Anda di halaman 1dari 37

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demensia merupakan jenis penyakit tidak menular, tetapi mempunyai
dampak yang membahayakan bagi fungsi kognitif lansia. Demensia adalah
keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya ingat dan daya pikir lain
yang secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari (Nugroho,
2014). Kriteria demensia yaitu kehilangan kemampuan intelektual, termasuk
daya ingat yang cukup berat, sehingga dapat mengganggu fungsi sosial dan
pekerjaan (Santoso&Ismail, 2013).
Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual
progresif yang menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga
mengakibatkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-
hari.Demensia bukanlah suatu penyakit yang spesifik. Demensia merupakan
istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan kumpulan gejala yang bisa
disebabkan oleh berbagai kelainan yang mempengaruhi otak. Seorang
penderita demensia memiliki fungsi intelektual yang terganggu dan
menyebabkan gangguan dalam aktivitas sehari-hari baik dari pola aktivitas,
pola nutrisi, pola tidur maupun hubungan dengan orang sekitarnya. Penderita
demensia juga kehilangan kemampuan untuk memecahkan masalah,
mengontrol emosi, dan bahkan bisa mengalami perubahan kepribadian dan
masalah tingkah laku seperti mudah marah dan berhalusinasi. Seseorang
didiagnosa demensia bila dua atau lebih fungsi otak, seperti ingatan dan
keterampilan berbahasa menurun secara signifikan tanpa disertai penurunan
kesadaran (Turana, 2015).
Menurut Alzheimer’s Disease International (2015), demensia merupakan
suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang
menyebabkan deteriorasi kognitif dan fungsional, sehingga mengakibatkan
gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari. Demensia sendiri
dapat memunculkan gejala-gejala neuropsikiatrik sehingga dapat
menyebabkan penderita kesulitan untuk mengatur pola tidur, sehingga
penderita mengalami gangguan pola tidurnya. Lebih dari 80% penduduk usia

1
lanjut menderita penyakit fisik yang mengganggu fungsi mandirinya.
Sejumlah 30% klien yang menderita sakit fisik tersebut menderita kondisi
komorbid psikiatrik, terutama depresi dan anxietas maupun demensia.
Sebagian besar usia lanjut yang menderita penyakit fisik dan gangguan mental
tersebut menderita gangguan tidur.
Terdapat 46,8 juta orang dinyatakan terkena demensia di dunia (World
Alzheimekanr Report, 2015). Sedangkan di Asia terdapat 22,9 juta penderita
demensia dan di Indonesia pada tahun 2015 lansia yang menderita demensia
diperkirakan sebesar 1,2 juta jiwa, dan masuk dalam sepuluh Negara dengan
demensia tertinggi di dunia dan di Asia Tenggara 2015 dan usia diatas 60
tahun merupakan usia yang rentan terkena demensia Menurut Alzheimer’s
Disease International (2015).
Ada beberapa dampak jika fungsi kognitif pada lansia demensia tidak
diperbaiki. Dampak tersebut yaitu menyebabkan hilangnya kemampuan lansia
untuk mengatasi kehidupan sehari-hari seperti, toileting, mandi, makan, dan
gangguan pola tidur (Hutapea, 2014). Demensia tidak bisa diperbaiki namun
untuk memperlambat timbulnya demensia maka beberapa hal dapat dilakukan
yakni: menurunkan/menjaga kadar kolesterol dalam darah,
menurunkan/menjaga tekanan darah, mengendalikan diabetes, berolahraga
secara teratur, terlibat dalam kegiatan yang merangsang pikiran, peningkatan
kualitas hidup, diet sehat dan gizi seimbang. (Kemenkes RI).
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana proses asuhan keperawatan lansia dengan demensia?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1.3.1.1 Untuk mengetahui proses asuhan keperawatan lansia dengan demensia
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada klien lansia dengan
demensia
1.3.2.2 Mampu melakukan diagnosis keperawatan pada klien lansia dengan
demensia

2
1.3.2.3 Mampu melakukan intervensi keperawatan pada klien lansia dengan
demensia
1.3.2.4 Mampu melakukan implementasi keperawatan pada klien lansia dengan
demensia
1.3.2.5 Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada klien lansia dengan
demensia

3
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Lansia
2.1.1 Definisi Lansia
Proses menua merupakan proses yang terus-menerus secara alami.
Menua bukanlah suatu proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Memang harus
diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering menghinggapi kaum
lanjut usia. Lanjut usia akan selalu bergandengan dengan perubahan
fisiologi maupun psikologi (Nugroho, 2013).
Dalam buku keperawatan gerontik dan geriatric, Wahyudi Nugroho
(2013) mengatakan bahwa menua adalah suatu proses menghilangnya
secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti
diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak
dapat bertahan dari jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan
yang di derita. Pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia
secara perlahan mengalami kemunduran struktur dan fungsi organ.
Kondisi ini jelas menunjukkan bahwa proses menua itu merupakan
kombinasi dari bermacam macam factor yang saling berkaitan yang dapat
mempengaruhi kemandirian dan kesehatan lanjut usia, termasuk
kehidupan seksualnya.
Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia.
Proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang hanya di mulai dari
satu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menua
merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap
kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik
secara biologis, maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami
kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit
mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang

4
jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan-gerakan lambat, dan postur
tubuh yang tidak proforsional (Iknatius, 2013).

2.1.2 Klasifikasi Lanjut Usia


Menurut Word Healty Organisation (WHO) dalam (Anggreini 2015),
usia lanjut meliputi:
1. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45-59 tahun.
2. Lanjut usia (elderly) antara 60-74 tahun.
3. Lanjut usia tua (old) antara 75-90 tahun.
4. Lanjut usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
2.1.3 Perubahan Pada Lansia
2.1.3.1 Perubahan Fisik
Perubahan fisik yang terjadi antara lain penurunan sistem
muskuloskeletal, sistem persarafan, gangguan pendengaran dan
penglihatan, sistem reproduksi. Penurunan kemampuan pada sistem
muskuloskeletal akibat digunakan secara terus-menerus menyebabkan sel
tubuh lelah terpakai dan regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan
kestabilan lingkungan internal, seperti penurunan aliran darah ke otot,
atropi dan penurunan massa otot, gangguan sendi, tulang kehilangan
densitasnya, penurunan kekuatan dan stabilitas tulang, kekakuan jaringan
penghubung yang menyebabkan hambatan dalam aktivitas seperti
gangguan gaya berjalan (Santoso & Rohmah 2011).
2.1.3.2 Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial dapat terjadi akibat adanya penyakit kronis,
gangguan panca indra seperti kebutaan dan ketulian, dan gangguan gerak
sehingga intensitas hubungan lansia dengan lingkungan sosialnya
berkurang karena lansia lebih banyak berada di rumah. Bahkan dapat
timbul kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosialnya
ini(Nugroho, 2014).
2.1.3.3 Penurunan Fungsi Kognitif

5
Perubahan tidak hanya terjadi pada fisik dan psikososial, tetapi juga
pada kognitif, karena fungsi kognitif dipengaruhi oleh adanya perubahan
pada struktur dan fungsi organ otak, penurunan fungsi sistem
muskuloskeletal, dan sistem reproduksi. Atropi yang terjadi pada otak
akibat penuaan menyebabkan penurunan hubungan antarsaraf,
mengecilnya saraf panca indra sehingga waktu respon dan waktu bereaksi
melambat, defisit memori, gangguan pendengaran, penglihatan,
penciuman, dan perabaan. Menurunya daya pendengaran pada telinga
dalam, terutama terhadap nada tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-
kata, 50% terjadi pada orang di atas umur 65 tahun (Nugroho, 2014).
2.1.4 Tipe Lansia
Di zaman sekarang (zaman pembangunan),banyak ditemukan bermacam-
macam tipe usia lanjut. Yang menonjol antara lain:
a. Tipe arif bijaksana, Lanjut usia ini kaya dengan hikmah pengalaman,
menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,
sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri, Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang
dengan kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman
pergaulan, serta memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas, Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin,
menentang proses penuaan, yang menyebabkan kehilangan kecantikan,
kehilangan daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman
yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut,
sulit dilayani dan pengkritik.
d. Tipe pasrah, Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib
baik, mempunyai konsep habis (“habis gelap datang terang”),
mengikuti kegiatan beribadat, ringan kaki, pekerjaan apa saja
dilakukan.
e. Tipe bingung, Lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian,
mengasingkan diri, merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh
(Nugroho, 2008).

6
2.2 Konsep Demensia
2.2.1 Definisi
Definisi demensia menurut WHO adalah sindrom neurodegeneratif
yang timbul karena adanya kelainan yang bersifat kronis dan progesifitas
disertai dengan gangguan fungsi luhur multiple seperti kalkulasi, kapasitas
belajar, bahasa, dan mengambil keputusan. Kesadaran pada demensia tidak
terganggu. Gangguan fungsi kognitif biasanya disertai dengan perburukan
kontrol emosi, perilaku, dan motivasi. (WHO, 2014).
Demensia adalah penurunan memori yang paling jelas terjadi pada
saat belajar informasi baru, meskipun dalam. Pada kasus yang lebih parah
memori tentang informasi yang pernah dipelajari juga mengalami penurun.
Penurunan terjadi pada materi verbal dan non verbal. Penurunan ini juga
harus didapatkan secara objektif dengan mendapatkan informasi dari
orang-orang yang sering bersamanya, atau pun dari tes neuropsikologi atau
pengukuran status kognitif. (International Classification of Diseases 10
(ICD 10), 2013).
Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi
intelektual dan memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan
disfungsi hidup sehari – hari. Demensia merupakan keadaan ketika
seseorang mengalami penurunan daya ingat dan daya pikir lain yang
secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari. (Nugroho,
2015).
Jadi, demensia sendiri merupakan penurunan fungsi kognitif
seseorang yang dapat menyebabkan penurunan daya ingat sehingga dapat
mengganggu aktivitas sehari-hari, sosial, emosional.

7
2.2.2 Klasifikasi
2.2.2.1 Menurut Kerusakan Struktur Otak
1. Tipe Alzheimer
Alzheimer adalah kondisi dimana sel saraf pada otak mengalami
kematian sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di
transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2013). Penderita
Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat
keputusan dan juga penurunan proses berpikir. Sekitar 50-60%
penderita demensia disebabkan karena penyakit Alzheimer. Demensia
ini ditandai dengan gejala :
a. Penurunan fungsi kognitif
b. Daya ingat terganggu, ditemukanya adanya : afasia, apraksia,
agnosia, gangguan fungsi eksekutif.
c. Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru
d. Perubahan kepribadian (depresi, obsestive, kecurigaan)
e. Kehilangan inisiatif.
Penyakit Alzheimer dibagi menjadi 3 stadium berdasarkan beratnya
deteorisasi intelektual
a. Stadium I (amnesia)
b. Stadium II (bingung)
c. Stadium III (akhir)
2. Demensia Vascular
Demensia tipe vascular disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah
di otak dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat
terjadinya demensia. Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di
otak akibat gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi dapat
diduga sebagai demensia vaskular.Tanda-tanda neurologis fokal
seperti:
a. Peningkatan reflek tendon dalam
b. Kelainan gaya berjalan
c. Kelemahan anggota gerak
3. Penyakit Lewy body (Lewy body disease)

8
Penyakit Lewy body (Lewy body disease) ditandai oleh adanya
Lewy body di dalam otak. Lewy body adalah gumpalan gumpalan
protein alpha-synuclein yang abnormal yang berkembang di dalam
sel-sel syaraf. Abnormalitas ini terdapat di tempat-tempat tertentu di
otak, yang menyebabkan perubahan-perubahan dalam bergerak,
berpikir dan berkelakuan. Orang yang menderita penyakit Lewy body
dapat merasakan sangat naik-turunnya perhatian dan pemikiran.
Mereka dapat berlaku hampir normal dan kemudian menjadi sangat
kebingungan dalam waktu yang pendek saja. Halusinasi visual
(melihat hal-hal yang tidak ada) juga merupakan gejala yang umum.
4. Demensia Frontotemporal (Frontotemporal dementia)
Demensia front temporal (Frontotemporal dementia) menyangkut
kerusakan yang berangsur-angsur pada bagian depan (frontal)
dan/atau temporal dari lobus (cuping) otak. Gejalagejalanya sering
muncul ketika orang berusia 50-an, 60-an dan kadang-kadang lebih
awal dari itu. Ada dua penampakan utama dari demensia front
temporal– frontal (menyangkut gejala-gejala dalam kelakuan dan
perubahan kepribadian) dan temporal (menyangkut gangguan pada
kemampuan berbahasa).

2.2.2.2 Menurut Usia


1. Demensia senilis (usia > 65 tahun)
Demensia Senilis merupakan demensia yang muncul setelah umur 65
tahun. Biasanya terjadi akibat perubahan dan degenerasi jaringan otak
yang diikuti dengan adanya gambaran deteriorasi mental.

9
2. Demensia prasenilis (usia < 65 tahun)
Demensia Pre Senilis merupakan demensia yang dapat terjadi pada
golongan umur lebih muda (onset dini) yaitu umur 40-59 tahun dan
dapat disebabkan oleh berbagai kondisi medis yang dapat
mempengaruhi fungsi jaringan otak (penyakit degeneratif pada sistem
saraf pusat, penyebab intra kranial, penyebab vaskular, gangguan
metabolik dan endokrin, gangguan nutrisi, penyebab trauma, infeksi
dan kondisi lain yang berhubungan, penyebab toksik (keracunan).
Klasifikasi lain yang berdasarkan korelasi gejala klinik dengan
patologianatomisnya :
a. Anterior : Frontal premotor cortex
Perubahan behavior, kehilangan kontrol, anti sosial, reaksi
lambat.
b. Posterior: lobus parietal dan temporal
Gangguan kognitif: memori dan bahasa, akan tetapi behaviour
relatif baik
c. Subkortikal: apatis, forgetful, lamban, adanya gangguan gerak.
d. Kortikal: gangguan fungsi luhur; afasia, agnosia, apraksia.
Kriteria derajat demensia :
a. Ringan : Walaupun terdapat gangguan berat daya kerja dan
aktivitas sosial, kapasitas untuk hidup mandiri tetap dengan
higiene personal cukup dan penilaian umum yang baik.
b. Sedang :Hidup mandiri berbahaya diperlukan berbagai tingkat
suportivitas.
c. Berat :Aktivitas kehidupan sehari-hari terganggu sehingga tidak
berkesinambungan, inkoheren.
Demensia dibagai menjadi beberapa tingkat keparahan yang dapat
dinilai sebagai berikut:
a. Mild
Tingkat kehilangan memori yang cukup mengganggu aktivitas
sehari-hari, meskipun tidak begitu parah, tapi tidak dapat hidup

10
mandiri.Fungsi utama yang terkena adalah sulit untuk
mempelajari hal baru.Penurunan kemampuan kognitif
menyebabkan penurunan kinerja dalam kehidupan sehari-hari,
tetapi tidak pada tingkat ketergantungan individu tersebut pada
orang lain. Tidak dapat melakukan tugas sehari-hari yang lebih
rumit atau kegiatan rekreasi.
b. Moderat
Derajat kehilangan memori merupakan hambatan serius untuk
hidup mandiri.Hanya hal – hal yang sangat penting yang masih
dapat diingat.Informasi baru disimpan hanya sesekali dan sangat
singkat. Individu tidak dapat mengingat informasi dasar tentang
di mana dia tinggal, apa telah dilakukan belakangan ini, atau
nama-nama orang yang akrab., penurunan kemampuan kognitif
membuat individu tidak dapat melakukan aktivitasnya tanpa
bantuan orang lain dalam kehidupan sehari-hari, termasuk belanja
dan penanganan kebutuhan sehari - hari. Dalam rumah, hanya
tugas – tugas sederhana yang dipertahankan.Kegiatan semakin
terbatas dan keadaan buruk dipertahankan.
c. Severe
Derajat kehilangan memori ditandai oleh ketidakmampuan
lengkap untuk menyimpan informasi baru.Hanya beberapa
informasi yang dipelajari sebelumnya yang menetetap.Individu
tersebut gagal untuk mengenali bahkan kerabat
dekatnya.Penurunan kemampuan kognitif lain ditandai dengan
penurunan penilaian dan berpikir, seperti perencanaan dan
pengorganisasian, dan dalam pengolahan informasi secara umum.
Tingkat keparahan penurunan, harus dinilai sebagai berikut.,
penurunan ini ditandai dengan ada atau tidak adanya pemikiran
yang dapat dimenerti.Hal – hal tersebut tadi ada minimal 6 bulan
baru dapat dikatakan demensia.
2.3 Etiologi

11
Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat
menyebabkan timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima.
Beberapa penyakit dapat disembuhkan sementara sebagian besar tidak
dapat disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins, P.V. 2006). Sebagian besar
peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala
demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah),
demensia Lewy body, demensia frontotemporal dan sepuluh persen
diantaranya disebabkan oleh penyakit lain.
Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah
penyakit Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak
mati sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan
sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer
mengalami gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga
penurunan proses berpikir
Untuk demensia tipe Alzheimer ada beberapa penyebab yang telah
dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi
virus, polusi udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel
filament predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit
Alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik
jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan
penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor
pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif
neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang
diakibatkan oleh adanya peningkatan kalsium intraseluler, kegagalan
metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi
protein abnormal yang non spesifik. Penyakit Alzheimer adalah penyakit
genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor
non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan
hanya sebagai pencetus faktor genetika.
Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat
berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut
mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium

12
intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas
atau terdapatnya produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit
alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi
bahwa peran factor non – genetika (lingkungan) juga ikutterlibat, dimana f
aktor lingkungan hanya sebagai pencetus factor genetika. Beberapa factor
lain yang menyebabkan alzeimer :
1. Faktor genetic
2. Faktor infeksi
3. Faktor lingkungan
4. Faktor imunologis
5. Faktor trauma
6. Faktor neurotransmitter
2.4 Manifestasi Klinis
Demensia merupakan kondisi yang lama-kelamaan semakin
memburuk. Penurunan fungsi dapat terjadi dalam kurun waktu yang lama
sebelum gejala demensia muncul dan ditemukan. Berikut adalah tanda-
tanda demensia:
1. Demensia adalah kondisi yang lama-kelamaan semakin memburuk.
Penurunan fungsi dapat terjadi dalam kurun waktu yang lama sebelum
gejala demensia muncul dan ditemukan. Berikut adalah tanda-tanda
demensia: Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita
demensia, ”lupa” menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas
(Hurley, 2012).
2. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu,
bulan, tahun, tempat penderita demensia berada (Hurley, 2012).
3. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang
benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi,
mangulang kata atau cerita yang sama berkali- kali (Hurley, 2012).
4. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis yang berlebihan saat
melihat sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang
di lakukan orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan.

13
Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa perasaan-
perasaan tersebut muncul (Hurley, 2012).
5. Adanya perubahan tingkah laku seperti : acuh tak acuh, menarik diri
dan gelisah sampai susah mengatur pola tidur (Hurley, 2012)
2.5 Patofisiologi
Demensia sering terjadi pada usia >65 tahun , gejala yang mucul yaitu
perubahan kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas
sehari – hari. Lansia penderita demensia tidak memeperlihatkan gejala
yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana lansia pada
umumnya mengalami proses penuanaan dan degeneratif. Kejanggalan
awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit mengingat dan
sering lupa jika meletakkan suatu barang.
Mereka sering kali menutup – nutupi hal tersebut dan meyakinkan
bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya
mulai dirasakan oleh orang – orang terdekat yang tinggal bersama mereka,
mereka merasa kawatir terhadap penurunan daya ingat yang semakin
menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin lansia
kelelahan dan perlu banyak istirahat. Mereka belum mencurigai adanya
sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang dialami oleh
orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi
pada lansia. Mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif.
Kondisi seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan
biasanya akan memperparah kondisi lansia. Pada saat ini mungkin saja
lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi.
Disinilah keluarga membawa lansia penderita demensia ke rumah
sakit, dimana demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan.
Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim
kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk
dapat mengkaji dan mengenali gejala demensia.

14
2.5.1 WOC
Faktor genetik Proses menua Imunologi Trauma Lingkungan

Gangguan pada neuron Hilangnya serat – serat


Fibriliar Koligemik di korteks

Atropi otak Penurunan sel neuro


koligemik
Degenerasi neuron
Kelainan
neurotransmiler

Asetikoin menurun

Penurunan Gangguan Gangguan Gangguan Perubahan Perubahan Kehilangan


daya ingat kognitif memori fungsi intelektual perilaku fungsi tonus
Bahasa otot

Penurunan Mudah Muncul Kehilangan Perubahan


kemampuan lupa gejala kemampuan mengawasi
aktivitas neuro menyelesaikan keadaan

15
psikiatrik masalah kompleks dan
perpikir abstrak

Defisit Ketidakefe
Perubahan Kesulitan Kerusakan
perawatan persepsi mengatur ktifan
diri sensori pola tidur memori
koping

Risiko Gangguan
jatuh pola tidur

2.6 Pemeriksaan Penunjang Demensia


2.6.1 Pemeriksaan Laboratorium Rutin
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis
demensia ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia
khususnya pada demensia reversibel, walaupun 50% penyandang
demensia adalah demensia Alzheimer dengan hasil laboratorium normal,
pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan
laboratorium yang dilakukan : pemeriksaan darah lengkap, urinalisis,
elektrolit serum, kalsium darah, ureum, fungsi hati, hormon tiroid, kadar
asam folat.
2.6.2 Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance
Imaging) telah menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia
walaupun hasilnya masih dipertanyakan.
2.6.3 Pemeriksaan Eeg (Electroencephalogram)
Pada pemeriksaan EEG tidak memberikan gambaran spesifik dan pada
sebagian besar hasilnya normal. Pada Alzheimer stadium lanjut dapat
memberi gambaran perlambatan difus dan kompleks periodi
2.6.4 Pemeriksaan Cairan Otak

16
Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia
akut, penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen
dan panas, tes sifilis (+), penyengatan meningeal pada CT scan.
2.6.5 Pemeriksaan Neuropsikologis
Meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas sehari – hari / fungsional
dan aspek kognitif lainnya. Pemeriksaan neuropsikologis penting untuk
sebagai penambahan pemeriksaan demensia, terutama pemeriksaan untuk
fungsi kognitif, minimal yang mencakup atensi, memori, bahasa,
konstruksi visuospatial, kalkulasi dan problem solving. Pemeriksaan
neuropsikologi sangat berguna terutama pada kasus yang sangat ringan
untuk membedakan proses ketuaan atau proses depresi. (Nugroho, 2013)

2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien dengan demensia ada berbagai cara antara
lain sebagai berikut (Turana, 2013) :
1. Farmakoterapi
a. Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat - obatan
antikoliesterase seperti Donepezil, Rivastigmine, Galantamine,
Memantine
b. Dementia vaskuler membutuhkan obat -obatan anti platelet
seperti Aspirin , Ticlopidine , Clopidogrel untuk melancarkan
aliran darah ke otak sehingga memperbaiki gangguan kognitif.
c. Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati,
tetapi perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan
dengan mengobati tekanan darah tinggi atau kencing manis yang
berhubungan dengan stroke.
d. Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat
anti depresi seperti Sertraline dan Citalopram.
e. Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak,
yang bisa menyertai demensia stadium lanjut, sering

17
digunakanobat antipsikotik (misalnya Haloperidol , Quetiapine
dan Risperidone)
2. Dukungan atau Peran Keluarga (Harrisons,2014).
Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita
tetap memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang,
jam dinding dengan angka-angka yang besar.
3. Terapi Simtomatik (Harrisons,2014).
Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi yang bersifat
simtomatik, terapi tersebut meliputi :
a. Diet
b. Latihan fisik yang sesuai
c. Terapi rekreasional dan aktifitas.
d. Penanganan terhadap masalah-masalah
4. Pencegahan dan perawatan demensia Hal yang dapat kita lakukan
untuk menurunkan resiko terjadinya demensia diantaranya adalah
menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi
otak,seperti (Harrisons,2014):
a. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak
seperti alkohol dan zat adiktif yang berlebihan.
b. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya
dilakukan setiap hari.
c. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan
aktif seperti kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
d. Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman
yang memiliki persamaan minat atau hobi.
e. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap
relaks dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap
sehat.

18
BAB 3
APLIKASI TEORI

3.1 Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Demensia


Menurut Maryam, (2012):
1. Pengkajian
a. Identitas
Indentias klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku
bangsa/latar belakang kebudayaan, status sipil, pendidikan,
pekerjaan dan alamat.
b. Keluhan utama
Keluhan utama atau sebab utama yang menyebkan klien datang
berobat (menurut klien dan atau keluarga). Gejala utama adalah
kesadaran menurun.
c. Pemeriksaan fisik
Kesadaran yang menurun dan sesudahnya terdapat amnesia.
Tensi menurun, takikardia, febris, BB menurun karena nafsu
makan yang menurun dan tidak mau makan.

19
d. Psikososial.
1) Konsep diri.
Gambaran diri, tressor yang menyebabkan berubahnya
gambaran diri karena proses patologik penyakit.
Identitas, bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan
individu.
Peran, transisi peran dapat dari sehat ke sakit, ketidak
sesuaian antara satu peran dengan peran yang lain dan peran
yang ragu diman aindividu tidak tahun dengan jelas
perannya, serta peran berlebihan sementara tidak
mempunyai kemmapuan dan sumber yang cukup.
Ideal diri, keinginann yang tidak sesuai dengan kenyataan
dan kemampuan yang ada.
Harga diri, tidakmampuan dalam mencapai tujuan sehingga
klien merasa harga dirinya rendah karena kegagalannya.
2) Hubungan sosial
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang
disingkirkan atau kesepian, yang selanjutnya tidak dapat
diatasi sehingga timbul akibat berat seperti delusi dan
halusinasi. Konsep diri dibentuk oleh pola hubungan sosial
khususnya dengan orang yang penting dalam kehidupan
individu. Jika hubungan ini tidak sehat maka individu
dalam kekosongan internal. Perkembangan hubungan sosial
yang tidak adeguat menyebabkan kegagalan individu untuk
belajar mempertahankan komunikasi dengan orang lain,
akibatnya klien cenderung memisahkan diri dari orang lain
dan hanya terlibat dengan pikirannya sendiri yang tidak
memerlukan kontrol orang lain. Keadaa ini menimbulkan
kesepian, isolasi sosial, hubungan dangkal dan tergantung.
3) Spiritual

20
4) Keyakina klien terhadapa agama dan keyakinannya masih
kuat. Tetapi tidak atau kurang mampu dalam melaksanakan
ibadahnya sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
5) Status mental.
a. Penampila klien tidak rapi dan tidak mampu utnuk
merawat dirinya sendiri.
b. Pembicaraan keras, cepat dan inkoheren.
c. Aktivitas motorik, Perubahan motorik dapat
dinmanifestasikan adanya peningkatan kegiatan
motorik, gelisah, impulsif, manerisme, otomatis,
steriotipi.
d. Alam perasaan : Klien nampak ketakutan dan putus asa.
e. Afek dan emosi.
Perubahan afek terjadi karena klien berusaha membuat
jarak dengan perasaan tertentu karena jika langsung
mengalami perasaa tersebut dapat menimbulkan
ansietas. Keadaan ini menimbulkan perubahan afek
yang digunakan klien untuk melindungi dirinya, karena
afek yang telah berubahn memampukan kien
mengingkari dampak emosional yang menyakitkan dari
lingkungan eksternal. Respon emosional klien mungkin
tampak bizar dan tidak sesuai karena datang dari
kerangka pikir yang telah berubah. Perubahan afek
adalah tumpul, datar, tidak sesuai, berlebihan dan
ambivalen
f. Interaksi selama wawancara.
Sikap klien terhadap pemeriksa kurang kooperatif,
kontak mata kurang.
g. Persepsi.
Persepsi melibatkan proses berpikir dan pemahaman
emosional terhadap suatu obyek. Perubahan persepsi
dapat terjadi pada panca indera yaitu penglihatan,

21
pendengaran, perabaan, penciuman dan pengecapan.
Perubahan persepsi dapat ringan, sedang dan berat atau
berkepanjangan. Perubahan persepsi yang paling sering
ditemukan adalah halusinasi.
6) Proses berpikin.
Klien yang terganggu pikirannya sukar berperilaku kohern,
tindakannya cenderung berdasarkan penilaian pribadi klien
terhadap realitas yang tidak sesuai dengan penilaian yang
umum diterima.
Penilaian realitas secara pribadi oleh klien merupakan
penilaian subyektif yang dikaitkan dengan orang, benda
atau kejadian yang tidak logis.(Pemikiran autistik). Klien
tidak menelaah ulang kebenaran realitas. Pemikiran autistik
dasar perubahan proses pikir yang dapat dimanifestasikan
dengan pemikian primitif, hilangnya asosiasi, pemikiran
magis, delusi (waham), perubahan linguistik
(memperlihatkan gangguan pola pikir abstrak sehingga
tampak klien regresi dan pola pikir yang sempit misalnya
ekholali, clang asosiasi dan neologisme.
7) Tingkat kesadaran
Kesadaran yang menurun, bingung. Disorientasi waktu,
tempat dan orang.
8) Memori (Instrumen pertanyaan)
a. Gangguan daya ingat jangka panjang: Tidak dapat
mengingat kejadian yang terjadi lebih dari satu bulan.
b. Gangguan daya ingat jangka pendek: Tidak dapat
mengingat kejadian yang terjadi dalam minggu
terakhir.
c. Gangguan daya ingat sekarang: Tidak dapat mingingat
kejadian yang baru saja terjadi.
9) Tingkat konsentrasi (Stroop test)
Klien tidak mampu berkonsentrasi.

22
10) Kemampuan penilaian.
Gangguan berat dalam penilaian atau keputusan.
11) Kebutuhan klien sehari-hari.
a. Tidur, klien sukar tidur karena cemas, gelisah,
berbaring atau duduk dan gelisah . Kadang-kadang
terbangun tengah malam dan sukar tidur kembali.
Tidurnya mungkin terganggu sepanjang malam,
sehingga tidak merasa segar di pagi hari.
b. Selera makan, klien tidak mempunyai selera makan
atau makannya hanya sedikit, karea putus asa, merasa
tidak berharga, aktivitas terbatas sehingga bisa terjadi
penurunan berat badan.
c. Eliminasi
Klien mungkin tergangangu buang air kecilnya,
kadang-kdang lebih sering dari biasanya, karena sukar
tidur dan stres. Kadang-kadang dapat terjadi konstipasi,
akibat terganggu pola makan.

d. Mekanisme koping
Apabila klien merasa tridak berhasil, kegagalan maka ia
akan menetralisir, mengingkari atau meniadakannya
dengan mengembangkan berbagai pola koping
mekanisme. Ketidak mampuan mengatasi secara
konstruktif merupakan faktor penyebab primer
terbentuknya pola tiungkah laku patologis. Koping
mekanisme yang digunakan seseorang dalam keadaan
delerium adalah mengurangi kontak mata, memakai
kata-kata yang cepat dan keras (ngomel-ngomel) dan
menutup diri.
12) Diagnosa
a. Ketidak mampuan mengingat beberapa informasi atau
perilaku.

23
b. Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat
faktor eksternal.

BAB 4
TINJAUAN KASUS

4.1 Kasus Semu Lansia dengan demensia

Kamis, 31 Oktober 2019 Pasien Tn.K datang ke poliklinik jiwa di RSUD


menur di antar oleh anaknya dengan keluhan lupa sering yang dirasakan sejak
1 bulan yang lalu. Pasien berumur 68 tahun menurut keterangan dari anaknya
pasien lupa terhadap kegiatan sehari-hari seperti, makan, mandi, dan cara
shalat. Pasien juga terkadang-kadang jatuh saat hendak mau ke kamar mandi.
Pasien juga mengalami lupa terhadap sesuatu yang disimpannya dan tidak
ingat terhadap waktu dan tempat. Pernah sesekali pasien lupa terhadap jumlah
dan nama anaknya. Pasien susah tidur dan juga sering terbagun di malam
hari (insomnia). Keluhan seperti ini dirasakan mulai 3 tahun yang lalu, seperti
lupa menyimpan barang dan nama orang. Tetapi semakin berat sejak 1 bulan

24
terakhir, selama 3 tahun kebelakangan pasien tidak pernah berobat sekalipun
karena keluarga menganggap hanya penyakit orang tua biasa pada umumnya.
TTV= TD: 140/70 mmHg ; N: 120 ; RR: 20x /menit ; S: 370C ; BB 50 kg.

4.2 Pengkajian
4.2.1 IDENTITAS
a. Nama : Tn K
b. Umur : 68 tahn
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Alamat : Jl. Sidosermo Gg. IV, No. 27A
e. Status : Kawin
f. Agama : Islam
g. Suku : Jawa
h. Pendidikan : SMP
i. Keluarga yang dapat di hubungi : Tn. P
j. Riwayat pekerjaan keluarga : Buruh pabrik

4.2.2 RIWAYAT KESEHATAN


a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian klien datang ke RS dengan keluhan
sakit pada bagian kepala , dan keluarga klien mengatankan bahwa kien
sering lupa sama apa yang klien lakukan dan suka marah-marah
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien suka marah-marah dan sering lupa sama nama anggota
keluargnya
4.2.3 STATUS FISIOLOGIS
1. TTV
TD : 140/70 mmHg
N : 120x/menit
S : 37ºC
RR : 20 x/menit
BB : 50 kg.
2. Pengkajian Head To Toe

25
a. Kepala
rambut tampak ubanan, dan kelihatan kotor, tidak ada luka, tidak ada
nyeri tekan pada kepala dan tidak ada benjolan.
b. Mata
Konjungtiva anemis, penurunan visus
c. Hidung
Bentuk tampak simetris, tidak ada luka, tidak ada peradangan, tidak
ada secret pada hidung, tidak ada nyeri tekan,tidak ada polip.
d. Mulut dan Tenggorokan
Mulut tampak kotor, ada karang gigi, gigi tampak ompong, mukosa
mulut tampak kering, tidak ada peradangan, gigi tampak kuning.
e. Telinga
Bentuk simetris, tidak ada luka, tidak tampak serumen, tidak ada
peradangan, tidak nyeri tekan pada bagian belakng telinga
(mastoideus), tidak ada benjolan,pendengaran berkurang

f. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, tidak ada luka, tidak ada nyeri
tekan, tidak ada bendungan vena jugularis.
g. Dada
Tampak simetris, tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada nyeri
tekan, tidak ada benjolan, tidak ada edema
h. Abdomen
Bentuk simetris, tidak ada edema, tidak ada nyeri tekan.
i. Genetalia
Tidak terkaji
j. Ekstemitas
Kekuatan otot tangan kanan dan kiri 4, kaki kanan dan kiri 4
k. Integument
kulit kering dan tipis, rentan terhadap trauma dan iritasi, kulit tampak
keriput

26
4.2.4 PENGKAJIAN PERKEMBANGAN UNTUK LANSIA
1. Perubahan posisi atau gerakan keseimbangan
Klien mendorong tubuhnya ke atas dengan tangan saat bangun dari tempat
duduk baik kursi maupun lantai, dan tampak klien tidak stabil pada saat
berdiri pertama kali. Setelah berdiri klien berhenti sejenak lalu berjalan,
saat duduk klien tampak duduk secara perlahan, pandangan mata kabur,
klien mengeluh pusing dan terasa berat di leher bagian belakang, saat
mengambil sesuatu klien tampak perlahan-lahan dan terkadang dibantu,
klien merasakan nyeri pinggang saat membungkukkan badan.
2. Komponen gaya berjalan dan gerakan
Klien tampak berjalan dengan perlahan-lahan tanpa alat bantu seperti
tongkat, melangkah secara hati-hati dan perlahan, jalan tampak
sempoyongan.
4.2.5 PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
Klien mengatakan hubungan klien dengan keluarganya baik-baik saja, dan
klien sering bercanda dengan cucunya, dan klien mengtakan komunikasi
dengan tetangga sekitar masih bagus dan baik, emosi terkadang tidak stabil
jika banyak pikiran, klien kooperatif saat diajak bicara dan memberikan
umpan balik dari sesuatu yang sedang dibicarakan.
4.2.6 PENGKAJIAN FUNGSIONAL/INDEKS KATS

No Kegiatan Dapat Dibantu Tidak dapat


melakuka melakuakan
n
1. Makan √
2. Kontinen √
3. Berpindah √
4. Ke kamar kecil √
5. Berpakaian √
6. Mandi √

4.3 Analisa Data


Tanggal/Jam Data Fokus Etiologi Problem
01-11-2019/ Ds: Demensia Kategori:
10.00 Wib 1. Keluarga Fisiologis
mengatakan

27
Tn. K lupa Sub Kategori:
terhadap Neurosensori
kegiatan
sehari-hari Kode:
seperti makan, D. 0062
mandi, dan
cara shalat. Masalah:
2. Keluarga Gangguan
mengatakan Memori
Tn. K sesekali
lupa terhadap
jumlah dan
nama anaknya.
Do:
1. Saat
pengkajian Tn.
K sering lupa
dengan apa
yang telah di
bicarakannya.
2. Tn. K mau ke
kamar mandi
saat kembali
Tn. K
kebingungan
mencari
ruagan yang
telah
dimasukinya
tadi.
TTV=
TD: 140/70

28
mmHg ; N: 120 ;
RR: 20x /menit ;
S: 370C ; BB 50
kg.

01-11-2019/ Ds: Insomnia Kategori:


11.00 Wib 1. Keluarga Tn. Fisiologis
K
mengatakan Sub Kategori:
Tn. K susah Aktivitas /
tidur dan istirahat
juga sering
bangun Kode:
dimalam D. 0055
hari.

Do: Masalah:
1. Terlihat Gangguan pola
kantung mata tidur
pada Tn. K
TTV=
TD: 140/70
mmHg ; N: 120 ;
RR: 20x /menit ;
S: 370C ; BB 50
kg.

4.4 Diagnosa
1. Gangguan memori berhubungan dengan proses penuaan di buktikan
dengan tidak mampu mengingat perilaku tertentu yang pernah

29
dilakukan, melaporkan pernah mengalami pengalaman lupa, tidak
mampu mengingat informasi faktual.
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur di
buktikan dengan mengeluh istirahat tidak cukup, mengeluh tidak puas
tidur, mengeluh sering terjaga.

4.5 Intervensi
No. Diagnosa SLKI SIKI
Kode Kriteria Hasil Kode Kriteria hasil
Keperawata
n
1. Kategori: L.08063 Setelah I.04150 Observasi:
Fisiologis dilakukan 1. Identifikasi
tindakan masalah
Sub keperawatan memori yang
Kategori: selama 2x24 dialami.
Neurosenso jam diharapkan 2. Identifikasi
ri gangguan kesalahan
memori dapat terhadap
Kode: teratasi dengan orientasi
D. 0062 kriteria hasil:
Memori Terapeutik:
Masalah: 1. Verbalisasi 1. Rencanakan

30
Gangguan kemampuan metode
Memori mengingat mengajar
perilaku sesuai
tertentu yang kemampuan
pernah pasien
dilakukan 2. Stimulasi
dari skala 4 menggunaka
(Cukup n memori
meningkat) pada
menjadi 2 peristiwa
(Cukup yang baru
menurun). terjadi
2. Verbalisasi (mis.bertanya
kemampuan kemana saja
mengingat ia pergi
informasi akhir-akhir
faktual dari ini), jika
skala 4 perlu
(Cukup
meningkat) Edukasi:
menjadi 2 1. Jelaskan
(Cukup tujuan dan
menurun). prosedur
latihan
2. Ajarkan
teknik
memori
yang tepat
(mis.
Imajinasi
visual,
perangkat

31
memorik,
permainan
memori,
isyarat
memori,
teknik
asosiasi
membuat
daftar,
komputer,
papan
nama.)
2. Kategori: L.05045 Setelah I.05174 Observasi:
Fisiologis dilakukan 1. Identifikasi
tindakan pola aktivitas
Sub keperawatan tidur.
Kategori: selama 2x24 2. Identifikasi
Aktivitas / jam diharapkan faktor
istirahat gangguan pola peganggu
tidur dapat tidur (fisik
Kode: teratasi dengan dan/atau
D. 0055 kriteria hasil: psikologis).
Pola tidur
Masalah: 1. Keluhan Terapeutik
Gangguan istirahat 1. Modifikasi
pola tidur tidak cukup lingkungan
dari skala 4 (mis.
(Cukup Pencahayaan,
meningkat) kebisingan,
menjadi 2 suhu, matras,
(cukup dan tempat
menurun). tidur).
2. Keluhan 2. Lakukan

32
tidak puas prosedur
tidur dari untuk
skala 4 meningkatka
(Cukup n
meningkat) kenyamanan
menjadi 2 (mis. Pijat,
(cukup pengaturan
menurun). posisi, terapi
3. Keluhan akupresur).
sering
terjaga dari Edukasi:
skala 4 1. Anjurkan
(Cukup menepati
meningkat) kebiasaan
menjadi 2 waktu tidur.
(cukup 2. Ajarkan
menurun). relaksasi
otot
autogenik
atau cara
nonfarmakol
ogi lainnya.

4.6 Implementasi & Evaluasi


No Tanggal Wakt Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf
. u Keperawata
n
1. 3 10.00 Gangguan 1. Identifikasi S: Tn. K Nurse
Novembe WIB Memori masalah mengungkapka
r 2019 memori yang n perasaanya
dialami. setelah

33
2. Identifikasi melakukan
kesalahan kegiatan.
terhadap O: Tn. K dapat
orientasi menyebutkan
3. Rencanakan nama
metode keluarganya.
mengajar A: Masalah
sesuai teratasi
kemampuan sebagian.
pasien P: Intervensi
4. Stimulasi dilanjutkan.
menggunakan
memori pada
peristiwa yang
baru terjadi
(mis.bertanya
kemana saja ia
pergi akhir-
akhir ini), jika
perlu
5. Jelaskan tujuan
dan prosedur
latihan
6. Ajarkan teknik
memori yang
tepat (mis.
Imajinasi
visual,
perangkat
memorik,
permainan
memori, isyarat

34
memori, teknik
asosiasi
membuat
daftar,
komputer,
papan nama.)
2. 3 11.00 Gangguan 1. Identifikasi S: Tn. K Nurse
Novembe WIB pola tidur pola aktivitas mengatakan
r 2019 tidur. tidurnya sudah
2. Identifikasi lumayan
faktor nyenyak.
peganggu tidur O: Tn. K sudah
(fisik dan/atau tidak terlalu
psikologis). sering bangun
3. Modifikasi malam hari.
lingkungan A: Masalah
(mis. teratasi
Pencahayaan, sebagian.
kebisingan, P: Intervensi
suhu, matras, dilanjutkan.
dan tempat
tidur).
4. Lakukan
prosedur untuk
meningkatkan
kenyamanan
(mis. Pijat,
pengaturan
posisi, terapi
akupresur).
5. Anjurkan
menepati
kebiasaan

35
waktu tidur.
6. Ajarkan
relaksasi otot
autogenik atau
cara
nonfarmakolog
i lainnya.

BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Demensia merupakan jenis penyakit tidak menular, tetapi
mempunyai dampak yang membahayakan bagi fungsi kognitif lansia.
Demensia adalah keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya
ingat dan daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas
kehidupan sehari-hari. Kriteria demensia yaitu kehilangan kemampuan
intelektual, termasuk daya ingat yang cukup berat, sehingga dapat
mengganggu fungsi sosial dan pekerjaan.
Proses menua merupakan proses yang terus-menerus secara alami.
Menua bukanlah suatu proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Memang harus
diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering menghinggapi kaum
lanjut usia. Lanjut usia akan selalu bergandengan dengan perubahan
fisiologi maupun psikologi.
5.2 Saran

36
Dengan adanya pembuatan makalah ini mahasiswa dapat
mengetahui dan memahami tentang teori penyakit dan asuhan keperawatan
pada Demensia, diharapkan mahasiswa dapat menerapkannya saat berada
di lapangan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada penderita
Demensia. Dan kami menyadari bahwa pembuatan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang sifatnya membangun untuk hasil yang lebih baik dari
makalah ini. Serta untuk penulis selanjutnya, dapat menggunkan literatur
yang baik dan terbaru.

DAFTAR PUSTAKA

Wahyudi Nugroho, 2013. Gerontik dan Geriatik. EGC: Jakarta


Santoso, H & Ismail, A. 2013. Memahami Krisis Lanjut Usia:Uraian
Medisdan Pedagogis-Pastoral. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Alzheimer’s Australia. 2016. What is dimentia ?.Diakses oktober 2019.
Turana, Y (2015). Stimulasi Otak pada Kelompok Lansia di Komunitas :
Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan.
Santosa, BT & Rohmah, AS 2011, 'Ganguan Gerak dan Fungsi Kognitif pada
Wanita Lanjut usia', Jurnal Kesehatan , vol 4, no. 1, pp. 41-57.
Wahyudi Nugroho, 2014. Gerontik dan Geriatik. EGC: Jakarta

37

Anda mungkin juga menyukai