Anda di halaman 1dari 31

PRESENTASI KASUS

GANGGUAN AFEKTIF
BIPOLAR

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu


Jiwa Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUniversitas Muhammadiyah
Yogyakarta

Disusun Oleh :

Tegar Jati Kusuma


20100310220

Diajukan Kepada :

dr. Rukmi Sp.KJ

BAGIAN ILMU PENYAKIT ANAK

RUMAH SAKIT JIWA GRHASIA YOGYAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

1
LEMBAR PENGESAHAN

Presentasi Kasus

Gangguan Afektif Bipolar

Oleh :

Tegar Jati Kusuma

20100310220

Disetujui oleh,

Dosen Pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Jiwa

Rumah Sakit Jiwa Grhasia Yogyakarta

dr. Rukmi Kusningsih Sp.KJ

DAFTA R ISI

2
PRESENTASI KASUS............................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................ii
BAB I LAPORAN KASUS..........................................................................................1
A. IDENTITAS PASIEN........................................................................................1
B. AUTOANAMNESIS.....................................................................................1
C. ALLOANAMNESIS......................................................................................2
D. PEMERIKSAAN PSIKIATRI.............................................................................3
E. GENOGRAM...............................................................................................3
F. DIAGNOSIS................................................................................................4
G. TERAPI.......................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................5
A. DEFINISI.....................................................................................................5
B. ETIOLOGI...................................................................................................5
1. Faktor Genetik.............................................................................................5
2. Faktor Biologis.............................................................................................7
3. Faktor Lingkungan.......................................................................................7
C. GEJALA KLINIS..............................................................................................8
1. Episode Manik.............................................................................................8
2. Episode Hipomanik......................................................................................9
3. Episode Depresi........................................................................................10
4. Tipe Campuran..........................................................................................11
D. KRITERIA.................................................................................................13
E. DIAGNOSIS..............................................................................................13
1. Pembagian menurut DSM-IV.....................................................................14
2. Pembagian Menurut PPDGJ III..................................................................18
F. TERAPI.....................................................................................................22
1. Farmakoterapi........................................................................................22
2. Non Farmakoterapi....................................................................................23
G. PROGNOSIS............................................................................................25
BAB III PEMBAHASAN............................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................28
BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

 Nama : Nofan Ady Saputra


 Umur : 20 tahun
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Status : Belum menikah
 Pendidikan : SLTP
 Agama : Islam
 Suku Bangsa : Jawa

B. AUTOANAMNESIS

Pasien mengatakan alasan dia dibawa ke Grhasia dikarenakan susah tidur

dan sudah dirasakan selama tiga minggu. Pasien meminta orang tuanya untuk

mengantar ke Grhasia agar dia dapat menenangkan diri. Pasien mengatakan kalau

dirinya tidak mampu mengontrol emosi dan suka berkelahi. Sebelumnya dia pernah

memukuli polisi karena menariknya saat berada di panggung saat “nyawer” (acara

dangdut). Dia mudah marah dan akan langsung mengejar kalau ada orang yang

“memblayer” motor untuk dipukuli, padahal dia sendiri suka “memblayer”. Dia

mengaku kalo dia suka minum miras. Pasien mengaku sebelumnya pernah dirawat di

RSUP Sardjito karena “ngedrop” sampai tidak bisa jalan paska dipukuli oleh teman-

temannya di sekolah. Dia tidak pernah mendengar bisikan-bisikan ataupun melihat

bayangan-bayangan. Dia tidak pernah merasa dirinya dikejar-kejar atau ada orang

yang ingin menyakitinya. Dia tidak meniliki keahlian khusus seperti telepati atau hal-
hal magic lainnya. Dia merasa sedih dan bersalah kepada orang tuanya karena dia

merasa merepotkan orangtuanya. Dia tidak pernah memiliki niatan untuk bunuh diri

sebelumnya.

C. ALLOANAMNESIS

Dilakukan pada kedua orang tua pasien.

Ibunya menceritakan kalau pasien sering dipukuli saat di SMK. Sejak saat

itu pasien menunjukkan gejala seperti meosi yang labil dan mudah marah (2 bulan

setelah lebaran 2014) lalu dibawa ke Sardjito dan dirawat selama 1 bulan. Sepulang

dari Sardjito ibu pasien mengatakan kalau pasien sering melamun dan murung saat di

sekolah lalu memutuskan untuk tidak mau kembali ke sekolah. Sebelumnya pasien

merupakan anak yang pendiam dan tertutup, namun sejak sakit dia mulai suka

merokok padahal sebelumnya tidak merokok. Ibunya mengatakan sebelum dibawa ke

Grhasia pasien dituduh mencuri rokok tetangganya, mulai saat itu selama 12 hari

emosinya mulai labil lagi. Ibunya mengatakan kalau sebelumnya pasien mengambil

motor milik temannya, kemudian tanpa mengenakan kaos dia ngebut di jalan raya,

tapi untungnya bensinnya habis.

D. PEMERIKSAAN PSIKIATRI

 Kesadaran : Compos Mentis


 Orientasi : Waktu, tempat, orang, dan situasi baik
 Sikap/tingkah laku : Kooperatif
 Roman Muka : Sedikit mimik
 Afek : Normoafek
 Bentuk Pikir : Realistik
 Isi Pikir : Normal
 Progresi Pikir : Normal
 Halusinasi :-
 Ilusi :-
 Hubungan Jiwa : Mudah
 Perhatian : Mudah ditarik, mudah dicantum
 Insight : Baik, derajat V

E. GENOGRAM

pasien

F. DIAGNOSIS

Aksis I : F 31.1

Aksis II : F 61.1

Aksis III : tidak ada diagnosis

Aksis IV : masalah sosial

Aksis V : 80-71

G. TERAPI

Asam Valproat 250 mg 1-0-1

Olanzapine 5 mg 0-0-1
Risperidone 2 mg 1-0-1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik

dan ditandai oleh gejala-gejala manic, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya

rekuren serta dapat berlangsung seumur hidup. Setiap episode dipisahkan

sekurangnya dua bulan tanpa gejala penting mania atau hipomania. Tetapi pada

beberapa individu, gejala depresi dan mania dapat bergantian secara cepat, yang

dikenal dengan rapid cycling. Episode mania yang ekstrim dapat menunjukkan

gejala-gejala psikotik seperti waham dan halusinasi.

B. ETIOLOGI

Gangguan bipolar disebabkan oleh berbagai macam faktor. Secara biologis

dikaitkan dengan faktor genetik dan gangguan neurotransmitter di otak. Secara

psikososial dikaitkan dengan pola asuh masa kanak-kanak, stress yang menyakitkan,

stress kehidupan yang berat dan berkepanjangan, dan banyak lagi faktor lainnya.1-3

1. Faktor Genetik

Penelitian keluarga telah menemukan bahwa kemungkinan menderita suatu

gangguan mood menurun saat derajat hubungan kekeluargaan melebar. Sebagai

contoh, sanak saudara derajat kedua (sepupu) lebih kecil kemungkinannya dari pada
sanak saudara derajat pertama. Penurunan gangguan bipolar juga ditunjukkan oleh

fakta bahwa kira-kira 50 persen pasien gangguan bipolar memiliki sekurangnya satu

orangtua dengan suatu Gangguan mood, paling sering gangguan depresif berat. Jika

satu orangtua menderita gangguan bipolar, terdapat kemungkinan 25 persen bahwa

anaknya menderita suatu Gangguan mood. Jika kedua orangtua menderita Gangguan

bipolar, terdapat kemungkinan 50-75 persen anaknya menderita Gangguan mood.1-3

Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara Gangguan bipolar

dengan kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari

kromosom tersebut yang benar-benar terlibat. Beberapa diantaranya yang telah

diselidiki adalah 4p16, 12q23-q24, 18 sentromer, 18q22-q23, dan 21q22. Yang

menarik dari studi kromosom ini, ternyata penderita sindrom Down (trisomi 21)

beresiko rendah menderita Gangguan bipolar.1-3

Sejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala

bipolar, peneliti mulai menduga adanya hubungan neurotransmitter dengan Gangguan

bipolar. Neurotransmitter tersebut adalah dopamine, serotonin, noradrenalin. Gen-gen

yang berhubungan dengan neurotransmitter tersebut pun mulai diteliti seperti gen

yang mengkode monoamine oksidase A (MAOA), tirosin hidroksilase, cathecol-

ometiltransferase (COMT), dan serotonin transporter (5HTT). Penelitian terbaru

menemukan gen lain yang berhubungan dengan penyakit ini yaitu gen yang

mengekspresi brain derived neurotrophic factor (BDNF). BDNF adalah neurotropin

yang berperan dalam regulasi plastisitas sinaps, neurogenesis, dan perlindungan


neuron otak. BDNF diduga ikut terlibat dalam mood. Gen yang mengatur BDNF

terletak pada kromosom 11p13. Terdapat tiga penelitian yang mencari tahu hubungan

antara BDNF dengan Gangguan bipolar dan hasilnya positif.1-3

2. Faktor Biologis

Kelainan di otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini.

Terdapat perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar.

Melalui pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan positron-emission

tomography (PET), didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah yang

berkurang pada korteks prefrontal subgenual. Tak hanya itu, Blumberg dkk dalam

Arch Gen Psychiatry 2003 pun menemukan volume yang kecil pada amygdale dan

hippocampus. Korteks prefrontal, amygdale, dan hippocampus merupakan bagian

dari otak yang terlibat dalam respon emosi (mood dan afek).

Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang pada

otak penderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan membran

myelin yang membungkus akson sehingga mampu mempercepat hantaran konduksi

antar saraf. Bila jumlah oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan komunikasi

antar saraf tidak berjalan lancar.1-3

3. Faktor Lingkungan

Penelitian telah membuktikan faktor lingkungan memegang peranan penting

dalam Gangguan perkembangan bipolar. Faktor lingkungan yang sangat berperan


pada kehidupan psikososial dari pasien dapat menyebabkan stress yang dipicu oleh

faktor lingkungan. Stress yang menyertai episode pertama dari Gangguan bipolar

dapat menyebabkan perubahan biologik otak yang bertahan lama. Perubahan bertahan

lama tersebut dapat menyebabkan perubahan keadaan fungsional berbagai

neurotransmitter dan sistem pemberian signal intraneuronal. Perubahan mungkin

termasuk hilangnya neuron dan penurunan besar dalam kontak sinaptik. Hasil akhir

perubahan tersebut adalah menyebabkan seseorang berada pada resiko yang lebih

tinggi untuk menderita Gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya stressor

eksternal.1-3

C. GEJALA KLINIS

Terdapat dua pola gejala dasar pada Gangguan bipolar yaitu, episode depresi

dan episode mania.1-3

1. Episode Manik

Paling sedikit satu minggu (bisa kurang, bila dirawat) pasien mengalami

mood yang elasi, ekspansif, atau iritabel. Pasien memiliki, secara menetap, tiga atau

lebih gejala berikut (empat atau lebih bila hanya mood iritabel) yaitu :3,4

 Grandiositas atau percaya diri berlebihan


 Berkurangnya kebutuhan tidur
 Cepat dan banyaknya pembicaraan
 Lompatan gagasan atau pikiran berlomba
 Perhatian mudah teralih
 Peningkatan sosial dan hiperaktivitas psikomotor
 Meningkatnya aktivitas bertujuan (social, seksual, pekerjaan dan sekolah)
 Tindakan-tindakan sembrono (ngebut, boros, investasi tanpa perhitungan yang

matang)

Gejala yang derajatnya berat dikaitkan dengam penderitaan, gambaran

psikotik, hospitalisasi untuk melindungi pasien dan orang lain, serta adanya

Gangguan fungsi sosial dan pekerjaan. Pasien hipomania kadang sulit didiagnosa

sebab beberapa pasien hipomania justru memiliki tingkat kreativitas dan produktivitas

yang tinggi. Pasien hipomania tidak memiliki gambaran psikotik (halusinasi, waham

atau perilaku atau pembicaraan aneh) dan tidak memerlukan hospitalisasi.3,4

2. Episode Hipomanik

Hipomania ialah derajat yang lebih ringan daripada mania, yang kelainan

suasana perasaan (mood) dan perilakunya terlalu menetap dan menonjol sehingga

tidak dapat dimasukkan dalam siklotimia, namun tidak disertai halusinasi atau

waham. Yang ada ialah peningkatan ringan dari suasana perasaan (mood) yang

menetap (sekurang-kurangnya selama beberapa hari berturut-turut), peningkatan

enersi dan aktivitas, dan biasanya perasaan sejahtera yang mencolok dan efisiensi

baik fisik maupun mental. Sering ada peningkatan kemampuan untuk bergaul,

bercakap, keakraban yang berlebihan, peningkatan enersi seksual, dan pengurangan

kebutuhan tidur; namun tidak sampai menjurus kepada kekacauan berat dalam

pekerjaan atau penolakan oleh masyarakat. Lebih sering ini bersifat pergaulan social
euforik, meskipun kadang-kadang lekas marah, sombong, dan perilaku yang tidak

sopan dan mengesalkan (bualan dan lawakan murah yang berlebihan).

Konsentrasi dan perhatiannya dapat mengalami hendaya, sehingga kurang

bisa duduk dengan tenang untuk bekerja, atau bersantai dan menikmati hiburan; tetapi

ini tidak dapat mencegah timbulnya minat dalam usaha dan aktivitas baru, atau sifat

agak suka menghamburkan uang.3,4

3. Episode Depresi

Pada semua tiga variasi dari episode depresif khas yang tercantum di bawah

ini : ringan, sedang, dan berat, individu biasanya menderita suasana perasaan (mood)

yang depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya enersi yang

menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktivitas. Biasanya

ada rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja. Gejala lazim lainnya adalah :

 Konsentrasi dan perhatian berkurang;


 Harga diri dan kepercayaan diri berkurang;
 Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna (bahkan pada episode tipe

ringan sekali pun);


 Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis;
 Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri;
 Tidur terganggu;
 Nafsu makan berkurang.3,4
4. Tipe Campuran

Paling sedikit satu minggu pasien mengalami episode mania dan depresi

yang terjadi secara bersamaan. Misalnya, mood tereksitasi (lebih sering mood

disforik), iritabel, marah, serangan panik, pembicaraan cepat, agitasi, menangis, ide

bunuh diri, insomnia derajat berat, grandiositas, hiperseksualitas, waham kejar dan

kadang-kadang bingung. Kadang-kadang gejala cukup berat sehingga memerlukan

perawatan untuk melindungi pasien atau orang lain, dapat disertai gambaran psikotik,

dan mengganggu fungsi personal, social dan pekerjaan.3,4

Siklus Cepat

Siklus cepat yaitu bila terjadi paling sedikit empat episode – depresi,

hipomania, atau mania – dalam satu tahun. Seseorang dengan siklus cepat jarang

mengalami bebas gejala dan biasanya terdapat hendaya berat dalam hubungan

interpersonal atau pekerjaan.3,4

Siklus Ultra Cepat

Mania, hipomania, dan episode depresi bergantian dengan sangat cepat

dalam beberapa hari. Gejala dan hendaya lebih berat bila dibandingkan dengan

siklotimia dan sangat sulit diatasi.3,4

Sindrom Psikotik
Pada kasus berat, pasien mengalami gejala psikotik. Gejala psikotik yang

paling sering yaitu :3,4

 Halusinasi (auditorik, visual, atau bentuk sensasi lainnya)


 Waham

Misalnya, waham kebesaran sering terjadi pada episode mania sedangkan

waham nihilistic terjadi pada episode depresi. Ada kalanya simtom psikotik tidak

serasi dengan mood. Pasien dengan gangguan bipolar sering didiagnosis sebagai

skizofrenia. Ciri psikotik biasanya merupakan tanda prognosis yang buruk bagi

pasien dengan Gangguan bipolar. Faktor berikut ini telah dihubungkan dengan

prognosis yang buruk seperti: durasi episode yang lama, disosiasi temporal antara

gangguan mood dan gejala psikotik, dan riwayat penyesuaian social pramorbid yang

buruk. Adanya ciri-ciri psikotik yang memiliki penerapan terapi yang penting, pasien

dengan symptom psikotik hampir selalu memerlukan obat anti psikotik di samping

anti depresan atau anti mania atau mungkin memerlukan terapi antikonvulsif untuk

mendapatkan perbaikan klinis.3,4


D. KRITERIA

Berdasarkan DSM-IV, Gangguan bipolar digolongkan menjadi 4 kriteria :5

 Gangguan bipolar I

Terdapat satu atau lebih episode manik. Episode depresi dan hipomanik tidak

diperlukan untuk diagnosis tetapi episode tersebut sering terjadi.

 Gangguan bipolar II

Terdapat satu atau lebih episode hipomanik atau episode depresif mayor

tanpa episode manik.

 Siklotimia

Adalah bentuk ringan dari Gangguan bipolar. Terdapat episode hipomania

dan depresi yang ringan yang tidak memenuhi kriteria episode depresif mayor.

 Gangguan bipolar YTT

Gejala-gejala yang dialami penderita tidak memenuhi kriteria Gangguan

bipolar I dan II. Gejala-gejala tersebut berlangsung tidak lama atau gejala terlalu

sedikit sehingga tidak dapat didiagnosa Gangguan bipolar I dan II.5


E. DIAGNOSIS

Keterampilan wawancara dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis.

Informasi dari keluarga sangat diperlukan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria

yang terdapat dalam DSM-IV atau ICD-10. Salah satu instrumen yang dapat

digunakan untuk mengidentifikasi symptom Gangguan bipolar adalah The Structured

clinical Interview for DSM-IV (SCID). The Present State Examination (PSE) dapat

pula digunakan untuk mengidentifikasi simptom sesuai dengan ICD-10.3,5

1. Pembagian menurut DSM-IV :

Gangguan mood bipolar I

 Gangguan mood bipolar I, episode manic tunggal


a. Hanya mengalami satu kali episode manik dan tidak ada riwayat depresi

mayor sebelumnya.
b. Tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, skizoafektif,

Gangguan waham, atau dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat

diklasifikasikan.
c. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau kondisi

medik umum
d. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna

atau menimbulkan hendaya dalam sosial, pekerjaan dan aspek fungsi penting

lainnya.
 Gangguan mood bipolar I, episode manik sekarang ini
a. Saat ini dalam episode manik
b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu kali episode manik,

depresi, atau campuran.


c. Episode mood pada kriteria A dan B bukan skizoafektif dan tidak

bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, Gangguan waham,

atau dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.


d. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau kondisi

medik umum.
e. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna

atau menimbulkan hendaya dalam sosial, pekerjaan dan aspek fungsi penting

lainnya.
 Gangguan mood bipolar I, episode campuran saat ini
a. Saat ini dalam episode campuran
b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik, depresi atau

campuran
c. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan skizoafektif

dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizifreniform, Gangguan

waham, atau Gangguan psikotik yang tidak diklasifikasikan


d. Gejala-gejala tidak disebabkan efek oleh fisiologik langsung zat atau kondisi

medik umum
e. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna

atau menimbulkan hendaya dalam sosial, pekerjaan, atau aspek fungsi

penting lainnya.
 Gangguan mood bipolar I, episode hipomanik saat ini
a. Saat ini dalam episode hipomanik
b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manik atau

campuran
c. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup bermakna

atau hendaya social, pekerjaan atau aspek fungsi penting lainnya


d. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai

skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform,

Gangguan waham, dan dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat

diklasifikasikan.
 Gangguan mood bipolar I, episode depresi saat ini
a. Saat ini dalam episode depresi mayor
b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik dan campuran
c. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai

skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform,

Gangguan waham, dan dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat

diklasifikasikan.
d. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau kondisi

medik umum
e. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna

atau menimbulkan hendaya dalam sosial, pekerjaan, atau aspek fungsi

penting lainnya.
 Gangguan mood bipolar I, Episode Yang tidak dapat diklasifikasikan saat ini
a. Criteria, kecuali durasi, saat ini, memenuhi kriteria untuk manik, hipomanik,

campuran atau episode depresi.


b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manik atau

campuran.
c. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai

skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform,

Gangguan waham, atau dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat

diklasifikasikan di tempat lain.


d. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna

atau menimbulkan hendaya dalam sosial, pekerjaan, atau aspek fungsi

penting lainnya.

Ganggguan Mood Bipolar II

Satu atau lebih episode depresi mayor yang disertai dengan paling sedikit

satu episode hipomanik.

Gangguan Siklotimia

a. Paling sedikit selama dua tahun, terdapat beberapa periode dengan gejala-

gejala hipomania dan beberapa periode dengan gejala-gejala depresi yang

tidak memenuhi criteria untuk Gangguan depresi mayor. Untuk anak-anak dan

remaja durasinya paling sedikit satu tahun.


b. Selama periode dua tahun di atas penderita tidak pernah bebas dari gejala-

gejala pada kriteria A lebih dari dua bulan pada suatu waktu.
c. Tidak ada episode depresi mayor, episode manik, episode campuran, selama

dua tahun Gangguan tersebut.

Catatan : setelah dua tahun awal, siklotimia dapat bertumpang tindih dengan

manik atau episode campuran (diagnosis GB I dan Gangguan siklotimia dapat

dibuat) atau episode depresi mayor (diagnosis GB II dengan Gangguan

siklotimia dapat ditegakkan).


d. Gejala-gejala pada kriteria A bukan skizoafektif dan tidak bertumpangtindih

dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, atau dengan gangguan

psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.


e. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau kondisi

medik umum.
f. Gejala-gejala di atas menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup

bermakna atau menimbulkan hendaya dalam sosial, pekerjaan atau aspek

fungsi penting lainnya.

2. Pembagian Menurut PPDGJ III

F31 Gangguan Afek bipolar

 Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-kurangnya dua

episode) dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada

waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai penambahan energi dan

aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan afek

disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah bahwa

biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik biasanya

mulai dengan tiba-tiba dan berlangsug antara 2 minggu sampai 4-5 bulan,

episode depresi cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan)

meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang usia lanjut. Kedua

macam episode itu seringkali terjadi setelah peristiwa hidup yang penuh stress

atau trauma mental lainnya (adanya stress tidak esensial untuk penegakan

diagnosis).
 Termasuk: gangguan atau psikosis manik-depresif

Tidak termasuk: Gangguan bipolar, episode manic tunggal (F30)

F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Klinik Hipomanik

 Episode yang sekarang harus memenuhi criteria untuk hipomania (F30); dan

 Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik ,

depresif, atau campuran) di masa lampau.

F31.1 Gangguan afektif Bipolar, Episode kini Manik Tanpa Gejala Psikotik

 Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala

psikotik (F30.1); dan

 Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,

depresif, atau campuran) di masa lampau.

F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan gejala psikotik

 Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan gejala

psikotik (F30.2); dan

 Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,

depresif atau campuran) di masa lampau

F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan atau Sedang
 Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresi ringan

(F32.0) atau pun sedang (F32.1); dan

 Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau

campuran di masa lampau

F31.4 gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala psikotik

 Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat

tanpa gejala psikotik (F32.2); dan

 Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau

campuran di masa lampau

F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan Gejala

Psikotik

 Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat

dengan gejala psikotik (F32.3);dan

 Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau

campuran dimasa lampau

F31.6 Gangguan Afektif Bipolar Campuran

 Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomanik, dan depresif

yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala mania/hipomania dan depresif
yang sama-sama mencolok selama masa terbesar dari episode penyakit yang

sekarang, dan telah berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu); dan

 Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau campuran

di masa lampau

F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, kini dalam Remisi

 Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa bulan

terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu episode afektif

hipomanik, manik atau campuran di masa lampau dan ditambah sekurang-

kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depres if atau

campuran)

F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya

F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT

F. TERAPI

1. Farmakoterapi

Pengobatan yang tepat tergantung pada stadium gangguan bipolar yang

dialami penderita. Pilihan obat tergantung pada gejala yang tampak, seperti gejala

psikotik, agitasi, agresi, dan gangguan tidur. Antipsikosis atipikal semakin sering

digunakan untuk episode manik akut dan sebagai mood stabilizer. Antidepresan dan
ECT juga dapat digunakan untuk episode depresi akut (contoh, depresi berat).

Selanjutnya, terapi pemeliharaan/maintenance dan pencegahan juga harus diberikan.

Pengalaman klinis menunjukkan bahwa jika diterapi dengan obat mood

stabilizer, penderita gangguan bipolar akan mengalami lebih sedikit periode manik

dan depresi. Obat ini bekerja dengan cara menstabilkan mood penderita (sesuai

namanya), juga dapat menstabilkan manik dan depresi yang ekstrim. Antipsikosis

atipikal seperti ziprasidone, quetiapine, risperidone, aripiprazole dan olanzapine, kini

juga sering digunakan untuk menstabilkan manik akut, bahkan untuk menstabilkan

mood pada depresi bipolar.

2. Non Farmakoterapi

Psikoterapi

Disamping pengobatan medikamentosa, psikoterapi adalah salah satu terapi

yang efektif untuk gangguan bipolar. Terapi ini memberikan dukungan, edukasi, dan

petunjuk untuk seorang dengan gangguan bipolar. Beberapa jenis psikoterapi yaitu:

1 Cognitive behavioral therapy (CBT) membantu penderita gangguan bipolar

untuk mengubah pola pikir dan perilaku negative.

2 Family-focused therapy melibatkan anggota keluarga. Terapi ini juga

memfokuskan pada komunikasi dan pemecahan masalah.


3 Interpersonal and social rhythm therapy membantu penderita gangguan

bipolar meningkatkan hubungan sosial dengan orang lain dan mengatur

aktivitas harian mereka.

Psychoeducation mengajarkan pada penderita gangguan bipolar mengenai

penyakit yang mereka derita beserta dengan penatalaksanaannya. Terapi ini

membantu penderita mengenali gejala awal dari episode baik manik maupun depresi

sehingga mereka bisa mendapatkan terapi sedini mungkin

Diet

Terkecuali pada penderita dengan monoamine oxidase inhibitors (MAOIs),

tidak ada diet khusus yang dianjurkan. Penderita dianjurkan untuk tidak merubah

asupan garam, karena peningkatan asupan garam membuat kadar litium serum

menurun dan menurunkan efikasinya, sedangkan mengurangi asupan garam dapat

meningkatkan kadar litium serum dan menyebabkan toksisitas.

Aktivitas

Penderita dengan fase depresi harus didukung untuk melakukan

olahraga/aktivitas fisik. Jadwal aktivitas fisik yang reguler harus dibuat. Baik

aktivitas fisik dan jadwal yang reguler meupakan kunci untuk bertahan dari penyakit

ini. Namun, bila aktivitas fisik ini berlebihan dengan peningkatan respirasi dapat

meningkatkan kadar litium serum dan menyebabkan toksisitas litium.


Edukasi

Terapi pada penderita gangguan bipolar melibatkan edukasi awal dan

lanjutan. Tujuan edukasi harus diarahkan tidak hanya langsung pada penderita,

namun juga melalui keluarga dan sistem disekitarnya. Fakta menunjukkan edukasi

tidak hanya meningkatkan ketahanan dan pengetahuan mereka tentang penyakit,

namun juga kualitas hidupnya.

 Penjelasan biologis tentang penyakit harus jelas dan benar. Hal ini mengurangi

perasaan bersalah dan mempromosikan pengobatan yang adekuat.

 Memberi informasi tentang bagaimana cara memonitor penyakit terutama tanda

awal, pemunculan kembali, dan gejala. Pengenalan terhadap adanya perubahan

memudahkan langkah-langkah pencegahan yang baik.

 Membantu penderita mengidentifikasi dan mengatasi stressor di dalam

kehidupannya.

 Informasi tentang kemungkinan kekambuhan penyakitnya.

G. PROGNOSIS

Prognosis tergantung pada penggunaan obat-obatan dengan dosis yang tepat,

pengetahuan komprehensif mengenai penyakit ini dan efeknya, hubungan positif


dengan dokter dan therapist, kesehatan fisik. Semua faktor ini merujuk ke prognosis

bagus.

Akan tetapi prognosis pasien gangguan bipolar I lebih buruk dibandingkan

dengan pasien dengan gangguan depresif berat. Kira-kira 40%-50% pasien gangguan

bipolar I memiliki episode manik kedua dalam waktu dua tahun setelah episode

pertama. Kira-kira 7% dari semua pasien gangguan bipolar I tidak menderita gejala

rekurensi, 45% menderita lebih dari satu episode, dan 40% menderita gangguan

kronis. Pasien mungkin memiliki 2 sampai 30 episode manik, walaupun angka rata-

rata adalah Sembilan episode. Kira-kira 40% dari semua pasien menderita lebih dari

10 episode.3,6

BAB III

PEMBAHASAN

Pada anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami kesusahan dalam

mengontrol emosi. Pasien sebelumnya pernah dirawat di RSUP Sardjito karena

merasa “ngedrop” sampai tidak dapat jalan akibat dipukuli teman-temannya saat di

sekolah. Saat pulang dari RSUP Sardjito pasien mulai merokok dan minum-minuman

keras. Pasien juga mengaku kalu dirinya mudah sekali tersulut emosinya hanya

karena ada orang yang “memblayer” motor. Dari orang tua didapatkan bahwa pasien

sebelumnya merupakan pribadi yang pendiam dan sedikit tertutup. Semenjak pulang

dari RSUP Sardjito pasien mulai sering melamun dan enggan untuk bersekolah lagi.
Satu hari sebelum dibawa ke Grhasia, ibu pasien mengatakan kalau anaknya

mengambil motor milik teman pasien dan ngebut di jalanan tanpa mengenakan baju.

Menurut ibu pasien, emosinya menjadi tidak stabil setelah pasien dituduh mencuri

rokok milik tetangganya.

Dari gejala yang ditunjukkan pasien yang sebelumnya menunjukkan pernah

mengalami gejala depresi dan sekarang yang susah mengontrol emosi, mudah marah,

serta gangguan untuk tidur namun pasien tidak menunjukkan adanya halusinasi, ilusi

maupun waham sehingga pasien dapat didiagnosis dengan gangguan afektif episode

kini manik tanpa gejala psikotik. Dengan diagnosis tersebut pasien diberikan terapi

antimanik dan obat antipsikotik dengan efek sedasi karena pasien mengaku sulit tidur.

Obat antimanik yang diberikan pada pasien ini adalah asam valproatn dan

antipsikotik yang diberikan adalah clozapine yang mempunyai efek sedasi.

Pemberian risperidon bertujuan untuk mengurangi gejala manik karena risperidon

sendiri juga memiliki efek antimanik.


DAFTAR PUSTAKA

1 Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan dan sadock Buku ajar psikiatri klinis. Edisi 2.

Jakarta: Penerit Buku EGC; 2010.h.366-85.


2 Kegawatdaruratan bipolar. Diunduh dari

http://www.scribd.com/doc/77881152/Afektif-Bipolar
3 Bipolar disorder. National Institute of Mental Health.

http://www.nimh.nih.gov/health/publications/bipolar-disorder/complete-

index.shtml.
4 Bipolar disorders. The Merck Manuals: The Merck Manual for Healthcare
Professionals.
http://www.merckmanuals.com/professional/psychiatric_disorders/mood_disorder
s/bipolar_disorders.html#v1028598.
5 Mood disorders. In: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders DSM-
IV-TR. 4th ed. Arlington, Va.: American Psychiatric Association; 2000.
http://www.psychiatryonline.com.
6 Hall-Flavin DK (expert opinion). Mayo Clinic, Rochester, Minn. Nov. 8, 2011.

Anda mungkin juga menyukai