Disusun oleh
Disusun oleh
i
KATA PENGANTAR
Rasa Syukur yang tak terhingga kepada Dzat Yang Maha Agung penulis
panjatkan, yang telah memberikan segala karunia dan nikmat-Nya, kesehatan
jasmani dan rohani, serta kekuatan lahir dan batin. Alhamdulillah, penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Potensi dan Permasalahan Sumber Daya
Lahan di Kota Sukabumi Dalam Menunjang Pembangunan Pertanian. Makalah ini
sebagai penuntasan tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Pertanian.
Dalam penyelesaian makalah ini, penulis banyak mengalami kesulitan
terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun,
berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, akhrinya makalah ini dapat
terselesaikan dengan baik. Karena itu, sudah sepantasnya jika penulis mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
makalah ini.
Meskipun begitu, penulis menyadari perlu adanya penyempurnaan dari
karya ini sehingga kritik, saran, dan masukan sangat kami nantikan. Dukungan dari
semua pihak sangat kami harapkan demi kemajuan karya ini. Penulis berharap
makalah ini bermanfaat bagi pembaca serta dapat mengembangkan potensi sumber
daya lahan pertanian serta dapat melihat permasalahan yang ada yang berada di
wilayah Kota Sukabumi.
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
merupakan faktor utama terjadi alih fungsi lahan pertanian ke aktivitas urban
(Rustiadi dan Wafda, 2005). Sebagian besar magnitude proses alih fungsi lahan
berlangsung di kawasan pedesaan, khususnya pada kawasan perbatasan antara
kota dengan desa dan perbatasan budaya dengan nonbudaya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana potensi dan permasalahan sumber daya lahan di Kota Sukabumi
dalam menunjang pembangunan pertanian?
2. Upaya apa yang dapat dilakukan dalam mengatasi permasalahan sumber
daya lahan di Kota Sukabumi sehingga dapat menunjang pembangunan
pertanian?
C. Tujuan Penelitian
a. Untuk menjelaskan potensi dan permasalahan lahan di Kota Sukabumi
dalam menunjang pembangunan pertanian.
b. Untuk mengetahui upaya dalam mengatasi permasalahan lahan di Kota
Sukabumi sehingga dapat menunjang pembangunan pertanian.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
1) Morfologi dataran dengan bentuk bentang alam yang didominasi
oleh daerah yang relatif datar atau sedikit bergelombang.
2) Morfologi bukit/perbukitan dengan bentuk bentang alam berupa
perbukitan landai dengan relief halus sampai perbukitan sedang
dengan relief sedang.
3) Morfologi gunung/pegunungan dengan bentuk bentang alam
perbukitan curam berelief kasar
d. Klimatologi
Curah hujan tertinggi selama periode tahun 2005 – 2008 terjadi pada
bulan Desember dengan rata-rata curah hujan 394 mm, sedangkan
terendah pada bulan Agustus dengan curah hujan rata-rata per tahun 26
mm. Hari hujan tertinggi selama periode tahun 2005 – 2008 terjadi pada
bulan Desember dengan rata-rata jumlah hari hujan sebanyak 27 hari,
sedangkan terendah pada bulan September dengan jumlah hari hujan
rata-rata 3 hari. Curah hujan Kota Sukabumi terbagi 2 (dua) curah
yaitu: antara 2.500-3.000 mm (wilayan utara) dan 3.000-3.500 mm
(wilayah selatan). Intensitas curah hujan tertinggi selama periode tahun
2005– 2008 terjadi pada bulan Oktober, November, dan Desember
dengan rata-rata intensitas curah hujan sebanyak 15 mm/hari,
sedangkan terendah pada bulan Agustus dengan jumlah hari hujan rata-
rata 4 mm/hari.
e. Hidrologi
Kondisi air tanah di daerah Kota Sukabumi dapat diketahui dari hasil
studi terdahulu antara lain berupa Peta Hidrogeologi Sukabumi skala 1
: 100.000 (West Java Provincial Water Sources, Master Plan Water
Supply, IWACO, 1990). Berdasarkan data hasil penelitian tersebut,
maka wilayah Kota Sukabumi dapat dibagi menjadi beberapa zona air
tanah yaitu sebagai berikut.
Zona 1, daerah dengan air tanah yang terdapat pada akuifer dengan
aliran melalui celahan dan ruang antar butir dengan penyebaran luas
yang mempunyai produktivitas tinggi. Zona 2, daerah dengan air tanah
yang terdapat pada akuifer dengan aliran melalui celahan dan ruang
4
antar butir dengan penyebaran luas yang mempunyai produktivitas
sedang. Zona 3, daerah dengan air tanah yang terdapat pada akuifer
dengan aliran melalui celahan dan ruang antar butir dengan penyebaran
luas yang mempunyai produktivitas setempat / lokal / terbatas. Zona 4,
daerah dengan air tanah yang terdapat pada akuifer dengan aliran
melalui celahan, rekahan dan saluran dengan penyebaran terbatas yang
mempunyai produktivitas setempat / lokal. Zona 5, daerah dengan air
tanah yang terdapat pada akuifer bercelah atau sarang yang mempunyai
produktivitas kecil / setempat berarti. Selanjutnya zona 6, daerah
dengan air tanah langka dan tak berarti.
Kondisi air tanah di wilayah Kota Sukabumi dan sekitarnya untuk
kebutuhan sehari-hari secara umum cukup tersedia. Sumbernya berasal
dari air tanah, mata air dan air tanah tertekan. Sebaran akuifer dengan
produktivitas tinggi terdapat di sekitar Kota Sukabumi dengan sebaran
paling dominan mulai dari barat hingga ke timur. Di bagian utara
merupakan zona air tanah dengan akuifer berproduktifitas sedang dan
berpenyebaran luas. Bagian selatan merupakan zona akuifer yang
produktivitasnya rendah hingga langka. Adapun sungai-sungai yang
mengalir di Kota Sukabumi baik sungai besar maupun sungai kecil.
Keadaan tata air Kota Sukabumi pada umumnya cukup baik karena
wilayahnya merupakan bagian dari Gunung Gede, dan diapit oleh dua
buah sungai besar yaitu Sungai Cipelang Gede dan Cisuda, yang
kesemuanya bermuara di Samudra Indonesia. Sungai lainnya (sungai
kecil) yang mengalir ke wilayah ini adalah sungai Cipelangleutik dan
Cimuncang yang keduanya bermuara di Sungai Cimandiri. Kondisi air
tanah di Kota Sukabumi mempunyai potensi yang cukup baik. Air
tanah ini dapat dibedakan atas air tanah dangkal atau air bebas dan air
tanah tertekan atau artesis. Air bebas berdasarkan pengamatan dan data
sumur penduduk memperlihatkan kedalaman 1 – 8 meter dengan
fluktuasi antara musim kemarau dan musim hujan kurang lebih 3 meter.
f. Pola Guna Lahan
5
Penggunaan lahan yang terjadi di Kota Sukabumi dipengaruhi oleh
faktor alami maupun faktor nonalami. Secara alami faktor yang
mempengaruhi penggunaan lahan Kota Sukabumi antara lain
kemiringan tanah, jenis tanah, curah hujan, kandungan air tanah dan
sebagainya, sedangkan faktor nonalami yang mempengaruhi
penggunaan lahan yaitu aktivitas yang terjadi di masyarakat, mata
pencaharian, jumlah penduduk, sebaran penduduk. Adapun pola
penggunaan lahan suatu kota biasanya didominasi oleh kegiatan
sekunder dan tersier yaitu kegiatan industri, perdagangan dan jasa.
2. Permasalahan Sumber Daya Lahan
Berdasarkan data Kota Sukabumi dalam Angka Tahun 2007–2013,
terjadi penurunan jumlah luas lahan sawah di Kota Sukabumi dengan laju
perubahan antara 2006-2012 sebesar 31,3%. Akibat dari penurunan luas
lahan sawah di Kota Sukabumi, telah terjadi penurunan rata-rata hasil
produktivitas padi sawah gabah kering panen (GKP) pada tahun 2012, yaitu
hanya mencapai 6.749 kg ha-1 dari 7.620 kg ha-1 pada tahun 2008. Dugaan
sementara, bahwa menurunnya produktivitas padi tersebut diakibatkan
terkonversinya lahan-lahan produktif di wilayah Kota Sukabumi,
sedangkan lahan sawah yang masih tersisa merupakan lahan dengan
produktivitasnya lebih rendah dari lahan sawah yang terkonversi. Dengan
semakin menurunnya produktivitas padi dan berkurangnya luas lahan
sawah mengakibatkan penurunan produksi padi sawah per tahun yang
hanya mencapai 22.979,27 ton GKP pada tahun 2012. Produksi padi sejak
tahun 2008 yang mencapai 28.012,94 ton mengalami penurunan drastis
pada periode tahun 2011-2012 dari 27.652 ton GKP menjadi 22.979,27 ton
GKP.
Berdasarkan Hasil Sensus Pertanian Tahun 2013, di Kota Sukabumi
rata-rata luas lahan sawah yang dikuasai hanya mencapai 2353.31 m2 atau
sekitar 0.235 ha. Luas tersebut berarti masih termasuk kategori luas
garapan lahan pertanian petani gurem. BPS Kota Sukabumi (2013)
mencatat besaran petani gurem mencapai 4521 rumah tangga dari 5586
rumah tangga usaha pertanian pengguna lahan yang ada atau mencapai
6
81%. Selain itu, jumlah petani utama yang berusia 45 tahun ke atas
mencapai 81.5%. Kondisi ini menandakan bahwa sektor pertanian di
daerah perkotaan tidak menjadi mata pencaharian utama bagi generasi
muda. Permasalahan lahan pertanian khususnya lahan sawah di Kota
Sukabumi terjadi dengan ditandai oleh tingginya alih fungsi atau
berkurangnya lahan sawah, kepemilikan lahan sawah yang relatif sempit
oleh petani dan kemungkinan tingginya kepemilikan lahan pertanian oleh
selain orang Kota Sukabumi (absentee).
Struktur penggunaan lahan tahun 2002 (hasil analisis, 2014)
didominasi oleh penggunaan lahan terbangun sebesar 35,28% diikuti oleh
penggunaan lahan sawah sebesar 34,94%. Selanjutnya, berturut-turut
digunakan untuk kebun campuran 25,34%, kolam 1,20%, dan sungai
0,70%. Struktur penggunaan lahan pada tahun 2012 adalah lahan terbangun
38,63%, sawah 32,71%, kebun campuran 24,66%, kolam 1,50%,dan sungai
0,70%.
Luas lahan yang mengalami perubahan secara potensial adalah
sawah yang mengalami pengurangan dan lahan terbangun yang mengalami
penambahan. Sawah berkurang mencapai 2,23% yang memberikan
kontribusi positif terhadap perkembangan lahan terbangun hingga
mencapai 3,35%. Hal ini menjadi pekerjaan bagi pemerintah untuk
mengatasi penggunaan lahan terutama sawah yang dapat berkontribusi
pada kebutuhan pangan.
Perubahan lahan menjadi lahan terbangun secara masif beralih
fungsinya menjadi permukiman. Hal ini terjadi karena lahan pada kawasan
CBD telah berkurang untuk dimanfaatkan menjadi kawasan permukiman.
Oleh karena itu, perlu pengendalian pemanfaatan ruang agar tidak semua
dimanfaatkan menjadi lahan terbangun khususnya kawasan permukiman.
B. Upaya Mengatasi Permasalahan Sumber Daya Lahan di Kota Sukabumi
Untuk menjaga agar terjadi keseimbangan antara kebutuhan lahan untuk
pangan dan nonpangan, perlu strategi dan upaya pemanfaatan sumberdaya
lahan yang meliputi:
7
1. Pemanfaatan sumberdaya lahan potensial tersedia untuk perluasan areal
pertanian harus sesuai dengan peruntukkannya. Kawasan yang diarahkan
untuk pertanian lahan basah dan lahan kering tanaman pangan semusim
harus dimanfaatkan untuk tanaman semusim (pangan dan hortikultura).
Komoditas bioenergi non pangan dan perkebunan lainnya diarahkan pada
lahan kering potensial untuk tanaman tahunan.
2. Alih fungsi lahan dari lahan pertanian produktif ke nonpertanian dan alih
fungsi lahan dari lahan tanaman pangan ke nonpangan (perkebunan) perlu
dihindari, antara lain dengan adanya sistem insentif bagi petani yang
bergerak di bidang pertanian tanaman pangan. Alih fungsi lahan, khususnya
sawah, diharapkan menurun setelah disahkan Undang-Undang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLPPB). Selain itu,
perlu adanya percepatan penyiapan dukungan kebijakan yang berkaitan
dengan pelaksanaan Reforma Agraria.
3. Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lahan yang ada melalui peningkatan
produktivitas, dan pengembangan inovasi teknologi yang lebih
mengutamakan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan. Selain itu,
perlu adanya diversifikasi pertanian dan percepatan pengembangan potensi
genetik dan teknologi produksi tanaman bioenergi non pangan.
4. Percepatan penelitian dan pengembangan, terutama inventarisasi lahan
dikawasan Timur Indonesia dan re-evaluasi lahan tersedia dan lahan
terlantar yang sudah dilepas.
5. Melakukan perencanaan ulang terhadap pengembangan lahan dengan
mempergunakan model-model dan teknik yang sesuai. Selain itu, untuk
pengembangan diberbagai sektor dibatasi atau dihentikan pembangunan
permukiman guna mengurangi kerusakan terhadap system parkir air.
Rencana tata ruang yang dikembangkan harus melalui kesepakatan
bersama rakyat, adanya komitmen rasional mengenai pemanfaatan dan
penggunaan lahan untuk perkembangan sosial dan ekonomi, dan harus
adanya kriteria pengakomodasian dinamika perkembangan masyarakat.
6. Penguatan kembali kebijakan-kebijakan agrarian yang pro terhadap
perlindungan lahan pertanian berupa pengawasan yang tegas terhadap
8
semua aktifitas yang mengancam keberadaan lahan-lahan yang produktif
di Indonesia agar tidak semakin berkurang.
7. Selain itu juga dibutuhkan upaya perbaikan kualitas lahan pertanian di
Indonesia yang benar-benar serius untuk memperbaiki kualitas lahan yang
telah banyak menurun kualitasnya.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Potensi sumber daya lahan Kota Sukabumi yang mendukung bagi
pertanian dilihat dari morfologinya. Dalam pengairannya, Kota Sukabumi
terdapat banyak sungai yang dapat dijadikan sebagai pengairan lahan
pertanian. Namun, permasalahan lahan pertanian khususnya lahan sawah di
Kota Sukabumi terjadi karena tingginya alih fungsi, kepemilikan lahan
sawah yang relatif sempit oleh petani, dan kemungkinan tingginya
kepemilikan lahan pertanian oleh selain orang Kota Sukabumi. Namun, dari
setiap masalah yang terjadi tentunya ada upaya yang bisa kita lakukan untuk
mengatasinya. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lahan yang ada
melalui peningkatan produktivitas dan pengembangan inovasi teknologi
serta menghindari adanya alih fungsi lahan dari lahan produktif bisa
menjadi solusi untuk mengatasi masalah yang ada. Upaya perbaikan
kualitas lahan pertanian di Indonesia juga perlu diperhatikan untuk
memperbaiki kualitas lahan yang telah banyak menurun kualitasnya.
B. Saran
Lahan potensial maupun lahan tersedia untuk perluasan areal
pertanian di Indonesia terutama di Kota Sukabumi masih cukup luas, namun
dengan semakin derasnya kebutuhan akan lahan, baik lahan untuk pertanian
maupun non pertanian, maka perlu kehati-hatian dalam penggunaannya.
Kompetisi penggunaan lahan pada masa yang akan datang sebagai
konsekuensi dari upaya mempertahakan ketahanan pangan nasional dan
pengembangan bioenergi (bio-fuel) perlu segera diatasi. Peningkatan
produktivitas (itensifikasi), terutama pada lahan eksisting, perluasan areal
baru berbasis arahan peruntukan yang tepat, dan pengembangan inovasi
teknologi unggulan adalah beberapa hal yang dapat dianjurkan.
Di masa yang akan datang, pembangunan pertanian akan sangat
ditopang oleh pemanfaatan dan pengembangan lahan. Kompleksitas
permasalahan lahan baik secara fisik maupun sosial ekonomi harus diatasi
10
dengan pendekatan wilayah dan reorientasi regulasi dan kebijakan tata
kelola lahan. Kunci sukses keberhasilan optimalisasi pemanfaatan lahan
akan sangat ditentukan oleh ketersediaan inovasi pertanian yang lebih
berbasis sains dan pendekatan sistem dinamik, baik pengembangan
teknologi maupun kelembagaan, tanpa harus mengabaikan berbagai
teknologi dan kearifan lokal. Makalah ini diharapkan dapat menjadi acuan
penting dan strategis dalam melakukan penelitian untuk menghasilkan
inovasi pertanian yang tepat guna sesuai dengan tuntutan dan tantangan
pengembangan lahan kering di masa yang akan datang.
11
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2013. Kota Sukabumi Dalam Angka.
Wijayanti, Ari, Khursatul Munibah, dan Eka Intan Kumala Putri. 2016. Strategi
Implementasi Untuk Mengendalikan Konservasi Lahan Sawah di Kota
Sukabumi. Jurnal Tata Loka, 18 (4), 240-248.
12