Anda di halaman 1dari 21

SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN

Resume Kelompok 8 PTB-A 2017


KHAIRUL FIKRI
(1700371)

Program Studi Pendidikan Teknik Bangunan, Departemen Teknik Sipil,


Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Universitas Pendidikan Indonesia
Jl. Dr. Setiabudi No. 207, Bandung
Email: khairulfikri@upi.edu

Menurut KEPMEN PU No. 10/KPTS/2000, sistem proteksi kebakaran aktif


adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan
menggunakan perlaatan yang dapat bekerja secara otomatis ataupun manual.
Sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung merupakan sistem yang terdiri
atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun
pada bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem
proteksi pasif maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan
dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran.
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.26/PRT/M/2008 tentang
persyaratan teknis sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan
lingkungan disebutkan bahwa pengelolaan proteksi kebakaran adalah upaya
mencegah terjadinya kebakaran atau meluasnya kebakaran ke ruangan-ruangan
ataupun lantai-lantai bangunan, termasuk ke bangunan lainnya melalui eliminasi
ataupun meminimalisasi risiko bahaya kebakaran, pengaturan zona-zona yang
berpotensi menimbulkan kebakaran, serta kesiapan dan kesiagaan sistem proteksi
aktif maupun pasif.
1. Sistem Proteksi Kebakaran Aktif
Sistem proteksi kebakaran aktif adalah sistem proteksi kebakaran yang secara
lengkap terdiri atas sistem pendeteksian kebakaran baik manual ataupun otomatis,
sistem pemadam kebakaran berbasis air seperti springkler, pipa tegak dan slang
kebakaran, serta sistem pemadam kebakaran berbasis bahan kimia, seperti APAR
(alat pemadam api ringan) dan pemadam khusus.
Penempatan APAR harus tampak jelas, mencolok, mudah dijangkau dan
siap digunakan setiap saat, serta perawatan dan pengecekan APAR secara
periodik. Pemasangan sprinkler (menggunakan air) dan bonpet (menggunakan
gas) pada tempat-tempat yang terbuka dan strategis dalam ruangan juga secara
aktif akan membantu dalam menanggulangi kebakaran, karena air atau gas akan
langsung memadamkan api. Selain itu, juga dilengkapi dengan instalasi alarm
kebakaran untuk memberi tanda jika terjadi kebakaran.
Untuk bangunan dengan ruangan yang dipisahkan dengan kompartemenisasi,
hidran yang dibutuhkan adalah dua buah per 800 m 2 dan penempatannya harus
pada posisi yang berjauhan. Selain itu untuk pada bangunan yang dilengkapi
hidrant harus terdapat personil (penghuni) yang terlatih untuk mengatasi
kebakaran di dalam bangunan.

2. Sistem Proteksi Kebakaran Pasif


Sedangkan sistem proteksi kebakaran pasif merupakan sistem proteksi
kebakaran yang terbentuk atau terbangun melalui pengaturan penggunaan bahan
dan komponen struktur bangunan, kompartemenisasi atau pemisahan bangunan
berdasarkan tingkat ketahanan terhadap api, serta perlindungan terhadap bukaan.
Sedangkan kompartemensasi merupakan usaha untuk mencegah penjalaran
kebakaran dengan cara membatasi api dengan dinding, lantai, kolom, balok yang
tahan terhadap api untuk waktu yang sesuai dengan kelas bangunan gedung.
Sistem proteksi pasif berperan dalam pengaturan pemakaian bahan
bangunan dan interior bangunan dalam upaya meminimasi intensitas kebakaran.

3. Alat Proteksi Kebakaran


a. APAR (Alat Pemadam Api Ringan)
Pengertian APAR (Alat Pemadam Api Ringan) adalah alat pemadaman
yang bisa dibawa/dijinjing dan gunakan/dioperasikan oleh satu orang dan
berdiri sendiri. Apar merupakan alat pemadam api yang pemakaiannya
dilakukan secara manual dan langsung diarahkan pada posisi dimana api
berada. Apar dikenal sebagai alat pemadam api portable yang mudah dibawa,
cepat dan tepat di dalam penggunaan untuk awal kebakaran, selain itu karena
bentuknya yang portable dan ringan sehingga mudah mendekati daerah
kebakaran. Dikarenakan fungsinya untuk penanganan dini, peletakan APAR-
pun harus ditempatkan di tempat-tempat tertentu sehingga memudahkan
didalam penggunaannya.

Gambar 1. Alat Pemadam Api Ringan


Alat Pemadam Api Ringan ini juga dibagi menjadi beberapa jenis sesuai
peruntukannya, diantaranya sebagai berikut.
1) Jenis Air (Water)
APAR jenis air terdapat dalam bentuk stored pressure type (tersimpan
bertekanan) dan gas cartridge type (tabung gas). Sangat baik digunakan untuk
pemadaman kelas A.
2) Jenis Busa (Foam)
Jenis busa adalah bahan pemadam api yang efektif untuk kebakaran awa
minyak. Biasanya digunakan dari bahan tepung aluminium sulfat dan natrium
bicarbonat yang keduanya dilarutkan dalam air. Hasilnya adalah busa yang
volumenya mencapai 10 kali lipat. Pemadaman api oleh busa merupakan
sistem isolasi, yaitu untuk mencegah oksigen untuk tidak ikut dalam reaksi.
3) Jenis Tepung Kimia Kering (Dry Chemical Powder)
Jenis ini efektif untuk kebakaran kelas B dan C dan juga bisa kelas A.
Tepung serbuk kimia kering berisi dua macam bahan kimia, yaitu Sodium
Bicarboanat & Natrium Bicarbonat, Gas CO2 atau nitrogen sebagai
pendorong. Khusus untuk pemadaman kelas D (logam) seperti Magnesium,
Titanium, Zarcanium, dan lain-lain digunakan metal-dry powder yaitu
campuran Sodium, Potasium, dan Barium Chloride.
4) Jenis Halon
APAR jenis ini efektif untuk menanggulangi kebakaran jenis cairan yang
mudah terbakar dan peralatan listrik bertegangan (kebakaran kelas B dan C).
Bahan pemadaman api gas Halon biasanya terdiri dari unsur-unsur kimia
seperti chlorine, flourine, bromide dan iodine.
5) Jenis CO2
Bahan pemadam jenis CO2 efektif untuk memadamkan kebakaran kelas B
(minyak) dan C (listrik). Berfungsi untuk mengurangi kadar oksigen dan
efektif untuk memadamkan kebakaran yang terjadi di dalam ruangan (indoor).
Pemadaman dengan gas arang ini dapat mengurangi kadar oksigen sampai
dibawah 12%.
b. Hydrant Box
Hydrant box pada umumnya digunakan untuk melindungi dan menyimpan
komponen output dalam sistem fire hydrant. Hydrant box membantu untuk
menjaga komponen-komponen output fire hydrant dari gangguan cuaca, upaya
pencurian dan vandalisme, juga memudahkan regu pemadam untuk
menemukan komponen-komponen yang mereka butuhkan.
c. Smoke Detector
Menurut SNI 03-3989-2000, Detektor adalah alat yang dirancang untuk
mendeteksi adanya kebakaran dan guna mengawali suatu tindakan. Detektor
terbagi menjadi 3 macam antara lain detektor asap, detektor panas dan
detektor api.

Gambar 2. Smoke Detector


Smoke Detector pada dasarnya adalah salah satu komponen dari sebuah
sistem pedeteksian kebakaran (fire alarm system). Sebuah sistem Pendeteksian
Kebakaran pada umumnya terdiri dari beberapa komponen utama yaitu
detector devices (perangkat detector), control panel (panel kendali),
notification devices (perangkat notifikasi) dan power supply (pencatu daya).
d. Springkler
Sprinkler adalah suatu alat pemancar air untuk pemadaman kebakaran
yang mempunyai tudung berbentuk deflector pada ujung mulut pancarnya,
sehingga air dapat memancar kesemua arah secara merata. Sistem sprinkler
harus dirancang untuk memadamkan kebakaran atau sekurang-kurangnya
mampu mempertahankan kebakaran untuk tetap tidak berkembang sekurang-
kurangnya 30 menit sejak kepala sprinkler pecah. Rancangan harus
memperhatikan klasifikasi bahaya, interaksi dengan sistem pengendalian asap
dan sebagainya (Menurut Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada
Bangunan Gedung dan Lingkungan, Peraturan Menteri Pekerja Umum No.
26/PRT/M/2008 : 9).

Gambar 3. Kepala Springkler


Dalam pemasangan Automatic Springkler System (ASS) harus
memperhatikan persyaratan, yaitu:
a. Jumlah dan perletakan sprinkler system
1) Jumlah maksimum kepala sprinkler menurut jenis bahaya kebakaran ringan,
sedang, berat.
2) Disesuaikan dengan klasifikasi bangunan dan tinggi jumlah lantai ruangan
yang dilindungi oleh sprinkler.
Saluran air bagi sprinkler harus mempunyai tekanan yang cukup untuk
mencapai titik terjauh instalasi kepala sprinkler, yaitu antara 0,5 – 2,0
kg/cm2. Penentuan besar tekanan dilakukan menurut jenis dan tingkat bahaya
yang diproteksi. Aliran sumber catu air untuk splinker harus mencukupi untuk
dapat mengalirkan air sekurang-kurangnya 40 – 200 liter/menit perkepala
sprinkler menurut jenis dan tingkat bahaya kebakaran yang diproteksi.
Kapasitas aliaran sumber air ditentukan oleh jumlah kepala sprinkler yang
pecah secara serentak pada saat kebakaran (Menurut Persyaratan Teknis
Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan,
Peraturan Menteri Pekerja Umum No. 26/PRT/M/2008).
Dalam perencanaan sprinkler harus dipertimbangkan penyediaan air,
pompa tekan, pipa peningkatan berupa riser, selain itu juga harus diperhatikan
letak dan arah pancaran, jumlah dan radius sprinkler. Beberapa istilah dalam
sprinkler :
a. Kepadatan pancaran adalah jumlah debit air (liter/menit) yang dikeluarkan
oleh empat kepala sprinkler yang berdekatan dan terletak ditempat sudut
bujur sangkar, persegi panjang atau jajar genjang (kepala sprinkler dipasang
slang-seling) dibagi oleh 4 x luas bujur sangkar atau luas persegi panjang
tersebut (m2).
b. Pipa tegak adalah pipa dengan posisi tegak dihubungkan dengan pipa induk.
c. Pipa pembagi utama adalah pipa yang dihubungkan langsung dengan pipa
cabang.
d. Pipa pembagi adalah pipa yang dihubungkan langsung dengan pipa cabang.
e. Pipa cabang adalah pipa yang menghubungkan pipa pembagi dengan hidran.
f. Susunan cabang ganda adalah susunan sambungan pipa cabang pada dua sisi
pipa pembagi.
g. Susunan cabang tunggal adalah susunan penyambung dimana pipa pembagi
mendapat aliran dari satu sisi.
h. Susunan pemasukan diujung adalah susunan sambungan dimana pipa
pembagi mendapat aliran dari pipa tegak yang terletak diujung.
i. Pipa peningkatan air basah (wet riser) adalah pipa air secara tetap berisi air
dan mendapatkan aliran tetap dari sumber air, dipasang dalam gedung atau
didalam areal bangunan yang digunakan untuk mengalirkan air ke pipa-pipa
cabang untuk mengisi hidran dilantai-lantai bangunan.
Pipa peningkatan air kering (dry riser) adalah pipa air tidak berisi air,
dipasang dalam gedung atau areal gedung dengan pintu air masuk (inlet)
letaknya menghadap jalan untuk memudahkan pemasukan air dari dinas
pemadam kebakaran untuk mengalirkan air ke pipa-pipa cabang yang
digunakan untuk men-suplay hidrant lantai bangunan.

Gambar 4. Sistem Jaringan Springkler


DAFTAR PUSTAKA

Adiwidjaja. (2012). Studi Tingkat Keandalan Sistem Proteksi Kebakaran pada


Gedung Apartemen (Studi Kasus Apartemen di Surabaya). Journal of
Architecture and Built Environment, 15-22.
Kowar, R. A. (2017). Analisa Sistem Proteksi Kebakaran sebagai Upaya
Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran (Studi di PT. BJB UP
Brantas Malang). Manajemen Kesehatan, 70-85.
Nurmayadi, D. (2018). Peningkatan Kualitas Keandalan Sarana Sistem Proteksi
Kebakaran Pasar Tradisional Tasikmalaya. Jurnal Arsitektur, 163-169.
SISTEM PENANGKAL PETIR

Resume Kelompok 3 PTB-A 2017


KHAIRUL FIKRI
(1700371)

Program Studi Pendidikan Teknik Bangunan, Departemen Teknik Sipil,


Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Universitas Pendidikan Indonesia
Jl. Dr. Setiabudi No. 207, Bandung
Email: khairulfikri@upi.edu

Petir ialah suatu gejala listrik di atmosfer yang timbul bila terjadi banyak
kondensasi dari uap dan arus udara naik yang kuat. Petir merupakan salah satu
fenomena kelistrikan udara di alam. Proses terjadinya petir akibat pelepasan
muatan negatif (elektron) menuju ke muatan positif (proton). Pelepasan muatan
ini disertai dengan pancaran cahaya dan radiasi elektromagnetik lainnya.
Dampak dari sambaran petir antara lain, yaitu:
1. Sambaran terhadap manusia
Apabila aliran listrik akibat sambaran petir mengalir melalui tubuh manusia,
maka organ-organ tubuh yang dilalui oleh aliran tersebut akan mengalami kejutan
(shock). Arus tersebut dapat menyebabkan berhentinya kerja jantung. Selain itu,
efek rangsangan dan panas akibat arus petir pada organ-organ tubuh dapat juga
melumpuhkan jaringan-jaringan atau otot-otot bahkan bila energinya besar dapat
menghanguskan tubuh manusia.
2. Sambaran langsung melalui bangunan
Sambaran petir yang langsung mengenai struktur bangunan rumah, kantor,
dan gedung, tentu saja hal ini sangat membahayakan bangunan tersebut beserta
seluruh isinya karena dapat menimbulkan kebakaran, kerusakan perangkat
elektronik atau bahkan korban jiwa. Maka dari itu setiap bangunan diwajibkan
memasang instalasi penangkal petir. Cara penanganannya adalah dengan cara
memasang terminal penerima sambaran petir serta instalasi pendukung lainnya
yang sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Terlebih lagi jika sambaran
petir langsung mengenai manusia, maka dapat berakibat luka atau cacat bahkan
dapat menimbulkan kematian.
3. Sambaran melalui jaringan listrik
Bahaya sambaran ini sering terjadi, petir menyambar dan mengenai sesuatu
di luar area bangunan tetapi berdampak pada jaringan listrik di dalam bangunan
tersebut, hal ini karena sistem jaringan distribusi listrik memakai kabel udara
terbuka dan letaknya sangat tinggi, bilamana ada petir yang menyambar pada
kabel terbuka ini maka arus petir akan tersalurkan ke pemakai langsung. Cara
penanganannya adalah dengan cara memasang perangkat arrester sebagai
pengaman tegangan lebih.
4. Sambaran melalui jaringan telekomunikasi
Salah satu cara yang ditempuh untuk melindungi bangunan tinggi dari
sambaran petir adalah dengan instalasi atau pemasangan penangkal petir yang
handal dan memenuhi persyaratan yang berlaku, sehingga jika terjadi sambaran
petir maka sarana inilah yang akan menyalurkan arus petir kedalam tanah (Du et.
al., 2016) (Johns, 2016) (Hosea, 2004).

Gambar 1. Ilustrasi Sambaran Petir terhadap Bangunan


Bahaya sambaran petir terhadap jaringan telekomunikasi hampir serupa
dengan sambaran yang melalui jaringan listrik akan tetapi berdampak pada
perangkat telekomunikasi, misalnya telepon dan PABX. Penanganannya dengan
cara pemasangan arrester khusus untuk jaringan PABX yang dihubungkan dengan
grounding. Bila bangunan yang akan dilindungi mempunyai jaringan internet
yang koneksinya melalui jaringan telepon maka alat ini juga dapat melindungi
jaringan internet tersebut.
Suatu instalasi penangkal petir yang telah terpasang harus dapat melindungi
semua bagian dari struktur bangunan dan arealnya termasuk manusia serta
peralatan yang ada di dalamnya terhadap ancaman bahaya dan kerusakan akibat
sambaran petir. Kebutuhan bangunan terhadap ancaman bahaya petir berdasarkan
peraturan umum instalasi penangkal petir.
Jenis bangunan yang perlu diberi penangkal petir dikelompokkan menjadi:
1. Bangunan tinggi seperti gedung bertingkap, menara dan cerobong pabrik.
2. Bangunan penyimpangan bahan mudah meledak atau terbakar, misalnya
pabrik amunisi, gudang bahan kimia.
3. Bangunan untuk kepentingan umum seperti gedung sekolah, stasiun, bandara
dan sebagainya.
4. Bangunan yang mempunyai fungsi khusus dan nilai estetika misalnya
museum, gedung arsip negara.
Terdapat dua jenis penangkal petir yaitu penangkal petir konvensional dan
elektrostatis, yaitu sebagai berikut.
1. Penangkal Petir Konvensional
Jenis penangkal konvensional telah digunakan sejak zaman dulu dan
perangkatnya cukup sederhana. Bagi yang mengerti tentang dunia listrik mungkin
dapat membuatnya sendiri karena materialnya dapat ditemukan di toko-toko
bangunan. Penangkal jenis ini cocok diinstalasikan di hunian atau bangunan kecil
seperti rumah dan tower.

Gambar 2. Penangkal Petir Konvensional


Gambar 3. Penempatan Penangkal Petir Konvensional
2. Penangkal Petir Elektrostatis
Sementara itu, penangkal petir elektrostatis atau radius adalah anti petir yang
jangkauan perlindungannya lebih besar atau melindungi area dalam radius
tertentu. Karena jangkauannya yang luas, maka penangkal ini cocok untuk
bangunan besar seperti Perkantoran, pabrik, area tambang, padang golf, hingga
perkebunan. Alat ini mengandalkan head terminal yang berada di ujung
penangkal. Semakin tinggi posisinya, semakin luas pula jangkauan perlindungan
suatu daerah terhadap sambaran petir.

Gambar 4. Penangkal Petir Elektrostatis


Terdapat dua sistem konstruksi penangkal petir yang umum digunakan di
Indonesia, yaitu:
1. Sistem penangkal petir Franklin
Benjamin Franklin menemukan Lightning Rod pada tahun 1753. Konduktor
petir ini terdiri dari batang logam meruncing setinggi 2 m hingga 8 m yang berada
di puncak struktur yang akan dilindungi dan yang terhubung ke minimum dua
konduktor yang mengalirkan dan dua sistem grounding.

Gambar 5. Penangkal Petir Franklin


2. Sistem penangkal petir sangkar konduktor
Perlindungan petir ini, berasal dari Sistem Faraday Cage atau type sangkar,
terdiri dari konduktor bertautan yang menutupi atap dan dinding bangunan yang
akan dilindungi. Terminal petir berupa tiang-tiang penangkal yang kecil
diposisikan di sekitar tepi atap dan di titik-titik tinggi. Jaringan konduktor
mengikuti perimeter eksternal atap.

Gambar 6. Sistem Paraday


DAFTAR PUSTAKA

Fathudin, A. (2017). Evaluasi Sistem Penangkal Petir di Gedung Instalasi


Radiometalurgi. Hasil-Hasil Penelitian EBN, 247-258.
Mulyadi, U. (2014). Kajian Perancangan Sistem Penangkal Petir Eksternal Pada
Gedung Pusat Komputer Universitas Riau. Jom FTEKNIK , 1-10.
Suryadi, A. (2017). Perancangan Instalasi Penangkal Petir Eksternal . Sinergi,
219-230.
Syaku, A. (2006). Sistem Proteksi Penangka. Transmisi, 35-39.
PERANCANGAN SISTEM AIR PANAS

Resume Kelompok 4 PTB-A 2017


KHAIRUL FIKRI
(1700371)

Program Studi Pendidikan Teknik Bangunan, Departemen Teknik Sipil,


Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Universitas Pendidikan Indonesia
Jl. Dr. Setiabudi No. 207, Bandung
Email: khairulfikri@upi.edu

Definisi Sistem penyediaan air panas adalah instalasi yang menyediakan air
panas dengan menggunakan sumber air bersih, dipanaskan dengan berbagai cara,
baik langsung dari alat pemanas ataupun melalui sistem pemipaan. Seperti halnya
untuk air bersih, peralatan air panas juga harus memenuhi syarat instalasi. Dalam
garis besarnya besarnya ada 2 macam instalasi, yaitu instalasi lokal dan instalasi
sentral. Instalsi mana yang dipilih pada tahap perancangan bergantung pada
beberapa factor, antara lain ukuran dan jenis penggunaan gedung, cara pemakain
air panas dan harga peralatannya.
Sistem penyediaan air panas adalah instalasi yang menyediakan air panas
dengan menggunakan sumber air bersih, dipanaskan dengan berbagai cara, baik
langsung dari alat pemanas maupun melalui sistem pemipaan. Seperti halnya
untuk instalasi air bersih, peralatan air panas juga harus memenuhi syarat sanitasi.
Dalam garis besarnya ada dua macam instalasi, yaitu instalasi lokal dan sentral.
Menurut Gusti (2011), jaringan distribusi air panas harus direncanakan dan
diatur sedemikian rupa, sehingga penyaluran air panas yang minimal ke alat
plambing dapat bekerja dengan baik. Pipa air panas dan perlengkapannya harus
dibalut sedemikian rupa dengan bahan isolasi panas yang dibenarkan, sehingga
penurunan suhu pada alat plambing terjauh tidak lebih dari 10 derajat celcius.
Pada tahap perencangan penyediaan air panas, bergantung pada faktor antara lain:
1. Ukuran dan jenis penggunaan gedung,
2. Cara pemakaian air panas,
3. Harga peralatan.
A. Instalasi Lokal dan Sentral
Instalasi jenis lokal Pada jenis pemanasan ini, air panas dapat diperoleh lebih
cepat. Hal ini dikarenakan pemasangan alat pemanas berdekatan dengan
alat plambing (plumbing fixture), sehingga kehilangan kalor pada pipa sangat
kecil. Pemasangan instalasi dan perawatanya sederhana dan harganya cukup
rendah. Cara ini banyak digunakan pada rumah tinggal dan gedung-gedung kecil.
Instalasi jenis local dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:
1. Pemanasan sesaat
Pada jenis ini air dipanaskan dalam pipa-pipa yang dipasang didalamnya
dengan sumber kalor dari listrik atau gas. Air yang telah dipanaskan melalui
pipa-pipa didalamnya kemudian disalurkan langsung kedalam alat plambing.
2. Pemanasan simpan
Air bersih dipanaskan dalam suatu tangki yang dapat menyimpan air panas.
Dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Volume tangki biasanya tidak lebih
dari 100 ltr. Sumber kalor yang digunakan dari listrik, gas atau uap panas.
3. Pencampuran uap panas dengan air
Cara ini dapat dilakukan apabila didalam gedung telah tersedia sumber uap
panas. Uap panas tersebut dicampurkan langsung dengan air dalam suatu
tangki atau melalui katup ke dalam pipa air.
Instalasi Sentral jenis ini, air panas dibangkitkan disuatu tempat dalam gedung,
kemudian dialirkan melalui pipa keseluruh alat plambing yang membutuhkan air
panas. Bahan bakar yang digunakan biasanya dari bahan bakar minyak atau gas.
Dengan tenaga listrik jarang digunakan karena harga listrik cukup mahal. Dari alat
pemanas air panas disimpan dalam tangki yang besar, kemudian dialihkan ke alat-
alat plambing melalui pipa distribusi. Distribusi air panas dapat dilakukan melalui
dua cara, yaitu sistem langsung dan sistem sirkulasi.
B. Sistem Terbuka dan Sistem Tertutup
Sistem langsung atau sistem terbuka, pipa hanya mengalirkan air panas dari
tangki penyimpanan ke alat plambing, sehingga apabila air lama tidak digunakan,
air didalam pipa menjadi dingin, apalagi jika instalasi pipanya panjang.
Sistem sirkulasi atau sistem tertutup, jaringan pipa tertutup jika keran tidak
ada yang dibuka, air panas didalam pipa utama akan disirkulasikan oleh pompa
menuju alat pemanas kembali. Dengan demikian air panas didalam pipa akan
selalu terjaga panasnya meskipun alat plambing yang dilayani cukup jauh.
C. Pemasangan Cara Langsung dan Tidak Langsung
Cara Pemanasan Cara pemanasan air dapat dilakukan dengan cara pemanasan
langsung dan pemanasan tidak langsung.
a. Cara Pemanasan Langsung

Gambar 1. Pemasangan Sistem Langsung

1) Ketel pemanas air (storage hot water boiler)


Air dipanaskan oleh dinding ruang bakar ketel dan kemudian
didistribusikan. Proses pemanasan air terjadi secara konveksi. Cara ini
mempunyai efisiensi yang tinggi, tetapi mempunyai beberapa kelemahan,
diantaranya :
a) Pada waktu air panas digunakan, maka air dingin akan masuk ke dalam
ketel. Dinding ketel akan mengalami perubahan temperatur yang cukup
besar sepanjang waktu pemakaian air panas, sehingga akan menimbulkan
perubahan tegangan pada dinding ketel yang pada akhirnya akan
memperpendek umur ketel.
b) Kalau air dingin yang masuk ke dalam ketel mempunyai kualitas yang
kurang baik, dapat menimbulkan kerak pada dinding, sehingga lama
kelamaan akan mengurangi efisiensi pemanasan.
c) Tekanan air masuk ketel berpengaruh langsung pada kekuatan dinding
ketel, sehingga tekanan kerja dinding ketel harus lebih besar dari tekanan
air dingin masuk. Gambar. 2.1 Contoh sistem pemanasan langsung.
2) Kombinasi ketel pemanas air dan tangki penyimpan
Dalam cara ini, seperti terlihat pada Gambar 2.1 Air panas keluar dari ketel
dimasukan lebih dahulu ke tangki penyimpan sebelum didistribusikan.
Sehingga menmpunyai efisiensi yang kurang baik.
3) Pemanas satu jalan (once through)
Cara pemanasn ini termasuk sistem pemanasan sesaat.
b. Cara Pemanasan Tidak Langsung

Gambar 2. Pemasangan Sistem Langsung

Dalam cara ini uap panas atau air sangat panas (tekanan tinggi) dialirkan ke
dalam suatu jaringan pipa di dalam tangki penyimpan air panas, sehinggga terjadi
pertukaran panas di dalam tangki tersebut. Pemanasan tidak langsung
menghasilkan efisiensi yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan cara
pemanasan langsung. Pemanasan tidak langsung yang terjadi pada tangki
penyimpan bekerja berdasarkan pertukaran kalor (Heat Exchanger).
Untuk mencegah air air dingin yang masuk ke dalam tangki terlalu panas,
maka pipa air dingin disambungkan pada pipa balik air panas pada sistem pipa
sirkulasi.
D. Kualitas Air Panas

Air panas di dalam alat plambing biasanya digunakan untuk mencuci muka
dan tangan, mandi, mencuci pakaian dan alat-alat dapur dan sebagainya. Air panas
yang digunakan untuk berbagai keperluan mempunyai temperatur berbeda-beda,
seperti tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Standar Temperatur Air Panas Menurut Jenis Pemakaiannya


Air mempunyai sifat anomaly, yaitu mempunyai volume tetap pada
temperatur 4° C (241 K), dan akan bertambah pada temperatur yang lebih rendah
maupun lebih tinggi. Apabila dipanaskan terus dari 4 sampai 100° C (373 K),
volumenya akan bertambah sekitar 4,3%. Sehingga dalam perencanaan, faktor ini
juga harus dipertimbangkan. Pada bejana tertutup harus dipasang pipa atau katup
ekspansi untuk melepaskan tekanan yang timbul akibat pertambahan volume.
DAFTAR PUSTAKA

Firmansyah. (2011). Simlasi Pemanfaatan Panas Buang Chiller untuk Kebutuhan


Air Panas di Perhotelan. Jurnal Teknik Mesin, 94-103.
Komala, P. S. (2016). Perancangan Sistem Plambing Air Bersih Gedung Fave
Hotel Padang. Jurnal Teknik Lingkungan UNAND, 89-99.
Pangestu, R. (2016). Desain Sistem Distribusi Air DIngin, Air Panas dan Gas
untuk Pembangunan Laboratorium Plumbing PPNS. Piping Engineering
and its Application, 159-164.

Anda mungkin juga menyukai