Anda di halaman 1dari 40

i I m u kesehatan


D Konjungtivitis
D Perdarahan subkonjungtiva
D Pterigium
D Glaukoma
D Katarak
D Kelainan Refraksi
D Retinopati

i::
D Endoftalmitis ::s
1-1
D Glaukoma Akut ::s
D Keratitis Akut f...
~
D Ulkus Kornea ns
D Uveitis Anterior
D
D
Blefaritis
Ektropion
...."Clf...
(I)
D Entropion ::s
D Hordeolum ....
(I)

D Kalazion >
.i:=
ns
1-1
Cl)

~
D Trauma Kimia
....,ns
ns
D Benda Asing ~
D Ablasio Retina
D Trauma Bola Mata
D Oklusi Vena dan Arteri Retina 367

D Retinoblastoma

~ i have read everything.


134 •
Ko!!Jptknsi lV Konjungtivitis
11
•• Novita Suprapto, Yunia Irawati

Definisi dibagi menjadi infeksi dan non-infeksi. Infeksi dapat


Konjungtivitis ialah peradangan pada konjungtiva. disebabkan oleh bakteri, virus, parasit. dan jamur
Konjungtiva terletak pada permukaan bola mata yang sedangkan non-infeksi disebabkan oleh iritasi atau
memudahkannya terpapar dengan dunia luar sehingga paparan persisten oleh suatu agen (alergen), ma ta
mudah terjadi infeksi. Konjungtivitis ditandai dengan yang terlalu kering. gangguan refraksi yang tidak
dilatasi vaskular, infiltrasi selular. dan eksudasi. dikoreksi, toksik atau berhubungan dengan penyakit
penyerta sebelumnya.
Patofisiologi Berdasarkan awitannya. konjungtivitis dapat dibe-
Pada konjungtivitis akibat infeksi. patogen akan dakan menjadi akut dan kronis. Konjungtivitis akut
memicu reaksi inflamasi yang jika tidak didukung dapat digolongkan lebih lanjut menjadi acute serous
dengan sistem imun yang kuat menyebabkan infek- (gejala paling ringan), acute haemorrhagic (akibat En-
si. Pada konjungtivitis bakteri terjadi respon vaskular terovirus tipe 70 dan Coxsackievirus A24), dan acute
(peningkatan permeabilitas pembuluh darah), respon follicular (terbentuk folikel kecil berwarna abu-abu
selular (pembentukan eksudat yang dihasilkan dari dengan diameter 1-2 mm, yang dihubungkan dengan
sel-sel inflamasi), respon jaringan (pada epitel superfi- keratitis, virus herpes). Konjungtivitis kronis apabila
sial akan beregenerasi sehingga akan terdeskuamasi) , konjungtivitis menetap lebih dari 4 minggu yang bi-
dan terjadi proliferasi pada lapisan basal epitel yang asanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan
akan meningkatkan sekresi musin sel goblet. Moraxe!!a !acunata.

Klasifikasi Gejala dan Tanda


Berdasarkan etiologinya, konjungtivitis dapat Mata merah, sensasi seperti adanya benda asing

Tabel I. Klasifikasi Konjungrivitis Berdasarkan Eriologi. Gejala. dan Tanda

Gejala dan Tanda Bakteri Virus Alergi Chlamydia/ Toksin

Mata merah ++ +

Kongesti +++ ++ +/++ ++

Kemosis ++ ± ++ ±
Perdarahan
± ± ±
subkonjungti va
Purulen/
Discharge Cair Cair Mukopurulen
mukopurulen

368 Pap ii ± ±
Folikel + ++ +

Pseudomembran ± ±

Pan nus - (kec. Vernal) + ±


Nodul kelenjar limfe
++ ±
preaurikular

Keratitis berulang ± ± ±
Demam ± ±
Keterangan : +++ : sangat ditemukan: ++ : ditemukan: + . kadang diremukan: ±. dapar rer/ihar arau ridak
-: tidak ditemukan.
Tabel 2. Terapi Konjungtivitis Infeksi Berdasarkan Etiologi

Klasifikasi
Etiologi Terapi
Konjungtivilis

Topikal · antibiotik sprektrum luas


Bakteri Diphtheric
penisilin/tetrasiklin

Topikal : Antibiotik sprektrum luas l}Jentamisin. k!oramfenjko/)


Gonococcal Sistemik seftriakson 1gr intramuskular sampai hasil swab negatif 3 hari
berturut-turut.

Haemophilus aegyprius Topikal . Antibiotik sprektrum luas (gentamisin, kloramfeniko/)

Topikal: Antibiotlk sprektrum luas (.gentam/s/n, k!oramfenjkol)


Moraxella
0.25-2.596 zinc sulfate (spesiftk terapi)

Inclusion
Chlamydia Topikal : eritromis1n atau terrasiklin 2-3 minggu
Trakoma
Eptdemuc
Virus Tidak ada terapi spesifik
keratoconjunctfvitis
Herpes simplex atau
Topikal asiklovir
herpes zoster

Parasit OnchocerdiasiS Sistemik terapi

Loa-Joa Bedah untuk menghilangkan cacing dari konjungtiva

(berasosiasi dengan edema dan hipertrofi papil). rasa lam: Riordan-Eva P, Wh itcher JP, penyunting. Vaughan &
gatal atau terbakar, fotofobia. Kelopak mata sering Asbury's general ophthalmology. Edisi ke-18. Philadelphia:
menempel pada pagi hari karena peningkatan sekresi McG raw-Hill; 2011.
kotoran mata. Pseudoptosis (kelopak mata turun) 2. Lang GK. Lang GE. Conjunctiva. Dalam: Lang GK. penyun-
dapat terjadi karena pembengkakan kelopak mata. ting. Ophthalmology; a short textbook. New York: Thieme;
Nyeri pada mata dan blefarospasme dapat ditemukan 2000. h.67-104.
setelah adanya keterlibatan kornea. 3. Khurana AK. Diseases of the conjunctiva. Dalam: Compre-
hensive ophthalmology. Edisi ke-5. New Delhi: New Age
Tata Laksana International; 2014.
Tata laksana konjungtivitis berdasarkan etiologi 4. Kanski JJ. Conjunctiva. Dalam: Kanski JJ. Bowling B. pe-
dapat dilihat di Tabel 2. nyunting. Clin ical ophthalmology. a systematic approach.
Edisi ke- 7. Edinburgh: Elsevier Buttenworth-Heinnemann;
Prognosis 2011.
Baik, apabila etiologi diketahui secara tepat. 5. Bielory L, Friedlaender MH. Allergic conju nctivitis. lmmu-

Sumber Bacaan: nol Alle rgy Clin North Am. 2008:28(1):43-58

1. Garcia-Ferrer FJ. Schwab IR. Shetlar DJ Conjunctiva. Da- 369

135 •Ill
Kompelcns1 fV Perdarahan Subkonjungtiva
•• Novita Suprapto, Yunia Irawati

Definisi pecahnya pembuluh darah yang terdapat di bawah


Patch merah yang terdapat pada konjungtiva atau lapisan konjungtiva. Pecahnya arteri konjungtiva atau
biasa disebut dengan mata merah yang terjadi akibat arteri episklera sering tidak disadari sebelumnya.
Etiologi Tata Laksana
Spontan (idiopatik biasanya ditemukan pada Kompres hangat. Perdarahan dapat diabsorpsi dan
orang tua dengan "aterosklerosis"), trauma ringan menghilang dalam waktu 1-2 minggu tanpa diobati.
(menggosok mata) hingga trauma subkonjungtiva.
Aktivitas yang terlalu berat (batuk, bersin, Komplikasi
mengangkat beban berat, defekasi dengan konsistensi Tidak ada.
keras), pasien dengan hipertensi atau adanya kelainan
pembuluh darah (faktor koagulasi. hemofilia, konsumsi Sumber Bacaan:
obat seperti turunan coumarin, sildenafil citrate, tadafi, 1. Kuhn F. Ocular traumatology. New York: Springer: 2008.
vardenafil, pralidoxime , obat antikoagulan). 2. Lang GK. penyunting. Ophthalmology: a short textbook.
New York: Thieme: 2000.
Gejala dan tanda 3. Frederick T. Frederick W. Wiley A. Clinical ocular toxicolo-
Bercak merah dan terasa mengganjal. Perdarahan gy. Philadelphia: Elsevier Saunders: 2008.
tanpa disertai nyeri. 4. Scholete T. Pocket at las of ophthalmology. New York:
Thieme: 2006
Diagnosis 5. Kuhn F. Pieramici DJ. Ocular trauma principles and prac-
Anamnesis, pemeriksaan tekanan darah. dan tice. New York: Th ieme: 2002.
funduskopi (penting dilakukan untuk menyingkirkan 6. Tarlan B. Kiratli H. Subconjunctival hemorrhage: risk
kemungkinan kelainan pada segmen posterior) . factors and potential indicators. Clin Ophthalmol.
Pada pasien dengan riwayat trauma, jika ditemukan 2013:7: 1163-70.
adanya tekanan bola mata rendah, penurunan tajam 7. Cronau H. Kankanala RR. Mauger T. Diagnosis and manage-
penglihatan serta pupil lonjong maka diperlukan ment of red eye in primary care. Am Fam Physician. 2010
eksplorasi bola mata untuk melihat kemungkinan Jan 15:81(2):137-44.
adanya ruptur bulbus okuli. 8. Powdrill S. Ciliary injection: a differential diagnosis for the
patient with acute red eye. JAAPA. 2010:23(12):50-4.

136
Kompelensi IIIA II Pterigium
•• Novita Suprapto, Yunia Irawati

Definisi Etiologi dan Patogenesis


Pterigium atau "winglike", merupakan jaringan Proses degenerasi akibat paparan sinar UV ber-
fibrovaskular, berbentuk triangular dengan apeks lebihan pada mata. Debu, angin, mata kering, dan
di kornea (membentuk gambaran "thick and fleshy iritasi juga dikaitkan dengan penyebab terjadinya
wing"). Pterigium biasanya terdapat di daerah nasal pterigium.
(lihat Gambar 1).
Gejala dan Tanda
Grade I: Jaringan fibrovaskular menutupi sklera
tetapi tidak melewati limbus Mata merah dengan tajam penglihatan normal
370 Grade II: Jaringan fibrovaskular menutupi kornea disertai jaringan fibrovaskular konjungtiva yang
tetapi tidak mencapai pupil
tumbuh secara abnormal berbentuk seperti sayap
Grade UL Jaringan fibrovaskular menutupi
pupil dan mengganggu aksis penglihatan
(wing shaped). Ganguan penglihatan dapat terjadi
jika pterigium menutupi aksis visual atau terdapat
astigmatisme.

Diagnosis Banding
Tidak ada.

Tera pi
Diberikan lubrikan topikal dan dilanjutkan dengan
pembedahan. Operasi eksisi pterigium dengan
Jaringan fibrovaskular
autograf (conjunctiva! limbalgraft) konjungtiva akan
Gambar 1. Pterigium dan Klasifikasinya menurunkan angka kekambuhan.
Prognosis ophthalmology. Edisi ke- I 8. Philadelphia: McGraw-Hill:
Kekambuhan tinggi pada negara yang beriklim tropis. 2011.
3. Scholete T Pocket atlas or ophthalmology. New York:
Sumber Bacaan: Thieme: 2006.
I. Diver J. Cassidy L. Ophtalmology at a glance. London: 4. Agarwal A, Jacob S. penyunting. Color atlas or ophthalmol-
Blackwell Publishing: 2005. ogy: the quick reference manual for diagnosis and treat-
2. Garcia-Ferre r FJ. Schwab IR. Shetlar DJ Dalam: Riordan-Eva ment. Edisi ke-2. New York: Thieme: 2009.
P. Whitcher JP. penyunting. Vaughan & Asbury's general

Endoftalmitis
Indra Maharddhika Pambudy, Yunia Irawati

Definisi lakrimasi, dan tetes mata yang terkontaminasi.


Endoftalmitis adalah peradangan supuratif intra- Faktor risiko intra-operatif: insisi temporal,
okular yang melibatkan segmen anterior dan poste- kebocoran Iuka hari pertama pasca-operasi.
rior mata. Sering dihubungkan dengan infeksi bakteri vitreus prolaps, waktu operasi yang lama, dan
ataujamur. larutan irigasi terkontaminasi
Endoftalmitis endogen
Etiologi Diabetes melitus, imunokompromais, penyakit
Berdasarkan etiologinya, endoftalmitis terbagi jantung dan keganasan. kateterisasi uretra,
menjadi pasca-operasi, pasca-trauma dan endogen. penyalahgunaan obat intravena, abses hati,
I. Pasca-operasi terbagi menjadi akut (dalam 6 ming- pneumonia, selulitis, endokarditis, infeksi saluran
gu pasca-operasi) dan kronis (di atas 6 minggu kemih, meningitis, artritis septik, dan bedah
pasca-operasi). abdomen.
a. Endoftalmitis akut pasca-operasi: Staphylo-
coccus aureus koagulase negatif. Streptococcus Manifestasi Klinis
sp .. dan bakteri Gram negatif. Gejala endoftalmitis adalah penurunan tajam
b. Endoftalmitis kronis pasca-operasi: Porpioni- penglihatan, mata merah, floaters, fotofobia, dan nyeri.
bacterium acnes, Staphylococcus koagulase Pada pemeriksaan mata dapat ditemukan:
negatif, dan jamur Segmen anterior:
2. Endoftalmitis endogen l. Pembengkakan dan spasme kelopak mata;
a. Bakteri Gram positif: Streptococcus sp., Staphy- 2. Konjungtiva hiperemis (injeksi konjungtiva
lococcus aureus. dan Bacillus sp. dan silier), kemosis, dan edema kornea;
b. Bakteri Gram negatif: Neisseria meningitidis. 3. Bilik mata depan: sel (+), flare (+), fibrin dan
hipopion.
371
Patogenesis Segmen posterior:
Endoftalmitis akut pasca-operasi sering I. Kekeruhan vitreus;
disebabkan oleh flora normal konjungtiva dan kelopak 2. Nekrosis retina.
mata. Operasi yang paling sering dikaitkan dengan
endoftalmitis adalah operasi katarak. Operasi lain Diagnosis
yang berkaitan dengan endoftalmitis adalah glaucoma Anamnesis
filtering surgery, vitrektomi pars plana, retinopeksi Riwayat operasi dan trauma sebelumnya serta
pneumatik. dan keratoplasti penetratif. Endoftalmitis penyakit sistemik yang mendasari.
endogen terjadi akibat penyebaran hematogen Pemeriksaan Fisis Mata
mikroorganisme yang mengakibatkan peradangan Pemeriksaan segmen anterior dan posterior mata
intraokular. dapat dilihat pada bagian Manifestasi Klinis.
Pemeriksaan Penunjang
Faktor Risiko Pemeriksaan yang penting adalah biakan kuman
Endoftalmitis pasca-operasi: dari vitreus dan/atau aqueous humor untuk mencari
Faktor risiko pra-operasi: blefaritis, etiologi infeksi dan sebagai panduan tata laksana
konjungtivitis, obstruksi atau infeksi saluran antimikroba yang tepat.
Tata Laksana Sumber Bacaan
I. Endoftalmitis pasca-operasi dan pasca-trauma l. Kanski JJ. Bowling B. penyunting. Clinical ophthalmology.
Pada keadaan ini terapi yang digunakan adalah a systematic approach. Edisi ke- 7. Edinburgh: Elsevier
injeksi antimikroba (antibiotik atau antifungi) Buttenworth-Heinnemann: 2011.
intravitreal tergantung etiologi dan vitrektomi. 2. Vaughan D, Eva PR. Glaucoma. Dalam: Riordan-Eva P.
2. Endoftalmitis endogen Whitcher JP. penyunting. Vaughan & Asbury's general
Endoftalmitis jenis ini diterapi dengan terapi ophthalmology. Edisi ke- 18. Philadelphia: McGraw-Hill:
antimikroba (atibiotik atau antifungi} sistemik, 201 l.
vitrektomi. dan antimikroba intravitreal. 3. Read RW. Endophthalmitis. Dalam: Yanoff M. Duker JS.
penyunting. Yanoff & Duker ophthalmology. Edisi ke- 4.
Philadelphia: Mosby Elsevier: 201 3.

138
Kompelt."nsi UIB
Glaukoma Akut
11
•• I

Indra Maharddhika Pambudy, Yunia Irawati

Glaukoma akut merupakan presentasi klinis dari Manifestasi Klinis


glaukoma sudut tertutup. Kondisi ini merupakan kea- 1. Penurunan tajam penglihatan mendadak (biasanya
daan gawat darurat. visus <6/ 60);
2. Mata merah, berair, dan fotofobia;
Etiologi 3. Tampak halo apabila pasien melihat sumber ca-
Keadaan ini mungkin disebabkan adanya blokade haya;
aliran aqueous yang mengakibatkan peningkatan 4. Nyeri yang luar biasa, mual, dan muntah;
tekanan intraokular (TIO) secara mendadak. 5. Peningkatan TIO, terkadang 2'.50 mmHg;
6. Injeksi silier dan konjungtiva hiperemis;
Klasifikasi 7. Edema epitel kornea dan kornea keruh;
Secara umum glaukoma sudut tertutup dapat dibagi 8. Pupil terdilatasi, oval vertikal, tidak reaktif;
menjadi: 9. Mata kontralateral menunjukkan sudut bilik mata
1. Tersangka sudut tertutup: pada pemeriksaan go- depan dangkal (pada pemeriksaan gonikoskopi}.
nioskopi terlihat kontak iridotrabekular pada tiga
kuadran atau lebih. Tekanan intraokular, lapang Terdapat beberapa faktor pencetus seperti me-
pandang, dan diskus optik normal. nonton televisi di ruang gelap, membaca. midriatikum.
2. Sudut tertutup primer: pada pemeriksaan goni- stres emosional, dan terkadang obat sistemik agonis
oskopi terlihat kontak iridotrabekular pada tiga parasimpatik atau simpatik dan topiramat.
kuadran atau lebih dengan peningkatan TIO dan/
372 atau sinekia posterior-anterior, diskus optik dan Diagnosis
lapang pandang normal. Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis dan pemerik-
3. Glaukoma sudut tertutup primer: pada pemerik- saan fisis mata.
saan gonioskopi terlihat kontak iridotrabekular
pada tiga kuadran atau lebih, peningkatan TIO Diagnosis Banding
dengan neuropati optik dan gangguan lapang pan- 1. Iritis akut: mengakibatkan fotofobia yang lebih
dang. nyata, tanpa peningkatan TIO, disertai kornea
yang tidak edem.
Patogenesis 2. Konjungtivitis akut: nyeri tidak ada atau minimal.
Mekanisme terjadinya penutupan sudut antara terjadi bilateral, terdapat sekret dari mata dan
lain karena blok pupil, iris yang mendatar, diinduk- konjungtiva yang meradang. Tekanan intraokular
si oleh lensa, dan/ atau berbagai kausa yang dapat normal. refleks pupil normal. dan kornea jernih.
ditemukan di belakang lensa (retrolentikular). Penu-
tupan sudut akut terjadi saatiris bombe terbentuk dan Tata Laksana
mengakibatkan oklusi sudut bilik mata depan oleh iris Tata laksana awal:
perifer. Hal ini mengakibatkan blokade aliran keluar 1. Pasien diposisikan pada posisi supinasi untuk
aqueous humor dan meningkatkan TIO dengan cepat membiarkan lensa tertarik oleh gravitasi menuju
sehingga menimbulkan gejala. posterior.
2. Berikan asetazolamid 500 mg N apabila TIO >50 peradangan akut.
mmHg atau oral {bukan kerja lambat) apabila TIO 3. Timolol 0 ,5% 2 kali/hari. apraclonidine 1% 3 kali/
<50 mmHg. Apabila diberikan N . dapat ditambah- hari, dan/atau asetazolamid 250 mg 4 kali/ hari
kan dosis oral 500 mg. mungkin dibutuhkan sesuai respons terapi.
o Alternatif obat hiperosmolar lain: mannitol
20% 1-2 g/KgBB, gliserol oral 50% 1- 1,5 gl Setelah terapi berhasil , kornea jernih kembali ,
KgBB {kontra indikasi: diabetes melitus), atau bilik mata depan tenang, dan TIO normal , iridotomi
isosorbid oral 1,5-2,5 g/KgBB. bilateral dapat dikerjakan oleh dokter spesialis mata.
3. Berikan apraclonidine 1%, timolol 0,5%, predniso- Manajemen selanjutnya termasuk observasi. terapi
lon I%. atau deksametason 0.1 % pada mata yang untuk peningkatan TIO yang dapat dipertahankan, iri-
mengalami serangan. doplasti atau pilokarpin jangka panjang dosis rendah.
4. Pilokarpin 2-4% satu tetes diberikan pada mata Pertimbangkan operasi katarak dan trabekulektomi.
yang mengalami serangan, diulangi setelah
setengah jam dan satu tetes pilokarpin 1% sebagai Sumber Bacaan
profilaksis pada mata kontralateral. I. Kanski JJ. Bowling B. penyunting. Clinical ophthalmology.
5. Analgesik dan antiemetik. a systematic approach. Edisi ke-7. Edinburgh: Elsevier But-
tenworth-Heinnemann: 20 I I.
Tata laksana lanjutan: 2. Vaughan D. Eva PR. Glaucoma. Dalam: Riordan-Eva P.
1. Pilokarpin 2% 4 kali/hari pada mata yang Whitcher JP. penyuming. Vaughan & Asbury's general
mengalami serangan dan I% 4 kali/hari pada mata ophthalmology. Edisi ke- 18. Philadelphia: McGraw-Hill:
kontralateral. 2011.
2. Steroid topikal (prednisolon 1% atau deksameta- 3. American Academy of Ophthalmology (AAO) Glaucoma
son 0, I%) 4 kali/hari apabila mata mengalami Panel. Hoskins Center for Quality Eye Care. Primary angle

'

139
Kamp.:tensi llLA II Keratitis Akut
•• Indra Maharddhika Parnbudy, Yunia Irawati

Definisi lensa kontak;


Keratitis adalah peradangan yang terjadi pada kornea. 2. Staphylococcus aureus sering kali ditandai oleh
infiltrat fokal berbatas tegas berwarna putih atau
Etiologi dan Klasifikasi kuning-keputihan;
Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan etiolo- 3. Streptococcus sp.
ginya yaitu: keratitis bakteri, keratitis fungi, keratitis
parasit, keratitis virus, dan keratitis noninfeksius. Faktor Risiko
1. Penggunaan Jensa kontak. Lensa kontak dapat 373
Patogenesis menyebabkan hipoksia dan mikrotrauma. Penggu-
Epitel kornea merupakan pelindung yang baik naan soft lens lebih berisiko dibandingkan jenis
bagi kornea dari invasi mikroorganisme. Trauma pada rigid gas permeable:
epitel akan mengakibatkan stroma dan lapisan Bow- 2. Trauma, termasuk trauma operasi;
man yang avaskular rentan terhadap infeksi berbagai 3. Penyakit permukaan mata: mata kering, trikiasis,
mikroorganisme. Penggunaan kortikosteroid topikal entropion, dan penurunan sensibilitas kornea;
dapat mengubah reaksi imun pejamu dan memung- 4. Faktor lain: imunosupresi. diabetes melitus , dan
kinkan organisme oportunistik menginfeksi kornea. defisiensi vitamin A.

A. Keratitis Bakteri Manifestasi Klinis


Biasanya hanya terjadi apabila terdapat penurunan 1. Gejala: nyeri, fotofobia, penurunan tajam pengliha-
pertahanan dari kornea. tan, dan sekret purulen atau mukopurulen;
2. Tanda berdasarkan urutan kejadian:
Etiologi a. Kemosis dan pembengkakan kelopak mata
I. Pseudomonas aeruginosa , bersifat agresif dan pada kasus berat;
mengakibatkan 60% dari kasus keratitis terkait b. Defek epitel disertai infiltrat yang terwarnai
oleh fluoresen; terdapat kepatuhan berobat yang rendah.
c. Edema stroma, lipatan membran Descemet, 2. Midriatikum dapat digunakan untuk mencegah
dan uveitis anterior; Infiltrasi kornea secara terbentuknya sinekia posterior dan mereduksi
cepat disertai hipopion; nyeri.
d. Ulserasi berat dapat mengakibatkan dece- 3. Antiglaukoma diberikan apabila terdapat
matokel dan perforasi, terutama pada infeksi komplikasi glaukoma sekunder.
Pseudomonas; 4. Antibiotik sistemik diberikan atas indikasi: potensi
e. Endoftalmitis sebagai salah satu komplikasi; keterlibatan sistemik, penipisan kornea berat, dan
f. Perbaikan penyakit ditandai dengan reduksi keterlibatan sklera.
edema kelopak mata dan kemosis, dan juga
pengecilan dari defek epitel dan berkurangnya B. Keratitis Fungi
densitas infiltrat; Etiologi
g. Setelah penyembuhan terbentuk jaringan Dua jenis fungi yang paling sering mengakibatkan
parut, neovaskularisasi, dan opasifikasi kornea. infeksi:
3. Infeksi oleh Pseudomonas aeruginosa berawal I. Ragi (Candida sp.); serta
dari infiltrat berwarna abu-abu atau kuning se- 2. Kapang (Fusarium sp. dan Aspergillus sp.)
lanjutnya infiltrat dan eksudat menjadi berwarna Keratitis akibat Candida atau Microsporodia dapat
hijau-kebiruan yang merupakan tanda patogno- menunjukkan adanya kondisi penurunan sistem imun.
monik. Seringkali ditemukan hipopion.
4. Apabila terjadi penurunan sensibilitas kornea da- Manifestasi Klinis
pat dipikirkan penyakit herpes, keratopati neuro- 1. Gejala: nyeri dengan awitan perlahan. sensasi ben-
tropik, penyakit kronis pada permukaan mata, dan da asing. fotofobia, penurunan tajam penglihatan.
pengguna lensa kontak. serta sekret berair atau mukopurulen.
2. Tanda: tepi lesi yang tidak tegas seperti bulu, infil-
Pemeriksaan Penunjang trat kering berwarna abu-abu dan menonjol, serta
1. Kerokan kornea; lesi satelit adalah gambaran khas keratitis fungi.
2. Pewarnaan Gram; a. Keratitis Candida sp: Infiltrat putih-kuning su-
3. Kultur untuk identifikasi bakteri dan laporan sen- puratif, padat
sitivitas antibiotik. b. Keratitis kapang:
Infiltrat putih-kuning dengan batas
Tata Laksana yang tidak tegas seperti bulu;
Keadaan ini harus dianggap kondisi yang memerlu- ii. Infiltrat progresif dengan lesi satelit;
kan penanganan agresif terutama apabila melibatkan iii. Perpanjangan seperti bulu arau infiltrat
satu-satunya mata yang berfungsi. berbentuk cincin dapat muncul;
iv. Progresi cepat dengan nekrosis dan
Nonfarmakologis penipisan dapat terjadi;
Hentikan penggunaan lensa kontak dan kenakan pe- v. Penetrasi membran Descemet yang
lindung mata terutama bila terdapat penipisan atau utuh dapat terjadi berujung pada
perforasi kornea. endophtalmitis.
374 c. Defek epitel tidak selalu ada namun apabila
Farmakologis ada, seringkali berukuran kecil.
Terapi antibiotik lokal: d. Uve itis anterior, hipopion, plak endotel, pe-
1. Terapi empiris: fluorokuinolon (ofloxacin 0 ,3%, ningkatan tekanan intraokular (TIO), skleritis,
levofloksasin 0,3%, gantifloxacin 0,3%) + gentami- dan endoftalmitis steril atau terinfeksi.
sin (1 ,5%), atau sefazolin.
2. Kokus Gram positif: vankomisin (5%), flu orokuino- Pemeriksaan Penunjang
lon (0.3%), atau sefuroksim (0,3%). Sampel untuk pemeriksaan laborarorium harus diam-
3. Batang Gram negatif: gentamisin (1 ,5%), tetes bil sebelum terapi antifungi diberikan.
mata tobramisin, flu orokuinolon (0,3%), atau I. Pemulasan sampel baik dengan pewarnaan Gram
ceftazidime (5%). dan Giemsa atau Periodic acid-Schiff.
4. Kokus Gram negatif: fluorokuinolon (0,3%) atau 2. Kultur dalam agar Sabouraud dekstrosa.
seftriakson (5%).
5. Mycobacterium: amikacin (2%), klaritromisin (!%}, Tata Laksana
atau trimetropim-sulfametoksazol (1.6%;8%) Nonfarmakologis
Terapi farmakologis lainnya yang dapat diberikan: Tata laksana nonfarmakologi keratitis fungi secara
I . Tera pi antibiotik subkonjungtiva diberikan apabila umum sama dengan keratitis bakteri.
Farmakologis sik.lovir yang diberikan 5 kali sehari. Obat relatif
I . Terapi topikal: aman saat diberikan kurang dari 60 hari.
a. Candida: amfoterisin B 0, 15 %, natamisin 5%, 2. Debridemen dapat dikerjakan pada ulkus dendri-
atau flukonazol 2%; tik.
b. Kapang: natamycin 5%, pili han lain termasuk 3. Toksisitas terapi ditandai dengan erosi pungtata
amfoterisin B 0, l 5% dan miconazole l %; superfisial, epitel yang "terlipat", konjungtivitis fo-
c. Antibiotik spektrum luas untuk mencegah in- likular, dan oklus i pungtata.
feksi sekunder sebaiknya dipertimbangkan; 4. Antivirus oral terbukti sama efektif dengan anti-
d. Sikloplegik. virus topikal.
l . Fluconazole intrastromal/subkonjungtiva untuk
kasus berat. 2. Keratitis disciform
2. Antifungi sistemik diberikan pada infeks i jamu r Merupakan bentuk peradangan endotel dan stroma.
yang berat. Sempat dipikirkan merupakan reaksi imunologis se-
mata, namun terdapat bukti bahwa peradangan ini
C. Keratitis Herpes Simpleks diakibatkan oleh infe ksi virus.
Keratitis herpes simpleks terjadi dalam dua bentuk, Manifestasi Klinis
yaitu infe ksi primer dan rekuren. I. Gejala: penurunan tajam penglihatan perlahan,
l . lnfeksi primer terjadi karena penularan melalui mungkin disertai melihat halo, rasa tidak nyaman,
droplet atau inokulasi langsung Oarang). Bentuk mata merah yang lebih ringan dibandingkan pe-
infeksi primer pada mata biasanya blefaritis dan nyakit epitel.
konjungtivitis fo likular. 2. Tanda:
2. Infeksi rekuren terjadi karena virus dibawa a. Edema stroma sentral;
menuju ganglion sensoris ke dermatom tertentu b. Presipitat keratik;
dan menjadi infeksi laten. Reaktivasi klinis dapat c. Lipatan membran Descemet pada kasus berat;
terjadi karena berbagai stresor seperti demam, d. Cincin imun di sekitar stroma yang keruh (pre-
perubahan hormonal, radiasi ultraviolet, trauma. sipitat Wesley);
dan jejas nervus trigeminus. Faktor predisposisi e. Penurunan sensasi kornea.
termasuk penyakit mata atopi, usia anak-anak, Tata Laksana
imunodefi siensi, malanutrisi, terserang campak, l . Terapi awal adalah dengan steroid topikal (pred-
dan malaria. nisolon 1% atau deksametason 0,1%) bersamaan
dengan antivirus selama setidaknya 4 minggu.
Keratitis herpes simpleks terdapat dalam tiga 2. Terapi dilanjutkan dengan prednisolon 0 ,5% satu
be ntuk, yakni keratitis epitel, keratitis disciform , dan kali satu hari setelah terapi antivirus dihentikan.
ulkus neurotropik. 3. Antivirus oral terbukti menurunkan angka reku-
rensi.
I . Keratitis epitel
Kera titis epitel menggambarkan replikasi aktif virus. 3. Ulkus Neurotropik
Manifestasi Klinis Ulkus neurotropik diakibatkan oleh kegagalan re-epi-
1. Gejala: muncul pada usia berapapun, sensasi tidak telisasi karena anestesi kornea, sering kali diperburuk
nyaman, mata merah, fotofobia, mata berair, penu- oleh berbagai faktor seperti toksisitas obat.
375
runan tajam penglihatan; Manifestasi K/inis
2. Tanda sesuai urutan kejadian: l . Defek epitel yang tidak kunjung sembuh, ter-
a. Sel epitel yang bengkak dengan plak pungtata kadang setelah terapi topikal berkepanjangan.
atau stelata; 2. Stroma di bawah defek berwarna kelabu dan opak
b. Deskuamasi sentral berujung pada ulkus den- serta bisa jadi tipis.
dritik. sering kali terletak di se ntral; 3. Infeksi sekunder bakteri dan fungi dapat terjadi.
c. Ujung dari ulkus nampak seperti gambaran tu-
nas pada pewarnaan flu oresen; Tata Laksana
d. Penurunan sensisibilitas kornea; Manajemen terutama adalah dengan menatalaksana
e. Penggunaan steroid topikal dapat men- defek epitel. Stero id topikal, apabila dibutuhkan, harus
dorong progresi ulkus memberikan gambaran digunakan sesedikit mungkin.
amuboid;
f. Setelah sembuh, dapat timbul erosi epitel per- D. Keratitis Varicella-Zoster Virus (Herpes Zoster
sisten atau jaringan parut. Oftalmikusl
Tata Laksana Keratitis jenis ini disebabkan oleh virus varicela-zos-
I. Terapi topikal: salep asiklovir 3% atau gel gan- ter akibat reaktivasi dan menyebar melalui nervus
trigeminus cabang oftalmikus. komplikasi mata hingga 50%.
Mekanisme keterlibatan okular termasuk invasi 2. Antiviral topikal tidak efektif.
Jangsung, peradangan sekunder, dan reaktivasi. 3. Steroid topikal digunakan pada kasus keratitis nu-
Risiko keterlibatan mata pada herpes zoster antara mular, keratitis intersitisial, dan keratitis disciform.
Jain:
1. Tanda Hutchinson: ditemukannya Jesi pada ujung, E. Keratitis Protozoa
sisi, dan dasar dari hidung; Keratitis protozoa paling sering disebabkan oleh Acan-
2. Usia: terutama pada dekade 6 dan 7; thamoeba. Protozoa ini hidup bebas dan dapat ditemu-
3. Pasien HIVI AIDS. kan di tanah, air bersih dan kotor, serta saluran nafas
atas. Tujuh puluh persen (70%) kasus keratitis amoe-
Manifestasi Klinis ba terkait penggunaan lensa kontak.
1. Fase prodromal: rasa lelah, demam, malaise, dan Manifestasi Klinis
nyeri kepala; 1. Gejala: penurunan tajam penglihatan dan nyeri.
2. Lesi kulit: 2. Tanda:
a. Tidak melewati garis tengah (midline); a. Pada tahap awal, biasanya permukaan epitel
b. Area eritematosa dengan efloresensi makulo- ireguler dan kelabu;
papular dengan dasar eritematosa; b. Pseudodendrit epitel yang dapat disalah arti-
c. Dalam 24 jam sekelompok vesikel muncul dan kan sebagai keratitis herpes simpleks;
menjadi konfluens dalam 2-4 hari; c. Limbitis dengan infiltrat fokal atau difus:
d. Vesikel menjadi sering menjadi pustul, pecah, d. Infiltrat perineural;
dan menjadi krusta, mengering dalam 2-3 e. Pembesaran perlahan dan bersatunya infiltrat
minggu; membentuk abses;
e. Pada pasien dengan penurunan sistem imun f. Skleritis merupakan respon peradangan, bu-
atau keganasan, ruam dapat melibatkan ber- kan perluasan infeksi;
bagai dermatom dan sistem organ; g. Opasifikasi perlahan dan progresif serta vasku-
3. Manifestasi akut: larisasi;
:s: a. Keratitis epitel akut: ditandai dengan lesi den- h. Luluh kornea dapat terjadi pada tahap apapun
~ dritik yang lebih kecil dan halus dibandingkan saat terdapat penyakit stroma.
Ill
herpes simpleks. dan ujung yang halus;
:s:
(!) b. Konjungtivitis. episkleritis, uveitis anterior, dan Pemeriksaan Penunjang
""I skleritis dapat terjadi; l . Pewarnaan dengan periodic acid-Schiff atau calco-
Ill
::i" c. Keratitis numular: ditandai dengan deposit fluor putih.
....
<:
(/)
granular subepitel dikelilingi halo stroma yang
keruh;
2. Biakan .
i:::
(/) d. Keratitis stroma dan disciform; Tata Laksana
~ e. Komplikasi neurologis: palsi nervus kranial 4 1. Debridement epitel yang terinfeksi.
i:::
dan 6, neuritis optik, ensefalitis, arteritis krani- 2. Amoebisida: p olyhexamethylene big uanide (PHMB)
2::s al, dan Sindrom Guillain-Barre. 0,02% dan klorheksidine digcluconate (0,02%)
4. Manifestasi kronis: dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau ganda.
376 a. Neurotropik keratitis: ringan dan seringkali me-
ngalami perbaikan dalam beberapa bulan; F. Keratitis Helminth
b. Skleritis; Onchocerciasis diakibatkan oleh parasit cacing On-
c. Keratitis plak mukus: ditandai dengan plak chocerca volvulus. Presentasi klinis yang muncul:
mukus yang meninggi dan terwarnai dengan 1. Mikrofilaria dapat terlihat di kornea, aqueous, dan
pewarna rose Bengal. Plak yang tidak diobati vitreous;
akan meninggalkan kekeruhan kornea; 2. Uveitis anterior;
d. Degenerasi lipid pada keratitis numular atau 3. Keratitis pungtata pada sepertiga pasien;
disciform ; 4. Keratitis sklerotik;
e. Granulomata berisi lipid; 5. Pembentukan jaringan parut pada seluruh Japis
f. Pembentukan jaringan parut pada kelopak kornea;
mata; 6. Korioretinitis.

Tata Laksana Tata Laksana


1. Asiklovir oral 800 mg perhari selama 7-10 hari , lvermectin sistemik {lihat Bab Cacingan,). Peradangan
diberikan 72 jam setelah awitan. Pemberian obat akut dapat diatasi dengan steroid topikal.
ini dapat menurunkan angka kejadian dan beratnya
Sumber Bacaan nyunting. Vaughan & Asbury"s general ophthalmology. Ed isi
1. Kanski JJ. Bowling B, penyunting. Clinical ophthalmology, a ke-18. Philadelphia: McGraw-Hill; 2011.
systematic approach. Edisi ke-7. Edinburgh: Elsevier Butten- 3. McLeod. Bacterial keratitis. Dalam: Yanoff M. Duker JS, pe-
worth-Heinnemann: 2011. nyunting. Yanoff & Duker ophthalmology. Edisi ke-4.
2. Biswell R. Cornea. Dalam: Riordan-Eva P, Whitcher JP. pe-

Ulkus Kornea
Indra Maharddhika Pambudy, Yunia Irawati

Definisi kasi pada keadaan ini.


Ulkus kornea didefinisikan sebagai diskontinuitas ja- 3. Pemeriksaan slit-lamp untuk melihat adanya hipo-
ringan kornea akibat terjadinya defek epitel. pion, infiltrat. dan segmen anterior.
4. Pemeriksaan sensibilitas kornea, fluoresens, dan
Klasifikasi tes fistula .
Berdasarkan lokasinya. ulkus kornea dapat dibagi 5. Penilaian tingkat keparahan ulkus: apakah sudah
menjadi: melewati 113 stroma anterior, nilai tanda-tanda
I. Sentral endoftalmitis. nilai kemungkinkan kejadian per-
Ukus kornea sentral hampir selalu diakibatkan forasi.
oleh infeksi. Lokasi lesi terletak di sentral, jauh 6. Pemeriksaan oftalmoskop untuk menilai bagian
dari limbus yang kaya akan pembuluh darah. Sika- posterior mata
triks yang terbentuk akibat ulkus kornea meru- 7. Pemeriksaan Gram, mikroskopis langsung dengan
pakan salah satu penyebab utama kebutaan dan bantuan KOH 10%, dan biakan dengan spesimen
penurunan penglihatan di berbagai belahan dunia. kerokan kornea.
2. Marginal
Tata Laksana
Etiologi Tata laksana terbaik sesuai dengan etiologinya.
Ulkus kornea dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, Terapi pertama kali berdasarkan pada hasil pemerik-
virus. atau jamur. saan Gram dan KOH 10%. Hasil kultur digunakan se-
bagai dasar terapi selanjutnya.
Manifestasi Klinis
I. Mata merah, berair, dan nyeri hebat; Terapi antibiotik lokal:
2. Sensasi benda asing; I. Terapi empirik: fluorokuinolon (0,3%).
3. Terdapat sekret; 2. Kokus Gram positif: cefuroksim (0,3%). vankomi-
4. Kelopak mata bengkak; sin (5%).
5. Nyeri apabila melihat cahaya terang; 3. Batang Gram negatif: gentamisin (1,5%), fluo-
377
6. Terdapat infiltrat tergantung dari kedalaman lesi rokuinolon (0,3%). atau seftazidim (5%).
dan etiologi keratitis; 4. Kokus Gram negatif: fluorokuinolon (0,3%), sef-
7. Gejala spesifik dapat menunjukkan etiologi dari triakson (5%).
agen infeksius (Tabel 1). 5. Mycobacterium: amikacin (2%), klaritromisin (! %),
atau trimetropim-sulfametoksazol (J ,6%; 8%) .
Diagnosis Terapi antifungi lokal:
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemerik- I. Candida: amphotericin B 0,15 %, natamycin 5%,
saan fisis mata, dan pemeriksaan penunjang. Pemerik- atau fluconazole 2%.
saan fisis mata dan pemeriksaan penunjang yang 2. Kapang: natamisin 5%, amfoterisin B 0, 15%, a tau
dapat membantu diagnosis adalah: miconazole 1%.
l . Pemeriksaan tajam penglihatan dengan menggu-
nakan Snellen chart dan pinhole. Bisa menurun se- Terapi antiviral lokal:
suai dengan lokasi ulkus dan perjalanan penyakit. 1. Herpes simpleks: salep asiklovir 3%.
2. Pemeriksaan tekanan intraokular (TIO) dengan 2. Varicella zoster: asiklovir oral 800 mg/hari selama
menggunakan tonometri non-kontak atau dengan 7-10 hari.
palpasi. Tonometri kontak merupakan kontra-indi- Pertimbangkan terapi oral sesuai dengan tingkat ke-
Tabel 1. Gambaran Etiologi Spesifik dan Gambaran Klinis Ulkus

Eliologi spc•silik Ciri khas ulkus

Ulkus berwarna kelabu. berbatas tegas. dan menyebar menuju sentral. Ulkus pada lesi awal
Screpcococcus pneumoniae memberikan gambaran sembuh sementara baras yang lain menunjukkan lesi aktif. Sering
ditemukan hipopion.

Lesi awal berwarna kelabu atau kekuningan, disertai nyeri hebat. Lesi menyebar ke segala
Pseudomonas aerugtnosa arah. Lesi tumbuh cepat karena enzim proteolitik patogen. dan dapat mengakibatkan
perforasi kornea serta infeksi lntraokular beral. Eksudat berwarna hijau kebiruan.

Staphylococcus aureus.
Staphylococcus epidermidis.
Sering kali ditemukan pada mata dengan rerapi steroid topikal. Ulkus bersifat superfisial.
dan Streptococcus alfa-
hemolitik

Ulkus indolen dengan infiltrat kelabu dan batas ireguler. memiliki lesi satelit. ulserasi
Fungi
superfisial. dan peradangan bola mata yang nyata.

Seringkali unilateral. diawali dengan iritasi. fotofobia, dan mata berair. Terkadang tidak
terasa nyeri. Ulkus membentuk lesi dendritik. gambaran khas untuk herpes s impleks. Ulkus
Herpes s impleks
geografik dapat terjadi saat les i dendritik meluas. dengan batas yang seperti bulu diserrai
sensasi kornea ya ng menurun. Ulkus perifer dapat ditemui di kornea.

Lesi amorfik. dengan pseudodendrit linear. opasitas stroma. dan infiltrasi selular ringan.
Varicella zoster
Penyakit stroma dapat mengakibatkan nekrosis dan vaskularisasi.

Gejala awalnya adalah nyeri di luar proporsi dari temuan klinis. mata merah. dan fotofobia.
Acanthamoeba
Ciri khasnya adalah ulkus indolen. cincin stroma. dan infiltrat perineural.

parahan penyakit. Berikan agen antiglaukoma apabila 2. Pemeriksaan TIO dengan cara non-kontak.
ulkus melewati 1/3 stroma. Terbentuknya desmatokel 3. Pemeriksaan dengan slit lamp.
atau perforasi merupakan indikasi tindakan bedah. 4. Pemeriksaan sensibilitas kornea dan fluoresen.

Ulkus Kornea Marginalis Pemeriksaan Penunjang


Kondisi ini diakibatkan oleh reaksi hipersensiti- l. Perlu dicari kelainan kulit. kardiovaskular, dan
vitas terhadap eksotoksin stafilokokus dan protein sistem pernapasan.
dinding sel disertai dengan endapan kompleks imun 2. Pemeriksaan laboratorium: darah perifer lengkap,
kornea perifer. Kondisi ini seringkali tidak berbahaya hitung jenis, tes fungsi hati, uji fungsi ginjal, uji
namun sangat nyeri. ANA, anti dsDNA, faktor reumatoid.
378
Manifestasi Klinis Diagnosis ulkus kornea marginalis harus ditegak-
Gejala: sensasi benda asing, lakrimasi. nyeri. dan kan terlebih dahulu sebelum dimulai terapi kortiko-
fotofobia. steroid topikaL Diagnosis banding penyakit ini adalah
Tanda: keratitis herpes simpleks, peripheral ulcerative kera-
1. Sering ditemukan blefaritis kronis marginal; titis (PUK), dan ulkus Mooren. PUK seringkali ber-
2. Berawal sebagai infiltrat linear atau oval mar- hubungan dengan penyakit sistemik lainnya. Herpes
ginal subepitel yang terpisah dari limbus oleh simpleks mengakibatkan ulkus indolen, sementara
zona yang jernih (disebut lucid interval); ulkus marginalis tidak.
3. Defek epitel lebih kecil daripada infiltrat;
4. Penyebaran sirkumferensial dan saling ber- Tata Laksana
satu. 1. Terapi blefaritis apabila ditemukan, terutama jika
didapatkan rekurensi.
Diagnosis 2. Terapi kortikosteroid topikal (prednisolon 0.5% 4
Pemeriksaan Fisis kali sehari) biasanya dapat memperpendek gejala
l. Pemeriksaan tajam penglihatan dengan Snellen penyakit. Keadaan ini bisa saja sembuh dengan
chart dan pinhole. sendirinya tanpa terapi dalam 3-4 minggu.
Peripheral Ulcerative Keratitis (PUK) Tata Laksana
Keadaan ini dapat mendahului atau mengikuti awitan Tata laksana untuk keadaan ini adalah steroid dosis
penyakit sistemik. Kecurigaan akan PUK harus mun- tinggi sistemik, dilanjutkan dengan terapi sitotoksik.
cul apabila ditemukan infiltrasi kornea perifer. ulse- Penggunaan OAINS dapat dipertimbangkan. Penggu-
rasi, atau penipisan yang tidak dapat dijelaskan tanpa naan tetrasiklin oral dapat membantu mengurangi
adanya penyakit mata yang nyata. penipisan kornea karena efek antikolagenasenya.

Manifestasi Klinis Sumber Bacaan


I. Sensasi benda asing. lakrimasi, nyeri, fotofobia; I. RSUPN Dr. Ciplo Mangunkusumo Kirana. Panduan prak-
2. Ulkus berbentuk bulan sabit dan infiltrasi stroma lik klinik (PPK) . Jakarta: RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo
pada limbus; Kirana: 20 12.
3. Penyebaran sirkumferensial, terkadang mencapai 2. Biswell R. Cornea. Dalam : Riordan -Eva P. Whitcher JP.
sentral; penyunting. Vaughan & Asbury·s general ophthalmology.
4. Terdapat beberapa penyakit sistemik yang ber- Edisi ke- 18. Philadelphia: M cGraw-Hill: 2011.
hubungan dengan keadaan ini. Lima puluh persen 3. Kanski JJ. Bowling 8, penyunting. Clinical ophthalmology.
kasus PUK disertai penyakit sistemik. Beberapa di- a systematic approach. Edisi ke-7. Edinburgh: Elsevier But-
antaranya: artritis reumatoid (paling sering) , We- tenworth-Heinnemann: 20 I I.
gener granulomatosis, polikondritis berulang, dan
lupus eritematosus sistemik Oarang).

Uveitis Anterior
Indra Maharddhika Pambudy. Yunia Irawati

Definisi lain;
Uveitis merupakan proses peradangan intraokular Penurunan sensibilitas kornea dapat terjadi pada
yang kompleks dan melibatkan jaringan uvea, yaitu uveitis anterior yang disebabkan oleh herpes sim-
iris, korpus silier, dan koroid. Uveitis anterior merupa- pleks, herpes zoster. atau kusta.
kan jenis uveitis yang paling sering terjadi. Dapat terjadi perubahan tekanan intraokular.
Uveitis anterior sendiri dapat dibagi menjadi:
I. lritis: peradangan yang terutama melibatkan iris. Uveitis Anterior Akut
2. lridosikJitis: peradangan yang terutama melibat- Uveitis anterior akut merupakan bentuk uveitis
kan iris dan pars plicata dari korpus silier. yang paling um um. Uveitis anterior akut sendiri memi-
liki batasan durasi 3 bulan atau kurang dengan awitan
Patogenesis yang mendadak.
379
Berbagai faktor dapat mencetuskan terjadinya
uveitis, seperti trauma, infeksi, penyakit autoimun, Gejala kJinis yang muncul pada uveitis anterior akut:
neoplasma, dan idiopatik. Trauma mengakibatkan I. Mata merah, nyeri unilateral, fotofobia, dan mung-
terlepasnya antigen yang tersekuestrasi dalam uvea, kin disertai lakrimasi;
kontaminasi mikroba, dan akumulasi produk nekrotik. 2. Tajam penglihatan menurun;
Mikroba memiliki sifat mimikri molekular dan ke- 3. Injeksi silier;
mampuan menstimulasi respons imun tidak spesifik 4. Non-reactive pupil/miosis karena spasme sfingter
antigen. Dari empat macam reaksi hipersensitivitas, yang mempredisposisi terbentuknya sinekia pos-
hipersentitivitas tipe IV merupakan tipe yang paling terior;
sering terlibat dalam uveitis. 5. Keratik presipitat;
6. Se! pada aqueous atau bilik mata depan yang
Manifestasi Klinis menunjukkan beratnya penyakit;
Keratik presipitat ditemukan di endotel kornea; 7. Se! pada vitreous anterior yang menunjukkan
Se! dan flare di bilik ma ta depan; iridosiklitis;
Hipopion ditemukan terutama pada penyakit Be- 8. Aqueous flare;
hcet, namun juga dapat ditemukan pada penyakit 9. Eksudat fibrin pada aqueous;
I 0. Hipopion; ABS, MHA-TP}, dan pemeriksaan mikroskopis
I 1. Sinekia posterior; lapang gelap.
12. Tekanan intraokular yang rendah, normal, atau b. Toksoplasmosis: uji pewarnaan, antibodi im-
tinggi. munofluoresen, uji hemaglutinin, ELISA.
c. Pemeriksaan enzim: enzim angiotensin-con-
Uveitis Anterior Kronis verting enzyme (ACE) dan lisozim untuk men-
Ditandai dengan peradangan persisten yang kam- deteksi sarkoidosis.
buh, kurang dari tiga bulan setelah dihentikannya 3. Radiologi
terapi. Peradangan dapat bersifat granulomatosa atau a. Roentgen toraks untuk mengeksklusi tuberku-
nongranulomatosa. Lebih sering bilateral dibanding- losis dan sarkoidosis.
kan uveitis anterior akut. b. Roentgen sendi sakroiliaka untuk mendiagno-
sis spondiloartropati.
Gejala klinis yang muncul pada uveitis anterior kronis: c. CT-scan dan MRI otak dan toraks untuk peme-
I. Gejala biasanya muncul perlahan, sebagian be- riksaan sarkoidosis dan multipel sklerosis.
sar asimtomatis dan datang dengan komplikasi
katarak atau keratopati; Tata Laksana
2. Pemerikaan eksternal mata menunjukkan sklera 1. Steroid topikal
putih, terkadang merah muda karena eksarsebasi Sebelum steroid topikal digunakan, pastikan tidak ada
berat dari aktivitas peradangan; defek epitel. ruptur bola mata saat riwayat trauma
3. Se! dan flare pada aqueous di bilik mata depan ditemukan, dan periksa sensasi kornea serta tekanan
dengan jumlah bervariasi tergantung aktivitas intraokular (TIO) untuk mengeksklusi herpes sim-
penyakit; pleks atau herpes zoster. lndikasi steroid topikal:
4. Presipitat keratik yang merupakan kumpulan de- I. Terapi uveitis anterior akut: digunakan setiap jam
posit selular pada endotel epitel yang terdiri dari pada awalnya, setelah peradangan terkontrol di-
sel-sel epiteloid, limfosit, dan polimorfik; turunkan menjadi setiap 2 jam, kemudian setiap
5. Pembuluh darah iris yang terdilatasi; 3 jam, empat kali sehari. dan terakhir satu tetes
6. Nodul iris; per minggu.
7. Atrofi iris. 2. Terapi uveitis anterior kronis: eksarsebasi diterapi
sama dengan uveitis anterior. Kontrol peradangan
Pemeriksaan Penunjang ditandai dengan hitung sel kurang dari + 1. Setelah
Pemeriksaan penunjang tidak diindikasikan pada ke- terapi dihentikan, pasien harus diperiksa dalam
adaan: waktu dekat untuk memastikan bahwa uveitis ti-
I . Uveitis anterior akut episode tunggal/ tidak be- dak kambuh lagi.
rulang tanpa adanya kemungkinan penyakit yang
mendasari. Komplikasi pemberian steroid topikal:
2. Uveitis yang khas seperti simpatetik oftalmitis dan 1. Peningkatan TIO terutama pada penggunaan jang-
siklitis Fuchs. ka panjang.
3. Penyakit sistemik yang sudah sesuai dengan uve- 2. Katarak.
itis, seperti penyakit Behcet atau sarkoidosis. 3. Komplikasi kornea akibat fungi, herpes simpleks,
380 Pemeriksaan penunjang diindikasikan pada keadaan: dan luluh kornea.
1. Peradangan granulomatosa; Selain sediaan topikal. steroid juga tersedia dalam se-
2. Uveitis berulang; diaan periokular, intraokular, dan sistemik.
3. Penyakit yang melibatkan mata bilateral;
4. Manifestasi sistemik tanpa diagnosis spesifik. 2. Midriatikum
Pilihan midriatikum yang dapat digunakan:
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat I. Kerja pendek: tropikamid (0,5% dan I %) durasi 6
dikerjakan pada kecurigaan uveitis anterior: jam, siklopentolat (0,5% dan I%) durasi 24 jam,
1. Skin test. dapat berupa: atau feliefrin (2,5% dan I 0%) durasi 3 jam tan pa
a. Uji tuberkulin. siklopegik.
b. Uji pathergy (peningkatan sensitivitas kulit 2. Kerja panjang: homatropin 2% durasi 2 hari. at-
terhadap trauma jarum) sebagai bagian dari ropine I% sikloplegik dan midriatik kuat dengan
kriteria diagnosis sindroma Behchet. durasi sampai dengan 2 minggu.
c. Uji lepromin pada kasus yang dicurigai kusta. Indikasi midriatikum:
2. Pemeriksaan serologi I. Memberikan rasa nyaman: atropin digunakan 1-2
a. Pemeriksaan serologi sifilis: uji terponemal minggu hingga peradangan mereda, kemudian di-
(RPR, VDRL) , Uji antibodi treponema (FTA- ganti dengan agen dengan kerja pendek.
2. Melepaskan sinekia posterior yang baru. l. Siklosporin: merupakan obat pilihan pada sindrom
3. Mencegah terbentuknya sinekia posterior. Behcet.
2. Takrolimus: merupakan obat alternatif siklosporin
3. Terapi antimetabolit untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi atau
Termasuk di dalamnya: azatioprin, metotreksat, tidak berespons terhadap siklosporin.
dan mikofenolat mofetil. Jndikasi antimetabolit topi-
kal adalah: Sumber Bacaan
l . Uveitis yang mengancam penglihatan. biasanya I. Kanski JJ, Bowling B. penyunting. Clinical ophthalmology.
bilateral, non-infeks i, dan gaga! memberikan a systematic approach. Edisi ke-7. Edinburgh: Elsevier But-
respons pada pemberian steroid yang adekuat. tenworth-Heinnemann; 20 I I.
2. Terapi steroid-sparing pada pasien dengan efek 2. Cunningham ET. Uveal tract Dalam: Riordan-Eva P, Whitch-
samping steroid sistemik yang tidak tertahankan er JP. penyunting. Vaughan & Asbury·s general ophthal-
atau penyakit kronis yang kambuh dan membu- mology. Edisi ke- 18. Philadelphia: McGraw-Hill; 20 I I.
tuhkan dosis prednisolon lebih dari l 0 mg/ hari. 3. Forster DJ General approach to the uveitis patient and
treatment strategies. Dalam: Yanoff M. Duker JS. penyun-
4. Penyekat kalsineurin ting. Yanoff & Duker ophthalmology. Edisi ke-4. Philadel-
Pilihan penyekat kalsineurin yang dapat digunakan: phia: Mosby Elsevier: 20 13.

Ablasio Retina
Indra Maharddhika Pambudy, Yunia Irawati

Definisi Diagnosis
Ablasio retina (retinal detachment) merupakan keada- Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan
an terpisahnya bagian sensoris retina (fotoreseptor fisis, serta penunjang.
dan lapisan jaringan dalam) dari retinal pigment epi- Anamnesis
r thelium (RPE). I . Fotopsia: merupakan sensasi subjektif seperti me-
lihat kilatan cahaya. Biasanya berlangsung singkat
Klasifikasi pada lapang pandang temporal, terlihat terutama
Secara umum terdapat tiga jenis ablasio retina, yaitu: saat gelap, dan setelah pergerakan mata. Hal ini
l. Rhegmatogen: terjadi sekunder akibat adanya menggambarkan proses traksi dari tempat adhesi
robekan pada retina sensoris, yang memung- vitreoretina.
kinkan cairan yang berasal dari vitreus mencapai 2. Floaters: sensasi subjektif seperti melihat objek be-
rongga subretina. terbangan berwarna gelap yang terjadi di vitreus.
2. Traksional: terjadi karena adanya kontraksi 3. Defek lapang pandang: dideskripsikan sebagian
, membran vitreoretina atau tarikan tanpa adanya
robekan retina sebelumnya.
lapang pandang seperti tertutup tirai gelap.
Pemeriksaan Fisis
3. Eksudatif: terjadi karena adanya cairan subretina 1. Relative afferent pupillary defect muncul pada
yang berasal dari pembuluh darah retina neuro- mata dengan ablasio retina ekstensif.
sensoris, koroid, atau keduanya. 2. Tekanan intraokular: lebih rendah 5 mmHg diban-
dingkan mata yang tidak mengalami ablasio.
Ablasio Retina Rhegmatogen 3. lritis ringan sering kali ditemukan.
Patogenesis 4. Gambaran tobacco dust terdiri atas sel pigmen 381
Biasanya keadaan ini didahului dengan kondisi yang terlihat pada vitreus anterior.
yang disebut posterior vitreous detachment dan ber- 5. Robekan retina nampak seperti diskontinuitas dari
hubungan dengan miopia, afakia, lattice degeneration, permukaan retina berwarna kemerahan pada fun-
serta trauma mata yang mengakibatkan terjadinya duskopi.
break. Break atau robekanjuga dapat diakibatkan oleh 6. Kelainan pada retina sesuai dengan lamanya abla-
atrofi lapisan retina. Adanya break mengakibatkan sio retina yang terjadi.
vitreus yang mencair masuk menuju rongga subretina. a. Ablasio Retina Baru, dapat ditandai dengan:
Ablasio retina memiliki konfigurasi
konveks dan tampilan yang sedikit
opak karena edema retina mukaan yang licin.
ii. Cairan subretina dapat meluas sampai b. Gambaran "shifting fluid" sesuai gaya gravitasi.
ora serata. Pada keadaan berdiri tegak, cairan sub retina
b. Ablasio Retina Lama, dapat ditandai dengan: terletak pada retina inferior, namun pada saat
Kekeruhan vitreus; pada berada pada posisi supinasi. dapat melu-
ii. Retina yang pucat dan didapatkan pro- as ke superior.
liferative vitreoretinopathy (PVR); c. Apabila ablasio didasari oleh tumor koroid,
iii. Garis demarkasi subretina yang diaki- maka dapat terlihat penyebab yang men-
batkan oleh proliferas i dari sel pigmen dasarinya.
retina pada sambungan retina. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang I . USG mata: diindikasikan apabila media mengalami
Pada mata dengan media yang keruh, diagnosis ab- kekeruhan.
lasio retina dapat ditegakkan dengan menggunakan 2. Pemeriksaan darah untuk uveitis dapat menentu-
ultrasonografi. kan penyebab yang mendasari.
Tata Laksana 3. Fluoresin angiography dapat membantu menentu-
Tata laksana adalah dengan pembedahan. Pada kasus kan sumber cairan subretina.
retinal break yang ringan, dimana cairan subretina Tata Laksana
terbatas di sekitar break, dapat dilakukan fotokoagu - Tata laksana terutama ditujukan pada penyakit
lasi laser. Sebelum dilakukan pembedahan, pasien yang mendasari timbulnya keadaan ini. Terapi dengan
disarankan untuk tirah baring dengan satu bantal laser, krioterapi, atau steroid intravitreus dapat digu-
untuk mencegah penyebaran cairan subretina menuju nakan pada keadaan tertentu.
makula. Terapi bedah yang dapat dipilih adalah se-
bagai berikut: Ablasio Retina Traksional
1. Pneumatic retinopexy: gas SF6 atau C3F8 diin- Etiopatogenesis
jeksikan menuju vitreus untuk mengembalikan Keadaan yang paling umum mengakibatkan abla-
posisi retina. sio retina traksional adalah retinopati diabetik proli-
2. Sciera} buckling: terapi ini bertujuan untuk feratif. Penyebab lain termasuk gangguan proliferatif
menempelkan kembali retina yang terlepas lainnya seperti vitreoretina proliferatif dan retinopa-
dengan menempatkan exp/ant pada daerah yang thy of prematurity. Trauma mata juga dapat menjadi
mengalami robekan. Komplikasi termasuk gang- penyebab.
guan refraksi, diplopia, ekstrusi eksplan, dan ke- Traksi muncul karena terbentuknya membran
mungkinan terjadinya retinipati proliferatif. vitreus, epiretina, atau subretina yang terdiri atas
3. Vitrektomi pars-plana: terapi ini memungkinkan fibroblas. sel epitel pigmen retina, dan sel glia. Daya
untuk melepaskan traksi vitreo-retina. tarikan ini akan menarik retina bagian sensoris menu-
ju basis vitreus.
Ablasio Retina Eksudatif
Etiopatogenesis Diagnosis
Pada jenis ablasio retina ini, tidak ditemukan ada- Diagnosis ditegakkan dari anamnesis. pemeriksaan
nya robekan atau traksi vitreoretina, melainkan terjadi fisis , serta penunjang.
akumulasi cairan pada lapisan di bawah retina senso- Anamnesis
ris. Berbagai macam kondisi dikaitkan dengan kejadi- l. Mata tenang dengan penglihatan menurun, sering
an ablasio retinajenis ini termasuk proses degeneratif, kali berjalan lambat.
peradangan. infeksi, tumor daerah koroid, neovasku- 2. Bisa terdapat fotopsia atau floaters.
larisasi subretina karena berbagai sebab. Pemeriksaan Fisis
I . Penurunan tajam penglihatan.
Diagnosis 2. Pada pemeriksaan funduskopi dapat ditemukan:
382 Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan a. Konfirgurasi konkaf dari ablasio retina.
fisis. serta penunjang. b. Tidak ditemukannya fenomena shifting fluid
Anamnesis seperti pada kasus eksudatif.
I . Penglihatan menurun seperti tertutup tirai. c. Elevasi retina yang paling tinggi terjadi pada
2. Floaters dapat muncul karena adanya vitritis, na- tempat traksi vitreoretina.
mun tidak umum. d. Apabila terdapat robekan, maka akan muncul
Pemeriksaan Fisis gambaran khas ablasio retina rhegmatogen
I . Penurunan tajam penglihatan. dan penyakit akan memiliki progresivitas yang
2. Pada pemeriksaan retina akan memunculkan gam- lebih cepat.
baran: Pemeriksaan Penunjang
a. Konfigurasi ablasio yang konveks dengan per-
Ultrasonografi dilakukan pada media yang keruh. tenworth-Heinnemann: 2011.
Tata Laksana 2. Fletcher EC. Chong NV. Retina. Dalam: Riordan-Eva P.
Vitrektomi pars plana untuk membuang jaringan Whitcher JP. penyunting. Vaughan & Asbury's general oph-
yang mengakibatkan traksi. Injeksi heavy fluid mu- thalmology. Edisi ke-18. Philadelphia: McGraw-Hill; 20 I I.
ngkin dibutuhkan untuk meratakan retina. Tam- 3. RSUPN Or. Cipro Mangunkusumo Kirana. Panduan prak-
ponade gas, cairan silikon, atau scleral buckling dapat tik klinik (PPK). Jakarta: RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo
dibutuhkan. Kirana; 2012.
4. American Academy of Ophthalmology (AAO) Retina Pan-
Sumber Bacaan el, Hoskins Center for Quality Eye Care. Posterior vitreous
I. Kanski JJ. Bowling B. penyunting. Clinical ophthalmology. detachment, retinal breaks. and lattice degeneration. San
a systematic approach. Edisi ke-7. Edinburgh: Elsevier But- Francisco: AAO: 2008.

Oklusi Vena dan Arteri Retina

Indra Maharddhika Pambudy, Yunia Irawati

A. Oklusi Vena Retina I. Gangguan mieloproliferatif (polisitemia, mieloma,


Definisi dsb);
Oklusi retina merupakan kondisi vena retina, baik sen- 2. Keadaan hiperkoagulasi didapat atau kongenital;
tral atau cabang, mengalami sumbatan. 3. Penyakit inflamasi yang berhubungan dengan
periflebitis oklusif;
Patogenesis 4. Penyakit lain seperti gaga! ginjal kronis, hipertensi
Faktor predisposisi utama dari keadaan ini ada- sekunder. dan penyakit orbita.
Jah arteriolosklerosis atau arterosklerosis. Hal terse-
but dikarenakan baik vena maupun arteri berbagi Manifestasi Klinis
selubung adventitia yang sama sehingga perubahan Anamnesis
pada arteriol ataupun arteri sentral dapat mengaki- I. Mata tidak merah.
batkan kompresi pada vena-vena kecil (mengakibat- 2. Penglihatan bisa normal (dengan visus 6/6) hing-
kan oklusi vena cabang atau branch retinal vein oc- ga menurun mendadak sampai dengan meng-
clusion (BRVO)) atau kompresi vena besar (mengaki- hitung jari.
batkan oklusi vena sentralis atau central retinal vein 3. Pada CRVO defek lapang pandang umumnya sen-
occlusion (CRVO)). Oklusi vena akan mengakibatkan tral, sementara pada BRVO dapat tidak disertai
peningkatan tekanan vena dan kapiler, yang berujung gangguan Japang pandang.
pada stagnansi aliran darah dan dapat mengakibatkan 4. Tidak nyeri.
hipoksia pada bagian retina yang drainasenya bergan- 5. Sering kali hanya melibatkan satu mata.
tung pada vena tersebut.
Pemeriksaan Fisis
Faktor Predisposisi I. Pada BRVO tajam penglihatan 6/6 sampai hanya
Faktor predisposisi keadaan ini termasuk: dapat menghitung jari, tergantung dari keterli-
I. Usia. Sebanyak >50% kasus terjadi pada usia di batan makula, sedangkan pada CRVO berkisar
atas 65 tahun; dari 6/60 hingga hanya dapat melihat gerakan
2. Hipertensi, terutama pada keadaan BRVO; lambaian tangan. 3a;
3. Hiperlipidemia; 2. Relative afferent papillary defect (RAPD) tampak
4. Diabetes melitus; nyata pada kasus-kasus iskemik pada CRVO.
5. Pi! kontrasepsi oral; 3. Funduskopi, pada BRVO hasil temuan:
6. Peningkatan tekanan intraokular; a. Vena yang mengalami oklusi akan berdilatasi
7. Merokok. dan berkelok-kelok;
b. Sering kali oklusi terjadi pada tempat
Faktor predisposisi selanjutnya bersifat tidak persilangan arteri-vena;
umum namun menjadi penting pada pasien dengan c. Perdarahan flame-shaped, edema retina. cotton
usia di bawah 50 tahun; wool spot, dan/atau dengan edema makula;
d. Dapat terjadi neovaskularisasi retina dalam terlambatan pengisian vena, blokade oleh darah,
6-12 bulan. staining pembuluh darah, hipofluoresensi karena
4. Funduskopi pada CRVO dapat ditemukan: non-perfusi kapiler.
a. Tampak vena yang mengalami dilatasi dan 2. Optical coherence tomography (OCT): dapat digu-
berkelok-kelok, perdarahan dot/ blot, tampak nakan untuk menilai edema makula, monitoring
pada seluruh kuadran dan paling banyak di perjalanan penyakit atau respon terhadap terapi.
perifer. Cotton wool spots. edema makula dan
edema diskus optikjuga umum. Tata Laksana
Tata laksana yang dapat dikerjakan adalah kontrol
Perjalanan penyakit faktor risiko seperti diabetes melitus, hiperlipidemia,
Fase akut akan mengalami resolusi dalam 6-12 bulan dan sebagainya. Terapi spesifik dikerjakan oleh dok-
dan dapat mengalami hal-hal berikut: ter spesialis mata, diantaranya: fotokoaguluasi, injeksi
I. Eksudasi, perselubungan dan sklerosis vena pe- anti-VEGF (vascular epithelial growth factor) atau kor-
rifer dari tempat obstruksi, perdarahan kolateral tikosteroid intravitreal, dan vitrektomi.
dan perdarahan sisa.
2. Adanya pembuluh darah baru atau kolateral dapat Prognosis
ditandai dengan vena berkelok yang terletak di Pada BRVO, dalam 6 bulan. tajam penglihatan pada
seberang atau horizontal antara raphe didalam 50% pasien mencapai 6/ 12 atau lebih baik. Dua kom-
arkade vena inferior dan superior. Paling baik di- plikasi yang dapat mengancam tajam penglihatan ada-
deteksi dengan angiografi fluoresen. lah edema makula kronis dan neovaskularisasi. Pada
CRVO prognosis lebih buruk, iskemi macula menga-
Pemeriksan Penunjang kibatkan munculnya rubeosis iridis pada 50% kasus,
1. Angiografi fluoresen: menunjukkan gambaran ke- yang berujung pada glaukoma neovaskular.

Tabel I. Perbandingan CRAO dan BRAO

Mamfestasi Klinis Central Reeinal Artery Ocdusion (CRAO) Brach Retmal Artery Occlusion (BRAO)

I. Tajam penglihatan turun mendadak hingga hanya


I. Tajam penglihatan bervariasi.
melihat cahaya.

Anamnesis 2. Dapat ditemukan amaurosis fugax. 2. Dapat ditemukan amaurosis fugax.

3. Tidak nyeri kecuali apabila te.rdapatgiant cell


3. Tidak nyeri.
arteritis.

I. Tajam Penglihatan berkisar amara hand movement


1. Tajam penglihatan bervariasi. Pada
(HM) sampai light perception (LP). Jarang terjadi no
50% pasien. tajam penglihatan
light perception (NLP). Pada beberapa kasus. tajam
sentral intak.
penglihatan sentral dapat bertahan.

2. Didapatkan RAPD. 2. Didapatkan RAPD.

Pemeriksaan fisis
3. Funduskopi. dengan temuan:
3. Funduskopi. dengan temuan:
a. Gambaran cherry-red spot muncul akibat foveo la
a. Retina pucat. berkabut dan
ya ng tipis dan koroid yang intak.
mengalami edema pada daerah
384 b. Retina di sekitar papil dapat mengalami pucat
yang mengalami iskem i.
dan edema.
b. Penyempitan arteri dan vena.
c. Pada mata dengan arteri siliorecina ya ng paten.
c. Emboli dapat terli hat.
sebagian makula nampak normal.

Menunjukkan berhentinya pengisian oleh


Angiografi Keterlambatan pengisian arterl dan masking dari
pewarna pada tempat emboli dan distal
fluoresen fluoresensl koroid oleh karena pembengkakan retina.
dari lokasi tersebut.

Keterangan: RAPD. relative afferent pupillary defect


B. Oklusi Arteri Retina I. Masase okular three mirror contact lens selama I 0
Definisi detik kemudian dilepas selama 5 detik.
Oklusi arteri retina merupakan keadaan terjadi ham- 2. Parasentesis segment anterior.
batan atau sumbatan aliran darah sehingga mengaki- 3. Penggunaan agen hiperosmotik seperti manitol
batkan iskemia retina. atau gliserol.
4. Asetazolamid 500 mg oral untuk menurunkan TIO
Etiologi dan aspirin.
Secara umum, etiologinya adalah aterosklerosis
dan emboli karotis. Aterosklerosis pada oklusi arteri Sumber Bacaan
retina terjadi pada daerah setinggi lamina kribrosa. I. Kanski JJ. Bowling B. penyunting. Clinical ophthalmology.
Emboli arteri karotis paling sering berasal dari bifur- a systematic approach. Edisi ke- 7. Ed inburgh: Elsevier But-
kasi arteri karotis, diikuti oleh arkus aorta, dan tempat tenworth-Heinnemann: 2011.
lainnya. Emboli yang terjadi bisa berupa kolesterol, 2. Fletcher EC. Chong NV. Retina. Dalam: Riordan-Eva P.
kalsifikasi, atau kompleks platelet-fibrin. Penyebab lain Whitcher JP, penyunting. Vaughan & Asbury·s general oph-
yang tidak umum termasuk giant ce// arteritis, emboli thalmology. Edisi ke-18. Philadelphia: McGraw-Hill: 2011.
jantung, periarteritis, kelainan trombofilik, dan hemo- 3. RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Kirana. Panduan prak-
globinopati bulan sabit. tik klinik (PPK). Jakarta: RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo
Kirana: 20 12.
Tata Laksana 4. Morley MG. Heier JS. Venous obstructive disease of the
Tujuan utama dari tata laksana adalah memper- retina. Dalam: Yanoff M. Duker JS. penyunting. Yanoff &
baiki oksigenasi menuju retina. yang dapat dicapai Duker ophthalmology. Edisi ke-4. Philadelphia: Mosby El-
dengan mendilatasi arteri-arteri retina. Tata laksana sevier: 20 13.
yang dianjurkan berikut harus turut mempertimbang- 5. Duker JS. Retinal artery obstruction. Dalam: Yanoff M.
kan risiko dan keuntungan yang mungkin didapatkan Duker JS. penyun ting. Yanoff & Duker ophthalmology. Edisi
pasien karena terbatasnya jumlah bukti yang ada: ke-4. Philadelphia: Mosby Elsevier: 20 13.

144
Kompcknsi urn II Glaukoma
•• Indra Maharddhika Pambudy, Yunia Irawati

Definisi glaukoma yang dicirikan dengan obstruksi meka-


Glaukoma merupakan neuropati optik yang khas di- nik dari trabecular meshwork, dengan sudut pada
sertai terkait dengan penurunan lapang pandang aki- kamera okuli anterior yang tertutup dan tekanan
bat kerusakan papil nervus optikus, di mana tekanan intraokular yang meningkat.
intraokular merupakan faktor risiko penting.
Patogenesis dan Patofisiologi
Etiologi Secara umum, tekanan intraokular (TIO) normal
Glakoma dapat bersifat kongenital ataupun berkisar antara 10-21 mmHg. TIO dapat meningkat
didapat. Berdasarkan etiologinya dibagi menjadi: akibat gangguan sistem drainase (glaukoma sudut
l. Glaukoma primer: tanpa faktor kontributor yang terbuka) atau gangguan akses sistem drainase (glau-
jelas koma sudut tertutup). Terapi glaukoma bertujuan un-
2. Glaukoma sekunder: dengan faktor kontributor tuk menurunkan TIO, dan mengatasi dasar penyebab
okular atau ekstra-okular yang jelas yang ber- peningkatan TIO. 38~
hubungan dengan peningkatan tekanan intraoku- Pada glaukoma akut, peningkatan TIO mendadak
lar (contoh: glaukoma phacomorphic). hingga 60-80 mmHg mengakibatkan kerusakan iske-
mia akut dari nervus optikus. Pada glaukoma sudut
Klasifik asi terbuka primer. kerusakan sel ganglion retina muncul
Berdasarkan gangguan saluran aqueous humor, glau- akibat jejas kronis menahun. Pada glaukoma dengan
koma dapat dibedakan menjadi: TIO normal, papil nervus optikus mungkin rentan ter-
l . Glaukoma sudut terbuka: glaukoma kronis primer hadap TIO yang normal.
dengan sudut pada kamera okuli anterior yang ter-
buka, disertai dengan peningkatan TIO. Faktor Risiko
2. Glaukoma sudut tertutup: kelompok penyakit Glaukoma primer sudut terbuka:
1. Peningkatan TIO (TIO> 21 mmHg); 5. Tonometri untuk mengukur TIO;
2. Riwayat keluarga dengan glaukoma primer sudut 6. Gonioskopi untuk membedakan apakah glaukoma
terbuka (orang tua, kakak, atau adik); diakibatkan oleh penutupan sudut atau tidak;
3. Usia lanjut; 7. Funduskopi dengan pupil terdilatasi apabila pada
4. Ras (Afrika, Latin, Afro-Karibia); gonioskopi tidak menunjukkan sudut yang sa-
5. Ketebalan kornea sentral yang lebih tipis; ngat sempit Pemeriksaan digunakan untuk me-
6. Tekanan perfusi okular yang rendah (selisih an- nilai diskus optik.
tara sistol dengan TIO < 125 mmHg a tau diastol a. Pembesaran optic cup atau terdapat cupping
dengan TIO <50 mmHg); superior atau inferior. Semakin bertambahnya
7. Diabetes melitus tipe 2; cupping maka pembuluh darah retina akan
8. Miopia. terdorong ke arah nasal. Gambaran akhir dari
proses cupping adalah tidak ditemukannya lagi
Glaukoma primer sudut tertutup: jaringan pada pinggir nervus optikus.
1. Riwayat keluarga dengan glaukoma primer sudut b. Rasio cup banding diskus (OC:OD) yang mem-
tertutup; besar merupakan parameter yang penting
2. Usia lanjut; untuk dicatat pada pasien glaukoma. Ukuran
3. Lebih banyak pada jenis kelamin perempuan; OC:OD normal :o:0.3-0.4. Munculnya gejala
4. Keturunan Asia; klinis kehilangan lapang pandang biasanya
5. Hipermetropia; saat diskus optikus menunjukkan rasio OC:OD
6. Bilik depan mata dangkal (perifer atau sentral); ;:; 0,5, dan dapat mengarahkan pada diagnosis
7. Kurvatura kornea yang landai; glaukoma.
8. Lensa mata yang tebal; 8. Perimetri/pemeriksaan lapang pandang
9. Diameter aksial bola mata yang pendek. Perubahan lapang padang dapat bervariasi. Bi-
asanya pertama kali terjadi parasentral, diikuti
Manifestasi Klinis oleh defek arkuata sebagai penyatuan dari skoto-
Anamnesis: ma parasentral. berlanjut menjadi skotoma cincin
1. Pada glaukoma kronis gejala gangguan penge!iha- saat defek arkuata superior dan inferior bertemu,
tan sering kali tidak ada, kecuali pada kerusakan berlanjut pada "pulau" temporal dan "pulau" sen-
tahap lanjut; tral. "Pulau" sentral biasanya hilang terakhir.
2. Riwayat penyakit mata sebelumnya, termasuk
status refraksi (miopia, hipermetropia) , trauma, Tata Laksana
serta peradangan mata sebagai kausa glaukoma Tata laksana glaukoma bertujuan untuk
sekunder; menurunkan TIO. Target penurunan TIO adalah 30%
3. Riwayat keluarga untuk glaukoma dan hipertensi pada awalnya, namun apabila masih terjadi progre-
intraokular; sivitas tekanan harus lebih diturunkan. Tidak ada tar-
4. Riwayat penyakit sebelumnya: trauma kepala. ke- get "pasti" dari penurunan TIO yang dapat menjamin
lainan intra-kranial (dapat mengakibatkan atrofi bebas progresi, akan tetapi, progresivitas jarang terja-
nervus optikus), diabetes. hipertensi sistemik, dan di pada TIO <16 mmHg.
penyakit kardiovaskular (faktor risiko glaukoma);
5. Riwayat penggunaan obat-obatan saat ini: peng- Glaukoma sudut terbuka primer
gunaan steroid (termasuk sediaan untuk kulit dan Terapi medikamentosa yang sering digunakan se-
inhalasi). penggunaan beta bloker oral yang dapat bagai terapi inisial untuk adalah analog prostaglandin
menurunkan TIO. dan penyekat beta.
Terapi lain bagi glaukoma sudut terbuka primer
386 Pemeriksaan Fisis adalah trabekuloplasti dengan laser. Terapi ini dapat
1. Tajam penglihatan biasanya normal kecuali pada digunakan pada beberapa pasien atau pada pasien
glaukoma lanjut; yang tidak dapat menggunakan obat-obatan karena
2. Pemeriksaan pupil: eksk.lusi terlebih dahulu ke- biaya. gangguan ingatan, kesulitan untuk menggu-
beradaan relative afferent pupilary defect: apabila nakan obat, atau intoleransi obat.
awalnya tidak ditemukan, namun kemudian pada
pemeriksaan lanjutan ditemukan, maka ha! ini Glaukoma Sudut Tertutup
menunjukkan progresi penyakit yang bermakna. Pada glaukoma sudut tertutup primer, pilihan terapi
3. Pemeriksaan buta warna: bertujuan untuk utamanya adalah iridotomi laser/operasi iridotomi.
mengeksk.lusikan neuropati lain selain glaukoma:
4. Pemeriksaan slit lamp: untuk mengeksklusikan Skrining Glaukoma
glaukoma sekunder; Skrining sebaiknya dilakukan pada populasi yang
Tabel I. Pilihan obat untuk gla ukoma sudut terbuka primer

Golongan Farmako Reduks1 Eft•k Samprng Kontralnd1ktts1 Contoh ohat


Obat dinamik rJO ('!.)

Analog pros- Meningkatkan 25-33 . Cystoid macular Macular oedema Latanoprost 0,005%
taglandin allran keluar
uveosklera atau .. edema (CME)
lnjeksi konjungtiva
Riwayat keratitis
herpes
satu kali setiap hari

trabekular Peningkatan pertum- Travoprost 0.004%

. buhan bulu mata


Hiperplgmentasl
satu kali set!ap harl

periokular

.. Perubahan warna iris


Uveitis
Kemungkinan aktivasi
virus herpes

.
Beta blocker Menurunkan
produksi
20- 25
.. Toksisitas kornea
Reaksi alergi
PPOK (nonselektif)
Asma (non-selek-
Timolol 0.25% dan
0,5% 2x/hari
aqueous humor
.. Bronkospasme
Bradikardi
tif)
Gaga! jantu ng Betaxolol 0.5% 2x/

. Depresi
lm potensi
kongestif (konsul-
tasi kardiolog)
hari

Bradikard ia
Hipotensi
Blok jantung lebih
dari derajat I
i:
It
..ci
It

...
'j:
Agonis al- Non-selektif: 20-25 lnjeksi konjungtiva Terapi monoamine Brimonidine 0,2% Q,
fa-adrenergik memperbaiki Reaksi alergi oksidase penyekat 2x/hari lli
f.1
aliran aqueous
.. Kelelahan
Somnolen
Anak usla <2 tahun
Apraclonidine l %, e
~

Selektif: Nyeri kepala 0.5% dlgunakan h


menurunkan untukjangka Cl
~
produksi pendek Cl

aqueous. ~
menurunkan t
f.1
tekanan vena II
episklera atau ~
meningkatkan ~
aliran keluar !1

Agen
uveosklera

Meningkatkan 20-25 .. Peningkatan miopia Glau koma neo-


3
381
parasimpa- aliran keluar Nyeri pada mata atau vas kular. uveitis,
com imeti k trabekula
. dahi
Penurunan tajam
atau keganasan

pengeliahatan Diperlukannya pe-

.. Katarak
Dermatitis kontak
meriksaan fundus
secara rutin

..
periokuler
Toksisitas kornea
Penutupan sudut
paradoksal
Carbonic Menurunkan 15-20 Pada pemberian topikal: Alergi sulfonamid Dorzolamide 2% 3x/
an/1ydrase produksl • Sensasl rasa metalik Batu gilljal hari sebagai terapi
penyekat aqueous /Jumor • Dermatitis atau kon- Anemia aplastik tunggal atau 2x/
jungtivitis alergi Trombositopenla hari sebagai terapi
• edema kornea Penyakit anemia tambahan
sel sabit
Dengan rute oral: Brinzolamide I%
• Sindrom Steven-John- 2x/hari atau 3x/
son hari sama dengan
• Malaise. anoreksia. dorzolamide
depresi
• Ketidak seimbangan Obat sistemik:
elektrolit serum Asetazolamld 250 -
• Batu glnjal 1000 mg 2x/hari
• Diskrasia darah (ane·
mia ap lastik, trombos-
itopenia)
• Rasa metalik

memiliki risiko tinggi seperti pasien berusia lanjut, systematic approach. Edisi ke- 7. Edinburgh: Elsevier Butten-
atau dengan riwayat keluarga glaukoma. worth-Hein neman n: 20 I I.
Metode skrining yang dapat digunakan adalah sebagai 2. Vaughan D. Eva PR. Glaucoma. Dalam: Riordan-Eva P.
berikut: Whitcher JP. penyunting. Vaughan & Asbury's general oph-
l. Pengukuran TIO: bukanlah metode yang efektif thalmology. Ed isi ke- I 8. Philadelphia: McGraw-Hill: 20 1 I.
untuk skrining populasi karena batas nilai normal 3. Tan JC. Kaufman PL. Primary Open-Angle Glaucoma. Dalam:
TIO. yaitu 21 mmHg hanya memiliki sensitivitas Yanoff M. Duker JS. penyunting. Ya noff & Duker ophthal-
4 7.1% dan spesifitas 92.4%. mo logy. Edisi ke-4. Philadelphia: Mosby Elsevier: 2013.
2. Pemeriksaan papil nervus optikus: memiliki sensiti- 4. See JLS. Chew PTK. Ang le-Closure Glaucoma. Dalam: Yanoff
vitas dan spesifisitas tinggi, namun membutuhkan M. Duker JS. penyunting. Yanoff & Duker ophthalmology.
tenaga kesehatan yang ahli dalam menginterpreta- Edisi ke-4. Philadelphia: Mosby Elsevier: 20 I 3.
sikan hasil pemeriksaan. 5. American Academy of Op hthalmology (AAO) Glaucoma Pan-
3. Pemeriksaan lapang pandang: Dapat digunakan el. Hoskins Center for Quality Eye Care. Primary open-angle
untuk skrining masal, namun sensitivitas atau spe· glaucoma. San Francisco: AAO: 20 I 2.
sifitasnya belum diketahui dengan pasti. 6. American Academy of Ophthalmology (AAO) Glaucoma
Panel. Hoskins Center for Quality Eye Care. Primary angle
Sumber Bacaan closure. San Francisco: AAO: 20 I 0.
l. Kanski JJ. Bowling B. penyunting. Clinical ophthalmology. a

'
Katarak
388
Indra Maharddhika Pambudy, Yunia Irawati

Definisi diprediksi mencapai 40 juta pada tahun 2020. Ber-


Katarak dapat didefinisikan sebagai segala jenis dasarkan survei RISKESDAS tahun 1996 angka kebu-
kekeruhan yang terjadi pada lensa mata. taan Indonesia sebesar 1,5%.

Epidemiologi Klasifikasi
Tahun 2002. World Health Organization (WHO) Klasifikasi katarak berdasarkan maturitasnya:
memprediksi katarak sebagai penyebab kebutaan Katarak insipien: kekeruhan awal pada lensa de-
yang dapat disembuhkan pada 17 ju ta {4 7,8%) dari ngan visus pasien masih mencapai 6/6.
37 juta kebutaan di seluruh dunia, dan jumlah ini Katarak imatur: lensa mengalami kekeruhan par·
sial. 3. Pemeriksaan segmen anterior dengan sen-
Katarak matur: lensa mengalami kekeruhan total. ter atau slit lamp didapatkan kekeruhan lensa.
Katarak hipermatur: katarak menyusut dan kapsul Pemeriksaan shadow test dengan membuat sudut
anterior berkerut karena kebocoran air dari lensa. 4 5° arah sumber cahaya (senter) dengan dataran
Katarak morgani: liquefaksi korteks lensa katarak iris. Bayangan iris yang jatuh pada lensa, menun-
hipermatur berakibatkan nukleus jatuh ke inferior. jukkan shadow test (+) yang berarti katarak masih
imatur. Sementara shadow test (-) menunjukkan
Patogenesis dan Patofisiologi katarak sudah matur.
Patogenesis katarak masih belum dapat sepenuh- 4. Pemeriksaan refleks pupil langsung dan tidak
nya dimengerti, akan tetapi penuaan merupakan fak- langsung (+). Bila terdapat relative afferent pupil-
tor yang paling berperan. Berbagai temuan menunjuk- lary defect, perlu dipikirkan adanya kelainan pa-
kan bahwa lensa yang mengalami katarak mengala- tologis lain yang mengganggu tajam pengelihatan
mi agregasi protein yang berujung pada penurunan pasien.
transparansi, perubahan warna menjadi kuning atau
kecoklatan, ditemukannya vesikel antara lensa, dan Tata Laksana
pembesaran sel epitel. Perubahan lain yang juga Tata laksana utama katarak adalah pembedahan. Ti-
muncul adalah perubahan fisiologi kanal ion, absorpsi dak ada manfaat dari suplementasi nutrisi atau terapi
cahaya, dan penurunan aktivitas anti-oksidan dalam farmako logi dalam mencegah atau memperlambat
lensa juga dapat mengakibatkan katarak. progresivitas dari katarak.
Katarak komplikata merupakan katarak yang tim-
bul akibat penyakit mata lain atau penyakit sistemik. Indikasi bedah:
Berbagai kondisi yang dapat mengakibatkan terja- I. Penurunan fungsi penglihatan yang tidak dapat
dinya karatak sekunder adalah uveitis anterior kronis, lagi ditoleransi pasien karena mengganggu aktivi-
glaukoma akut, miopia patologis dan diabetes melitus tas sehari-hari .
merupakan penyebab yang paling umum. 2. Adanya anisometropia yang bermakna secara kli-
Penggunaan obat-obatan (steroid) dan trauma, nis.
baik trauma tembus, trauma tumpul, kejutan listrik, 3. Kekeruhan lensa menyulitkan pemeriksaan seg-
radiasi sinar inframerah, dan radiasi pengion untuk men posterior.
tumor mata juga dapat mengakibatkan kekeruhan 4. Terjadi komplikasi terkait lensa seperti perada-
lensa/ katarak. ngan peradangan atau glaukoma sekunder (fa-
koanafilaksis, fakolisis, dan fakomorfik glaukoma).
Manifestasi Klinis
Akibat perubahan opasitas lensa, terdapat berbagai Kontraindikasi bedah:
gangguan pada penglihatan termasuk: I. Penurunan fungsi penglihatan yang masih dapat
I. Penurunan tajam penglihatan perlahan; ditoleransi oleh pasien
2. Penurunan sensitivitas kontras: pasien mengeluh- 2. Tindakan bedah diperkirakan tidak akan memper-
kan sulitnya melihat benda di luar ruangan pada baiki tajam pengelihatan dan tidak ada indikasi
cahaya terang. bedah lainnya.
3. Pergeseran ke arah miopia. Normalnya. pasien 3. Pasien tidak dapat menjalani bedah dengan
usia lanjut akan mengeluhkan perubahan hipero- aman karena keadaan medis atau kelainan okular
pia, akan tetapi pasien katarak mengalami peru- lainnya yang ada pada pasien.
bahan miopia karena perubahan indeks refraksi 4. Perawatan pascabedah yang sesuai tidak bisa di-
lensa. dapatkan oleh pasien
4. Diplopia monokular. Hal ini dikarenakan adanya
perbedaan indeks refraksi antara satu bagian Teknik operasi yang digunakan: 38!
lensa yang mengalami kekeruhan dengan bagian I. Fakoemulsifikasi: teknik operasi yang memung-
lensa lainnya. kinkan lensa dihancurkan dan diemulsifikasi
5. Sensasi silau (glare). Opasitas lensa mengakibat- kemudian dikeluarkan dengan bantuan probe dan
kan rasa silau karena cahaya dibiaskan akibat pe- ekstraksi dikerjakan ekstrakapsular.
rubahan indeks refraksi lensa. 2. Teknik ekstraksi katarak manual.
a. Intracapsular cataract extraction (ICCE): eks-
Diagnosis traksi lensa utuh serta seluruh kapsul lensa.
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis serta peme- b. Extracapsular cataract extraction (ECCE): eks-
riksaan oftalmologi. traksi lensa utuh dengan meninggalkan bagian
1. Anamnesis riwayat perjalanan penyakit pasien. posterior dari kapsul lensa.
2. Tajam penglihatan dengan dan tanpa koreksi. c. Small incision cataract surgery (SICS): ekstraksi
Jensa dengan insisi yang kecil fungsi visual, dan medis.
Terapi pasca-operasi yang diberikan biasanya kombi- Pada pasien dengan komplikasi intraoperatif, pasien
nasi antibiotik dan steroid tetes mata 6 kali hari sehari dengan satu mata yang fungsional, atau berisiko tinggi
hingga 4 minggu pasca-operasi. mengalami komplikasi pasca-operasi, fol/ow up perta-
Komplikasi dari operasi katarak termasuk: ma dikerjakan dalam 24 jam pascaoperasi. Fol/ow-up
I. Intra-operatif selanjutnya dilakukan lebih sering. Obat-obatan tamba-
a. Ruptur kapsul posterior atau zonula. han diberikan sesuai dengan komplikasi yang terjadi.
b. Trauma pada corpus siliaris atau iris.
c. Masuknya materi nukJeus lensa ke vitreus. Sumber Bacaan
d. Dislokasi lensa intraokular posterior. 1. Kanski JJ. Bowling B, penyunting. Clinical ophthalmology. a
e. Perdarahan suprakoroid. systematic app roach. Edisi ke-7. Edinburgh: Elsevier Butten-
2. Pasca-operasi worth-Heinnemann: 2011.
a. Kekeruhan kapsul posterior. 2. Harper RA. Shock JP. Lens. Dalam: Riordan-Eva P. Whitcher
b. Cystoid macular edema. JP. penyunting. Va ughan & Asbury·s general ophthalmolo-
c. Edema kornea. gy. Edisi ke-18. Philadelphia: McGraw-Hill: 2011.
d. Ruptur atau kebocoran Iuka. 3. Allen David. Phacoemulsification. Dalam: Yanoff M. Duker
e. Ablasio retina. JS. penyunting. Yanoff & Duker ophthalmology. Edisi ke-4.
f. Endoftalmitis, dapat terjadi dini atau terlambat Philadelphia: Mosby Elsevier: 2013.
{4 minggu bahkan 9 bulan). 4. Howes FW. Manual cataract extraction. Dalam: Yanoff M.
g. lritis persisten. Duker JS. penyunting. Yanoff & Duker ophthalmology. Edisi
Fol/ow- up pasca-operasi dikerjakan dalam 24 jam ke-4. Philadelphia: Mosby Elsevier: 20 13.
setelah operasi pada pasien tanpa risiko atau tanda 5. llyas S. Dasar - teknik pemeriksaan dalam ilmu penya kit
kemungkinan komplikasi setelah operasi katarak (un- mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI: 2009.
tuk menemukan dan mengatasi komplikasi dini seperti 6. American Academy of Ophthalmology (AAO) Cataract and
kebocoran Iuka, hipotonus, peningkatan TIO, edema Anterior Segment Panel. Hoskins Center for Quality Eye
kornea, dan tanda peradangan). Kunjungan kedua Care. Cataract in the adult eye. San Francisco: AAO: 20 I0.
dilakukan 4-7 hari pasca-operasi untuk menemukan 7. RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Kirana. Panduan praktik
dan mengatasi komplikasi endoftalmitis yang sering klinik (PPK). Jakarta: RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo Kira-
muncul pada minggu pertama pasca-operasi. Kun- na: 2012.
jungan selanjutnya bergantung pada kondisi refraksi,

Kelainan Refraksi
Indra Maharddhika Pambudy. Yunia Irawati

Kelainan refraksi terjadi apabila berkas cahaya gka 0 pada titik pusat pupil pasien dan hitung
paralel yang masuk ke ma ta tidak jatuh tepat di retina jarak antara titik pusat pupil kanan dengan pu-
(keadaan mata tanpa akomodasi). Mata normal tanpa pil kiri.
kelainan refraksi disebut emetropia. Keberadaan ke- c. Mata yang tidak diperiksa ditutup terlebih da-
390 lainan refraksi pada mata seseorang disebut dengan hulu. Biasanya pemeriksaan dikerjakan pada
ametropia. Ametropia meliputi miopia, hipermetropia, mata kanan terlebih dahulu atau mata yang
astigmatisma. dan presbiopia. dikeluhkan.
d. Pasien diminta untuk membaca huruf yang ter-
Pemeriksaan Kelainan Refraksi tulis pada diagram Snellen dari yang paling be-
l. Pemeriksaan Tajam Penglihatan sar, kemudian setelah satu baris terbaca, maka
a. Pasien didudukkan dengan jarak 6 meter dari diminta untuk membaca baris di bawahnya.
diagram Snellen. e. Catat tajam penglihatan terbaik pada pasien,
b. Pasangkan gagang lensa coba (trial frame) pada yaitu baris terbawah yang dapat dibaca dengan
pasien. Sesuaikan ukuran gagang lensa coba benar oleh pasien.
dengan jarak pupil pasien. Jarak pupil diukur f. Apabila pasien tidak dapat membaca huruf ter-
dengan menggunakan penggaris, letakkan an- besar pada diagram Snellen, lanjutkan dengan
uji hitung jari. (Jnterpretasi: jarak antara jari - Miopia sangat ringan :<ID
yang dilihat dengan pasien yang diuji diinter- - Miopia ringan : 1- 3 D
pretasikan dalam bilangan per-60. Contoh: pa- - Miopia sedang : 3-6 D
sien dapat menghitung jari pada jarak 2 meter, - Miopia tinggi : 6 - !OD
maka diinterpetasikan sebagai tajam pengliha- - Miopia sangat tinggi : > !OD
tan 2/ 60).
g. Apabila pasien gaga! pada uji hitungjari, diker- Manifestasi Klinis
jakan uji lambaian tangan dengan jarak 1 me- I . Penglihatan jarak jauh buram dan penglihatan ja-
ter. Apabila pasien dapat mengenali gerakan rak dekat lebih baik.
lambaian dalam jarak I meter. dicatat sebagai 2. Nyeri kepala.
11300. Apabila gaga!, dilanjutkan dengan maka 3. Terdapat kecenderungan untuk mengalami juling
dikerjakan uji persepsi cahaya, dan apabila saat melihat jauh.
pasien mengenali cahaya, diinterpetasikan se-
bagai 1/- (l/tidak terhingga). Pemeriksaan Refraksi pada Miopia
h. Pencatatan hasil: a. Apabila dengan lensa +0,50 D penglihatan menjadi
Apabila dapat membaca baris bertuliskan tambah kabur, gunakanlah lensa negatif terkecil
6 maka tajam penglihatan 6/6 berarti pada gagang lensa uji.
orang tersebut dapat melihat huruf pada b. Tambahkan minus lensa sferis negatif hingga pa-
jarak 6 meter, sementara populasi normal sien dapat membaca huruf pada baris 6/6.
dapat melihat huruf tersebut pada jarak 6 c. Pada pasien dengan miopia, maka derajat miopia
meter juga. lni merupakan tajam pengli- yang dicatat adalah lensa sferis negatif terkecil
hatan normal. yang dapat memperbaiki tajam penglihatan pasien.
ii. Apabila dapat membaca baris bertuliskan d. Lakukan tes Duke Elder untuk mengetahui apakah
30 maka tajam penglihatan adalah 6/30, ada koreksi berlebihan yang terjadi karena mata
dan berarti orang tersebut dapat melihat berakomodasi. Tambahkan lensa sferis +0,25 D.
huruf padajarak 6 meter dimana populasi Target tes Duke Elder haruslah negatif.
normal dapat melihat huruf tersebut pada
jarak 30 meter. Tata Laksana
iii. Apabila pasien dapat membaca satu baris Miopia dikoreksi dengan lensa sferis negatif dengan
dengan jumlah kesalahan 2, maka dicatat kekuatan terkecil yang dapat memberikan tajam peng-
sebagai 6/ nomor pada baris tersebut -2. lihatan terbaik sesuai dengan catatan hasil pemerik-
Contoh: 6/30 - 2. saan.
2. Pemeriksaan Refraksi
a. Pemeriksaan dikerjakan sama dengan pemer- Edukasi
iksaan tajam penglihatan sampai dengan taha- Progresivitas miopia dihambat dengan mengurangi
pan diatas. Setelah itu, pada gagang lensa uji usaha akomodasi dan menggunakan kacamata dengan
pasien dipasangkan lensa sferis +0,50 D. Apa- koreksi terbaik. Aktivitas melihat dekat juga mem-
bila dengan lensa sferis positif pasien merasa pengaruhi cepatnya progresivitas miopia, sehingga pa-
penglihatannya semakin kabur maka dilanjut- sien dianjurkan untuk lebih sering melakukan aktivitas
kan dengan sferis negatif. Apabila dengan len- yang memanfaatkan penglihatan jauh.
sa sferis positif pasien merasa penglihatannya
membaik dilanjutkan dengan sferis positif. B. Hipermetropia
b. Langkah pemeriksaan selanjutnya dijelaskan Definisi
pada masing-masing kelainan mata. Hiperopia atau hipermetropia merupakan keadaan
di mana bayangan obyek difokuskan di belakang retina 391
&_Miopia oleh mata yang tidak berakomodasi. Hal ini disebabkan
Definisi mata memiliki power optik yang terlalu rendah.
Miopia merupakan keadaan dimana bayangan dari
obyek yang jauh difokuskan di depan retina oleh mata Klasifikasi
yang tidak berakomodasi. Hal ini disebabkan mata Hipermetropia dapat diklasifikasikan atas:
memiliki kekuatan optik yang terlalu tinggi karena 1. Hipermetropia manifes: didapatkan tanpa pembe-
kornea yang terlalu cembung atau panjang aksial bola rian sikloplegik dan dapat dikoreksi dengan lensa
mata yang terlalu besar. terkuat. Dibagi atas dua:
a. Absolut: tidak dapat diimbangi dengan akomo-
Klasifikasi dasi;
Miopia diklasifikasikan berdasarkan derajatnya: b. Fakultatif: dapat diimbangi dengan akomoda-
si. Apabila diberikan lensa positif yang tepat, Etiologi
maka otot akomodasi akan mengalami relak- I. Kelainan kornea: terdapat perubahan
sasi. kelengkungan kornea, diuji dengan tes Placido.
2. Hipermetropia laten: selisih antara hipermetropi 2. Kelainan pada lensa: kekeruhan pada lensa
total dan manifes. Hipermetropi laten ini diatasi (katarak insipien a tau imatur).
oleh pasien dengan melakukan akomodasi terus
menerus. Klasifikasi
3. Hipermetropia total: hipermetropia laten dan I. Astigmatisma reguler.
manifes, didapatkan setelah pemeriksaan dikerja- Terdapat 2 meridian utama yang saling tegak
kan dengan sikloplegik. lurus (meridian dengan daya bias maksimal dan
meridian dengan daya bias minimal)
Manifestasi Klinis a. Astigmatisma with the rule, kekuatan refraksi
I. Bila lebih dari 3 D, atau pasien berusia tua, pengli- yang lebih besar berada pada merdian vertikal
hatan jauh kabur. kornea. Biasanya lebih sering pada anak-anak.
2. Penglihatan dekat cepat buram. b. Astigmatisma against the rule. kekuatan re-
3. Nyeri kepala yang muncul dipicu oleh melihat fraksi yang lebih besar berada pada meridian
dekat dalam jangka panjang. horizontal kornea. Biasanya lebih sering pada
4. Sensitif terhadap cahaya. dewasa.
5. Spasme akomodasi. 2. Astigmatisma ireguler.

Pemeriksaan Refraksi pada Hipermetropia Berdasarkan letak titik fokus meridiannya astigmatis-
a. Tambahkan kekuatan lensa sferis positif hingga ma dapat dibagi atas:
pasien dapat membaca huruf pada baris 6/ 6. I. Astigmatisma miopia simpleks: fokus bayangan
b. Apabila huruf pada baris 6/6 sudah tercapai, maka pada salah satu meridian jatuh di depan retina.
kekuatan lensa ditambahkan +0.25 D dan tanya- 2. Asitmatisme miopia kompositus: fokus bayangan
kan apakah masih dapat melihat huruf tersebut. kedua meridian jatuh di depan retina.
c. Apabila pada penambahan +0,25 D masih dapat 3. Astigmatisma campuran: fokus bayangan salah
terlihat jelas huruf pada baris 6/ 6 maka tambah- satu meridian jatuh di depan retina dan meridian
kan lagi kekuatan lensa hingga pandangan menja- lain jatuh di belakang retina.
di kabur. maka derajat hipermetropia yang dicatat 4. Astigmatisma hiperopia simpleks: fokus bayangan
adalah kekuatan lensa terbesar yang memberikan salah satu meridian jatuh di belakang retina.
tajam penglihatan terbaik. 5. Astigmatisma hiperopia kompositus: fokus
d. Kerjakan cara yang sama pada mata yang lain. bayangan kedua meridian jatuh di belakang retina.

Tata Laksana Manifestasi Klinis


Hipermetropia diperbaiki dengan lensa sferis posi- I. Penglihatan buram.
tif dengan kekuatan terbesar yang dapat memberikan 2. Terdapat head ti/ting.
tajam penglihatan terbaik sesuai dengan catatan hasil 3. Pasien sering kali menengok untuk dapat melihat
pemeriksaan. Pada mata yang disertai esoforia (ke- dengan jelas.
cenderungan mata untuk berdeviasi ke aksis dalam) . 4. Pasien sering kali menyipitkan mata untuk dapat
maka diberikan koreksi penuh. Apabila mata dengan melihat denga jelas.
eksoforia (kecenderungan mata untuk berdeviasi ke 5. Bahan bacaan didekatkan agar menjadi lebih jelas.
aksis luar), maka dikoreksi dengan under-correction.
Pemeriksaan Refraksi pada Astigmatisma
392 Edukasi a. Apabila didapatkan perbaikan tajam penglihatan
Sebaiknya kacamata digunakan untuk membantu terbaik dengan lensa sferis kurang dari 6/ 6 dan
relaksasi otot-otot mata baik saat melihat jauh dan masih membaik dengan pemasangan pinhole.
terutama saat melihat dekat. maka dapat dicurigai pasien mengalami astigma-
tisma.
C. Astigmatisma b. Berikan lensa sferis positif yang cukup besar pada
Definisi mata tersebut untuk memberikan refraksi miopik
Astigmatisma merupakan keadaan di mana mata pada mata pasien (misal +3.00 D).
menghasilkan bayangan dengan titik fokus multipel. c. Pasien diminta untuk melihat juring astigmat dan
Astigmatisma dapat dibagi atas dari kornea, lentiku- diminta untuk menentukan garis juring astigmat
lar, atau retina. yang paling jelas.
d. Apabila pasien masih belum dapat menentukan
mana garis yang paling jelas, maka lensa sferis Tata Laksana
positif tersebut dikurangi sedikit-sedikit hingga Presbiopia dapat ditangani dengan memberikan kaca-
terlihat satu garis yang paling jelas. mata. Berdasarkan rentang usianya, dapat diberikan
e. Berikan koreksi lensa silindris negatif pada aksis kacamata sebagai berikut:
tegak lurus dengan gar is yang terlihat paling jelas. + l .O D untuk usia 40 tahun;
f. Kekuatan lensa silindris minus perlahan-lahan di- +1,5 D untuk usia 45 tahun:
naikkan hingga pasien dapat melihat garis pada +2,0 D untuk usia 50 tahun;
juring astigmat sama jelasnya. +2,5 D untuk usia 55 tahun;
g. Apabila lensa silindris negatif yang digunakan +3,0 D untuk usia 60 tahun.
lebih dari -0,75 D maka lensa positif ditambah-
kan +0,25 D setiap kenaikan silinder -0,5D untuk Tata Laksana Kelainan Refraksi Lainnya
mempertahankan keadaan fogging. Lensa Kontak
h. Setelah itu, dilanjutkan dengan pemeriksaan de- Terdapat beberapa macam lensa kontak.
ngan menggunakan diagram Snellen. 1. Hard contact lens digunakan untuk memperbaiki
Apabila tajam penglihatan belum 6/6 maka ku- kelainan refraksi dengan mengubah kurvatura
rangi sedikit-sedikit kekuatan lensa sferis positif. dari permukaan depan mata. Kekuatan refraksi to-
tal terdiri atas kurvatura belakang lensa, kurvatura
Tata Laksana basis, dan kekuatan lensa itu sendiri. Lensa kontak
Pada pasien astigmat anak, berikan koreksi astig- jenis ini terutama diindikasikan untuk memperbai-
mat penuh. ki astigmatisme irreguler.
Pada pasien astigmat dewasa, dicoba untuk dibe- 2. Soft contact lense, mengikuti kelengkungan kor-
rikan koreksi astigmat penuh. Pasien diedukasi nea. Kekuatan lensa ini ada karena adanya perbe-
bahwa terdapat kemungkinan pusing selama pe- daan antara kurvatura bagian depan dan belakang.
makaian kacamata. Penggunaan lensa ini akan memperbaiki astigma-
Untuk menurunkan distorsi, gunakan lensa tisma sedikit, kecuali apabila ditambahkan koreksi
silinder negatif. silindris untuk membuat toric Jense.

D. Presbiopia Bedah Refraksi


Definisi Bedah refraksi merupakan teknik bedah yang bertu-
Presbiopia merupakan kondisi yang muncul akibat juan untuk mengkoreksi kelainan refraksi. Berbagai
proses penuaan dan berujung pada tidak cukupnya teknik antara lain:
daya akomodasi untuk kerja dekat pada pasien yang 1. Radial keratotomy (RK): prosedur insisi yang digu-
gangguan refraksi jauhnya telah diperbaiki. nakan untuk mengkoreksi kelainan refraksi sfero-
silindris.
Etiologi 2. Photorefractive keratectomy (PRK): kornea diben-
Penuaan mengakibatkan berkurangnya elastisitas tuk ulang dengan menggunakan laser excimer.
lensa sehingga lensa tidak dapat berakomodasi. PRK melibatkan pengangkatan dan ablasi laser
lapisan Bowman dan jaringan stroma kornea ba-
Manifestasi Klinis gian anterior. PRK dapat digunakan pada pasien
1. Penurunan tajam penglihatan pada penglihatan dengan kornea yang tipis.
dekat, terutama apabila pencahayaan yang ku- 3. Laser in situ keratomie!usis (LASIK): ablasi dari
rang. stroma kornea dengan menggunakan laser exci-
2. Nyeri kepala dapat dirasakan setelah pasien mer di bawah flap kornea yang dibentuk dengan
mengerjakan tindakan yang memerlukan pengli- alat mikrokeratome atau laser.
hatan dekat dalam jangka panjang. 4. Laser subepithelial keratomielusis (LASEK): meli- 393
batkan pembuatan flap epithelium dengan ban-
Pemeriksaan Presbiopia tuan alkohol terdilusi, kemudian mereposisi flap
a. Pasien diberi kartu baca dengan jarak baca 30-40 setelah ablasi laser pada stroma dikerjakan.
cm.
b. Pasien diminta membaca huruf terkecil pada kartu Sumber Bacaan
baca. I. Eva PR. Optics and refraction. Dalam: Riordan-Eva P.
c. Berikan lensa sferis + 1,00 D dinaikan perlahan Whitcher JP. penyunting. Vaughan & Asbury·s ge neral oph-
hingga tulisan terkecil pada kartu baca terbaca. thalmology. Edisi ke-18. Philadelphia: McGraw-Hill: 2011.
d. Pemeriksaan dilakukan satu mata terlebih dahulu 2. Scott CA. Testing of refraction. Dalam: Yanoff M. Duker JS,
baru dilanjutkan mata yang lainnya. penyunting. Yanoff & Duker ophthalmology. Edisi ke-4.
Philadelphia: Mosby Elsevier: 2013.
3. Ang L. Azar DT. Laser subepithelial keratomileusis (LASEK) my. Dalam: Yanoff M. Duker JS. penyunting. Yanoff & Duker
and epi-LASIK. Dalam: Yanoff M. Duker JS. penyunting. ophthalmology. Edisi ke-4. Philadelphia: Mosby Elsevier:
Yanoff & Duker ophthalmology. Edisi ke-4. Philadelphia: 2013.
Mosby Elsevier; 2013. 7. American Academy of Ophthalmology (AAO) Refractive
4. Kramarevsky N. Hardten DR. Excimer laser photorefractive Management/Intervention Panel. Hoskins Center for Qual-
keratectomy. Dalam: Yanoff M. Duker JS. penyunting. Yanoff ity Eye Care. Refractive errors & refractive surgery. San
& Duker ophthalmology. Edisi ke-4. Philadelphia: Mosby El- Francisco: AAO; 201 2.
sevier; 2013. 8. RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Kirana. Panduan praktik
5. Wilkinson PS. Davis EA. Hardten DR LASIK. Dalam: Yanoff klinik (PPK) . Jakarta: RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo Kira-
M. Duker JS. penyunting. Yanoff & Duker ophthalmology. na; 201 2.
Edisi ke-4. Philadelphia: Mosby Elsevier; 201 3.
6. Assil KK. Hallak J. Azar D. Radial and astigmatic keratoto-

Retinopati
Indra Maharddhika Pambudy, Yunia Irawati

Retinopati yang akan dibahas dalam bagian ini adalah Klasifikasi


retinopati diabetikum, retinopati hipertensif. dan reti- Klasifikasi retinopati diabetik dapat dilihat di Tabel 1.
nopati prematuritas. Penjelasan:
Mikroaneurisma: titik-titik merah kecil, perda-
A. Retinopati Oiabetik rahan kecillblood dot, seringkali berawal dari sisi
Oefinisi temporal fovea, sulit dibedakan dengan perdara-
Suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh han titik.
kerusakan dan sumbatan pembuluh darah halus yang Perdarahan retina: flam e-shaped (perdarahan
meliputi arterial pre-kapiler retina, kapiler-kapiler, serabut saraf retina). konfirgurasi 'dot/ blot' ber-
dan vena retina. warna merah (perdarahan intraretina) , berbentuk
Retinopati diabetik, kelainan retina yang mun- bulat gelap (infark retina).
cul pada seluruh pasien dengan diabetes melitus Eksudat Lesi berwarna kekuningan dengan batas
berkepanjangan, merupakan salah satu penyebab yang tegas, dengan konfigurasi gumpalan atau
kebutaan yang paling umum. Pasien dengan diabetes cincin pada kutub posterior, mengelilingi mikroan-
melitus (OM) tipe I tidak mengalami retinopati hingga eurisma.
3-5 tahun awitan penyakit, sementara mereka dengan Edema makula diabetikum: penebalan retina yang
OM tipe II sering mengalami retinopati pada saat di- paling baik dideteksi dengan slit-lamp dengan len-
agnosis. sa kontak. Edema makula yang bermakna secara
klinis (clinically significant makula edema (CSME)J
Faktor Risiko adalah sebagai berikut:
1. Lamanya pasien menderita diabetes. Setelah 10 ta- Cotton wool spot; Lesi superfisial beruku-
hun. 60% pasien mengalami retinopati. dan setelah ran kecil , berwarna keputihan, dengan
I 5 tahun, 80% pasien mengalami retinopati; gambaran mirip kapas yang dapat terlihat
2. Beratnya hiperglikemia. Pasien OM tipe 1 lebih pada retina di belakang ekuator bola mata.
394 banyak mendapat keuntungan dari pasien OM tipe Perubahan vena: termasuk dilatasi dan pening-
2 dengan kontrol kadar gula darah yang baik. Pe- katan lekukan, looping, beading, dan segmentasi
ningkatan HbA I c merupakan faktor risiko kejadi- mirip sosis.
an penyakit proliferatif; Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA):
3. Peningkatan kadar lipid serum; pirau arteri-vena yang bergerak dari arterial retina
4. Kehamilan; menuju venula, tanpa melewati kapiler. Oitandai
5. Hipertensi; dengan garis intraretina halus, iregular berwarna
6. Nefropati; merah yang berjalan dari arterial menuju venula,
7. Lain-lain (merokok, usia, jenis diabetes. inaktivitas tanpa menyeberangi pembuluh darah besar.
fisik, dan penggunaan penghambat ACE). Perubahan arteri: dilatasi arteri ringan merupakan
gambaran iskemi awal. Saat iskemi memberat,
Tabel 1. Klasifikasi Retinopati Diabetik Berdasarkan Early Treatment Diabetic Retinopathy Study

Retlnopatl Diabetlk Nonproliferatlf · NonprollferarJve DiaberJc Rerinopathy (NPDR)

Ringan: hanya ada mikroaneurisma

Sedang: adanya cemuan patologis lain selain mikroaneurisma namun lebih ringan
dibandingkan/tidak memenuhi kriterla NPDR berat.

Berat: salah sacu dari kriceria berikut canpa adanya canda retinopati diabetik proliferatif:
I. Adaya perdarahan intraretina berat dan mikroaneurisma pada masing- masing 4 kuadran:
2. Adanya beading vena pada 2 kuadran atau lebih:
3. lnrra retinal microvascular abnormalities (IRMA) sedang pada I atau lebih kuadran.

Sangat berat ditemukan;;: 2 krlterla untuk krlterla berat.

Recinopati Diabetik Proliferacif - Proliferative Diabetic Retinopachy (PDR)

1. Adanya neovaskularlsasl
2. Adanya perdarahan vicreus acau perdarahan praretina

maka gambaran yang muncul adalah penyempitan a. Tanpa retinopati atau dengan NPDR sedang:
perifer, silver-wiring dan obliterasi, mirip dengan setiap 3-12 bulan.
oklusi arteri cabang. b. NPDR berat atau lebih buruk: setiap 1-3 bulan.
Pencegahan retinopati terutama dikerjakan dengan:
PDR memberikan gambaran khusus pada pemeriksa- l. Melakukan kontrol ketat terhadap gula darah;
an oftalmologi, yaitu: 2. Pada pasien DM dengan hipertensi, dilakukan kon-
1. New vessel at the disc (NVD) merupakan neovasku- trol tekanan darah.
larisasi di atau dalam satu diameter diskus dari pa-
pil nervus optikus. Tata Laksana
2. New vessel elsewhere (NYE) merupakan neovasku- Secara singkat, terapi untuk retinopati diabetik
larisasi yang jauh dari disk us, yang dapat menga- dapat diringkas dalam Tabel 2. Terapi dikerjakan oleh
kibatkan fibrosis apabila bertahan lama. dokter spesialis mata.
3. New vessel on the iris (NVn merupakan neovasku- Follow-up dikerjakan sesuai dengan indikasi se-
larisasi pada iris, disebut juga rubeosis iridis, dan bagai berikut:
memiliki kemungkinan berlanjut menjadi glauko- a. NPDR ringan: setiap 6-12 bulan;
ma neovaskular. b. NPDR sedang:
a. Tanpa edema makula: setiap 4-6 bulan tanpa
Manifestasi Klinis memerlukan pemeriksaan fundus fluorescein
Manifestasi klinis pada awalnya asimtomatis. Pada angiography (FFA) atau ocular coherence to-
kasus yang lebih berat, biasanya dapat ditemukan mography (OCT).
penyempitan lapang pandang, floater (bercak hitam b. Dengan edema makula: setiap 2-4 bulan, de-
pada lapang pandang) , penurunan tajam penglihatan. ngan pemeriksaan penunjang FFA dan/atau
OCT. 395
Skrining dan Pencegahan c. NPDR berat:
Skrining diperuntukkan bagi: a. Tanpa edema makula: Setiap 4 bulan, pemerik-
l. Penderita DM tipe l: 3-5 tahun setelah diagnosis saan FFA diindikasikan.
DM tipe l , dan dilanjutkan dengan follow-up se- b. Dengan edema makula: setiap 2-4 bulan.
tiap tahun. d. PDR dengan atau tanpa CSME: setiap 2-3 bulan,
2. Penderita DM tipe 2: pada saat diagnosis DM tipe e. Pada PDR dengan komplikasi yang tidak dapat
2 ditegakkan dan dilanjutkan dengan follow-up ditangani dengan terapi laser, maka dikerjakan
setiap tahun. pemeriksaan setiap 6 bulan.
3. Sebelum kehamilan (DM tipe l dan DM tipe 2):
skrining dikerjakan sebelum konsepsi dan pada B. Retinopati Hipertensi
awal trimester satu, dengan follow-up: Definisi
Tabel 2. Rekomendasi Terapi Reti nopati Diabetik Berdasarkan Beramya Retinopati.

K('tH'rada<m <•tlt•mc1
Panretinal Focal dan/
B('I atnya nmkula yang Follow up Fluoresm
photocoagulation atau grid
R<'tinopati hP1 maknc1 st•cara (hulan) laser angiograplJy laser
klinis

Normal atau NPDR Tidak Tidak


Tidak ada 12 Tidak dikerjakan
minimum dikerjakan dikerjakan

Tidak Tidak
Tidak ada 6-12 Tidak dikerjakan
NPDR ringan dikerjakan dikerjakan
hingga sedang
Ada 2-4 Tidak dikerjakan Biasanya Biasanya

Tidak
Tidak ada 2-4 Terkadang Jarang
NPDR berat dikerjakan
Ada 2-4 Terkadang Biasanya Biasanya
Tidak
Tidak ada 2-4 Terkadang Jarang
dikerjakan
PDR risiko rendah
Ada 2-4 Terkadang Biasanya Biasanya
Tidak
Tidak ada 2-4 Biasanya Jarang
dikerjakan
PDR risiko tinggi
Ada 2-4 Biasanya Biasanya Biasanya
Tidak
Tidak ada 6-12 Tidak dikerjakan Biasanya
PDR inaktif dikerjakan
Ada 2-4 Tidak dikerjakan Biasanya Biasanya

Keterangan: PDR. proliferative diabetic r etinopathy: NPRD. non-proliferative diabetic retinoparhy

Retinopati hipertensi merupakan kumpulan kelain- arteri-vena (Salus sign).


an vaskularisasi retina yang secara patologis ber- c. Derajat 3:
hubungan dengan kerusakan mikrovaskular akibat Gambaran arteriol 'Copper-wiring·:
peningkatan tekanan darah. Pada hipertensi malig- ii. Pergeseran dari vena distal dari penye-
num, dapat terjadi gangguan penglihatan. berangan arteri-vena;
iii. Berkurangnya vena pada kedua sisi
Manifestasi Klinis penyeberangan (tanda Gunn) dan deflek-
1. Pada kasus malignum : skotoma, nyeri kepala, si vena.
diplopia, pengelihatan terasa lebih gelap, dan fo- d. Derajat 4: 'Silver-wiring' dari arteriol yang ber-
topsia (tampak seperti ada cahaya). hubungan dari perubahan grade 3.
2. Penyempitan arteri, bisa bersifat fokal atau ge-
neralisata. Diagnosis oftalmoskopik sulit untuk Tata Laksana
ditegakkan apabila muncul penyempitan generali- Pada dasarnya, retinopati hipertensi saja jarang
sata. mengakibatkan hilangnya penglihatan. Terapi teruta-
3. Cotton wool spot: muncul pada hipertensi berat. ma diarahkan pada keadaan sistemik yang mendasari
4. Kebocoran vaskular: ha! ini dapat mengakibatkan penyakit ini, yaitu hipertensi yang dialami oleh pasien.
396 temuan berupa gambaran flame shape dan edema Kontrol hipertensi dapat mencegah progresi penyakit,
retina. akan tetapi penyempitan dan perubahan lain yang
5. Arteriosklerosis: melibatkan penembalan dari terjadi biasanya permanen. Pada retinopati hipertensi
dinding pembuluh darah. Secara umum, arterios- malignum, maka dilakukan terapi dengan menurunk-
klerosis dapat diklasifikasikan sebagai berikut: an tekanan darah yang meningkat secara mendadak
a. Derajat l : pelebaran ringan dari refleks cahaya secara terkontrol (lihat Bab Krisis Hipertensi).
arteriol, dengan atenuasi menyeluruh ringan
dari arteriol, terutama cabang-cabang kecil C. Retinopati Prematuritas
dan mulai tidak nampaknya vena. Definisi
b. Derajat 2: pelebaran nyata dari refleks cahaya Retinopati prematuritas merupakan retinopati
arteriol dan defl eksi vna pada penyeberangan proliferatif yang melibatkan neonatus prematur de-
ngan berat badan yang sangat rendah dan telah ter- berat lahir kurang dari 1500 g. Skrining dikerjakan
pajan oleh oksigen dengan konsentrasi sangat tinggi. dengan menggunakan oftalmoskop 28 D dan diker-
Untuk mendefisinisikan lokasi anteroposterior jakan antara minggu 4-7 sejak kelahiran. Pupil dapat
dari retinopati prematuritas, tiga zona konsentrik de- didilatasi dengan siklopentolat 0,5% dan phenyleph-
ngan pusat pada diskus optik digunakan: rine 2,5%.
I. Zona I: area dengan jari-jari dua kali jarak dari
diskus menuju pusat makula. Tata Laksana
2. Zona 2: area dari batas zona I , dengan radius dari Pasien dirujuk ke dokter spesialis mata untuk menda-
pusat diskus menuju ora serata bagian nasal. patkan tindakan dan pengobatan berupa:
3. Zona 3: terdiri atas bagian berbentuk bulan sabit I. Fotokoagulasi laser.
sisa dari zona 2. 2. Vitrektromi pars plana dengan menyisakan lensa.
3. Agen anti-VEGF (vascular epithelial growth factor)
Staging intravitreus. Terapi ini belum dikerjakan secara
Stage I: digambarkan sebagai kondisi dengan ada- rutin.
nya garis tipis, datar, berkelok, berwarna putih-ka-
buan yang bergerak paralel dengan ora serrata. Sumber Bacaan
Stage 2: berasal dari bagian garis demarkasi, I. Kanski JJ, Bowling B, penyunting. Clinical ophthalmology.
memiliki tinggi dan lebar, dan meluas melebihi a systematic approach. Edisi ke-7. Edinburgh: Elsevier But-
area dari retina. tenworth-Heinnemann: 20 I I.
Stage 3: meluas hingga menuju vitreus. 2. Fletcher EC. Chong NV. Retina. Dalam: Riordan-Eva P.
Stage 4: ablasio retina parsial, terbagi atas fovea Whitcher JP. penyunting. Vaughan & Asbury"s general oph-
dan ekstrafovea. Ablasio biasanya konkaf dan ber- thalmology. Edisi ke-18. Philadelphia: McGraw-Hill: 2011.
orientasi sirkumferensial. 3. RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Kirana. Panduan prak-
Stage 5: ablasio retina menyeluruh. tik klinik (PPK). Jakarta: RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo
Kirana: 2012.
Skrining 4. American Academy of Ophthalmology (AAO) Retina Panel.
Skrining dikerjakan pada neonatus yang lahir pada Hoskins Center for Quality Eye Care. Diabetic retinopathy.
usia gestasi 31 minggu atau kurang. atau memiliki San Francisco: AAO: 2012.

148.II
Kompclensi 1V
Blefaritis
•• Novita Suprapto, Yunia lrawati

Klasifikasi dan Definisi Staphylococus


Blefaritis dibagi menjadi dua, yakni anterior dan Etiologi: Staphylococcus aureus 397
posterior. Blefaritis anterior merupakan peradangan Gejala dan tanda :
pada tepi palpebra yang dihubungkan dengan infeksi Konjungtiva papiler (apabila terjadi
Staphylococcus aureus atau blefaritis seboroik Ble- reaksi hipersensitifitas pada exotoksin
faritis seboroik erat kaitannya dengan dermatitis yang staphylococus)
melibatkan kulit kepala. Skuama kering
Blefaritis posterior merupakan peradangan yang Palpebra eritema
dikaitkan dengan tidak berfungsinya kelenjar Meibom Terdapat ulkus pada tepi palpebra
atau dengan nama lain Meibomitis/Meibomian gland Bulu mata rontok
dysfunction (MGD). Blefaritis posterior juga dapat Telangiectasi
berhubungan dengan rosacea pada wajah. Hubungan Seboroik
langsung antara palpebra dengan permukaan mata Etiologi: Pityrosporum ovale
akan menyebabkan perubahan konjungtiva dan kor- Gejala dan Tanda :
nea terutama pada keadaan blefaritis kronis. Skuama berminyak
Tidak terjad i ulserasi
Jenis Blefaritis: Mix staphylococcus dan seboroik
I . Blefaritis Anterior, tipe: Gejala dan Tanda :
Gabungan sisik kering dan berminyak kloramfenikol/eritromisin atau sulfacetamid) 3x sehari.
Pada pemeriksaan kerokan tepi dapat Dapat digunakan kombinasi antibiotik dengan steroid
ditemukan S. aureus atau P. Ovale topikal untuk meredakan gejala apabila dengan antibi-
2. Blefaritis Posterior otik saja tidak ada perubahan, tetapi hindari penggu-
Tipe: Meibom dan Meibomianitis naan yang terlalu sering dan lama. Pada blefaritis se-
3. Campuran blefaritis anterior dan posterior boroik perlu diatasi seboroik yang tampak pada kepala
dan alis. Sedangkan pada blefaritis posterior diterapi
Gejala dan Tanda dengan tetrasiklin salep mata 3x sehari dan dosisik-
Blefaritis sering timbul pada usia muda atau usia lin oral Zx 1OOmg, dan terapi air mata buatan untuk
pertengahan. Gejala umum yang dirasakan seperti ga- mengatasi mata kering.
tal pada tepi palpebra. rasa terbakar. iritasi terutama
pada pagi hari hingga mata berair dan lelah. Mata yang Prognosis
terkena dapat terlihat merah dan pada ujung palpebra Baik tetapi dapat timbu l berulang dan menjadi kronis.
atas atau bawah dekat bulu mata dapat ditemukan
krusta yang menggantung. Pada blefaritis posterior Sumber Bacaan
gejala dirasakan apabila sudah tahap berat. I. Olver J. Cassidy L. Ophtalmology at a g lance. London: Black-
well Publishing: 2005.
Diagnosis Banding 2. La ng GK. Ophthalmology a short textbook. New York:
Mata kering (bisa menyebabkan gejala yang sama, Thieme: 2000.
iritasi berkembang dalam beberapa hari). Infiltrasi tu- 3. Garcia-Ferrer FJ. Schwab IR. Shetlar DJ. Dalam: Riordan-Eva
mor palpebra dipikirkan apabila ditemukan blefaritis P. Whitcher JP. penyunti ng. Vaughan & Asb ury's general
kronis unilateral dan berhubungan dengan madarosis. ophthalmo logy. Edisi ke- 18. Philadelphia: McGraw-Hill:
20 11.
Tata Laksana 4. Ledfo rd JK. Hoffman J. Qu ick reference dictiona1y of eye-
Pengobatan rutin yaitu "eyelid hygine" atau mem- care terminology. Ed isi ke-5. Amerika Serikat: SLACK Imer-
bersihkan palpebra dengan kapas/cotton bud yang su- corporated: 2007.
dah dicelupkan air hangat/ larutan bikarbonat/sampo 5. James B. Bron A. Lecture notes on ophthalmo logy. Edisi ke-
bayi non detergent yang sudah diencerkan, dilanjut- 11. Amerika Serikat: Wiley-Blackwell: 2012.
kan dengan pijatan palpebra untuk membantu sekresi 6. Scholete T. Pocket at las of op hthalmology. New York:
kelenjar Meibom. Pada blefaritis yang disebabkan oleh Thieme: 2006.
S. aureus diberikan juga salep antibiotik (tetrasiklin/

Ektropion
Novita Suprapto, Yunia Irawati
398
Definisi kantus medial atau lateral) yang dihubungkan dengan
Berputarnya tepi kelopak mata (margo palpebra) men- penuaan, pada umumnya terjadi pada kelopak mata
jauhi bola mata. biasanya terjadi pada palpebra bawah. bawah yang disebabkan oleh efek gravitasi. Ektropi-
Ektropion dibagi menjadi ektropion kongenital, ektro- on kongenital disebabkan oleh karena pemendekan
pion senilis (involusional) , ektropion paralitik, dan ek- dari lame! anterior kelopak mata. Ektropion sikatrik
tropion sikatrik. disebabkan karena kontraktur lamela anterior atau
kehilangan lapisan kulit akibat trauma panas, kimia,
Epidemiologi mekanik, operasi, dan kerusakan kulit akibat inflamasi
Ektropion senilis (involusional) berhubungan de- kronis seperti penyakit dermatitis atopik rosasea dan
ngan usia. sering pada usia tua dan banyak terjadi herpes zoster. Ektropion paralitik biasanya disebabkan
secara bilateral. sedangkan pada ektropion kongenital paralisis atau palsy nervus fasia lis (N.vm.
kasus jarang ditemukan.
Gejala dan Tanda
Patogenesis Tepi kelopak mata menjauhi bola mata, mata merah
Ektropion senilis (involusional) biasanya disebab- atau mudah iritasi pada mata, berair, dan dapat timbul
kan oleh kekenduran kelopak mata horizontal (tendon keratitis.
Terapi 2. James B. Bron A. Lecture notes on ophthalmology. Edisi ke-
Terapi awal dapat diteteskan lubrikanlartificial tears 11. Ame rika Serikat: Wiley-Blackwell: 2012.
(eye drop/eye gel) dan selanjutnya dirujuk untuk 3. Lang GK. Ophthalmology a short textbook. New York:
dilakukan pembedahan. Thieme: 2000.
4. Olver J. Cassidy L. Ophtalmology at a glance. London: Black-
Prognosis well Publishing: 2005.
Baik setelah dilakukan tindakan bedah. 5. Kanski JJ. Bowling B. penyunting. Clinical ophthalmology. a
systematic app roach. Edisi ke-7. Edinburgh: Elsevier Butten-
Sumber Bacaan worth-He innemann; 20 I l .
l. Scholete T. Pocket atlas of ophthalmology. New York: 6. Michele B. Ectropion. fundamentals of clinical ophtalmology
Thieme: 2006. plastic and orbi tal surgery. London: BMJ: 200 l.

Entropion
Novita Suprapto, Yunia Irawati

Definisi Diagnosis
Berputarnya tepi kelopak mata (margo palpebra) ke Pemeriksaan kelopak yang harus dilakukan yaitu snap
arah bola mata. Entropion kelopak mata bawah umum- test. blink test, distraction test lateral dan medial, serta
nya involusional, sedangkan entropion sikatrik lebih eversi kelopak.
sering ditemukan pada kelopak mata atas. Bisa terjadi
unilateral atau bilateral. Diagnosis Banding
Epiblepharon harus dibedakan dengan entropion kon-
Epidemiologi genital.
Paling banyak ditemukan jenis entropion senilis/in-
volusional dan tidak ada kaitannya dengan predispo- Tata Laksana
sisi jenis kelamin. Pada entropion kongenital banyak Terapi awal dengan pemberian lubrikan pada mata dan
ditemukan di Asia dibanding Eropa. dilanjutkan untuk tindakan pembedahan. Pada entro-
pion spastik dapat diberikan injeksi toksin botulinum.
Jenis berdasarkan Etiologi dan Patogenesis
Entropion senilis/involusional disebabkan oleh Prognosis
overriding m. orbicularis oculi preseptal ke pre- Tergantung pada etiologi dan patogenesis yang men-
tarsal. kekenduran dari kelopak mata, disinsersi dasari. Prognosis terburuk didapatkan oleh entropion
retraktor kelopak, dan atrofi lemak dari lapisan sikatrik yang disebabkan inflamasi kronis.
kelopak.
Entropion sikatrik terjadi karena kontraktur dari Sumber Bacaan 399
vertikal tarso konjungtiva yang disebabkan Iuka l. Scholete T. Pocket atlas of ophthalmology. New York:
bakar, cedera sebelumnya, inflamasi (khususnya Thieme: 2006.
pemfigoid, sindrom Steven-Johnson, trakoma) , 2. James B, Bron A. Lecture notes on ophthalmology. Edisi ke-
trauma atau pembedahan. 11. Amer ika Serikat: Wiley-Blackwell: 20 12.
Entropion kongenital, yaitu adanya inversi margo 3. Lang GK. Ophthalmology a sho rt textbook. New York:
kelopak mata umumnya terkait disgenesis retrak- Thieme: 2000.
tor kelopak mata bawah. defek struktur tasus, dan 4. Arthur LSW. Constable U. Colo r atlas of op hthamology. Edisi
pemendekan lame! posterior. ke-3. Amerika Serikat: World Scientific Publishing: 2007.
Entropion spastik erat kaitannya dengan blefaro- 5. Olver J. Cassidy L. Ophtalmology at a glance. London: Black-
spasme esensial. we ll Publishing: 2005.
6. Kanski JJ, Bowling B. penyunting. Clinical ophthalmology, a
Gejala dan Tanda systematic approach. Edisi ke-7. Edinburgh: Elsevier Butten-
Tepi kelopak mata berputar ke arah bola mata, mu- worth-Heinnemann: 20 11.
dah iritasi pada mata, dan mata merah. Apabila entro- 7. Ewa n GK. Entropion, fundamentals of clinical ophtalmology
pion sudah kronis. maka ditemukan komplikasi pada plastic and orbital surgery. London: BMJ: 200 l.
kornea.
Hordeolum
Novita Suprapto, Yunia Irawati

Definisi bulu mata tersebut dan diberikan salep antibiotik


Nodul infeksi atau inflamasi akut pada satu atau lebih mata topikal (tetrasiklin atau kloramfenikol) untuk
kelenjar di palpebra. mengurangi gejala. Apabila dalam 48 jam tidak ada
perbaikan, maka dapat dilakukan insisi atau drainase
Patogenesis jika diketahui ada nanah. lnsisi pada hordeolum inter-
Hordeolum disebabkan oleh infeksi sekunder na dilakukan secara vertikal untuk menghindari terpo-
kelenjar sebasea. Hordeolum dibagi menjadi dua. tongnya kelenjar Meibom sedangkan pada hordeolum
Hordeolum interna mengenai kelenjar Meibom, se- eksterna dilakukan insisi secara horizontal. lnsisi terse-
dangkan apabila kelenjar zeis atau moll terkena maka but dilakukan dengan anetesi lokal (topikal dan infil-
disebut hordeolum eksterna. tratif) serta sendok kuret khusus untuk mengeluarkan
isi nodul, setelah itu diberikan salep mata (tetrasiklin/
Etiologi kloramfenikol 3x sehari) dan dilanjutkan selama 3-7
Pengaruh secara intensif dari infeksi akut bakteri hari.
tersering dikarenakan Staphylococcus aureus atau pro-
ses alergi. Hordeolum bisa berhubungan dengan diabe- Prognosis
tes, penyakit gastrointestinal atau akne. Baik dan dapat timbul berulang.

Gejala dan Tanda Sumber Bacaan


Gejala inflamasi seperti edema. merah, sensasi 1. Ledford JK, Hoffman ]. Qu ick reference dictionary of eye-
panas, nyeri pada nodul, dan biasanya timbul uni- care terminology. Edisi ke-5 . Amerika Serikat: SLACK lnter-
lateral. Pada hordeolum eksterna hordeolum muncul corporated: 2007.
2. Garcia-Ferrer FJ. Schwab IR. Dalam: Riordan-Eva P. Whi tc h-
pada batas kelenjar keringat berada. Pada hordeolum
er JP, penyunting. Vaughan & Asbury's general ophthalmol-
interna biasanya disertai dengan reaksi yang lebih be-
ogy. Edisi ke-18. Philadelphia: McGraw-Hill: 2011.
rat seperti konjungtivitis atau kemosis. 3. Kansk i JJ. Bowling B. penyunting. Clinical ophthalmology. a
systematic approach. Edisi ke-7. Edinburgh: Elsevier Butten-
Diagnosis Banding worth-Heinnemann: 20 11.
Kalazion (pada palpasi teraba Jebih lunak) dan infla- 4. Frederick T, Frederick W, Wiley A. Clinical ocular toxicology.
masi dari kelenjar lakrimal Uarang terjadi dan terasa Phi ladelphia: Elsevier Sau nders: 2008.
lebih sakit). 5. Arthur LSW. Constable U. Color atlas of ophthamology. Edisi
ke-3. Ame rika Serikat: World Scientific Publishing: 2007.
6. Lang GK. Ophthalmology a short textbook. New York:
Tata Laksana
400 Thieme: 2000.
Pada gejala ringan dapat menggunakan kompres
7. Olver]. Cassidy L. Ophtalmology at a glance. London: Black-
hangat 10-15 menit, 3-4 kali sehari. Bila diketahui well Publishing: 2005.
keterlibatan bulu mata dapat dilakukan pencabutan

Kalazion
Novita Suprapto, Yunia Irawati

Definisi terjadi penyumbatan sekresi kelenjar.


Radang granulomatosa yang timbul akibat proses
inflamasi karena sumbatan pada kelenjar Meibom atau Etiologi dan Patofisiologi
tersumbatnya sekresi kelenjar sebasea. Pada palpebra, Bahan sebasea yang terperangkap dalam kelenjar
terdapat setidaknya 27 duktus yang berpotensi untuk Meibom dan zeis mendesak jaringan sekitarnya hingga
menyebabkan inflamasi granulomatosa kronis. Infeksi tetap dan tidak membaik dengan terapi. Insisi terse-
tersebut pada umum sering bersifat steril. Infeksi ini but dilakukan dengan anetesi lokal (topikal dan infil-
sering ditemukan pada penderita dermatitis seboroik, tratif) dan sendok kuret khusus untuk mengeluarkan
akne rosacea, dan diabetes melitus. isi nodul, setelah itu diberikan salep mata (tetrasiklin/
kloramfenicol 3x sehari) dan dilanjutkan selama 3-7
Gejala dan Tanda hari. Apabila diagnosis banding tumor kelenjar sebasea
Dapat terjadi pada semua umur dengan gradasi dipikirkan maka harus dilakukan biopsi untuk diperik-
kesakitan yang berhubungan dengan besarnya nodul sakan secara histopatologi.
yang berkembang lambat. Nodul pada lempeng tarsal
dapat satu atau multipel. Gejala inflamasi kronis, tidak Prognosis
nyeri, penekanan pada kornea dapat menyebabkan Jinak apabila tidak timbul berulang.
astigmatis dan kaburnya penglihatan apabila nodul
tersebut berada tepat dibawah palpebra. Sumber Bacaan
I. Ledfo rd JK. Hoffman ]. Quick refere nce dictionary of eye-
Diagnosis Banding care terminology. Edisi ke-5 . Ame rika Serikat: SLACK lnte r-
Hordeolum (pada hordeolum nodul teraba lembut corporated: 2007.
pada palpasi dan reaksi radang akut lebih dominan), 2. Garcia- Fe rrer FJ, Schwab IR. Shetlar DJ. Dalam: Riordan-Eva
granuloma pyogenik, tumor kelenjar sebasea (bersifat P. Whitcher JP, penyunting. Vaughan & Asbu ry"s general
ganas) dapat juga dipikirkan apabila pasien perem- ophthalmology. Edisi ke- 18. Philadelphia: McGraw-Hill:
puan usia tua yang sering timbul benjolan di kelopak 2011.
berulang. 3. Kanski JJ. Bowling B. pe nyunting. Clinical ophthalmology. a
systematic approac h. Edis i ke-7 . Edinburgh: Elsevie r Butten-
Tata Laksana worth-Heinnemann: 20 l I.
Bersifat swasirna apabila lesi tersebut berukuran 4. Arthur LSW. Constable U. Color atlas of ophthalmology. Ed-
kecil, dapat hilang dalam beberapa minggu tanpa tera- isi ke-3. Amerika Serikat: World Scientific Publishing: 2007.
pi. Pemberian kompres hangar dapat meredakan geja- 5. Lang GK. Ophthalmology a short textbook. New York:
la. Apabila nodul tidak mengecil maka dapat diberikan Thieme: 2000.
1\1
salep antibiotik (tetrasiklin salep) 3x sehari selama 6. Olve r J. Cassidy L. Ophtalmology at a glance. London: Black- rt;
7-14 hari. well Publishing: 2005.
~
Pemberian injeksi steroid intralesi (0.1 -0.2ml tri- 7. Scholete T. Pocket atlas of ophthalmology. New York:
amsinolon lOmg/mL) dapat dilakukan pada kalazion ~
ukuran kecil. lnsisi dan kuret dilakukan apabila nodul
Thieme: 2006.
g.
~
+'

153
Kompetensi IV II

••
Trauma Kimia
Novita Suprapto, Yunia Irawati
iI).,

401

Definisi Epidemiologi
Trauma yang diakibatkan oleh bahan kimia. Biasanya ditemukan pada usia dewasa muda, laki-laki,
dan bekerja di lingkungan industri.
Klasifikasi
Bahan kimia yang dapat menyebabkan kelainan Patofisiologi
pada mata dapat dibedakan menjadi trauma asam dan Derajat trauma dipengaruhi oleh luas permukaan
trauma basa. Trauma basa biasanya didapatkan dari kontak, kedalaman penetrasi, dan derajat keparahan
amonia yang terdapat pada cairan pembersih rumah, sel induk limbal. Trauma kimia basa menyebabkan
potassium hydroxide (KOH), magnesium hydroxide, reaksi saponifikasi atau persabunan. Sedangkan trau-
dan kapur. Sementara itu, trauma asam paling sering ma kimia asam menyebabkan denaturasi dan presipi-
dikarenakan sulfur, hydrofluoric, acetic (CH 3 COOH), tasi protein pada jaringan. Kerusakan trauma kimia
krom (Cr 2 03) , dan hidroklor (HCI). asam cenderung lebih ringan dibanding dengan trau-
ma kimia basa.
Tabel 1. Derajat Klasifikasi Trauma Kimia Mata

Grade I Grade II Grade Ill Grade IV

Defek epitel kornea total dan


Defek epitel Defek epitel kornea dengan Kekeruhan kornea
kekeruhan stroma dan iskemi
kornea tanpa kekeruhan trauma dan iskemik total iskemi ;>: 112
yang melibatkan 1/3 hingga
iskemi limbus kurang dari 1/3 limbus limb us
1/2 limbus

Bahan basa menyebabkan kerusakan kolagen kimia 7,7. Perlu dilakukan eversi palpebra dan irigasi bagian
dan terjadi proses saponifikasi atau persabunan yang forniks untuk membersihkan benda asing dan jaringan
disertai dengan hidrasi. Bahan basa tersebut dapat me- nekrotik.
nembus bilik mata depan dalam waktu ± 7 detik. Se- Pemberian steroid topikal, anti-glukoma dan
dangkan, pada bahan asam langsung terjadi pengenda- sikloplegik diindikasikan untuk 2 minggu pertama
pan atau penggumpalan protein permukaan yang sa- namun setelahnya steroid harus dihindari karena
ngat dipengaruhi pH bahan tersebut, apabila semakin dapat menghambat reepitelisasi.
asam maka akan mempengaruhi prognosis. Menurut
klasifikasi Troft maka trauma basa dibagi menjadi: Komplikasi
Derajat 1: Hiperemi konjungtiva disertai dengan Dapat menyebabkan glaukoma sekunder, simblefaron
keratitis pungtata; dan katarak.
Derajat 2: Hiperemi konjungtiva disertai dengan
hilangnya epitel kornea; Prognosis
Derajat 3: Hiperemi disertai dengan nekrosis Tergantung dari derajat keparahan trauma kimia.
konjungtiva dan lepasnya epitel kornea;
Derajat 4: Konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak Sumber Bacaan:
50%. 1. Kuhn F. Pieramici DJ. Ocular trauma principles and practice.
New York: Thieme: 2002.

Berdasarkan American Academy of Ophthalmology, 2. lyas S. Penentu ilmu penyakit mata. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2001.
terdapat klasifikasi Hughes untuk trauma basa karena
3. !yas S. Kedaruratan ilmu penyakit mata. Jakarta: Balai Pen-
alkali (diunduh dari External Disease and Cornea; 2012)
erbit FKUI: 2000.
4. Olver J. Cassidy L. Ophtalmology at a glance. London: Black-
402 Tata Laksana
well Publishing: 2005.
Penatalaksanaan awal adalah irigasi secepatnya
5. Riordan-Eva P. Whitcher JP, penyunting. Vaughan & As-
dengan air mengalir atau cairan isotonik (salin normal
bury's general ophthalmology. Edisi ke-18. Philadelphia:
atau ringer Jaktat) dianjutkan selama 15-30 menit McGraw-Hill: 2011.
sebelumnya diberikan anastesi topikal. Dilakukan 6. Weiss JS, American Academy of Ophtalmology. External
pengecekan pH berulang sampai pH mencapai 7,3- disease and cornea: LEO clinical updates. Amerika Serikat:
2012.

Tabel 1. Terapi medikamentosa pada trauma kimia (disadur dari Vaughan & Asbury·s General Ophthalmology. 2007)

Ohat Dos1s

Kortikosteroid topikal Setiap 1-4 jam

Sodium askorbat topikal Setiap 2-4 jam

Sodium sitrat I 0% toplkal Setiap 2-4 jam

Tetrasiklin topikai 4x sehari

Sodium askorbat 2 g 2x seharl P.OS

Doksisiklin l 00 mg 2x sehari P.OS

Terapi Glaukoma Jika diperlukan

Sikloplegik Jika diperlukan


BendaAsing
Novita Suprapto, Yunia Irawati

Definisi opak) serta CT scan aksial (gambaran radiolusen).


Adanya benda asing pada mata. Dapat terjadi pada
seorang yang mempunyai akivitas tinggi atau peker- Tata Laksana
ja yang tidak memakai Alat Perlindungan Diri (APD). Benda asing yang terletak superfisial dapat dilaku-
Benda asing dapat mengenai permukaan bola mata, kan irigasi, diambil dengan pemberian anestesi topikal
intraokular atau intraorbita. sebelumnya, bantuan cotton tip aplikator. dan instru-
men (seperti pinset, jarum spuit atau syringe insulin).
Etiologi Sementara itu, pada benda asing yang letaknya lebih
Penyebab tersering dikarenakan trauma mata, dalam dilakukan pembedahan di ruang operasi oleh
jarang menyebabkan kebutaan untuk benda asing spesialis mata. Pemberian antibiotik mata topikal di-
yang ada di permukaan bola mata, edangkan trauma berikan untuk mencegah adanya infeksi.
pada intraokular dan intraorbita dapat menyebabkan
penurunan tajam penglihatan. Sumber Bacaan:
1. Kuhn F. Ocular traumatology. New York: Springer: 2008.
Gejala dan Tanda 2. lyas S. Penentu ilmu penyakit mata. Jakarta: Balai Penerbit
Sensasi benda asing, kemerahan pada sekitar benda FKUI: 2001.
asing, atau penglihatan kabur. 3. lyas S. Kedaruratan ilmu penyakit mata. Jakarta: Balai Pe-
ne rbit FKUI: 2000.
Diagnosis 4. Riordan-Eva P, Whitcher JP. penyunting. Vaughan & As-
Dideteksi dengan penlight dan slit lamp untuk bury's general ophthalmology. Edisi ke- 18. Philadelphia:
mencari material benda asing pada skier dan konjung- McGraw-Hill; 2011.
tiva. Dapat juga dideteksi dengan sinar X-ray (radio- 5. Kuhn F. Piera mici DJ. Ocular trauma principles and prac-
tice. New York: Thieme: 2002.

155
Kompetensl Ill II
Trauma Bola Mata 403

•• Novita Suprapto, Yunia Irawati

Beberapa trauma mempunyai mekanisme yang perdarahan tidak berkurang dan terdapat gamba-
kompleks. Agar memudahkan diagnosis maka Bir- ran brill hematom (darah masuk ke dalam rong-
mingham Eye Trauma Terminology (BETT) menya- ga orbita hingga melewati batas septum orbita
makan istilah diagnosis dengan membagi berdasarkan kelopak mata) maka perlu dicurigai pecah arteri
jenis objek dan bentuk trauma (lihat Gambar 1 dan 2). oftalmika yang diakibatkan oleh fraktur basis
kranii.
Diagnosis 2. Edema konjungtiva
Trauma yang diakibatkan oleh benda tumpul dapat Penatalaksanaan dapat menggunakan dekonges-
menyebabkan: tan untuk mencegah pembendungan cairan dida-
l. Hematoma palpebra lam selaput lendir konjungtiva.
Sering terjadi akibat tinju atau benturan benda 3. Perdarahan subkonjungtiva (baca Bab Perdarah-
tumpul. Perlu diteliti apakah melibatkan bagian an Subkonjungtiva)
mata yang lebih dalam atau tidak. Hematom ha- 4. Edema kornea
nya terbentuk segera setelah terjadinya trauma. Terjadi akibat trauma tumpul dengan intensitas
Sebagai terapi dapat segera diberikan kompres keras, menyebabkan edema kornea hingga rup-
dingin untuk menghentikan perdarahan serta ture membrane descement. Penglihatan akan men-
menghilangkan rasa sakit. Apabila dalam 24 jam jadi kabur, rasa sakit, silau dan terlihatnya pelangi
Tabel I. Trauma Pada Bola Mata Menu rut Birmingham Eye Trauma Terminology (BETT)

ferminologi l)pfinisi lleskripsi

Dinding bola mata Sklera dan kornea

Trauma tertutup bola Tidak didapatkan Iuka full thickness dari


ma ta dinding bola mata

Trauma terbuka bola Didapatkan Iuka full thickness dari dinding


ma ta bola mata

Kontusio Tidak terdapat Iuka dinding bola mata

Luka partial thickness. dari dinding bola


Laserasi lamelar
mat a

Luka full thickness dari dinding bola mata Akibat peningkatan TIO yang cepat mengakibatkan
Ruptur
akibat benda tumpul yang ukurannya besar dinding bola mata ruptur pada titik-titik terlemah

Luka full thickness dari bola mata yang Luka diakibatkan oleh mekanisme "outside-in-
Laserasi
disebabkan benda tajam mechanism ".sering ditemukan prolapsjaringan

Jika didapatkan lebih dari satu Iuka. masing-


Penetrating injury Didapatkan Iuka masuk
masing disebabkan oleh benda yang berbeda

Secara teknis disebabkan oleh penetrating injury


IOFB Terdapat 1 atau lebih benda asing namun diklasifikasikan terpisah karena adanya
perbedaan tata laksana dan prognosis

Perforating injury Didapatkan Iuka masuk dan Iuka keluar Kedua Iuka ditimbulkan oleh sebab yang sama

disekitar sumber cahaya yang dilihat. Tata laksana miopi) dan luksasi lensa (putusnya seluruh zonula
404
yang diberikan adalah larutan hipertonik (NaCl zinii yang dibagi menjadi luksasi lensa ke anterior
5%) atau larutan glucose 40%. dan posterior). Pada penanganannya harus dikirim
5. Dislokasi lensa ke dokter mata untuk pengeluaran lensa.
Dislokasi lensa dapat dalam bentuk subluksasi 8. lridoplegia
lensa (putusnya zonula zinii sebagian yang terja- Kelumpuhan otot springter pupil sehingga dida-
di spontan pasca trauma, gambaran iridodenesis, patkan pupil berdilatasi atau midriasis. Pasien
miopi) dan luksasi lensa (putusnya seluruh zonula akan mengeluhkan susah untuk melihat dekat
zinii yang dibagi menjadi luksasi lensa ke anterior (gangguan akomodasi), silau. lridoplegia ber-
dan posterior). Pada penangannya harus dikirim langsung 2- 3 minggu setelah trauma tumpul
ke dokter mata untuk pengeluaran lensa. terjadi. Tata laksana berupa tirah baring untuk
6. Iridoplegia mencegah terjadinya kelelahan springter serta di-
Apabila terjadinya trauma tumpul yang keras berikan juga pilokarpin.
dapat menyebabkan edema kornea hingga rupture 9. lridosiklitis
membrane descemet. Penglihatan akan menjadi Pada trauma tumpul yang terjadi melibatkan reak-
kabur, rasa sakit, silau dan terlihatnya pelangi si jaringan uvea. Tajam penglihatan menurun di-
disekitar sumber cahaya yang dilihat. Tata laksa- sertai mata merah (akibat adanya sel-sel radang
na yang diberikan adalah larutan hipertonik (NaCl pada bilik mata depan). Perlu dilakukan pemerik-
5%) atau larutan glucose 40%. saan fundus dan tekanan bola mata. Pada uveitis
7. Dislokasi lensa anterior tata laksananya dapat diberikan tetes
Dislokasi lensa dapat dalam bentuk subluksasi midriatik dan steroid topikal hingga steroid siste-
lensa (putusnya zonula zinii sebagian yang terja- mik.
di spontan pasca-trauma, gambaran iridodenesis,
10.Hifema Trauma
Darah yang terdapat dalam bilik mata depan yang
diakibatkan robeknya pembuluh darah iris atau
badan siliar. Trauma ini selalu dikaitkan trauma
yang diakibatkan oleh bola tenis. Pasien akan
mengeluh sakit, epifora, dan blefarospasme. Pasien
sebaiknya dirawat karena dapat timbul perdarahan +
ulang dalam 5 hari pasca trauma. Pengobatan de-
ngan melakukan elevasi kepala (30 ' ), sikloplegik.
atau midriatikum untuk mengurangi nyeri dan
risiko terjadinya sinekia posterior, kortikosteroid
topikal, terapi anti fibrinolitik oral (asam tranek- Gambar I. Klasifikasi Trauma Bola Mata
samat), dan anti koagulan. Biasanya hifema akan
hilang sempurna tetapi dapat pula dilakukan pem- komplikasi (hifema atau ablasio retina).
bedahan untuk mengeluarkan darah atau nanah Sumber Bacaan
dari bilik mata depan (parasentesis). Apabila terjadi l. Kuhn F, Pieramici DJ. Ocular trauma principles and practice.
hifema spontan maka dipikirkan penyakit penyerta New York: Thieme: 2002.
seperti leukemia dan retinoblastoma. 2. Kuhn F. Ocular traumatology: prevention. prevention,
prevention. Graefes Arch Clin Exp Ophthalmol. 2010
Sedangkan pada trauma terbuka diberikan an- Mar:248(3):299-300.
titetanus, antibiotik topikal broad sprektum, mata di- 3. Gelsto n CD. Common eye emergencies. Am Fam Physician.
tutup dan selanjutnya dikirim pada dokter mata untuk 2013 Oct 15:88(8):515-9.
dilakukan pembedahan. Jangan diberikan salep mata, 4. Ledford JK, Hoffman J. Quick reference dictionary of eye-
steroid lokal. care terminology. Edisi ke-5. Amerika Serikat: SLACK Inter-
corporated: 2007.
Pemeriksaan Penunjang 5. Riordan -Eva P. Whitcher JP, penyunting. Vaughan & As-
Apabila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan slit bury's general op hth almology. Edisi ke- 18. Philadelphia:
lamp, X-ray, Rontgen (Comberg), USG mata dan CT McGraw-Hill; 2011.
scan orbita. 6. Iyas S. Penentu ilmu penyakit mata. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI: 2001.
Prognosis 7. Iyas S. Kedaruratan ilmu penyakit mata. Jakarta: Balai Pen-
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis adalah erbit FKUI: 2000.
jaringan prolaps, luas dan panjang Iuka, ada tidaknya 8. Olver J. Cassidy L. Ophtalmology at a glance. London: Black-
well Publishing: 2005.
405
9. James B. Bron A. Lecture notes on ophthalmology. Edisi ke-
11. Amerika Serikat: Wiley-Blackwell: 2012.
Objek peuyebab
raurna

aaro ----i
D~
ln-
d~ln-
g~l/~
o.l~
a-m~
a-ta"'""'

Apakah menyebahkan erbuka artlal thickn

-
dinding bola mata terbuka
+
l
..
full thickness?

- i i
IYa T!dak Apakah objek , Tidal¢
meninggalkan ____... -
bola mara?

Ya i
Apakah Iuka sama?
I i
Ya i !idak

"llii!F!ii!MA 1Miiii!ii'iii4
Gambar 2. Diagnosis Trauma Bola Mata
Retinoblastoma
Chrysilla Calistania, Yunia Irawati

Definisi CT-scan serta MRI orbita dan kepala: untuk men-


Tumor ganas saraf retina embrional. gevaluasi nervus optikus, orbital, keterlibatan
sistem saraf pusat, dan kalsiflkasi intraokular.
Epidemiologi Pungsi lumbal untuk mengetahui metastasis.
Retinoblastoma merupakan keganasan intraokular
yang paling sering pada anak-anak. Tumor ini terja- Diagnosis Banding
di pada 1:20.000 kelahiran hidup. Sekitar 90% kasus Persistent hyperplastic primary vitreus(PHPV) , pe-
retinoblastoma ditemukan sebelum usia 3 tahun, ra- nyakit Coat's, fibroplasias retrolental , displasia retina,
ta-rata pada usia 2 tahun. Tidak ada predileksi jenis toksokariasis, katarak, maupun uveitis.
kelamin ataupun ras, walaupun retinoblastoma lebih
sering ditemukan pada anak perempuan. Tata Laksana
Penatalaksanaan tergantung dari stadium retinoblas-
Etiologi toma. Pilihan terapi antara lain:
Terjadi akibat kehilangan kedua kromosom dari satu Enukleasi;
pasang ale! dominan protektif yang terdapat dalam Eksentrasi;
pita kromosom l 3q 14. Tumor ini dapat bersifat External-beam radiation therapy (EBRT) 35-46 Gy;
unilateral atau bilateral (30%), serta herediter atau Focal therapy:
non-herediter. Sekitar 40% kasus bersifat herediter Plaque radiotherapy.
(autosomal dominan) dengan 25% bersifat bilateral. ii. Laser photocoagulation,
iii. Cryotherapy,
Diagnosis iv. Thermotherapy.
1. Manifestasi Klinis v. Chemothermotherapy:
Leukokoria; Chemoreduction
Strabismus; Intravenous,
Rubeosisiridis; ii. Subconjunctival.
Heterokromia; iii. Transpupillary:
406 Hifemaspontan; Systemic chemotherapy.
Glaukoma neovaskular atau sudut tertutup;
Pseudohipopion; Prognosis
Nyeri {bisa karena glaukoma a tau inflamasi); Angka kematian akibat retinoblastoma berkisar
Proptosis (pada keadaan lanjut); antara 2-5%. Ukuran tumor besar dengan penyebaran
lritabilitas, kejang, muntah, dan penurunan ke- sampai ke vitreus, invasi tumor ke bilik mata depan,
sadaran {bila metastasis ke saraf pusat); diferensiasi buruk, keterlibatan saraf optik, rubeosi-
Oftalmoskopi indirek dan penekanan sklera siridis, dan invasi koroid merupakan faktor prognostik
oleh spesialis mata berpengalaman, dengan yang buruk.
bantuan anestesi saat pupil dilatasi maksimal,
dapat menegakkan diagnosis retinoblastoma Sumber Bacaan:
pada kasus terlokalisasi di retina. 1. Retinob lasto ma. Dalam: Riordan -Eva P, Whitcher JP. pe-
Tumor dapat menyebar melalui invasi saraf opti- nyunting. Vaughan & Asbury"s general ophthalmology.
kus hingga ke otak, atau melalui koroid ke jaringan Edisi ke- 18. Philadelphia: McGraw-Hill: 2011.
lunak orbita dan tulang. Metastasis jauh dapat terjadi 2. Kanski JJ. Bowling B. penyunting. Clinical ophthalmology.
pada paru, tulang, serta otak. a systematic approach. Edisi ke-7. Edinburgh: Elsevier But-
tenworth -Heinnemann: 20 11.
2. Pemeriksaan Penunjang 3. Pudjiaji AH. Hegar B. Handryastuti S. Idris NS. Gandaputra
USG orbita: mengetahui ukuran tumor dan dapat EP. Harmoniati ED. penyunting. Pedoma n pelayanan medis
mendeteksi adanya kalsifikasi dalam tumor; IDA!. Jilid 2. Jakarta: lkatan Dokter Anak Indonesia: 20 11 .

Anda mungkin juga menyukai