Anda di halaman 1dari 61

MAKALAH

KEPERAWATAN DASAR PROFESI

ASUHAN KEPERAWATAN DASAR PROFESI DENGAN


MASALAH KEPERAWATAN GANGGUAN
PEMENUHAN NUTRISI DENGAN DIAGNOSA MEDIS
DIABETES MELLITUS

DI SUSUN OLEH :
DEA AYU PRATIWI
NIM. 202006006

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN DASAR PROFESI DENGAN


MASALAH KEPERAWATAN GANGGUAN
PEMENUHAN NUTRISI DENGAN DIAGNOSA MEDIS
DIABETES MELLITUS

DI SUSUN OLEH :
DEA AYU PRATIWI
NIM. 202006006

Mengetahui,

Penguji, Mahasiswa,

(Ns. Eko Arik Susmiatin, M.Kep.,Sp.Kep.J) (Dea Ayu Pratiwi)


NIDN. 0724057601 Nim. 202006006
LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
GANGGUAN PEMENUHAN NUTRISI

1.1. DEFINISI
1.1.1. Definisi Nutrisi
Nutrisi menurupakan proses diamna tubuh manusia menggunakan
makanan untuk dijadikan energy, mempertahankan kesehatan,
pertumbuhan dan untuk berlangsungnya fungsi normal setiap organ baik
antara asupan nutrisi dengan kebutuhan nutrisi (Rock CL, 2004). Proses
pengambilan dan penggunaan zat gizi oleh tubuh dengan melalui 3 tahap
proses, yaitu tahap memasukkan makanan dan minuman ke dalam tubuh,
tahap pemecahan makanan atau minuman menjadi unsur gizi, dan tahap
pendistribusian zat gizi tersebut melalui sirkulasi darah keseluruh tubuh
(Sutandyo, 2007). Nutrisi dapat diartikan sebagai ilmu tentang makanan,
zat gizi dan zat lain yang terkandung, aksi reaksi dan keseimbangan yang
berhubungan dengan kesehatan dan penyakit (Tarwoto & Wartonah,
2010).

1.1.2. Kebutuhan Nutrisi


Terdapat beberapa cara untuk mengukur kebutuhan nutrisi, yaitu:
a. Persamaan Harris Benedict (untuk dewasa), Bassal Energy
Expenditure (BEE):
Laki-laki = 66,47 + (13,75 x BB) + (5 x TB) – (6,76 x Umur)
Perempuan = 65,51 + (9,56 x BB) + (1,88 x TB) – (4,67 x Umur)
Rata-rata BEE adalah mendekati 25 kkal/kgbb/hari.
b. Menghitung balance nitrogen dengan menggunakan urea urin 24 jam
dan dalam hubungannya dengan urea darah dan albumin. Tiap gram
nitrogen yang dihasilkan menggunakan energy besar 100-150kkal (At
Tock, 2007). Kebutuhan energy untuk pasien yang kritis: Rule Energy
Expenditure (REE) harus dilakukan sebelum memberikan nutrisi. REE
adalah pengukuran sumber energy yang dikeluarkan untuk
mempertahankan kehidupan pada kondisi istirahat 12-18 jam setelah
makan. REE sering disebut Basal Metabolic Rate (BMR), Basal
Energy Requitment (BER), atau Basar Energy Expenditure (BEE).
Perkiraan tersebut dapat membantu mengurangi komplikasi karena
kelebihan pemberian nutrisi (overviding) seperti infiltrasi lemak ke hati
dan pulmonary ( Wiryana, 2007).

1.1.3 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMENUHAN NUTRISI


a. Pengetahuan
Pengetahuan seseorang yang kurang tentang manfaat makanan yang
bergizi dapat mempengaruhi pola konsumsi maknaan. Hal tersebut
dapat disebabkan oleh kurangnya informasi sehingga dapat terjadi
kesalahan dalam memahami kebutuhan gizi.
b. Usia
Pada usia 0-10 tahun ebutuhan metabolisme basa dalam tubuh
bertambah cepat hal ini sehubungan dengan faktor pertumbuhan dan
perkembangan yang cepat pada usia tersebut, setelah usia 20 tahun
energy basal relative konsisten.
c. Jenis Kelamin
Kebutuhan metabolisme basal pada laki-laki lebh besar dibandingkan
dengan perempuan, pada laki-laki kebutuhan BMR 1,0 Kkal/kg BB/
Jam dan pada wanita 0,9 Kkal/kg BB / jam.
d. Tinggi dan Berat Badan
TB dan BB berpengaruh pada luas perukaan tubuh, maka semakin
besar pengeluaran panas maka kebutuhan metabolisme basal tubuh
menjadi semakin besar.
e. Status Ekonomi
Status ekonomi dapat mempengaruhi dikarenakan penyediaan bahan
makanan yang bergizi membutuhkan pendanaan yang tidak sedikit jika
berjalan secara terus menerus. Oleh karena itu masyarakat dengan
ekonomi yang tinggi mampu memenuhi kebutuhan gizi keluarganya
diandingkan dengan kondisi perekonomian rendah.
f. Status Kesehatan
Nafsu maanyanhg baik biasnaya menandakan tubuh yang sehat.
Anoreksia (kurang nafsu makan) biasanya gejala penyakit atau karena
efek samping obat.
g. Faktor Psikologis Stres dan Ketegangan
Motivasi individu untuk makan yang seimbang dan presepsi individu
tentang diet merupakan pengaruh yang kuat bagi banyak orang (ex:
susu menyimbolkan kelemahan dan daging menyimbolkan kekuatan).

1.1.4 ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN

Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),


kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem
pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran
pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.

a. Mulut

Merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan, bagian dalam dari


mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ
perasa yang berads di permukaan lidah dengan rasa yang sederhana
terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh
saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit dibandingkan dengan rasa.
Makanan yang masuk dalam mulut dipotong oleh gigi depan
(incisivus) dan dikunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), setelah
menjadi bagian kecil kemudian ditelan dan di cerna, dan kelenjar ludah
akan membungkus bagian dari mkanan dengan enzim (seperti lisozom)
yang memecah protein dan menyerang bakteri pada makanan.

b. Tenggorokan (Faring)

Merupakan penghubung antara mulut dan kerongkongan. Dalam


lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang
banyak engandung kelenjar limfosit dan sebagai pertahanan terhadap
infeksi. Pada faring terletak persimpangan antara jalan nafas dengan
jalan makanan menuju saluran cerna, letaknya dibelakang rongga
mulut dan rongga hidung, dengan ruas tulang belakang.

c. Kerongkongan (Esofagus)

Merupakan tube yang panjang, sepertiga bagian atas terdiri dari otot
yang bertulang dan sisanya adalah otot yang licin. Permukaann
esophagus dilapisi selaput mukosa yang mengeluargkan secret mucoid
yang berguna sebagai perlindungannya.

d. Lambung

Merupakan organ otot beronggga yang besar dan seperti kedelai.


Makanan yang masuk dalam lambung dari kerongkongan melalui otot
berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan mennutup secara
otomatis. Dalam keadaan yang normal sfinter menghalangi masuknya
kekmbali isi lambung ke dalam kerongkongan. Lambung berkontraksi
secara ritmik untuk mencampur maknan dan enzim. Sel yang melapisi
lambung menghasilkan 3 zat penting yaitu :

1. Lender

Fungsi lender melindungi sel lambung dari kerussakan oleh asam


lambung, kelainan pada lapisan lender ini dapat menyebablan
kerusakan yang mengarah ke terbentuknya tukak lambung.

2. Asam klorida (HCI)

Fungsi dari asam klorida yang bersifat asam ini berguna untuk
memecah protein. Keasaaman lambung yang tinggi berperan
sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh
berbagai bakteri.

3. Precursor pepsin (enzim yang juga memecah protein).


e. Usus halus

Terdiri dari duodenum, jejunum dan ileum dengan panjang kra kira 6
meter dengan diameter 2,5 cm. usus besar dengan panjang 1,5 meter
dengan diameter kira-kira 6 cm terdiri dari rectum, colon dan rectum
yang kemudian berujung pada anus. Usus mengolah maknan yang
sudah berbentuk chime (setengah padat) dari lambung untuk
mengabsorbsi air, nutrisi, potassium, bikarbonat dan enzim.

Chime bergerak karena adanya peristaltic usus dan akan berkumpul


menjadi feses di usus besar. Drai bentuk maknaan sampai mencapai
rectum dibutuhkan waktu 12 jam. Ada 3 gerakan colon yaitu houstral
shuffing afalah gerkan mencampur chime untuk mengabsorbsi air,
kontraksi haustrl adalah gerakan mendorong materi air dan semi padat
di sepanjang colon, dan yang ketiga gerakan peristaltic suatu gerakan
maju ke anus yang berupa gelombang. Makanan yang melewati usus
halus : chime, akan tiba di rectum 4 hari setelah ditelan, jumlah chime
yang di absorbs kurleb 350 ml

f. Usus besar

Terdapat pada bagian usus antara usus buntu dan rectum, dengan
fungsinya yaitu menyerap air dari fese.

Colon terdiri dari:

1. Colon assendens (kanan)

2. Colon transversum

3. Colon desendens (kiri)

4. Colon sigmoid (berhubungan dengan rectum)

Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi


mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting,
seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus.
Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada

bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa


menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
g. Rektum dan Anus

Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar
(setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi
sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini
kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada
kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke
dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di
dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan
untuk melakukan defekasi.

Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan


limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan
tubuh (kulit) dansebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan
anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui
proses defekasi (buang air besar - BAB), yang merupakan fungsi
utama anus.

1.1.5 KLASIFIKASI, MANIFESTASI KLINIS DAN ETIOLOGI PADA


GANGGUAN PEMENUHAN NUTRISI
Secara umum gangguan kebutuhan nutrisi terdiri atas kekurangan dan
kelebihan nutrisi, obesitas, malnutrisi, DM, HT, Jantung Koroner, Kanker,
Anoreksia Nervosa. Berikut beberapa klasifikasi gangguan pemenuhan
nutrisi dengan tanda gejalanya:
a. Kekurangan Nutrisi
Merupakan suatu keadaan yang dialami seseorang dalam keadaan tidak
berpuasa (normal) atau resiko penurunan berat badan akibat
ketidakmampuan asupan nutrisi untuk kebutuhan metabolisme.
Manifestasi:
1. BB 10-20% dibawah normal.
2. Tinggi bdan di bawah ideal.
3. Lingkar kulit triseps lengan tengah kurangdari 60% ukuran
standart.
4. Adanya kelemahan dan nyeri tekan pada otot.
5. Adanya penurunan albumin serum.
6. Adanya penurunan transferrin.
Etiologi:

1. Meningkatnya kebutuhan kalori dan kesulitan dalam mencerna


kalori akibat penyakit infeksi atau kanker.
2. Disfagia karena adanya kelainan pernafasan.
3. Penurunan absorbs nutrisi akibat penyakit crohn atau intoleransi
laktosa.
4. Nafsu makan menurun.

b. Kelebihan Nutrisi
Merupakan suatu keadaan yang dialami seseorang yang mempunyai
resiko peningkatan berat badan akibat asupan kebutuhan metabolisme
secara berlebihan.
Manifestasi :
1. BB lebih dari 10% ideal.
2. Obesitas (lebih dari 20% BB ideal).
3. Lipatan kulit triseps lebih dari 15 mm pada pria dan 25 mm pada
wanita.
4. Adanya jumlah asupan yang berlebih dan aktibvitas monoton.

Etiologi :

1. Perubahan pola makan.


2. Penurunan fungsi pengecap dan penciuman.

c. Obesitas

Suatu kondisi terjadinya peningkatan BB yang mencapai lebih dari


20% BB normal. Status nutrisinya adalah melebihi kebutuhan asupan
kalori dan penurunan dalam penggunaan kalori.
d. Malnutrisi
Suatu kondisi terjadinya masalah yang berhubungan dengan
kekurangan zat gizi pada tingkat seluler atau dapat dikatakan sebagai
masalah asupan zat gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Gejala umumnya adalah bb rendah dengan asupan makanan yang
cukup atau kurang dari kebutuhan tubuh, adanya kelemahan otot dan
penurunan energy, pucat pada kulit, membrane mukosa, konjungtiva,
dll. Klasifikasi Malnutrisi ialah:
1. PCM (Protein Calorie Malnutrition) suatu kondisi status nurisi
buruk akibat kurangnya kualitas dan kuantitas konsumsi nutrisi,
dengan kategori berikut ini:
a. PCM ringan : BB < 80% BB normal sesuai umur.
b. PCM sedang : BB 60% BB normal sesuai umur s.d 80% BB
normal.
c. PCM Berat : BB <60% BB normal sesuai umur.
2. Kwashiorkor
Malnutrisi yang terjadi akibat diet protein yang tidak adekuat pada
bayi keika sudah tidak mendapatkan asi. Defisiensi tersebut dapat
berakibat: reterdasi metal, kemunduran pertumbuhan, apatis,
edema, otot tidak tumbuh, dipergmentasi kulit.
e. DM (Diabtes Melitus)
Gangguan kebutuhan nutrisi yang ditandai dengan adanya gangguan
metabolisme karbohidrat akibat kekurangan insulin atau penggunaan
karbohidrat secara berlebihan.
f. Hipertensi
Merupakan gangguan nutrisi yang juga disebabkan oleh berbagai
masalah pemenuhan nutrisi seperti penyebab dari adanya obesitas,
serta asupan kalsium, natrium dan gaya hidup yang kurang baik.

g. Penyakit Jantung Koroner


Merupakan gangguan nutrisi yang sering disebabkan oleh adanya
peningkatan kolesterol darah dan merokok. Saat ini penyakit jantung
coroner sering dialami karena perilaku atau gaya hidup yang kurang
sehat, obesitas, dll.
h. Anoeksia Nervosa
Merupakan penurunan bb secara mendadak dan berkepanjangan,
ditandai adanya konstpasi, pembengkakak badan, nyeri abdomen,
kedinginan.

1.1.6 KARAKTERISTIK STATUS NUTRISI


Karakteristik status nutrisi ditentukan dengan adanya Body Mass Index
(BMI) dan Ideal Body Image Weight (IBW) :
a. Body Mass Index (BMI)
Merupakan ukuran dari gambaran BB seseorang dengan TB. BMI
dihubungkan dengan total lemak dalam tubuh dan sebagai panduan
untuk mengkaji kelebihan BB (overwight) dan obesitas.
Indeks Masa Tubuh = BB (kg) / TB x TB (m)
Tabel Batas ambang IMT di Indonesia
Kategori IMT
Kurus Kekurangan tingkat <17,0
sedang
Kekurangan tingkat 17,0-18,5
berat
Normal 18,5- 25,0
Gemuk Kelebihan tingkat >25,0
ringan
Kelebihan tingat berat >27,0
Sumber: (Depkes 2002, dalam Asmadi 2008).
b. Ideal Body Weight (IBW)

Merupakan perhitungan BB optimal dalam fungsi tubuh yang sehat.


BB ideal adalah jumlah TB dalam cm dengan 100 dan dikurangi 10%
dari jumlah itu.
BB ideal (kg) = (TB (cm) – 100) – (10% (TB-100).

1.1.7 PENATALAKSANAAN
a. Edukasi pad pasien dan keluarga
Pemberian edukasi tentang pemenuhan nutrisi yang benar kepada
keluarga dan pasien dapat meambah pengetahuan pasien tentang
pentingnya kebutuhan nutrisi yang harus tercukupi secara seimbang.
b. Pemberian penanganan fokus pada penyebab masalah pola nutrisi yang
terjadi.
c. Pemberian asupan nutrisi aik secara oral, parienteral dan enteral.
WOC
1.2 Konsep Diabetes Mellitus (DM)

1.2.1 Definisi Diabetes Mellitus (DM)

Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana) di

dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin

secara cukup. Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas, yang

bertanggungjawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang normal. Insulin

memasukkan gula ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan

sebagai cadangan energi. Menurut kriteria diagnostik PERKENI (Perkumpulan

Endokrinologi Indonesia) 2013, seseorang dikatakan menderita diabetes jika

memiliki kadar gula darah puasa >126 mg/dL dan pada tes sewaktu >200 mg/dL.

Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan

ketidakmampuan tubuh untuk menggunakan glukosa, lemak dan protein akibat

adanya defisiensi insulin atau resistensi insulin yang mengakibatkan terjadinya

peningkatan kadar glukosa darah dan glukosuria (Soegondo, 2010). .

1.2.2 Klasifikasi dan Etiologi Diabetes Mellitus

DM secara umum ditandai dengan adanya hiperglikemia yang berhubungan dengan

adanya gangguan sekresi insulin, aktivitas insulin atau keduanya. Masalah utama

yang terjadi pada DM adalah akibat kurangnya insulin dan defisiensi insulin.

Adapun klasifikasi DM menurut WHO (2013) adalah sebagai berikut :

1.2.2.1 Diabetes Mellitus (DM) tipe 1

Diabetes tipe 1 terjadi akibat adanya kerusakan sel beta pancreas yang

mengakibatkan adanya kekurangan insulin absolut. DM tipe I juga berhubungan

dengan proses autoimun dan idiopatik. Destruksi otoimun dari sel-sel β pulau

Langerhans kelenjar pankreas langsung mengakibatkan defisiensi sekresi insulin.

Defisiensi insulin inilah yang menyebabkan gangguan metabolisme yang

menyertai DM Tipe 1. Selain defisiensi insulin, fungsi sel-sel α kelenjar

pankreas pada penderita DM Tipe 1 juga menjadi tidak normal. Sedangkan

otoantibodi yang dihubungkan dengan DM Tipe 1, antara lain ICCA (Islet Cell
Cytoplasmic Antibodies), ICSA (Islet cell surface antibodies), dan antibodi

terhadap GAD (glutamic acid decarboxylase) (Depkes RI, 2010).

1.2.2.2 Diabetes Mellitus (DM) tipe 2

Pada DM Tipe 2 faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar dalam

menyebabkan terjadinya DM tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggi lemak dan

rendah serat, serta kurang gerak badan. Berbeda dengan DM Tipe 1, pada

penderita DM Tipe 2, terutama yang berada pada tahap awal, umumnya dapat

dideteksi jumlah insulin yang cukup di dalam darahnya, disamping kadar

glukosa yang juga tinggi. Jadi, awal patofisiologis DM Tipe 2 bukan disebabkan

oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau

tak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai

“Resistensi Insulin”. (Depkes RI, 2010).

1.2.2.3 Diabetes Mellitus Gestasional

Diabetes Mellitus Gestasional (GDM=Gestational Diabetes Mellitus) adalah

keadaan diabetes atau intoleransi glukosa yang timbul selama masa kehamilan,

dan biasanya berlangsung hanya sementara atau temporer, pada wanita hamil

diketahui menderita GDM, dan umumnya terdeteksi pada atau setelah trimester

kedua. Diabetes dalam masa kehamilan, walaupun umumnya kelak dapat pulih

sendiri beberapa saat setelah melahirkan, namun dapat berakibat buruk terhadap

bayi yang dikandung. Akibat buruk yang dapat terjadi antara lain malformasi

kongenital, peningkatan berat badan bayi ketika lahir dan meningkatnya risiko

mortalitas perinatal. Disamping itu, wanita yang pernah menderita GDM akan

lebih besar risikonya untuk menderita lagi diabetes di masa depan. Kontrol

metabolisme yang ketat dapat mengurangi risiko-risiko tersebut.

1.2.2.4 Pra- Diabetes

Pra-diabetes adalah kondisi dimana kadar gula darah seseorang berada diantara

kadar normal dan diabetes, lebih tinggi dari pada normal tetapi tidak cukup
tinggi untuk dikatagorikan ke dalam diabetes tipe 2. Penderita pra-diabetes.

Kondisi pra-diabetes merupakan faktor risiko untuk diabetes, serangan jantung

dan stroke. Apabila tidak dikontrol dengan baik, kondisi pra-diabetes dapat

meningkat menjadi diabetes tipe 2 dalam kurun waktu 5-10 tahun. Namun

pengaturan diet dan olahraga yang baik dapat mencegah atau menunda

timbulnya diabetes (Depkes RI, 2010).

1.2.3 Gejala Klinik Diabetes Mellitus

Beberapa gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes.

Gejala tipikal yang sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria (sering

buang air kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/mudah

lapar). Selain itu sering pula muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak

anggota tubuh terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal yang

seringkali sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab

yang jelas (Depkes RI, 2010). DM Tipe I gejala klasik yang umum dikeluhkan

adalah poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah

(fatigue), iritabilitas, dan pruritus (gatal-gatal pada kulit) (Depkes RI, 2010).

Sedangkan tanda dan gejala yang sering dialami pasien dengan DM tipe 2 adalah

sebagai berikut:

1.2.3.1 Poliuria

Hiperglikemia menyebabkan diuresis osmorik sehingga ginjal akan mengeluarkan

urine dalam jumlah yang lebih banyak.

1.2.3.2 Haus

Peningkatan rasa haus berhubungan dengan adanya dehidrasi akibat ginjal

mengeluarkan glukosa dalam jufrllph yang berlebihan sehingga menyebabkan

timbulnya rasa haus dan mulut terasa kering sebagai mekanisme kompensasi

pasien akan banyak minum.


1.2.3.3 Glukosuria

Peningkatan kadar glukosa darah yang melebihi ambang batas ginjal yaitu 180

mg/dL dapat menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan osmotic (dieresis

osmotic) sehingga glukosa ikut keluar melalui urine yang dapat menyebabkan

terjadinya dehidrasi.

1.2.3.4 Penurunan berat badan

Penurunan berat badan pada pasien DM dapat disebabkan adanya pemecahan

asam amino (proteolisis) dalam otot sehingga cadangan protein dalam otot

berkurang. Berkurangnya cadangan protein otot menyebabkan penurunan berat

badan. Penurunan berat badan yang terjadi pada pasien DM tipe 2 berkisar 1-2

kg.

1.2.3.5 Kelelahan dan kelemahan

Pada pasien DM terjadi penuruaan proses glikogenesis sehingga glukosa tidak

dapat disimpan sebagai glikogen dalam hati serta adanya proses pemecahan

lemak (lipolisis) yang menyebabkan terjadinya pemecahan trigliserida (TG)

menjadi gliserol dan asarn lemak bebas sehingga cadangan lenak menurun.

Akibat adanya penrrunsn proses glikogenesis dan lipolisis menyebabkan pasien

DM mengalami kelelahan dan kelemahan.

1.2.3.6 Penglihatan kabur

Peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) dapat menyebabkan

peningkatan tekanan osmotik pada mata dan perubahan pada lensa sehingga

pasien akan mengalami gangguan dalam penglihatan.

1.2.3.7 Infeksi kulit

Peningkatan kadar glukosa dalam sirkulasi darah dapat menyebabkan

peningkatan perturnbuhan bakteri. Peningkatan pertumbuhan bakteri dapat

berhubungan dengan terjadinya infeksi seperti pada kulit.


1.2.4 Faktor Resiko Diabetes Mellitus

Setiap orang yang memiliki satu atau lebih faktor risiko diabetes selayaknya

waspada akan kemungkinan dirinya mengidap diabetes. Para petugas kesehatan,

dokter, apoteker dan petugas kesehatan lainnya pun sepatutnya memberi perhatian

kepada orang-orang seperti ini, dan menyarankan untuk melakukan beberapa

pemeriksaan untuk mengetahui kadar glukosa darahnya agar tidak terlambat

memberikan bantuan penanganan. Karena makin cepat kondisi diabetes melitus

diketahui dan ditangani, makin mudah untuk mengendalikan kadar glukosa darah

dan mencegah komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi. Beberapa faktor

risiko untuk diabetes melitus, terutama untuk DM Tipe 2, adalah sebagai berikut :

1) Riwayat keluarga DM 2) Riwayat DM gestasional atau melahirkan bayi

dengan BB lahir > 4 kg 3) Ras.4) Usia > 45 tahun. 5) Obesitas (index massa

tubuh > 25 kg/m2). 6) Diperkirakan sebanyak 90% pasien dengan DM tipe 2

memiliki berat badan lebih atau mengalami obesitas 7) Altifitas fisik yang

kurang. 8) Gangguan toleransi glukosa. 9) Hipertensi (tekanan darah > l40/90

mmHg). 10) Kolesterol HDL < 35 mg/dL, atau kolesterol Trigliserida > 250

mg/dL. 11) Riwayat penyakit pembuluh darah. 12) Sindrom Polikistik Ovarium

(Depkes RI, 2010).

1.2.5 Patofisiologi Diabetes Mellitus

DM tipe 2 berhubungan adanya resistensi inzulin dan sekresi insulin yang

tidak adekuat. Resistensi insulin menunjukkan adanya ketidak-mampuan insulin

untuk meningkatkan pengambilan glukosa kedalam jaringan otot dan lemak yang

mengakibatkan adanya peningkatan kadar glukosa darah. Resistensi insulin terjadi

akibat tidak adanya respon dari sel-sel jaringan terhadap konsentrasi insulin yang

nonnal. Untuk mempertahankan kadar glukosa darah yang normal, sel beta

pankreas melakukan kompensasi dengan cara meningkatkan rangsangan produksi

insulin sebagai respon adanya peningkatan kadar glukosa darah (Soegondo,


2010).

Peningkatan kebutuhan insulin dapat mempengaruhi fungsi kelenjar pankreas

dalam mensekresi insulin. Peningkatan insulin yang berlangsung dalam waktu yang

lama dapat menyebabkan penurunan fungsi dari sel beta kelenjar pancreas untuk

memproduksi insulin yang adekuat sehingga mengakibatkan terjadinya resistensi

insulin dan memicu terjadinya DM. Insulin merangsang sintesis protein dan

mengambat pemecahan protein di hepar, otot dan jarigan lemak. Ketika tubuh

tidak mendapatkan glukosa yang cukup sebagai surnber energi, maka hormon

glukagon. akan merangsang pengeluaran glukosa dari dari hepar melalui proses

glikolisis dan glukoneogeneis. Ketika didalam hepar tidak, tersedia glukosa maka

untuk menyediakan glukosa akan terjadi proses pemecahan lemak (lipotisis), dan

protein (proteolisis) sebagai sumber energi dan hal tersebut dapat menyebabkan

peningkatan kadar glukosa darah (Soegondo, 2010).

Hiperglikemia menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

Peningkatan kadar glukosa darah melebihi ambang batas ginjal menyebabkan

terjadinya diuresis osmotik yang ditandai dengan adanya poliuria. Diuresis

menyebabkari pengeluarari natrittm, kaliiim, klorida dan pengeluaran cairan yang

berlebihan sehingga menyebabkan terjadinya polidipsia. Diuresis osmotik juga

menyebabkan perpindahan cairan dari intrasel ke ekstrasel yang mengakibatkan sel

tidak mendapatkan cukup glukosa sebagai energi sehingga memicu timbulnya

polipagia. Selain itu juga terjadi proses pemecahan protein menjadi asam amino

pada jaringan otot. Pemecahan protein serta adanya dehidrasi menyebabkan

terjadinya kelemahan (Soegondo, 2010). Satuan pemeriksaan kadar gula darah

pasien DM melalui yaitu mg/dL : 1) Hiperglikemia >200mg/dl 2) Normal 60-200

mg/dl 3) Hipoglikemia <60 mg/dl

1.2.6 Komplikasi Diabetes Mellitus

Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik dapat menimbulkan komplikasi akut

dan kronis. Berikut ini akan diuraikan beberapa komplikasi yang sering terjadi dan
harus diwaspadai.

1.2.6.1 Hipoglikemia

Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis penderita merasa pusing,

lemas, gemetar, pandangan berkunang-kunang, pitam (pandangan menjadi

gelap), keluar keringat dingin, detak jantung meningkat, sampai hilang

kesadaran. Apabila tidak segera ditolong dapat terjadi kerusakan otak dan

akhirnya kematian.

Pada hipoglikemia rentang nilai kadar glukosa plasma penderita abnormal yaitu

kurang dari 90 mg/dl. Kadar glukosa darah yang terlalu rendah menyebabkan

sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak dapat berfungsi

bahkan dapat rusak.

Serangan hipoglikemia pada penderita diabetes umumnya terjadi apabila

penderita: 1) Lupa atau sengaja meninggalkan makan (pagi, siang atau malam)

2) Makan terlalu sedikit, lebih sedikit dari yang disarankan oleh dokter atau ahli

gizi 3) Berolah raga terlalu berat 4) Mengkonsumsi obat antidiabetes dalam

dosis lebih besar dari pada seharusnya 5) Minum alkohol 6) Stress 7)

Mengkonsumsi obat-obatan lain yang dapat meningkatkan risiko hipoglikemia

(Depkes RI, 2010).

Disamping penyebab di atas pada penderita DM perlu diperhatikan apabila

penderita mengalami hipoglikemik, kemungkinan penyebabnya adalah: 1) Dosis

insulin yang berlebihan 2) Saat pemberian yang tidak tepat 3) Penggunaan

glukosa yang berlebihan misalnya olahraga anaerobik berlebihan (Depkes RI,

2010).

1.2.6.2 Hiperglikemia

Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah melonjak secara tiba-

tiba, rentang nilai kadar gula darah pada hiperglikemia yaitu lebih dari 200

mg/dl. Keadaan ini dapat disebabkan antara lain oleh stress, infeksi, dan
konsumsi obat-obatan tertentu. Hiperglikemia ditandai dengan poliuria,

polidipsia, polifagia, kelelahan yang parah (fatigue), dan pandangan kabur.

Apabila diketahui dengan cepat, hiperglikemia dapat dicegah tidak menjadi

parah. Hipergikemia dapat memperburuk gangguan-gangguan kesehatan seperti

gastroparesis, disfungsi ereksi, dan infeksi jamur pada vagina. Hiperglikemia

yang berlangsung lama dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang

berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik (Diabetic Ketoacidosis = DKA) dan

(HHS), yang keduanya dapat berakibat fatal dan membawa kematian.

Hiperglikemia dapat dicegah dengan kontrol kadar gula darah yang ketat.

1.2.6.3 Komplikasi Makrovaskular

Karena penyakit-penyakit jantung sangat besar risikonya pada penderita

diabetes, maka pencegahan komplikasi terhadap jantung harus dilakukan sangat

penting dilakukan, termasuk pengendalian tekanan darah, kadar kolesterol dan

lipid darah. Penderita diabetes sebaiknya selalu menjaga tekanan darahnya tidak

lebih dari 130/80 mm Hg. Untuk itu penderita harus dengan sadar mengatur gaya

hidupnya, termasuk mengupayakan berat badan ideal, diet dengan gizi seimbang,

berolah raga secara teratur, tidak merokok, mengurangi stress, mengatur pola

tidur dan lain sebagainya. Jenis komplikasi makrovaskular yang umum

berkembang pada penderita diabetes adalah penyakit jantung koroner (Coronary

Heart Disease = CAD), penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh

darah perifer (Peripheral Vascular Disease = PVD). Walaupun komplikasi

makrovaskular dapat juga terjadi pada DM tipe 1, namun yang lebih sering

merasakan komplikasi makrovaskular ini adalah penderita DM tipe 2 yang

umumnya menderita hipertensi, dislipidemia dan atau kegemukan (Depkes RI,

2010

1.2.6.4 Komplikasi Mikrovaskular

Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada penderita diabetes tipe-1


Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi

(termasuk HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin lemah

dan rapuh dan terjadi penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah kecil. Hal

inilah yang mendorong timbulnya komplikasi-komplikasi mikrovaskuler, antara

lain retinopati, nefropati, dan neuropati. Disamping karena kondisi

hiperglikemia, ketiga komplikasi ini juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Oleh

sebab itu dapat terjadi dua orang yang memiliki kondisi hiperglikemia yang

sama, berbeda risiko komplikasi mikrovaskularnya. Namun demikian prediktor

terkuat untuk perkembangan komplikasi mikrovaskular tetap lama (durasi) dan

tingkat keparahan diabetes. Satu-satunya cara yang signifikan untuk mencegah

atau memperlambat jalan perkembangan komplikasi mikrovaskular adalah

dengan pengendalian kadar gula darah yang ketat. Pengendalian intensif dengan

menggunakan suntikan insulin multi-dosis atau dengan pompa insulin yang

disertai dengan monitoring kadar gula darah.

1.2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Diabetes Melitus dapat dilakukan dengan cara pengelolaan

yang baik. Tujuan penatalaksanaan secara umum menurut PERKENI (2013)

adalah meningkatkan kualitas hidup penderita Diabetes. Penatalaksanaan dikenal

dengan empat pilar penatalaksanaan diabetes melitus, yang meliputi edukasi,

terapi gizi medis, latihan jasmani dan pengelolaan farmakologis. Pengelolaan DM

dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-

4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan

intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan

insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau

langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik

berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat,

adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang

pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus

diberikan kepada pasien, sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat


dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus (PERKENI, 2013).

1.2.7.1 Edukasi

Diabetes Melitus umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah

terbentuk dengan kokoh. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri

membutuhkan partisipasi aktif penderita, keluarga dan masyarakat. Tim

kesehatan harus mendampingi penderita dalam menuju perubahan perilaku.

Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang

komprehensif pengembangan ketrampilan dan motivasi. Edukasi secara

individual dan pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti

perubahan perilaku yang berhasil. Perubahan perilaku hampir sama dengan

proses edukasi yang memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi,

dokumentasi dan evaluasi.

1.2.7.2 Terapi Gizi Medis

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang

dalam hal karbohidrat, protein, lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik

sebagai berikut (PERKENI, 2013): a) Karbohidrat : 45 – 65% total asupan

energi b) Protein : 10 – 20% total asupan energi c) Lemak : 20 – 25 % kebutuhan

kalori. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres

akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan

ideal. Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan ideal dikali

kebutuhan kalori basal (30 Kkal/kg BB untuk laki-laki dan 25 Kkal/kg BB untuk

wanita). Kemudian ditambah dengan kebutuhan kalori untuk aktifitas, koreksi

status gizi, dan kalori yang diperlukan untuk menghadapi stres akut sesuai

dengan kebutuhan. Pada dasarnya kebutuhan kalori pada diabetes tidak berbeda

dengan non diabetes yaitu harus dapat memenuhi kebutuhan untuk aktifitas baik

fisik maupun psikis dan untuk mempertahankan berat badan supaya mendekati

ideal.
1.2.7.3 Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali

seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam

pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar,

menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain

untuk menjaga senam diabetes menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat

badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali

glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang

bersifat aerobik seperti : senam, jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan

berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status

kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani

bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat

dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-

malasan.

1.2.7.4 Pengelolaan Farmakologis

Sarana pengelolaan farmakologis diabetes mellitus dapat berupa Obat

Hipoglikemik Oral (OHO). Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4

golongan, antara lain (Soegondo, 2013) : a. Pemicu sekresi insulin (insulin

secretagogue) yaitu 1) sulfonilurea dan glinid Sulfonilurea. Obat golongan ini

mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan

merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang,

namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk

menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang

tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular,

tidak dianjurkan peng-gunaan sulfonilurea kerja panjang 2) Glinid, Glinid

merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan

penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri
dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid

(derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara

oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. b. Penambah sensitivitas terhadap

insulin: metformin, tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada

Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor

inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan

resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa,

sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion

dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena dapat

memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien

yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara

berkala. c. penghambat glukoneogenesis (metformin) Obat ini mempunyai efek

utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga

memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang

diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan

fungsi ginjal (serum kreatinin >1,5mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan

kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis,

renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual.

Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah

makan. d. Penghambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase alfa Obat ini

bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai

efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak

menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering

ditemukan ialah kembung dan flatulens.


WOC DM
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PEMENUHAN
NUTRISI

2.1 PENGKAJIAN
Konsep asuhan keperawatan fokus pada pengkajian masalah pada penyebab
gangguan pemenuhan nutrisi, pengkajian meliputi:
1. Data umum
Pada data umum meliputi nama, no register, umur, jenis kelamin, agaa s,
suku bangsa, dll.
2. Data Dasar
Data dasar meliputi keluhan utama: yaitu keluhan yang paling dirasakan
oleh klien. Alasan masuk rumah sakit, riwayat penyakit sekarang, upaya
apa yang telah dilakukan klien dirumah dan terapi yang telah di dapatkan
sebelum di beri intervensi, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan
keluarga dan genogram dari pasien.
3. Pengkajian Biologis
Pada pengkajian biologis memuat tentang:
a. Rasa aman dan nyaman
b. Aktivitas istirahat-tidur-aktivitas
c. Cairan
d. Nutrisi
Pada pengkajian nutrisi memuat mulai dari kebiasaan makan klien,
pola makan, maknan kesukaan dan pantangan, riwayat alergi, kesulitan
menelan atau tidak, menggunakan alat bantu atau tidak, apakah ada hal
yang menyebabkan gangguan pencernaan, dst.
e. Eliminasi : urin dan feses.
f. Kebutuhan oksigenasi.
g. Kardiofaskuler
h. Personal hygine
i. Seks
j. Psikososial dan spiritual
4. Pemeriksaan fisik (data objektif)

Meliputi kesehatan umum dan pengkajian head to toe / B1-B6.


Perlu adnaya tambahan pemeriksaan antropometri untuk mengetahui
normal tidaknya bb tubuh seseorang sebagai indikasi mengalami gangguan
pemenuhan nutrisi atau tidaknya :

1. Berat badan ideal: (TB ̶ 100) ± 10%


2. BMI (Body Mass Index): BB (kg) / TB x TB (m)
3. Lingkar lengan atas (MAC):
Nilai normal Wanita : 28,5 cm
Pria : 28,3 cm
4. Lipatan kulit pada otot trisep (TSF)
Nilai normal Wanita : 16,5 ─ 18 cm
Pria : 12,5 ─ 16,5 cm

5. Pemeriksaan diagnostic
a. Laboratorium

1. Albumin (N: 4─ 5,5 mg/100ml)


2. Transferin (N:170 ─ 25 mg/100 ml)
3. Hb (N: 12 mg %)
4. BUN (N:10 ─ 20 mg/100ml)
5. Ekskresi kreatinin untuk 24 jam (N: laki-lak: 0,6 ─ 1,3 mg/100 ml,
wanita: 0,5 ─ 1,0 mg/100 ml) (Tarwoto & Wartonah, 2006)
2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.Berat Badan Lebih (D.0018)

b.Deficit Nutrisi (D.0019)


b. Disfungsi motilitas gastrointestinal (D.0021)
d.Kesiapan peningkatan nutrisi (D.0026)
e.Resiko Defisit Nutrisi (D.0032)
f. Risiko Disfungsi mobilitas gastrointestinal (D.0033)
g. Risiko ketidakseimbangan cairan (D.0036)

2.3 RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA/ PENYEBAB SLKI SIKI

1 Berat Badan Lebih 1. Kurang aktivitas harian. Berat Badan: Konseling nutrisi:
(D.0018) 2. Kelebihan konsusmsi gula. 1. Berat badan membaik Obsevasi
3. Gangguan kebiasaan 2. Tebal lipatan kulit 1. Identifikasi kebiasaan
Definisi: makan. membaik makan dan perilaku
Akumulasi lemak berlebih 4. Gangguan presepi makan. 3. Indeks massa tubuh makan yang akan
atau abnormal yang tidak 5. Kkelebihan konsumsi membaik diubah
sesuai dengan usia dengan alcohol. 2. Identifikasi kemajuan
jenis kelamin. 6. Penggunaan energy kurang modifikasi diet secara
dari asupan. regular
7. Sering mengemil. 3. Monitor intake dan
8. Makaan makanan output cairan
berminyak atau berlemak Terapeutik
yang berlebih. 4. Bina hubungan
9. Faktor keturunan. terapeutik
10. Asupan kalsium rendah 5. Spakati waktu
pada anak. pemberian konseling
11. BB bertambah cepat. 6. Tetapkan tujuan jangka
12. Maknaan padat sebagai pendek dan jangka
sumber utama pada bayi panjang yang realistis
usia <5 bulan. 7. Gunakan standar
nutrisi sesuai pedoman
diit dalam
mengevaluasi
kecakupan makanan
Edukasi
8. Informasikan perlunya
modifikasi diit
9. Jelaskan program gizi
dan presepsi pasien
terhadap diit yang di
programkan
Kolaborasi
10. Rujuk ke ahli gizi, jika
perlu
2 Deficit Nutrisi (D.0019) 1. Ketidakmampuan menelan Status Nutrisi: Manajemen Nutrisi:
makanan. 1. Berat badan membaik Observasi
Definisi: 2. Ketidakmampuan mencerna 2. IMT membaik 1. Identifikasi status
Asupan nutrisi tidak cukup makanan. 3. Frekuensi makan nutrisi
untuk memenuhi kebutuhan 3. Ketidakmampuan membaik 2. Identifikasi alergi dan
metabolisme. mengabsorbsi nutrisi. 4. Nafsu mkanan intoleransi makanan
4. Penningkatan kebutuhan membaik 3. Identifikasi mkanan
metabolisme. 5. Bising usus membaik yang disukai
5. Faktor ekonomi. 6. Tebal lipatan kulit 4. Identifikasi kalori dan
6. Faktor psikologis. triseps membaik jenis mkanan
7. Membrane mukosa 5. Monitor asupan
membaik mkanan
6. Monitor berat badan
7. Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
8. Lakukan oral hygine
sebelum makan, jika
perlu.
9. Fasilitasi menentukan
pedoman diit
10. Sajikan maknan yang
menarik dengan suhu
yang sesuai
11. Berikan mkanan yang
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
12. Berikan uplemen
maknan, jika perlu
Edukasi
13. Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
14. Ajarkan diet yang
diprogamkan.
Kolaborasi
15. Kolaboorasi pemberian
medikasi sebelum
makan
16. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalory dan jenis
nutrisi.
3 Disfungsi motilitas 1. Asupan enteral Motilitas Gastrointestinal: Manajemen Nutrisi:
gastrointestinal (D.0021) 2. Intoleransi mkanan 1. peristaltic meningkat Observasi
3. Imobilitas 2. mual meningkat 1. Identifikasi status
Definisi: 4. Makanan kontaminan 3. distensi abdomen nutrisi
Peningkatan, penurunan, 5. Malnutrisi meningkat 2. Identifikasi alergi dan
tidak efektif atau kurangnya 6. Pembedahan 4. suara peristaltic intoleransi makanan
aktivitas peristaltic 7. Efek agen farmakologi menurun 3. Identifikasi mkanan
gastrointestinal. 8. Proses penuaan 5. pengosongan lambung yang disukai
9. kecemasan menurun 4. Identifikasi kalori dan
6. flatus menurun jenis mkanan
5. Monitor asupan
mkanan
6. Monitor berat badan
7. Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
8. Lakukan oral hygine
sebelum makan, jika
perlu.
9. Fasilitasi menentukan
pedoman diit
10. Sajikan maknan yang
menarik dengan suhu
yang sesuai
11. Berikan mkanan yang
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
12. Berikan uplemen
maknan, jika perlu
Edukasi
13. Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
14. Ajarkan diet yang
diprogamkan.
Kolaborasi
15. Kolaboorasi pemberian
medikasi sebelum
makan
16. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalory dan jenis
nutrisi.
4 Kesiapan peningkatan Status Nutrisi:
nutrisi (D.0026) 1. Berat badan membaik
2. IMT membaik
Definisi: 3. Frekuensi makan
Pola asupan nutrisi yang membaik
cukup untuk memenuhi 4. Nafsu mkanan
kebutuhan metabolisme dan membaik
dapat ditingkatkan 5. Bising usus membaik
6. Tebal lipatan kulit
triseps membaik
7. Membrane mukosa
membaik
5 Resiko Defisit Nutrisi Fakor Resiko: Status Nutrisi: Manajemen Nutrisi:
(D.0032) 1. ketiakmampuan menelan 1. Berat badan membaik Observasi
makanan 2. IMT membaik 1. Identifikasi status
Definisi: 2. krtidakmampuan mencerna 3. Frekuensi makan nutrisi
Beresiko mengalami makanan membaik 2. Identifikasi alergi dan
ketidakcukupan nutrisi 3. ketidakmampuan 4. Nafsu mkanan intoleransi makanan
untuk memenuhi kebutuhan mengabsorbsi nutrisi membaik 3. Identifikasi mkanan
metabolisme. 4. peningkatan kebutuhan 5. Bising usus membaik yang disukai
metabolisme 6. Tebal lipatan kulit 4. Identifikasi kalori dan
5. faktor ekonomi triseps membaik jenis mkanan
6. faktor psikologis 7. Membrane mukosa 5. Monitor asupan
membaik mkanan
6. Monitor berat badan
7. Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
8. Lakukan oral hygine
sebelum makan, jika
perlu.
9. Fasilitasi menentukan
pedoman diit
10. Sajikan maknan yang
menarik dengan suhu
yang sesuai
11. Berikan mkanan yang
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
12. Berikan uplemen
maknan, jika perlu
Edukasi
13. Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
14. Ajarkan diet yang
diprogamkan.
Kolaborasi
15. Kolaboorasi pemberian
medikasi sebelum
makan
16. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalory dan jenis
nutrisi.
6 Risiko Disfungsi mobilitas Faktor Risiko: Motilitas Gastrointestinal: Manajemen Nutrisi:
gastrointestinal (D.0033) 1. pembedahan abdomen 1. peristaltic meningkat Observasi
2. penurunan isrkulasi 2. mual meningkat 1. Identifikasi status
Definisi: gastrointestinal 3. distensi abdomen nutrisi
Risiko peningkatan, 3. intoleransi makanan meningkat 2. Identifikasi alergi dan
penurunan atau tidak 4. refluks gastrointestinal 4. suara peristaltic intoleransi makanan
efektifnya aktivitas 5. hiperglikemia menurun 3. Identifikasi mkanan
peristaltic pada sistem 6. imobilitas 5. pengosongan lambung yang disukai
gastointesinal. 7. proses penuaan menurun 4. Identifikasi kalori dan
8. infeksi gastrointestinal 6. flatus menurun jenis mkanan
9. efek agen farmakologi 5. Monitor asupan
10. prematuritas mkanan
11. kecemasan 6. Monitor berat badan
12. stress Terapeutik
13. kurangnya sanitasi pada 7. Lakukan oral hygine
periapan makanan sebelum makan, jika
perlu.
8. Fasilitasi menentukan
pedoman diit
9. Sajikan maknan yang
menarik dengan suhu
yang sesuai
10. Berikan mkanan yang
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
11. Berikan uplemen
maknan, jika perlu
Edukasi
12. Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
13. Ajarkan diet yang
diprogamkan.
Kolaborasi
14. Kolaboorasi pemberian
medikasi sebelum
makan
15. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalory dan jenis
nutrisi.
7 Risiko ketidakseimbangan Faktor Resiko: Keseimbangan cairan: Manajemen cairan:
cairan (D.0036) 1. Prosedur pembedahan 1. Asupan cairan Observasi
mayor meningkat 1. Monitor status hidrasi
Definisi: 2. Trauma / pendarahan 2. Keluaran urin 2. Monitor BB harian
Beresiko mengalami 3. Luka bakar meningkat 3. Monitor hasil
penurunan, peningkatan 4. Apheresis 3. Kelembapan membrane pemeriksaan hasil lab
atau percepatan 5. Asites mukosa meningkat 4. Monitor status
perpindahan cairan dari 6. Obstruksi intestinal 4. Asupan maknan hemodinamik
intravaskuler, interstisial 7. Peradangan pancreas meningkat Terapeutik
atau intraseluler 8. Penyakit ginjal dan kelenjar 5. Ttv normal 5. Catat intake dan output
9. Disfungsi intestinal 6. Turgor kulit membaik harian dan hitung
7. Berat badan membaik cairan 24 jam
6. Barikan asupan cairan
sesuai kebutuhan
7. Berikan cairan iv, jika
pperlu
Kolaborasi
8. Pemberian deuretik.
2.4 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah
ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal.
Pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah di susun pada tahap pencanaan.

2.5 EVALUASI KEPERAWATAN


Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah
kegiatan yang disengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan
anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang
kesehatan, patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk
menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan
untuk melakukan pengkajian ulang.
DAFTAR PUSTAKA

Tarwoto & Wartonah (2010). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan.
Edisi 4. Salemba Medika

Potter Patricia A., Perry, Anne G. 2009. Fundamental Keperawatan. Edisi 7 Buku 3.
Jakarta : Salemba Medika

Standart Diagnosis Keperawatan Edisi 1. PPNI. Tim Pokja SDKI DPP. 2016.
Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi Dan Indikator Diagnostik.
Jakarta Selatan. Dewan Pengurus Pusat PPNI

Https://id.scribd.com/doc/laporan-pendahuluan-nutrisi pukul : 19.30 WIB tanggal 19-


01-2021
KASUS

Ny. S berusia 46 Tahun datang RSU pada tanggal 18 Januari 2021. Dengan
keluhan badan lemas, merasa sering lelah, mengantuk, nafsu makan menurun
apabila saat makan terasa mual. Memiliki riwayat DM tipe 2, 2 tahun lalu.
Terdapat riwayat DM pada keluarga.

Dilakukan pemeriksaan TTV : TD= 120/90 MmHg, N= 86x/menit, RR=


20x/menit, S=36,8o C. TB= 158 cm, BB = 45 kg .Hasil IMT 18,0 (Berat Badan
Kurang)
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (nafsu makan


menurun)
2. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan hiperglikemia
ANALISA DATA

TGL DATA MASALAH

1. DS : px mengatakan badannya lemas, nafsu Defisit nutrisi


makan menurun apabila saat makan terasa mual
dan muntah

DO : KU lemah, kesadaan composmentis 4 5 6,


akral hangat, mukosa bibir kering, makan ¼
porsi, TTV = TD: 120/90 MmHg, N:86/menit, S:
36,8o C, RR: 20 x/menit
BB sebelum sakit 52 kg, setelah sakit 45kg.
TB 158 cm
Penghitungan IMT 18.0 (Undrer weight)
BBI = TB-100-10%
158-100-10% =52,2 Kg
Kalori dasar yang dibutuhkan BBl x 25+ 20% =
52,2x 25=1.305+ 20% = 1.566 (1500-1600)

2. DS: px mengatakan badannya lemas, Ketidakstabilan kadar


mengantuk,merasa sering lelah, riwayat DM 2 glukosa darah
Tahun lalu

DO :KU Lemah, GDA 320 , TTV = TD: 120/90


MmHg, N:86/menit, S: 36,8o C, RR: 20 x/menit
HbAIC 6,4
RENCANA KEPERAWATAN

NO SDKI SLKI SIKI

1. Defisit Nutrisi D.0019 Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nutrisi:


...x24jam dengan kriteria hasil status nutrisi: Observasi
1. Berat badan membaik 1. Identifikasi status nutrisi
2. IMT membaik 2. Identifikasi alergi dan
3. Frekuensi makan membaik intoleransi makanan
4. Nafsu mkanan membaik 3. Identifikasi mkanan yang
5. Bising usus membaik disukai
6. Tebal lipatan kulit triseps 4. Identifikasi kalori dan jenis
membaik makanan
7. Membrane mukosa membaik 5. Monitor asupan
mkanan
6. Monitor berat badan
7. Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
8. Lakukan oral hygine
sebelum makan, jika perlu.
9. Fasilitasi menentukan
pedoman diit
10. Sajikan makanan yang
menarik dengan suhu yang
sesuai
11. Berikan mkanan yang tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
12. Berikan suplemen
maknan, jika perlu
Edukasi
13. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
14. Ajarkan diet yang
diprogamkan.
Kolaborasi
15. Kolaboorasi pemberian
medikasi sebelum makan
16. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalory dan jenis nutrisi.
2. Ketidakstabilan kadar glukosa darah Setelah dilakukan asuhan keperawatan ...x24 Manajemen Hiperglikemia
D.0027 jam diharapkan kriteria hasil kadar glukosa Observasi
darah : 1. Identifikasi kemungkinan
penyebab hiperglikemia
1. Mengantuk menurun
2. Monitor kadar glukosa darah,
2. Lelah/lesu menurun
jika perlu
3. Keluhan lapar menurn
3. Monitor tanda gejala
4. Kadar glukosa dalam darah membaik
hiperglikemia (mis : poliuria,
polidipsia, polifagia, kelemahan,
malaise, pandangan kabur, sakit
kepala)
4. Monitor intake output cairan
Terapeutik
5. Berikan asupan cairan oral
6. Konsultasi dengan medis jika
tanda dan gejala hiperglikemia
tetap ada atau memburuk
Edukasi
7. Anjurkan menghindari olah raga
saat kadar glukosa darah lebih
dari 250 mg/dL
8. Anjurkan monitor adar glukosa
darah secara mandiri
9. Anjurkan kepatuhan terhadap
diet dan olah raga
Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian insulin,
jika perlu
11. Kolaborasi pemberian cairan IV
, jika perlu
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Nama : Ny. S No. RM :5758


DX medis : DM Hari Perawatan : 1-3

No. Diagnosa Pukul Implementasi keperawatan EVALUASI


1. Defisit Nutrisi 19-01-2021
08.00 1. Mengidentifikasi status nutrisi pasien S : px mengatakan badannya
2. Mengidentifikasi alergi dan intoleransi lemas, nafsu makan menurun
makan (tidak ada) apabila saat makan terasa mual
3. Mengidentifikasi kalori dan jenis
makanan O : KU lemah, kesadaan
4. Memonitor asupan makanan 3x sehari , ¼ composmentis 4 5 6, akral hangat,
porsi mual muntah 1x mukosa bibir kering, makan ¼
5. Menonitor BB (Kg) porsi, TTV = TD: 120/90 MmHg,
Sebelum 52 Kg N:86/menit, S: 36,8o C, RR: 20
Sesudah 45 Kg x/menit
6. Menganjurkan untuk posisi duduktegak BB sebelum sakit 52kg, setelah
saat makan sakit 45kg.
Px memahami dan mampu melakukan TB 158 cm
7. Melakukan kolaborasi dengan ahli gizi BB ideal 52,2kg
untuk menentukan kebutuhan kalori dan Kebutuhan kalori 1500-1600
jenis makanan untuk pasien
8. Kolaborasi pemberian obat
Ondansentron 2x 8 mg A : masalah keperawatan belum
Omz 2x40 mg teratasi (defisit nutrisi)
Dexketoprofen 3x 30 mg P : lanjutkan intervensi 1-7

20-01-2021 1. Mengidentifikasi status nutrisi pasien S : px mengatakan badannya


2. Mengidentifikasi alergi dan intoleransi lemas berkurang, nafsu makan
makan (tidak ada) meningkat apabila saat makan
3. Memonitor asupan makanan 3x sehari , ½ masih terasa mual
porsi mual muntah 1x
4. mengidentifikasi kalori dan jenis O : KU cukup , kesadaan
makanan composmentis 4 5 6, akral hangat,
5. Menonitor BB (Kg) mukosa bibir kering, makan ½
Sebelum 52 Kg porsi masih mual muntah , TTV =
Sesudah 45 Kg TD: 120/80 MmHg, N:82/menit,
6. Menganjurkan untuk posisi duduk tegak S: 36,5o C, RR: 20 x/menit
saat makan BB sebelum sakit 52kg, setelah
Px memahami dan mampu melakukan sakit 45kg.
7. Melakukan kolaborasi dengan ahli gizi TB 158 cm
untuk menentukan kebutuhan kalori dan BB ideal 52,2kg
jenis makanan untuk pasien Kebutuhan kalori 1500-1600
8. Kolaborasi pemberian obat A : masalah keperawatan belum
Ondansentron 2x 8 mg teratasi (defisit nutrisi)
Omz 2x40 mg
Dexketoprofen 3x 30 mg P : lanjutkan intervensi 1,3,5,6,7

21-01-2021 1. Mengidentifikasi status nutrisi pasien S : px mengatakan badannya


2. Memonitor asupan makanan 3x sehari , ½ sudah tidak lemas, nafsu makan
porsi meningkat, sudah tidak mual
3. Menonitor BB (Kg)
Sebelum 52 Kg O : KU baik , kesadaan
Sesudah 45 Kg composmentis 4 5 6, akral hangat,
4. Melakukan kolaborasi dengan ahli gizi mukosa bibir kering, makan ½
untuk menentukan kebutuhan kalori dan porsi habis sudah tidak mual ,
jenis makanan untuk pasien TTV = TD: 120/80 MmHg,
5. Kolaborasi pemberian obat N:84/menit, S: 37,0o C, RR: 20
Ondansentron 2x 8 mg x/menit
Omz 2x40 mg BB sebelum sakit 52kg, setelah
Dexketoprofen 3x 30 mg sakit 45kg.
TB 158 cm
BB ideal 52,2 kg
Kebutuhan kalori 1500-1600

A : masalah keperawatan belum


teratasi ( defisit nutrisi )
P : lanjutkan observasi

2. Ketidakstabilan kadar 19-01-2021 1. Memonitor kadar glukosa darah dan S: px mengatakan badannya
glukosa darah memonitor tanda gejala hiperglikemia lemas, mengantuk,merasa sering
2. Memonitor tanda gejala hiperglikemia lelah, riwayat DM 2 Tahun lalu
(mis : poliuria, polidipsia, polifagia,
kelemahan, malaise, pandangan kabur, O:. KU Lemah, GDA 320 , TTV
sakit kepala) = TD: 120/90 MmHg,
3. Menonitor TTV TD: 120/90 MmHg, N:86/menit, S: 36,8o C, RR: 20
N:86/menit, S: 36,8o C, RR: 20 x/menit x/menit
4. Menganjurkan menghindarinolah raga saat HbAIC 6,4
kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dL A: masalah keperawatan belum
5. Menganjurkan kepatuhan terhadap diet dan teratasi ( ketidakstabilan kadar
olah raga glukosa darah )
6. Identifikasi kebutuhan insulin
7. Kolaborasi pemberian obat P: Lanjutkan intervensi 1-8
Apidra 4 Unit IV/jam
8. Cek GDA 320

20-01-2021 1. Memonitor kadar glukosa darah dan S: px mengatakan badannya lemas


memonitor tanda gejala hiperglikemia berkurang, mengantuk berkurang
2. Memonitor tanda gejala hiperglikemia ,merasa sering lelah berkurang,
(mis : poliuria, polidipsia, polifagia,
kelemahan, malaise, pandangan kabur, O: KU cukup, GDA 290, TTV =
sakit kepala) TD: 120/80 MmHg, N:82/menit,
3. Menonitor TTV TD: 120/80 MmHg, S: 36,5o C, RR: 20 x/menit
N:82/menit, S: 36,5o C, RR: 20 x/menit
4. Menganjurkan menghindari olah raga saat A: Masalah keperawatan belum
kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dL teratasi (Ketidakstabilan kadar
5. Menganjurkan kepatuhan terhadap diet dan glukosa darah)
olah raga
6. Identifikasi kebutuhan insulin P: lanjutkan intervensi 3, 5, 6, 7
7. Kolaborasi pemberian obat
Apidra 4 Unit IV/jam
8. Cek GDA 290
21-01-2021 1. Memonitor TTV = TD: 120/80 MmHg, S: px mengatakan badannya sudah
N:84/menit, S: 37,0o C, RR: 20 x/menit lemas
2. Menganjurkan kepatuhan terhadap diet dan
olah raga O: KU baik, GDA 180 TTV =
3. Kolaborasi pemberian obat apidra 4 Unit TD: 120/80 MmHg, N:84/menit,
IV/Jam S: 37,0o C, RR: 20 x/menit
4. Cek GDA 180 HbAIC 5,2

A: Masalah keperawatan teratasi


(krtidakstabilan kadar glukosa
darah)

P: lanjutan observasi
MENU DIIT UNTUK MEMENUHI NUTRISI HARIAN PASIEN DIABETES MELLITUS

No. Waktu Nama makanan Berat (gr) Jumlah kalori


19- 07.00 WIB (makan pagi) Nasi putih 100 gr (10 sdm) 180
01- Telur dadar 50 gr (1 butir) 76
2021 Sop bayam+wortel 50gr+100gr( 1 ikat+1 78+45=123
wotel besar 19cm)
pepaya 100gr( 1 potong besar) 46

10.00 WIB (Selingan) Bubur kacang hijau 100gr (10sdm) 102

13.00 WIB (Makan siang) Nasi putih 100gr(10sdm) 180


Tahu kukus+tempe 50gr+50gr (1 potong+1 39+35=74
potong)
Ca jagung muda+kembang 100gr+50gr+25gr (1 140+12,5+3,75=156,25
kol+jamur bonggol+1/3 kembang
kol+ 1 genggam)
Buah pir 100gr (1 buah) 57,1

16.00 WIB (selingan) Martabak sayur telur mini 95 gr (1 lingkar kecil) 196

19.00 WIB (makan malam) Nasi putih 100 gr (10 sdm) 180
Semur telur+kecap 65gr+25gr (1 ½ telur+2 97,2+11,5=108,7
sdm) 39
Tahu kukus 50gr( 1potong)
Pisang ambon 100gr (1 buah) 173,25

Jumlah= 1.589,3
kkal/hari
20- 07.00 WIB (Makan pagi) Nasi merah 100 gr (10sdm) 166,35
01- Hati goreng(hati sapi) 25gr (1/2 mangkok) 34
2021 Sup sawi+wortel+tahu 50gr+100gr+50gr (1 11+45+25= 81
ikat+ 1 wortel besar+ 1 46
potong)
Pepaya 100 gr ( 1 potong besar) 100

10.00 WIB (Selingan) 2 Pastel 45gr ( 2 potong pastel) 175,6

13.00 WIB (Makan siang) Nasi merah 100gr (10sdm) 166,35


Tumis tahu+sayur 100gr+100gr( 2 potong+2
ikat)
Kering tempe 50gr ( 1 potong) 96
Pisang ambon 100gr (1 buah) 173,25

16.00 WIB (Selingan) 2 kue cucur 90gr (2 kue cucur kecil) 152

19.00 (makan malam) Nasi merah 100gr (10 sdm) 166,35


Tongseng ayam 50gr (1/4 dada ayam) 119,5
Ca buncis 100gr (1 mangkok) 65
pepaya 100gr (1 potong besar) 46

Jumlah= 1.553,4
kkal/hari

21- 07.00 WIB (Makan pagi) Nasi jagung 100gr (10 sdm) 140
01- I potong ayam sedang tanpa kulit 50gr (1/4 dada ayam) 119,5
2021 Ca brokoli+wortel 50gr+50gr ½ 14+27= 41
mangkok(+1 wortel
besar)
Pepaya 100gr (1 potong besar) 46

10.00 WIB (Selingan) 2 kue ape 60gr ( 2 kue ape sedang) 151

13.00 WIB (Makan siang) Nasi jagung 100gr (10sdm) 140


Daging bakar 50gr (1 iris daging) 169,7
Ca buncis 100gr( 1 mangkok) 65
Apel 100gr (1 buah apel) 52,1

16.00 WIB (selingan) Martabak sayur telur mini 95 gr (1 buah martabak 196
mini)

19.00 WIB (Makan malam) Nasi merah 100gr (10 sdm) 166,35
Ikan gurame 100gr (1 ekor ukuran 125
sedang)
Ca sawi+wortel+tahu 50gr+100gr+50gr (1 11+45+25= 81
ikat+1 wortel besar+1
potong tahu)
Buah pir 100gr ( 1buah pir) 57,1

Jumlah = 1.549,75
kkal/hari

Anda mungkin juga menyukai