Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KIMIA LINGKUNGAN

PEMERIKSAAN AIR DAN BADAN AIR KONSEP PURIFICATION DAN


EUTHROFICATION

DISUSUN OLEH :

ANNISA ANDIANI PUTRI (P21345120012)


EKA PRASETIA NINGSIH (P21345120019)
FAZLY QAIS FEBRIYANTO (P21345120025)
INDIRA SHAFA WULANDARI (P21345120031)

KELOMPOK 10

KELAS 1 D III A

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II
Jl. Hang Jebat III Blok F3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12120
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Segala puji bagi Allah yang telah


memberikan kami kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa
pertolongan-Nya mungkin kelompok kami tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan
baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yakni
Nabi Muhammad SAW.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Pemeriksaan Air
dan Badan Air Konsep Self Purification dan Euthrofication”, yang kami sajikan berdasarkan
pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini disusun oleh kelompok kami dengan berbagai
rintangan. Baik itu yang datang dari kelompok kami sendiri maupun yang datang dari luar.
Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini
dapat terselesaikan.

Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca.
Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelompok kami membutuhkan
kritik dan saran dari pembaca yang membangun. Terima kasih.

Jakarta, 2 November 2020


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pemeriksaan Air Secara Kimia


1. Pengertian
Air sebagai kebutuhan essensial dalam keheidupan tampak dari kebutuhan
terhadap air untuk keperluan hidup sehari-hari di lingkungan rumah tangga yang
berbdea-beda di setiap tempat dan setiap tingkatan kehidupan ( Sumaria,1996).
Air yang digunakan harusnya bebas dari kuman penyakit dan tidak
mengandung bahan beracun.(Sunipin,2002).Upaya pemenuhan kebutuhan air oleh
manusia dilakukan dengan mengambil dari dalam tanah, air permukaan dan air hujan,
di mana dari ketiga sumber tersebut air tanahlah yang paling banyak digunakan.
Akan tetapi air yang digunakan tidak selalu memenuhi syarat kesehatan karena
sering ditemui hasil uji kulaitas air tersebut masih mengandung bibit (bakteriologis)
atau zat-zat yang menimbulkan penyakit yang justru membahayakan kehidupan
manusia.
2. Parameter Kimia Air
a) Besi
b) Fluorida
c) Kesadahan (CaCO3)
d) Klorida.
e) Kromium valensi 6
f) Mangan
g) N. sebagai Nitrat
h) N. sebagai Nitrit
i) pH
j) Seng
k) Sianida
l) Sulfat
m) Tembaga
n) Aluminium
o) Kalium
p) Zat organik
q) CO2 Agresif
r) Daya Pengikat Chlor (DPC)
s) Asiditas
t) Alkalinitas
3. Metode Pemeriksaan Kualitas Air Secara Kimia

1) Metode fenantroline dapat digunakan untuk mengukur kandungan besi di dalam


air, kecuali terdapat fosfat atau logam berat yang mengganggu. Metode ini
dilakukan berdasarkan kemampuan 1,10-phenantroline untuk membentuk ion
kompleks setelah berikatan dengan Fe2+. Warna yang dihasilkan sesuai dengan
hukum Beer dan dapat diukur secara visual menggunakan spektrofotometer.
2) Metode Titrasi EDTA merupakan salah satu metode yang digunakan untuk
mengukur kesadahan di dalam air menggunakan EDTA
(EthyleneDiamineTetraaceticAcid) atau garam natriumnya sebagai titran. EDTA
membentuk ion kompleks yang sangat stabil dengan Ca2+ dan Mg2+, juga ion-
ion logam bervalensi dua lainnya. Indikator Eriochrome Black T (EBT)
merupakan indikator yang sangat baik untuk menunjukkan bahwa ion penyebab
kesadahan sudah terkompleksasi.
3) Metode Mohr (Argentometric) dapat digunakan untuk pemeriksaan klorida
menggunakan larutan perak nitrat (0,0141 N) untuk mentitrasi sehingga dapat
bereaksi dengan larutan N/71 dimana setiap mm ekivalen dengan 0,5 mg ion
klorida.
4) Penetapan nitrogen nitrat merupakan analisa yang sulit dilakukan untuk mencapai
hasil yang diinginkan. Berdasarkan Standard Methods, metode yang digunakan
adalah metode Asam Phenoldisulfat dan Metode Brusin. Brusin merupakan
senyawa kompleks organik yang bereaksi dengan nitrat pada kondisi asam dan
peningkatan temperatur di alam menghasilkan warna kuning. Metode Brusin
mempunyai kelebihan dari metode phenoldisulfat, dimana klorida dalam
konsentrasi normal tidak mengganggu, tetapi warna yang dihasilkan tidak
mengikuti hukum Beer’s.
5) Metode turbidimeter merupakan salah satu metode analisa yang digunakan untuk
mengukur sulfat dengan prinsip barium sulfat terbentuk setelah contoh air
ditambahkan barium khlorida yang berguna untuk presipitasi dalam bentuk koloid
dengan bantuan larutan buffer asam yang mengandung MgCl, potassium nitrat,
sodium asetat, dan asam asetat.
6) Pada penetapan zat organik dengan metode Titrasi Permanganometri, digunakan
KMnO4 untuk membedakan antara zat organik dan zat anorganik. KMnO4 dapat
mengoksidasi zat-zat anorganik jauh lebih cepat daripada zat organik, selain itu
proses reduksi zat organik oleh KMnO4 memerlukan temperatur yang lebih
tinggi. Penetapan zat organik hanya dapat dilakukan setelah seluruh reduktor
(KMnO4) telah habis bereaksi dengan zat anorganik. Zat organik dioksidasi oleh
KMnO4 berlebih dalam suasana asam dan panas. Kelebihan KMnO4 akan
direduksi oleh asam oksalat berlebih dan kelebihan asam oksalat akan dititrasi
kembali oleh KMnO4. Hal ini dapat juga dilakukan menggunakan Hexane-
Extractable pada air tesuspensi. Prinsipnya adalah adsorbsi dan flokulasi dengan
hidroksida aluminium dari materi organik tersuspensi. Kandungan materi organik
dalam air dapat dijadikan indikator pencemar bila konsentrasinya cukup tinggi,
karena zat organik dapat diuraikan secara alami oleh bakteri sehingga kadar DO
menurun.
7) Air yang banyak mengandung CO2 akan bersifat korosif karena dapat melarutkan
logam yang terdapat pada pipa penyaluran air sehingga dapat terjadi korosi pada
pipa distribusi air minum. Korosi disebabkan air mempunyai pH rendah, yang
disebabkan adanya kandungan CO2 agresif yang tinggi. Beberapa metode
penentuan CO2 agresif yang dapat dilakukan antara lain:

a) Metode nomografik

Dilakukan menggunakan grafik Mudlein-Frankfurt dan Langlier Index


dengan satuan mg/l. Parameter yang harus diketahui bila menggunakan
metode ini adalah CO2 bebas (ditetapkan sesuai prosedur penetapan
asiditas dan alkalinitas) dan HCO3– (kesadahan sementara). Jika hasilnya
berada di atas kesetimbangan, maka terdapat CO2 agresif dan jika hasilnya
berada di bawah kestimbangan, maka tidak terdapat CO2 agresif. Index
CO2 dikatakan agresif jika konsentrasi CO2 dalam air dan konsentrasi
CO2 seimbang.

b) Teoritis
Metode ini dilakukan dengan menggunakan pH dan kadar HCO3 dalam
air, berdasarkan kemampuan air dalam melarutkan marmer.

c) Metode Titrasi

Metode ini dapat dilakukan baik secara potensiometri maupun dengan


indikator.

Beberapa metode yang dapat dilakukan untuk menghilangkan CO2 agresif dalam
air antara lain:

a) Aerasi. Metode ini dilakukan dengan cara mengeluarkan CO2 dalam air
dengan memasukkan O2 agar CO2 yang ada dalam air kembali ke
atmosfer.
b) Penambahan zat kimia yaitu kapur (CaO) dan batu marmer (CaCO3)
untuk menaikkan pH air sampai 8,3.

Agar memperoleh hasil yang baik, perlu diperhatikan pengumpulan, penanganan,


dan analisa CO2. Dibandingkan di dalam air, tekanan parsial CO2 lebih besar di
atmosfer, oleh karena itu pengukuran CO2 di udara harus dihindari dengan cara
menutup rapat kontainer yang digunakan.

8) Alkalinitas ditetapkan melalui titrasi asam basa. Asam kuat seperti asam sulfat dan
asam klorida dapat menetralkan zat-zat alkaliniti yang bersifat basa sampai titk
akhir titrasi (titik ekivalensi) kira-kira pada pH 8,3 dan 4,5. Titik akhir ini dapat
ditentukan oleh jenis indikator yang dipilih dan perubahan nilai pH pada pHmeter
waktu titrasi asam basa.

B. Self Purification
1. Pengertian

Purifikasi alami (self purification) adalah kemampuan alam untuk


“membersihkan” pencemar melalui proses-proses kimia-fisik-biologi yang
berlangsung secara alami dalam badan air.

Self Purification merupakan suatu proses alami dimana sungai


mempertahankan kondisi asalnya melawan bahan – bahan asing yang masuk kedalam
sungai atau suatu kejadian/aktivitas dari badan air itu sendiri untuk membersihkan
kualitas air yang semulanya turun (tercemar) kembali ke kondisi semula (sebelum
tercemar).
(self purification) adalah proses penguraian bahan organik, maupun
kontaminan lainnya yang ada didalamnya secara alamiah melalui proses fisik, kimia
dan biologis. Beberapa proses yang terjadi, diantaranya adalah proses pengenceran
(proses terjadinya pengurangan kadar kontaminan dalam air karena adanya
penambahan jumlah air didalamnya), pengendapan (proses terjadinya pengendapan
partikel padatan yang ada dalam air sungai karena gaya gravitasi bumi), dan
penyaringan (proses meresapnya air ke dalam tanah).
Kemampuan badan air untuk membersihkan dirinya sendiri dari pencemar.
Penghilangan bahan organik, nutrisi tanaman, atau pencemar lainnya dari suatu danau
atau sungai oleh aktivitas biologis dari komunitas yang hidup didalamnya.
Mikroorganisme didalam air menggunakan bahan biodegradable yang masuk ke
badan air sedikit demi sedikit sehingga secara alami dapat menurunkan tingkat
pencemar. Bila penambahan pencemar di hilir sungai tidak berlebihan, air akan
membersihkan diri dengan sendirinya self-cleansing. Proses ini tidak berlaku untuk
pencemar yang senyawa organik non biodegradabel atau logam.
Limbah biodegradable adalah semua limbah yang dapat hancur atau terurai
oleh organisme hidup lainnya dan berasal dari tumbuhan atau hewan. Beberapa
contoh limbah biodegradable yang umum ditemui adalah sisa makanan, kotoran
manusia dan hewan, limbah selokan dan plastik biodegradable.

2. Tahapan Self Purification

Beberapa tahap dalam mekanisme self purification:

1) Clean Zone
Zona Bersih dimana kondisi oksigen terlarut adalah 8 ppm (konsentrasi normal DO di
perairan dan BDO pada kondisi rendah). . Pada zona ini hewan – hewan air yang
membutuhkan oksigen dalam konsentrasi normal tumbuh dengan baik.
2) Decomposition Zone
Zona Dekomposisi adalah zona yang telah dimasuki pencemar atau terdekomposisi
bahan organic oleh bakteri, dimana BDO meningkat seiring dengan penurunan
konsentrasi oksigen. Hewan yang dapat tumbuh adalah hewan dengan kebutuhan
oksigen yang rendah, seperti beberapa jenis ikan dan lintah.
3) Septic Zone
Zona septik terjadi pada saat keberadaan oksigen dibawah 2 ppm. Ikan akan
menghilang atau pindah dari zona ini karena ketidaksesuaian dengan kebutuhan
oksigennya. Pada beberapa bagian kehidupan yang terdapat pada zona ini adalah
cacing lumpur, jamur dan bakteri anaerobik.
4) Recovery Zone
Zona recovery yaitu pada saat sungai mengalami peningkatan konsentrasi oksigen
yang berasal dari penangkapan udara oleh air, aerasi dan tanaman air. Selain itu bahan
organik mengalami penurunan setelah mengalami dekomposisi sehingga BOD
menurun dan populasi bakteri menurun.
5) Clean Zone
Zona bersih kembali tercapai setelah recovery selesai. Hewan – hewan air dapat
tumbuh kembali dengan baik.

C. Self Euthrofication
1. Pengertian

Eutrophication berasal dari kata Eutrofikasi, yaitu pencemaran air yang


disebabkan oleh banyaknya limbah fosfat (PO43-) yang mengakibatkan fenomena
vegetasi blooming. Hal itu dikarenakan bahwa fosfat merupakan unsur hara yang
bermanfaat bagi tumbuhan, sehingga jika terdapat kelebihan unsur ini maka akan
menimbulkan fenomena blooming tumbuhan. Peristiwa ini menyebabkan ekosistem
air tawar terganggu, karena banyaknya vegetasi membuat permukaan air terhalang
olehnya.

Eutrophication (pengayaan ekosistem dengan nutrisi kimia, biasanya senyawa


yang mengandung nitrogen, fosfor, atau keduanya) dan berkurangnya oksigen terlarut
(DO). Meskipun sulfur termasuk nutrien minor , sulfur juga menjadi perhatian karena
toksisitas  spesies belerang banyak ditularkan melalui air ke  manusia dan kehidupan
air dan rasa tidak enak dan bau dari  senyawa sulfur dapat terpengaruh ke air. Masalah
dengan spesies sulfur kebanyakan timbul pada air anaerobic , suatu kondisi yang
menghubungkan sulfur  dengan nutrisi nitrogen dan fosfor, karena perairan anaerobik
ditemukan algal bloom , eutrophication dan kadar DO rendah.
Distrofikasi atau hipertrofikasi , adalah ketika badan air menjadi terlalu kaya
dengan mineral dan nutrisi yang menyebabkan pertumbuhan alga yang berlebihan.
Proses ini dapat menyebabkan penipisan oksigen di badan air setelah bakteri
degradasi pada alga. Salah satu contohnya adalah "pertumbuhan alga " atau
peningkatan besar fitoplankton di kolam, danau, sungai, atau zona pesisir sebagai
respons terhadap peningkatan tingkat nutrisi. Eutrofikasi sering kali disebabkan oleh
pembuangan deterjen , pupuk , atau limbah yang mengandung nitrat atau fosfat ke
dalam sistem akuatik. Eutrofikasi danau telah menjadi masalah pencemaran air
global. Klorofil-a, nitrogen total, fosfor total, kebutuhan oksigen biologis atau
kimiawi dan kedalaman secchi merupakan indikator utama untuk mengevaluasi
tingkat eutrofikasi danau. Mencegah segala jenis pencemaran laut termasuk
pencemaran unsur hara yaitu eutrofikasi.

2. Proses Eutrofikasi
a) Limbah organic kebanyakan akan mengair ke sungai, danau atau perairan
lainnya melalui aliran air hujan. Limbah organik yang masuk ke badan air
yang anaerob akan dimanfaatkan dan diurai (dekomposisi) oleh mikroba
anaerobik atau fakultatif 
b) Bahwa aktifitas mikroba yang hidup di bagian badan air yang anaerob
selain menghasilkan sel-sel mikroba baru juga menghasilkan senyawa-
senyawa CO2, NH3, H2S, dan CH4 serta senyawa lainnya seperti amin,
PH3 dan komponen fosfor. 
c) Asam sulfide (H2S), amin dan komponen fosfor adalah senyawa yang
mengeluarkan bau menyengat yang tidak sedap, misalnya H2S berbau
busuk dan amin berbau anyir. Selain itu telah disinyalir bahwa NH3 dan
H2S hasil dekomposisi anaerob pada tingkat konsentrasi tertentu adalah
beracun dan dapat membahayakan organisme lain, termasuk ikan. 
d) Selain menghasilkan senyawa yang tidak bersahabat bagi lingkungan
seperti tersebut diatas, hasil dekomposisi di semua bagian badan air
menghasilkan CO2 dan NH3 yang siap dipakai oleh organisme perairan
berklorofil (fitoplankton) untuk aktifitas fotosintesa; yang dapat
digambarkan sebagai reaksi.
Pengaruh pertama proses dekomposisi limbah organik di badan air aerobik
adalah 

 Terjadinya penurunan oksigen terlarut dalam badan air. 


 Fenomena ini akan mengganggu pernafasan fauna air seperti ikan dan
udang-udangan; dengan tingkat gangguan tergantung pada tingkat
penurunan konsentrasi oksigen terlarut dan jenis serta fase fauna. 
 Secara umum diketahui bahwa kebutuhan oksigen jenis udang-
udangan lebih tinggi daripada ikan dan kebutuhan oksigen fase
larva/juvenil suatu jenis fauna lebih tinggi dari fase dewasanya. 
 Dengan demikian maka dalam kondisi konsentrasi oksigen terlarut
menurun akibat dekomposisi; larva udang-udangan akan lebih
menderita ataupun mati lebih awal dari larva fauna lainnya. 
 Fenomena seperti itulah yang diduga menjadi sebab kenapa akhir-akhir
ini di sepanjang pantai utara P. Jawa yang padat penduduk dan tinggi
pemasukan limbah organiknya tidak mudah lagi ditemukan bibit-bibit
udang dan bandeng (nener); padahal pada masa lalu dengan mudahnya
ditemukan.

4. Dampak Eutrofikasi
a) Ekosistem darat
Ekosistem darat juga mengalami dampak merugikan yang serupa dari
eutrofikasi.  Peningkatan nitrat di tanah seringkali tidak diinginkan untuk
tanaman. Banyak spesies tanaman darat yang terancam punah akibat
eutrofikasi tanah, seperti mayoritas spesies anggrek di Eropa. Padang
rumput, hutan, dan rawa dicirikan oleh kandungan nutrisi yang rendah dan
spesies yang tumbuh lambat beradaptasi dengan tingkat tersebut, sehingga
mereka dapat ditumbuhi oleh spesies yang tumbuh lebih cepat dan lebih
kompetitif. Di padang rumput, rerumputan tinggi yang dapat
memanfaatkan tingkat nitrogen yang lebih tinggi dapat mengubah area
tersebut sehingga spesies alami dapat hilang. Fens yang kaya spesies dapat
disusul oleh spesies buluh atau reedgrass . Semak hutan yang dipengaruhi
oleh limpasan dari ladang terdekat yang telah dibuahi dapat diubah
menjadi semak belukar dan jelatang .
Bentuk kimiawi nitrogen yang paling sering menjadi perhatian berkaitan
dengan eutrofikasi, karena tanaman memiliki kebutuhan nitrogen yang
tinggi sehingga penambahan senyawa nitrogen akan merangsang
pertumbuhan tanaman. Nitrogen tidak tersedia di tanah karena N 2 , suatu
bentuk gas nitrogen, sangat stabil dan tidak tersedia secara langsung untuk
tanaman tingkat tinggi. Ekosistem darat mengandalkan fiksasi
nitrogen mikroba untuk mengubah N 2 menjadi bentuk lain
seperti nitrat . Namun, ada batasan berapa banyak nitrogen yang dapat
digunakan. Ekosistem yang menerima lebih banyak nitrogen daripada
yang dibutuhkan tanaman disebut jenuh nitrogen. Ekosistem terestrial
yang jenuh kemudian dapat menyumbangkan nitrogen anorganik dan
organik untuk eutrofikasi air tawar, pesisir, dan laut, di mana nitrogen juga
biasanya merupakan nutrisi pembatas . Ini juga terjadi dengan peningkatan
kadar fosfor. Namun, karena fosfor umumnya jauh lebih tidak mudah
larut daripada nitrogen, pelepasannya dari tanah pada kecepatan yang jauh
lebih lambat daripada nitrogen. Akibatnya, fosfor jauh lebih penting
sebagai nutrisi pembatas dalam sistem perairan. 
b) Efek ekologi

Eutrofikasi diakui sebagai masalah polusi air di danau dan waduk Eropa


dan Amerika Utara pada pertengahan abad ke-20. Sejak itu, ini menjadi
lebih luas. Survei menunjukkan bahwa 54% danau
di Asia bersifat eutrofik ; di Eropa , 53%; di Amerika Utara ,
48%; di Amerika Selatan , 41%; dan di Afrika , 28%. Di Afrika Selatan,
sebuah studi oleh CSIR menggunakan penginderaan jauh menunjukkan
lebih dari 60% bendungan yang disurvei bersifat eutrofik. Beberapa
ilmuwan Afrika Selatan percaya bahwa angka ini mungkin lebih
tinggi dengan sumber utama adalah pekerjaan pembuangan limbah
disfungsional yang menghasilkan lebih dari 4 miliar liter limbah limbah
sehari-hari yang tidak diolah, atau paling-paling diolah sebagian, yang
dibuang ke sungai dan bendungan. 
Banyak efek ekologis dapat timbul dari merangsang produksi primer ,
tetapi ada tiga dampak ekologis yang sangat mengganggu: penurunan
keanekaragaman hayati, perubahan komposisi dan dominasi spesies, dan
efek toksisitas.

 Peningkatan biomassa fitoplankton
 Spesies fitoplankton beracun atau tidak bisa dimakan
 Meningkatnya mekarnya zooplankton agar-agar
 Peningkatan biomassa alga bentik dan epifit
 Perubahan komposisi dan biomassa spesies makrofit
 Penurunan transparansi air (peningkatan kekeruhan )
 Masalah warna, bau, dan pengolahan air
 Penipisan oksigen terlarut
 Meningkatnya insiden pembunuhan ikan
 Hilangnya spesies ikan yang diinginkan
 Pengurangan ikan dan kerang yang bisa dipanen
 Penurunan nilai estetika yang dirasakan dari badan air
c) Keanekaragaman hayati menurun
Ketika ekosistem mengalami peningkatan nutrisi, produsen
utama memetik manfaatnya terlebih dahulu. Dalam ekosistem akuatik,
spesies seperti alga mengalami peningkatan populasi (disebut alga
mekar ). Bunga alga membatasi sinar matahari yang tersedia untuk
organisme penghuni dasar laut dan menyebabkan perubahan besar dalam
jumlah oksigen terlarut di dalam air. Oksigen dibutuhkan oleh semua
tumbuhan dan hewan yang bernapas secara aerobik dan diisi kembali di
siang hari oleh tumbuhan dan alga yang berfotosintesis . Dalam kondisi
eutrofik, oksigen terlarut meningkat pesat pada siang hari, tetapi sangat
berkurang setelah gelap oleh alga yang bernapas dan oleh mikroorganisme
yang memakan peningkatan massa alga mati. Ketika kadar oksigen terlarut
menurun ke tingkat hipoksia , ikan dan hewan laut lainnya mati
lemas. Akibatnya, makhluk hidup seperti ikan, udang, dan terutama
penghuni dasar yang tidak bergerak mati. Dalam kasus ekstrim,
kondisi anaerobik terjadi, mendorong pertumbuhan bakteri. Zona di mana
hal ini terjadi dikenal sebagai zona mati .
d) Invasi spesies baru
Eutrofikasi dapat menyebabkan pelepasan kompetitif dengan membuat
berlimpah nutrisi yang biasanya membatasi . Proses ini menyebabkan
terjadinya pergeseran komposisi spesies dalam ekosistem. Misalnya,
peningkatan nitrogen memungkinkan spesies baru yang kompetitif untuk
menyerang dan mengalahkan spesies penghuni asli. Ini telah terbukti
terjadi di rawa garam New England . Eutrofikasi daerah di luar jangkauan
alaminya sebagian menjelaskan keberhasilan ikan dalam menjajah daerah
ini setelah diperkenalkan.
e) Toksisitas
Beberapa mekar alga akibat eutrofikasi, atau disebut "mekar alga
berbahaya", bersifat racun bagi tumbuhan dan hewan. Senyawa beracun
dapat naik ke rantai makanan , mengakibatkan kematian hewan. 
Pertumbuhan alga air tawar bisa menjadi ancaman bagi ternak. Ketika alga
mati atau dimakan, neuro - dan hepatotoksin dilepaskan yang dapat
membunuh hewan dan dapat menimbulkan ancaman bagi manusia. 
Contoh racun alga yang masuk ke tubuh manusia adalah kasus
keracunan kerang . Biotoksin yang dibuat selama alga mekar diambil oleh
kerang (kerang, tiram), yang menyebabkan makanan manusia ini
memperoleh toksisitas dan meracuni manusia.Contohnya termasuk
keracunan kerang paralitik , neurotoksik, dan diare . Hewan laut lainnya
dapat menjadi vektor untuk racun tersebut, seperti dalam kasus ciguatera ,
di mana biasanya ikan predator yang mengakumulasi racun dan kemudian
meracuni manusia.

5. Pencegahan dan Pembalikan Eutrofikasi


Eutrofikasi menimbulkan masalah tidak hanya bagi ekosistem , tetapi
juga bagi manusia. Mengurangi eutrofikasi harus menjadi perhatian utama saat
mempertimbangkan kebijakan masa depan, dan solusi berkelanjutan untuk
semua orang, termasuk petani dan peternak, tampaknya dapat
dilakukan.  Meskipun eutrofikasi memang menimbulkan masalah, manusia
harus menyadari bahwa limpasan alami (yang menyebabkan berkembangnya
alga di alam liar) adalah hal biasa di ekosistem dan oleh karena itu tidak boleh
membalikkan konsentrasi nutrisi melebihi tingkat normal.Tindakan
pembersihan sebagian besar, tetapi tidak sepenuhnya, berhasil. Tindakan
pembuangan fosfor Finlandia dimulai pada pertengahan 1970-an dan
menargetkan sungai dan danau yang tercemar oleh limbah industri dan
kota. Upaya ini telah menghasilkan efisiensi penyisihan 90%. Namun,
beberapa sumber titik yang ditargetkan tidak menunjukkan penurunan
limpasan meskipun ada upaya pengurangan.
a) Kerang di muara
Salah satu solusi yang diusulkan untuk menghentikan dan membalikkan
eutrofikasi di muara adalah dengan memulihkan populasi kerang,
seperti tiram dan kerang . Terumbu tiram menghilangkan nitrogen dari
kolom air dan menyaring padatan tersuspensi, yang selanjutnya
mengurangi kemungkinan atau meluasnya pertumbuhan alga yang
berbahaya atau kondisi anoksik. Aktivitas makan dengan filter dianggap
bermanfaat bagi kualitas air dengan mengontrol kepadatan fitoplankton
dan menyerap nutrisi, yang dapat dikeluarkan dari sistem melalui panen
kerang, terkubur dalam sedimen, atau hilang melalui denitrifikasi.
Pekerjaan dasar menuju gagasan untuk meningkatkan kualitas air laut
melalui budidaya kerang dilakukan oleh Odd Lindahl et al.
b) Budidaya rumput laut
Budidaya rumput laut menawarkan peluang untuk mitigasi, dan adaptasi
terhadap perubahan iklim. Rumput laut, seperti rumput laut, juga
menyerap fosfor dan nitrogen sehingga berguna untuk menghilangkan
nutrisi yang berlebihan dari bagian laut yang tercemar. Beberapa rumput
laut yang dibudidayakan memiliki produktivitas yang sangat tinggi dan
dapat menyerap N, P, CO2 dalam jumlah besar, menghasilkan O2 dalam
jumlah besar memiliki efek yang sangat baik dalam menurunkan
eutrofikasi.Budidaya rumput laut dalam skala besar diyakini sebagai solusi
yang baik untuk masalah eutrofikasi di perairan pesisir.
c) Meminimalkan polusi nonpoint
Pencemaran nonpoint adalah sumber nutrisi yang paling sulit
dikelola. Namun, literatur menunjukkan bahwa ketika sumber-sumber ini
dikendalikan, eutrofikasi menurun. Langkah-langkah berikut
direkomendasikan untuk meminimalkan jumlah pencemaran yang dapat
memasuki ekosistem perairan dari sumber yang tidak jelas.
d) Zona penyangga riparian
Studi menunjukkan bahwa mencegat polusi non-titik antara sumber dan air
adalah cara pencegahan yang berhasil. Zona penyangga riparian adalah
antarmuka antara aliran air dan tanah, dan telah dibuat di dekat saluran air
sebagai upaya untuk menyaring polutan; sedimen dan nutrisi disimpan di
sini, bukan di air. Membuat zona penyangga di dekat pertanian dan jalan
raya adalah cara lain yang memungkinkan untuk mencegah nutrisi
mengalir terlalu jauh. Namun, penelitian telah menunjukkan bahwa efek
polusi nitrogen atmosfer dapat mencapai jauh melewati zona penyangga.
Ini menunjukkan bahwa cara penvegahan paling efektif adalah dari sumber
utama.
e) Kebijakan pencegahan
Undang-undang yang mengatur pembuangan dan pengolahan limbah telah
menyebabkan pengurangan nutrisi yang dramatis ke ekosistem sekitarnya,
tetapi secara umum disepakati bahwa kebijakan yang mengatur
penggunaan pupuk dan kotoran hewan untuk pertanian harus
diberlakukan. Di Jepang jumlah nitrogen yang dihasilkan oleh peternakan
cukup untuk memenuhi kebutuhan pupuk bagi industri pertanian. Maka,
bukan tidak beralasan memerintahkan pemilik ternak untuk membersihkan
kotoran hewan — yang bila dibiarkan tergenang akan merembes ke air
tanah.
Kebijakan mengenai pencegahan dan pengurangan eutrofikasi dapat dibagi
menjadi empat sektor: Teknologi, partisipasi publik, instrumen ekonomi,
dan kerja sama.
Daftar Pustaka

https://jurnal.univpgri-
palembang.ac.id/index.php/sainmatika/article/download/2845/2678#:~:text=Pemilihan
%20parameter%2Dparameter%20penting%20dalam,antara%20lain%20suhu%20dan
%20TDS.

https://translate.google.com/translate?
u=https://en.wikipedia.org/wiki/Eutrophication&hl=id&sl=en&tl=id&client=srp&prev=searc
h

http://lpbdelima.blogspot.com/2015/04/self-purification.html

https://puskesmas.bantulkab.go.id/sedayu2/2016/11/14/pemeriksaan-air-bersih-untuk-
meningkatkan-kualitas-air-bersih-di-wilayah-puskesmas-sedayu-ii/

Anda mungkin juga menyukai