Anda di halaman 1dari 16

TEORI-TEORI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

Disusun Oleh :

Amira Nayswa : 2006104210028

Fiza Tursina : 2006104210035

Megawati : 2006104210038

Risa Melizar : 2006104210037

Dosen pembimbing : Dr.Anizar Ahmad, M.Pd

NIP : 195509231981032001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

TAHUN AJARAN 2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita marilah kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Yang telah
memberikan kita Rahmat dan Hidayah. Shalawat beriringan dengan salam Marilah kita
sanjungkan kepada ruh junjungan alam yakni Nabiullah Nabi Muhammad SAW. Yang telah
membawa kita dari zaman jahiliyyah menuju zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan
seperti yang kita rasakan pada saat ini.

Dengan rahmat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan kepada
penulis untuk melakukan dan menyelesaikan tugas makalah dengan judul Teori-teori
Pendidikan Anak Usia Dini. Dalam penulisan makalah ini, penulis berharap bahwasanya
makalah ini dapat berguna bagi para pembaca dan bagi penulis sendiri dalam rangka
menambah wawasan dan pengetahuan.

Dalam hal penyusunan makalah ini penulis menyadari banyak kekurangan dan
ketidak sempurnaan dari isi makalah ini. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik serta
saran yang bersifat membangun dalam rangka proses perbaikan kedepannya.

Meulaboh, 23 Oktober 2020

Penulis

Kelompok 5
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

1.2. Rumusan Masalah

1.3. Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Teori-teori Pendidikan Anak Usia Dini

1. Howard Gardner

2. John Bowlby

3. Jean Piaget

4. Lev Vigotsky

2.2. Kajian Teori

1.Teori Belajar Behaviorisme


2.Teori Belajar Kognitif

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan ini dari waktu ke waktu manusia (makhluk hidup) mengalami suatu
perkembangan, entah itu dalam fisik atau psikologisnya. Dimana dalam kehidupan sehari-hari
perkembangan fisik lebih dikenal dengan sebutan pertumbuhan, sedangkan pada yang lainnya
(non fisik) dinamakan perkembangan psikologis.
Perkembangan psikologi dapat diartikan sebagai perubahan-perubahan tertentu yang
muncul pada diri manusia (binatang) diantara konsepsi (pembuahan) dan mati.  Dimana dalam
makalah ini sedikit banyak akan dibahas mengenai teori-teori psikologi perkembangan anak
tersebut. Sehingga dengan dibahasnya teori-teori tersebut dapat membantu orangtua atau guru
dalam memahami tingkah laku dan mendidik anak-anaknya.
Sehinnga ketika besok kita sudah menjadi guru atau orang tua tidak salah dalam
mendidik atau menanggapai tingkah laku anak didik atau anak kita sendiri. Karena banyak kasus
yang salah dalam pengambilan tindakan yang dilakukan guru atau orangtua terhadap anak
didiknya atau anaknya sendiri. Yaitu salah dalam hal memahami keinginan atau tindakan “super”
(anak berkebutuhan khusus) dari peserta didik atau anak kita sendiri.
Sehinnga disuatu kesempatan kita tidak menghambat langkah dari anak-anak tersebut.
Yaitu ketika anak sudah pintar berlari kita malah baru mengajarinya berjalan, dan ketika para
anak-anak sudah dapat terbang kita sebagai guru atau orang tua malah baru mengajarinya berlari.
Berdasarkan latar belakang diatas, amak penulis tertarik menjelaskan tentang “Teori-Teori
Pendidikan Anak Usia Dini ”.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa saja teori yang mendasari pelaksanaan pendidikan anak usia dini ?
2. Bagaimana teori pendidikan AUD yang disampaikan Howard Gardner ?
3. Bagaimana teori pendidikan AUD yang disampaikan John Bowlby ?
4. Bagaimana teori pendidikan AUD yang disampaikan Jean Piaget ?
5. Bagaimana teori pendidikan AUD yang disampaikan Lev Vigotsky ?
6. Bagaimana kajian teori pendidikan AUD ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk dapat mengetahui teori yang mendasari pelaksanaan penddidikan anak usia
dini.
2. Untuk dapat memahami teori pendidiksan AUD oleh Howard Gardner
3. Untuk dapat memahami teori pendidiksan AUD oleh John Bowlby.
4. Untuk dapat memahami teori pendidiksan AUD oleh Jean Piaget.
5. Untuk dapat memahami teori pendidiksan AUD oleh LevVigotsky.
6. Untuk dapat memahami kajian pendidiksan AUD
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Teori-teori Pendidikan Paud

Beberapa teori yang mendasari pelaksanaan pendidikan anak usia dini antara lain:

1.Howard Gardner (1943)

Teori Howard Gardner muncul dalam jaman kita hidup sekarang ini. Ia mengatakan bahwa
pada hakekatnya setiap anak adalah anak yang cerdas. Kecerdasan bukan hanya dipandang dari
factor IQ saja, tetapi juga ada kecerdasan-kecerdasan lain yang akan mengantarkan anak pada
kesuksesan. Macam-macam kecerdasan menurut Gardner adalah:  Kecerdasan bahasa :
kecerdasan anak dalam mengelola kata-kata.

 Kecerdasan logika : kecerdasan dalam bidang angka dan alasan logis.

 Kecerdasan musik : kecerdasan dalam bidang musik.

 Kecerdasan gerak (kinestetik) : kecerdasan dalam mengolah anggota tubuh.

 Kecerdasan gambar (spasial): kecerdasan anak dalam permainan garis, warna, dan ruang.

 Kecerdasan diri (intrapersonal): kecerdasan dalam bidang pengenalan terhadap diri sendiri.

 Kecerdasan bergaul (interpersonal): kecerdasan dalam membina hubungan dengan orang lain.
h. Kecerdasan alami (naturalist): kecerdasan yang berhubungan dengan alam.  Kecerdasan
rohani (spiritual): kecerdasan mengolah rohani. Jadi, Gardner memandang bahwa setiap anak
memiliki peluang untuk belajar dengan gaya masing-msing anak.
2.John Bowlby (1907 – 1990).

John Bowlby terkenal sebagai salah seorang pelopor teori Ethologi. Dia lahir di London. Dia
merupakan seorang guru di Proggessive Schools for Children, yang memberi perawatan medis
dan latihan psiko-analitik. Teori Bowlby yang tekenal adalah tentang teori attachment. Dia
mengemukakan perkembangan attachment bayi. Attachment yang dimaksud adalah keteraturan,
kesenangan, keinginan untuk melekat terhadap orang-orang yang diakrabi. Salah satu attachment
bayi adalah menangis ketika ditinggalkan pengasuhnya dan tersenyum ketika pengasuhnya
datang atau memberi makan.

Menurut Bowlby meskipun respon sosial bayi pada awalnya tanpa diskrimisasi. Anak
yang kehilangan kesempatan untuk memperoleh hubungan sosial dengan orang lain akan
mempengaruhi perkembangan sosial anak. Bila anak kehilangan kesempatan untuk
megembangkan hubungan anak dengan lingkugan sosial selama periode bayi, maka mungkin
hubungan sosial anak akan menjadi menyimpang seletah dewasa. Bayi yang kehilangan kontak
yang memuaskan dengan manusia lain mereka akan kesulitan untuk mengembangkan tingah laku
sosial yang sesuai.

Ada dua ketekunan pada usia dini yaitu „separate enciety” dan stager anciety”. anak-anak
yang sering ditinggal, petama anak akan menangis dan menolak semua bentuk pengasuhan,
berkembang melalui periode despair; menjadi quiet, menarik diri dan pasif.. Pengasuh
hendaknya memiliki pola yang tidak berbeda dengan orangtuanya. Orangtua harus memberikan
perhatian, kasih sayang dan perasaan aman pada bayi agar anak berkembang dengan baik.

3.Jean Piaget (1907 – 1980)

Piaget merumuskan tahap perkembangan intelektual anak dalam 3 tahap yaitu ;

(a) Tahap sensori motorik (usia 0 – 2 tahun). Pada tahap ini anak berpikir adalah
memahami diri dan lingkungannya melalui kesan-kesan sensori dan gerakangerakan
motoriknya. Pikiran anak berkembang dengan pesat, berpikir anak belum sistematis,
sering meloncat-loncat dari satu ide ke ide lain, dan belum logis, salah satu simbul
yang digunakan adalah bahasa, sehingga bahasa anak berkemang dengan pesat,
Mereka mulai mengunakan simbol ketika mereka menggunakan objek atau tindakan
untuk menggambarkan sesuatu benda yang hilang (Ginsburg dan Opper, dalam
Crain, 1992).

Anak berpikir melalui kesan-kesan yang diterima sensorinya, seperti melalui melihat,
mendengar, meraba, mencium, mengecap, membau dan melalui gerakan-gerakan yang
dilakukan. Untuk mengembangkan berpikir anak dalam periode berpikir sensori motorik adalah
memberikan stimulasi melalui sensori-sensori anak. Misalnya untuk mengembangkan berpikir
anak melalui indera penglihatan adalah memperlihatkan kepada bayi berbagai warna, berbagai
bentuk, berbagai pola/ukuran, benda yang bergerak dan memberikan kebebasan untuk bergerak,
menjangkau, memanipulasi benda, dll.;

(b) Tahap preoperational konkret (usia 2 – 6 tahun). Pada usia ini anak menurut Piaget
sudah mulai berpikir secara mental meskipun belum sempurna. Pada usia ini
hayalan masih mendominasi pikiran anak, anak sering menghayalkan sesuatu
sebagaimana kenyataan. Ciri utama berfikir anak usia dini adalah berpikir
egosentris, kemampuan merekam tinggi, rasa ingin tahu tinggi, sering melakukan
dusta hayal, animistik, anak sudah dapat menggunakan simbol-simbol sedehana
untuk menyatakan perasaan dan pikirannya.

Ide-ide Piaget ini memiliki implikasi dalam pendidikan anak usia dini, khususnya dalam
pengembangan berpikir anak usia dini. Pertama, menekankan bahwa anak adalah individu yang
mampu membangun pengalamannya sendiri, oleh karena itu proses pendampingan harus
berorientasi pada anak, melalui proses eksplorasi, intervensi dan membangun pengalaman anak
sendiri melalui aktivitas bebas.

Pendidikan anak usia dini diharapkan tidak memperbaiki pengalaman anak, tetapi
menyediakan lingkungan, pengalaman dan material belajar yang diminati dan menantang anak
untuk melakukan eksplorasi pengalaman anak dan menyelesaikan masalah secara mandiri.
Pentingnya penekanan pemberian kesempatan pengajaran yang mempertimbangkan tingkat
perkembangan anak. Menurut Piaget belajar untuk anak harus melalui proses aktif menemukan
dan harus sesuai dengan tahap perkembangan anak. Pendidikan dimulai melalui anak belajar
melalui pengetahuan langsung dan interkasi social

4.Lev Vigotsky (1896 – 1934)

Vigotsky adalah seorang ahli perkembangan berkebangsaan Rusia. Teorinya disebut dengan
teori belajar sosial. Vigotsky mengemukakan bahwa perkembangan manusia melalui interaksi
sosial yang memegang peranan penting dalam perkembangan kognitif anak. Menurtut Vigotsky
anak belajar melalui dua tahapan yaitu interkasi dengan orang lain, orang tua, saudara, teman
sebaya, guru dan belajar secara individual melalui mengintegrasikan segala sesuatu yang
dipelajari dari orang lain dalam struktur kognitifnya. Vigotsky mengemukakan tiga perlengkapan
manusia yaitu tools of the minds, zone of proximal development dan scoffolding.Tools adalah
alat untuk membantu mempermudah kerja, seperti pahat, mesin potong, gergaji, pisau, mesin
pangkas, adalah alat yang memudahkan kerja fisik manusia.

Menurut Vigotsky kerja mental juga akan lebih mudah jika ada alat pendukungnya yang ia
sebut sebagai tools of the minds yang berfungsi untuk mempermudah anak memahami suatu
fenomena, memecahkan masalah, mengingat, dan untuk berfikir. Misalnya, kelereng,
buahbuahan, lidi, bijibijian adalah sejenis alat yang dapat membantu anak memahami konsep
bilangan. Melalui alat ini akan dapat menghubungkan benda dengan bahasa simbolik, seperti
konsep bilangan satu, dua, tiga, empat, lima, dan enam. Konsep zone of proximal development
adalah suatu konsep tetang hubungan antara belajar dengan perkembangan anak.

Istilah zone menggambarkan bahwa perkembangan merupakan suatu daerah atau medan.
Perluasan suatu medan perkembangan ditentukan oleh bantuan orang yang lebih ahli yang
disebut scaffolding. Scaffolling adalah bantuan yang diperoleh anak dari seseorang yang lebih
mampu, lebih mengetahui, dan lebih terampil dalam ZPD untuk membantu anak agar
memperoleh hasil belajar yang lebih tinggi (Brunner dan Ross, 1976). Bentuk bantuan misalnya
menyediakan objek, menunjukan bagian objek, mnggunakan gambar, menunjukan cara
menggunakan sesuatu atau memberikan alat bantu pengukuran.

Teori belajar Vigotsky memiliki empat prinsip umum yaitu:


a) anak mengkonstruksi pengetahuan akan lebih mudah bila tersedia tools of minds yang lebih
kaya dan bervariasi,

b) belajar terjadi dalam kontek sosial. Oleh karena itu, untuk membantu mengoptimalkan
perkembangan anak, dia harus dilibatkan sebanyak mungkin dalam interaksi sosial dengan
sebaya, guru, orang tua dan orang dewasa lainnya,

c) belajar mempengaruhi perkembangan mental, dan

d) bahasa memegang peranan penting dalam membantu perkembangan mental anak.

Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan perkembangan berpikir anak, pengembangan bahasa
atau literasi anak harus pula dioptimalkan melalui melibatkan anak dalam aktivitas literasi di
rumah, di lembaga PAUD dan di masyarakat. Vigotsky menyakini bahwa anak memiliki
kemampuan secara aktif membagun pengetahuan melalui interaksi sosial di lingkungannya.
Kontek sosial mempengaruhi perkembangan berpikir, sikap dan tingkah laku anak. Kontek sosial
adalah meliputi seluruh lingkungan dimana anak tinggal yang secara langsung atau pun tidak
langsung dipengaruhi oleh sistem budaya yang berlaku dalam masyarakat dimana anak hidup.

Vogotsky mengemukakan tiga konteks sosial yaitu

1. interaktif, orang lain atau teman sebaya yang sedang melakukan interaksi dengan anak,

2. tingkat struktural yaitu konteks sosial yang memiliki struktur seperti anggota keluarga,
lembaga PAUD, dan masyarakat sekitar, dan

3. tingkat struktur sosial yang meliputi keseluruhan berbagai hasil kreasi anggota masyarakat.

2.2. Kajian Teori

Kajian Tentang Teori Belajar Anak Usia Dini


Fadlillah (2012: 102) mengatakan bahwa teori pembelajaran anak usia dini tidak jauh
berbeda dengan teori-teori pendidikan yang telah ada sekarang ini. Hanya saja yang
membedakan adalah cara mengaplikasikannya dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain,
teori-teori tersebut dikaitkan dengan karakteristik pertumbuhan dan perkembangan anak usia
dini. Sedangkan Slamet Suyanto (2005: 82) mengungkapkan bahwa teori belajar pada anak usia
dini adalah suatu pemikiran ideal untuk menerangkan apa, bagaimana dan mengapa belajar itu,
serta persoalan lain tentang belajar pada anak usia dini.

Teori belajar dikembangkan dari kenyataan bahwa manusia secara alami memiliki
kemampuan dan kemauan untuk belajar yang luar biasa. Manusia telah mengembangkan
peradaban, ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai wujud dari proses belajar. Setiap anak
memiliki cara dan hasil belajar yang berbeda-beda. Begitu pula anak dari budaya masyarakat dan
negara yang berbeda mengembangkan kebudayaan yang berbeda pula. Jadi, aspek yang
dipelajari anak meliputi berbagai aspek kehidupan dan hasilnya sangat dipengaruhi oleh bakat,
minat, kecerdasan dan kultur budaya anak.

Slamet Suyanto (2005: 82) menambahkan bahwa teori belajar pada anak usia dini
diperlukan untuk berbagai kepentingan, seperti “untuk menyusun kegiatan pembelajaran, untuk
mendiagnosa problem yang muncul di kelas, untuk mengevaluasi hasil belajar dan sebagai
kerangka penelitian”. 10 Proses pembelajaran memiliki banyak teori yang telah diungkapkan
oleh para ahli pendidikan maupun psikolog. Teori-teori ini berkaitan dengan bagaimana cara
memperlakukan anak dalam kegiatan pembelajaran sehingga mereka mampu menerima dan
menangkap materi yang disampaikan pendidik dengan baik.

Berikut akan penulis paparkan beberapa teori belajar yang dapat diterapkan di PAUD
khsususnya Taman Kanak-kanak

1. Teori Belajar Behaviorisme

Behaviorisme adalah aliran psikologi yang memandang bahwa manusia belajar


dipengaruhi oleh lingkungan. Belajar menurut teori behaviorisme merupakan perubahan tingkah
laku yang terjadi melalui proses stimulus dan respon yang bersifat mekanis. Oleh karena itu,
lingkungan yang sistematis, teratur dan terencana dapat memberikan pengaruh (stimulus) yang
baik sehingga manusia bereaksi terhadap stimulus tersebut dan memberikan respon yang sesuai
(Sofia Hartati, 2005: 23). Thorndike (Asri Budiningsih, 2003: 21) mengemukakan bahwa belajar
merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus dalam hal ini dapat berupa
pikiran, perasaan atau gerakan. Perubahan tingkah laku tersebut dapat berwujud sesuatu yang
konkret yang dapat diamati atau yang tidak konkret yang tidak bisa diamati. Namun demikian
menurut Watson (Sofia Hartati, 2005: 23), stimulus dan respon tersebut memang harus dapat
diamati.

Hal ini disebabkan, meskipun perubahan yang tidak diamati seperti perubahan mental itu
penting, namun menurutnya tidak menjelaskan apakah proses belajar tersebut 11 sudah terjadi
atau belum. Dengan asumsi demikian, dapat diramalkan perubahan apa yang akan terjadi pada
anak. Pavlov (Sofia Hartati, 2005: 24) mengemukakan teori classical conditioning bahwa hampir
semua organisme perilakunya terjadi secara refleks dan dibatasi oleh rangsangan yang sederhana.
Ia mengemukakan bahwa stimulus dipersyaratkan (conditioning reflex) untuk memberikan
respons yang diharapkan oleh lingkungan sesuai dengan tuntutan lingkungan (refleks yang
dikondisikan) yang selanjutnya disebut classical conditioning (Conny R Semiawan, 2008: 3).

Teori belajar classical conditioning merupakan teori belajar kategori stimulusrespon (S-
R). Classical conditioning mempersyaratkan adanya dua stimulus yang berpasangan, yaitu
stimulus yang dinamakan stimulus berkondisi (conditioned stimulus) dan stimulus tak terkondisi
(unconditioned stimulus). Hasilnya adalah dimulainya respon tidak terkondisi (unconditioned
respon), untuk selanjutnya menjadi respon terkondisi (conditioned respon). Dengan demikan
dapat disimpulkan bahwa stimulus tak bersyarat dan stimulus tambahan yaitu stimulus terkondisi
akan menghasilkan respon baru yaitu respon atau tanggapan terkondisi. Skinner (Sofia Hartati,
2005: 24) yang terkenal dengan teori operant conditioning, beranggapan bahwa perilaku manusia
yang dapat diamati secara langsung adalah akibat dari perbuatan sebelumnya. Kalau
konsekuensinya menyenangkan maka hal tersebut akan diulanginya lagi.
Konsekuensikonsekuensi tersebut adalah penguatan (reinforcement) untuk berbuat sekali lagi
dan seterusnya. Konsekuensi bisa berubah hadiah atau hukuman. 12 Implikasi dari teori ini ialah
bahwa guru harus berhati-hati dalam menentukan jenis hadiah dan hukuman. Guru harus
mengetahui benar hobi atau kesenangan anak didiknya. Hukuman harus benar-benar sesuatu
yang tidak disukai anak dan sebaliknya, hadiah merupakan hal yang sangat disukai anak. Jangan
sampai anak yang diberi hadiah menganggapnya sebagai hukuman atau sebaliknya, apa yang
menurut guru adalah hukuman bagi anak dianggap sebagai hadiah.

2. Teori Belajar Kognitif

Kaum kognitivis berpandangan bahwa tingkah laku seseorang lebih bergantung kepada
insight terhadap hubungan-hubungan yang ada didalam suatu situasi. Jadi, dalam proses
pembelajaran teori kognitif lebih menekankan pada kemampuan kognitif anak

Adapun ciri-ciri pembelajaran kognitif menurut Fadlillah (2012: 102) sebagai berikut.

a. Dalam proses pembelajaran lebih menghendaki dengan pengertian daripada hafalan,


hukuman dan ganjaran (reward).

b. Pembelajaran lebih menggunakan insight untuk pemecahan masalah. Teori kognitif


memiliki banyak kelompok aliran yang dipelopori oleh para psikolog. Diantaranya, yaitu teori
dari Jean Piaget, Jerome Brunner dan David Ausubel. a. Jean Piaget Piaget (Asri Budiningsih,
2003: 35) mengungkapkan bahwa proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap
asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi (penyeimbangan).

Proses asimilasi merupakan proses pengintegrasian atau 13 menyatukan informasi baru


ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki oleh individu. Proses akomodasi merupakan proses
penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Sedangkan proses ekuilibrasi adalah
penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Piaget mengungkapkan bahwa
proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap perkembangan sesuai dengan
usianya. Pola dan tahap-tahap ini bersifat hierarkis, artinya harys dilalui berdasarkan urutan
tertentu dan seseorang tidak dapat belajar sesuatu yang berada di luar tahap kognitifnya.

Piaget (Santrock, 2007: 251) membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi
empat, yaitu:

1) Tahap sensorimotor (usia 0 sampai 2 tahun). Pertumbuhan kemampuan anak tampak


dari kegiatan motorik dan persepsinya yang sederhana.
2) Tahap praoperasional (usia 2 sampai 7 tahun).

Tahap ini dibagi menjadi dua, yaitu praoperasional dan intuitif.  Praoperasional (usia 2
sampai 4 tahun), anak telah mampu menggunakan bahasa dalam mengembangkan konsepnya,
walaupun masih sangat sederhana. Maka sering terjadi kesalahan dalam memahami objek. 
Tahap intuitif (usia 4 sampai 7 tahun), anak telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan
kesan yang sudah abstrak. Dalam menarik kesimpulan sering tidak diungkapkan dengan kata-
kata. Oleh sebab 14 itu, pada usia ini anak telah dapat mengungkapkan isi hatinya secara
simbolik terutama bagi yang memiliki pengalaman yang luas.

3) Tahap operasional konkrit (usia 7 sampai 11 tahun). Anak telah memiliki kecakapan
berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat konkrit. Anak sudah
tidak perlu coba-coba dan membuat kesalahan, karena anak sudah dapat berfikir dengan
menggunakan model “kemungkinan” dalam melakukan kegiatan tertentu. Anak dapat
menggunakan hasil yang telah dicapai sebelumnya. Anak mampu menangani sistem
klasifikasi. Pada tahap ini, anak masih memiliki masalah mengenai berfikir abstrak.

4) Tahap operasional formal (usia 11 sampai dewasa). Pada tahap ini anak sudah mampu
berfikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan”. Model
berpikir ilmiah dengan tipe hipothetico-deductive sudah mulai dimiliki anak, dengan
kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesa.

Dari tahap-tahap perkembangan kognitif menurut Piaget di atas, dapat dilihat bahwa anak
usia dini masuk pada tahap sensorimotor dan praoperasional. kepastian keamanan dan dilain
waktu berhadapan dengan bahaya. Menurut Ziniewicz (Tadkiroatun Musfiroh, 2005:25), apa
yang dialami anak adalah kualitas pengalaman, dan semua itu dapat menjadi sumber sekaligus
akibat dari suatu masalah. 4. Teori Belajar Multiple Intelligences Multiple Intelligences
merupakan istilah yang diciptakan oleh Howard Gardner. Menurut Gardner, kecerdasan adalah
potensi biopsikologi (Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 48).

Teori ini menandaskan bahwa setiap orang memiliki semua kapasitas kecerdasan. Hanya
saja, semua kecerdasan tersebut bekerja dengan cara yang berbeda-beda, tetapi bersama-sama
berfungsi secara khas dalam diri seseorang. Menurut teori Multiple Intelligences, anak belajar
melalui berbagai macam cara. Anak mungkin belajar melalui kata-kata, melalui angka-angka,
melalui gambar dan warna, melalui nada-nada suara, melalui interaksi dengan orang lain, melalui
diri sendiri, melalui alam dan melalui perenungan tentang hakikat sesuatu.

BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Pendidikan anak usia dini pada dasarnya meliputi seluruh upaya dan tindakan yang
dilakukan oleh pendidik dan orang tua dalam proses perawatan, pengasuhan dan pendidikan pada
anak dengan menciptakan lingkungan yang kodusif dimana anak dapat mengeksplorasi dirinya ,
memberikan kesempatan padanya untuk mengetahui dan memahami pengalaman belajar yang
diperolehnya melalui lingkungan melalui cara mengamati, meniru dan bereksperimen yang
berlangsung secara berulang-ulang yang melibatkan seluruh potensi dan kecerdasan anak.
Dengan adanya teori-teori dari para ahli mengenai perkembangan Anak Usia Dini, sangatlah
membantu tenaga pengajar, khususnya pada PAUD untuk memahami bagaimana perkembangan
anak, baik dari segi kognisi, motorik, sosial dan emosional.
DAFTAR PUSTAKA

Berk, E. Laura. (1994). Child Development. New York: Allyn and Bacon

Bredekamp, Sue. (1987). Developmentally Appropriate Practice in Early

Childhood Program Serving Children from Birth Through Age 8.

Washington: Naeyc.

Cole, Michael and Sheila. R. Cole. (1993). The Development of Children. New

York: W.H. Freeman and Company.

Crain, William. (1992). Theories of Development. New Jersey: Prentice Hall,

Englewood Cliff.

Maxim, G.W. (1993). Very Young. New York: MacMillan.

Mayesky, Mary. (1990). Activities Creatives. New York: Delmar Publishers, Inc.

Seefeldt, Harbour. (1994). Early Childhood Education. New York: MacMillan.

Shaffer, R. Devid. (1994). Social & Personality Development. California:

Brooks/Cole Publishing Company.

Anda mungkin juga menyukai