Anda di halaman 1dari 31

BAB I

TUMOR DAN FRAKTUR TULANG

1.1 Definisi Tumor Tulang

Tumor tulang merupakan tumor jinak yang paling sering ditemukan dari seluruh
tumor jinak tulang, terutama terjadi pada usia 20 – 40 thn. Tumor tulang merupakan lesi
tulang yang bersifat jinak dan ditandai oleh pertumbuhan tulang yang abnormal.
Osteoma merupakan lesi tulang yang bersifat jinak dan ditandai oleh pertumbuhan
tulang yang abnormal. Tumor tulang berwujud sebagai suatu benjolan yang tumbuh
dengan lambat, tidak nyeri. Tumor tulang sering ditemukan ditulang tengkorak dan
tulang-tulang muka. Tumor tulang yang luas dapat menyerang clavicula, pelvis dan
jaringan tubula tulang (osteoma periosteal). Osteoma jaringan lunak dapat terjadi
dikepala, mata dan lidah atau dieksremitas. Insiden yang terjadi pada beberapa laporan
Tumor tulang lebih banyak terjadi pada wanita dari pada pria dengan perbandingan 3:1.
1,2,5

1.2 Definisi Fraktur

Fraktur adalah rusaknya kontinuitas dari struktur tulang,tulang rawan dan lempeng
pertumbuhan yang disebabkan oleh trauma dan non trauma. Tidak hanya keretakan atau
terpisahnya korteks, kejadian frakturlebih sering mengakibatkan kerusakan yang komplit
dan fragmen tulang terpisah.Tulang relatif rapuh, namun memiliki kekuatan dan
kelenturan untuk menahan tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh cedera, stres yang
berulang, kelemahan tulang yang abnormal atau disebut juga fraktur patologis. 1,3,4,6

1.3 Klasifikasi Tumor tulang berdasarkan Histologik dan Lokasi tersering5


1) Osteoma
Osteoma Merupakan tumor jinak yang paling sering ditemukan (39,3%)
dari seluruh tumor jinak tulang terutama terjadi pad usia 20 – 40 tahun.
Bentuknya kecil tapi dapat menjadi besar tanpa menimbulkan gejala gejala yang
spesifik.
Lokasi Kelainan ini ditemukan pada tulang tengkorak seperti maksila,
mandibula, palatum, sinus paranasalis dan dapat pula pada tulang tulang panjang
seperti tibia dan femur.
Pemeriksaan radiologis pada foto rontgen osteoma berbentuk bulat dengan batas
tegas tanpa adanya destruksi tulang. Pada pandangan tangensial osteoma terlihat
seperti kubah.

Gambar 1. Osteoma

2) Osteoid osteoma
Osteoid osteoma adalah tumor jinak, jarang ditemukan (1,8%), terutama
pada umur 10 – 25 tahun. Tumor ini lebih sering pada laki laki daripada wanita
dengan perbandingan 2:1. Gejala yang paling menonjol adalah nyeri pada suatu
daerah tertentu dan menghilang dengan pemberian salisilat.
Lokasi osteoid osteoma pada femur (25%), tibia (25%), dan sisanya pada daerah
daerah lain, seperti pada tulang belakang.
Pemeriksaan radiologis Pada foto rontgen ditemukan adanya daerah yang bersifat
radiolusen yang disebut nidus didaerah diafisis di kelilingi oleh suatu daerah skerosis
yang padat, serta penebalan kortikal yang merupakan reaksi pebentukan tulang,
kadang kadang pemeriksaan tomogram diperlukan untuk membantu menegakkan
diagnosa.
Gambar 2. Osteoma Osteoid

3) Osteoblastoma (osteoid osteoma raksasa)


Tumor ini seperti osteoid osteoma ditemukan pada dewasa muda dan lebih
sering pada laki laki daripada wanita. Gejala nyeri yang ditemukan lebih ringan
dibanding osteoid osteoma dan lebih jarang terjadi. Kelainan ini hanya merupakan
2,5% dari seluruh tumor jinak.
Lokasi Osteoblatoma terutama ditemukan pada os vertebra dan tulang tulang
pendek lainnya seperti os ilium, costa, os phalanx dan os tarsal.
Pemeriksaan radiologis terlihat adanya daerah osteolitik dengan batas - batas
yang jelas serta adanya bintik bintik kalsifikasi. Diameter lesi bervariasi bisa sampai
beberapa cm. Gambaran patologisnya mirip osteoid osteoma tetapi gambaran sel dan
vaskularisasinya lebih menyolok.
Gambar 3. Osteoblastoma
4) Kondroma
Disebut juga enkondroma, merupakan tumor jinak tulang dengan frekuensi 9,8%
dari seluruh tumor jinak tulang, biasanya ditemukan pada usia dewasa muda tetapi
dapat pula pada setiap umur. Gejalanya biasanya berupa benjolan yang tidak nyeri.
Lokasi Terutama pada os phalanxs, os tarsal, costa dan tulang tulang panjang
yang bersifat soliter tapi dapat juga multiple sebagai enkondromatosis yang
bersifat kongenital (penyakit Ollier).
Pemeriksaan radiologis memperlihatkan adanya daerah radiolusen yang bersifat
sentral (enkondroma) antara metafisis dan diafisis. Mungkin dapat ditemukan sedikit
ekspansi dari tulang. Pada tulang yang matur dapat ditemukan adanya bintik-bintik

kalsifikasi pada daerah lusen.


Gambar 4. Kondroma

5) Osteochondroma
Osteochondroma Merupakan tumor jinak tersering kedua (32,5%) dari seluruh
tumor jinak tulang dan terutama ditemukan pada remaja yang pertumbuhannya aktif
dan pada dewasa muda. Gejala nyeri terjadi bila terdapat penekanan pada bursa atau
jaringan lunak sekitarnya. Benjolan yang keras dapat ditemukan pada daerah sekitar
lesi.
Lokasi osteokondroma biasanya pada daerah metafisis tulang panjang khususnya
femur distal, tibia proksimal dan humerus proksimal. Osteokondroma juga dapat
ditemukan pada tulang scapula dan ilium. Tumor bersifat soliter dengan dasar lebar
atau kecil seperti tangkai dan bila multipel dikenal sebagai diafisis aklasia
(eksosotosis herediter multiple), yang bersifat herediter dan diturunkan secara
dominan gen mutan.
Pemeriksaan radiologis Ditemukan adanya penonjolan tulang yang berbatas tegas
sebagai eksostosis yang muncul dari metafisis tetapi yang terlihat lebih kecil
dibandingkan dengan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik oleh karena sebagian
besar tumor ini diliputi oleh tulang rawan. Tumor dapat bersifat tunggal atau
multiple tergantung jenisnya.
Patologi Ditemukan adanya tulang rawan hialin didaerah sekitar tumor dan
terdapat eksostosis yang berbentuk tiang didalamnya. Lesi yang besar dapat
berbentuk gambaran bunga kol dengan degenerasi dan kalsifikasi di tengahnya.

Gambar 5. Osteochondroma

6) Kondroblastoma jinak
Merupakan tumor jinak yang jarang ditemukan dan terjadi pada umur 10 –
25 tahun, sering ditermukan pada laki – laki daripada wanita. Pertumbuhan
tumor sangat lambat, gejala nyeri sendi merupakan gejala utamanya.
Lokasi Kondroblatoma jinak berasal dari daerah epifisis dan berkembang kearah
metafisis. Tumor terutama ditemukan pada epifisis tibia proksimal, femur distal dan
humerus proksimal.
Pemeriksaan radiologis Pada foto roentgen terlihat refraksi yang jelas pada
tulang kanselosa yang dapat melebar di luar daru daerah garis epifisis. Bentuknya
eksentrik dengan korteks yang tipis tetapi penetrasi keluar jarang terjadi. Batas batas
tumor terlihat reguler, tidak disertai dengan bintik bintik kasifikasi dengan adanya
gambaran deposisi kalsium.
Patologi: Gambaran patologis ditandai dengan gejala - gejala karasteristik dari
banyaknya sel yang tidak berdiferensiasi dengan sel yang bulat atau poligonal dari
sel sel yang menyerupai kondroblas dengan sel sel raksasa inti banyak dari sel
osteoklas yang diatur secara sendiri sendiri atau berkelompok. Hanya ditemukan
sedikit jaringan seluler dari matriks jaringan tulang rawan yang disertai kalsifikasi
fokal dan jaringan retikulin.

Gambar 6. Chondroblastoma

7) Kondromiksoid fibroma
Tumor ini biasanya didapatkan pada anak-anak dan dewasa muda.Pada tulang
panjang paling banyak di daerah metafisis dan lokasinya eksentrik,
Lokasi : paling sering pada tulang sekitar lutut.
Gambaran radiologik : tumor ini tampak sebagai daerah yang radiolusen di daerah
metafisis tulang panjang, letaknya eksentris, berbatas tegas, kadang-kadang dengan
pinggiran sklerotik. Korteks menipis karena ekspansi tumor.Tidak ada reaksi
periosteal.Kalsifikasi jarang. Kadang-kadang terdapat gambaran menyerupai busa
sabun (soap-buble appearance).
Gambar 7. Kondromiksoid Fibroma
8) Giant cell tumor
Tumor ini biasanya dijumpai pada usia dewasa, setelah terjadi fusi tulang.
Kebanyakan dijumpai pada usia 30-40 tahun. Pada tulang panjang,
Lokasi : Tumor ini lokasinya pada ujung tulang (subartikuler), paling sering sekitar
sendi lutut.
Gambaran radiologik : tampak daerah radiolusen pada ujung tulang panjang dengan
batas yang tidak tegas. Ada zona transisi antara tulang normal dan patologik, biasanya
kurang dari 1 cm. Lesi biasanya eksentrik, bersifat ekspansif sehingga korteks
menjadi tipis. Tidak ada reaksi periosteal. Tumor yang sudah besar dapat mengenai
seluruh lebar tulang dan sering terjadi fraktur patologik.

Gambar 8. Giant Cell Tumor

9) Osteosarkoma
Ostersarkoma merupakan tumor ganas primer tulang yang paling sering dengan
prognosis yang buruk. Kebanyakan penderita berumur antara 10-25 tahun. Jumlah
kejadian kasus osteosarkoma meningkat setelah umur 50 tahun yang disebabkan oleh
adanya degenerasi maligna,, terutama pada penyakit Paget.
Lokasi: Paling sering ditemukan sekitar lutut, yaitu lebih dari 50 %. Tulang-tulang
yang sering terkena adalah femur distal, tibia proksimal, humerus proksimal, dan
pelvis. Pada tulang panjang, tumor biasanya mengenai metafisis. Garis epifiser
merupakan barrier dan tumor jarang menembusnya. Metastasis cepat terjadi secara
hematogen, biasanya ke dalam paru.
Gambaran radiologik: tampak tanda-tanda destruksi tulang yang berawal pada
medula dan terlihat sebagai daerah yang radio lusen dengan batas yang tidak tegas.
Pada stadium yang masih dini terlihat reaksi periosteal yang gambarannya dapat
lamelar atau seperti garis-garis tegak lurus pada tulang (sunray appearance). Dengan
membesarnya tumor, selain korteks juga tulang subperiosteal akan dirusak oleh tumor
yang meluas ke luar tulang. Dari reaksi periosteal itu hanya sisanya yaitu pada tepi
yang masih dapat dilihat, berbentuk segi tiga dan dikenal sebagai segi tiga
Codman.Pada kebanyakan tumor ini terjadi penulangan (ossifikasi) dalam jaringan
tumor sehingga gambaran radiologiknya variabel bergantung pada banyak sedikitnya
penulangan yang terjadi. Pada stadium dini gambaran tumor ini sukar dibedakan
dengan osteomielitis.

Gambar 9. Osteosarkoma

10) Sarkoma ewing


Tumor ganas primer ini paling sering mengenai tulang panjang. Metastasis terjadi
cepat secara hematogen ke paru-paru atau tulang-tulang lainnya di mana gambaran
metastasisnya mirip dengan tumor primernya. Tumor ini sensitif terhadap terapi
penyinaran, tetapi tidak kurabel. Sifat radio sensitif ini penting untuk diagnostik.
Lokasi: Kebanyakan pada diafisis.Tulang yang juga sering terkena adalah pelvis dan
tulang iga. Kira-kira 75 % dari penderita dibawah umur 20 tahun, paling sering umur
5-15 tahun.
Gambaran radiologik : tampak lesi destruktif yang bersifat infiltratif yang berawal
di medula; pada foto terlihat sebagai daerah daerah radiolusen. Tumor cepat merusak
korteks dan tampak reaksi periosteal. Kadang-kadang reaksi periostealnya tampak
sebagai garis-garis yang berlapis-lapis menyerupai kulit bawang dan dikenal sebagai
onion peel appearance. Gambaran ini pernah dianggap patognomonis untuk tumor
ini, tetapi ternyata bisa dijumpai pada lesi tulang lain.
Tumor membesar dengan cepat, biasanya dalam beberapa minggu tampak destruksi
tulang yang luas dan pembengkakan jaringan lunak yang besar karena infiltrasi tumor
ke jaringan sekitar tulang.Kadang-kadang tumor ini pada metafisis tulang panjang
sehingga sukar dibedakan dengan osteosarkoma. Juga tumor ini kadang-kadang

memberikan gambaran radiologik yang sukar dibedakan dengan osteomielitis.

Gambar 10. Sarkoma Ewing

11) Simple bone cyst


Kista tulang ini bukan neoplasma tetapi gambaran radiologiknya mirip dengan
tumor jinak tulang. Selalu soliter dan Etiologinya belum diketahui.
Lokasi: Biasanya ditemukan pada metafisis proksimal humerus, femur, atau tibia.
Gambaran radiologik: Tampak bayangan radiolusen pada tulang dengan batas tegas
dan tepi sklerotik. Korteks menipis dan kadang-kadang mengembung keluar. Lesi
dapat unilokuler atau multilokuler.
Gambar 11. Simple Bone Cyst8

12) Aneurysmal bone cyst


Kelainan ini bukan merupakan suatu neoplasma. Etiologinya tidak diketahi,
diduga kelainan vaskular yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah. Kira-kira
70% lesi ini dijumpai pada usia 5-20 tahun.
Lokasi: Kelainan ini dapat ditemukan pada tiap bagian dari skelet. Pada tulang
panjang biasanya di daerah metafisis.
Gambaran radiologik : tampak daerah radiolusen pada tulang yang memberi kesan
adanya destruksi tulang. Lesi bersifat ekspansif, korteks menjadi sangat tipis dan
mengembung keluar.Gambaran sangat mirip dengan giant cell tumor. Batas lesi tegas
dan seringkali disertai tepi sklerotik; sifat-sifat ini penting untuk membedakannya dari
giant cell tumor yang mempunyai batas tidak tegas.

Gambar 12. Aneurysmal Bone Cyst


1.4 Klasifikasi fraktur berdasarkan etiologi, klinis dan radiologis6,7,8
Macam-macam klasifikasi jenis fraktur perlu untuk diketahui dan dipahami, untuk
menentukan treatment dan juga mempermudah evaluasi perbaikan yang terjadi setelah
treatment. Berdasarkan Orthopaedic Trauma Association (OTA) fraktur dapat
diklasifikasikan menjadi:
1. Fraktur Linear
a. Transversal yaitu fraktur sepanjang garis tengah tulang
b. Obliq yaitu fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang
c. Spiral yaitu fraktur memuntir sepanjang batang tulang

2. Fraktur Communited yaitu terdapat lebih dari dua fragmen fraktur yang biasanya
terpecah belah.
a. Communited <50%
b. Communited >50%
c. Butterfly <50%
d. Butterfly>50%
3. Fraktur Segmental
a. Two level
b. Three or more level
c. Longitudinal split
d. Communited

4. Fraktur Bone Loss


a. Bone loss <50%
b. Bone loss >50%
c. Complete bone loss

Terdapat juga fraktur yang dimana tulang tidak benar-benar patah terbelah yang
mana sering disebut fraktur inkomplit. Jenis fraktur inkomplit adalah
1. Greenstick. Jenis fraktur ini sering ditemukan pada anak-anak, tulang melengkung
disebabkan oleh konsistensinya yang elastis. Periosteumnya tetap utuh. Fraktur ini
biasanya mudah diatasi dan sembuh dengan baik.
Gambar 13. greenstick fraktur pada radius distal seorang anak. Fraktur tidak komplit
dan tidak meluas ke korteks dorsal
2. Fraktur kompresi. Fraktur ini biasanya terjadi pada orang dewasa dan secara khas
mengenai korpus vertebra atau kalkaneus. Reduksi secara sempurna jarang terjadi dan
pasien mungkin akan mengalami deformitas.

Gambar 14. kompresi baji anterior korpus vertebra T12

Menurut hubungan dengan keadaan sekitarnya fraktur dapat dibagi menjadi:


a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar.
b. Fraktur terbuka (open/ compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar karena adanya perlukaan dikulit.
Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat (menurut R. Gustillo), yaitu :8
1. Derajat I : Luka <1 cm Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada luka
remuk.Fraktursederhanatransversal, oblig, atau kominutif ringan. Kontaminasi
minimal.
2. Derajat II :Laserasi >1 cm Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap / avulsi Fraktur
kominutif sedangKontaminasi sedang
3. Derajat III :Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot,
dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas :
a) Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi
luas/ flap/avulsi, atau fraktur segmental/sangat kominutif yang disebabkan oleh
trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka.
b) Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar ataukontaminasi
massif.
c) Luka pada pembuluh arteri / saraf perifer yang harus diperbaiki tanpamelihat
kerusakan jaringan lunak.
Berdasarkan letak anatomis tubuh, fraktur dibagi menjadi beberapa bagian :
1. Ekstremitas atas
a. Regio gelang bahu
1) Fraktur klavikula
2) Fraktur skapula
3) Fraktur humerus subkapital
b. Regio humerus
1) Fraktur suprakondiler humerus
2) Fraktur humerus kondiler
3) Fraktur olecranon
4) Fraktur kapitulum radius
c. Regio siku
1) Fraktur suprakondiler humerus
2) Fraktur humerus kondiler
3) Fraktur olecranon
4) Fraktur kapitulum radius
d. Regio lengan bawah
1) Fraktur radius
2) Fraktur ulna
3) Fraktur antebrakii
4) Fraktur monteggia
5) Fraktur galeazzi
e. Regio pergelangan bawah
1) Fraktur radius distal
2) Fraktur tulang karpal
f. Regio tangan
2. Tulang belakang
a. Regio vertebra servikal
1) Fraktur tulang atlas
2) Fraktur tulang odontoid
3) Fraktur tulang vertebra servikal bawah
b. Regio vertebra torakolumbal
3. Ekstremitas bawah
a. Regio tulang panggul
b. Regio sendi panggul
1) Fraktur leher femur
2) Fraktur tulang trokanter femur
c. Regio femur
1) Fraktur batang femur pada anak
2) Fraktur batang femur pada dewasa
d. Regio lutut
1) Fraktur emur interkondiler
2) Fraktur patella
3) Fraktur plato tibia
e. Regio tungkai bawah
1) Fraktur batang tibia dan fibula
2) Fraktur tibia
3) Fraktur fibula
f. Regio pergelangan kaki
1) Fraktur pergelangan kaki
2) Fraktur malleolus medialis
3) Fraktur malleolus lateral
4) Fraktur bimaleolaris
5) Fraktur kompresi pada tibia
g. Regio pedis
1) Fraktur talus
2) Fraktur kalkaneus
3) Fraktur metatarsal
4) Fraktur jari kaki
FRAKTUR INTRA-ARTIKULAR
1) Fraktur Bennett

Gambar 15. fraktur Bennet pada tulang metakarpal I

Fraktur ini disebabkan oleh abduksi ibu jari yang dipaksakan dan tampak
sebagai fraktur oblik yang mengenai permukaan artikulasi proksimal pada tulang
metakarpal I. Fragmen kecil tulang metakarpal I tetap berartikulasi dengan trapezium,
sementara bagian tulang yang lain mengalami dislokasi ke arah dorsal dan radial
akibat tarikan muskulus abduktor policis longus. Kegagalan mendiagnosis dan
mengobati fraktur intraartikular pada metakarpal dapat menimbulkan rasa nyeri yang
lama,kekakuan, dan atritis pascatrauma akibat permukaan artikular yang tidak rata.

2) Fraktur Barton
Fraktur ini akibat terjatuh dengan tangan terentang. Fraktur oblik intraartikular
mengenai tepi dorsal radius bagian distal. Terkadang hal ini juga ada kaitannya
dengan dislokasi persendian pergelangan tangan. Bila fraktur mengenai permukaan
volar radius bagian distal, fraktur ini disebut sebagai kebalikan fraktur Barton. Kedua
bentuk fraktur ini paling baik dilihat pada proyeksi lateral oleh karena orientasi
koronal dari garis fraktur.
3) Fraktur plato tibia
Kebanyakan fraktur ini mengenai plato tibial lateral. Mekanisme cederanya
karena terpelintir. Kadang-kadang fraktur tidak terlihat jelas pada proyeksi AP dan
lateral yang standar. Oleh karena itu, kemungkinan dibutuhkan pandangan oblik, atau
tomografi unutk mengenali dan menilai derajat beratnya fraktur. Sekitar 10% fraktur
ini disebabkan oleh cedera ligamentum sendi lutut.

Gambar 16. fraktur depresi pada plato tibia lateral

4) Fraktur pergelangan kaki


Fraktur ini disebabkan oleh cedera inversi atau eversi, atau kombinasi kedua
meknisme tersebut. Macam-macam fraktur dapat diklasifikasikan berdasarkan pada
jenis cedera atau jenis fraktur yang terlibat. Jenis fraktur dapat berupa fraktur
unimaleolar (maleolus medial atau lateral), fraktur bimaleolar, fraktur trimaleolar bila
tuberkulum posterior tibia distal terkena, atau fraktur kompleks bila terjadi fraktur
komunitif pada bagian distal dan fibula. Fraktur dislokasi dapat terjadi bila sendi
pergelangan kaki (ankle mortse) terganggu akibat cendera tulang dan ligamentum.
Gambar 17. fraktur maleolus medialis dengan sebuah fragmen yang terlepas

Gambar 18. fraktur dislokasi pada pergelangan kaki

5) Fraktur kalkaneus
Fraktur ini merupakan fraktur tulang tarsus yang paling sering terjadi. Fraktur
terjadi akibat jatuh dari ketinggian dan biasanya bilateral. Kemungkinan disertai
dengan fraktur tulang belakang, terutama pada vertebra lumbal kedua.fraktur dapat
diklasifikasikan sebagai eksrta-artikular atau intraartikular bila fraktur mengenai sendi
susbtarsal atau kalkaneokuboid. Pada fraktur intra artikular, penting untuk menilai
derajat depresi pada permukaan posterior sendi subtalar. Mengukur sudut Bohler dari
foto lateral membantu untuk menilai depresi. Walaupun demikian, CT scan
dapatmemperlihatkan posisi fragmen tulang secara tepat dan luas depresi permukaan
posterior sendi subtalar.
Gambar 19. fraktur kominutif pada kalkaneus
FRAKTUR NON ARTI-KULAR
1) Fraktur Colles
Fraktur ini akibat terjatuh dengan tangan terentang. Fraktur radius terjadi
dikorpus distal, biasanya sekitar 2cm dari permukan artikular. Fragmen distal bergeser
ke arah dorsal dan proksimal, memperlihatkan gambaran deformitas “garpu-makan
malam”. Kemungkinan dapat disertai dengan fraktur pada proses stiloideus ulna.

Gambar 20. fraktur colles pada pergelangan tangan dalam foto AP dan lateral
2) Fraktur Smith
Fraktur ini biasanya akibat terjatuh pada punggung tangan atau pukulan keras
secara langsung pada punggung tangan. Fragmen distal bergeser ke arah ventral
dengan deviasi radius tangan yang memberikan gambaran deformitas “sekop kebun”.

Gambar 21. Foto lateral pergelangan tangan memperlihatkan fraktur smith (kebalikan
fraktur colles)

3) Fraktur Suprakondiler
Fraktur ini merupakan jenis fraktur siku yang paling sering terjadi pada anak-
anak berusia 3-10 tahun. Sebgian besar fraktur akibat terjatuh pada tangan terentang
dengan hiperekstensi siku. Fragmen distal bergeser ke posterior.

Gambar 22. fraktur suprakondiler pada humerus distal seorang anak


4) Fraktur Jones
Fraktur ini dapat mengenai basis tulang metatarsal V. Garis fraktur berjalan
secara transversal bila dibandingkan dengan pusat osifikasi, yang berjalan secara
oblik.

FRAKTUR YANG BERKAITAN DENGAN PENINGKATAN RISIKO NEKROSIS


AVASKULAR (AVN)

1) Tulang skafoid
Tulang ini adalah tulang karpal yang paling sering mengalami fraktur.
Kebanyakan terjadi dibagian pinggang tulang diikuti dipolus proksimal dan
tuberositas. Cedera yang berkaitan dengan tulang ini antara lain dislokasi perilunatum
dan fraktur radius. Komplikasi terjadinya penyatuan yang lambat (delayed union) atau
tidak terjadinya penyatuan (non union) meningkatkan resiko osteonekrosis, yang
sering mengenai fragmen proksimal.

Gambar 23. fraktur skafoid dengan pergeseran yang disertai dengan fraktur pada radius
distal
2) Kolum femoris
Fraktur pada daerah ini termasuk fraktur intrakapsular, yang terjadi subkapital,
trans-servikal atau basiservikal. Tidak terjadinya penyatuan tulang (non-union)
merupakan komplikasi yang sering terjadi pada cedera tersebut, yang dapat
menyebabkan osteonekrosis.

Gambar 24. fraktur dengan pergeseran kolum femoris kiri

FRAKTUR/DISLOKASI
1) Galeazzi
Fraktur ini akibat terjatuh dengan terentang dan lengan bawah dalam keadaan
pronasi, atau terjadi karena pukulan langsung pada pergelangan tangan bagian
dorsolateral. Fraktur ini merupakan fraktur sepertiga distal radius dengan dislokasi
sendi radioulna distal. Fragmen distal mengalami pergeseran dang angulasi ke arah
dorsal. Dislokasi mengenai ulna ke arah dorsal dan medial.

Gambar 25. fraktur Galleazi pada radius dengan dislokasi sendi radioulnar distal

2) Monteggia
Fraktur jenis ini disebabkan oleh pronasi lengan bawah yang dipaksakan saat
jatuh atau pukulan secara langsung pada bagian dorsal sepertiga proksimal lengan
bawah. Fraktur ini terdiri dari fraktur ulna proksimal dengan angulasi anterior yang
disertai dengan dislokasi anterior kaput radius.

3) Dislokasi perilunatum transkafoid


Fraktur ini merupakan fraktur yang paling sering disebabkan oleh dislokasi
karpal. Proyeksi frontal (AP) memperlihatkan fraktur skafoid dengan jelas, namun
pandangan lateral menunjukan pergeseran tulang kapitatum ke arah dorsal yang
berhubung dengan tulang lunatum, yang tetap berartikulasi dengan radius distal, oleh
karena itu, disebut dislokasi periulnar.

Gambar 25. Foto AP dan lateral pergelangan tangan menunjukkan fraktur transkafoid yang
bergeser dengan dislokasi periunatum

4) Fraktur Maisonneuve
Terjadi fraktur fibula proksimal yang disebabkan oleh robekan pada
membrana interoseus dan sindesmosis tibiofibularis distal. Kemungkinan juga disertai
dengan robek ligamentum deltoid atau fraktur maleolus medialis yang menyebabkan
pelebaran kompartemen sendi medial.
5) Fraktur Lisfranc
Fraktur ini biasanya terjadi sesudah jatuh dari ketinggian atau saat menuruni
tangga pesawat terbang. Ligamentum Lisfranc yang terletak antara tulang kuneiform I
dan basis tulang metatarsal II terputus atau mengalami avulsi pada tempat insersinya.
Terdapat 2 variasi cedera, yaitu dislokasi homolateral metatarsal I sampai V dan
perpindahan lateral divergen metatarsal II sampai V dengan pergeseran tulang
metatarsal I ke medial atau dorsal. Fraktur yang terkait antara lain fraktur yang terjadi
pada basis metatarsal II dan yang lebih jarang, pada tulang metatarsal III, Kuneiform I
atau tulang kuboid.

Gambar 26. dislokasi fraktur lisfranc kaki

TRAUMA PADA TULANG BELAKANG

1) Tulang belakang servikal


Pemeriksaan radiologis bergantung pada keadaan pasien. Pada pasien dengan
trauma berat (tidak sadar, fraktur multipel, dan sebagainya) pemeriksaan harus
dilakukan dengan hati-hati dan semua foto harus dibuat dengan pasien berbaring
terlentang dan manipulasi sedikit mungkin. Foto yang terpenting adalah foto lateral
dengan pasien berbaring dan sinar horizontal.
Biasanya segmen bawah tulang leher (CVI-VII) tertutup oleh bahu. Untuk
mengatasi hal ini bahu direndahkan dengan cara menarik lengan penderita ke
bawah. Proyeksi oblik dapat menambah informasi tentang pedikel, foramina
intervertebra dan sendi apofiseal.
Bila pasien dalam keadaan baik, sebaiknya dibuat foto AP, termasuk dengan
mulut terbuka untuk melihat CI dan CII, foto lateral dan foto oblik kiri dan kanan.
Trauma servikal diklasifikasikan berdasarkan mekanisme trauma dan derajat
kestabilan (stabil dan tidak stabil).
Berdasarkan mekanisme trauma Trauma servikal diklasifikasikan menjadi:
a. Hiperfleksi
 Subluksasi anterior: terjadi robekan pada sebagian ligamen di posterior tulang
leher, ligamen longitudinal anterior utuh. Termasuk lesi stabil. Tanda penting
pada subluksasi anterior adalah adanya angulasi ke posterior (kifosis) lokal pada
tempat kerusakan ligamen. Tanda-tanda lainnya, jarak melebar antara prosesus
spinosus, subluksasi sendi apofiseal.
 Bilateral interfacetal dislocation: terjadi robekan pada ligamen longitudinal
anterior dan kumpulan ligamen diposterior tulang leher. Lesi tidak stabil. Tampak
dislokasi sekunder anterior korpus vertebra. Dislokasi total sendi apofiseal.
 Flexion tear drop fracture dislocation: tenaga fleksi murni ditambah komponen
kompresi menyebabkan robekan pada ligamen longitudinal anterior dan
kumpulan ligamen posterior disertai fraktur avulsi pada bagian antero-inferior
korpus vertebra. Lesi tidak stabil. Tampak tulang servikal dalam fleksi, fragmen
tulang berbentuk segitiga pada bagian antero-inferior korpus vertebra,
pembengkakan jaringan lunak pravertebral.

Gambar 27. fraktur teardrop fleksi pada vertebra C5


 Wedge fracture: vertebra terjepit sehingga berbentuk baji. Ligamen longitudinal
anterior dan kumpulan ligamen posterior utuh sehingga lesi ini bersifat stabil.
 Clay shovele’s fracture: fleksi tulang leher dimana terdapat kontraksi ligamen
posterior tulang leher mengakibatkan terjadinya fraktur oblik pada prosesus
spinosus, biasanya pada CVI-CVII atau ThI
Gambar 28. Fraktur Clay Shoevele

b. Fleksi-rotasi
Terjadinya dislokasi interfacetal pada satu sisi. Lesi ini stabil walaupunterjadi
kerusakan pada ligamen posterior termasuk kapsul sendi apofiseal yang
bersangkutan. Tampak dislokasi anterior korpus vertebra. Vertebra yang
bersangkutan dan vertebrae proksimalnya dalam posisi oblik, sedangkan vertebrae
distalnya tetap dalam posisi lateral.
c. Hiperekstensi
 Fraktur dislokasi hiperekstensi: dapat terjadi fraktur pedikel, prosesus
artikularis, lamina dm prosesus spinosus. Fraktur avulsi korpus vertebrae bagian
postero-inferior. Lesi tidak stabil karena terdapat kerusakan pada elemen
posterior tulang leher dan ligamen bersangkutan.
 Hangman’s fracture: terjadi fraktur arkus bilateral dan dislokasi anterior CII
terhadap CIII

Gambar foto lateral vertebra memperlihatkan fraktur hangman


d. Ekstensi-rotasi : Terjadi fraktur pada prsosesu artikularis satu sisi.
e. Kompresi vertikal

Terjadinya fraktur akibat diteruskannya tenaga trauma melalu kepala, kondilus


oksipital, ke tulang leher.

 Bursting fracture dari atlas (Jefferson’s fracture)


 Bursting fracture vertebrae servikal tengah dan bawah.

2) Tulang belakang Torakal dan Lumbal


Pemeriksaan radiologik rutin untuk trauma tulang belakang torakal dan lumbal
adalah proyeksi AP dan lateral.
Fraktur vertebra torakal bagian atas dan tengah jarang terjadi kecuali kondisi
berat osteoporosis. Karena kanalis spinal di daerah ini sempit, maka sering ada
kelainan neurologik. Mekanisme trauma biasanya bersifat kompresi atau trauma
langsung. Pada kompresi terjadi fraktur kompresi dapat timbul dari fraktur elemen
posterior vertebra, korpus dan iga didekatnya. Pada fraktur kompresi tampak korpus
berbentuk baji pada foto lateral.
Pada foto AP adanya pelebaran bayangan mediastinum di daerah yang
bersangkutan menunjukan adanya hematom paravetebral. Pada daerah torakolumbal
dan lumbal, mekanisme trauma dapat bersifat fleksi, rotasi dan kompresi. Trauma
fleksi paling sering dan menimbulkan fraktur kompresi. Trauma rotasi paling sering
terjadi pada torakolumbal (TI-LI) dan dapat menimbulkan fraktur dislokasi
disebabkan kerusakan pada elemen psoterior vertebra.
1.5 Jelaskan cara membaca foto fraktur1,2,9

Hal yang perlu dievaluasi saat membaca foto tulang diantaranya:

1. Perkembangan tulang (osifikasi intramembran dan enkondral)


2. Struktur tulang (Epifisis – fisis – ZPC – Metafisis – Diafisis, Kortex – Medulla –
Periosteum – Endosteum)
3. Metabolisme tulang (kepadatan tulang)
Jika mendapatkan kelainan pada foto tulang maka, kelainan tersebut harus dievaluasi
seperti lokasi, posisi pada tulang , batas, bentuk, ukuran, integritas korteks, karakteristik
lesi, matriks tulang, respon membran periosteum, perubahan jaringan lunak.
1.6 Jelaskan bagaimana penyembuhan pada fraktur6
Penting untuk melakukan klasifikasi fraktur secara tepat. Hal ini membantu
dalam menentukan kemungkinan prognosis dan memilih penanganan yang tepat. Fraktur
dapat ditangani secara konservatif dengan gips atau pembedahan menggunakan fiksasi
internal atau eksternal. Fiksasi pembedahan biasanya dilakukan bila terjadi kegagalan
reduksi, pada fraktur terbuka dan fraktur intra artikular. Fiksasi eksternal biasanya
dilakukan untuk fraktur terbuka dengan kontaminasi yang luas.
Bila fraktur bersifat inkomplit seperti pada fraktur greenstick, reduksi biasanya
mudah dan anak dapat diyakinkan bahwa penyembuhan biasanya terjadi dengan cepat.
Sebaliknya fraktur kompresi jarang sekali dapat direduksi dengan sempurna.
Ada fraktur-fraktur tertentu yang juga kurang stabil, dan klasifikasi yang tepat
dapat membuat klinisi waspada terhadap fraktur yang memiliki resiko komplikasi saat
penyatuan dilakukan reduksi, tidak seperti fraktur oblik dan spiral yang mempunyai
kecenderungan untuk bergeser. Pergeseran sesudah reduksi dapat menyebabkan
penyatuan yang lambat (delayed union), penyatuan posisi yang salah (malunion) atau
bahkan tidak terjadinya penyatuan (nonunion). Hal yang sama, fraktur kominutif
biasanya bersifat tidak stabil dan kemungkinan untuk sembuh dalam posisi yang kurang
optimal karena reduksi fragmen fraktur sering sulit dipertahankan. Yang terakhir, waktu
penyembuhan cenderung lebih lama pada fraktur-fraktur tertentu walaupun sebagian
besar fraktur seharusnya menyatu dalam 16-18 minggu.

Waktu penyembuhan tulang tubulus pada orang dewasa


Ekstremitas atas Ekstremitas bawah
Kalus awal 2-3 minggu 2-3 minggu
Konsolidasi lanjut 6-8 minggu 12-16 minggu

Penyatuan
Penyatuan tulang terjadi akibat proses perbaikan tulang yang kompleks dan
terlihat pada foto seperti pembentukan kalus.

Pembentukan Kalus awal


Pada tahap awal, kalus hanya mengandung jaringan fibrosa radiolusen dan
garis fraktur akan terlihat pada foto. Pada tahap yang sedikit lebih lanjut, terbentuk kalus
imatur. Kasus ini membentuk gambaran khas seperti “kapas yang lembut”. Kalus
mungkin terlihat menghubungi fraktur walaupun garis fraktur tetap terlihat bahkan ketika
penyatuan klinis telah terjadi. Pada tahap ini, tidak ada gerakan pada tempat fraktur bila
diberikan stres.

Konsolidasi lanjut
Kalus lunak secara bertahap diubah menjadi tulang matur yang keras. Keadaan
ini adalah tahap konsolidasi lanjut dan dikatakan telah terjadi konsolidasi jika pada foto
terlihat kalus tulang menghubungi fraktur dan tidak tampak garis fraktur. Kemudian
terjadi pembentukan ulang (remodelling) tulang. Rongga sumsum akhirnya terbentuk dan
terbentuklah korteks.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidayat, De Jong. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah (Edisi 3). Jakarta:EGC.
2. Poulen F dan J. Waschke .2010. Sobotta Atlas Anatomi Manusia: Anatomi Umum dan
Muskuloskeletal.Penerjemah: Brahm U. Pendit. Jakarta:ECG
3. Appley, A.G & Solomon. 2010. Orthopedi dan Fraktur Sistem Appley. Jakarta:
WidyaMedika.
4. Nayagam, Selvadurai. 2010. Apley’s System of Orthopedic and Fracture; 9thed.
London: Hodder Arnold.
5. Bloem JL, Reidsma II.Bone and soft tissue tumors of hip and pelvis.European Journal
of Radiology.2012;81:3793–3801
6. Oryan A, Monazzah S, Sadegh AB. Bone Injury and Fracture Healing
Biology.Biomedical and Environmental Sciences.2015;28(1):57-71
7. Kellam JF, Audigé L.Fracture classification.AO philosophy and basic principles.2015.
Cited on https://www.researchgate.net/publication/281348677
8. Kim PH, Leopold SS. In brief: Gustilo-Anderson classification. [corrected] [published
correction appears in Clin Orthop Relat Res. 2012 Dec;470(12):3624].
9. Mintz DN, Hwang S. Bone tumor imaging, then and now: review article. HSS J.
2014;10(3):230–239.

Anda mungkin juga menyukai