Bab 1
Bab 1
USULAN TESIS
OLEH :
Langit Kresna Janitra
NIM : 1751B0039
Cover
PROGRAM PASCASARJANA ILMU KESEHATAN MASYARKAT
2019
i
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON TIME
PETUGAS IGD RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD)
RA BASOENI MOJOKERTO
USULAN TESIS
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Magister Manajemen Rumah Sakit
Program Pascasarjana
OLEH :
Langit Kresna Janitra
NIM : 1751B0039
Oleh
Mengetahui,
STIKes Surya Mitra Husada Kediri
Direktur Pascasarjana
PANITIA PENGUJI
2. ............................
3. ............................
Mengetahui,
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan usulan tesis dengan judul “Analisis
Faktor yang Mempengaruhi Respon Time Petugas IGD Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) RA. Basoeni Mojokerto”. Selesainya penulisan ini tak lepas dari
1. Dr. Sandu Siyoto, S.KM, M.Kes selaku Ketua STIKes Surya Mitra Husada
2. Dr. Indasah, Ir., ,M.Kes selaku Direktur Pascasarjana STIKes Surya Mitra
3. Dr. Endang, M. Kes selaku RSUD RA. Basoeni Mojokerto yang telah
Akhirnya peneliti menyadari bahwa usulan tesis ini jauh dari sempurna
Peneliti
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
yang memberikan pelayanan pertama pada pasien dengan ancaman kematian dan
kepada pasien gawat darurat yaitu pasien yang tiba-tiba berada dalam
kondisi gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota
(Musliha, 2010).
No. 44 Tahun 2009 mempunyai tujuan agar tercapai pelayanan kesehatan yang
optimal pada pasien secara cepat dan tepat serta terpadu dalam penanganan
kematian (to save life and limb) dengan respon time selama 5 menit dan waktu
definitif kurang dari 2 jam (Basoeki et al., 2008). Pasien yang masuk ke IGD
rumah sakit tentunya butuh pertolongan yang cepat dan tepat untuk itu perlu
gawat darurat dengan response time yang cepat dan penanganan yang tepat.
penundaan pelayanan pasien gawat darurat yang dilakukan oleh pihak rumah sakit
karena alasan administrasi dan pembiayaan. Pasien gawat darurat seringkali harus
mengalami kematian ( CI 95%) pada saat IGD ramai. Hasil (patient outcomes)
angka kematian.
Kepuasan pasien dianggap sebagai salah satu dimensi kualitas yang
sangat penting dan merupakan salah satu indikator utama dari pelayanan
Sudirman, 2012). Hal inilah yang membuat pengukuran kepuasan pasien menjadi
menunjukan bahwa fasilitas dan kualitas pelayanan secara simultan dan parsial
jasa Rumah Sakit. Efektifitas dan kualitas pelayanan yang baik tentunya
tidak puas. Data Rekam Medis IGD RSUD RA Basoeni selama tahun 2018
(Death of Arrival) dalam bulan April 2019 terdapat 1 pasien. Data survey
RSUD RA Basoeni. Sedangkan waktu tanggap atau respon time mencapai rata-
rata yaitu 10,05 menit sedangkan target yang ditentukan yaitu kurang dari 5 menit.
Dapat disimpulkan bahwa respon time di IGD RSUD RA Basoeni dalam kategori
response time yang cepat dan penanganan yang tepat. Salah satu tujuan dalam
pelayanan di rumah sakit adalah kepuasan pelanggan, baik itu pasien maupun
karena hasil yang terlihat merupakan resultan dari berbagai faktor yang
adalah pelayanan yang diberikan oleh para perawat di Unit Gawat Darurat (UGD).
pada time frame pertama, dimulai dari kedatangan pasien di IGD (registration),
kedua adalah review oleh team spesialis, konsultasi dan disposisi oleh dokter
untuk MRS, KRS atau tindakan khusus. Waktu yang dibutuhkan dari mulai pasien
masuk pintu IGD sampai dengan ditangani oleh dokter dinamakan respon time.
crowding di IGD.
berpengaruh pada pasien, perawat, dokter serta petugas kesehatan lainya yang
terlibat. Pasien merasakan kurang puas pelayanan IGD, perawat dan dokter
produktivitas dan peningkatan pergantian staff. Dampak bagi rumah sakit, yakni
hilangnya pendapatan dari berbagai sumber. Misalnya hilang dari pasien yang
pergi tanpa terlihat (melarikan diri), dari pengalihan layanan darurat (rujukan)
sangat penting bahkan pada selain penderita penyakit jantung. Waktu tanggap
diberikan pada pasien yang datang ke IGD memerlukan standar sesuai dengan
gawat darurat dengan response time yang cepat dan penanganan yang tepat. Hal
ini dapat dicapai dengan meningkatkan sarana, prasarana, sumber daya manusia
Mojokerto.
B. Rumusan Masalah
sebagai berikut: ”Apasaja faktor yang mempengaruhi response time petugas pada
C. Tujuan
1. Umum
2. Khusus
a. Bagaimana tingkat respontime petugas pada customer IGD RSUD RA. Basoeni
Mojokerto?
c. Apakah tingkat kepatuhan SOP berpengaruh terhadap respon time petugas saat
e. Apakah Fasilitas berpengaruh terhadap respon time IGD RSUD RA. Basoeni
Mojokerto?
D. Manfaat
1. Teoritis
IGD rumah sakit melalui analisis faktor yang mempengaruhi respon time
petugas IGD.
2. Praktis
a. Rumah Sakit dapat menata kinerja dan respontime sehingga pasien merasakan
c. Mendapatkan pelayanan prima dan berkualitas dari rumah sakit sesuai yang
TINJAUAN PUSTAKA
kecacatan lebih lanjut. Dari uraian di atas dapat ditarik dua kata kunci untuk
tindakan segera.
IGD merupakan suatu unit integral dalam satu rumah sakit. Pengalaman
pasien yang pernah datang ke IGD akan dapat menjadi pengaruh yang besar bagi
masyarakat tentang gambaran Rumah Sakit itu sebenarnya. Fungsinya IGD
gejala yang bervariasi dan gawat serta juga kondisi-kondisi yang sifatnya tidak
dalam keadaan bencana, hal ini merupakan bagian dari perannya di dalam
membantu keadaan
Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah adalah bagian dari rumah sakit yang
pelayanan rumah sakit yang memberikan pelayanan pertama selama 24 jam pada
Teknis Medik, 2011). Filosofi dalam pemberian pelayanan gawat darurat adalah
―Time saving is life and limb saving‖, yaitu keberhasilan dalam melakukan
penyelamatan hidup tergantung pada respon time atau seberapa cepat Bantuan
Hidup Dasar (BLS) itu diberikan. Secara keseluruhan tindakan yang dilakukan
pada saat kondisi gawat darurat haruslah benar-benar efektif dan efisien, karena
pasien dapat kehilangan nyawa dalam hitungan menit. Terdapat banyak keadaan
yang akan menyebabkan kematian pada waktu singkat, tetapi semua berujung
pada satu hasil akhir yakni kegagalan oksigenasi sel (hipoksemia) terutama ke
ventilasi yang cukup dan sirkulasi yang memadai, yang merupakan prioritas
besar penyebab kematian berpangkal pada masalah A-B-C, oleh karena itulah
prinsip A-B-C ini berlaku universal. Pengelolaan penderita dengan kasus gawat
darurat memerlukan penilaian yang cepat dan tepat. Penilaian awal (initial
assessment) dalam perawatan gawat darurat ada dua, yaitu primary survey dan
mengidentifikasi dengan segera masalah aktual atau resiko tinggi dari kondisi
primary survey di fokuskan pada sistem A-B-C dan dilakukan secara simultan.
penderita gawat darurat ke Rumah Sakit. Tugas utama Instalasi Gawat Darurat
bedah darurat bagi pasien yang datang dengan kondisi gawat darurat.
Secara umum pelayanan di IGD oleh Flynn (1962) dijelaskan sebagai
berikut:
Kegiatan utama yang menjadi tanggung jawab IGD yang bertujuan untuk
penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut (life and limb
saving), tapi pada prakteknya sering dimanfaatkan untuk pelayanan rawat jalan
pada pasien dengan sakit kritis atau cedera, an kelanjutan dari perawatan pasien
questions).
Pasien yang masuk ke IGD rumah sakit tentunya butuh pertolongan yang
cepat dan tepat untuk itu perlu adanya standar dalam memberikan pelayanan gawat
suatu penanganan gawat darurat dengan response time yang cepat dan penanganan
yang tepat. Semua itu dapat dicapai antara lain dengan meningkatkan sarana,
standar baku dalam pelayanan gawat darurat sebagai acuan dalam mengembangkan
856/Menkes/SK/IX/2009.
dengan standar.
Kriteria :
1) Rumah Sakit menyelenggarakan pelayanan gawat darurat secara terus menerus
2) Instalasi Gawat Darurat yang tidak terpisah secara fungsional dari unit-unit
kebutuhan masyarakat.
Kriteria :
1) Ada dokter terlatih sebagai kepala Instalasi Gawat Darurat yang bertanggungjawab
Support).
3) Semua staf/ pegawai harus menyadari dan mengetahui kebijakan dan tujuan dari
Instalasi/unit kerja.
medik.
darurat harus dapat mengatur untuk rujukan ke rumah sakit lainnya. Kriteria : Ada
ketentuan tertulis indikasi tentang pasien yang dirujuk ke rumah sakit lainnya. Ada
7) Pasien dengan kegawatan yang mengancam nyawa harus selalu diobservasi dan
8) Tenaga cadangan untuk unit harus diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan.
Kriteria : Ada jadwal jaga harian bagi konsultan, dokter dan perawat serta petugas
10) Ada ketentuan tentang pengadaan peralatan obat-obatan life saving, cairan infus
sesuai dengan stándar dalam Buku Pedoman Pelayanan Gawat Darurat Depkes
yang berlaku.
11) Pasien yang dipulangkan harus mendapat petunjuk dan penerangan yang jelas
12) Rekam Medik harus disediakan untuk setiap kunjungan dengan sistem yang
optimum, yaitu bila rekam medik unit gawat darurat menyatu dengan rekam medik
rumah sakit.
13) Ada bagan/struktur organisasi tertulis disertai uraian tugas semua petugas lengkap
Instalasi Gawat Darurat dipimpin oleh dokter, dibantu oleh tenaga medis
Kriteria :
Jumlah, jenis dan kualifikasi tenaga yang tersedia di Instalasi Gawat Darurat harus
sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Unit harus mempunyai bagan organisasi yang
medis serta garis otoritas, dan tanggung jawab. Instalasi Gawat Darurat harus ada
bukti tertulis tentang pertemuan staf yang dilakukan secara tetap dan teratur
tertulis sejak penugasan harus selalu ada bagi tiap petugas. Pada saat mulai
diterima sebagai tenaga kerja harus selalu ada bagi tiap petugas. Harus ada program
penilaian untuk kerja sebagai umpan balik untuk seluruh staf. Harus ada daftar
dan efisiensi bagi pelayanan gawat darurat dalam waktu 24 jam, 7 hari seminggu
Kriteria :
1) Di Instalasi gawat darurat harus ada petunjuk dan informasi yang jelas bagi
2) Letak Instalasi Gawat Darurat harus diberi petunjuk jelas sehingga dapat
3) Ada kemudahan bagi kendaraan roda empat dari luar untuk mencapai lokasi
IGD di rumah sakit, dan kemudahan transportasi pasien dari dan ke IGD dari
penyakitnya.
5) Daerah yang tenang agar disediakan untuk keluarga yang berduka atau gelisah.
kantor untuk kepala staf, perawat, dan lain-lain; ruang pembersihan dan
gawat darurat dengan : unit lain di dalam dan di luar rumah sakit terkait dan
8) Pelayanan ambulan.
11) Harus ada pelayanan radiologi yang di organisasi dengan baik serta lokasinya
12) Tersedianya alat dan obat untuk life saving sesuai dengan standar pada Buku
Harus ada kebijakan dan prosedur pelaksanaan tertulis di unit yang selalu ditinjau
dan disempurnakan (bila perlu) dan mudah dilihat oleh seluruh petugas.
Kriteria :
keracunan, asuransi kecelakaan, kasus lima besar kasus gawat darurat murni
(true emergency) sesuai dengan data morbiditas di Instalasi Gawat Darurat dan
2) Ada prosedur media tertulis yang antara lain berisi : tanggungjawab dokter;
mengancam jiwa;
3) Ada prosedur tetap mengenai penggunaan obat dan alat untuk life saving sesuai
dengan standar.
4) Ada kebijakan dan prosedur tertulis tentang ibu dalam proses persalinan normal
maupun tidak normal.
PENDIDIKAN
Instalasi Gawat Darurat dapat dimanfaatkan untuk pendidikan dan pelatihan (in
Kriteria :
Ada program orientasi/pelatihan bagi petugas baru yang bekerja di unit gawat
darurat. Ada program tertulis tiap tahun tentang peningkatan ketrampilan bagi
tenaga di Instalasi Gawat Darurat. Ada latihan secara teratur bagi petugas
dalam bidang gawat darurat untuk pegawai rumah sakit dan masyarakat.
Ada upaya secara terus menerus menilai kemampuan dan hasil pelayanan
Kriteria :
Standarisasi IGD untuk mencapai mutu pelayanan saat ini menjadi salah
satu komponen penilaian penting dalam akreditasi suatu rumah sakit. Penilaian
Kesehatan Nomor 129 Tahun 2009 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Ruang IGD, selain sebagai area klinis, IGD juga memerlukan fasilitas
area yang ada di dalam kegiatan pelayanan kesehatan bagi pasien di IGD adalah
mengajar.
Troli Linen
bay,
dan struktur.
ruang serta kebutuhan fasilitas pada ruang gawat darurat di Rumah sakit
a. Ruang Penerimaan
medik. Besaran ruang/luas bekisar antara 3-5 m2/ petugas (luas area
lain seperti meja, kursi, lemari berkas/arsip, telefon, safety box dan
b. Ruang Tindakan
diskusi petugas IGD, yaitu kepala IGD, dokter, dokter konsulen, perawat. Kebutuhan
pasien khususnya yang berupa cairan. Spoolhoek berupa bak atau kloset
a. Area IGD harus terletak pada area depan atau muka dari tapak RS
b. Area IGD harus mudah diliat serta mudah dicapai dari luar
tapak rumah sakit (jalan raya) dengan tanda-tanda yang sangat jelas
Poliklinik, Instalasi rawat inap serta area zona servis dari rumah
sakit.
raya maka pintu masuk ke area IGD harus terletak pada pintu masuk
RS.
perletakan IGD harus berada pada lantai dasar atau area yang
satu arah.
sentral.
laboratorium.
radiologi.
bersama.
selama 24 jam.
mudah dilihat.
bagi pelayanan gawat darurat dalam waktu 24 jam dan dalam seminggu
secara terus-menerus.
Unit Rawat Darurat harus dipimpin oleh dokter, dibantu oleh tenaga
Support) dan atau ATLS + ACLS dan mampu memberikan resusitasi dan
untuk terapi definitive serta memiliki alat transportasi untuk rujukan dan
antara ruang tindakan bedah dan non bedah. Untuk rumah sakit kelas A,
bakar.
sedemikian rupa sehingga: (a) arus penderita dapat lancer dan tidak ada
dengan kemampuan kelas rumah sakit, (c) kegiatan mudah dikontrol oleh
UGD tersebut.
internal di unit gawat darurat dan ke rumah sakit disiapkan di luar IGD.
Sakit
tangga luar
pada setiap lantai gedung dan ada tanda untuk keluar apabila dalam
bangunan.
pemadam api atau selang yang mudah terlihat dan mudah dicapai pada
yang berada di rumah sakit dan properti yang ada. Sistem keamanan
dan pencahayaan luar ruangan yang memadai pada area-area yang kritis,
area yang dirancang untuk aktifitas utama rumah sakit. Rumah sakit
d. Ruang cuci, dapur, dan ruang penyediaan air panas dan air dingin
maksimum 8 dBA
yang sehat dan indah bagi pasien, karyawan, dan masyarakat umum.
pengguna eksternal.
Tabel 2.1 Kriteria IGD Menurut DepKes RI (2008)
Kriteria IGD Syarat
Keselamatan (safety) Pintu keluar yang mengarah ke luar
bangunan.
Tersedia dua buah pintu keluar.
Ada tanda untuk keluar apabila dalam
keadaan darurat (exit gate)
Pintu keluar langsung berhubungan dengan
tempat terbuka di luar bangunan (alam
terbuka)
cukup luas, pandangan bebas, luasan cukup, terlindung dari cuaca luar, suhu
1. Definisi
dalam menit, standar kecepatan waktu merespons pada pasien dengan keadaan
gawat darurat paling lama adalah < 5 menit (Kementrian Kesehatan RI, 2009).
Response time atau interval waktu respon juga didefinisikan sebagai waktu
kejadian. Interval waktu dihitung dalam menit sampai detik yaitu < 0 menit
sampai > 120 menit (Nehme et al. 2016). Dalam penelitian yang di lakukan
oleh Thompson di Amerika, waktu tunggu untuk pasien nyeri yang tidak
mengangancam jiwa adalah sekitar 110 menit atau rata-rata 2 jam sejak pasien
pasien waktu yang wajar untuk menunggu sampai diberikan tindakan adalah
Tumbuan dkk, 2015). Keberhasilan Respon Time dapat dilihat dari kecepatan
2008). Waktu tanggap dapat dihitung dengan hitungan menit dan sangat
dipengaruhi oleh berbagai hal baik mengenai jumlah tenaga maupun komponen –
farmasi dan administrasi. Waktu Tanggap dikatakan tepat waktu atau tidak
terlambat apabila waktu yang diperlukan tidak melebihi waktu rata – rata standar
yang ada.
widodo, 2015). Respon time perawat dikatakan tepat waktu jika tidak
tanggap sangat tergantung pada kecepatan yang tersedia serta kualitas pemberian
prasyarat medis utama mulai dari nyeri dada sampai masalah mata. Tingkat
lima kategori yang mulai dari tingkat Alpha (paling tidak serius) sampai Echo
(mengancam nyawa). Tingkat keparahan diberi label "Code 1" untuk kasus
kritis, kasus kritis tapi tidak darurat diberi label "Code 2", tidak gawat dan
tidak darurat diberi label "Code 3". Kasus "Priority Zero" digunakan untuk
Kata triage beasal dari bahasa Prancis “Trier” yang berarti membagi dalam
tiga kelompok (Kartikawati. N., 2013). Sistem ini digunakan dalam medan
Triage mulai digunakan di IGD pada akhir tahun 1950, karena peningkatan
apabila tidak mendapatkan penanganan medis segera, dan pasien mana yang
dapat dengan aman menunggu. Berdasarkan definisi ini, proses triage
Metode triage yang saaat ini banyak digunakan adalah triage Australia
triage Inggris dan sebagian besar Eropa (Manchester Triage Scale) (Habib et
al. 2016).
2. Tujuan
urgensi yang tepat. Hal yang sama di ungkapakan oleh Kartika (2013)
bahwa tujuan dari triage adalah untuk mengidentifikasi kondisi yang
(Kartikawati. N. 2013).
pelayanan yang harus dimiliki oleh Instalasi Gawat Darurat. Peneliti juga
Darurat.
unsur dari Responsiveness yang menjadi salah satu faktor dari kepuasan
oleh faktor jarak tempuh, waktu aktivasi, jam kerja, hari kerja, ambulans
set, priority zero case (dugaan serangan jantung atau pernafasan). Faktor
lain yang ikut memengaruhi dari pasien seperti usia, jenis kelamin,
keluhan medis utama, dan tingkat keparahan (Nehme et al., 2016). Selain
menjadi dua yaitu faktor internal dan ekstarnal. Yang termasuk faktor
pengaturan sif, kondisi klinis pasien dan riwayat klinis pasien (Nur
Ainiyah, 2014).
4. Metode triage
berbeda.
menit. Kondisi pasien cukup serius atau dapat memburuk begitu cepat
sistem organ jika tidak diobati dalam waktu sepuluh menit dari
penilaian dan perawatan tidak dimulai dalam waktu tiga puluh menit
potensi untuk hasil yang merugikan jika pengobatan tidak dimulai dalam
rawat inap. Yang terakhir adalah ATS kategori 5 yaitu penilaian dan
perawatan dimulai dalam 120 menit kondisi pasien tidak urgent sehingga
gejala atau hasil klinis tidak akan terjadi perubahan secara signifikan jika
2) Triage Kanada
Triage Kanada disebut dengan The Canadian Triage and Acuity Scale
(CTAS). Pertama kali dikembangkan tahun 1990 oleh dokter yang bergerak
dibidang gawat darurat. Konsep awal CTAS mengikuti konsep ATS, dimana
sindrom yang dialami pasien dan menentukan level triage. Metode CTAS
tertentu atau jika ada perubahan kondisi pasien ketika dalam observasi.
a. Pasien dengan kategori ini 98% harus segera ditangani oleh dokter < 5
menit
b. Pasien dengan kategori ini 95% harus ditangani oleh dokter dalam
waktu 15 menit
c. Pasien dengan kategori ini 90% harus ditangani oleh dokter dalam
waktu 30 menit
d. Pasien dengan kategori ini 85% harus ditangani oleh dokter dalam
waktu 60 menit
e. Pasien dengan kategori ini 80% harus ditangani oleh dokter dalam
waktu 120 menit
3) Triage Inggris
seperti tingkat kesadaran derajat nyeri, dan derajat obstruksi jalan nafas.
Ditandai dengan dibentuknya Joint Triage Five Level Task Force oleh
berlebihan untuk pasien yang non urgen akibat kategorisasi terlalu tinggi.
Apabila ada pasien baru datang ke unit gawat darurat, maka petugas
yang mengancam nyawa seperti henti jantung paru dan sumbatan jalan
nafas. Pasien dengan tanda vital tidak stabil dan sindrom yang potensial
lain.
(laboratorium atau x ray atau EKG, atau terapi intravena) maka termasuk
sumber daya IGD untuk mengatasi masalah medisnya, maka akan masuk
5) Triage Indonesia
konsep triage bencana (triage merah, kuning, hijau, dan hitam) (Habib et
al. 2016).
tetap. Sedangkan nonurgent dapat menunggu sampai lebih dari dua jam
Korban kritis atau pasien dengan keadaan kegawatan yang menagancam jiwa
diberi label merah (prioritas 1/immediate) yaitu pasien dengan luka parah atau
dengan keadaan respirasi > 30x, nadi radialis tidak teraba dan terjadi penurunan
kesadaran. Pasien dengan label kuning (prioritas 2/delay) adalah pasien dengan
keadaan yang tidak mengancam nyawa dalam waktu dekat dan dapat menunggu
untuk periode tertentu yaitu pasie dengan respirasi < 30x, nadi teraba dan status
kesadaran normal. Korban yang masih bisa berjalan dan penanganannya masih
bisa ditunda diberi label hijau (prioritas 3) sedangkan untuk pasien yang sudah
response time yang cepat dan penanganan yang tepat. Hal ini dapat dicapai
serius terhadap kedatangan pasien baru yang mungkin saja dalam kondisi yang
triase dapat mempercepat proses pemulangan pasien atau discharge untuk pasien
minor dan membantu memulai penanganan bagi pasien yang kondisinya lebih
sangat kecil dan sederhana dalam penempatan staf sangat berdampak pada
ketersediaan sarana prasarana, SDM dan sistem manajemen IGD yang baik.
C. Kerangka Konsep
Caring
SDM
Fasilitas
D. Hipotesis
sebagai berikut:
1. Tingkat caring tidak berpengaruh terhadap respon time petugas pada customer
2. Tingkat kepatuhan SOP tidak berpengaruh terhadap respon time petugas saat
4. Fasilitas tidak berpengaruh terhadap respon time IGD RSUD RA. Basoeni
Mojokerto
BAB III
METODE PENELITIAN
atau penelaahan hubungan antara dua variabel pada suatu situasi atau
Variabel Deskripsi
1 Variabel
Uji Interpretasi
Hubungan Makna
Variabel Deskripsi
2 variabel
hubungan antara faktor resiko sebagai penyebab dengan dampak dari penyebab
tersebut. Faktor resiko dan dampaknya akan diobservasi pada saat yang sama
(Budiharto, 2008).
3.2.1. Populasi.
Setiadi, 2007).
rata-rata jumlah pasien IGD per bulan dalam periode tahun 2018 di IGD
pasien/minggu.
3.2.2. Sampel.
jika populasi besar dapat diambil antara 10-15 % atau 20-25 % atau lebih.
N 632
_________ = ______________ = 132
2 2
N ( µ) 632( 0.1)
Keterangan :
N : Besar populasi
n : Jumlah sampel
sebagai berikut:
3. Keluarga pasien IGD yang mengantar pasien dari awal dan menunggui
Tabel 3.1 Definisi Operasional Response Time dan Faktor yang mempengaruhi
Skala
Variabel Definisi Alat Ukur Indikator Skor
data
Response Waktu tanggap Stopwatch Waktu (dalam Ordinal cepat: 0-5
time petugas kesehatan menit) yang menit
petugas dimulai dari menunjukkan Lambat: 6-
customer masuk respon 15
pintu IGD sampai petugas menit
dilakukan tindakan dalam Sangat
medis memberikan Lambat: >
pelayanan 15 menit
pasien di
IGD
Caring Kuesioner 1. Sapaan Ordinal 1. Caring
2. Menampung rendah
keluhan <70%
3. Memberi 2. Caring
solusi sedang
4. Informatif 70-80%
5. Kerahasiaan 3. Caring
Tinggi
>80%
Pelaksanaa kebijakan dan Kuesioner 1. Aspek Ordinal 1. Pelaksana
n SOP prosedur Kuantitatif an rendah
pelaksanaan pelayanan <70%
tertulis di unit 2. Aspek 2. Pelaksnaa
dan mudah dilihat Kualitatif n sedang
oleh seluruh pelayanan 70-80%
petugas 3. Pelaksana
an Tinggi
>80%
Kecukupan Kuesioner 1. Dokter dan Ordinal 1. SDM
SDM perawat rendah
dengan <70%
pelatihan 2. SDM
PPGD/BTCL sedang
S 70-80%
2. Pegawai 3. SDM
mengetahui Tinggi
kebijakan >80%
IGD
3. Petugas
Rekam
medis
4. Petugas
Triase
5. Petugas
Radiologi
6. Petugas
cadangan
Fasilitas Alat yang Kuesioner 1. Informasi Ordinal 1. Fasilitas
disediakan di IGD 2. Lokasi jelas rendah
yang menjamin terlihat <70%
efektivitas dan 3. Akses 2. Fasilitas
efisiensi bagi kendaraan sedang
pelayanan gawat roda 4 70-80%
darurat dalam 4. Ruang 3. Fasilitas
waktu 24 jam, 7 pemeriksaan Tinggi
hari seminggu dan tindakan >80%
secara terus berbeda
menerus 5. Ruang
tunggu
keluarga
6. Fasilitas
ruangan
petugas,
obat, rapat
dan ruang
pembersihan
7. Alat
komunikasi
8. Ambulan
9. PMK
10.Radiologi
11.Alat dan
obat lengkap
skala likert yang terdiri dari 4 (empat) pilihan jawaban, yaitu: skor 1,2,3 dan 4
Kuesioner ini sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan hasil uji
menunjukkan r hitung pada item harapan memiliki 0,401 – 0,880 dan pada item
kenyataan 0,400 – 0,780. Alpha Cronbach harapan 0,901 dan kenyataan 0,896.
Hasil tersebut lebih besar dari r tabel 0,361 sehingga dinyatakan semua item valid.
Tes dikatakan reliabel jika memberi hasil yang tetap apabila diteskan
IGD RSUD Prof Sukandar pada tanggal 23 – 25 Agustus 2019. Uji reliabilitas
Cronbach Alpha. Dalam uji tersebut didapatkan r hitung lebih besar dari r tabel
time yaitu dengan cara observasi, disini peneliti menghitung waktu yang
b. Cepat : 6 – 15 menit.
(2010) yang mengatakan pasien gawat darurat harus ditangani paling lama
persen dapat diketahui dengan cara menghitung skor dikali 100. Kemudian
1. Caring
2. Pelaksanaan SOP
3. Ketersediaan SDM
4. Ketersediaan Fasilitas
1. Editing
2008).
2. Coding
2) Kode 2 : 70 % - 80 % : Sedang/Cukup.
3. Processing/entry
4. Cleaning
yang berhubungan dengan data dapat terjadi setelah semua data dari
2008).
1. Analisa Univariat.
2. Analisa Bivariat
penelitian.
Mojokerto
Mojokerto.
c. Justice
prosedur penelitian.
CNA Canadian Nurses association) dan ANA dalam Potter & Perry
yang akan dilakukan melalui informed consent. Definisi dari informed consent
adalah suatu ijin atau pernyataan responden yang diberikan secara bebas, sadar
dan rasional setelah mendapat informasi dari peneliti. Informed consent tersebut
dapat melindungi pasien dari segala kemungkinan perlakuan yang tidak disetujui
yang bersifat negatif (Achadiat, 2016) Pada penelitian ini sebelum pasien/keluarga
a. Kerahasiaan
dengan cara apapun agar orang lain selain peneliti tidak mampu
hasil penelitian.
b. Keanoniman
Akrian et al. (2014) ‗Triaging the right patient to the right place in the shortest
time‘, British Journal of Anaesthesia, 113(2), pp. 226–233. doi:
10.1093/bja/aeu231
American College of Emergency Physicians (2013) Policy Statments; Crowding,
ACEP. Available at: https://www.acep.org/Clinical---Practice-
Management/Crowding/#sm.000f0yplc1498dm9paf2mzsr6kcxe
(Accessed: 15 October 2017).
Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta : Rhineka Cipta.
Eko Widodo (2015) ‗Tingkat Ketergantungan dan Lama Perawatan Pasien Rawat
Observasi di The Level of Dependency and Length of Care during The
Observation period in Emergency Room‘, 2, pp. 191–201.
Gardner, R. L. et al. (2007) ‗Factors associated with longer ED lengths of stay‘,
American Journal of Emergency Medicine, 25(6), pp. 643–650. doi:
10.1016/j.ajem.2006.11.037.
Green L.V., Soares J., Giglio J.F., Green R.A.,.(2006). Using Queueing Theory to
Increase the Effectiveness of Emergency Department Provider staffing.
http://www.hbs.edu/units/tom/seminars/2007/docs/Igreen3.pdf.
Habib, H., Sulistio, S., Mulyana, R. M.,Albar, I. A., 2016. Triase Modern Rumah
Sakit dan Aplikasinya di Indonesia.
Haryatun, N & Sudaryanto, A. (2008). Perbedaan waktu tanggap tindakan
keperawatan pasien cedera kepala kategori I-V di Instalasi Gawat Darurat
RSUD Dr. Moewardi. Berita Ilmu Keperawatan, ISSN 1979 – 2697, Vol.
1. No. 2, Juni 2008 Hal. 69 – 74.
Kartikawati. N., D., 2013. Buku Ajar Dasar-dasar Keperawatan Gawat Darurat
II., Jakarta: Salemba Medika.
Kementerian Kesehatan RI (2009) ‗Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 856 / Menkes / Sk / Ix / 2009 Tentang Standar Instalasi
Gawat Darurat ( IGD ) Rumah Sakit‘
Martono (2013). Keperawatan gawat darurat. Diakses dari:
http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/5FIKESS1KEPERAWATAN/1010712
012/BAB%201.pdf.
Mongkuren (2013) ‗Hubungan Tingkat Kegawatan Dengan Lama Tinggal Pasien
Di IGD Rsu Gmim Kalooran Amurang‘, e-Journal Keperawatan, 5.
Musliha & Fatmawati, S. (2010). Komunikasi Keperawatan: Plus Materi
Komunikasi terapeutik. Yogyakarta: Nuha medika.UU. No. 44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit.
Nehme, Z., Andrew, E., SmithK., 2016. Factors Influencing the Timeliness of
Emergency Medical Service Response to Time Critical Emergencies. ,
3127(August), pp.0–9.
Notoadmodjo, Soekidjo. (2010). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT.
Rhineka Cipta
Novendra (2010). Pengaruh pemaparan hasil survey terhadap peningkatan
kepuasan pasien di IGD RSUD Cengkareng Tahun 2009. Tesis.
Universitas Indonesia. Depok.
Nur Ainiyah, Ahsan, M.F., 2014. The Factors Associated with The Triage
Implementation in Emergency Department.
Nursalam, 2014. Manajemen Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika