Anda di halaman 1dari 8

Model Pembelajaran Generatif Berbasis Konflik Kognitif

dalam Mata Kuliah Algoritma dan Pemograman


A. Dasar teori

Model pembelajaran generatif adalah salah satu model pembelajaran yang berlandaskan
pada pandangan konstruktivisme, dengan asumsi dasar bahwa pengetahuan dibangun dalam
pikiran mahasiswa. Pembelajaran generatif merupakan model pembelajaran yang menekankan
pada pengintegrasian secara aktif pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki
mahasiswa sebelumnya (Osborno dan Wittrock: 1985). Model pembelajaran generatif awalnya
disusun dengan mengintegrasikan perkembangan kognitif pembelajaran manusia, kemampuan
manusia, pengolahan informasi, dan interkasi perlakuan kecerdasan (Tan, et. al, 2008).
Generative learning adalah proses aktif dari pengkonstruksian hubungan antara pengetahuan baru
dengan yang lama. Grabowski (2001) mengatakan bahwa model pembelajaran generatif bukan
model pembelajaran penemuan (discovery learning) tetapi pembelajaran yang berpusat pada
siswa (student-centric learning) dengan siswa secara aktif membangun makna dari pembelajaran.
Wittrock (1992) mengemukakan, “This functional model of generative learning leads to the
design of effective instructional procedures that often produce sizable gains in comprehension
and understanding.” Jadi model pembelajaran generatif diharapkan dapat menarik perhatian
siswa untuk secara aktif meningkatkan pemahamannya terhadap materi pembelajaran.
Inti sari dari model generative learning adalah pemikiran tidak merupakan suatu konsumen
pasif dari informasi (Mason, 2006). Mahasiswa berpartisipasi dalam pembelajaran generatif
secara aktif dalam proses pembelajaran dan menghasilkan pengetahuan dengan pembentukan
hubungan mental antar konsep. Pembelajaran generatif adalah suatu teori yang melibatkan
pengintegrasian secara aktif ide baru. Dalam teori belajar generatif merupakan suatu penjelasan
tentang bagaimana seorang siswa membangun pengetahuan dalam fikirannya seperti membangun
ide tentang arti suatu istilah dan membangun strategi agar sampai pada suatu penjelasan tentang
pertanyaan bagaimana dan mengapa. Konstruktivisme adalah satu pendekatan pengajaran
berdasarkan kepada penyelidikan tentang bagaimana manusia belajar (McBrien & Brandt, 1997).
Konseptual dari model pembelajaran generative adalah sebagai Gambar 1 berikut:
Gambar 1: Conceptual understanding of generative learning
(Lee,H.W., Lim, K.Y., and Grabowski, B.L., 2008).
Mahasiswa membina pengetahuan mereka dengan menguji idea dan pendekatan
berdasarkan pengetahuan dan pengalaman sedia ada, mengaplikasikannya kepada situasi baru
dan mengintegrasikan pengetahuan baru yang diperolehi dengan binaan intelektual yang sedia
wujud (Cobern, 1996). Berdasarkan kepada pandangan-pandangan diatas maka pengertian
pembelajaran secara konstruktivisme dirumuskan sebagai satu fahaman bahwa mahasiswa
membangun sendiri pengetahuan atau konsep secara aktif berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman yang tersedia. Dalam proses ini, mahasiswa akan menyesuaikan pengetahuan yang
diterima dengan pengetahuan sedia ada untuk membina pengetahuan baru.
Pembelajaran konflik kognitif dikembangkan dari pandangan Piaget tentang teori
Kontruktivisme. Konstruktivisme merupakan salah satu filsafat pengetahuan yang
menekankan prinsip pengetahuan yang diperoleh seseorang berasal dari hasil kontruksi sendiri.
Prinsip ini menunjukan bahwa pengetahuan tidak mungkin ditransfer karena setiap orang harus
membangun pengetahuannya sendiri. Tahapan pembelajaran konflik kognitif berdasarkan pada
proses restukturisasi ide menjadi bangunan pengertian yang bermakna ilmu pengetahuan
(Osborne, 1993). Seseorang secara aktif mereorganisasi pengetahuan yang telah tersimpan
dalam struktur kognitif melalui proses asimilasi dan akomodasi. Seseorang dalam
perkembangan intelektual memerlukan keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi.
Seseorang ketika merasa terjadi konflik kognitif (ketidakseimbangan antara asimilasi dan
akomodasi) secara sadar memotivasi diri untuk menyelesaikan konflik dalam rangka mencapai
keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi.
Proses penyeimbangan antara asimilasi dan akomodasi harus memenuhi kondisi dan
syarat: 1). Adanya ketidakpuasan terhadap konsep yang ada dalam stuktur kognitif seseorang;
2). Konsep baru harus dipahami, rasional, dan dapat memecahkan fenomena yang baru dan
memecahkan persoalan yang terdahulu dan konsisten dengan teori-teori yang ada; serta 3).
Konsep baru harus berdaya guna (Suparno, 1997). Mahasiswa harus membangun makna
tentang fenemena dengan mensintesis pengalaman baru dengan pengetahuan yang telah
difahami sebelumnya. Mahasiswa membuat aturan dalam pikirannya melalui refleksi tentang
interaksi mereka dengan objek dan idea (Brooks & Brooks, 1993). Seseorang apabila
berinteraksi dengan lingkungannya, dalam pikiran mereka terbentuk struktur kognitif tertentu.
Strategi konflik kognitif merupakan pembelajaran dengan mengklarifikasi atau memodifikasi
konsepsi mahasiswa (Osborne, 1993). Pola strategi konflik kognitif secara umum terdiri dari
mengungkapkan konsepsi awal (exposing alternative framework), menciptakan konflik
konseptual (creating conceptual cognitive), mengupayakan terjadinya akomodasi kogntif
(encouraging cognitive accommodation) (Limo´n, 2001 & Lee, et. al 2003). Pengungkapaan
konsepsi awal dalam belajar melibatkan akomodasi kognitif. Konsepsi awal mahasiswa dapat
diketahui secara lisan maupun tulisan dengan mengajukan beberapa pertanyaan mengenai
pengetahuan yang relevan dengan kompotensi yang akan dicapai. Menciptakan konflik
konseptual dalam fikiran mahasiswa merupakan fase menantang mahasiswa menguji
kebenaran konsepsi awal mereka dibandingkan dengan konsepsi ilmuwan. Mahasiswa pada
fase ini dibimbing melakukan praktikum untuk menguji konsepsi awalnya (biasanya diberikan
dalam tugas pendahuluan). Pengupayaan terjadinya akomadasi kognitif merupakan interpretasi
dari hasil praktikum yang dilakukan mahasiswa untuk menguji kebenaran konsepsi awalnya.
Dosen pada fase ini membimbing mahasiswa dengan menggunakan pertanyaan yang sifatnya
inkuiri dengan mengajukan pertanyaan seperti apa yang anda maksud, mengapa, dan
bagaimana bisa terjadi.
Mahasiswa melalui pembelajaran konflik kognitif dapat merubah miskonsepsi yang
dimilikinya melalui proses equilibrium dengan pengaturan diri secara mekanis untuk mencapai
keseimbangan. Proses asimilasi dan akomodasi yang tidak memberikan ketidakpuasan terhadap
konsepsi awal memimbulkan situasi yang bertentangan dengan konsepsi tersebut. Peristiwa ini
terjadi karena siswa tidak dapat mengasimilasikan pengetahuannya untuk memahami fenomena
yang baru. Siswa dalam situasi seperti itu dapat bertindak secara efisien untuk membentuk
pengetahuan baru melalui akomodasi. Perubahan konsepsi mahasiswa pada arah yang positif ini
nantinya akan bermuara pada penguasaan konsep yang baik. Pembelajaran konflik kognitif juga
dapat mendorong perubahan konsepsi mahasiswa dari konsep yang keliru menjadi konsep yang
benar, serta dapat menciptakan situasi pembelajaran yang dinamis melalui beragam metode
pembelajaran. Strategi konflik kognitif juga dapat mengoptimalkan kemampuan konstruksi dalam
stuktur kognitif mahasiswa. Kemampuan ini sangat diperlukan dalam pembelajaran Algoritma
dan Pemograman Komputer. Strategi ini dapat mendorong mahasiswa merenungkan kembali
pikirannya terhadap konsepsi yang milikinya sampai mendapatkan konsep yang sesuai, sehingga
mereka lebih terpacu untuk belajar karena rasa keingintahuan dia.
B. Tujuan pembelajaran vokasi yg ingin dicapai

Pembelajaran generatif berbasis konflik kognitif dikenal sebagai sistem pengajaran yang
menghubungkan mahasiswa dengan permasalahan yang ada dirinya mungkin mereka dapatkan
dari lingkungan, masyarakat atau dunia kerja. Pembelajaran yang mengaitkan pembealajaran
dengan permaalahan kognitifnya mahasiswa dalam membangun pengetahuan merupakan alasan
yang kuat dosen memberi mahasiswa untuk belajar berbagai hal, ilmu pengetahuan, keterampilan
pengembangkan teknologi, berpikir kreatif dan inovatif yang merupakan jiwa enterpreneur.
Pembelajaran generatif berbasis konflik kognitif tidak hanya memberi mahasiswa dorongan dari
dunia nyata untuk menguasai matapelajaran akademik, tetapi kesempatan untuk mengembangkan
diri sendiri. Hal ini sesuai dengan Arti dan Tujuan Pendidikan Teknologi Kejuruan (dalam
Pendidikan Kejuruan Indonesia oleh Prof. Dr. Ir. H. Bachtiar Hasan, MSIE ) yaitu :
a. Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat
bekerja dalam bidang tertentu (UUSPN 2 1989)
b. Pendidikan kejuruan adalah pendidikan pada jenjang menengah yang mengutamakan
pengembangan kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu. PP 29
tahun 1990 Pasal 1 ayat 3
c. Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang diarahkan untuk mempelajari bidang
khusus,agar para lulusan memiliki keahlian tertentu seperti bisnis, pabrikasi,pertanian,
kerumahtanggaan,otomotif, telekomunikasi, listrik, bangunan dan sebagainya (Snedden,
1917:8)
d. Pendidikan teknologi dan kejuruan adalah pendidikan yang diselenggarakan bagi para
siswa yang merencanakan dan mengembangkan karirnya pada bidang keahlian tertentu
untuk bekerja secara produktif.
Dari tujuan pendidikan vokasi di atas, model pembelajaran generatif berbasis konflik
kognitif sangat tepat dilakukan karena mahasiswa diajarkan untuk mandiri dan bekerjasama
serta melihat keterkaitan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan dan pekerjaannya.
Hal ini didukung oleh kebiasaan mahasiswa mahasiswa memahami dengan baik 5 (lima)
kegiatan utama dalam pembelajaran generatif berbasis konflik kognitif yaitu motivasional
processes, the learning processes, the knowledge creation processes, the processes of
generation, dilaksanakan dalam 4 (empat) yaitu preliminary, focus, challenge dan application.
C. Sintaks
Terdapat empat elemen dalam strategi pembelajaran generatif dapat dibagi ke dalam
yaitu mengingat kembali (recall), pengintegrasian (integration), peorganisasian
(organization), dan perluasan (elaboration) (Osborn, Wittrock (1992), Johar (2015)). Model
pembelajaran generatif memiliki empat komponen penting yaitu proses motivasi
(motivasional processes), proses belajar (the learning processes), proses penciptaan
pengetahuan (the knowledge creation processes), dan proses generasi (the processes of
generation). Pembelajaran generatif dalam pelaksanaannya dibagi ke dalam empat fase
yakni fase permulaan (preliminary), fase pemusatan (focus), fase tantangan (challenge) dan
fase aplikasi (application). Berdasarkan teori di atas, dirumuskan sintaks model pembelajaran
generatif berbasis strategi konflik kognitif sebabai berikut:
1. Preliminary and Motivation, mahasiswa dibimbing mencari informasi, data, ide atau
konsepsi awal yang diperoleh dari pembelajaran sebelumnya dengan mengkaitkan dengan
tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
2. Anomaly condition, dimana mahasiswa diatur ke dalam kelompok dimana setiap mahasiswa
diberi sebuah lembar untuk dijawab (lembaran prediksi)  untuk mengetahui konsepsi awal
mahasiswa terhadap situasi fenomena yang diperlihatkan.
3. Encouraging cognitive accommodation and focusing, dimana dosen mendemonstrasikan
algoritma atau disain program yang salah untuk mengaktifkan mahasiswa.
3. Challenge condition, dimana perwakilan mahasiswa membuat algoritma atau program
kumputer dan menghasilkan hasil yang menantang dengan yang mereka pikirkan sehingg
mereka berada dalam kondisi konflik kognitif.
4. Sharing idea, dimana mahasiswa mendiskusikan hasil desain dan ide-ide mereka sebelumnya
dengan teman sebaya sebagai salah satu alternatif.  Hal ini memungkinkan mahasiswa
berinteraksi dengan teman sebaya untuk saling bertukar ide-ide.
5. Application and Meta kognitif, penyembaran ide ide yang benar ditetapkan dan dijelaskan
secara rinci menggunakan analogi untuk menjelaskan fenomena yang berhubungan dengan
fenomena yang dibahas (berpikir pada ranah meta kognitif).
D. Lingkungan sosial

Komponen pembelajaran generatif yang keenam adalah penyembaran ide-ide  yang  benar
ditetapkan  dan  dijelaskan  secara  rinci menggunakan analogi untuk menjelaskan fenomena
yang berhubungan dengan fenomena yang dibahas (berpikir pada ranah meta kognitif).
Pembelajaran generatif meminta dosen untuk membantu setiap mahasiswa tumbuh dan
berkembang, sebagian karena jejaring hubungan member sebuah konteks bagi pertumbuhan
pribadi. Dosen pembelajaran harus mengusahakan berbagai ragam hubungan dalam jumlah
yang banyak. Sebagai contoh, mereka membangun kerjasama dengan para pelaku bisnis, dan
mereka menciptakan ikatan dengan stakeholder mengembangkan kesempatan kerja. Mereka
juga menjalin hubungan yang kuat dengan stakeholder, dan bekerjasama dengan sesama dosen
dan merancang program yang baru.
Bagaimanapun hubungan yang paling penting yang dibentuk oleh dosen adalah dengan
pribadi mahasiswa aktif dan kreatif. Mengenal setiap mahasiswa dan berhubungan dengan setiap
mahasiswa dengan cara yang tepat merupakan dasar prestasi akademik pada setiap tingkatan.
Dosen pembelajaran generatif membimbing setiap mahasiswa untuk mengembangkan
kemampuan memecahkan konflik kognitifnya dan menumbuhkan keterampilan kognitif yang
merupakan tantangan untuk mendorong mahasiswa mampu memecahkan permasalahan yang
dihadapi. Dosen pembelajaran kognitif mendorong mahasiswa untuk meningkatkan
kemampuan kognitif, psikomotor, afektif mereka sehingga bakat yang terpendam di dalam diri
mereka dapat tersalurkan dengan baik.
E. Faktor Penunjang

Jika kita mengharapkan pembelajaran generative dilaksanakan di sekolah secara tepat,


tentunya sekolah sebaiknya menyediakan sarana dan prasarana yang lengkap sehingga siswa
dapat mengembangkan diri sesuai dengan minat dan bakatnya, seperti : peralatan laboratorium,
perpustakaan, media untuk pembelajaran, kesenian dan keterampilan, alat bantu pengajaran,
WiFi, dan lain sebagainya.
F. Efek Pengiring (Nurturant Effects)

Hasil penelitian Evy Suryawati dkk (2010) siswa dapat menerapkan sikap ilmiah yang
lebih baik terutama dalam hal rasa ingin tahu, tanggung jawab dan kerja sama. Begitu juga
dengan hasil penelitian Miller dan Patricia Murdock (2015) manfaat sekunder diamati dalam
pembelajaran aktif yang berikut: siswa lebih mendalam pemahamannya tentang konsep-konsep,
independen, lebih bertanggung jawab, lebih berkemampuan untuk menghadapi ambiguitas,
menunjukkan perilaku keterampilan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan,
mengambil risiko, mengambil inisiatif, menunjukkan kepemimpinan perilaku dan pembentukan
perilaku bekerjan kelompok sebelum belajar mandiri. Jadi terlihat adanya pembelajaran soft skill
yang mengiringi pembelajaran generatif adalah
a. mendorong mahasiswa mampu melakukan proses adaptasi ketika menghadapi
stimulus baru. Selain itu, sebagai model pembelajaran yang berlandaskan
konstruktivisme, generatif learning juga berfokus pada keterlibatan dan partisipasi
siswa secara aktif dalam proses belajar sebagai tujuan utama dalam proses belajar.
b. Mahasiswa terbiasa pengintegrasian secara aktif antara pengetahuan awal dengan
pengetahuan baru yang dimiliki mahasiswa melalui peran aktifnya dalam
pembelajaran.
c. Terjadinya perubahan kognitif terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami
sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami
inforamasi-informasi baru.
d. Mahasiswa mempelajari keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan untuk
memecahkan masalah kompleks tadi dengan bantuan guru atau teman sebaya yang
lebih mampu.
e. Mahasiswa dapat mempunyai strategi belajar yang efektif dan motivasi, serta tekun
menerapkan strategi itu sampai suatu tugas terselesaikan demi kepuasan mereka
sendiri, maka kemungkinan sekali mereka adalah pelajar yang efektif dan memiliki
motivasi abadi dalam belajar.
f. Mahasiswa memiliki keterampilan berlajar teratur (Regulated Learning Skill)

Anda mungkin juga menyukai