PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Chronic Sorrow merupakan respon normal manusia yang berhubungan
dengan disparitas berkelanjutan sebagai akibat dari situasi kehilangan. Kondisi ini
merupakan siklus yang terjadi secara alamiah. Dalam kondisi tersebut terdapat
penceus yang memperberat respon berduka, bersifat internal maupun eksternal
yang dapat di prediksi. Manusia memiliki strategi koping yang efektif dalam
mencapai keseimbangan saat mengalami Chronic Sorrow. Pada dasarnya, Chronic
Sorrow disebababkan oleh disparitas antara kondisi harapan dan kenyataan (Eakes
Et Al, 1998 ; Aligood, 2014).
Teori Chronic Sorrow merupakan Theory Middle Range karena dalam teori
ini membahas tentang fenomena yang spesifik yaitu tentang masalah – masalah
yang timbul dari penyakit kronis yang mencakup proses berduka, kehilangan,
faktor pencetus dan metode manajemennya. Karena kespesifikan teori tersebut,
maka teori ini mudah diaplikasikan dalam praktik keperawatan.
Teori Chronic Sorrow menjelaskan mengenai kesedihan kronis yang
merupakan perasaan berduka yang dialami klien secara periodik. Konsep dukacita
kronis awal mulanya berasal dari teori yang telah di cetuskan oleh olshansky pada
tahun 1962. Pusat studi NCRCS (The Nursing Consortium For Research On
Chronic Sorrow) telah menggunakan karya tersebut sebagai dasar teori rentang
tengah dari dukacita kronis. Teori yang dikembangkan oleh lazarus & folkman
tentang model strees dan adaptasi juga dijadikan sebagai konsep dasar tentang
bagaimana seseorang berusaha untuk mengatasi dukacita kronis.
Teori NCRCS (the nursing consortium for research on chronic sorrow)
mengutip pengamatan olshansky terhadap orang tua dengan anak-anak cacat
mental ketika terdapat indikasi bahwa para orang tua ini mengalami kesedihan
yang berulang dan dia menamainya dukacita kronis (Chronic Sorrow). konsep ini
digambarkan sebagai suatu deskripsi yang luas dan sederhana tentang reaksi
psikologis terhadap situasi tragis.
NCRCS menjadikan dasar hasil pengamatan olshansky terhadap orang tua
yang mempunyai anak dengan mental retardasi ini sebagai bahan untuk
menjelaskan konsep tentang teori Chronic Sorrow ini, hasil pengamatan
menunjukan bahwa orang tua yang mempunyai anak dengan mental retardasi
mempunyai kesedihan yang berkelanjutan dan orang tua tersebut dapat dikatakan
mengalami penderitaan yang berkepanjangan/kronik.
Berduka di konseptualisasikan sebagai proses yang berlangsung secara terus-
menerus dan apabila tidak terselesaikan maka termasuk dalam kondisi abnormal.
Burke dalam penelitiannya pada orangtua dengan anak Spinabifida
mendefinisikan Chronic Sorrow sebagai kesedihan mendalam yang bersifat
permanen, periodik dan meningkat secara alamiah. Tim NCRCS berfokus pada
respon berduka yang di hubungkan dengan penelitian lazarus dan folkman tentang
stress dan adaptasi yang di lakukan pada tahun 1984. Strategi koping internal
meliputi orientasi tindakan, pendekatan aspek kognitif, dan perilaku interpersonal.
Middle Range teori Chronic Sorrow tidak hanya menjelaskna pengalaman
Chronic Sorrow pada situasi tertentu melainkan respon koping terhadap
fenomena. (Aligood, 2014 ; Vitale dan Valco, 2014 ; Eakes Et Al, 1998).
Middle Range teori Chronic Sorrow merupakan teori menjelaskan penerimaan
keluarga dalam disparitas yang terjadi secara terus-menerus, teori ini dapat
menjadi panduan bagi tenaga kesehatan dalam menghadapi kondisi tersebut.
2.2 Konsep Teori
Dalam Middle Range teori Chronic Sorrow terdapat beberapa konsep utama dan
defiinisi yaitu sebagai berikut :
1. Chronic Sorrow
Disparitas secara terus-menerus dari proses kehilangan, di tandai
dengan duka mendalam dan terus-menerus. Gejala dari peristiwa
berduka terjadi secara periodik dan gejala ini mungkin terus
berkembang atau meningkat.
2. Losse
Kehilangan terjadi sebagai akibat dari disparitas antara situasi ideal
yang di inginkan dengan situasi nyata yang terjadi. Sebagai contoh
orang tua berharap untuk memiliki anak yang sempurna dan situasi
nyata yang di alami adalah orang tua memiliki anak dengan disabilitas.
3. Trigger Events
Yaitu situasi, kondisi yang berlangsung dan kondisi yang menjadi
fokus dari pengalaman atau perasaan kehilangan dan dapat
mencetuskan atau mengeksaserbasi (memunculkan kembali) reaksi
perasaan berduka.
4. Management Methods
Hal ini berkaitan dengan respon individu untuk berdamai dengan duka
cita yang ia rasakan atau perasaan chronic sorrow yang di alami.
Respon ini dapat bersifat internal yaitu strategi koping yang individu
susun atau bersifat eksternal yaitu dengan melibatkan interfensi dari
tenaga kesehatan profesional.
5. Ineffektive Management
Manajemen ini merupakan hasil dari strategi yang meningkatkan
ketidaknyamanan individual atau yang memperberat perasaan chronic
sorrow yang dialami individu tersebut.
6. Effective Management
Hal ini dihasilkan dari strategi yang meningkatkan kenyamanan dan
mempengaruhi individu.
Dalam middle Range theory Chronic Sorrow terdapat beberapa asumsi utama
yaitu sebagai berikut (Alligood, 2014; Eakes, Burke, & Hainsworth, 1998) :
a. Keperawatan
Hal terkait menegakkan diagnosa Chronic Sorrow dan menyediakan
intervensinya termasuk dalam lingkup praktik keperawatan. Perawat dapat
menyediakan bimbingan antisipatif (anticipatory guidance) pada individu
yang beresiko. Tugas utama dari perawat adalah menunjukan empati,
keahlian, sikap caring dan menunjukan performa sebagai pemberi layanan
yang kompeten.
b. Manusia
Dalam teori ini, manusia memiliki persepsi idealis dari proses hidup dan
kesehatan. Manusia akan membandingan pengalamannya dengan
pengalaman yang dia harapkan (kondisi ideal) dan dengan pengalaman
orang lain sekitarnya. Meskipun pengalaman setiap individu terkait
kehilangan merupakan respon yang unik akan tetapi masih terdapat
kesamaan dan respon yang diperkirakan dari proses kehilangan tersebut.
c. Kesehatan
Menurut teori ini kesehatan adalah fungsi normal. Kesehatan individu
bergantung pada adaptasi terhadap respon kehilangan. Koping efektif
dihasilkan dari respon normal terhadap peristiwa kehilangan.
d. Lingkungan
Interaksi yang terjadi berhubungan dengan konteks sosial. Dalam hal ini
termasuk keluarga, sosial, pekerjaan, norma sosial, dan lingkungan
pelayanan kesehatan.
BAB III
PEMBAHASAN
3. Hasil Penelitian
Karakteristik responden dalam penelitian ini adalah penderita Luka DM
terbanyak adalah perempuan dengan jumlah 17 orang (56,7%). responden terbanyak
berada pada kisaran umur 46-55 tahun dengan persentase 60,0%. Rerata kadar gula
darah pasien berada pada kisaran 165,9 mg/dL, dengan nilai terendah yaitu 82 mg/dL
dan yang paling tinggi berada pada angka 342 mg/dL. Karakteristik keluarga yang
merawat penderita DM paling banyak dirawat oleh suami sebanyak 15
responden (50,0%).
Kategori kondisi luka yang terbanyak adalah kondisi regenerasi sebanyak 27
responden dengan persentase 90% sedangkan kondisi luka heal (sembuh) sebanyak
10%. Hubungan dukungan keluarga dengan proses penyembuhan Luka DM grade I-
III Hasil uji statistik diperoleh nilai ρ = 0,028 < α = 0,05, oleh karena ρ < α maka
terdapat hubungan dukungan keluarga dengan proses penyembuhan Luka DM
grade I-III Di RSUD Wates. Nilai r = 0,402 menunjukkan keeratan hubungan
dengan tingkat keeratan sedang (moderat).
4. Pembahasan
a. Dukungan Keluarga
Terdapat empat dimensi yang menjadi dasar pengukuran dukungan keluarga
yaitu dimensi emosional, dimensi penghargaan, dimensi instrumental dan dimensi
informasional (Friedman,2010). Keluarga diharapkan mampu memberikan dukungan
secara emosional dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi anggota keluarga
yang menderita DM. Kurangnya dukungan penghargaan dikarenakan anggota
keluarga masih kurang paham terhadap proses penyakit DM dan hal-hal yang
berkaitan dengan kodisi penderita DM, sehingga keluarga tidak menganjurkan untuk
memeriksakan diri ke dokter. Paparan informasi dirasakan masih kurang karena
penderita DM belum pernah mendengar senam kaki diabetes untuk mempertahankan
sensitivitas saraf perifer. Dukungan instrumental berkaitan dengan penyediaan
fasilitas yang diberikan keluarga mencakup bantuan langsung berupa waktu, peluang,
dan materi. Secara keseluruhan dalam penelitian ini responden cukup mendapatkan
dukungan instrumental dari keluarga dengan menyatakan bahwa keluarga
memberikan fasilitas berupa materi untuk perawatan luka dan pengobatan DM.
Dukungan dalam dimensi informasional dirasakan masih kurang diterima oleh
responden yang diidentifikasi dengan pernyataan bahwa keluarga tidak menyarankan
untuk mengikuti edukasi diabetes yang direkomendasikan oleh petugas kesehatan.
Telah dijelaskan bahwa kurangnya paparan informasi pada penderita DM dan
keluarga diakibatkan oleh beberapa faktor diantaranya masih kurangnya sosialisasi
petugas kesehatan di lingkungan masyarakat, latar belakang pendidikan responden
dan keluarganya rata-rata pada tingkat sekolah dasar, sehingga tingkat pemahaman
edukasi kurang maksimal. Selain itu beberapa anggota keluarga hingga lingkungan
sosial masyarakat sebagian besar masih memiliki kepercayaan pada hal-hal mistis dan
supranatural yang dikaitkan dengan Luka DM kronis. Kepercayaan masyarakat
demikian sangat
mempengaruhi keputusan keluarga dalam memilih pengobatan bagi penderita DM
dengan komplikasi luka.
4.1 Simpulan
Teori keperawatan merupakan suatu teori yang berkembang atas dasar teori
keperawatan bukan berdasarkan pengetahuan ilmu lain. Perkembangan teori muncul
dari ilmu profesional dan proses pertumbuhan dari pemimpin keperawatan,
administrator, pendiri, dan praktisioner yang telah mendapat pendidikan tinggi dan
melihat keterbatasan dari disiplin ilmu lain. Salah satu teori keperawatan yaitu teori
Chronic Sorrow yang merupakan hasil karya dari sosiolog yang bernama Olshansky
pada tahun 1962 yang selanjutnya di kembangkan oleh tim Eakes, Burke, dan
Hainsworth dalam NCRCS. Chronic Sorrow merupakan respon normal manusia yang
berhubungan dengan disparitas berkelanjutan sebagai akibat dari situasi kehilangan.
Pengaplikasian dan penerapan Teori Chronic Sorrow pada praktik keperawatan, yaitu
pada orang tua yang memiliki anak dengan reterdasi mental dan orangtua tersebut
menunjukkan respon kesedihan yang mendalam dan terus-menerus, pada klien resiko
bunuh diri, serta pada dukungan keluarga dan hubungannya dalam proses
penyembuhan luka Biabetes Mellitus Grade I-Iii. Teori Chronic Sorrow merupakan
salah satu teori dari Middle Range Theory karena dalam teori ini membahas tentang
fenomena yang spesifik yaitu tentang masalah – masalah yang timbul dari penyakit
kronis yang mencakup proses berduka, kehilangan, faktor pencetus dan metode
manajemennya. Chronic Sorrow di gambarkan sebagai respon psikologis terhadap
situasi tragis. Pada dasarnya, Chronic Sorrow disebababkan oleh disparitas antara
kondisi harapan dan kenyataan (Eakes Et Al, 1998 ; Aligood, 2014).
4.2 Saran
Dalam bidang pendidikan harus ada pembagian kewenangan yang jelas sesuai
kompetensi sehingga perawat dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien
dengan penyakit kronik sesuai dengan level kompetensinya
DAFTAR PUSTAKA
risiko bunuh diri, teori Chronic Sorrow Eakes, terapi kognitif Klien Risiko Bunuh
Diri Dengan Pendekatan Teori Chronic Sorrow Di Ruang Utari Rumah Sakit
Marzoeki Mahdi Bogor