Anda di halaman 1dari 5

ِ ُ‫ص ِمنَ اأْل َ ْم َوا ِل َواأْل َ ْنف‬

ِ ‫س َوالثَّ َم َرا‬
‫ت ۗ َوبَ ِّش ِر‬ ِ ‫ف َو ْالج‬
ٍ ‫ُوع َونَ ْق‬ ِ ْ‫َولَنَ ْبلُ َونَّ ُك ْم بِ َش ْي ٍء ِمنَ ْالخَ و‬
َ‫الصَّابِ ِرين‬
‫ َولَنَ ْبلُ َونَّ ُكم‬: dan kalian uji kami sungguh dan

‫َي ٍء‬
ْ ‫ بِش‬: dengan sesuatu

ِ ‫ف َو ْالج‬
‫ُوع‬ ِ ْ‫ ِمنَ ْالخَ و‬: dari ketakutan dan kelaparan

ِ ‫ص ِمنَ اأْل َ ْم َو‬


‫ال‬ ٍ ‫ َونَ ْق‬: dan kekurang dari harta benda

ِ ُ‫ َواأْل َ ْنف‬: dan jiwa-jiwa dan buah-buahan


ِ ‫س َوالثَّ َم َرا‬
‫ت‬

َ‫ َوبَ ِّش ِر الصَّابِ ِرين‬: dan berilah kabar gembira pada orang yang sabar

Artinya: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.dan berilah kabar gembira
kepada orang-orang yang bersabar”. (QS. al-Baqarah: 155)

َ‫صيبَةٌ قَالُوا إِنَّا هَّلِل ِ َوإِنَّا إِلَ ْي ِه َرا ِجعُون‬ َ َ‫الَّ ِذينَ إِ َذا أ‬
ِ ‫صابَ ْتهُ ْم ُم‬

Artinya: (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:


"Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun".

isi kandungan ayat


Ayat diatas mengandung makna bahwa Allah akan memberi ujian dan cobaan
kepada setiap hamba-Nya dengan berbagai macam bentuk diantaranya dengan rasa
takut gelisah hatinya, kelaparan yang merajalela, kekurangan bahan-bahan pokok dan
kematian akibat serangan wabah penyakit dan kekurangan buah-buahan akibat
kekeringan. Dalam menghadapi ujian dan cobaan seperti itu manusia dianjurkan
untuk bersabar.
Menurut bahasa sabar arinya tabah, tahan uji atau tahan terhadap suatu cobaan.
Sabar adalah sikap perilaku mengendalikan diri dan hawa nafsu dalam segala kondisi,
baik suka maupun duka. Ketika kita mendapatnikmat dan anugerah, kita harus
bersabar agar tidak lupa diri dan mengendalikan emosi. Apalagi ketika kita menerima
bencana dan musibah, kita harus bersabar agar tidak larut dalam kesedihan dan sikap
putus asa. Sebab dengan bersabar segala permasalahan dapat ditemukan jalan
keluarnya.
Ayat diatas juga menjelaskan bahwa hidup didunia ini, setiap orang akan
menerima ujian dan cobaan dari Allah SWT. Dengan berbagai macam bentuknya.
Allah akan menguji seorang hamba-Nya dengan maksud dan tujuan tertentu. Ada
yang diuji karena hendak diangkat derajatnya, ada yang diuji karena teguranatas
perbuatannya yang melampaui batas,ada yang diuji oleh Allah sebagai bentuk azab
yang teramat besar. Sesungguhnya dunia adalah ‘darul-bala’ (tempat ujian). Siapa
yang tidak mendapat ujian atau musibah dalam hartanya, akan diuji jasadnya. Siapa
yang tidak diuji jasadnya akan diuji anak-anaknya. Maka sudah merupakan
sunnatullah bahwa setiap insan pastilah akan mendapatkan ujian dan cobaan baik
berupa keburukan atau kebaikan
Setelah yakin bahwa manusia tidak akan terhindar dari ditimpanya cobaan
atau ujian, maka kita harus siapkan diri untuk bisa bersikap sabar jika mendapati
ujian keburukan. Dan apabila ujian itu berupa kebaikan maka harus senantiasa siap
untuk bersyukur.Sesungguhnya kebenaran iman seseorang tidak akan tampak dengan
jelas, kecuali ketika ia tertimpa suatu musibah, maka saat itulah akan terlihat secara
jelas perbedaan orang yang sabar dan orang yang murka (terhadap musibah tersebut).
Antara orang yang beriman dan orang yang ragu-ragu.Karena ujian dan cobaan ini
tidak bisa kita hindari maka yang harus diatur/diperhatikan adalah bagaimana kondisi
kita dalam menerima ujian.
Kondisi menerima ujian ada 2 macam, menerima dalam kondisi beriman dan
menerima dalam kondisi tidak beriman. inilah yang membedakan antara manusia satu
dengan yang lainnya. hamba yang menerima dalam kondisi beriman tentu saja
melewati ujian dengan baik, memohon bantuan kepada Allah SWT, dan mencari
solusi sesuai dengan yang tertulis di Al-Qur’an dan Hadis. sedangkan hamba yang
menerima ujian dalam kondisi tidak beriman menggunakan cara yang salah, tidak
berserah diri pada Allah, atau bahkan mencari jalan ke jalan yang salah.
Sebagai catatan, ujian bukan hanya berupa kondisi-kondisi yang tidak
menyenangkan, misal: kemiskinan, sakit, dll. namun kondisi yang menyenangkan
juga merupakan sebuah ujian. misal: harta yang berlimpah, hal ini merupakan ujian,
seorang hamba bisa menjalani dengan baik bila mendapatkan harta tersebut dari jalan
yang benar dan menggunakan untuk keperluan yang benar, serta tidak lupa membayar
kewajiban, zakat. namun manusia bisa menjalani ujian berupa harta dengan tidak
baik, misal digunakan untuk berjudi, atau untuk hal-hal yang tidak baik lainnya.

Tafsir ibnu Katsir: Allah swt. memberitahukan bahwa Dia akan menguji hamba-
hamba-Nya. Sebagaimana yang

‫َولَنَ ْبلُ َونَّ ُك ْم َحتَّ ٰى نَ ْعلَ َم ْال ُم َجا ِه ِدينَ ِم ْن ُك ْم َوالصَّابِ ِرينَ َونَ ْبلُ َو أَ ْخبَا َر ُك ْم‬

artinya: “Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan mengujimu agar Kami


mengetabui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antaramu, dan agar Kami
menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu.” (QS. Muhammad: 31)

Dalam surat al-Baqarah ini, Allah swt. berfirman: bi syai-im minal minal
khaufi wal juu-‘i (“Dengan sedikit ketakutan dan kelaparan.”) wa naqshim minal
amwaali (“Dan kekurangan harta.”) Artinya, hilangnya sebagian harta. Wal anfusi
(“serta jiwa”) misalnya meninggalnya para sahabat, kerabat, dan orang-orang yang
dicintai. Wats-tsamaraaat (“Dan buah-buahan.”) Yaitu kebun dan sawah tidak dapat
diolah sebagaimana mestinya. Sebagaimana ulama mengemukakan: “Di antara pohon
kurma ada yang tidak berbuah kecuali hanya satu buah saja.”
Semua hal di atas dan yang semisalnya adalah bagian dari ujian Allah Ta’ala kepada
hamba-hamba-Nya. Barangsiapa bersabar, maka Dia akan memberikan pahala
baginya, dan barangsiapa berputus asa karenanya maka Dia akan menimpakan
siksaan terhadapnya. Oleh karena itu, di sini Allah Ta’ala berfirman: wa basy-syirish
shaabiriin (“Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang yang sabar.”)

Setelah itu Allah menjelaskan tentang orang-orang yang sabar yang dipuji-Nya,
dengan firman-Nya: alladziina idzaa ashaabatHum mushiibatun qaaluu innaa lillaaHi
wa innaa ilaiHi raaji’uun (“Yaitu orang-orang yang apaabila ditimpa musibah mereka
mengucapkan: Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’un. [Sesungguhnya kami adalah
milik Allah dan hanya kepada-Nya kami kembali].”)

Artinya, mereka menghibur diri dengan ucapan ini atas apa yang menimpa mereka
dan mereka mengetahui bahwa diri mereka adalah milik Allah Ta’ala, la
memperlakukan hamba-Nya sesuai dengan kehendak-Nya. Selain itu, mereka juga
mengetahui bahwa Dia tidak akan menyia-nyiakan amalan mereka meski hanya
sebesar biji sawi pada hari kiamat kelak. Dan hal itu menjadikan mereka mengakui
dirinya hanyalah seorang hamba di hadapan-Nya, dan mereka akan kembali kepada-
Nya kelak di akhirat. Oleh karena itu, Allah swt. memberitahukan mengenai apa yang
diberikan kepada mereka itu, di mana Dia berfirman: ulaa-ika ‘alaiHim shalawaatum
mir rabbiHim wa rahmatun (“Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang
sempurna dan rahmat dari Rabb mereka.”) Artinya, pujian dari Allah Ta’ala atas
mereka. Dan menurut Sa’id bin Jubair, “Artinya, keselamatan dari adzab.”

Firman-Nya: ulaa-ika Humul muHtaduun (“Dan mereka itulah orang-orang yang


mendapat petunjuk”) Amirul Mu’minin Umar ra. mengatakan: “Alangkah nikmatnya
dua balasan itu, dan betapa menyenangkan [anugerah] tambahan itu.” ulaa-ika
‘alaiHim shalawaatum mir rabbiHim wa rahmatun (“Mereka itulah yang mendapat
keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabb mereka.”) inilah tambahan. Mereka
itulah orang-orang yang diberi pahala-pahala dan diberikan pula tambahan.

Mengenai pahala mengucapkan “Innaa lillaaHi wa innaa ilaiHi raaji’uun” ketika


tertimpa musibah telah banyak dimuat di banyak hadits. Di antaranya hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Ummu Salamah ia bercerita, pada suatu hari
Abu Salamah mendatangiku dari tempat Rasulullah saw. lalu ia menceritakan, aku
telah mendengar ucapan Rasulullah saw. yang membuatku merasa senang, beliau
bersabda:

“Tidaklah seseorang dari kaum Muslimin ditimpa musibah, lalu ia membaca “innaa
lillahi wa innaa ilaihi raaji’un” kemudian mengucapkan, (Ya Allah, berikanlah pahala
dalam musibahku ini dan berikanlah ganti padaku yang lebih baik darinya) melainkan
akan dikabulkan doanya itu.” Ummu Salamah bertutur, kemudian aku menghafal doa
dari beliau itu, dan ketika Abu Salamah meninggal dunia, maka aku pun
mengucapkan, innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’un, dan mengucapkan, ‘Ya Allah,
berikanlah pahala dalam musibahku ini dan berikanlah ganti kepadaku yang lebih
baik darinya.’ Kemudian mengintrospeksi diri, dengan bertanya, “Dari mana aku
akan memperoleh yang lebih baik dari Abu Salamah?” Setelah masa iddahku
berakhir, Rasulullah izin kepadaku. Ketika itu aku sedang menyamak kulit milikku,
lalu aku mencuci tanganku dari qaradz (daun yang digunakan menyamak).

Anda mungkin juga menyukai