(Oftalmology) Buku Ilmu Kesehatan Mata
(Oftalmology) Buku Ilmu Kesehatan Mata
•
D Konjungtivitis
D Perdarahan subkonjungtiva
D Pterigium
D Glaukoma
D Katarak
D Kelainan Refraksi
D Retinopati
i::
D Endoftalmitis ::s
1-1
D Glaukoma Akut ::s
D Keratitis Akut f...
~
D Ulkus Kornea ns
D Uveitis Anterior
D
D
Blefaritis
Ektropion
...."Clf...
(I)
D Entropion ::s
D Hordeolum ....
(I)
D Kalazion >
.i:=
ns
1-1
Cl)
~
D Trauma Kimia
....,ns
ns
D Benda Asing ~
D Ablasio Retina
D Trauma Bola Mata
D Oklusi Vena dan Arteri Retina 367
D Retinoblastoma
Mata merah ++ +
Kemosis ++ ± ++ ±
Perdarahan
± ± ±
subkonjungti va
Purulen/
Discharge Cair Cair Mukopurulen
mukopurulen
368 Pap ii ± ±
Folikel + ++ +
Pseudomembran ± ±
Keratitis berulang ± ± ±
Demam ± ±
Keterangan : +++ : sangat ditemukan: ++ : ditemukan: + . kadang diremukan: ±. dapar rer/ihar arau ridak
-: tidak ditemukan.
Tabel 2. Terapi Konjungtivitis Infeksi Berdasarkan Etiologi
Klasifikasi
Etiologi Terapi
Konjungtivilis
Inclusion
Chlamydia Topikal : eritromis1n atau terrasiklin 2-3 minggu
Trakoma
Eptdemuc
Virus Tidak ada terapi spesifik
keratoconjunctfvitis
Herpes simplex atau
Topikal asiklovir
herpes zoster
(berasosiasi dengan edema dan hipertrofi papil). rasa lam: Riordan-Eva P, Wh itcher JP, penyunting. Vaughan &
gatal atau terbakar, fotofobia. Kelopak mata sering Asbury's general ophthalmology. Edisi ke-18. Philadelphia:
menempel pada pagi hari karena peningkatan sekresi McG raw-Hill; 2011.
kotoran mata. Pseudoptosis (kelopak mata turun) 2. Lang GK. Lang GE. Conjunctiva. Dalam: Lang GK. penyun-
dapat terjadi karena pembengkakan kelopak mata. ting. Ophthalmology; a short textbook. New York: Thieme;
Nyeri pada mata dan blefarospasme dapat ditemukan 2000. h.67-104.
setelah adanya keterlibatan kornea. 3. Khurana AK. Diseases of the conjunctiva. Dalam: Compre-
hensive ophthalmology. Edisi ke-5. New Delhi: New Age
Tata Laksana International; 2014.
Tata laksana konjungtivitis berdasarkan etiologi 4. Kanski JJ. Conjunctiva. Dalam: Kanski JJ. Bowling B. pe-
dapat dilihat di Tabel 2. nyunting. Clin ical ophthalmology. a systematic approach.
Edisi ke- 7. Edinburgh: Elsevier Buttenworth-Heinnemann;
Prognosis 2011.
Baik, apabila etiologi diketahui secara tepat. 5. Bielory L, Friedlaender MH. Allergic conju nctivitis. lmmu-
135 •Ill
Kompelcns1 fV Perdarahan Subkonjungtiva
•• Novita Suprapto, Yunia Irawati
136
Kompelensi IIIA II Pterigium
•• Novita Suprapto, Yunia Irawati
Diagnosis Banding
Tidak ada.
Tera pi
Diberikan lubrikan topikal dan dilanjutkan dengan
pembedahan. Operasi eksisi pterigium dengan
Jaringan fibrovaskular
autograf (conjunctiva! limbalgraft) konjungtiva akan
Gambar 1. Pterigium dan Klasifikasinya menurunkan angka kekambuhan.
Prognosis ophthalmology. Edisi ke- I 8. Philadelphia: McGraw-Hill:
Kekambuhan tinggi pada negara yang beriklim tropis. 2011.
3. Scholete T Pocket atlas or ophthalmology. New York:
Sumber Bacaan: Thieme: 2006.
I. Diver J. Cassidy L. Ophtalmology at a glance. London: 4. Agarwal A, Jacob S. penyunting. Color atlas or ophthalmol-
Blackwell Publishing: 2005. ogy: the quick reference manual for diagnosis and treat-
2. Garcia-Ferre r FJ. Schwab IR. Shetlar DJ Dalam: Riordan-Eva ment. Edisi ke-2. New York: Thieme: 2009.
P. Whitcher JP. penyunting. Vaughan & Asbury's general
Endoftalmitis
Indra Maharddhika Pambudy, Yunia Irawati
138
Kompelt."nsi UIB
Glaukoma Akut
11
•• I
'
139
Kamp.:tensi llLA II Keratitis Akut
•• Indra Maharddhika Parnbudy, Yunia Irawati
Ulkus Kornea
Indra Maharddhika Pambudy, Yunia Irawati
Ulkus berwarna kelabu. berbatas tegas. dan menyebar menuju sentral. Ulkus pada lesi awal
Screpcococcus pneumoniae memberikan gambaran sembuh sementara baras yang lain menunjukkan lesi aktif. Sering
ditemukan hipopion.
Lesi awal berwarna kelabu atau kekuningan, disertai nyeri hebat. Lesi menyebar ke segala
Pseudomonas aerugtnosa arah. Lesi tumbuh cepat karena enzim proteolitik patogen. dan dapat mengakibatkan
perforasi kornea serta infeksi lntraokular beral. Eksudat berwarna hijau kebiruan.
Staphylococcus aureus.
Staphylococcus epidermidis.
Sering kali ditemukan pada mata dengan rerapi steroid topikal. Ulkus bersifat superfisial.
dan Streptococcus alfa-
hemolitik
Ulkus indolen dengan infiltrat kelabu dan batas ireguler. memiliki lesi satelit. ulserasi
Fungi
superfisial. dan peradangan bola mata yang nyata.
Seringkali unilateral. diawali dengan iritasi. fotofobia, dan mata berair. Terkadang tidak
terasa nyeri. Ulkus membentuk lesi dendritik. gambaran khas untuk herpes s impleks. Ulkus
Herpes s impleks
geografik dapat terjadi saat les i dendritik meluas. dengan batas yang seperti bulu diserrai
sensasi kornea ya ng menurun. Ulkus perifer dapat ditemui di kornea.
Lesi amorfik. dengan pseudodendrit linear. opasitas stroma. dan infiltrasi selular ringan.
Varicella zoster
Penyakit stroma dapat mengakibatkan nekrosis dan vaskularisasi.
Gejala awalnya adalah nyeri di luar proporsi dari temuan klinis. mata merah. dan fotofobia.
Acanthamoeba
Ciri khasnya adalah ulkus indolen. cincin stroma. dan infiltrat perineural.
parahan penyakit. Berikan agen antiglaukoma apabila 2. Pemeriksaan TIO dengan cara non-kontak.
ulkus melewati 1/3 stroma. Terbentuknya desmatokel 3. Pemeriksaan dengan slit lamp.
atau perforasi merupakan indikasi tindakan bedah. 4. Pemeriksaan sensibilitas kornea dan fluoresen.
Uveitis Anterior
Indra Maharddhika Pambudy. Yunia Irawati
Definisi lain;
Uveitis merupakan proses peradangan intraokular Penurunan sensibilitas kornea dapat terjadi pada
yang kompleks dan melibatkan jaringan uvea, yaitu uveitis anterior yang disebabkan oleh herpes sim-
iris, korpus silier, dan koroid. Uveitis anterior merupa- pleks, herpes zoster. atau kusta.
kan jenis uveitis yang paling sering terjadi. Dapat terjadi perubahan tekanan intraokular.
Uveitis anterior sendiri dapat dibagi menjadi:
I. lritis: peradangan yang terutama melibatkan iris. Uveitis Anterior Akut
2. lridosikJitis: peradangan yang terutama melibat- Uveitis anterior akut merupakan bentuk uveitis
kan iris dan pars plicata dari korpus silier. yang paling um um. Uveitis anterior akut sendiri memi-
liki batasan durasi 3 bulan atau kurang dengan awitan
Patogenesis yang mendadak.
379
Berbagai faktor dapat mencetuskan terjadinya
uveitis, seperti trauma, infeksi, penyakit autoimun, Gejala kJinis yang muncul pada uveitis anterior akut:
neoplasma, dan idiopatik. Trauma mengakibatkan I. Mata merah, nyeri unilateral, fotofobia, dan mung-
terlepasnya antigen yang tersekuestrasi dalam uvea, kin disertai lakrimasi;
kontaminasi mikroba, dan akumulasi produk nekrotik. 2. Tajam penglihatan menurun;
Mikroba memiliki sifat mimikri molekular dan ke- 3. Injeksi silier;
mampuan menstimulasi respons imun tidak spesifik 4. Non-reactive pupil/miosis karena spasme sfingter
antigen. Dari empat macam reaksi hipersensitivitas, yang mempredisposisi terbentuknya sinekia pos-
hipersentitivitas tipe IV merupakan tipe yang paling terior;
sering terlibat dalam uveitis. 5. Keratik presipitat;
6. Se! pada aqueous atau bilik mata depan yang
Manifestasi Klinis menunjukkan beratnya penyakit;
Keratik presipitat ditemukan di endotel kornea; 7. Se! pada vitreous anterior yang menunjukkan
Se! dan flare di bilik ma ta depan; iridosiklitis;
Hipopion ditemukan terutama pada penyakit Be- 8. Aqueous flare;
hcet, namun juga dapat ditemukan pada penyakit 9. Eksudat fibrin pada aqueous;
I 0. Hipopion; ABS, MHA-TP}, dan pemeriksaan mikroskopis
I 1. Sinekia posterior; lapang gelap.
12. Tekanan intraokular yang rendah, normal, atau b. Toksoplasmosis: uji pewarnaan, antibodi im-
tinggi. munofluoresen, uji hemaglutinin, ELISA.
c. Pemeriksaan enzim: enzim angiotensin-con-
Uveitis Anterior Kronis verting enzyme (ACE) dan lisozim untuk men-
Ditandai dengan peradangan persisten yang kam- deteksi sarkoidosis.
buh, kurang dari tiga bulan setelah dihentikannya 3. Radiologi
terapi. Peradangan dapat bersifat granulomatosa atau a. Roentgen toraks untuk mengeksklusi tuberku-
nongranulomatosa. Lebih sering bilateral dibanding- losis dan sarkoidosis.
kan uveitis anterior akut. b. Roentgen sendi sakroiliaka untuk mendiagno-
sis spondiloartropati.
Gejala klinis yang muncul pada uveitis anterior kronis: c. CT-scan dan MRI otak dan toraks untuk peme-
I. Gejala biasanya muncul perlahan, sebagian be- riksaan sarkoidosis dan multipel sklerosis.
sar asimtomatis dan datang dengan komplikasi
katarak atau keratopati; Tata Laksana
2. Pemerikaan eksternal mata menunjukkan sklera 1. Steroid topikal
putih, terkadang merah muda karena eksarsebasi Sebelum steroid topikal digunakan, pastikan tidak ada
berat dari aktivitas peradangan; defek epitel. ruptur bola mata saat riwayat trauma
3. Se! dan flare pada aqueous di bilik mata depan ditemukan, dan periksa sensasi kornea serta tekanan
dengan jumlah bervariasi tergantung aktivitas intraokular (TIO) untuk mengeksklusi herpes sim-
penyakit; pleks atau herpes zoster. lndikasi steroid topikal:
4. Presipitat keratik yang merupakan kumpulan de- I. Terapi uveitis anterior akut: digunakan setiap jam
posit selular pada endotel epitel yang terdiri dari pada awalnya, setelah peradangan terkontrol di-
sel-sel epiteloid, limfosit, dan polimorfik; turunkan menjadi setiap 2 jam, kemudian setiap
5. Pembuluh darah iris yang terdilatasi; 3 jam, empat kali sehari. dan terakhir satu tetes
6. Nodul iris; per minggu.
7. Atrofi iris. 2. Terapi uveitis anterior kronis: eksarsebasi diterapi
sama dengan uveitis anterior. Kontrol peradangan
Pemeriksaan Penunjang ditandai dengan hitung sel kurang dari + 1. Setelah
Pemeriksaan penunjang tidak diindikasikan pada ke- terapi dihentikan, pasien harus diperiksa dalam
adaan: waktu dekat untuk memastikan bahwa uveitis ti-
I . Uveitis anterior akut episode tunggal/ tidak be- dak kambuh lagi.
rulang tanpa adanya kemungkinan penyakit yang
mendasari. Komplikasi pemberian steroid topikal:
2. Uveitis yang khas seperti simpatetik oftalmitis dan 1. Peningkatan TIO terutama pada penggunaan jang-
siklitis Fuchs. ka panjang.
3. Penyakit sistemik yang sudah sesuai dengan uve- 2. Katarak.
itis, seperti penyakit Behcet atau sarkoidosis. 3. Komplikasi kornea akibat fungi, herpes simpleks,
380 Pemeriksaan penunjang diindikasikan pada keadaan: dan luluh kornea.
1. Peradangan granulomatosa; Selain sediaan topikal. steroid juga tersedia dalam se-
2. Uveitis berulang; diaan periokular, intraokular, dan sistemik.
3. Penyakit yang melibatkan mata bilateral;
4. Manifestasi sistemik tanpa diagnosis spesifik. 2. Midriatikum
Pilihan midriatikum yang dapat digunakan:
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat I. Kerja pendek: tropikamid (0,5% dan I %) durasi 6
dikerjakan pada kecurigaan uveitis anterior: jam, siklopentolat (0,5% dan I%) durasi 24 jam,
1. Skin test. dapat berupa: atau feliefrin (2,5% dan I 0%) durasi 3 jam tan pa
a. Uji tuberkulin. siklopegik.
b. Uji pathergy (peningkatan sensitivitas kulit 2. Kerja panjang: homatropin 2% durasi 2 hari. at-
terhadap trauma jarum) sebagai bagian dari ropine I% sikloplegik dan midriatik kuat dengan
kriteria diagnosis sindroma Behchet. durasi sampai dengan 2 minggu.
c. Uji lepromin pada kasus yang dicurigai kusta. Indikasi midriatikum:
2. Pemeriksaan serologi I. Memberikan rasa nyaman: atropin digunakan 1-2
a. Pemeriksaan serologi sifilis: uji terponemal minggu hingga peradangan mereda, kemudian di-
(RPR, VDRL) , Uji antibodi treponema (FTA- ganti dengan agen dengan kerja pendek.
2. Melepaskan sinekia posterior yang baru. l. Siklosporin: merupakan obat pilihan pada sindrom
3. Mencegah terbentuknya sinekia posterior. Behcet.
2. Takrolimus: merupakan obat alternatif siklosporin
3. Terapi antimetabolit untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi atau
Termasuk di dalamnya: azatioprin, metotreksat, tidak berespons terhadap siklosporin.
dan mikofenolat mofetil. Jndikasi antimetabolit topi-
kal adalah: Sumber Bacaan
l . Uveitis yang mengancam penglihatan. biasanya I. Kanski JJ, Bowling B. penyunting. Clinical ophthalmology.
bilateral, non-infeks i, dan gaga! memberikan a systematic approach. Edisi ke-7. Edinburgh: Elsevier But-
respons pada pemberian steroid yang adekuat. tenworth-Heinnemann; 20 I I.
2. Terapi steroid-sparing pada pasien dengan efek 2. Cunningham ET. Uveal tract Dalam: Riordan-Eva P, Whitch-
samping steroid sistemik yang tidak tertahankan er JP. penyunting. Vaughan & Asbury·s general ophthal-
atau penyakit kronis yang kambuh dan membu- mology. Edisi ke- 18. Philadelphia: McGraw-Hill; 20 I I.
tuhkan dosis prednisolon lebih dari l 0 mg/ hari. 3. Forster DJ General approach to the uveitis patient and
treatment strategies. Dalam: Yanoff M. Duker JS. penyun-
4. Penyekat kalsineurin ting. Yanoff & Duker ophthalmology. Edisi ke-4. Philadel-
Pilihan penyekat kalsineurin yang dapat digunakan: phia: Mosby Elsevier: 20 13.
Ablasio Retina
Indra Maharddhika Pambudy, Yunia Irawati
Definisi Diagnosis
Ablasio retina (retinal detachment) merupakan keada- Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan
an terpisahnya bagian sensoris retina (fotoreseptor fisis, serta penunjang.
dan lapisan jaringan dalam) dari retinal pigment epi- Anamnesis
r thelium (RPE). I . Fotopsia: merupakan sensasi subjektif seperti me-
lihat kilatan cahaya. Biasanya berlangsung singkat
Klasifikasi pada lapang pandang temporal, terlihat terutama
Secara umum terdapat tiga jenis ablasio retina, yaitu: saat gelap, dan setelah pergerakan mata. Hal ini
l. Rhegmatogen: terjadi sekunder akibat adanya menggambarkan proses traksi dari tempat adhesi
robekan pada retina sensoris, yang memung- vitreoretina.
kinkan cairan yang berasal dari vitreus mencapai 2. Floaters: sensasi subjektif seperti melihat objek be-
rongga subretina. terbangan berwarna gelap yang terjadi di vitreus.
2. Traksional: terjadi karena adanya kontraksi 3. Defek lapang pandang: dideskripsikan sebagian
, membran vitreoretina atau tarikan tanpa adanya
robekan retina sebelumnya.
lapang pandang seperti tertutup tirai gelap.
Pemeriksaan Fisis
3. Eksudatif: terjadi karena adanya cairan subretina 1. Relative afferent pupillary defect muncul pada
yang berasal dari pembuluh darah retina neuro- mata dengan ablasio retina ekstensif.
sensoris, koroid, atau keduanya. 2. Tekanan intraokular: lebih rendah 5 mmHg diban-
dingkan mata yang tidak mengalami ablasio.
Ablasio Retina Rhegmatogen 3. lritis ringan sering kali ditemukan.
Patogenesis 4. Gambaran tobacco dust terdiri atas sel pigmen 381
Biasanya keadaan ini didahului dengan kondisi yang terlihat pada vitreus anterior.
yang disebut posterior vitreous detachment dan ber- 5. Robekan retina nampak seperti diskontinuitas dari
hubungan dengan miopia, afakia, lattice degeneration, permukaan retina berwarna kemerahan pada fun-
serta trauma mata yang mengakibatkan terjadinya duskopi.
break. Break atau robekanjuga dapat diakibatkan oleh 6. Kelainan pada retina sesuai dengan lamanya abla-
atrofi lapisan retina. Adanya break mengakibatkan sio retina yang terjadi.
vitreus yang mencair masuk menuju rongga subretina. a. Ablasio Retina Baru, dapat ditandai dengan:
Ablasio retina memiliki konfigurasi
konveks dan tampilan yang sedikit
opak karena edema retina mukaan yang licin.
ii. Cairan subretina dapat meluas sampai b. Gambaran "shifting fluid" sesuai gaya gravitasi.
ora serata. Pada keadaan berdiri tegak, cairan sub retina
b. Ablasio Retina Lama, dapat ditandai dengan: terletak pada retina inferior, namun pada saat
Kekeruhan vitreus; pada berada pada posisi supinasi. dapat melu-
ii. Retina yang pucat dan didapatkan pro- as ke superior.
liferative vitreoretinopathy (PVR); c. Apabila ablasio didasari oleh tumor koroid,
iii. Garis demarkasi subretina yang diaki- maka dapat terlihat penyebab yang men-
batkan oleh proliferas i dari sel pigmen dasarinya.
retina pada sambungan retina. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang I . USG mata: diindikasikan apabila media mengalami
Pada mata dengan media yang keruh, diagnosis ab- kekeruhan.
lasio retina dapat ditegakkan dengan menggunakan 2. Pemeriksaan darah untuk uveitis dapat menentu-
ultrasonografi. kan penyebab yang mendasari.
Tata Laksana 3. Fluoresin angiography dapat membantu menentu-
Tata laksana adalah dengan pembedahan. Pada kasus kan sumber cairan subretina.
retinal break yang ringan, dimana cairan subretina Tata Laksana
terbatas di sekitar break, dapat dilakukan fotokoagu - Tata laksana terutama ditujukan pada penyakit
lasi laser. Sebelum dilakukan pembedahan, pasien yang mendasari timbulnya keadaan ini. Terapi dengan
disarankan untuk tirah baring dengan satu bantal laser, krioterapi, atau steroid intravitreus dapat digu-
untuk mencegah penyebaran cairan subretina menuju nakan pada keadaan tertentu.
makula. Terapi bedah yang dapat dipilih adalah se-
bagai berikut: Ablasio Retina Traksional
1. Pneumatic retinopexy: gas SF6 atau C3F8 diin- Etiopatogenesis
jeksikan menuju vitreus untuk mengembalikan Keadaan yang paling umum mengakibatkan abla-
posisi retina. sio retina traksional adalah retinopati diabetik proli-
2. Sciera} buckling: terapi ini bertujuan untuk feratif. Penyebab lain termasuk gangguan proliferatif
menempelkan kembali retina yang terlepas lainnya seperti vitreoretina proliferatif dan retinopa-
dengan menempatkan exp/ant pada daerah yang thy of prematurity. Trauma mata juga dapat menjadi
mengalami robekan. Komplikasi termasuk gang- penyebab.
guan refraksi, diplopia, ekstrusi eksplan, dan ke- Traksi muncul karena terbentuknya membran
mungkinan terjadinya retinipati proliferatif. vitreus, epiretina, atau subretina yang terdiri atas
3. Vitrektomi pars-plana: terapi ini memungkinkan fibroblas. sel epitel pigmen retina, dan sel glia. Daya
untuk melepaskan traksi vitreo-retina. tarikan ini akan menarik retina bagian sensoris menu-
ju basis vitreus.
Ablasio Retina Eksudatif
Etiopatogenesis Diagnosis
Pada jenis ablasio retina ini, tidak ditemukan ada- Diagnosis ditegakkan dari anamnesis. pemeriksaan
nya robekan atau traksi vitreoretina, melainkan terjadi fisis , serta penunjang.
akumulasi cairan pada lapisan di bawah retina senso- Anamnesis
ris. Berbagai macam kondisi dikaitkan dengan kejadi- l. Mata tenang dengan penglihatan menurun, sering
an ablasio retinajenis ini termasuk proses degeneratif, kali berjalan lambat.
peradangan. infeksi, tumor daerah koroid, neovasku- 2. Bisa terdapat fotopsia atau floaters.
larisasi subretina karena berbagai sebab. Pemeriksaan Fisis
I . Penurunan tajam penglihatan.
Diagnosis 2. Pada pemeriksaan funduskopi dapat ditemukan:
382 Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan a. Konfirgurasi konkaf dari ablasio retina.
fisis. serta penunjang. b. Tidak ditemukannya fenomena shifting fluid
Anamnesis seperti pada kasus eksudatif.
I . Penglihatan menurun seperti tertutup tirai. c. Elevasi retina yang paling tinggi terjadi pada
2. Floaters dapat muncul karena adanya vitritis, na- tempat traksi vitreoretina.
mun tidak umum. d. Apabila terdapat robekan, maka akan muncul
Pemeriksaan Fisis gambaran khas ablasio retina rhegmatogen
I . Penurunan tajam penglihatan. dan penyakit akan memiliki progresivitas yang
2. Pada pemeriksaan retina akan memunculkan gam- lebih cepat.
baran: Pemeriksaan Penunjang
a. Konfigurasi ablasio yang konveks dengan per-
Ultrasonografi dilakukan pada media yang keruh. tenworth-Heinnemann: 2011.
Tata Laksana 2. Fletcher EC. Chong NV. Retina. Dalam: Riordan-Eva P.
Vitrektomi pars plana untuk membuang jaringan Whitcher JP. penyunting. Vaughan & Asbury's general oph-
yang mengakibatkan traksi. Injeksi heavy fluid mu- thalmology. Edisi ke-18. Philadelphia: McGraw-Hill; 20 I I.
ngkin dibutuhkan untuk meratakan retina. Tam- 3. RSUPN Or. Cipro Mangunkusumo Kirana. Panduan prak-
ponade gas, cairan silikon, atau scleral buckling dapat tik klinik (PPK). Jakarta: RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo
dibutuhkan. Kirana; 2012.
4. American Academy of Ophthalmology (AAO) Retina Pan-
Sumber Bacaan el, Hoskins Center for Quality Eye Care. Posterior vitreous
I. Kanski JJ. Bowling B. penyunting. Clinical ophthalmology. detachment, retinal breaks. and lattice degeneration. San
a systematic approach. Edisi ke-7. Edinburgh: Elsevier But- Francisco: AAO: 2008.
Mamfestasi Klinis Central Reeinal Artery Ocdusion (CRAO) Brach Retmal Artery Occlusion (BRAO)
Pemeriksaan fisis
3. Funduskopi. dengan temuan:
3. Funduskopi. dengan temuan:
a. Gambaran cherry-red spot muncul akibat foveo la
a. Retina pucat. berkabut dan
ya ng tipis dan koroid yang intak.
mengalami edema pada daerah
384 b. Retina di sekitar papil dapat mengalami pucat
yang mengalami iskem i.
dan edema.
b. Penyempitan arteri dan vena.
c. Pada mata dengan arteri siliorecina ya ng paten.
c. Emboli dapat terli hat.
sebagian makula nampak normal.
144
Kompcknsi urn II Glaukoma
•• Indra Maharddhika Pambudy, Yunia Irawati
Analog pros- Meningkatkan 25-33 . Cystoid macular Macular oedema Latanoprost 0,005%
taglandin allran keluar
uveosklera atau .. edema (CME)
lnjeksi konjungtiva
Riwayat keratitis
herpes
satu kali setiap hari
periokular
.
Beta blocker Menurunkan
produksi
20- 25
.. Toksisitas kornea
Reaksi alergi
PPOK (nonselektif)
Asma (non-selek-
Timolol 0.25% dan
0,5% 2x/hari
aqueous humor
.. Bronkospasme
Bradikardi
tif)
Gaga! jantu ng Betaxolol 0.5% 2x/
. Depresi
lm potensi
kongestif (konsul-
tasi kardiolog)
hari
Bradikard ia
Hipotensi
Blok jantung lebih
dari derajat I
i:
It
..ci
It
...
'j:
Agonis al- Non-selektif: 20-25 lnjeksi konjungtiva Terapi monoamine Brimonidine 0,2% Q,
fa-adrenergik memperbaiki Reaksi alergi oksidase penyekat 2x/hari lli
f.1
aliran aqueous
.. Kelelahan
Somnolen
Anak usla <2 tahun
Apraclonidine l %, e
~
aqueous. ~
menurunkan t
f.1
tekanan vena II
episklera atau ~
meningkatkan ~
aliran keluar !1
Agen
uveosklera
.. Katarak
Dermatitis kontak
meriksaan fundus
secara rutin
..
periokuler
Toksisitas kornea
Penutupan sudut
paradoksal
Carbonic Menurunkan 15-20 Pada pemberian topikal: Alergi sulfonamid Dorzolamide 2% 3x/
an/1ydrase produksl • Sensasl rasa metalik Batu gilljal hari sebagai terapi
penyekat aqueous /Jumor • Dermatitis atau kon- Anemia aplastik tunggal atau 2x/
jungtivitis alergi Trombositopenla hari sebagai terapi
• edema kornea Penyakit anemia tambahan
sel sabit
Dengan rute oral: Brinzolamide I%
• Sindrom Steven-John- 2x/hari atau 3x/
son hari sama dengan
• Malaise. anoreksia. dorzolamide
depresi
• Ketidak seimbangan Obat sistemik:
elektrolit serum Asetazolamld 250 -
• Batu glnjal 1000 mg 2x/hari
• Diskrasia darah (ane·
mia ap lastik, trombos-
itopenia)
• Rasa metalik
memiliki risiko tinggi seperti pasien berusia lanjut, systematic approach. Edisi ke- 7. Edinburgh: Elsevier Butten-
atau dengan riwayat keluarga glaukoma. worth-Hein neman n: 20 I I.
Metode skrining yang dapat digunakan adalah sebagai 2. Vaughan D. Eva PR. Glaucoma. Dalam: Riordan-Eva P.
berikut: Whitcher JP. penyunting. Vaughan & Asbury's general oph-
l. Pengukuran TIO: bukanlah metode yang efektif thalmology. Ed isi ke- I 8. Philadelphia: McGraw-Hill: 20 1 I.
untuk skrining populasi karena batas nilai normal 3. Tan JC. Kaufman PL. Primary Open-Angle Glaucoma. Dalam:
TIO. yaitu 21 mmHg hanya memiliki sensitivitas Yanoff M. Duker JS. penyunting. Ya noff & Duker ophthal-
4 7.1% dan spesifitas 92.4%. mo logy. Edisi ke-4. Philadelphia: Mosby Elsevier: 2013.
2. Pemeriksaan papil nervus optikus: memiliki sensiti- 4. See JLS. Chew PTK. Ang le-Closure Glaucoma. Dalam: Yanoff
vitas dan spesifisitas tinggi, namun membutuhkan M. Duker JS. penyunting. Yanoff & Duker ophthalmology.
tenaga kesehatan yang ahli dalam menginterpreta- Edisi ke-4. Philadelphia: Mosby Elsevier: 20 I 3.
sikan hasil pemeriksaan. 5. American Academy of Op hthalmology (AAO) Glaucoma Pan-
3. Pemeriksaan lapang pandang: Dapat digunakan el. Hoskins Center for Quality Eye Care. Primary open-angle
untuk skrining masal, namun sensitivitas atau spe· glaucoma. San Francisco: AAO: 20 I 2.
sifitasnya belum diketahui dengan pasti. 6. American Academy of Ophthalmology (AAO) Glaucoma
Panel. Hoskins Center for Quality Eye Care. Primary angle
Sumber Bacaan closure. San Francisco: AAO: 20 I 0.
l. Kanski JJ. Bowling B. penyunting. Clinical ophthalmology. a
'
Katarak
388
Indra Maharddhika Pambudy, Yunia Irawati
Epidemiologi Klasifikasi
Tahun 2002. World Health Organization (WHO) Klasifikasi katarak berdasarkan maturitasnya:
memprediksi katarak sebagai penyebab kebutaan Katarak insipien: kekeruhan awal pada lensa de-
yang dapat disembuhkan pada 17 ju ta {4 7,8%) dari ngan visus pasien masih mencapai 6/6.
37 juta kebutaan di seluruh dunia, dan jumlah ini Katarak imatur: lensa mengalami kekeruhan par·
sial. 3. Pemeriksaan segmen anterior dengan sen-
Katarak matur: lensa mengalami kekeruhan total. ter atau slit lamp didapatkan kekeruhan lensa.
Katarak hipermatur: katarak menyusut dan kapsul Pemeriksaan shadow test dengan membuat sudut
anterior berkerut karena kebocoran air dari lensa. 4 5° arah sumber cahaya (senter) dengan dataran
Katarak morgani: liquefaksi korteks lensa katarak iris. Bayangan iris yang jatuh pada lensa, menun-
hipermatur berakibatkan nukleus jatuh ke inferior. jukkan shadow test (+) yang berarti katarak masih
imatur. Sementara shadow test (-) menunjukkan
Patogenesis dan Patofisiologi katarak sudah matur.
Patogenesis katarak masih belum dapat sepenuh- 4. Pemeriksaan refleks pupil langsung dan tidak
nya dimengerti, akan tetapi penuaan merupakan fak- langsung (+). Bila terdapat relative afferent pupil-
tor yang paling berperan. Berbagai temuan menunjuk- lary defect, perlu dipikirkan adanya kelainan pa-
kan bahwa lensa yang mengalami katarak mengala- tologis lain yang mengganggu tajam pengelihatan
mi agregasi protein yang berujung pada penurunan pasien.
transparansi, perubahan warna menjadi kuning atau
kecoklatan, ditemukannya vesikel antara lensa, dan Tata Laksana
pembesaran sel epitel. Perubahan lain yang juga Tata laksana utama katarak adalah pembedahan. Ti-
muncul adalah perubahan fisiologi kanal ion, absorpsi dak ada manfaat dari suplementasi nutrisi atau terapi
cahaya, dan penurunan aktivitas anti-oksidan dalam farmako logi dalam mencegah atau memperlambat
lensa juga dapat mengakibatkan katarak. progresivitas dari katarak.
Katarak komplikata merupakan katarak yang tim-
bul akibat penyakit mata lain atau penyakit sistemik. Indikasi bedah:
Berbagai kondisi yang dapat mengakibatkan terja- I. Penurunan fungsi penglihatan yang tidak dapat
dinya karatak sekunder adalah uveitis anterior kronis, lagi ditoleransi pasien karena mengganggu aktivi-
glaukoma akut, miopia patologis dan diabetes melitus tas sehari-hari .
merupakan penyebab yang paling umum. 2. Adanya anisometropia yang bermakna secara kli-
Penggunaan obat-obatan (steroid) dan trauma, nis.
baik trauma tembus, trauma tumpul, kejutan listrik, 3. Kekeruhan lensa menyulitkan pemeriksaan seg-
radiasi sinar inframerah, dan radiasi pengion untuk men posterior.
tumor mata juga dapat mengakibatkan kekeruhan 4. Terjadi komplikasi terkait lensa seperti perada-
lensa/ katarak. ngan peradangan atau glaukoma sekunder (fa-
koanafilaksis, fakolisis, dan fakomorfik glaukoma).
Manifestasi Klinis
Akibat perubahan opasitas lensa, terdapat berbagai Kontraindikasi bedah:
gangguan pada penglihatan termasuk: I. Penurunan fungsi penglihatan yang masih dapat
I. Penurunan tajam penglihatan perlahan; ditoleransi oleh pasien
2. Penurunan sensitivitas kontras: pasien mengeluh- 2. Tindakan bedah diperkirakan tidak akan memper-
kan sulitnya melihat benda di luar ruangan pada baiki tajam pengelihatan dan tidak ada indikasi
cahaya terang. bedah lainnya.
3. Pergeseran ke arah miopia. Normalnya. pasien 3. Pasien tidak dapat menjalani bedah dengan
usia lanjut akan mengeluhkan perubahan hipero- aman karena keadaan medis atau kelainan okular
pia, akan tetapi pasien katarak mengalami peru- lainnya yang ada pada pasien.
bahan miopia karena perubahan indeks refraksi 4. Perawatan pascabedah yang sesuai tidak bisa di-
lensa. dapatkan oleh pasien
4. Diplopia monokular. Hal ini dikarenakan adanya
perbedaan indeks refraksi antara satu bagian Teknik operasi yang digunakan: 38!
lensa yang mengalami kekeruhan dengan bagian I. Fakoemulsifikasi: teknik operasi yang memung-
lensa lainnya. kinkan lensa dihancurkan dan diemulsifikasi
5. Sensasi silau (glare). Opasitas lensa mengakibat- kemudian dikeluarkan dengan bantuan probe dan
kan rasa silau karena cahaya dibiaskan akibat pe- ekstraksi dikerjakan ekstrakapsular.
rubahan indeks refraksi lensa. 2. Teknik ekstraksi katarak manual.
a. Intracapsular cataract extraction (ICCE): eks-
Diagnosis traksi lensa utuh serta seluruh kapsul lensa.
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis serta peme- b. Extracapsular cataract extraction (ECCE): eks-
riksaan oftalmologi. traksi lensa utuh dengan meninggalkan bagian
1. Anamnesis riwayat perjalanan penyakit pasien. posterior dari kapsul lensa.
2. Tajam penglihatan dengan dan tanpa koreksi. c. Small incision cataract surgery (SICS): ekstraksi
Jensa dengan insisi yang kecil fungsi visual, dan medis.
Terapi pasca-operasi yang diberikan biasanya kombi- Pada pasien dengan komplikasi intraoperatif, pasien
nasi antibiotik dan steroid tetes mata 6 kali hari sehari dengan satu mata yang fungsional, atau berisiko tinggi
hingga 4 minggu pasca-operasi. mengalami komplikasi pasca-operasi, fol/ow up perta-
Komplikasi dari operasi katarak termasuk: ma dikerjakan dalam 24 jam pascaoperasi. Fol/ow-up
I. Intra-operatif selanjutnya dilakukan lebih sering. Obat-obatan tamba-
a. Ruptur kapsul posterior atau zonula. han diberikan sesuai dengan komplikasi yang terjadi.
b. Trauma pada corpus siliaris atau iris.
c. Masuknya materi nukJeus lensa ke vitreus. Sumber Bacaan
d. Dislokasi lensa intraokular posterior. 1. Kanski JJ. Bowling B, penyunting. Clinical ophthalmology. a
e. Perdarahan suprakoroid. systematic app roach. Edisi ke-7. Edinburgh: Elsevier Butten-
2. Pasca-operasi worth-Heinnemann: 2011.
a. Kekeruhan kapsul posterior. 2. Harper RA. Shock JP. Lens. Dalam: Riordan-Eva P. Whitcher
b. Cystoid macular edema. JP. penyunting. Va ughan & Asbury·s general ophthalmolo-
c. Edema kornea. gy. Edisi ke-18. Philadelphia: McGraw-Hill: 2011.
d. Ruptur atau kebocoran Iuka. 3. Allen David. Phacoemulsification. Dalam: Yanoff M. Duker
e. Ablasio retina. JS. penyunting. Yanoff & Duker ophthalmology. Edisi ke-4.
f. Endoftalmitis, dapat terjadi dini atau terlambat Philadelphia: Mosby Elsevier: 2013.
{4 minggu bahkan 9 bulan). 4. Howes FW. Manual cataract extraction. Dalam: Yanoff M.
g. lritis persisten. Duker JS. penyunting. Yanoff & Duker ophthalmology. Edisi
Fol/ow- up pasca-operasi dikerjakan dalam 24 jam ke-4. Philadelphia: Mosby Elsevier: 20 13.
setelah operasi pada pasien tanpa risiko atau tanda 5. llyas S. Dasar - teknik pemeriksaan dalam ilmu penya kit
kemungkinan komplikasi setelah operasi katarak (un- mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI: 2009.
tuk menemukan dan mengatasi komplikasi dini seperti 6. American Academy of Ophthalmology (AAO) Cataract and
kebocoran Iuka, hipotonus, peningkatan TIO, edema Anterior Segment Panel. Hoskins Center for Quality Eye
kornea, dan tanda peradangan). Kunjungan kedua Care. Cataract in the adult eye. San Francisco: AAO: 20 I0.
dilakukan 4-7 hari pasca-operasi untuk menemukan 7. RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Kirana. Panduan praktik
dan mengatasi komplikasi endoftalmitis yang sering klinik (PPK). Jakarta: RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo Kira-
muncul pada minggu pertama pasca-operasi. Kun- na: 2012.
jungan selanjutnya bergantung pada kondisi refraksi,
Kelainan Refraksi
Indra Maharddhika Pambudy. Yunia Irawati
Kelainan refraksi terjadi apabila berkas cahaya gka 0 pada titik pusat pupil pasien dan hitung
paralel yang masuk ke ma ta tidak jatuh tepat di retina jarak antara titik pusat pupil kanan dengan pu-
(keadaan mata tanpa akomodasi). Mata normal tanpa pil kiri.
kelainan refraksi disebut emetropia. Keberadaan ke- c. Mata yang tidak diperiksa ditutup terlebih da-
390 lainan refraksi pada mata seseorang disebut dengan hulu. Biasanya pemeriksaan dikerjakan pada
ametropia. Ametropia meliputi miopia, hipermetropia, mata kanan terlebih dahulu atau mata yang
astigmatisma. dan presbiopia. dikeluhkan.
d. Pasien diminta untuk membaca huruf yang ter-
Pemeriksaan Kelainan Refraksi tulis pada diagram Snellen dari yang paling be-
l. Pemeriksaan Tajam Penglihatan sar, kemudian setelah satu baris terbaca, maka
a. Pasien didudukkan dengan jarak 6 meter dari diminta untuk membaca baris di bawahnya.
diagram Snellen. e. Catat tajam penglihatan terbaik pada pasien,
b. Pasangkan gagang lensa coba (trial frame) pada yaitu baris terbawah yang dapat dibaca dengan
pasien. Sesuaikan ukuran gagang lensa coba benar oleh pasien.
dengan jarak pupil pasien. Jarak pupil diukur f. Apabila pasien tidak dapat membaca huruf ter-
dengan menggunakan penggaris, letakkan an- besar pada diagram Snellen, lanjutkan dengan
uji hitung jari. (Jnterpretasi: jarak antara jari - Miopia sangat ringan :<ID
yang dilihat dengan pasien yang diuji diinter- - Miopia ringan : 1- 3 D
pretasikan dalam bilangan per-60. Contoh: pa- - Miopia sedang : 3-6 D
sien dapat menghitung jari pada jarak 2 meter, - Miopia tinggi : 6 - !OD
maka diinterpetasikan sebagai tajam pengliha- - Miopia sangat tinggi : > !OD
tan 2/ 60).
g. Apabila pasien gaga! pada uji hitungjari, diker- Manifestasi Klinis
jakan uji lambaian tangan dengan jarak 1 me- I . Penglihatan jarak jauh buram dan penglihatan ja-
ter. Apabila pasien dapat mengenali gerakan rak dekat lebih baik.
lambaian dalam jarak I meter. dicatat sebagai 2. Nyeri kepala.
11300. Apabila gaga!, dilanjutkan dengan maka 3. Terdapat kecenderungan untuk mengalami juling
dikerjakan uji persepsi cahaya, dan apabila saat melihat jauh.
pasien mengenali cahaya, diinterpetasikan se-
bagai 1/- (l/tidak terhingga). Pemeriksaan Refraksi pada Miopia
h. Pencatatan hasil: a. Apabila dengan lensa +0,50 D penglihatan menjadi
Apabila dapat membaca baris bertuliskan tambah kabur, gunakanlah lensa negatif terkecil
6 maka tajam penglihatan 6/6 berarti pada gagang lensa uji.
orang tersebut dapat melihat huruf pada b. Tambahkan minus lensa sferis negatif hingga pa-
jarak 6 meter, sementara populasi normal sien dapat membaca huruf pada baris 6/6.
dapat melihat huruf tersebut pada jarak 6 c. Pada pasien dengan miopia, maka derajat miopia
meter juga. lni merupakan tajam pengli- yang dicatat adalah lensa sferis negatif terkecil
hatan normal. yang dapat memperbaiki tajam penglihatan pasien.
ii. Apabila dapat membaca baris bertuliskan d. Lakukan tes Duke Elder untuk mengetahui apakah
30 maka tajam penglihatan adalah 6/30, ada koreksi berlebihan yang terjadi karena mata
dan berarti orang tersebut dapat melihat berakomodasi. Tambahkan lensa sferis +0,25 D.
huruf padajarak 6 meter dimana populasi Target tes Duke Elder haruslah negatif.
normal dapat melihat huruf tersebut pada
jarak 30 meter. Tata Laksana
iii. Apabila pasien dapat membaca satu baris Miopia dikoreksi dengan lensa sferis negatif dengan
dengan jumlah kesalahan 2, maka dicatat kekuatan terkecil yang dapat memberikan tajam peng-
sebagai 6/ nomor pada baris tersebut -2. lihatan terbaik sesuai dengan catatan hasil pemerik-
Contoh: 6/30 - 2. saan.
2. Pemeriksaan Refraksi
a. Pemeriksaan dikerjakan sama dengan pemer- Edukasi
iksaan tajam penglihatan sampai dengan taha- Progresivitas miopia dihambat dengan mengurangi
pan diatas. Setelah itu, pada gagang lensa uji usaha akomodasi dan menggunakan kacamata dengan
pasien dipasangkan lensa sferis +0,50 D. Apa- koreksi terbaik. Aktivitas melihat dekat juga mem-
bila dengan lensa sferis positif pasien merasa pengaruhi cepatnya progresivitas miopia, sehingga pa-
penglihatannya semakin kabur maka dilanjut- sien dianjurkan untuk lebih sering melakukan aktivitas
kan dengan sferis negatif. Apabila dengan len- yang memanfaatkan penglihatan jauh.
sa sferis positif pasien merasa penglihatannya
membaik dilanjutkan dengan sferis positif. B. Hipermetropia
b. Langkah pemeriksaan selanjutnya dijelaskan Definisi
pada masing-masing kelainan mata. Hiperopia atau hipermetropia merupakan keadaan
di mana bayangan obyek difokuskan di belakang retina 391
&_Miopia oleh mata yang tidak berakomodasi. Hal ini disebabkan
Definisi mata memiliki power optik yang terlalu rendah.
Miopia merupakan keadaan dimana bayangan dari
obyek yang jauh difokuskan di depan retina oleh mata Klasifikasi
yang tidak berakomodasi. Hal ini disebabkan mata Hipermetropia dapat diklasifikasikan atas:
memiliki kekuatan optik yang terlalu tinggi karena 1. Hipermetropia manifes: didapatkan tanpa pembe-
kornea yang terlalu cembung atau panjang aksial bola rian sikloplegik dan dapat dikoreksi dengan lensa
mata yang terlalu besar. terkuat. Dibagi atas dua:
a. Absolut: tidak dapat diimbangi dengan akomo-
Klasifikasi dasi;
Miopia diklasifikasikan berdasarkan derajatnya: b. Fakultatif: dapat diimbangi dengan akomoda-
si. Apabila diberikan lensa positif yang tepat, Etiologi
maka otot akomodasi akan mengalami relak- I. Kelainan kornea: terdapat perubahan
sasi. kelengkungan kornea, diuji dengan tes Placido.
2. Hipermetropia laten: selisih antara hipermetropi 2. Kelainan pada lensa: kekeruhan pada lensa
total dan manifes. Hipermetropi laten ini diatasi (katarak insipien a tau imatur).
oleh pasien dengan melakukan akomodasi terus
menerus. Klasifikasi
3. Hipermetropia total: hipermetropia laten dan I. Astigmatisma reguler.
manifes, didapatkan setelah pemeriksaan dikerja- Terdapat 2 meridian utama yang saling tegak
kan dengan sikloplegik. lurus (meridian dengan daya bias maksimal dan
meridian dengan daya bias minimal)
Manifestasi Klinis a. Astigmatisma with the rule, kekuatan refraksi
I. Bila lebih dari 3 D, atau pasien berusia tua, pengli- yang lebih besar berada pada merdian vertikal
hatan jauh kabur. kornea. Biasanya lebih sering pada anak-anak.
2. Penglihatan dekat cepat buram. b. Astigmatisma against the rule. kekuatan re-
3. Nyeri kepala yang muncul dipicu oleh melihat fraksi yang lebih besar berada pada meridian
dekat dalam jangka panjang. horizontal kornea. Biasanya lebih sering pada
4. Sensitif terhadap cahaya. dewasa.
5. Spasme akomodasi. 2. Astigmatisma ireguler.
Pemeriksaan Refraksi pada Hipermetropia Berdasarkan letak titik fokus meridiannya astigmatis-
a. Tambahkan kekuatan lensa sferis positif hingga ma dapat dibagi atas:
pasien dapat membaca huruf pada baris 6/ 6. I. Astigmatisma miopia simpleks: fokus bayangan
b. Apabila huruf pada baris 6/6 sudah tercapai, maka pada salah satu meridian jatuh di depan retina.
kekuatan lensa ditambahkan +0.25 D dan tanya- 2. Asitmatisme miopia kompositus: fokus bayangan
kan apakah masih dapat melihat huruf tersebut. kedua meridian jatuh di depan retina.
c. Apabila pada penambahan +0,25 D masih dapat 3. Astigmatisma campuran: fokus bayangan salah
terlihat jelas huruf pada baris 6/ 6 maka tambah- satu meridian jatuh di depan retina dan meridian
kan lagi kekuatan lensa hingga pandangan menja- lain jatuh di belakang retina.
di kabur. maka derajat hipermetropia yang dicatat 4. Astigmatisma hiperopia simpleks: fokus bayangan
adalah kekuatan lensa terbesar yang memberikan salah satu meridian jatuh di belakang retina.
tajam penglihatan terbaik. 5. Astigmatisma hiperopia kompositus: fokus
d. Kerjakan cara yang sama pada mata yang lain. bayangan kedua meridian jatuh di belakang retina.
Retinopati
Indra Maharddhika Pambudy, Yunia Irawati
Sedang: adanya cemuan patologis lain selain mikroaneurisma namun lebih ringan
dibandingkan/tidak memenuhi kriterla NPDR berat.
Berat: salah sacu dari kriceria berikut canpa adanya canda retinopati diabetik proliferatif:
I. Adaya perdarahan intraretina berat dan mikroaneurisma pada masing- masing 4 kuadran:
2. Adanya beading vena pada 2 kuadran atau lebih:
3. lnrra retinal microvascular abnormalities (IRMA) sedang pada I atau lebih kuadran.
1. Adanya neovaskularlsasl
2. Adanya perdarahan vicreus acau perdarahan praretina
maka gambaran yang muncul adalah penyempitan a. Tanpa retinopati atau dengan NPDR sedang:
perifer, silver-wiring dan obliterasi, mirip dengan setiap 3-12 bulan.
oklusi arteri cabang. b. NPDR berat atau lebih buruk: setiap 1-3 bulan.
Pencegahan retinopati terutama dikerjakan dengan:
PDR memberikan gambaran khusus pada pemeriksa- l. Melakukan kontrol ketat terhadap gula darah;
an oftalmologi, yaitu: 2. Pada pasien DM dengan hipertensi, dilakukan kon-
1. New vessel at the disc (NVD) merupakan neovasku- trol tekanan darah.
larisasi di atau dalam satu diameter diskus dari pa-
pil nervus optikus. Tata Laksana
2. New vessel elsewhere (NYE) merupakan neovasku- Secara singkat, terapi untuk retinopati diabetik
larisasi yang jauh dari disk us, yang dapat menga- dapat diringkas dalam Tabel 2. Terapi dikerjakan oleh
kibatkan fibrosis apabila bertahan lama. dokter spesialis mata.
3. New vessel on the iris (NVn merupakan neovasku- Follow-up dikerjakan sesuai dengan indikasi se-
larisasi pada iris, disebut juga rubeosis iridis, dan bagai berikut:
memiliki kemungkinan berlanjut menjadi glauko- a. NPDR ringan: setiap 6-12 bulan;
ma neovaskular. b. NPDR sedang:
a. Tanpa edema makula: setiap 4-6 bulan tanpa
Manifestasi Klinis memerlukan pemeriksaan fundus fluorescein
Manifestasi klinis pada awalnya asimtomatis. Pada angiography (FFA) atau ocular coherence to-
kasus yang lebih berat, biasanya dapat ditemukan mography (OCT).
penyempitan lapang pandang, floater (bercak hitam b. Dengan edema makula: setiap 2-4 bulan, de-
pada lapang pandang) , penurunan tajam penglihatan. ngan pemeriksaan penunjang FFA dan/atau
OCT. 395
Skrining dan Pencegahan c. NPDR berat:
Skrining diperuntukkan bagi: a. Tanpa edema makula: Setiap 4 bulan, pemerik-
l. Penderita DM tipe l: 3-5 tahun setelah diagnosis saan FFA diindikasikan.
DM tipe l , dan dilanjutkan dengan follow-up se- b. Dengan edema makula: setiap 2-4 bulan.
tiap tahun. d. PDR dengan atau tanpa CSME: setiap 2-3 bulan,
2. Penderita DM tipe 2: pada saat diagnosis DM tipe e. Pada PDR dengan komplikasi yang tidak dapat
2 ditegakkan dan dilanjutkan dengan follow-up ditangani dengan terapi laser, maka dikerjakan
setiap tahun. pemeriksaan setiap 6 bulan.
3. Sebelum kehamilan (DM tipe l dan DM tipe 2):
skrining dikerjakan sebelum konsepsi dan pada B. Retinopati Hipertensi
awal trimester satu, dengan follow-up: Definisi
Tabel 2. Rekomendasi Terapi Reti nopati Diabetik Berdasarkan Beramya Retinopati.
K('tH'rada<m <•tlt•mc1
Panretinal Focal dan/
B('I atnya nmkula yang Follow up Fluoresm
photocoagulation atau grid
R<'tinopati hP1 maknc1 st•cara (hulan) laser angiograplJy laser
klinis
Tidak Tidak
Tidak ada 6-12 Tidak dikerjakan
NPDR ringan dikerjakan dikerjakan
hingga sedang
Ada 2-4 Tidak dikerjakan Biasanya Biasanya
Tidak
Tidak ada 2-4 Terkadang Jarang
NPDR berat dikerjakan
Ada 2-4 Terkadang Biasanya Biasanya
Tidak
Tidak ada 2-4 Terkadang Jarang
dikerjakan
PDR risiko rendah
Ada 2-4 Terkadang Biasanya Biasanya
Tidak
Tidak ada 2-4 Biasanya Jarang
dikerjakan
PDR risiko tinggi
Ada 2-4 Biasanya Biasanya Biasanya
Tidak
Tidak ada 6-12 Tidak dikerjakan Biasanya
PDR inaktif dikerjakan
Ada 2-4 Tidak dikerjakan Biasanya Biasanya
148.II
Kompclensi 1V
Blefaritis
•• Novita Suprapto, Yunia lrawati
Ektropion
Novita Suprapto, Yunia Irawati
398
Definisi kantus medial atau lateral) yang dihubungkan dengan
Berputarnya tepi kelopak mata (margo palpebra) men- penuaan, pada umumnya terjadi pada kelopak mata
jauhi bola mata. biasanya terjadi pada palpebra bawah. bawah yang disebabkan oleh efek gravitasi. Ektropi-
Ektropion dibagi menjadi ektropion kongenital, ektro- on kongenital disebabkan oleh karena pemendekan
pion senilis (involusional) , ektropion paralitik, dan ek- dari lame! anterior kelopak mata. Ektropion sikatrik
tropion sikatrik. disebabkan karena kontraktur lamela anterior atau
kehilangan lapisan kulit akibat trauma panas, kimia,
Epidemiologi mekanik, operasi, dan kerusakan kulit akibat inflamasi
Ektropion senilis (involusional) berhubungan de- kronis seperti penyakit dermatitis atopik rosasea dan
ngan usia. sering pada usia tua dan banyak terjadi herpes zoster. Ektropion paralitik biasanya disebabkan
secara bilateral. sedangkan pada ektropion kongenital paralisis atau palsy nervus fasia lis (N.vm.
kasus jarang ditemukan.
Gejala dan Tanda
Patogenesis Tepi kelopak mata menjauhi bola mata, mata merah
Ektropion senilis (involusional) biasanya disebab- atau mudah iritasi pada mata, berair, dan dapat timbul
kan oleh kekenduran kelopak mata horizontal (tendon keratitis.
Terapi 2. James B. Bron A. Lecture notes on ophthalmology. Edisi ke-
Terapi awal dapat diteteskan lubrikanlartificial tears 11. Ame rika Serikat: Wiley-Blackwell: 2012.
(eye drop/eye gel) dan selanjutnya dirujuk untuk 3. Lang GK. Ophthalmology a short textbook. New York:
dilakukan pembedahan. Thieme: 2000.
4. Olver J. Cassidy L. Ophtalmology at a glance. London: Black-
Prognosis well Publishing: 2005.
Baik setelah dilakukan tindakan bedah. 5. Kanski JJ. Bowling B. penyunting. Clinical ophthalmology. a
systematic app roach. Edisi ke-7. Edinburgh: Elsevier Butten-
Sumber Bacaan worth-He innemann; 20 I l .
l. Scholete T. Pocket atlas of ophthalmology. New York: 6. Michele B. Ectropion. fundamentals of clinical ophtalmology
Thieme: 2006. plastic and orbi tal surgery. London: BMJ: 200 l.
Entropion
Novita Suprapto, Yunia Irawati
Definisi Diagnosis
Berputarnya tepi kelopak mata (margo palpebra) ke Pemeriksaan kelopak yang harus dilakukan yaitu snap
arah bola mata. Entropion kelopak mata bawah umum- test. blink test, distraction test lateral dan medial, serta
nya involusional, sedangkan entropion sikatrik lebih eversi kelopak.
sering ditemukan pada kelopak mata atas. Bisa terjadi
unilateral atau bilateral. Diagnosis Banding
Epiblepharon harus dibedakan dengan entropion kon-
Epidemiologi genital.
Paling banyak ditemukan jenis entropion senilis/in-
volusional dan tidak ada kaitannya dengan predispo- Tata Laksana
sisi jenis kelamin. Pada entropion kongenital banyak Terapi awal dengan pemberian lubrikan pada mata dan
ditemukan di Asia dibanding Eropa. dilanjutkan untuk tindakan pembedahan. Pada entro-
pion spastik dapat diberikan injeksi toksin botulinum.
Jenis berdasarkan Etiologi dan Patogenesis
Entropion senilis/involusional disebabkan oleh Prognosis
overriding m. orbicularis oculi preseptal ke pre- Tergantung pada etiologi dan patogenesis yang men-
tarsal. kekenduran dari kelopak mata, disinsersi dasari. Prognosis terburuk didapatkan oleh entropion
retraktor kelopak, dan atrofi lemak dari lapisan sikatrik yang disebabkan inflamasi kronis.
kelopak.
Entropion sikatrik terjadi karena kontraktur dari Sumber Bacaan 399
vertikal tarso konjungtiva yang disebabkan Iuka l. Scholete T. Pocket atlas of ophthalmology. New York:
bakar, cedera sebelumnya, inflamasi (khususnya Thieme: 2006.
pemfigoid, sindrom Steven-Johnson, trakoma) , 2. James B, Bron A. Lecture notes on ophthalmology. Edisi ke-
trauma atau pembedahan. 11. Amer ika Serikat: Wiley-Blackwell: 20 12.
Entropion kongenital, yaitu adanya inversi margo 3. Lang GK. Ophthalmology a sho rt textbook. New York:
kelopak mata umumnya terkait disgenesis retrak- Thieme: 2000.
tor kelopak mata bawah. defek struktur tasus, dan 4. Arthur LSW. Constable U. Colo r atlas of op hthamology. Edisi
pemendekan lame! posterior. ke-3. Amerika Serikat: World Scientific Publishing: 2007.
Entropion spastik erat kaitannya dengan blefaro- 5. Olver J. Cassidy L. Ophtalmology at a glance. London: Black-
spasme esensial. we ll Publishing: 2005.
6. Kanski JJ, Bowling B. penyunting. Clinical ophthalmology, a
Gejala dan Tanda systematic approach. Edisi ke-7. Edinburgh: Elsevier Butten-
Tepi kelopak mata berputar ke arah bola mata, mu- worth-Heinnemann: 20 11.
dah iritasi pada mata, dan mata merah. Apabila entro- 7. Ewa n GK. Entropion, fundamentals of clinical ophtalmology
pion sudah kronis. maka ditemukan komplikasi pada plastic and orbital surgery. London: BMJ: 200 l.
kornea.
Hordeolum
Novita Suprapto, Yunia Irawati
Kalazion
Novita Suprapto, Yunia Irawati
153
Kompetensi IV II
••
Trauma Kimia
Novita Suprapto, Yunia Irawati
iI).,
401
Definisi Epidemiologi
Trauma yang diakibatkan oleh bahan kimia. Biasanya ditemukan pada usia dewasa muda, laki-laki,
dan bekerja di lingkungan industri.
Klasifikasi
Bahan kimia yang dapat menyebabkan kelainan Patofisiologi
pada mata dapat dibedakan menjadi trauma asam dan Derajat trauma dipengaruhi oleh luas permukaan
trauma basa. Trauma basa biasanya didapatkan dari kontak, kedalaman penetrasi, dan derajat keparahan
amonia yang terdapat pada cairan pembersih rumah, sel induk limbal. Trauma kimia basa menyebabkan
potassium hydroxide (KOH), magnesium hydroxide, reaksi saponifikasi atau persabunan. Sedangkan trau-
dan kapur. Sementara itu, trauma asam paling sering ma kimia asam menyebabkan denaturasi dan presipi-
dikarenakan sulfur, hydrofluoric, acetic (CH 3 COOH), tasi protein pada jaringan. Kerusakan trauma kimia
krom (Cr 2 03) , dan hidroklor (HCI). asam cenderung lebih ringan dibanding dengan trau-
ma kimia basa.
Tabel 1. Derajat Klasifikasi Trauma Kimia Mata
Bahan basa menyebabkan kerusakan kolagen kimia 7,7. Perlu dilakukan eversi palpebra dan irigasi bagian
dan terjadi proses saponifikasi atau persabunan yang forniks untuk membersihkan benda asing dan jaringan
disertai dengan hidrasi. Bahan basa tersebut dapat me- nekrotik.
nembus bilik mata depan dalam waktu ± 7 detik. Se- Pemberian steroid topikal, anti-glukoma dan
dangkan, pada bahan asam langsung terjadi pengenda- sikloplegik diindikasikan untuk 2 minggu pertama
pan atau penggumpalan protein permukaan yang sa- namun setelahnya steroid harus dihindari karena
ngat dipengaruhi pH bahan tersebut, apabila semakin dapat menghambat reepitelisasi.
asam maka akan mempengaruhi prognosis. Menurut
klasifikasi Troft maka trauma basa dibagi menjadi: Komplikasi
Derajat 1: Hiperemi konjungtiva disertai dengan Dapat menyebabkan glaukoma sekunder, simblefaron
keratitis pungtata; dan katarak.
Derajat 2: Hiperemi konjungtiva disertai dengan
hilangnya epitel kornea; Prognosis
Derajat 3: Hiperemi disertai dengan nekrosis Tergantung dari derajat keparahan trauma kimia.
konjungtiva dan lepasnya epitel kornea;
Derajat 4: Konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak Sumber Bacaan:
50%. 1. Kuhn F. Pieramici DJ. Ocular trauma principles and practice.
New York: Thieme: 2002.
Berdasarkan American Academy of Ophthalmology, 2. lyas S. Penentu ilmu penyakit mata. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2001.
terdapat klasifikasi Hughes untuk trauma basa karena
3. !yas S. Kedaruratan ilmu penyakit mata. Jakarta: Balai Pen-
alkali (diunduh dari External Disease and Cornea; 2012)
erbit FKUI: 2000.
4. Olver J. Cassidy L. Ophtalmology at a glance. London: Black-
402 Tata Laksana
well Publishing: 2005.
Penatalaksanaan awal adalah irigasi secepatnya
5. Riordan-Eva P. Whitcher JP, penyunting. Vaughan & As-
dengan air mengalir atau cairan isotonik (salin normal
bury's general ophthalmology. Edisi ke-18. Philadelphia:
atau ringer Jaktat) dianjutkan selama 15-30 menit McGraw-Hill: 2011.
sebelumnya diberikan anastesi topikal. Dilakukan 6. Weiss JS, American Academy of Ophtalmology. External
pengecekan pH berulang sampai pH mencapai 7,3- disease and cornea: LEO clinical updates. Amerika Serikat:
2012.
Tabel 1. Terapi medikamentosa pada trauma kimia (disadur dari Vaughan & Asbury·s General Ophthalmology. 2007)
Ohat Dos1s
155
Kompetensl Ill II
Trauma Bola Mata 403
Beberapa trauma mempunyai mekanisme yang perdarahan tidak berkurang dan terdapat gamba-
kompleks. Agar memudahkan diagnosis maka Bir- ran brill hematom (darah masuk ke dalam rong-
mingham Eye Trauma Terminology (BETT) menya- ga orbita hingga melewati batas septum orbita
makan istilah diagnosis dengan membagi berdasarkan kelopak mata) maka perlu dicurigai pecah arteri
jenis objek dan bentuk trauma (lihat Gambar 1 dan 2). oftalmika yang diakibatkan oleh fraktur basis
kranii.
Diagnosis 2. Edema konjungtiva
Trauma yang diakibatkan oleh benda tumpul dapat Penatalaksanaan dapat menggunakan dekonges-
menyebabkan: tan untuk mencegah pembendungan cairan dida-
l. Hematoma palpebra lam selaput lendir konjungtiva.
Sering terjadi akibat tinju atau benturan benda 3. Perdarahan subkonjungtiva (baca Bab Perdarah-
tumpul. Perlu diteliti apakah melibatkan bagian an Subkonjungtiva)
mata yang lebih dalam atau tidak. Hematom ha- 4. Edema kornea
nya terbentuk segera setelah terjadinya trauma. Terjadi akibat trauma tumpul dengan intensitas
Sebagai terapi dapat segera diberikan kompres keras, menyebabkan edema kornea hingga rup-
dingin untuk menghentikan perdarahan serta ture membrane descement. Penglihatan akan men-
menghilangkan rasa sakit. Apabila dalam 24 jam jadi kabur, rasa sakit, silau dan terlihatnya pelangi
Tabel I. Trauma Pada Bola Mata Menu rut Birmingham Eye Trauma Terminology (BETT)
Luka full thickness dari dinding bola mata Akibat peningkatan TIO yang cepat mengakibatkan
Ruptur
akibat benda tumpul yang ukurannya besar dinding bola mata ruptur pada titik-titik terlemah
Luka full thickness dari bola mata yang Luka diakibatkan oleh mekanisme "outside-in-
Laserasi
disebabkan benda tajam mechanism ".sering ditemukan prolapsjaringan
Perforating injury Didapatkan Iuka masuk dan Iuka keluar Kedua Iuka ditimbulkan oleh sebab yang sama
disekitar sumber cahaya yang dilihat. Tata laksana miopi) dan luksasi lensa (putusnya seluruh zonula
404
yang diberikan adalah larutan hipertonik (NaCl zinii yang dibagi menjadi luksasi lensa ke anterior
5%) atau larutan glucose 40%. dan posterior). Pada penanganannya harus dikirim
5. Dislokasi lensa ke dokter mata untuk pengeluaran lensa.
Dislokasi lensa dapat dalam bentuk subluksasi 8. lridoplegia
lensa (putusnya zonula zinii sebagian yang terja- Kelumpuhan otot springter pupil sehingga dida-
di spontan pasca trauma, gambaran iridodenesis, patkan pupil berdilatasi atau midriasis. Pasien
miopi) dan luksasi lensa (putusnya seluruh zonula akan mengeluhkan susah untuk melihat dekat
zinii yang dibagi menjadi luksasi lensa ke anterior (gangguan akomodasi), silau. lridoplegia ber-
dan posterior). Pada penangannya harus dikirim langsung 2- 3 minggu setelah trauma tumpul
ke dokter mata untuk pengeluaran lensa. terjadi. Tata laksana berupa tirah baring untuk
6. Iridoplegia mencegah terjadinya kelelahan springter serta di-
Apabila terjadinya trauma tumpul yang keras berikan juga pilokarpin.
dapat menyebabkan edema kornea hingga rupture 9. lridosiklitis
membrane descemet. Penglihatan akan menjadi Pada trauma tumpul yang terjadi melibatkan reak-
kabur, rasa sakit, silau dan terlihatnya pelangi si jaringan uvea. Tajam penglihatan menurun di-
disekitar sumber cahaya yang dilihat. Tata laksa- sertai mata merah (akibat adanya sel-sel radang
na yang diberikan adalah larutan hipertonik (NaCl pada bilik mata depan). Perlu dilakukan pemerik-
5%) atau larutan glucose 40%. saan fundus dan tekanan bola mata. Pada uveitis
7. Dislokasi lensa anterior tata laksananya dapat diberikan tetes
Dislokasi lensa dapat dalam bentuk subluksasi midriatik dan steroid topikal hingga steroid siste-
lensa (putusnya zonula zinii sebagian yang terja- mik.
di spontan pasca-trauma, gambaran iridodenesis,
10.Hifema Trauma
Darah yang terdapat dalam bilik mata depan yang
diakibatkan robeknya pembuluh darah iris atau
badan siliar. Trauma ini selalu dikaitkan trauma
yang diakibatkan oleh bola tenis. Pasien akan
mengeluh sakit, epifora, dan blefarospasme. Pasien
sebaiknya dirawat karena dapat timbul perdarahan +
ulang dalam 5 hari pasca trauma. Pengobatan de-
ngan melakukan elevasi kepala (30 ' ), sikloplegik.
atau midriatikum untuk mengurangi nyeri dan
risiko terjadinya sinekia posterior, kortikosteroid
topikal, terapi anti fibrinolitik oral (asam tranek- Gambar I. Klasifikasi Trauma Bola Mata
samat), dan anti koagulan. Biasanya hifema akan
hilang sempurna tetapi dapat pula dilakukan pem- komplikasi (hifema atau ablasio retina).
bedahan untuk mengeluarkan darah atau nanah Sumber Bacaan
dari bilik mata depan (parasentesis). Apabila terjadi l. Kuhn F, Pieramici DJ. Ocular trauma principles and practice.
hifema spontan maka dipikirkan penyakit penyerta New York: Thieme: 2002.
seperti leukemia dan retinoblastoma. 2. Kuhn F. Ocular traumatology: prevention. prevention,
prevention. Graefes Arch Clin Exp Ophthalmol. 2010
Sedangkan pada trauma terbuka diberikan an- Mar:248(3):299-300.
titetanus, antibiotik topikal broad sprektum, mata di- 3. Gelsto n CD. Common eye emergencies. Am Fam Physician.
tutup dan selanjutnya dikirim pada dokter mata untuk 2013 Oct 15:88(8):515-9.
dilakukan pembedahan. Jangan diberikan salep mata, 4. Ledford JK, Hoffman J. Quick reference dictionary of eye-
steroid lokal. care terminology. Edisi ke-5. Amerika Serikat: SLACK Inter-
corporated: 2007.
Pemeriksaan Penunjang 5. Riordan -Eva P. Whitcher JP, penyunting. Vaughan & As-
Apabila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan slit bury's general op hth almology. Edisi ke- 18. Philadelphia:
lamp, X-ray, Rontgen (Comberg), USG mata dan CT McGraw-Hill; 2011.
scan orbita. 6. Iyas S. Penentu ilmu penyakit mata. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI: 2001.
Prognosis 7. Iyas S. Kedaruratan ilmu penyakit mata. Jakarta: Balai Pen-
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis adalah erbit FKUI: 2000.
jaringan prolaps, luas dan panjang Iuka, ada tidaknya 8. Olver J. Cassidy L. Ophtalmology at a glance. London: Black-
well Publishing: 2005.
405
9. James B. Bron A. Lecture notes on ophthalmology. Edisi ke-
11. Amerika Serikat: Wiley-Blackwell: 2012.
Objek peuyebab
raurna
aaro ----i
D~
ln-
d~ln-
g~l/~
o.l~
a-m~
a-ta"'""'
-
dinding bola mata terbuka
+
l
..
full thickness?
- i i
IYa T!dak Apakah objek , Tidal¢
meninggalkan ____... -
bola mara?
Ya i
Apakah Iuka sama?
I i
Ya i !idak
"llii!F!ii!MA 1Miiii!ii'iii4
Gambar 2. Diagnosis Trauma Bola Mata
Retinoblastoma
Chrysilla Calistania, Yunia Irawati