uji antikalkuli
4) Uji efek mukolitik
5) Uji farmakodinamik dg organ terisolir
6) Uji toksisitas in vitro
 metode Brain Shrimp Test (BST)
 metode Sitotoksisitas
7) Activity Assays
 DPPH assay
 Xanthine oxidase inhibition assays
 Superoxide scavenging assay
 Antiglycation assay
Veradita LBM 3 Herbal SGD 2
8) Bioassays (cell-based)
 DNA Level
 Protein Level
 RNA Level
 Immunology assay
9) Toxicity Assays
 MTT assay
 Cancer cell line assays

(http://bahan-alam.fa.itb.ac.id/search/search.php?kategori=Semua&lang=&q=cacing&r=10)

(http://www.byteboss.com/view.aspx?id=1618260&name=Bioassay+Course)

Contoh
-utk obat fertilitas digunakan hewan uji tikus/rat galur Sprague Dowley/SD bukan Wistar
atau jenis tikus lainnya, krn tikus jenis SD memiliki anak banyak shg pengamatan akan lbh
baik dg jumlah sample yg banyak.
-Utk uji painkiller digunakan mencit/mice jika utk menilai nyeri ringan yakni dengan
penyuntikan asam asetat glacial ke peritoneum mencit, tapi jika sasarannya nyeri tekanan
digunakan tikus bias Wistar atau SD, karena tikus akan dijepit ekornya atau telapak jarinya
dengan alat tertentu, sementara kalo nyeri berupa panas, digunakan boleh mencit atau tikus
krn hewan akan diletakkan di hot plate.
- Utk antidiabetika, seharusnya digunakan babi atau sapi yg pankreasnya banyak kemiripan
dg manusia, namun dengan tikus sudah cukup dengan adanya keterbatasan subyek uji
- Utk antiemetik/anti muntah digunakan burung merpati, krn bisa dirangsang utk muntah
berkali-kali sbg kuantifikasi, sementara hewan lain hanya muntah sekali.
-Utk obat antihipertensi, digunakan kucing atau anjing teranestesi, krn system
kardiovaskulernya paling mirip dg manusia
-Utk obat antiinflamasi digunakan baik tikus yang disuntik karagenan di bawah kulitnya shg
melepuh atau telinga mencit disuntik croton oil, bahkan kaki tikus sering dipotong utk
menimbang udem yg terbentuk
-utk antipiretik/penurun panas, digunakan kelinci utk diukur suhu duburnya setelah disuntik
pyrogen
- Utk asam urat digunakan ayam/burung yg dikasih makan jus hati ayam (ayam makan ayam)
krn metabolisme asam urat pada manusia mirip dg yg terjadi dg biokimiawi di keluarga
burung.
-Uji stamina digunakan tikus atau mencit, krn tubuhnya kuat dan tahan di dalam air, hewan
diuji dg berenang dan lari di treadmill.

Veradita LBM 3 Herbal SGD 2


-Uji libido, digunakan tikus dalam keadaan estrus/siap menerima pejantan.
-Utk uji kanker, digunakan punggung tikus yg diimplan dg sel kanker, atau paru-paru tikus
setelah dipejankan benzo(a)pirena
Hasilnya berupa : efek farmakologi, dosis terapi ED50=dosis yang menghasilkan 50% efek
maksimum.
(Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 761/Menkes/Sk/Ix/1992 Tentang
Pedoman Fitofarmaka)
In vivo
1) The pathogenesis of disease by comparing the effects of bacterial infection with the
effects of purified bacterial toxins
2) The development of antibiotics
3) Antiviral drugs
4) New drugs generally
5) New surgical procedures. 

(http://www.researchgate.net/post/Any_suggestions_for_easy_method_to_study_the_anti
bacterial_activity_of_some_medicinal_plant_extracts_in_vivo_using_experimental_animals)

9. Mengapa uji in vitro harus dilanjutkan uji in vivo ?

Jenis penelitian in vitro ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh dari variabel
eksperimental pada subset dari bagian pokok suatu organisme. Hal ini cenderung untuk
memfokuskan pada organ, jaringan, sel, komponen sel, protein, dan/atau biomolekul.
Sehingga di dalam penelitian in vitro yang lebih cocok dibandingkan in vivo untuk
menyimpulkan mekanisme biologis tindakan.

Dengan variabel yang juga lebih sedikit dan perseptual diperkuat menyebabkan reaksi
halus, hasil yang umumnya lebih jelas.

Penerapannya yang murah menyebabkan teknik biologi molekular in vitro telah


menggeser dari penelitian in vivo yang lebih istimewa dan mahal dibandingkan dengan
mitra molekulnya. Saat ini, dalam penelitian in vitro adalah vital dan sangat produktif.

Namun, kondisi terkendali yang terjadi di dalam sistem in vitro berbeda secara signifikan
dari uji in vivo, dan dapat memberikan hasil yang menyesatkan. Oleh karena itu, dalam
studi in vitro biasanya diikuti oleh studi vivo.

Contohnya termasuk:

1) Dalam biokimia, fisiologis stoikiometri konsentrasi non-aktif dapat


mengakibatkan enzim dalam arah terbalik, misalnya beberapa enzim dalam
siklus Krebs mungkin tampak memiliki tata-nama, salah.
Veradita LBM 3 Herbal SGD 2
2) DNA dapat mengadopsi konfigurasi lainnya, seperti A DNA .

Protein lipat mungkin berbeda seperti dalam sel ada kepadatan tinggi protein lain dan
ada sistem untuk membantu lipat, sementara in vitro, kondisi kurang bergerombol dan
tidak membantu.

Veradita LBM 3 Herbal SGD 2

Anda mungkin juga menyukai