Anda di halaman 1dari 2

Catatan penting Emerso dan Nabatchi dalam collaborative governance

Meskipun ada pelbagai perspektif yang dijelaskan dan dielaborasi terkait studi
maupun kajian kolaboratif, tapi belum ada yang menggambarkan maksed mereka
terhadap tata kelola kolaboratif yang dimaksud Emerson dkk. Menyikapi itu, Emerson
kemudian menggunakan pendekatan dari berbagai disiplin ilmu untuk lebih
mempertajam kerangka kolaboratif yang dibangun. Mereka berangkat dari tinjauan
empiris tentang klaster riset kolaboratif diantaranya, cross-sector collaboration
(Bryson, Crosby, and Stone 2006); collaborative planning (Bentrup 2001; Innes and
Booher 1999; Selin and Chavez 1995); collaboration processes (Daniels and Walker
2001; Ring and Van de Ven 1994; Thomson and Perry 2006; Wood and Gray 1991);
network management (Koppenjan and Klijn 2004; Milward and Provan 2000);
collaborative public management (Agranoff and McGuire 2001b; Cooper, Bryer, and
Meek 2006; Leach 2006a); environmental governance dan conflict resolution (Agrawal
and Lemos 2007; Emerson et al. 2009); serta collaborative governance yang
dikmbangkan (Ansell and Gash 2008).
Secara umum, studi empiris yang dilakukan oleh pelbagai akademisi diatas,
menggunakan pendekatan yang berbeda tergantung kekhususan objek studinya msing-
masing.sebagai contoh misalnya, pada kajian kolaboratif yang dielaborasi oleh
Thomson dan Perry (2006) tentang (network management). Thom hanya berfokus
pada proses kerjama antar interorganisasi. Sementara kajian tentang environmental
governance and conflict resolution oleh Cooper, dkk (2006) menekankan dinamika
pelibatan stakeholders dan masyarakat dalam proses perencanaan program dan
kebijakan.
Berangkat dari semua pendekatan yang pada akhirnya menuntun Emerson, dkk
mengembangkan teori kolaboratif (dia mulai menawarkan pada jurnanya yg terbit
2012). Untuk memenuhi ekspektasi tersebut, mereka mencoba menghubungkan semua
pendekatan dan dimensi kolaboratif kedalam satu kerangka integratif (lihat gambar
kolgov emerson). Kerangka integratif yang dikembangkan tersebut tidak ditujukan
untuk menjadi “korespondensi” terhadap pelbagai kasus yang memiliki karakter atau
gejala kolaboratif. Namun demikian, kerangka yang dibangun Emerson setidaknya
dapat membantu mengidentifikasi dimensi, baik yang sifatnya lazim maupun hal hal
yang unik dalam kasus tata kelola kolaboratif. Selain itu, kerangka tersebut juga dapat
membantu dalam menguji dan memetakan bagaimana kasus-kasus tata kelola
kolaboratif yang berhasil dan sukses dilakukan serta mengukur kasus yang tidak
berhasil dan sukses dalam pendekatan tata kelola kolaboratif.
Lebih lanjut, meskipun kerangka integratif menyuguhkan dimensi dan
komponen tata kelola kolaboratif tetapi tidak secara simultan kerangka ini mampu
cocok dan aplikatif terhadap semua kasus dan isu yang ada (a one size fit for all).
Kerangka integratif ini dimaksudkan untuk membantu dalam mengidentifikasi
perilaku, kausalitas, serta struktur elemen dalam proses kolaborasi.

Anda mungkin juga menyukai