SEMSETER
TAHUN AKADEMIK
2019/2020
1 Program Pendidikan Agama Islam FAI-UMJ CP Prodi :
Studi
2 Nama PANCASILA
Mata
Kuliah
3 Kode Mata
Kuliah
4 Sifat Mata
Kuliah
5 Ditawarka Genap
n pada
Semester
6 Bobot 2 SKS CP MK :
1. Mahasiswa
7 Prasyarat memahami
Pancasila dalam
8 Dosen A. Kahar Maranjaya, konteks sejarah;
Pengampu
Mata SH.,MH. 2. Mahasiswa
memahami dam
Kuliah mengamalkan
Pancasila dalam
kehidupan
bermasyarakat,
berbangsa dan
bernegara;
3. Mahasiswa mampu
menjelasskan Nilai-
nilai yang
terkandung dalam
Sila-sila Pancasila
serta melaksanakan
dalam segala aspek
kehidupan
masyarakat.
9 Pustaka Utama :1. Abdulgani, Roeslan. 1979. Pengembangan Pancasila Di
Yang Di Indonesia. Jakarta: Yayasan Idayu.:
Gunakan 2. Daviid Baurchier., Pancasila versi Orde Baru,
Yogjakarta:PSP UGM,2007)
3. .Prof.Kaelan., Pancasila Sebagai Etika Politik,
(Yogjakarta)
Pendukung: 1.PP.Muhammadiyah., Negara Pancasila Sebagai Dar Al
Ahdi Wa Al-Syahadah.
2. Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi. 2013. Materi Ajar Mata
Kuliah Pendidikan Pancasila. Jakarta: Departeman
Pendidikan Nasional Kementerian Pendidikan
danKebudayaan Republik Indonesia.
----------------“----------------- Lanjutan
11. ---- sda-----
-
12. Mahasiswa mengetahui, Pancasila Sebagai Idiologi Terbuka. Ceramah, Tanya
mengerti, dan mampu Jawab dan Diskusi
menjelaskan tentang -
Pancasila sebagai Idiologi
Terbuka.
13. Mahasiswa mengetahui, Pancasila Sebagai Sistem Etika dan
mengerti, dan mampu Sistem Filsafat. Ceramah, Tanya
menjelaskan tentang Jawab dan Diskusi -
Pancasila sebagai sistem
Etika dan Sistem Filsafat.
14. ---------------“---------------- Lanjutan
Ceramah, Tanya
Jawab dan Diskusi -
D
I
S
U
S
U
N
Oleh
A.KAHAR MARANJAYA
Pertemuan 4 : Makna Sila Pancasila Dan Perilaku Yang Sesuai Dengan Pancasila.
Pertemuan 6 & 7 : Hubungan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
A. Penilaian
1. Tugas 30%
2. Midle Test 30%
3. Final Test 40%
B. Tugas
Masing-masing mahasiswa membuat karya ilmiah bertemakan Pancasila dan/atau
Indonesia. Dikerjakan sesuai dengan Pedoman Pembuatan Karya Ilmiah (PPKI) Umumnya.
Dikumpulkan pertemuan ke 8 (delapan) dan dipresentasikan secara bergantian pada
pertemuan ke 9 (sembilan) dan seterusnya.
A.Pengantar.
Seluruh warga Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah seharusnya mempelajari,
mendalami dan mengembangkannya serta mengamalkan Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Tingkatan-tingkatan pelajaran mengenai Pancasila yang dapat dihubungkan dengan tingkat-
tingkat pengetahuan ilmiah. Tingkatan pengetahuan ilmiah yakni; pengetahuan deskriptif,
pengetahuan kausal, pengetahuan normatif, dan pengetahuan esensial. Pengetahuan
deskriptif menjawab pertanyaan bagaimana sehingga bersifat mendiskripsikan, adapun
pengetahuan kausal memberikan jawaban terhadap pertanyaan ilmiah mengapa, sehingga
mengenai sebab akibat (kausalitas). Pancasila memiliki empat kausa : kausa materialis (asal
mula bahan dari Pancasila), kausa formalis (asal mula bentuk), kausa efisien (asal mula
karya), dan kausa finalis (asal mula tujuan). Tingkatan pengetahuan normatif merupakan
hasil dari pertanyaan ilmiah kemana. Adapun pengetahuan esensial mengajukan pemecahan
terhadap pertanyaan apa, (apa sebenarnya), merupakan persoalan terdalam karena diharapkan
dapat mengetahui hakikat. Pengetahuan esensial tentang Pancasila adalah untuk mendapatkan
pengetahuan tentang inti sari atau makna terdalam dalam sila-sila Pancasila atau secara
filsafati untuk mengkaji hakikatnya. Perkuliahan pada perguruan tinggi, oleh karena itu,
tentulah tidak sama dengan pelajaran Pancasila yang diberikan pada sekolah menengah.
Tujuan pendidikan Pancasila adalah membentuk watak bangsa yang kukuh, juga untuk
memupuk sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma Pancasila.
Tujuan perkuliahan Pancasila adalah agar mahasiswa memahami, menghayati dan
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 dalam kehidupan sehari-hari sebagai warga negara
RI, juga menguasai pengetahuan dan pemahaman tentang beragam masalah dasar kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang hendak diatasi dengan pemikiran yang
berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
Adapun dasar-dasar atau landasan pendidikan pancasila tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Dasar/Landasan Filosofis .
Pada saat Republik Indonesia diproklamasikan pasca Perang Dunia kedua, dunia dicekam
oleh pertentangan ideologi kapitalisme dengan ideologi komunisme. Kapitalisme berakar
pada faham individualisme yang menjunjung tinggi kebebasan dan hak-hak individu;
sementara komunisme berakar pada faham sosialisme atau kolektivisme yang lebih
mengedepankan kepentingan masyarakat di atas kepentingan individual. Kedua aliran
ideologi ini melahirkan sistem kenegaraan yang berbeda. Faham individualisme
melahirkan negara -negara kapitalis yang mendewakan kebebasan (liberalisme) setiap
warga, sehingga menimbulkan perilaku dengan superioritas individu, kebebasan berkreasi
dan berproduksi untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal.
Sementara faham kolektivisme melahirkan negara-negara komunis yang otoriter dengan
tujuan untuk melindungi kepentingan rakyat banyak dari eksploitasi segelintir warga
pemilik kapital. Pertentangan ideologi ini telah menimbulkan ‘ketegangan’ yang
dampaknya terasa di seluruh dunia. Namun para pendiri negara Republik Indonesia
mampu melepaskan diri dari tarikan-tarikan dua kutub ideologi dunia tersebut, dengan
merumuskan pandangan dasar (philosophische grondslag) pada sebuah konsep filosofis
yang bernama Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila bahkan bisa berperan
sebagai penjaga keseimbangan (margin of appreciation) antara dua ideologi dunia yang
bertentangan, karena dalam ideologi Pancasila hak-hak individu dan masyarakat diakui
secara proporsional.
2. Dasar/Landasan Sosiologis.
Bangsa Indonesia yang penuh kebhinekaan terdiri atas lebih dari 300 suku bangsa yang
tersebar di lebih dari 17.000 pulau, secara sosiologis telah mempraktikan Pancasila karena
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya merupakan kenyataan-kenyataan (materil, formal,
dan fungsional) yang ada dalam mas yarakat Indonesia. Kenyataan objektif ini menjadikan
Pancasila sebagai dasar yang mengikat setiap warga bangsa untuk taat pada nilai-nilai
instrumental yang berupa norma atau hukum tertulis (peraturan perundang-undangan,
yurisprudensi, dan traktat) maupun yang tidak tertulis seperti adat istiadat, kesepakatan
atau kesepahaman, dan konvensi.
Kebhinekaan atau pluralitas masyarakat bangsa Indonesia yang tinggi, dimana agama, ras,
etnik, bahasa, tradisi-budaya penuh perbedaan, menyebabkan ideologi Pancasila bisa
diterima sebagai ideologi pemersatu. Data sejarah menunjukan bahwa setiap kali ada
upaya perpecahan atau pemberontakan oleh beberapa kelompok masyarakat, maka nilai-
nilai Pancasilalah yang dikedepankan sebagai solusi untuk menyatukan kembali. Begitu
kuat dan ‘ajaibnya’ kedudukan Pancasila sebagai kekuatan pemersatu, maka kegagalan
upaya pemberontakan yang terakhir (G30S/PKI) pada 1 Oktober 1965 untuk seterusnya
hari tersebut dijadikan sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Oleh karena itu nilai-nilai
Pancasila perlu dilestarikan dari generasi ke generasi untuk menjaga keutuhan masyarakat
bangsa. Pelestarian nilai-nilai Pancasila dilakukan khususnya lewat proses pendidikan
formal, karena lewat pendidikan berbagai butir nilai Pancasila tersebut dapat disemaikan
dan dikembangkan secara terencana dan terpadu.
3. Dasar/Landasan Yuridis .
Pancasila telah menjadi norma dasar negara dan dasar negara Republik Indonesia yang
berlaku adalah Pancasila yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (Pembukaan UUD NRI Tahun 1945) juncto Keputusan
Presiden RI Nomor 150 Tahun 1959 mengenai Dekrit Presiden RI/Panglima Tertinggi
Angkatan Perang Tentang Kembali Kepada Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Naskah Pembukaan UUD NRI 1945 yang berlaku adalah
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yang disahkan/di tetapkan oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945. Sila-sila Pancasila yang
tertuang dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 secara filosofis-sosiologis
berkedudukan sebagai Norma Dasar Indonesia dan dalam konteks politis-yuridis sebagai
Dasar Negara Indonesia. Konsekuensi dari Pancasila tercantum dalam Pembukaan UUD
NRI Tahun 1945, secara yuridis konstitusional mempunyai kekuatan hukum yang sah,
kekuatan hukum berlaku, dan kekuatan hukum mengikat.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, menyebutkan, bahwa
isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat mata kuliah: (a)
Pendidikan Pancasila, (b) Pendidikan Agama, (c) Pendidikan Kewarganegaraan dan (d)
Nahasa Indonesia.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan pontensi dirinya sehingga
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa dan negara
(Depdiknas, 2003: 20).
Dengan kata lain, yang dimaksud dengan pendidikan adalah proses pengembangan potensi,
kemampuan, dan kepribadian peserta didik yang dilakukan dengan usaha sadar dan terencana
dengan tujuan agar dapat bermanfaat bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Selanjutnya, pengertian pendidikan pancasila tentu akan merujuk pada pengertian pendidikan
dan pengertian pancasila sebagaimana yang masing-masing telah diuraikan di atas. Dalam
ungkapan sederhana, pengertian pendidikan pancasila adalah “Pendidikan tentang Pancasila”.
Kalimat itulah yang dapat kami cerna sebagaimana dijelaskan dalam sejumlah literatur.
Pendidikan tentang pancasila merupakan salah satu cara untuk menanamkan pribadi yang
bermoral dan berwawasan luas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu,
pendidikan tentang pancasila perlu diberikan disetiap jenjang pendidikan mulai dari tingkat
dasar, menengah hingga perguruan tinggi.
Maman Rachman (1999: 324) menyatakan bahwa : Pendidikan tentang pancasila memegang
peranan penting dalam membentuk kepribadian mahasiswa di perguruan tinggi. Setelah lulus
dari perguruan tinggi, diharapkan mereka tidak sekedar berkembang daya intelektualnya saja
namun juga sikap dan perilakunya. Sikap dan perilakunya itu diharapkan menjadi dasar
keilmuan yang dimilikinya agar bermanfaat pada diri, keluarga, dan masyarakat.
Untuk merealisasikan tujuan tersebut, maka pendidik dalam hal ini dosen tidak hanya
mentransfer ilmu pengetahuan saja, tetapi juga memberikan pemahaman akan nilai-nilai yang
terkandung dalam pancasila sehingga diharapkan mahasiswa memiliki kepercayaan terhadap
nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sehingga dapat digunakannya dalam prektek
kehidupannya sehari-hari.
Pendidikan tentang pancasila sebagai pendidikan kebangsaan berangkat dari keyakinan
bahwa pancasila sebagai dasar negara, falsafah negara Indonesia tetap mengandung nilai
dasar yang relevan dengan proses kehidupan dan perkembangan dalam berbangsa dan
bernegara. Pancasila memiliki landasan eksistensial yang kokoh, baik secara filosofis,
yuridis, maupun sosiologis.
d. Landasan Filosofis .
Pancasila sebagai dasar filsafat negara dan pandangan filosofis bangsa Indonesia, oleh
karena itu sudah merupakan suatu keharusan moral untuk secara konsisten
merealisasikan dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Secara filosofis bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara adalah sebagai bangsa
yang berketuhanan dan berkemanusiaan, hal ini berdasarkan kenyataan obyektif bahwa
manusia adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Setiap aspek penyelenggaraan negara
harus bersumber pada nilai-nilai Pancasila termasuk sistem peraturan perundang-
undangan di Indonesia. Oleh karena itu dalam realisasi kenegaraan termasuk dalam
proses reformasi dewasa ini merupakan suatu keharusan bahwa Pancasila merupakan
sumber nilai dalam pelaksanaan kenegaraan, baik dalam pembangunan nasional,
ekonomi, politik, hukum, sosial budaya, maupun pertahanan keamanan.
Pertemuan Ke-Dua.
PANCASILA SEBAGAI PENGETAHUAN ILMIAH
A.Penggantar.
Pengetahuan dikatakan ilmiah jika memenuhi syarat-syarat ilmiah yakni; berobjek,
bermetode, bersistem, dan bersifat universal.
Berobjek terbagi dua yakni objek material dan objek formal. Objek material berarti
memiliki sasaran yang dikaji, disebut juga pokok persoalan yang merupakan
sesuatu yang dituju atau dijadikan bahan untuk diselidiki atau dikaji. Sedangkan
objek formal adalah titik perhatian tertentu/khusus yang merupakan titik pusat
perhatian pada segi-segi tertentu sesuai dengan ilmu pengetahuan yang
bersangkutan.
Bermetode atau mempunyai metode berarti memiliki seperangkat pendekatan sesuai
dengan aturan-aturan yang logis.
Metode merupakan cara bertindak menurut aturan tertentu, bersistem atau bersifat
sistematis bermakna memiliki kebulatan dan keutuhan yang bagian-bagiannya
merupakan satu kesatuan yang yang saling berhubungan dan tidak berkontradiksi
sehingga membentuk kesatuan keseluruhan.
Bersifat universal, atau dapat dikatakan bersifat objektif, dalam arti bahwa
penelusuran kebenaran tidak didasarkan oleh alasan rasa senang atau tidak senang,
setuju atau tidak setuju, melainkan karena alasan yang dapat diterima oleh akal.
Pancasila memiliki dan memenuhi syarat-syarat sebagai pengetahuan ilmiah sehingga
dapat dipelajari secara ilmiah.
Di samping memenuhi syarat-syarat sebagai pengetahuan ilmiah.
Pancasila juga memiliki “susunan kesatuan yang logis, hubungan antar sila yang
organis, susunan hierarkhis dan berbentuk piramidal, dan saling mengisi dan
mengkualisasi.
Pancasila dapat juga diletakkan sebagai objek studi ilmiah, yakni pendekatan yang
dimaksudkan dalam rangka penghayatan dan pengamalan Pancasila yakni suatu
penguraian yang menyoroti materi yang didasarkan atas bahan-bahan yang ada dan
dengan segala uraian yang selalu dapat dikembalikan secara bulat dan sistematis
kepada bahan-bahan tersebut. Sifat dari studi ilmiah haruslah praktis dalam arti bahwa
segala yang diuraikan memiliki kegunaan atau manfaat dalam praktek.
Pengetahuan ilmiah
Pengetahuan ilmiah dapat disebut juga dengan istilah ilmu , ilmu ,menurut The Liang Gie
(1998:15) merupakan seraingaikan kegiatan manusia dengan peikirian dan menggunakan
berbagai tatacara sehingga menghasilkan sekumpulan pengetaahuan yang teratur mengenai
genjala-genjala alami,kemasyarakatan, perorangan dan tujuan mencapai kebenaran,
memperloleh pengalaman,dan memberilan penjelasan,atau melakukan penerapan . pengertian
ilmu dapat dijelaskan dengan tiga segi yakni; kegiatan, tata cara, dan pengatahuan yang
teratur sebagai hasil kegiatan.
Pengetahuan dikatakan ilmiah jika memenuhi sayarat-sayarat ilmiah :
1. Berobjek
2. Bermetode
3. Berseistem
4. Bersifat universal
Berobjek berarti memiliki sasaran atau objek material dan titik perhaitian tertentu
atau objek formal. Sasaran disebut juga pokok soal , merupakan suatu yang ditinjau
atau di jadikan bahan untuk diselidiki.sedangkan objek formal yang merupakan titik
pusat perhaitian pada segi-segi tertentu sesuai dengan ilmu yang bersangkutan.
Misalnya jenis pengetahuan yang meiliki objek material manusia dengan titik pusat
perhatian atau objek formalnya tntang jiwa yang menimbulkan cabang fiskikolog.
Suatu objek material dari suatu ilmu pengetahuan dapat sama,tetapi tentu dibedakan
oleh objek formalnya. Sebagai misal antara ilmu kedokteran dengan antropologi
budaya, memiliki objek material manusia tetapi sudut pandang atau pokok
bahasannya tidalah sama/berbeda.
Bermetode atau mempunyai metode berarti memiliki seperangkat pendekatan sesuai
dengan aturan-aturan yang logis. Metode merupakan cara bertindak menurut aturan
tertentu. Metode yang baik akan memudahkan seseorang mempelajari dan memahami
ilmu pengetahuan tersebut.
Metode keilmuan dapat debedakan menjadi:
Mitode keilmuan kuantitatif adalah cara berpikir ilmiah dengan prosudur
kauntitatif, yang berarti bahwa segaala sesuatunya dikuantifikasikan . orentasinya
didasarkan matematika-setatistika sebenarnya merupakan salah satu sarana.
Metode keilmuan kualitaitf merupakan metode yang berbeda dengan metode
kuantitatif sebab metode ini cara telaah untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah
dan mengembang tiori secara kualitatif,misalnya dengan interpensi
,koprasi,hermeneutic dan sebagainya.
Bersistem atau bersifat sistematis memiliki kebulatan dan keutuhan, dimana bagian-
bagian harus merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan dan tidak
berkontradisi sehingga membentuk kesatuan keseluruhan secara utuh. Bagian-bagian
itu saling berkaitan baik berhubungan interalisasi atau saling berhubungan,
interdependensi atau saling tergantungan.
Bersifat umum/universal, atau dapat dikatakan bersifat objektif, dalam arti bahwa
penelusuran kebenaran tidak didasarkan oleh alasan rasa suka atau tidak suka, senang
atau tidak senang, setuju atau tidak setuju, melainkan alasan karena yang dapat
diterima oleh akal secara logis dan mempunyai argumentasi ilmiah , dengan demikian
kebenarannya relative tidak dapat dibatasi oleh waktu,ruang, keadaan, kondisi, jumlah
tertentu.
Rumusan pancasila yang dijadikan sebagai dasar Negara Republik Indonisia seperti yang
dicatum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke empat adalah:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusian Yang Adil dan Beradab
3. Persatuan Indonisia
4. Kerayatan yang dipimpin oelh hekmat kebijaksanaan dan permusyawaratan
/pewakilan
5. Keadilan social bagi seluruh rakyat indonisia
Kelima sila tersebut sebagai satu kesatuan nilai kehidupan masyarakat ditetapkan oleh panitia
persiapan kemerdekaan Indonesia ( PPKI ) dan dijadikan sebagai dasar Negara pada tanggal
18 agustus 1945.
B.Beberapa Pendekatan Terhadap Pancasila.
1. Pendekatan sejarah
Dengan pendekatan sejarah diharapkan dapat terlihat dengan jelas proses pertumbuhan
dan perlembagaan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan ( pribadi-masyarakat-negara).
Pendekataan sejarah ini perlu mengingat sipat nilai nilai pancasila yang abstrak,sehingga
menjadi jelas seakan-akan konkeritlah nilai tersebut dalampikiran kita.
Konkretitasi hal yang abstrak akan sangat menolong memudahkan kita berpikir.disamping
hal tersebut sejarah menjabatani jarak waktu dan tempat.misalnya kejadian apa dari zaman
seriwijaya dan majapahit. Sudah dapat dipastikan antara kita tidak ada yang mengetahui
kejadian-kejadian tersebbut secara factual. Dengan ungkapan sejarah,kejadian-kejadian
sekan-akan nyata dalam pikiran kita. Demikan lah kegunaan sejarah sebagai pengetahuan
factual dalam arti diketahui sendiri.
Perlu ditegaskan bahwa pembahasan aspek sejaran tidaklah sama dengan kita mempelajari
sejarah murni, tetapi dalam mata kuliah ini terbatas hanya pada pengungkapan fakta
sejarah yang ada kaitannya secara langsung dengan proses pertumbuhan serta pelaksanaan
nilai-nilai Pancasila, jadi membicarakan sejarah yang ada sangkut pautnya dengan
Pancasila, lebih jelas dibicarakan pada pertemuan ke tiga.
2. Pendekatan yuridisi kontitutional
Pancasila dari sisi hukum dan hukum katatanegaraan sangatlah penting artinya untukdi
pelajari. Hukum mengatur kegiataaan hidup kita sebagai warga masyarakat dan Negara.
Pancasila sebagai dasar Negara merupakan sumber dari segala sumber hukum dalam
kehidupan bernegara. Dengan demikan hukum haruslah di mengerti dengan baik agar
dapat mengamalkan pancasila dengan baik pula.
Sekalilagi hal ini penting untuk dihayati sebab sulit bagai kita bertindak atau berbuat jika
tidak mengetahui dengan baik segi-segi hukum dan hukum katatanegaraan dari pancasila
dikatakan demikian peraturan perundang-undangan secara herarkhis mengalir dari nilai-
nilai pancasila.
3. Pendekatan filosofis
Dalam pendekatan filosofis ini kita tidak membicarakan seluruh ilmu filsafat yang sangat
luas cakupan dan cabang-cabangnya. Tetapi sebagai pengatar ke pendekatan filsafat disini
akan didiskripsikan tentang fisafat.
3.1. Pengertian filsafat
Untuk mengerti istilah perlu ditelusuri etimologinya. Istilah filsafat memiliki pandana
kata bahasa arab falsafah, dalam kosakata bahasa inggris philosophy. Sebagai kata
benda filsafat merupakan panduan kata majemuk philos ( sahabat ) dan sophia
( pengetahuan yang bijak sana,kebijaksanaan ) dan juga sebagai kata kerja sebagai
panduan philein ( mencintai ) dan shopos ( hikmah,kebijaksanaan ). Dari pengertian
sebagai kata kerja yakni cinta kepada pengetahuan yang bijaksana,sehingga
mengusahakanya.sebagaimana dikutip dari ali mudofir istilah filsafat pada umumnya
merupakan suatu istilah yang secara umum digunakan untuk menunjukan suatu usaha
menuju kepada keutamaan mental,the fursuit of mental excellence. Dalam perjalan
sejarah yang panjamg,sebagai ilmu yang berguna bagi sikap kritis dan analisis,lingkup
pengetahuan fisafat sebagai pandangan hidup,sebagai suatu kebijaksanaan yang
rasional,kelompok tiori dan system pemikiran,sebagai proses kritis dan sitematis dari
pengetahuan manusia,sebagai usaha memperoleh pandangan yang menyeluruh,tentu
semuanya memiliki cirri-ciri berpikir yang tertentu.
3.2. Ciri-ciri berpikir secara filsafat
Kegiatan berpikir membedakan manusia dengan mahluklainya,namun tidak semua
kegiatan berpikir adalah kegiatan berfilsafat. Sementara kegiatan berpikir filsafati tidak
semata-mata tidak ditandai dengan merenung dan berkomplasi yang tidak bersangkut
paut dengan realitas. Bepikir secara filsafat senantiasa berkaitan dengan masalah-
masalah manusia yang bersifat actual dan hakiki. Misalnya dewasa ini banyak orang
menginginkan demokrasi,maka demokrasi dalam arti yang sesungguhnya dapat
ditemukan dengan kontemplasi kefisafatan. Bagaimana menciptakan demokrasi yang
tidak meneimbulkan gejolak,mencari keserasian antara stabilitas dan
dinamika,hubungan antara yang berkuasa dengan rakyat dan sebagainya.
3.2.1. Bersifat keritis
Kegiatan berpikir secara kefilsafatan ditandai dengan sifat keritis senantiasa
mempertanyakan sesuatu, tidak mudah menerima sesuatu jawaban tanpa berpikir
secara baik hingga clear and distinct jelas dan terpilih,mengenai persoalan-soalan
yang dihadapi manusia. Sifat kritis tersebut dipengaruhi oleh sifat berpikir dari
berbagai segi dan sudut pandang dan dinamis.dalam pertanyaan yang sangat
fundamental dari filsafat adalah apa,maka akan mengetahui sungguh-sungguh
permasalahanya.konsekwensi harus dicari permasalahanya hingga sampai pada
intinya yang terdalam.
3.2.2. Bersifat terdalam
Yang dimaksud berpikir terdalam adalah sampai kepengertian tentang inti mutlak
permasalahanya. Berpikir terdalam hanya merumuskan fakta yang sifatnya husus
dan empiris,namun pada hakekatnya atau pengertian yang fundamental.berfikir
terdalam akan mengetahui sesuatu permasalahan sampai pada akarnya,sehingga
merupakan pengetahuan yang sifatnya umum universal.
3.2.3. Bersifat konseptual
Perenungan kefilsafatan merupakan kegiatan akal budi dan mental manusia
menyusun suatu bagan yang bersifat kosenptual yang merupakan seatu hasil
genralisasi dan abstraksi dari pengalaman-pengalaman yang sifatnya sangat husus
dan individual. Berpikir konseptual tidak dimaksudkan untuk berpikir secara
terkai dengan masalah-masalah konkerit yang dihadapi oleh umat
manusia,dengan membuat konsep-konsep yang jelas dan tepat mengenai pokok
persoalan.
3.2.4. Koheren
Berpikir secara kefilsafatan juga menuntut adanya sifat koheren yakni keruntutan.
Pemikiran filsafat bukan pemikiran yang acak,kacau,dan fragmentasi. Runtut
bererti tidak ada pertentangan koradiktif,kontrakdisi interminis dalam rumusan-
rumusanya satu sama lain.
3.2.5. Bersifat konperhensif
Pemikiran kefilsafatan tidak hannya didasarkan pada suatu fakta yang husus dan
individual saja yang melahirkan kesimpulan yang husus dan individual
juga,melainkan pemikiran filsafat ingin sampai pada kesimpulan yang bersifat
umum,sehingga dituntut untuk untuk berpikir secara komperhensif: menyeluruh
(luas).
3.2.6. Bersifat universal
Berpikir kefilsafatan termasuk sebagai upaya untuk menyapai suatu kesimpulan
yang bersifat umum ( universal) yang dapat digunakan oleh manusia pada
umumnya,manusia dimana pun, dan dalam keadaan bagaimanapun.
3.2.7. Bersifat sepekulatif
Bersifat sepekualatif memiliki sifat mereka-reka,mereka menduga,tetapi bukan
sembarang perekaan. Perekaan yang dimaksud disini adalah pengajuan dugaan-
dugaan yang masuk akal (rasional) yang mendahului atau melampau fakta-fakta.
Ini merupakan kegiatan akal budi manusia dengan melalui kemampuan dalam
imaginasi yang berdisiplin menghadapi persoalan-persoalan yang menuntut
pemecahan yang bijaksana secara menyeluruh hasil-hasil dari ilmu pengetahuan
dan demikan diharapkan dicapai kemajuan-kemajuan dalam mengembangkan
ilmu pengetahuan pada umumnya.
3.2.8. Bersifat sistematis
Pemikiran kefilsafatan yang pada dasarnya menuntut keruntutan,koperhensif dan
universal serta tidak bersifat fragmentaris,tidak acak, merupakan keseluruhan
yang bersistem,setematis. Berpikir sistematis dimaksudkan bahwa dalam berpikir
terrdapat bagian-bagian yang senantiasa berhubungan antara satu dengan yang
lainya. Kesatuan yang tersusun atas bagian-bagian
Bagian-bagian memiliki pungsi sendiri-sendiri
Bagian-bagian saling berhubungan
Kesatuan dimaksudkan untuk mencapai tujuan bersama.
3.2.9.Bersifat bebas dan bertanggung jawab
Dalam berfilsafat manusia bebas memikirkan apa saja sehingga asfek kretivitas
dapat tumbuh kembang dengan baik. Tetapi kebebasan harus dipertanggung
jawabkan, misalnya pertama-tama dipertangung jawabkan kepada suara hati,hati
nuraninya. Dengan kebebasan bertanggung jawab berpikir yang dimiliki,secara
langsung maupun tidak langsung orang tidak terkekang dan terjajah oleh
pendapat oerang lain..
Pertemuan Ke-Tiga.
ASAL MULA DAN SEJARAH
PERUMUSAN LAHIRNYA PANCASILA
Dari tiga kelompok di atas secara lebih rinci rumusan Pancasila sampai dikeluarkannya
Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 ini ada tujuh yakni:
1. Rumusan dari Mr. Muh. Yamin tanggal 29 Mei 1945, yang disampaikan dalam
pidato “Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia” (Rumusan I).
2. Rumusan dari Mr. Muh. Yamin tanggal 29 Mei 1945, yang disampaikan sebagai
usul tertulis yang diajukan dalam Rancangan Hukum Dasar (Rumusan II).
3. Soekarno, tanggal 1 Juni 1945 sebagai usul dalam pidato Dasar Indonesia Merdeka,
dengan istilah Pancasila (Rumusan III).
4. Piagam Jakarta, tanggal 22 Juni 1945, dengan susunan yang sistematik hasil
kesepakatan yang pertama (Rumusan IV).
5. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tanggal 18 Agustus 1945 adalah rumusan
pertama yang diakui secara formal sebagai Dasar Filsafat Negara (Rumusan V).
6. Mukaddimah KRIS tanggal 27 Desember 1949, dan Mukaddimah UUDS 1950
tanggal 17 Agustus 1950 (Rumusan VI).
7. Rumusan dalam masyarakat, seperti mukaddimah UUDS, tetapi sila keempatnya
berbunyi Kedaulatan Rakyat, tidak jelas asalnya (Rumusan VII).
d. Piagam Jakarta.
Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan sidang oleh 9 anggota BPUPKI (Panitia
Sembilan) yang menghasilkan “Piagam Jakarta” dan didalamnya termuat
Pancasila dengan rumusan sebagai berikut :
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan sya’riat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pada bulan 1 Maret 1945 dibentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia yang diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman
Wedyodiningrat. Dalam pidato pembukaannya dr. Radjiman antara lain mengajukan
pertanyaan kepada anggota-anggota Sidang, "Apa dasar Negara Indonesia yang akan kita
bentuk ini?"
Dalam upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang resmi, terdapat usulan-usulan
pribadi yang dikemukakan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
yaitu:
Lima Dasar oleh Muhammad Yamin, yang berpidato pada tanggal 29 Mei 1945.
Yamin merumuskan lima dasar sebagai berikut: Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan,
Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat. Dia menyatakan bahwa
kelima sila yang dirumuskan itu berakar pada sejarah, peradaban, agama, dan hidup
ketatanegaraan yang telah lama berkembang di Indonesia. Mohammad Hatta dalam
memoarnya meragukan pidato Yamin tersebut.[2]
Panca Sila oleh Soekarno yang dikemukakan pada tanggal 1 Juni 1945 dalam pidato
spontannya yang kemudian dikenal dengan judul "Lahirnya Pancasila". Sukarno
mengemukakan dasar-dasar sebagai berikut: Kebangsaan Indonesia;
Internasionalisme atau Peri-Kemanusiaan; Mufakat atau Demokrasi, dasar
perwakilan, dasar permusyawaratan; Kesejahteraan Sosial; Ketuhanan. Nama
Pancasila itu diucapkan oleh Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni itu,
katanya: Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat,
kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma,
tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa -
namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar
itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi.
Sebelum sidang pertama itu berakhir, dibentuk suatu Panitia Kecil untuk:
Merumuskan kembali Pancasila sebagai dasar Negara berdasarkan pidato yang
diucapkan Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945.
Menjadikan dokumen itu sebagai teks untuk memproklamasikan Indonesia Merdeka.
Dari Panitia Kecil itu dipilih 9 orang yang dikenal dengan Panitia Sembilan, untuk
menyelenggarakan tugas itu. Rencana mereka itu disetujui pada tanggal 22 Juni 1945 yang
kemudian diberi nama Piagam Jakarta.
Setelah Rumusan Pancasila diterima sebagai dasar negara secara resmi beberapa dokumen
penetapannya ialah:
Rumusan Pertama: Piagam Jakarta (Jakarta Charter) - tanggal 22 Juni 1945
Rumusan Kedua: Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 - tanggal 18 Agustus 1945
Rumusan Ketiga: Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat - tanggal 27
Desember 1949
Rumusan Keempat: Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara - tanggal 15
Agustus 1950
Rumusan Kelima: Rumusan Pertama menjiwai Rumusan Kedua dan merupakan suatu
rangkaian kesatuan dengan Konstitusi (merujuk Dekret Presiden 5 Juli 1959)
Presiden Joko Widodo pada tanggal 1 Juni 2016 telah menandatangani Keputusan Presiden
(Keppres) Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila sekaligus menetapkannya
sebagai hari libur nasional yang berlaku mulai tahun 2017
Pada tanggal 30 September 1965, terjadi insiden yang dinamakan Gerakan 30 September
(G30S). Insiden ini sendiri masih menjadi perdebatan di tengah lingkungan akademisi
mengenai siapa penggiatnya dan apa motif di belakangnya. Akan tetapi otoritas militer dan
kelompok keagamaan terbesar saat itu menyebarkan kabar bahwa insiden tersebut merupakan
usaha PKI mengubah unsur Pancasila menjadi ideologi komunis, untuk membubarkan Partai
Komunis Indonesia, dan membenarkan peristiwa Pembantaian di Indonesia 1965–1966.
Pada hari itu, enam Jenderal dan 1 Kapten serta berberapa orang lainnya dibunuh oleh
oknum-oknum yang digambarkan pemerintah sebagai upaya kudeta. Gejolak yang timbul
akibat G30S sendiri pada akhirnya berhasil diredam oleh otoritas militer Indonesia.
Pemerintah Orde Baru kemudian menetapkan 30 September sebagai Hari Peringatan Gerakan
30 September G30S dan tanggal 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
Asal mula Pancasila dasar filsafat Negara dibedakan:
1. Causa materialis (asal mula bahan) ialah berasal dari bangsa Indonesia sendiri,
terdapat dalam adat kebiasaan, kebudayaan dan dalam agama-agamanya.
2. Causa formalis (asal mula bentuk atau bangun) dimaksudkan bagaimana Pancasila
itu dibentuk rumusannya sebagaimana terdapat pada Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945. Dalam hal ini BPUPKI memiliki peran yang sangat menentukan.
3. Causa efisien (asal mula karya) ialah asal mula yang meningkatkan Pancasila dari
calon dasar negara menjadi Pancasila yang sah sebagai dasar negara. Asal mula karya
dalam hal ini adalah PPKI sebagai pembentuk negara yang kemudian mengesahkan
dan menjadikan Pancasila sebagai dasar filsafat Negara setelah melalui pembahasan
dalam sidang-sidangnya.
4. Causa finalis (asal mula tujuan) adalah tujuan dari perumusan dan pembahasan
Pancasila yakni hendak dijadikan sebagai dasar negara. Untuk sampai kepada kausan
finalis tersebut diperlukan kausa atau asal mula sambungan.
Unsur-unsur atau nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila berasal dari bangsa Indonesia
sendiri, walaupun secara formal Pancasila baru menjadi dasar Negara Republik Indonesia
pada tanggal 18 Agustus 1945, namun jauh sebelum tanggal tersebut bangsa Indonesia telah
memiliki unsur-unsur Pancasila dan bahkan melaksanakan di dalam kehidupan mereka.
Sejarah bangsa Indonesia memberikan bukti yang dapat kita cari dalam berbagai adat istiadat,
tulisan, bahasa, kesenian, kepercayaan, agama dan kebudayaan pada umumnya misalnya:
1. Di Indonesia tidak pernah putus-putusnya orang percaya kepada Allah swt Tuhan
Yang Maha Esa, bukti-buktinya: bangunan sarana peribadatan, kitab suci dari
berbagai agama, upacara keagamaan pada peringatan hari besar agama, pendidikan
agama, rumah-rumah ibadah, tulisan karangan sejarah/dongeng yang mengandung
nilai-nilai agama. Hal ini menunjukkan kepercayaan Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Bangsa Indonesia terkenal ramah tamah, sopan santun, lemah lembut dengan sesama
manusia, bukti-buktinya misalnya kegiatan kemanusiaan; semua meng-indikasikan
adanya Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Bangsa Indonesia juga memiliki ciri-ciri guyub, rukun, bersatu, dan kekeluargaan,
semboyan bersatu teguh bercerai runtuh, menunjukkan adanya sifat persatuan.
4. Unsur-unsur demokrasi sudah ada dalam masyarakat kita, perbuatan musyawarah di
balai, dan sebagainya, menggambarkan sifat demokratis Indonesia;
5. Dalam hal Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, bangsa Indonesia dalam
menunaikan tugas hidupnya terkenal lebih bersifat sosial dan berlaku adil terhadap
sesame. Pancasila sebenarnya secara budaya merupakan kristalisasi nilai-nilai yang
baik-baik yang digali dari bangsa Indonesia. Disebut sebagai kristalisasi nilai-nilai
yang baik. Adapun kelima sila dalam Pancasila merupakan serangkaian unsur-unsur
tidak boleh terputus satu dengan yang lainnya. Namun demikian terkadang ada
pengaruh dari luar yang menyebabkan diskontinuitas antara hasil keputusan tindakan
konkret dengan nilai budaya.
Pertemuan Ke-Empat.
MAKNA SILA PANCASILA DAN PERILAKU
YANG SESUAI DENGAN PANCASILA
A.Pengantar.
Butir-butir pengamalan Pancasila Berdasarkan Ketetapan MPR No.II/MPR/1978
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
1. Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2. Hormat menghormati dan bekerja sama antar pemeluk agama dan penganut-penganut
kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
3. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya.
4. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
1. Mengakui persamaan derajat persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama
manusia.
2. Saling mencintai sesama manusia.
3. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
4. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
5. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
6. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
7. Berani membela kebenaran dan keadilan.
8. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena
itu dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.
3. Persatuan Indonesia
1. Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara
di atas kepentingan pribadi atau golongan.
2. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
3. Cinta Tanah Air dan Bangsa.
4. Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia.
5. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka
Tunggal Ika.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan
perwakilan
1. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
2. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan.
5. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil
musyawarah.
6. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
7. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada
Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-
nilai kebenaran dan keadilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
1. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan
suasana kekeluargaan dan gotong-royong.
2. Bersikap adil.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati hak-hak orang lain.
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
6. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
7. Tidak bersifat boros.
8. Tidak bergaya hidup mewah.
9. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
10. Suka bekerja keras.
11. Menghargai hasil karya orang lain.
12. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Bintang
1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan
Yang Maha Esa.
2. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan
agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab.
3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama
dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai
dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
kepada orang lain.
Sila kedua : Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
Rantai
1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia,
tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin,
kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.
Sila ketiga : Persatuan Indonesia.
Pohon Beringin
1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa
dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial.
6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Sila keempat : Kerakyatan Yang dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan.
Kepala Banteng
1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai
kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil
musyawarah.
6. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil
keputusan musyawarah.
7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi
dan golongan.
8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada
Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai
kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan
bersama.
10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan
pemusyawaratan.
Sila kelima : Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Padi dan Kapas
1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati hak orang lain.
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap
orang lain.
7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya
hidup mewah.
8. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan
kepentingan umum.
9. Suka bekerja keras.
10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan
kesejahteraan bersama.
11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial.
3. Persatuan Indonesia
Sila ini berhubungan terhadap perilaku kita sebagai warna Negara Indonesia untuk
bersatu membangun negeri ini.
Berikut contoh sikap yang mencerminkan di sila Ketiga :
a. Bangga dan cinta terhadap tanah air.
b. Mengembangkan sikap persatuan dan kesatuan.
c. Memajukan pergaulan demi peraturan bangsa.
d. Menjunjung tinggi persatuan Indonesia.
e. Mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, menjadi suatu landasan dalam berperiiaku yang
baik. Penghayatan dan pengamalan Pancasila mendatang kan reaksi yang berbed beda pada
setiap orang. Nilai- nilai Pancasila yang seharusnya dapat menimbulkan reaksi positif,
kadangkala juga mendapatkan reaksi yang negatif. Sikap positif seseorang terhadap Pancasila
apabila ssseorang tersebut memikirkan supaya ia mematuhi nilai-nilai Pancasila dan berusaha
mengamalkannya. Seseorang memiliki sikap negatif terhadap Pancasila apabila seseorang
tersebut tidak bersedia mematuhi nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila.
Sikap positif terhadap nilai-nilal Pancasila adalah sikap yang dalam pelaksanaan maupun
hasil-hasilnya berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Menunjukan sikap positif terhadap nilai-nilai
Pancasila adalah menunjukkan perilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Sikap positif
lerhadap Pancasila dapat ditunjukkan seperti berikut.
Sikap positif terhadap nilai-nilal Pancasila sila Keadilan sosial bagi ssluruh rakya!
Indonesia, dapat ditunjukkan dengan sikap yang selalu memegang prinsi p Keadilan.
Sikap tersebut di antaranya mengakui adanya hak setiap warga negara unluk
mendapatkan pekerjaan dan psnghidupan yang Iayak bagi kemanusiaan, tidak
menggunakan hak milik untuk hal-hal yang benentangan atau merugikan
kepentingan umum, menghormati hak-hak orang Iain, menghargai hasil karya orang
Iain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan barsama, melakukan
kegiaian dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial, serta
selalu berusaha mengembangkan sikap adil terhadap sasama.
Pertemuan Ke-Lima.
FUNGSI DAN KEDUDUKAN PANCASILA
BAGI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
A.Pengantar.
Pancasila merupakan kristalisasi atau intisari dari pengalaman hidup dalam sejarah bangsa
indonesia yang telah membentuk watak, sikap, prilaku, etika dan tata nilai norma yang
telah melahirkan berbagai fungsi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara Indonesia. Pancasila bagi bangsa Indonesia berguna sebagai dasar negara,
pandangann hidup, falsafah negara, kepribadian bangsa, dan pedoman untuk mengatur
hubungan sesama manusia, hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia
dengan lingkungan.
B. Pancasila Sebagai Dasar Negara bangsa Indonesia
Dasar negara merupakan fundamen atau Alas yang dijadikan pijakan serta dapat memberi
kekuatan kepada berdirinya suatu negara. Indonesia dibangun juga berdasarkan pada suatu
alas atau landasan yaitu Pancasila. Pancasila pada fungsinya sebagai dasar negara, adalah
sumber kaidah hukum yang mengatur Bangsa Indonesia, termasuk di dalamnya seluruh
unsur-unsurnya yakni rakyat, pemerintah dan wilayah. Pancasila pada posisi seperti inilah
yang merupakan dasar pijakan penyelenggaraan negara serta seluruh kehidupan berbangsa
dan bernegara.
Pancasila Sebagai Dasar Negara.
Dasar negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan mampu
memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah negara. Negara Indonesia dibangun
juga berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu Pancasila. Pancasila, dalam
fungsinya sebagai dasar negara, merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur
negara Republik Indonesia, termasuk di dalamnya seluruh unsur-unsurnya yakni
pemerintah, wilayah dan rakyat. Pancasila dalam kedudukannya seperti inilah yang
merupakan dasar pijakan penyelenggaraan negara dan seluruh kehidupan negara
Republik Indonesia.
Pancasila sebagai dasar negara mempunyai arti menjadikan Pancasila sebagai dasar
untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan. Konsekuensinya adalah Pancasila
merupakan sumber dari segala sumber hukum. Hal ini menempatkan Pancasila sebagai
dasar negara yang berarti melaksanakan nilai-nilai Pancasila dalam semua peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah seharusnya semua peraturan
perundang-undangan di negara Republik Indonesia bersumber pada Pancasila.
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia mempunyai implikasi bahwa
Pancasila terikat oleh suatu kekuatan secara hukum, terikat oleh struktur kekuasaan
secara formal, dan meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang menguasai
dasar negara. Cita-cita hukum atau suasana kebatinan tersebut terangkum di dalam
empat pokok pikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 di mana keempatnya
sama hakikatnya dengan Pancasila. Empat pokok pikiran Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 tersebut lebih lanjut terjelma ke dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar
1945. Barulah dari pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 itu diuraikan lagi ke dalam
banyak peraturan perundang-undangan lainnya, seperti misalnya ketetapan MPR,
undang-undang, peraturan pemerintah dan lain sebagainya.
Fungsi Pancasila Sebagai Dasar Negara
Seperti yang sudah dibahas tadi kalau saja Pancasila memegang peran yang sangat penting.
Berikut adalah beberapa fungsi dari Pancasila.
1. Pancasila Sebagai Pedoman Hidup - Disini Pancasila berperan sebagai dasar dari
setiap pandangan di Indonesia Pancasila haruslah menjadi sebuah pedoman dalam
mengambil keputusan.
2. Pancasila Sebagai Jiwa Bangsa - Pancasila haruslah menjadi jiwa dari bangsa
Indonesia. Pancasila yang merupakan jiwa bangsa harus terwujud dalam setiap
lembaga maupun organisasi dan insan yang ada di Indonesia
3. Pancasila Sebagai Kepribadian Bangsa - Kepribadian bangsa Indonesia sangatlah
penting dan juga menjadi identitas bangsa Indonesia. Oleh karena itu Pancasila harus
diam dalam diri tiap pribadi bangsa Indonesia agar bisa membuat Pancasila sebagai
Kepribadian Bangsa.
4. Pancasila Sebagai Sumber Hukum - Panacasila menjadi sumber hukum dari segala
hukum yang berlaku di Indonesia. Atau dengan kata lain Pancasila sebagai dasar
negara tidak boleh ada satu pun peraturan yang bertentangan dengan Pancasila
5. Pancasila Sebagai Cita Cita Bangsa - Pancasila yang dibuat sebagai dasar negara juga
dibuat untuk menjadi tujuan negara dan cita cita bangsa. Kita sebagai bangsa
Indonesia haruslah mengidamkan sebuah negara yang punya Tuhan yang Esa punya
rasa kemanusiaan yang tinggi, bersatu serta solid, selalu bermusyawarah dan juga
munculnya keadilan social
1. Pandangan hidup bangsa, artinya merupakan system nilai yang dipilih dan dianut oleh
bangsa Indonesia karena kebaikan, kebenaran, keindahan dan manfaatnya bagi bangsa
Indonesia sehingga dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari.
2. Pandangan hidup sesuatu bangsa adalah kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki suatu
bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad pada bangsa itu
untuk mewujudkannya.
3. Dijadikan pedoman hidup bangsa atau way of life adalah semua aktifitas kehidupan
bangsa Indonesia sehari-hari harus sesuai dengan sila-sila pancasila, karena Pancasila
merupakan kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki dan bersumber dari kehidupan
bangsa Indonesia sendiri.
4. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa atau way of life adalah semua aktifitas
kehidupan bangsa Indonesia sehari-hari harus sesuai dengan sila-sila dari pancasila,
karena pancasila merupakan kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki dan bersumber
dari kehidupan bangsa Indonesia sendiri.
5. Pandangan hidup adalh suatu wawasan menyeluruh terhadap kehidupan yang terdiri
dari kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur. Pandangan hidup berfungsi sebagai pedoman
untuk mengatur hubungan manusia dengan sesame, lingkungan dan mengatur
hubungan manusia dengan Tuhannya.
Garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia yang ditentukan oleh kehidupan
budi bangsa Indonesia dan dipengaruhi oleh tempat, lingkungan dan suasana waktu
sepanjang masa. Walaupun bangsa Indonesia sejak dahulu kala bergaul dengan berbagai
peradaban kebudayaan bangsa lain (Hindu, Tiongkok, Portugis, Spanyol, Belanda dan
lain-lain) namun kepribadian bangsa Indonesia tetap hidup dan berkembang. Mungkin di
sana-sini, misalnya di daerah-daerah tertentu atau masyarakat kota kepribadian itu dapat
dipengaruhi oleh unsur-unsur asing, namun pada dasarnya bangsa Indonesia tetap hidup
dalam kepribadiannya sendiri. Bangsa Indonesia secara jelas dapat dibedakan dari bangsa-
bangsa lain. Apabila kita memperhatikan tiap sila dari Pancasila, maka akan tampak
dengan jelas bahwa tiap sila Pancasila itu adalah pencerminan dari bangsa kita.
Demikianlah, maka Pancasila yang kita gali dari bumi Indonsia sendiri merupakan :
a. Dasar Negara Republik Indonesia, yang merupakan sumber dari segala sumber
hukum yang berlaku di negara kita
b. Pandangan hidup bangsa Indonesia yang dapat mempersatukan kita serta memberi
petunjuk dalam masyarakat kita yang beraneka ragam sifatnya.
c. Jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, karena Pancasila memberikan corak yang
khas kepada bangsa Indonesia dan tak dapat dipisahkan dari bangsa Indonesia, serta
merupakan ciri khas yang dapat membedakan bangsa Indonesia dari bangsa yang lain.
Terdapat kemungkinan bahwa tiap-tiap sila secara terlepas dari yang lain bersifat
universal, yang juga dimiliki oleh bangsa-bangsa lain di dunia ini, akan tetapi kelima
sila yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan itulah yang menjadi ciri
khas bangsa Indonesia.
d. Tujuan yang akan dicapai oleh bangsa Indonesia, yakni suatu masyarakat adil dan
makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah
negara kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan
berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram,
tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat,
tertib dan damai.
e. Perjanjian luhur rakyat Indonesia yang disetujui oleh wakil-wakil rakyat Indonesia
menjelang dan sesudah Proklamasi Kemerdekaan yang kita junjung tinggi, bukan
sekedar karena ia ditemukan kembali dari kandungan kepribadian dan cita-cita bangsa
Indonesia yang terpendam sejak berabad-abad yang lalu, melainkan karena Pancasila
itu telah mampu membuktikan kebenarannya setelah diuji oleh sejarah perjuangan
bangsa.
Oleh karena itu yang terpenting adalah bagaimana kita “memahami, menghayati
dan mengamalkan Pancasila dalam segala segi kehidupan”. Tanpa ini maka
Pancasila hanya akan merupakan rangkaian kata-kata indah yang tertulis dalam
Pembukaan UUD 1945, yang merupakan perumusan yang beku dan mati, serta tidak
mempunyai arti bagi kehidupan bangsa kita. Kita tidak perlu berteriak bahwa kita
Pancasila tetapi disisi yang lain mereka yang berteriak tersebut melakukan korupsi
dan penyelahgunaan kewenangan bila diberi amanah memegang jabatan.
Apabila Pancasila tidak menyentuh kehidupan nyata, tidak kita rasakan wujudnya
dalam kehidupan sehari-hari, maka lambat laun kehidupannya akan kabur dan
kesetiaan kita kepada Pancasila akan luntur. Mungkin Pancasila akan hanya tertinggal
dalam buku-buku sejarah Indonesia. Apabila ini terjadi maka segala dosa dan noda
akan melekat pada kita yang hidup di masa kini, pada generasi yang telah begitu
banyak berkorban untuk menegakkan dan melaksanakan Pancasila.
Akhirnya perlu juga ditegaskan, bahwa apabila dibicarakan mengenai Pancasila, maka
yang kita maksud adalah Pancasila yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945,
yaitu :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawratan / perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 itulah yang kita
gunakan, sebab rumusan yang demikian itulah yang ditetapkan oleh wakil-wakil
bangsa Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 dalam sidang Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Seperti yang telah ditunjukkan oleh Ketetapan MPR No. XI/MPR/1978, Pancasila
itu merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh dari kelima silanya. Dikatakan
sebagai kesatuan yang bulat dan utuh, karena masing-masing sila dari Pancasila
itu tidak dapat dipahami dan diberi arti secara sendiri-sendiri, terpisah dari
keseluruhan sila-sila lainnya. Memahami atau memberi arti setiap sila-sila secara
terpisah dari sila-sila lainnya akan mendatangkan pengertian yang keliru tentang
Pancasila.
7. Pancasila sebagai Cita-cita dan tujuan yang akan dicapai bangsa Indonesia
Dalan Pancasila mengandung cita-cita dan tujuan negara Indonesia yang menjadikan
pancasila sebagai patokan atau landasan pemersatu bangsa. dimana tujuan akhirnya yaitu
untuk mencapai masyarakat adil, makmur yang merata baik materiil maupun spiritual
yang berdasarkan Pancasila.
8. Pancasila sebagai Perjanjian Luhur
Karena saat berdirinya bangsa indonesia, Pancasila merupakan perjanjian luhur yang telah
disepakati oleh para pendiri bangsa untuk dilaksanakan, di lestarikan dan di pelihara.
Artinya Pancasila telah disepakati secara nasional sebagai dasar negara tanggal 18-
Agustus-1945 pada sidang PPKI (Panitia Persiapan kemerdekaan Indonesia), PPKI ini
merupakan wakil-wakil dari seluruh rakyat Indonesia yang mengesahkan perjanjian luhur
(Pancasila) tersebut.
9. Pancasila sebagai Falsafah Hidup yang Mempersatukan Bangsa Indonesia
Pancasila merupakan sarana yang ampuh untuk mempersatukan Bangsa Indonesia. Karena
Pancasila merupakan palsafah hidup dan kepribadian Bangsa Indonesia yang mengandung
nilai-nilai dan norma-norma yang oleh Bangsa Indonesia diyakini paling benar, bijaksana,
adil dan tepat bagi Bangsa Indonesia guna mempersatukan Rakyat Indonesia.
10. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan
Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional memiliki konsekuensi bahwa di
dalam segala aspek pembangunan nasional wajib berlandasakan pada hakikat nilai nilai
dari sila sila yang ada pada pancasila.
Aktualisasi Pancasila Dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara.
Aktualisasi pancasila adalah bagaimana nilai nilai pancasila benar-benar dapat tercermin
dalam sikap dan prilaku seluruh warga Negara, mulai dari aparatur dan pimpinan nasional
samapi kepada rakyat biasa. Aktualisasi pancasila dibedakan menjadi 2 (dua) macam,
yaitu :
Aktualisasi Pancasila secara Objektif
Pelaksanaan pancasila dalam bentuk realisasi dalam setiap aspek penyelenggaraan Negara,
baik di bidang legislative, eksekutif, yudikatif maupun semua bidang kenegaraan lainnya.
Aktualisasi Pancasila secara Subyektif
Pelasanaan dalam sikap pribadi perorangan, setiap warga Negara, setiap individu, setiap
penduduk, setiap penguasa dan setiap orang di Indonesia.
Pertemuan Ke-Enam & Ke-Tujuh.
HUBUNGAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR
NEGARA REPUBLIK INNDONESIA TAHUN 1945
A.Pengantar.
Hubungan antara Pancasila dan Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia, dapat
dibedakan atas:
Hubungan secara formiil antara Pancasila dan Pembukaan UUD 1945: bahwa
rumusan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia adalah seperti yang tercantum
dalam Pembukaan UUD’45; bahwa Pembukaan UUD’45 berkedudukan dan berfungsi
selain sebagai Mukadimah UUD’45 juga sebagai suatu yang berkedudukan sendiri
karena Pembukaan UUD’45 yang intinya Pancasila tidak tergantung pada batang
tubuh UUD’45, bahwa Pancasila sebagai inti Pembukaan UUD’45 dengan demikian
mempunyai kedudukan yang kuat, tetap, tidak dapat diubah dan terlekat pada
kelangsungan hidup Negara RI.
Hubungan Secara Material antara Pancasila dan PembukaanUUD 1945: Proses
Perumusan Pancasila: sidang BPUPKI membahas dasar filsafat Pancasila, baru
kemudian membahas Pembukaan UUD’45; sidang berikutnya tersusun Piagam
Jakarta sebagai wujud bentuk pertama Pembukaan UUD’45.
Pancasila adalah ideologi bangsa dan dasar negara Indonesia, oleh karenanya merupakan
landasan idiil bagi sistem pemerintahan dan landasan etis-moral bagi kehidupan berbangsa,
bernegara serta bermasyarakat, dan merupakan pandangan hidup, melainkan juga alat
pemersatu bangsa.
Proses atau tahapan Perumusan Pancasila diawali dalam sidang BPUPKI I yang diketuai oleh
dr. Radjiman Widyadiningrat dan terdapat tiga orang pembicara yaitu Muhammad Yamin,
Soepomo dan Soekarno. tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno memberi nama Pancasila yang
artinya 5 dasar pada pidatonya dan tanggal 17 Agustus 1945 memproklamasikan
kemerdekaan. Pada tanggal 18 Agustus 1945 dimana termuat isi rumusan 5 prinsip dasar
negara yang diberi nama Pancasila.
Macam-Macam Pengertian Konstitusi
Pengertian Konstitusi dalam arti luas yang dikemukakan oleh Bolingbroke, bahwa
pengertian konstitusi dalam arti luas adalah keseluruhan dari ketentuan-ketentuan
dasar atau hukum dasar. Seperti halnya hukum pada umumnya dimana hukum dasar
tidak selalu berupa dokumen tertulis. Hukum dasar dapat berdiri dari unsur-unsur
tertulis atau tidak tertulis atau dapat juga merupakan campuran dari dua unsur
tersebut.
Pengertian Konstitusi dalam arti sempit yang dikemukakan oleh Lord Bryce,
bahwa pengertian konstitusi dalam arti sempit adalah piagam dasar atau UUD, yaitu
suatu dokumen lengkap mengenai peraturan-peraturan dasar negara. UUD 1945,
Konstitusi Amerika Serikat 1787, Konstitusi Prancis 1789, dan Konstitusi
Konfederasi Swiss 1848 merupakan contohnya. Jadi, Pengertian konstitusi dalam arti
sempit adalah sebagian dari hukum dasar yang merupakan satu dokumen tertulis
yang lengkap.
Pengertian UUD atau Konstitusi
Konstitusi atau Undang Undang Dasar sebuah negara diartikan sebagai suatu bentuk
pengaturan tentang berbagai aspek yang mendasar dalam sebuah negara, baik aspek
hukum maupun aspek lainnya yang merupakan konsensus atau kesepakatan
masyarakat untuk diatur.
C.F. Strong mengatakan bahwa konstitusi memiliki kedudukan sebagai aturan main
bagi rakyat untuk konsolidasi posisi politik dan hukum, untuk mengatur kehidupan
bersama dalam rangka mewujudkan tujuannya dalam bentuk negara.
James Bryce mendefinisikan konstitusi sebagai suatu kerangka masyarakat politik
(negara) yang diorganisir dengan dan melalui hukum. Dengan kata lain, hukum
menetapkan adanya lembaga-lembaga permanen dengan fungsi yang telah diakui
dan hak-hak yang telah ditetapkan.
Konstitusi dapat pula dikatakan sebagai kumpulan-kumpulan prinsip yang mengatur
kekuasaan pemerintah, hak pihak yang diperintah (rakyat) dan hubungan diantara
keduanya.
B. Tentang Konstitusi.
Tujuan Konstitusi yaitu:
1. Membatasi kekuasaan penguasa agar tidak bertindak sewenang – wenang maksudnya
tanpa membatasi kekuasaan penguasa, konstitusi tidak akan berjalan dengan baik dan
bisa saja kekuasaan penguasa akan merajalela Dan bisa merugikan rakyat banyak.
2. Melindungi HAM maksudnya setiap penguasa berhak menghormati HAM orang lain
dan hak memperoleh perlindungan hukum dalam hal melaksanakan haknya.
3. Pedoman penyelenggaraan negara maksudnya tanpa adanya pedoman konstitusi
negara kita tidak akan berdiri dengan kokoh.
Nilai Konstitusi yaitu:
1. Nilai normatif adalah suatu konstitusi yang resmi diterima oleh suatu bangsa dan bagi
mereka konstitusi itu tidak hanya berlaku dalam arti hukum (legal), tetapi juga nyata
berlaku dalam masyarakat dalam arti berlaku efektif dan dilaksanakan secara murni
dan konsekuen.
2. Nilai nominal adalah suatu konstitusi yang menurut hukum berlaku, tetapi tidak
sempurna. Ketidaksempurnaan itu disebabkan pasal – pasal tertentu tidak berlaku /
tidak seluruh pasal – pasal yang terdapat dalam UUD itu berlaku bagi seluruh wilayah
negara.
3. Nilai semantik adalah suatu konstitusi yang berlaku hanya untuk kepentingan
penguasa saja. Dalam memobilisasi kekuasaan, penguasa menggunakan konstitusi
sebagai alat untuk melaksanakan kekuasaan politik.
Jenis /Macam – macam Konstitusi
Menurut CF. Strong konstitusi terdiri dari:
Konstitusi tertulis (bahasa Inggris: documentary constitution atau
written constitution) adalah aturan – aturan pokok dasar negara , bangunan negara dan
tata negara, demikian juga aturan dasar lainnya yang mengatur perikehidupan suatu
bangsa di dalam persekutuan hukum negara.
Konstitusi tidak tertulis / konvensi (bahasa Inggris: non-documentary
constitution) adalah berupa kebiasaan ketatanegaraan yang sering timbul.
Adapun syarat – syarat konvensi adalah:
1. Diakui dan dipergunakan berulang – ulang dalam praktik penyelenggaraan negara.
2. Tidak bertentangan dengan UUD 1945.
3. Memperhatikan pelaksanaan UUD 1945.
Unsur konstitusi
Unsur/substansi sebuah konstitusi yaitu
Menurut Sri Sumantri konstitusi berisi 3 hal pokok yaitu
Jaminan terhadap Ham dan warga negara.
Susunan ketatanegaraan yang bersifat fundamental.
Pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan.
Menurut Miriam Budiarjo, konstitusi memuat tentang
Organisasi negara.
HAM.
Prosedur penyelesaian masalah pelanggaran hukum.
Cara perubahan konstitusi.
Menurut Koerniatmanto Soetopawiro, konstitusi berisi tentang
Pernyataan ideologis.
Pembagian kekuasaan negara.
Jaminan HAM (Hak Asasi Manusia).
Perubahan konstitusi.
Larangan perubahan konstitusi.
Parameter terbentuknya pasal-pasal UU yaitu:
1. Agar suatu bentuk pemerintahan dapat dijalankan secara demokrasi dengan
memperhatikan kepentingan rakyat.
2. Melindungi asas demokrasi.
3. Menciptakan kedaulatan tertinggi yang berada ditangan rakyat.
4. Untuk melaksanakan dasar negara.
5. Menentukan suatu hukum yang bersifat adil.
Kedudukan Konstitusi/UUD yaitu:
1. Dengan adanya UUD baik penguasa dapat mengetahui aturan / ketentuan pokok
mendasar mengenai ketatanegaraan.
2. Sebagai hukum dasar.
3. Sebagai hukum yang tertinggi.
Kedudukan UUD 1945, dalam kaitannya dengan tertib hukum Indonesia, memiliki
dua aspek yang sangat fundamental, yaitu memberikan faktor-faktor mutlak bagi
terwujudnya tertib hukum Indonesia dan termasuk dalam tertib hukum Indonesia
sebagai tertib hukum tertinggi. Sementara kedudukan Pancasila, sebagaimana
tercantum dalam pembukaan UUD 1945, adalah sebagai sumber dari segala sumber
hukum Indonesia.
Berdasarkan penjelasan tentang isinya Pembukaan UUD 1945 yang termuat dalam
Berita RI tahun II No. 7, Pembukaan UUD 1945 mengandung pokok-pokok pikiran
yang meliputi suasana kebatinan Negara Indonesia serta yang mewujudkan suatu
cita-cita hukum dengan menguasai dasar tertulis (UUD) maupun tidak tertulis.
Adapun pokok-pokok pikiran tersebut diwujudkan dalam pasal-pasal UUD 1945
sebagai sumber hukum positif Indonesia.
Sebagaiman isi yang terkandung dalam penjelasan resmi pembukaan UUD 1945,
nilai-nilai yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 selanjutnya diwujudkan
ke dalam pasal-pasal UUD 1945 dan kemudian dijabarkan dalam peraturan-
peraturan hukum positif dibawahnya seperti Ketetapan MPR, UU, Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang,PP dan peraturan-peraturan lainnya.
b. Pembukaan UUD 1945, Pada Alinea keempat Pembukaan UUD 1945 memuat
unsur-unsur yang memuat ilmu hukum disyaratkan bagi adanya suatu tertib hukum
di Indonesia (rechts orde), atau legal order, yaitu suatu keseluruhan peraturan-
peraturan hukum.
Kedudukan Pembukaan UUD 1945 dalam tertib hukum Indonesia adalah sebagai
berikut
Pertama : Menjadi dasar tertib hukum, karena Pembukaan UUD 1945 memberikan
empat syarat adanya tertib hukum Indonesia.
Kedua : Menjadi ketentuan hukum tertinggi, sesuai dengan kedudukannya sebagai
asas hukum dasar tertulis (UUD) maupun hukum dasar tidak tertulis (Konvensi)
serta peraturan-peraturan hukum lainnya yang lebih rendah (Notonagoro, 1974: 45)
c.Pembukaan UUD 1945 sebagai Pokok Kaidah Negara Yang Fundamental
Pembukaan UUD 1945 merupakan pokok kaidah negara yang fundamental
(Staaatsfundamentalnorm) yang menurut ilmu hukum tata negara memiliki beberapa
unsur mutlak antara lain :
a. Dari segi isinya, Pembukaan UUD 1945 memuat dasar-dasar pokok negara
sebagai berikut :
1. Sebagai pokok kaidah negara yang mempunyai kedudukan yang tetap dan tidak
berubah serta melekat pada kelangsungan hidup negara yang telah dibentuk.
2. Dalam jenjang hierarki tertib hukum, Pembukaan UUD 1945 sebagai pokok
kaidah negara yang fundamental memiliki kedudukan tertinggi, lebih tinggi
daripada pasal-pasal UUD 1945, sehingga secara hukum dapat dikatakan terpisah
dari pasal-pasal UUD 1945.
Pengertian terpisah sebenarnya bukan berarti tidak memiliki hubungan sama
sekali tetapi antara Pembukaan UUD 1945 dan batang tubuh UUD 1945 terdapat
hubungan kausal organis, di mana UUD harus menciptakan pokok-pokok pikiran
yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. Dengan demikian, pengertian
terpisah di sini adalah keduanya mempunyai hakikat dan kedudukan sendiri-
sendiri, di mana Pembukaan UUD 1945 memiliki kedudukan lebih tinggi
daripada pasal-pasal UUD 1945, bahkan yang tertinggi dalam tertib hukum
Indonesia.
d.Pembukaan UUD 1945 Tetap pada Kelangsungan Hidup Negara RI
Pembukaan UUD 1945 memiliki kedudukan hukum yang kuat bahkan secara yuridis
tidak dapat diubah serta melekat pada kelangsungan hidup negara, hal ini
berdasarkan alsan-alasan sebagai berikut :
1. Menurut tata hukum, suatu peraturan hukum hanya dapat diubah atau dihapuskan
oleh penguasa atau peraturan hukum yang lebih tinggi tingkatannya daripada
penguasa yang menetapkannya.
2. Pembukaan UUD 1945 pada hakikatnya merupakan suatu tertib hukum yang
tertinggi di negara RI. Selain itu, Pembukaan UUD 1945 mengandung faktor-faktor
mutlak bagi adanya suatu tertib hukum di Indonesia.
3. Selain dari segi yuridis formal juga secara material, yaitu hakikat isi, Pembukaan
UUD 1945 tidak dapat diubah dan senantiasa melekat pada kelangsungan hidup
negara RI.
2. Kedudukan Pembukaan dalam UUD 1945
Pembukaan Konstitusi, baik yang secara resmi disebut dengan nama Pembukaan
maupun tidak, memuat norma-norma dasar kehidupan bernegara (kaidah fundamental hidup
bernegara). Isi pembukaan konstitusi bukan rumusan pasal-pasal hukum tata negara. Namun
demikian, karena berupa norma-norma dasar, isi pembukaan itu mempertinggi kekuatan
mengikat pasal-pasal dalam Konstitusi. Demikian juga yang terjadi dengan UUD 1945.
Pembukaan UUD 1945 mengandung pokok-pokok pikiran yang merupakan cita-cita hukum
yang melandasi lahirnya hukum negara, baik hukum tertulis maupun tidak tertulis di
Indonesia. Dengan demikian, Pembukaan UUD 1945 merupakan sumber tertib hukum
Indonesia. Di dalam Pembukaan UUD 1945 terkandung pokok-pokok kaidah negara yang
fundamental. Secara konkret pokok-pokok kaidah negara yang fundamental itu adalah dasar
negara Pancasila. Kedudukan Pembukaan UUD 1945 lebih tinggi dari Batang Tubuh UUD
1945.
PEMBUKAAN UUD 1945
1. Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 - Secara yuridis, Pancasila terletak dalam
Pembukaan UUD 1945. Hal ini dibuktikan dengan kata-kata “dengan berdasarkan
kepada..” yang ada dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat.
2. Isi Pembukaan UUD 1945
a. Alinea Pertama, merupakan pernyataan hak atas segala bangsa akan kemerdekaan.
b. Alinea Kedua, mengandung pernyataan tentang berhasilnya perjuangan pergerakan
kemerdekaan rakyat Indonesia.
c. Alinea Ketiga, merupakan pernyataan kemerdekaan rakyat Indonesia.
d. Alinea Keempat, mengikrarkan pernyataan pembentukan pemerintahan Negara
dengan dasar Pancasila.
3. Pokok-Pokok Pikiran dalam Pembukaan UUD 1945, meliputi suasana kebatinan
dari UUD Negara Indonesia dan mewujudkan cita-cita hukum (tertulis dan tidak
tertulis).
4. Maksud / Tujuan Pembukaan UUD 1945
a. Mempertanggungjawabkan bahwa pernyataan kemerdekaan sudah selayaknya.
b. Menetapkan cita-cita bangsa yang ingin dicapai dengan kemerdekaannya.
c. Menegaskan bahwa proklamasi kemerdekaan menjadi permulaan dan dasar hidup
kebangsaan dan hidup seluruh rakyat Indonesia.
d. Melaksanakan segala sesuatu itu dalam perwujudan dasar-dasar tertentu.
A.Tentang Negara.
Sebelum kita membicarakan atau mebahas tentang demokkrasi ada baiknya kita terlebih
dahulu membahas tentang Negara, karena Negaara adalah wadah dimana demokrasi hidup,
tumbuh dan berkembang.
Manusia seperti yang diungkapkan Aristoteles pada hakekatnya adalah makhluk politik,
maka sudah menjadi watak hidupnya dalam suatu kota yang dengan begitu dia dapat
mencapai watak moralnya yang tertinggi. Inilah yang mengawali penjelasan sistematis
mengenai negara dari para filosof Yunani. Bagi Plato dan Aristoteles, negara adalah
bertujuan untuk mencari kebaikan umum dan kesempurnaan moral.
Bagi mereka berdua, negara tidak hanya sekedar asosiasi politik, namun secara
bersamaan berperan sebagai komunitas keagamaan dan tempat sosialisasi yang
biasanya berurusan dengan pengembangan pikiran dan jiwa individu.
Karena kedua filosof itu memandang tiap individu adalah sebagai makhluk yang
secara alami cenderung kepada kebaikan dan karenanya sehingga penekanannya
kepada dimensi moral kemanusiaan. Keduanya mengatakan penekanan rasa
komunitas yang ditemukan dalam kota (polis) yaitu tentang kesepakatan umum
tentang sifat keyakinan-keyakinan moral.
Dimulai dari Niccolo Machiavelli yang beranggapan dan menekankan bahwa hal
tersebut yang telah diungkapkan kedua filosof telah berubah. Bagi Machiavellli,
kondisi sekarang banyak teoretisi memandang manusia malah sebagai makhluk yang
mementingkan diri sendiri, mempunyai keinginan abadi dan terus menerus
mempertahankan diri demi kekuasaan dan kemudian pada akhirnya malah berujung
dengan kematian. Sehingga hal tersebut memberikan pandangan fokus yang berbeda
dan berubah dari moralitas dan kebaikan beralih kepada kekuasaan dan otoritas.
Itu semua dibenarkan oleh Karl Marx dan Max Weber dimana keduanya mempunyai
teori sendiri tentang negara. Mereka mengganggap populasi penduduk, wilayah,
pemerintahan dan kedaulatan merupakan ciri-ciri negara yang terbukti dengan
sendirinya dan tidak perlu kejelasan lebih lanjut lagi. Oleh karena itu Marx dan Weber
mengawali pandangan mereka dengan analisis kelas atau kelompok negara dan
tindakannya.
Mereka mendasarkan teorinya kepada konsep manusia yang lebih mementingkan diri
sendiri sebagai anggota kelompok. Keduanya melihat negara itu dalam hubungan
kekuasaan, kekejaman, dominasi dan syarat-syarat administrasi. Tapi Marx dan
Weber mempunyai pandangan berbeda dalam hubungan penekanan, tujuan dan sarana
yang digunakan dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan.
Negara menurut Karl Marx
Sebelum melangkah dalam uraian Marx tentang negara ada baiknya kita ketahui bahwa
keadaan kehidupan Marx saat itu di tengah-tengah kehidupan yang mana perbedaan ekonomi
sangat mencolok sekali. Mendominasinya gaya hidup kerajaan menjadikan para bangsawan
semena-mena terhadap rakyatnya.
Bagi Marx sendiri, negara adalah produk kontradiksi kelas dan perjuangan kelas, dan
secara ekonomis semua itu dikontrol oleh kelas yang dominan. Negara borjuis itu
kemudian dijadikan alat kontrol dan pemaksaan bagi pembagian kelas yang memiliki
sarana-sarana produksi untuk menjalankan kekuasaan atas kelas-kelas yang
tereksploitasi dalam masyarakat. Nampak luar, negara borjuis ini seakan-akan
berbentuk demokrasi, namun sistem politiknya sangat terstruktur sehingga malah
menjamin dominasi para borjuis-borjuis selanjutnya.
Kita lihat bahwa pemerintah bertindak sebagai eksekutif kelas para penguasa, yang
mana dapat mengkoordinir tindakan dan kerja para anggota-anggotanya guna
kepentingan kelas di masa selanjutnya. Mau kita lihat bagaimanapun, negara borjuis
tak dapat disangkal lagi mempunyai otonomi dan penampakan kejujuran yang relatif.
Tapi itu semua dibantah oleh Marx yang mengingkari kalau negara yang berdasarkan
kelas, terus karena kelas itu melibatkan oposisi sehingga menjadikan negara borjuis
ini menunjukkan kecenderungan-kecenderungan yang kontradiktif. Marx
beranggapan bahwa tingkat produksi tinggi yang dijamin sistem kapitalis,
dikarenakan mungkin karena adanya kemiskinan orang banyak atau karena hanya
sedikit orang yang mempunyai kekayaan.
Namun jika semua ini di satukan kemudian diberi jalan bagi masyarakat komunis
yang kita ketahui mengusung sistem pemerataan ekonomi dan memuaskan kebutuhan
setiap orang. Maka lanjut Marx, dalam situasi tanpa kelas itu (karena sudah rata
secara ekonomi), maka tidak akan ada oposisi, terus masyarakat tidak ada kebutuhan
terhadap aparat negara yang suka menindas.
Negara menurut Max Weber
Kalau di ikuti lebih lanjut sebenarnya dalam beberapa hal, Max Weber masih sependapat
dengan analisa Marxist tentang negara, namun ia sendiri menganggap masyarakat tanpa kelas
malah sebagai utopia atau hanya impian belaka. Weber menolak kritik Marx atas sistem
kapitalis dan juga ia melihat sedikit adanya perbedaan antara masyarakat sosialis yang
didominasi elit birokrat dengan sistem kapitalis yang didominasi oleh kaum borjuis.
Bagi Weber, negara adalah hubungan manusia yang mendominasi manusia, yaitu hubungan
yang didukung oleh sarana-sarana kekerasan. Ia memandang bahwa pemaksaan kehendak
kepada orang lain bahkan dengan kekerasan sudah menjadi bawaan manusia karena adanya
hak milik dalam mendapatkan sarana-sarana materi untuk mendominasi baik itu secara
administrasi ataupun pemaksaan.
Lanjut Weber, ketiadaan lembaga sosial yang dapat mengontrol kekerasan malah akan
mengantarkan pada anarki dalam pengertian kata yang khas. Jadi menurutnya, negara
didefinisikan sebagai komunitas manusia yang telah berhasil mengklaim monopoli serta
dapat memanfaatkan penyalahgunaan hukum dalam suatu wilayah tertentu. Bagi Weber,
monopoli penyelewengan adalah rasional bahkan karenanya malah dapat mengurangi
kemungkinan konflik.
Namun sekali lagi, rasionalitas dominasi tersebut dapat diterima jika berpusat pada
kemungkinan memenuhi perintah-perintah yang sah. Kalau Marx mencoba mereduksi peran
aparatur negara, nah kalau Weber menyandarkan diri pada peran aparatur negara. Namun
bagaimanakah selanjutnya jika mereka telah mendasari bahwa manusia itu adalah anarki,
sampai-sampai bagaimana caranya melegalkan cara untuk mensahkan tindakan manusia yang
secara nyata telah menyimpang.
Pengertian Demokrasi
Istilah Demokrasi berasal dari kata “demos” yang berarti rakyat dan “kratein” yang berarti
memerintah atau “kratos”.Tokoh-tokoh yang mempunyai andil besar dalam memperjuangkan
demokrasi, misalnya : John Locke (dari Inggris), Montesquieu (dari Perancis), dan Presiden
Amerika Serikat Abraham Lincoln. Menurut John Locke ada dua asas terbentuknya negara.
Pertama, pactum unionis yaitu perjanjian antar individu untuk membentuk negara.
Kedua, pactum suvjektionis, yaitu perjanjian negara yang dibentuknya. Abraham Lincoln
berpendapat bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat (democracy is government of the people, by the people, for the people). Ada dua asas
pokok tentang demokrasi, yaitu sebagai berikut :
a. Pengakuan partisipasi rakyat di dalam pemerintahan.
b. Pengakuan hakikat dan martabat manusia HAM
Prinsip-prinsip Demokrasi
Prinsip demokrasi yang didasarkan pada konsep di atas (rule of law), antara lain sebagai
berikut :
a. Tidak adanya kekuasaan yang sewenang-wenang;
b. Kedudukan yang sama dalam hukum;
c. Terjaminnya hak asasi manusia oleh undang-undang
Pertama kali demokrasi diterapkan di Yunani di kota Athena dengan demokrasi langsung,
yaitu pemerintahan dimana seluruh rakyat secara bersama-sama diikutsertakan dalam
menetapkan garis-garis besar kebijakan pemerintah negara baik dalam pelaksanaan maupun
permasalahannya.
Tokoh-tokoh yang mempunyai andil besar dalam memperjuangkan demokrasi, antara lain
sebagai berikut :
a. John Locke (Inggris) - John Locke menganjurkan perlu adanya pembagian kekuasaan
dalam pemerintahan negara, yaitu sebagai berikut:
1) Kekuasaan Legislatif yaitu kekuasaan pembuat undang-undang.
2) Kekuasaan Eksekutif yaitu kekuasaan melaksanakan undang-undang.
3) Kekuasaan Federatif yaitu kekuasaan untuk menetapkan perang dan damai, membuat
perjanjian (aliansi) dengan negara lain, atau membuat kebijaksanaan/perjanjian dengan semua
orang atau badan luar negeri.
b. Montesquieu (Prancis)
Kekuasaan negara dalam melaksanakan kedaulatan atas nama seluruh rakyat untuk
menjamin, kepentingan rakyat harus terwujud dalam pemisahaan kekuasaan lembaga-
lembaga negara, antara lain sebagai berikut:
1) Kekuasaan Legislatif yaitu kekuasaan pembuat undang-undang.
2) Kekuasaan Eksekutif yaitu kekuasaan melaksanakan undang-undang.
3) Kekuasaan Yudikatif yaitu kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang oleh
badan peradilan.
B. Demokrasi Pancasila.
c. Masa Reformasi
Berlangsung mulai dari Mei 1998 sampai dengan sekarang. Ciri-ciri umum
demokrasi Pancasila masa Reformasi, seperti yang tercantum pada demokrasi
Pancasila. Selain itu juga lebih ditekankan pada :
- Penegakkan kedaulatan rakyat dengan memberdayakan pengawasan sebagai
lembaga negara, lembaga politik, dan kemasyarakatan.
- Pembagian secara tegas wewenang antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
- Penghormatan kepada keberadaan asas, ciri aspirasi, dan program parpol yang
multipartai.
Pelaksanaan Pemilu pada Masa Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi.
Sejak Indonesia merdeka telah melaksanakan pemilu sebanyak sembilan kali.
a. Tujuan Pemilu
1) Melaksanakan kedaulatan rakyat.
2) Sebagai perwujudan hak asasi politik rakyat.
3) Untuk memilih wakil-wakil rakyat yang duduk di DPR.
4) Melaksanakan pergantian personil pemerintahan secara damai, aman, dan tertib
(secara konstitusional).
5) Menjamin kesinambungan pembangunan nasional.
a. Membiasakan untuk berbuat sesuai dengan aturan main atau hukum yang berlaku.
b. Membiasakan bertindak secara demokratis bukan otokrasi atau tirani.
c. Membiasakan untuk menyelesaikan persoalan dengan musyawarah.
d. Membiasakan mengadakan perubahan secara damai tidak dengan kekerasan atau
anarkis.
e. Membiasakan untuk memilih pemimpin melalui cara-cara yang demokratis.
f. Selalu menggunakan akal sehat dan hati nurani luhur dalam musyawarah.
g. Selalu mempertanggungjawabkan hasil keputusan musyawarah baik kepada Tuhan,
masyarakat, bangsa, dan negara.
h. Menggunaka kebebasan dengan penuh tanggung jawab.
i. Membiasakan memberikan kritik yang bersifat membangun.
a. Lingkungan Keluarga
1) Membiasakan diri untuk menempatkan anggota keluarga sesuai dengan kedudukannya.
2) Membiasakan mengatasi dan memecahkan masalah dengan jalan musyawarah
mufakat.
3) Saling menghargai perbedaan pendapat masing-masing anggota keluarga.
4) Mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi.
b. Lingkungan Kampus
1) Berusaha selalu berkomunikasi individual.
2) Ikut serta dalam kegiatan politik di sekolah seperti pemilihan ketua lembaga
kemahasiswaan maupun kegiatan yang lain yang relevan.
3) Berani mengajukan petisi (saran/usul).
4) Berani menulis artikel, pendapat, opini di majalah dinding dan jurnal kampus.
5) Selalu mengikuti jenis pertemuan yang diselenggarakan lembaga kemahssiswan dan
fakultas/universitas.
6) Berani mengadakan kegiatan yang merupakan realisasi dari program lembaga
kemahssiswaan /fakultas/universitas dan sebagainya.
c. Lingkungan masyarakat
1) Bersama-sama menjaga kedamaian masyarakat.
2) Berusaha mengatasi masalah yang timbul dengan pemikiran yang jernih.
3) Mengikuti kegiatan rembug desa.
4) Mengikuti kegiatan kerja bakti.
5) Bersama-sama memberikan ususlan demi kemajuan masyarakat.
Indonesia adalah negara yang memiliki banyak sekali suku bangsa. Selain itu negara ini
juga memiliki 6 agama resmi dijalankan secara berdampingan. Itulah Bhinneka Tunggal
Ika yang menjadi semboyan Indonesia. Sayangnya dalam beberapa hal, keberagaman ini
justru menjadi masalah yang sangat besar. Bahkan bisa memicu suatu bentrokan hingga
perang.
Terbaru adalah masalah terbaru adalah kasus pembakaran Masjid di Tolikara dan
pembakaran Gereja di Singkil. Masalah seperti ini harusnya bisa diselesaikan dengan baik.
Dengan begitu di kemudian hari tak akan bermunculan kasus yang sama. Sebelum ini juga
pernah ada kasus di kerusuhan Ambon serta ricuh di Sampit bertahun silam.
Indonesia adalah negara yang memiliki suku bangsa dan agama yang beragam. Di
sekitar kita mungkin kehidupan antara umat beragaman sudah rukun. Tetapi di beberapa
tempat masih saja ada kasus yang menyangkut SARA. Seperti meminta seorang pemimpin
untuk turun hanya karena agamanya tidak sama dengan agama mayoritas, perusakan
tempat ibadah, terorisme, pertikaian antar suku, dan saling ejek antar agama di dunia
maya. Jika masalah ini dibiarkan terjadi, maka akan terjadi disintegrasi bangsa dan sangat
berbahaya bagi kedaulatan bangsa. Hal ini dapat dikendalikan dengan sila ketiga Persatuan
Indonesia. Negara ini kaya akan kebudayaan yang berbeda namun ini kembali pada kita
semua tugas kita sebagai sesama bangsa Indonesia yang memiliki latar belakang dan
tujuan yang sama, kita memiliki nasib yang sama. Sebagai mahasiswa yang memiliki
pendidikan tinggi dapat membantu hal ini dengan kuliah kerja lapangan yang
dimanfaatkan semaksimal mungkin. Kita dapat menyebarkan nilai-nilai Pancasila, rasa
nasionalisme yang tinggi, rasa persatuan dan kesatuan yang tinggi karena kita memiliki
tujuan dan latar belakang yang sama meskipun kita dibedakan oleh suku, ras dan agama
hal itu tidak dapat memisahkan nasib kita. Hal ini kita sebarkan kepada mereka yang jauh
dari perhatian pemerintahan. Walaupun hal ini memiliki tanggung jawab yang besar dan
resiko yang tinggi. Bisa saja dalam penyebaran kebaikan untuk memperkuat rasa
persatuan, kita harus mempertaruhkan keselamatan dan nyawa seperti halnya di daerah
pulau Papua.
Konflik itu dapat berupa konflik vertikal maupun horisontal. Konflik vertikal
misalnya antara si kuat dengan si lemah, antara penguasa dengan rakyat, antara mayoritas
dengan minoritas, dan sebagainya. Sementara itu konflik horisontal ditunjukkan misalnya
konflik antarumat beragama, antarsuku, atarras, antargolongan dan sebagainya. Jurang
pemisah ini merupakan potensi bagi munculnya konflik.
Data-data empiris menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang
tersusun atas berbagai unsur yang sangat pluralistik, baik ditinjau dari suku, agama, ras,
dan golongan. Pluralitas ini di satu pihak dapat merupakan potensi yang sangat besar
dalam pembangunan bangsa, namun di lain pihak juga merupakan sumber potensial bagi
munculnya berbagai konflik yang mengarah pada disintegrasi bangsa.
Pada prinsipnya Pancasila dibangun di atas kesadaran adanya kompleksitas,
heterogenitas atau pluralitas kenyataan dan pandangan. Artinya segala sesuatu yang
mengatasnamakan Pancasila tetapi tidak memperhatikan prinsip ini, maka akan gagal.
Berbagai ketentuan normatif tersebut antara lain: Pertama, Sila ke-3 Pancasila
secara eksplisit disebutkan “Persatuan Indonesia”. Kedua, Penjelasan UUD 1945 tentang
Pokok-pokok Pikiran dalam Pembukaan terutama pokok pikiran pertama. Ketiga, Pasal-
Pasal UUD 1945 tentang Warga Negara, terutama tentang hak-hak menjadi warga negara.
Keempat, Pengakuan terhadap keunikan dan kekhasan yang berasal dari berbagai daerah
di Indonesia juga diakui, (1) seperti yang terdapat dalam penjelasan UUD 1945 tentang
Pemerintahan Daerah yang mengakui kekhasan daerah, (2) Penjelasan Pasal 32 UUD 1945
tentang puncak-puncak kebudayaan daerah dan penerimaan atas budaya asing yang sesuai
dengan budaya Indonesia; (3) penjelasan Pasal 36 tentang peng-hormatan terhadap
bahasa-bahasa daerah. Kiranya dapat disimpulkan bahwa secara normatif, para founding
fathers negara Indonesia sangat menjunjung tinggi pluralitas yang ada di dalam bangsa
Indonesia, baik pluralitas pemerintahan daerah, kebudayaan, bahasa dan lain-lain.Justru
pluralitas itu merupakan aset yang sangat berharga bagi kejayaan bangsa.
Beberapa prinsip yang dapat digali dari Pancasila sebagai alternatif pemikiran dalam
rangka menyelesaikan masalah SARA ini antara lain: Pertama, Pancasila merupakan
paham yang mengakui adanya pluralitas kenyataan, namun mencoba merangkumnya
dalam satu wadah ke-indonesiaan. Kesatuan tidak boleh menghilangkan pluralitas yang
ada, sebaliknya pluralitas tidak boleh menghancurkan persatuan Indonesia. Implikasi dari
paham ini adalah berbagai produk hukum dan perundangan yang tidak sejalan dengan
pandangan ini perlu ditinjau kembali, kalau perlu dicabut, karena jika tidak akan
membawa risiko sosial politik yang tinggi. Kedua, sumber bahan Pancasila adalah di
dalam tri prakara, yaitu dari nilai-nilai keagamaan, adat istiadat dan kebiasaan dalam
kehidupan bernegara yang diterima oleh masyarakat. Dalam konteks ini pemikiran tentang
toleransi, kerukunan, persatuan, dan sebagainya idealnya digali dari nilai-nilai agama, adat
istiadat, dan kebiasaan kehidupan bernegera yang diterima oleh masyarakat
8. Kesenjangan Sosial
Ini sudah biasa terjadi di negara kita dimana orang kaya akan tetap kaya sampai
tujuh turunan, sedangkan orang miskin tetaplah miskin walau sekeras apapun dia bekerja.
Tidak hanya itu mereka yang kaya tidak merasa puas apalagi bersyukur akan harta yang
mereka miliki. Begitu pula dengan orang-orang yang berada di kalangan bawah merasa
susah menjalankan hidup akhirnya mereka melakukan hal-hal yang seharusnya mereka
tidak lakukan yang mengakibatkan marak kriminalitas di Indonesia. Hal ini dapat
dikendalikan dengan sila kelima yaitu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pemerintah sebaiknya mengendalikan hal ini dengan membatasi kekayaan orang-orang
kaya di Indonesia. Mereka yang memiliki uang tidak terhingga melebihi kebutuhan akan
dirinya lebih baik menyumbangkan hartanya kepada masyarakat. Pengusaha yang kaya di
undang dalam suatu perkumpulan untuk melakukan bantuan kepada rakyat Indonesia.
Namun perlu diingat sebagai orang yang memiliki keungan yang tinggi tidaklah
sepatutnya berbangga dan menyombongkan diri apalagi merendahkan rakyat miskin.
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Muridan S Widjojo, menyatakan masalah
Papua harus diselesaikan lewat jalan dialog dengan para tokoh setempat untuk dapat
memulihkan kepercayaan politik bergabung dengan Indonesia. Menurut Muridan, kebuntuan
politik sudah meluas dan lama sehingga menjadi kompleks."Sehingga ada kesulitan
menemukan apa sebenarnya akar masalahnya,". Maka dialog menjadi penting untuk
membuat masyarakat Papua dan Pemerintah Indonesia bersepakat mengenai akar masalah itu
dulu."
Persepsi tentang akar masalah Papua versi pemerintah -bahwa semua disebabkan faktor
kesejahteraan yang kurang sehingga muncul keinginan Papua untuk merdeka-, menurut
Muridan, tidak dibenarkan oleh masyarakat Papua sendiri. "Mereka bilang tidak seperti itu.
Nah oleh karena itu, ini perlu dibentuk suatu kesepakatan dulu. Dialog akan membuka jalan
untuk itu,. Lewat dialog, akan menyepakati masalah dan menemukan jalan untuk
menyelesaikan masalah itu.
Menurut studi yang dilakukan LIPI, Muridan menjelaskan, ada 4 akar masalah di Papua.
Pertama, masalah sejarah dan status politik integrasi Papua ke Indonesia. "Orang Papua
masih belum merasa bahwa proses integrasi ke dalam Indonesia itu benar. Itu harus
dibicarakan," kata Muridan.
Kedua, masalah operasi militer yang terjadi karena konflik tersebut di atas yang tak
terselesaikan. Operasi militer yang berlangsung sejak tahun 1965 hingga kini, membuat
masyarakat Papua memiliki catatan panjang mengenai kekerasan negara dan pelanggaran hak
asasi manusia. "Itu membuat masyarakat Papua semakin sakit hati terhadap Indonesia. Luka
kolektif itu terpendam lama dan selalu mereka sosialisasikan itu di honai-honai (rumah).
Oleh karena itu, fenomena gerakan generasi muda Papua yang lebih radikal dapat dipahami
dengan penjelasan di atas. "Karena itu, kekerasan negara dan pelanggaran HAM yang tak
pernah kita pertanggungjawabkan,".
Ketiga, semua hal di atas membuat masyarakat Papua timbul stigma sebagai orang yang
termarjinalisasikan. "Dengan migrasi, pembangunan, dan lain-lain yang tidak melibatkan
orang Papua, maka mereka merasa tersingkir,".
Jika sudah merasa tersingkir dengan kenyataan kondisi pendidkan dan kesehatan yang buruk,
lanjut Muridan, masyarakat Papua semakin merasa terdiskriminasi oleh proses modernisasi.
"Kalau Anda kurang gizi dan bodoh, maka Anda tidak akan dapat pekerjaan yang baik. Di
situ Anda terdiskriminasi oleh struktur,".
Keempat, kegagalan pembangunan Papua. "Kita gagal membangun. Ukurannya sederhana
saja, yaitu pendidikan, kesehatan, dan ekonomi rakyat,". Kenyataan di Papua, lanjut Muridan,
mudah sekali menemukan sekolah yang tidak berjalan proses belajar mengajar karena tidak
ada guru dan juga puskesmas yang kosong karena tidak ada tenaga medis dan obat-obatan.
9. Kemacetan, Polusi dan Kebaran Hutan.
Di beberapa kota besar di Indonesia, kemacetan, Polusi, dan Kebakaran hutan sudah
menjadi hal yang lumrah. Kemacetan disebabkan oleh penggunaan kendaraan bermotor
yang meningkat dan banyak orang yang lebih memilih menggunakan kendaraan bermotor
ketimbang bersepeda walaupun jarak tempuhnya cukup dekat.
Contohlah Singapura dimana penduduknya setiap hari menggunakan angkutan
umum dan mau berjalan menuju tempat kerjanya. Hal ini dapat dikendalikan dengan
mengamalkan sila kedua Kemanusian yang adil dan beradab. Andai saja kita memiliki
jiwa kepedulian yang tinggi, menahan diri dari keinginan yang membuat kita bersifat
boros, berjiwa mau mengalah, kedisiplinan yang tinggi serta keinginan untuk sehat yang
tinggi maka kemacetan tidak akan dijumpai dinegara kita. Mereka yang perduli sesama
akan menolong siapapun tanpa pamrih saat berkendara baik itu angkotan umum, maupun
pribadi. Sebaiknya pemerintah menekan angka kemacetan, polusi dan kebakaran hutan
dengan melarang setiap warga negara Indonesia menggunakan kendaraan yang dapat
menyebabkan Polusi, melarang membuka lahan dengan membakar, serta menerapkan
hukuman yang berat kepada para pelaku.
Masalah lingkungan yang dihadapi dewasa ini pada dasarnya adalah masalah ekologi
manusia. Masalah itu timbul karena perubahan lingkungan yang menyebabkan lingkungan itu
kurang sesuai lagi untuk mendukung kehidupan manusia. Jika hal ini tidak segera diatasi
pada akhirnya berdampak kepada terganggunya kesejahteraan manusia.
Kerusakan lingkungan yang terjadi dikarenakan eksplorasi sumberdaya alam untuk
memenuhi kebutuhan manusia tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan. Kerusakan
lingkungan ini telah mengganggu proses alam, sehingga banyak fungsi ekologi alam
terganggu.
Masalah lingkungan tidak berdiri sendiri, tetapi selalu saling terkait erat. Keterkaitan antara
masalah satu dengan yang lain disebabkan karena sebuah faktor merupakan sebab
berbagai masalah, sebuah faktor mempunyai pengaruh yang berbeda dan interaksi antar
berbagai masalah dan dampak yang ditimbulkan bersifat kumulatif (Soedradjad, 1999).
Masalah lingkungan yang saling terkait erat antara lain adalah populasi manusia yang
berlebih, polusi, penurunan jumlah sumberdaya, perubahan lingkungan global dan perang.
1. Kerusakan Hutan
Masalah utama lingkungan adalah masalah kerusakan hutan. Sebagai contoh di Kabupaten
Lebong yang mempunyai hutan seluas 134.834,72 ha yang terdiri dari 20.777,40 ha hutan
lindung dan 114.057,72 ha berupa hutan konservasi, sebanyak 7.895,41 ha hutan lindung
dan 2.970,37 ha cagar alam telah mengalami kerusakan. Kerusakan hutan di
kabupaten/kota lain di Propinsi Bengkulu lebih parah lagi.
Kondisi kawasan hutan yang telah rusak tersebut disebabkan antara lain oleh adanya ilegal
logging dan perambahan hutan.Perambahan hutan pada umumnya bertujuan untuk
keperluan perkebunan seperti kelapa sawit, karet, kopi dll. Bahkan TNKS juga tidak luput
dari kegiatan ilegal logging. Hal ini dapat dibuktikan dengan gundulnya hutan di wilayah
TNKS.
Kerusakan hutan juga disebabkan oleh kebakaran hutan. Kebakaran hutan ini dari tahun ke
tahun bertambah luas. Pada tahun 1997 luas kebakaran hutan seluas 2.091 ha dengan 31
titik api. Pada tahun 2006 sebagai akibat kemarau yang panjang kebakaran hutan semakin
luas yang mengakibatkan tebalnya asap di udara yang dapat menimbulkan berbagai
masalah.
Penyebab kebakaran hutan dan lahan antara lain adalah adanya peningkatan kegiatan
pertanian seperti perkebunan, pertanian rakyat, perladangan, pemukiman, transmigrasi dll.,
terjadi secara alamiah seperti musim kemarau yang panjang, kecerobohan masyarakat dll.
Dampak negatif kebakaran hutan dan lahan antara lain adalah penurunan keanekaragaman
hayati (ekosistem, spesies dan genetik), habitat rusak, terganggunya keseimbangan
biologis (flora, fauna, mikroba); gangguan asap, erosi, banjir, longsor, terbatas jarak
pandang; meningkatnya gas-gas rumah kaca, CO dan hidrokarbon, gangguan metabolisme
tanaman dan perubahan iklim.
Sebab lain kerusakan hutan antara lain: 1) persepsi masyarakat bahwa hutan masih terbatas
untuk kepentingan ekonomi; 2) adanya konflik kepentingan; 3) laju perusakan hutan tidak
sebanding dengan upaya perlindungan; 4) masih luasnya lahan kritis di luar hutan karena
pengelolaan lahan secara tradisional dan praktek perladangan berpindah; 5) belum
optimalnya penegakan hukum dalam percepatan penyelesaian pelanggaran/kejahatan di
bidang kehutanan (al. Perambahan hutan, ilegal logging dll.).
Upaya untuk memulihkan hutan yang rusak adalah sebagai berikut:
(1) dalam jangka pendek adalah penegakan hukum. Hal ini sangat penting untuk
mencegah praktek-praktek ilegal logging dan perambahan hutan yang semakin luas.
(2) Hendaknya kegiatan pembangunan memperhatikan aspek lingkungan. Hal ini
seringkali dilanggar oleh pelaksana pembangunan.
(3) Upaya penanaman kembali hutan yang telah rusak. Penghijauan telah dilakukan
namun belum efektif memulihkan kondisi hutan.
(4) Dalam jangka menengah dapat dilakukan sosialisasi dan pendidikan lingkungan
pada orang dewasa terutama yang tinggal di sekitar hutan lindung dan konservasi.
(5) Dalam jangka panjang pendidikan lingkungan menjadi salah satu pelajaran muatan
lokal baik di SD, SMP, SLTA maupun di perguruan tinggi.
Jenis- jenis Masalah Lingkungan hidup di dunia :
Pencemaran
Pencemaran adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan/ atau
komponen lain ke dalam air atau udara. Pencemaran juga bisa berarti berubahnya tatanan
(komposisi) air atau udara oleh kegiatan manusia dan proses alam, sehingga kualitas air/
udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya.
Ada bebarapa jenis pencemaran di dunia yaitu :
Pencemaran air : adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air
seperti danau sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas manusia. Pencemaran air
merupakan masalah global utama yang membutuhkan evaluasi dan revisi kebijakan
sumber daya air pada semua tingkat (dari tingkat internasional hingga sumber air pribadi
dan sumur). Telah dikatakan bahwa pousi air adalah penyebab terkemuka di dunia untuk
kematian dan penyakit,
Akibatnya :
Dapat menyebabkan banjir
Erosi
Kekurangan sumber air
Dapat membuat sumber penyakit
Tanah Longsor
Dapat merusak Ekosistem sungai
Kerugian untuk Nelayan
Pencemaran udara : adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia,
atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia,
hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti.
Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun kegiatan manusia.
Beberapa definisi gangguan fisik seperti polusi suara, panas, radiasi atau polusi
cahaya dianggap sebagai polusi udara. Sifat alami udara mengakibatkan dampak
pencemaran udara dapat bersifat langsung dan lokal, regional, maupun global.
Hujan asam pH biasa air hujan adalah 5,6 karena adanya CO2 di atmosfer. Pencemar udara
seperti SO2 dan NO2 bereaksi dengan air hujan membentuk asam dan menurunkan pH air
hujan. Dampak dari hujan asam ini antara lain:
Mempengaruhi kualitas air permukaan
Merusak tanaman
Melarutkan logam-logam berat yang terdapat dalam tanah sehingga memengaruhi
kualitas air tanah dan air permukaan
Bersifat korosif sehingga merusak material dan bangunan
Efek rumah kaca
Efek rumah kaca disebabkan oleh keberadaan CO2, CFC, metana, ozon, dan N2O di
lapisan troposfer yang menyerap radiasi panas matahari yang dipantulkan oleh permukaan
bumi. Akibatnya panas terperangkap dalam lapisan troposfer dan menimbulkan
fenomena pemanasan global.
Dampak dari pemanasan global adalah:
Peningkatan suhu rata-rata bumi
Pencairan es di kutub
Perubahan iklim regional dan global
Perubahan siklus hidup flora dan fauna
Kerusakan lapisan ozon
Lapisan ozon yang berada di stratosfer (ketinggian 20-35 km) merupakan pelindung alami
bumi yang berfungsi memfilter radiasi ultraviolet B dari matahari. Pembentukan dan
penguraian molekul-molekul ozon (O3) terjadi secara alami di stratosfer. Emisi CFC yang
mencapai stratosfer dan bersifat sangat stabil menyebabkan laju penguraian molekul-
molekul ozon lebih cepat dari pembentukannya, sehingga terbentuk lubang-lubang pada
lapisan ozon.
Pencemaran Tanah : adalah keadaan dimana bahan kimia buatan manusia masuk dan
mengubah lingkungan tanah alami. Pencemaran ini biasanya terjadi karena: kebocoran
limbah cair atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial; penggunaan pestisida;
masuknya air permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan sub-permukaan; kecelakaan
kendaraaan pengangkut minyak, zat kimia, atau limbah; air limbah dari tempat
penimbunan sampah serta limbah industri yang langsung dibuang ke tanah secara tidak
memenuhi syarat (illegal dumping).
Dampaknya :
Pencemaran tanah juga dapat memberikan dampak terhadap ekosistem.Perubahan
kimiawi tanah yang radikal dapat timbul dari adanya bahan kimia beracun/berbahaya
bahkan pada dosis yang rendah sekalipun. Perubahan ini dapat menyebabkan
perubahan metabolisme dari mikroorganisme endemik dan antropoda yang hidup di
lingkungan tanah tersebut. Akibatnya bahkan dapat memusnahkan beberapa spesies
primer dari rantai makanan.
Dampak pada pertanian terutama perubahan metabolisme tanaman yang pada akhirnya
dapat menyebabkan penurunan hasil pertanian. Hal ini dapat menyebabkan dampak
lanjutan pada konservasi tanaman dimana tanaman tidak mampu menahan lapisan tanah
dari erosi. Beberapa bahan pencemar ini memiliki waktu paruh yang panjang dan pada
kasus lain bahan-bahan kimia derivatif akan terbentuk dari bahan pencemar tanah utama.
Penanganannya :
Remediasi
Remediasi adalah kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Ada dua
jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site).
Pembersihan on-siteadalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih
mudah, terdiri dari pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi.
Pembersihan off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke
daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat
pencemar. Caranya yaitu, tanah tersebut disimpan di bak/tanki yang kedap, kemudian zat
pembersih dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya zat pencemar dipompakan
keluar dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Pembersihan
off-site ini jauh lebih mahal dan rumit.
Bioremediasi
Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan
mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau
mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun
(karbon dioksida dan air). Menurut Dr. Anton Muhibuddin, salah satu mikroorganisme
yang berfungsi sebagai bioremediasi adalah jamur vesikular arbuskular mikoriza (vam).
Jamur vam dapat berperan langsung maupun tidak langsung dalam remediasi tanah.
Berperan langsung, karena kemampuannya menyerap unsur logam dari dalam tanah dan
berperan tidak langsung karena menstimulir pertumbuhan mikroorganisme bioremediasi
lain seperti bakteri tertentu, jamur dan sebagainya.
Jenis-jenis Masalah lingkungan hidup di Indonesia :
Masalah Lingkungan hidup di Indonesia saat ini:
– penebangan hutan secara liar/pembalakan hutan;
– polusi air dari limbah industri dan pertambangan;
– polusi udara di daerah perkotaan (Jakarta merupakan kota dengan udara paling
kotor ke 3 di dunia);
– asap dan kabut dari kebakaran hutan; kebakaran hutan permanen/tidak dapat
dipadamkan;
– penghancuran terumbu karang;
– pembuangan sampah B3/radioaktif dari negara maju;
– pembuangan sampah tanpa pemisahan/pengolahan; semburan lumpur liar di
Sidoarjo, Jawa Timur;
– hujan asam yang merupakan akibat dari polusi udara.
Pencegahan dan penanggulangan masalah lingkungan:
Melestarikan lingkungan hidup merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditunda lagi dan bukan
hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau pemimpin negara saja, melainkan
tanggung jawab setiap insan di bumi, dari balita sampai manula. Setiap orang harus
melakukan usaha untuk menyelamatkan lingkungan hidup di sekitar kita sesuai dengan
kapasitasnya masing-masing. Sekecil apa pun usaha yang kita lakukan sangat besar
manfaatnya bagi terwujudnya bumi yang layak huni bagi generasi anak cucu kita kelak.
Pembangunan berwawasan lingkungan adalah usaha meningkatkan kualitas manusia secara
bertahap dengan memerhatikan faktor lingkungan.
Masalah lainnya yang sering terjadi di Indonesia adalah pencemaran air tanah. Masalah ini
seringkali tentu saja menyebabkan berbagai jenis biota air menjadi rusak, mengancam
kesehatan penduduk di sekitar sumber air, banjir, langkanya air bersih, dan masih banyak
lainnya. Untuk mengatasinya, berikut ini solusi yang bisa dilakukan.
Membatasi limbah yang bisa mencemari air tanah
Mengawasi masyarakat serta lembaga-lembaga untuk menjaga sumber air.
Pelaksanaan undang-undang lingkungan hidup
Pemanasan Global
Masalah ini sepertinya tak hanya terjadi di Indonesia saja, namun juga di berbagai negara-
negara di dunia. Bahkan dampak pemanasan global sudah mulai terlihat di daerah kutub
yang mulai mencair sehingga menyebabkan ketidak seimbangan lingkungan. Untuk
mengatasi pemanasan global, tentu saja anda harus mengurangi penggunaan gas-gas kimia
yang bisa merusak lapisan ozon dan atmosfer seperti gas freon yang ada pada AC atau
pendingin udara.
Langkanya Air
Berbeda dengan banjir, masalah yang satu ini justru membuat air semakin langka didapat.
Hal ini terjadi di beberapa wilayah Indonesia. Sehingga membuat dampak macam-macam
bencana alam dan kelaparan dan kekeringan terjadi. Untuk mengatasi hal ini, pentingnya
kerja sama antara pemerintah dan warga untuk membangun sumber-sumber air baru,
mereboisasi hutan, dan hal lainnya yang membantu pengadaan sumber air.
Pencemaran Suara
Hal lainnya yang seringkali terjadi di Indonesia adalah mengenai pencemaran suara. Yang
dimaksud dengan pencemaran suara disini adalah ketika banyaknya bunyi atau suara yang
tak diinginkan masuk ke dalam pemukiman warga. Hal ini bisa sangat menganggu
aktifitas manusia dan bahkan mengganggu perkembangan psikologis. Untuk
mengatasinya, tentu saja dengan meredam kebisingan yang tak diinginkan, baik itu yang
berasal dari transportasi, pembangunan, elektronik, dan lainnya.
Kebakaran di hutan dan bekas lahan hutan terjadi di Indonesia setiap tahun saat musim
kering, khususnya di provinsi Riau, Kalimantan Barat, Jambi dan Kalimantan Tengah.
Asap menyebar ke negara-negara lain ini kebanyakan disebabkan oleh kebakaran di lahan
gambut.
Kebakaran berawal dan menyebar karena berbagai alasan, sehingga sangat menyesatkan
untuk berpikir bahwa “api” merupakan masalah—atau bahkan masalah tunggal. Faktor
kompleksitas sosioekonomi, ekologi dan tata pemerintahan terlibat, berarti bahwa masalah
dan solusinya berada di atas orang yang sebenarnya menyalakan api.
Mengapa orang melakukan pembakaran?
Perusahaan besar menggunakan pembakaran untuk membersihkan lahan dalam
perkebunan minyak sawit dan kayu baik di wilayah gambut maupun non-gambut.
Bagi masyarakat lokal dan petani kecil, pembakaran merupakan cara termurah dan
efektif untuk membersihkan lahan bagi pertanian potong-dan-bakar dan untuk
mengakses rawa-rawa.
Pembakaran digunakan sebagai “senjata” dalam konflik tenurial lahan, biasanya
antara perusahaan dan masyarakat.
Bagaimana pengaruh iklim terhadap hal ini?
Kejadian cuaca ekstrim, seperti ENSO (El Nino-Osilasi Selatan) dan kekeringan
panjang membuat wilayah cenderung mudah terbakar.
Pengembangan skala besar, seperti perkebunan minyak sawit dan kayu, juga membuat
bentang alam cenderung lebih mudah terbakar menyusul terjadinya degradasi tanah
akibat penebangan dan pengeringan. Contohnya, penebangan hutan untuk konversi
lahan menjadi perkebunan minyak sawit lebih rentan terhadap kebakaran besar.
Ketika lahan gambut dikeringkan berlebihan, seperti terjadi di pengembangan
perkebunan, lapisan atas mengering dan cenderung mudah terbakar.
Vegetasi yang sering terbakar cenderung mudah terbakar.
Pengembangan skala besar berkontribusi kepada perluasan penggunaan api oleh
masyarakat karena pengembangan menarik migran dan memperluas akses pada area
yang sebelumnya terpencil.
Pengembangan skala besar dapat memicu konflik ketika masyarakat lokal merasa
lahan mereka direbut secara tidak adil.
Apa hukum di Indonesia yang melarang pembakaran?
Pembakaran untuk membersihkan lahan dilarang di bawah hukum no. 32/2009
mengenai Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan dan Peraturan Pemerintah No.
4/2001 mengenai Pengelolaan Degradasi Lingkungan dan/atau Polusi berkaitan dengan
Hutan atau Kebakaran Lahan.
Hukuman bagi mereka yang ditemukan melanggar Hukum No. 32/2009 termasuk
denda dan penjara.
Menegakkan pembatasan hukum pada perusahaan besar terbukti sulit, sebagian
karena tanggungjawab terpecah-pecah pada tingkat berbeda pemerintah dan kehakiman.
Mengumpulkan bukti cukup untuk mendukung tuntutan hukum menjadi berat. Dalam
beberapa kasus di pengadilan yang berupaya menuntut pembakar ilegal, baik
tanggungjawab kriminal atau kewajiban sipil terbukti sulit dibuktikan.
Institusi lokal sering tidak memiliki kapasitas, sumber daya atau tekad politik untuk
menegakkan hukum; bagi pejabat regional menegakkan hukum larangan pembakaran
bisa jadi “bunuh diri politis”
Riset tahun sebelumnya menunjukkan bahwa beberapa perusahan besar lebih memilih
risiko bersalah dan membayar denda daripada mengeluarkan biaya untuk melakukan
tindakan pencegahan.
Apakah ada mekanisme lain yang bisa menolong?
Moratorium hutan Indonesia, baru diperpanjang untuk dua tahun, melarang otoritas
mengeluarkan ijin baru untuk pengembangan di lahan gambut. Walaupun konversi
perkebunan minyak sawit dapat terus dilakukan untuk konsesi yang telah diberikan;
sebagiannya berada di lahan gambut.
Pemerintah Indonesia memperkenalkan skema Indonesian Sustainable Palm
Oil (ISPO), yang melarang pembakaran dalam membangun perkebunan. Ini menjadi
wajib bagi semua perusahaan minyak sawit di Indonesia pada akhir 2014.
Perusahaan yang berusaha patuh pada persyaratan Roundtable on Sustainable Palm
Oil harus tidak melakukan pembakaran dalam operasi lapangan; kepatuhan ini penting
jika perusahaan mau menjual minyak sawit pada pasar sensitif-lingkungan seperti Uni
Eropa.
Mengapa asap lebih buruk dalam beberapa tahun?
Asap di Singapura dan tempat lain dihasilkan sebagian besar oleh kebakaran di lahan
gambut. Asap dari kebakaran jenis lahan lain kurang memberi kontribusi signifikan.
Asap bisa disebabkan oleh pembakaran gambut terbaru, atau oleh api yang dinyalakan
terdahulu yang membara dan menyala kembali. Ketika musim kering, gambut di bawah
permukaan juga terjebak api dan membara selama berbulan-bulan.
Asap berkepanjangan karena apinya juga. Api di gambut berada 3-4 meter di bawah
permukaan. Pemadam api harus memasukkan selang ke dalam gambut untuk merendam
api.
Apa implikasinya bagi upaya pengurangan emisi untuk mitigasi perubahan iklim?
Kebakaran gambut adalah penyumbang utama emisi dari Indonesia. Menurut Second
National Communication Indonesia kepada U.N. Framework Convention on Climate
Change (UNFCCC), emisi gas rumah kaca dari kebakaran gambut meningkat dari
172,000 Gg CO2-eq. pada 2000 menjadi 451,000 in 2005.
Kebakaran gambut menjadi sumber tunggal terbesar emisi gas rumah kaca pada 2005
(lebih besar dari energi), ketika kebakaran gambut tercatat mencapai 40 persen dari
emisi gas rumah kaca Indonesia.
Sebuah asesmen 2009 dari Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional)
menyatakan bahwa, antara 2000 hingga 2006, emisi gas rumah kaca Indonesia berasal
dari kebakaran, oksidasi gambut dan kehilangan biomasa permukaan melalui
deforestasi mencapai rata-rata 903.000 Gg CO2 setiap tahun.
Estimasi lain menempatkan lepasan karbon pada kebakaran 1997 adalah 1,45 Gt,
setara dengan 0,73 ppmv CO2, atau hampir separuh pertumbuhan CO2 atmosferik
global tahunan.
Indonesia secara sukarela berkomitmen untuk memitigasi perubahan iklim dengan
mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 26 persen pada 2020 dan 41 persen pada
2050. Lebih dari separuh penurunan ini dimaksudkan berasal dari sektor
kehutanan/lahan gambut. Oleh karena itu, menghindari kebakaran gambut menjadi
krusial bagi Indonesia untuk mencapai target ini.
Pada 1997-1998, emisi karbon sudah cukup tinggi untuk mendorong
Indonesia menjadi salah satu negara pembuat polusi terbesar dunia.
Apa hubungan antara minyak sawit dan krisis asap 2013?
Krisis asap terkahir, setidaknya sebagian, disebabkan oleh pembersihan lahan bagi
pengusahaan perkebunan.
Menurut blog World Resources Institue, 20 persen kebakaran dari 12-20 Juni berada
di konsesi minyak sawit, berdasarkan data satelit NASA dan dipetakan ke atas peta
konsesi Kementerian Kehutanan.
Seberapa besar krisis asap ini menyebabkan kerugian?
Terlalu dini untuk memberi estimasi menyeluruh kerugian kebakaran dan asap tahun ini
karena banyak kerugian yang harus dihitung:
– Kerugian lahan pertanian, kayu, produk hutan non-kayu
– Biaya pemadaman
– Kerusakan infrastruktur
– Gangguan kesehatan, pariwisata dan transportasi
– Kerusakan layanan ekosistem hutan, seperti perlindungan banjir, pengaturan air,
proteksi pendangkalan, keragaman hayati serta mitigasi dan adaptasi perubahan iklim
– Emisi karbon
– Penurunan produktivitas kerja
Pada kebakaran 1997/1998, estimasi WWF dan Environmental Emergency Project
(EEP) Kementerian Kehutanan Indonesia memunculkan angka lebih dari 6 miliar dolar
AS.
Berdasarkan harga pasar karbon 2004, emisi dari episode kebakaran 1997 berharga
sekitar 3,6 miliar dolar.
Kebakaran 1997 memberi pengaruh buruk pada kesehatan, kemiskinan dan
penghidupan bagi 75 juta orang.
Apa yang bisa dilakukan untuk menghindari situasi berulang sendiri?
Pemerintah Indonesia bisa:
o Menerapkan dan menegakkan larangan membakar lahan gambut. Indonesia
memiliki kapasitas teknologi dan penegak hukum untuk melakukan itu.
o Meningkatkan perencanaan spasial untuk melindungi lahan gambut dan hutan
bernilai karbon tinggi lain. Ini bisa menolong Indonesia mencapai kebijakan
“pertumbuhan hijau berkeadilan”, menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan
meningkatkan perlindungan lingkungan.
o Merehabilitasi lahan gambut, merupakan cara terbaik untuk mencegah api dan
dekomposisi gambut (sebagai sumber utama emisi karbon), karena gambut basah tidak
terbakar atau terdekomposisi.
o Terus melanjutkan moratorium hutan dan meluaskannya ke seluruh lahan
gambut.
o Menjamin bahwa setiap pembangunan yang melibatkan penggunaan skala
besar perubahan penggunaan lahan hanya terjadi pada lahan yang telah
terdegradasi/terdeforestasi.
o Menggunakan teknologi penginderaan jauh, pemetaan digital untuk
mendukung upaya prediksi, deteksi dan merespon potensi krisis kebakaran; mencegah
kebakaran tak diinginkan; dan untuk menegakkan penegakkan hukum pelarangan
pembakaran.
o Mendukung semua tingkatpemerintah Indonesia untuk bekerja sama
memperkuat penegakkan hukum.
Singapore dan Malaysia menjadi kantor pusat banyak perusahaan perkebunan yang
beroperasi di Indonesia. Seperti yang dikatakan Perdana Menteri Singapura, pemerintah
bisa membantu pemerintah Indonesia menjamin bahwa perusahaan dan kontraktor yang
mereka pekerjakan, menghargai hukum, begitu pula dengan tanggungjawab Indonesia
terhadap perusahaan Indonesia.
Perusahaan, di manapun mereka berada biasanya memiliki tanggungjawab korporasi.
Contohnya Consumer Goods Forum (CGF)—sebua jaringan global pebisni barang
konsumer, termasuk yang menggunakan hasil pertanian di lahan gambut-telah
berkomitmen dalam Tropical Forest Alliancedengan pemerintah AS untuk mendorong
nol deforestasi bersih pada 2020. CGF bisa mengambil posisi keras menghadapi
konversi lahan gambut.
Konsumen bisa menuntut minak sawit dan kertas mereka tidak dibudidayakan di
lahan gambut, atau pada lokasi dari konversi gambut.
Bank dan institusi pembiayaan internasional yang meminjamkan uang bagi
perusahaan perkebunan bisa menjamin keberlanjutan komitmen (contoh: World Bank
& International Finance Corporate mengikuti Kerangka Kerja Keberlanjutan; bank
swasta mengikuti Prinsip Equator) mengakui isu asap sebagai masalah lingkungan
serius.
Masyarakat internasional dapat:
o Mendukung inisiatif seperti Kalimantan Forests and Climate Partnership yang
dilakukan Australia yang mempelajari bagaimana merestorasi lahan gambut
terdegradasi agar mereka tidak mudah rentan kebakaran.
o Membuka kebuntuan negosiasi iklim internasional untuk mendukung
implementasi REDD+, yang dapat memberi alternatif arus pemasukan bagi pemilik
lahan dan masyarakat, hingga mereka dapat meningkatkan penghidupan tanpa
mengkonversi hutan.
Karl marx: ideologi adalah kesadaran palsu, sebab ideologi merupakan hasil
pemikiran tertentu yang diciptakan oleh para pemikir sesuai kepentingannya.
Louis althusser: ideologi adalah pedoman hidup, sebab setiap orang membutuhkan
pedoman hidup, baik sebagai individu maupun sebagai warga masyarakat.
Dr. Alfian: ideologi adalah suatu pandangan atau sistem nilai yang menyeluruh dan
mendalam tentang bagaimana cara yang sebaiknya, yaitu secara moral dianggap
benar dan adil mengatur tingkah laku bersama dalam berbagai segi kehidupan
Pada tanggal 7 september 1944, Jepang berjanji untuk memberi kemerdekaan bagi bangsa
Indonesia yang diucapkan oleh Perdana Menteri Koiso, menyusul kekalahan Jepang dari
sekutu. Sebagai kelanjutan dari janji tersebut, maka pada tanggal 29 April 1945, jepang
membentuk badan penyelidik usah-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau
Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai), yang bertugas untuk menyelidiki mengenai persiapan
kemerdekaan Indonesia. BPUPKI beranggotakan 60 orang dan diketuai oleh DR.K.R.T
Radjiman Wedyodiningrat, waki ketua R. Panji Suroso, serta Tuan Hachibangase dari
Jepang.
Pada masa tugasnya BPUPKI melakukan dua kali sidang. Sidang yang pertama mulai tanggal
29 Mei – 1 Juni 1945 untuk membahas rancangan dasar negara. Tiga tokoh nasionalis yang
menyampaikan ide pokok rancangan dasar negara, yaitu:
Mr. Muh. Yamin (29 Mei 1945), ide pokok yang disampaikan:
Perikebangsaan
Perikemanusiaan
Periketuhanan
Perikerakyatan
Kesejahteraan
Sebagai negara. Pancasila berkedudukan sebagai norma dasar atau norma fundamental
(fundamental norm). Dengan demikian, Pancasila menempati norma hukum tertinggi dalam
ideologi Indonesia.
Sebagai sumber dari segala sumber hukum. Pancasila merupakan kaidah negara yang
fundamental, artinya kedudukannya paling tinggi dalam penyusunan aturan-aturan di
Indonesia.
Sebagai pandangan hidup. Nilai Pancasila merupakan pedoman dan pegangan dalam
pembangunan bangsa dan negara.
Sebagai jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia. Nilai Pancasila mencerminkan
kepribadian bangsa sebab nilai dasarnya merupakan kristalisasi nilai budaya bangsa
Indonesia.
Sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia. Pancasila lahir dari hasil musyawarah para
pendiri bangsa dan negara (founding fathers).
Pencasila sebagai ideologi negara. Ideologi dapat dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu
ideologi dalam arti luas dan ideologi dalam arti sempit. Dalam arti luas, ideologi menunjukan
sebagai pedoman hidup di semua segi kehidupan, baik pribadi maupun umum. Sedangkan
dalam arti sempit, menunjukan sebagai pedoman hidup dalam bidang tertentu, misalnya
sebagai ideologi negara. Ideologi negara merupakan ideologi mayoritas warga negara tentang
nilai-nilai dasar negara yang ingin diwujudkan melalui kehidupan negara itu. pancasila adalah
ideologi negara, yaitu gagasan fundamental mengenai bagaimana hidup bernegara. Sebagai
ideologi bangsa Indonesia, Pancasila sebagai ikatan budaya (cultural bond) yang berkembang
secara alami dalam kehidupan masyarakat Indonesia, bukan secara paksaan.
Ideologi terbuka adalah ideologi yang pemikirannya terbuka. Ciri-ciri ideologi ini
antara lain:
Merupakan kekayaan rohani, budaya, dan masyarakat.
Tidak diciptakan oleh negara, tetapi digali dari budaya masyarakat.
Isinya tidak instan atau operasional sehingga tiap generasi boleh menafsirkannya.
Menginspirasi masyarakat untuk bertanggung jawab.
Perbedaan dari kedua ideologi ini adalah ideologi terbuka bersifat inklusif, tidak totaliter, dan
tidak dapat dipakai melegitimasi kekuasaan sekelompok orang, artinya bahwa sistem ini
bersifat demokratis dan terbuka. Sedangkan ideologi tertutup bersifat otoriter (negara berlaku
sebagai penguasa) dan totaliter.
Berdasarkan ciri-ciri yang sudah disebutkan sebelumnya, Pancasila memenuhi syarat sebagai
ideologi terbuka.
Pancasila adalah pandangan hidup yang berakar pada kesadaran masyarakat
Indonesia.
Isi Pancasila tidak langsung operasional, hanya berisi lima dasar, yaitu Ketuhanan,
Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan.
Karena hanya berisi nilai dasar, maka perlu adanya penafsiran.
Pancasila menghargai kebebasan. Hal ini tercermin dalam makna sila kedua yang
tidak saja mengakui kebebasan dan kesedarajatan manusia Indonesia, tetapi semua
bangsa di dunia.
Pancasila adalah ideologi politik, pedoman hidup masyarakat, bangsa, dan negara.
Pancasila menghargai pluralitas, seperti yang tercermin dalam sila pertama. Sila ini
mencerminkan semua agama yang ada di Indonesia.
Sebagai ideologi terbuka, Pancasila harus mampu menyesuaikan diri dengan zaman. Hal ini
bukan berarti nilai dari Pancasila dapat diganti dengan nilai dasar lain yang dapat
menghilangkan jati diri bangsa Indonesia. Makna Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah
nilai-nilai dasar Pancasila dapat dikembangkan sesuai dengan dinamika kehidupan bangsa
Indonesia dan tuntutan perkembangan zaman dengan memperhatkan tingkat kebutuhan dan
perkembangan masyarakat Indonesia, serta tidak keluar dari eksistensi dan jati diri bangsa
Indonesia. Ideologi Pancasila menghendaki agar bangsa Indonesia tetap bertahan dalam jiwa
dan budaya bangsa Indonesia dan dalam ikatan NKRI.
Menurut Moerdiono, faktor-faktor yang mendorong pemikiran Pancasila sebagai ideologi
terbuka adalah:
Perkembangan dinamika masyarakat Indonesia yang cepat sehingga tidak semua
persoalan hidup dapat ditemukan jawabannya secara ideologis;
Runtuhnya ideologi tertutup, seperti Marxisme-Leninisme/komunisme;
Pengalaman sejarah politik Indonesia dengan pengaruh komunisme; dan
Tekad bangsa Indonesia untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. (Pancasila sebagai
satu-satunya asa telah dicabut oleh MPR pada tahun 1999).
Bagi bangsa Indonesia, yang dijadikan sebagai sumber nilai dalam kehidupan masyarakat,
berbangsa, dan bernegara adalah Pancasila. Ini berarti bahwa seluruh tatanan kehidupan
masyarakat, bangsa, dan negara menggunakan Pancasila sebagai dasar moral atau norma
serta tolak ukur tentang baik buruk dan benar salahnya sikap, perbuatan, dan tingkah laku
bangsa Indonesia. Nilai-nilai Pancasila merupakan nilai intirinsik yang kebenarannya dapat
dibuktikan secara objektif, serta mengandung kebenaran yang universal.
Pancasila yang dirumuskan oleh para pendiri negara memuat nilai-nilai lihur untuk menjadi
dasar negara. Sebagai gambaran, di dalam tata nilai kehidupan bernegara, ada yang disebut
sebagai nilaii dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis.
Nilai dasar. Nilai dasar berasal dari nilai-nilai kultural bangsa Indonesia yang
berakar dari kebudayaan sesuai dengan UUD 1945 yang mencerminkan hakikat
nilai kultural.
Nilai instrumental. Pelaksanaan umum nilai-nilai dasar biasanya dalam wujud nilai
sosial atau norma hukum, selanjutnya akan terkristalisasi dalam lembaga-lembaga
yang sesuai dengan kebutuhan tempat dan waktu.
Nilai praktis. Nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan.
1. Jalur pendidikan
Pasal 6 ayat (1) menyatakan “setiap warga negara yang berusia tujuh tahun sampai dengan
lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar”
Berdasarkan Undang-undang No.40 Tahun 1999 tentang Pers, peranan pers nasional antara
lain:
Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;
Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasu
hukum dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan;\
Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan
benar;
Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan kepentingan umum; dan Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Dalam pasal 6 Undang-Undang No.31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, ditegaskan tujuan
partai politik, ditegaskan tujuan partai politik adalah;
Paradigma Pancasila.
Menurut Darmoduharjo nilai pancasila yang bersifat subjektif dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Nilai-nilai pancasila timbul dari bangsa indonesia sendiri, sehingga bangsa indonesia
sebagai kuasa materialis.
b. Nilai pancasila merupakan filsafat bangsa Indonesia
c. Nilai pancasila merupakan nilai-nilai yang sesuai dengan hati nurani bangsa indonesia.
Dalam konteks hidup bernegara, maka Pancasila sebagai dasar Negara dan asas kerohanian
Negara merupakan nilai dasar. Nilai dasar ini dijabarkan lebih lanjut dalam nilai
INSTRUMENTAL, yaitu berupa UUD’45 sebagai hukum dasar tertulis.
Bentuk dan Susunan Pancasila.
Susunan sila-sila pancasila merupakan kesatuan yang organis, satu sama lain membentuk
suatu sistem yang disebut dengan istilah majemuk tunggal. Majemuk tunggal artinya
pancasila terdiri dari 5 sila tetapi merupakan satu kesatuan yang berdiri sendiri secara
utuh.Bentuk Pancasila di dalam pengertian ini diartikan sebagai rumusan Pancasila
sebagaimana tercantum di dalam alinea IV Pembukaan UUD’45. Pancasila sebagai suatu
sistem nilai disusun berdasarkan urutan logis keberadaan unsur-unsurnya. Pancasila sebagai
satu kesatuan system nilai, juga membawa implikasi bahwa antara sila yang satu dengan sila
yang lain saling mengkualifikasi. Hal ini berarti bahwa antara sila yang satu dengan yang
lain, saling memberi kualitas, memberi bobot isi.
3. Solidaritas Bangsa
Solidaritas bermakna manusia tidak hanya hidup demi diri sendiri, melainkan juga
demi orang lain, bahwa kita bersatu senasib sepenanggungan. Manusia hanya hidup menurut
harkatnya apabila tidak hanya bagi dirinya sendiri, melainkan menyumbang sesuatu pada
hidup manusia-manusia lain. Sosialitas manusia berkembnag secara melingkar: keluarga,
kampong, kelompok etnis, kelompok agama, kebangsaan, solidaritas sebagai manusia. Maka
di sini termasuk rasa kebangsaan. Manusia menjadi seimbang apabila semua lingkaran
kesosialan itu dihayati dalam kaitan dan keterbatasan masing-masing. Solidaritas itu
dilanggar dengan kasar oleh korupsi.
4. Demokrasi
Prinsip “kedaulatan rakyat” menyatakan bahwa tak ada manusia, atau sebuah elit,
atau sekelompok ideology, atau sekelompok pendeta/pastor/ulama berhak untuk menentukan
dan memaksakan (menuntut dengan pakai ancaman) bagaimana orang lain harus atau boleh
hidup. Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang dipimpin berhak menentukan
siapa yang memimpin mereka dan kemana mereka mau dipimpin. Demokrasi adalah
“kedaulatan rakyat plus prinsip keterwakilan”. Jadi demokrasi memerlukan sebuah system
penerjemah kehendak masyarakat ke dalam tindakan politik.
Demokrasi hanya dapat berjalan baik atas dua dasar:
a. Pengakuan dan jaminan terhadap HAM; perlindungan terhadap HAM menjadi
prinsip mayoritas tidak menjadi kediktatoran mayoritas.
b. Kekuasaan dijalankan atas dasar, dan dalam ketaatan terhadap hukum (Negara
hukum demokratis). Maka kepastian hukum merupakan unsur hakiki dalam
demokrasi (karena mencegah pemerintah yang sewenang-wenang).
5. Keadilan Sosial
Keadilan merupakan norma moral paling dasar dalam kehidupan masyarakat.
Maksud baik apa pun kandas apabila melanggar keadilan. Moralitas masyarakat mulai
dengan penolakan terhadap ketidakadilan. Keadilan social mencegah bahwa masyarakat
pecah ke dalam dua bagian; bagian atas yang maju terus dan bagian bawah yang paling-
paling bisa survive di hari berikut.
Tuntutan keadilan social tidak boleh dipahami secara ideologis, sebagai pelaksanaan
ide-ide, ideology-ideologi, agama-agama tertentu; keadilan social tidak sama dengan
sosialisme. Keadilan social adalah keadilan yang terlaksana. Dalam kenyataan, keadilan
social diusahakan dengan membongkar ketidakadilan-ketidakadilan yang ada dalam
masyarakat. Di mana perlu diperhatikan bahwa ketidakadilan-ketidakadilan itu bersifat
structural, bukan pertama-pertama individual. Artinya, ketidakadilan tidak pertama-tama
terletak dalam sikap kurang adil orang-orang tertentu (misalnya para pemimpin), melainkan
dalam struktur-struktur politik/ekonomi/social/budaya/ideologis. Struktur-struktur itu hanya
dapat dibongkar dengan tekanan dari bawah dan tidak hanya dengan kehendak baik dari atas.
Ketidakadilan structural paling gawat sekarang adalah sebagian besar segala kemiskinan.
Ketidakadilan struktur lain adalah diskriminasi di semua bidang terhadap perempuan, semua
diskriminasi atas dasar ras, suku dan budaya.
Berdasarkan uaraian di atas, tantangan etika politik paling serius di Indonesia
sekarang adalah:
1. Kemiskinan, ketidakpedulian dan kekerasan sosial.
2. Ekstremisme ideologis yang anti pluralism, pertama-tama ekstremisme agama
dimana mereka yang merasa tahu kehendak Tuhan merasa berhak juga
memaksakan pendapat mereka pada masyarakat.
3. Korupsi.
Ibarat sebuah konstruksi bangunan, Pancasila merupakan fondasi yang membuat kokoh.
(Sumber: www.bell-architects.com) Pada bab ini, Anda diajak untuk memahami konsep,
hakikat, dan pentingnya Pancasila sebagai dasar negara, ideologi negara, atau dasar filsafat
negara Republik Indonesia dalam kehidupan bernegara. Hal tersebut penting mengingat
peraturan perundang-undangan yang mengatur organisasi negara, mekanisme
penyelenggaraan negara, hubungan warga negara dengan Negara yang semua itu harus sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila. Sebagaimana Anda ketahui bahwa Pancasila sebagai dasar
negara yang autentik termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Inti esensi nilai-nilai
Pancasila tersebut, yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan
sosial. Bangsa Indonesia semestinya telah dapat mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat sebagaimana yang dicita-citakan, tetapi dalam kenyataannya belum sesuai dengan
harapan. Hal tersebut merupakan tantangan bagi generasi muda, khususnya Anda sebagai
kaum intelektual, untuk berpartisipasi, berjuang mewujudkan tujuan negara berdasarkan 72
Pancasila. Agar partisipasi Anda di masa yang akan datang efektif, maka perlu perluasan dan
pendalaman wawasan akademik mengenai dasar negara melalui mata kuliah pendidikan
Pancasila. Setelah mempelajari bab ini, diharapkan mahasiswa dapat menguasai kompetensi
dasar sebagai berikut: Berkomitmen menjalankan ajaran agama dalam konteks Indonesia
yang berdasar pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945; sadar dan berkomitmen melaksanakan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 dan ketentuan hukum di bawahnya, sebagai wujud
kecintaannya pada tanah air; mengembangkan karakter Pancasilais yang teraktualisasi dalam
sikap jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, cinta
damai, responsif dan proaktif; bertanggungjawab atas keputusan yang diambil berdasar pada
prinsip musyawarah dan mufakat; berkontribusi aktif dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, berperan serta dalam pergaulan dunia dengan menjunjung tinggi penegakan moral
dan hukum; mengidentifikasi dan mengevaluasi peraturan perundang-undangan dan
kebijakan negara baik yang bersifat idealis maupun praktis-pragmatis dalam perspektif
Pancasila sebagai dasar negara; mengkritisi peraturan perundangundangan dan kebijakan
negara, baik yang bersifat idealis maupun praktispragmatis dalam perspektif Pancasila
sebagai dasar negara.
Penerimaan Pancasila sebagai dasar negara merupakan milik bersama akan memudahkan
semua stakeholder bangsa dalam membangun negara berdasar prinsip-prinsip konstitusional.
Mahfud M.D. (2009: 16--17) menegaskan bahwa penerimaan Pancasila sebagai dasar negara
membawa konsekuensi diterima dan berlakunya kaidah-kaidah penuntun dalam pembuatan
kebijakan negara, terutama dalam politik hukum nasional. Lebih lanjut, Mahfud M.D.
menyatakan bahwa dari Pancasila dasar negara itulah lahir sekurang-kurangnya 4 kaidah
penuntun 94 dalam pembuatan politik hukum atau kebijakan negara lainnya, yaitu sebagai
berikut:
1) Kebijakan umum dan politik hukum harus tetap menjaga integrasi atau keutuhan bangsa,
baik secara ideologi maupun secara teritori.
2) Kebijakan umum dan politik hukum haruslah didasarkan pada upaya membangun
demokrasi (kedaulatan rakyat) dan nomokrasi (negara hukum) sekaligus.
3) Kebijakan umum dan politik hukum haruslah didasarkan pada upaya membangun keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Indonesia bukanlah penganut liberalisme, melainkan
secara ideologis menganut prismatika antara individualisme dan kolektivisme dengan titik
berat pada kesejahteraan umum dan keadilan sosial.
4) Kebijakan umum dan politik hukum haruslah didasarkan pada prinsip toleransi beragama
yang berkeadaban. Indonesia bukan negara agama sehingga tidak boleh melahirkan
kebijakan atau politik hukum yang berdasar atau didominasi oleh satu agama tertentu atas
nama apapun, tetapi Indonesia juga bukan negara sekuler yang hampa agama sehingga
setiap kebijakan atau politik hukumnya haruslah dijiwai oleh ajaran berbagai agama yang
bertujuan mulia bagi kemanusiaan. Pancasila sebagai dasar negara menurut pasal 2
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, merupakan sumber dari segala sumber hukum negara. Di
sisi lain, pada penjelasan pasal 2 tersebut dinyatakan bahwa Pancasila sebagai dasar dan
ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis negara sehingga setiap materi muatan
peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila. Pancasila adalah substansi esensial yang mendapatkan
kedudukan formal yuridis dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, rumusan Pancasila sebagai dasar negara adalah
sebagaimana terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Perumusan Pancasila yang menyimpang dari pembukaan secara
jelas merupakan perubahan secara tidak sah atas Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Kaelan, 2000: 91-92). 93 dan melakukan upaya
secara masif serta sistematis dalam membudayakan nilai-nilai Pancasila bagi para aparatur
negara.
Tantangan terhadap Pancasila sebagaimana yang diuraikan di atas, hanya merupakan
sebagian kecil saja karena tantangan terhadap Pancasila itu seperti fenomena gunung es,
yang tidak terlihat lebih banyak dibandingkan yang muncul di permukaan. Hal ini
menggambarkan bahwa upaya menjawab tantangan tersebut tidak mudah. Oleh karena itu,
seluruh elemen masyarakat harus bahu-membahu merespon secara serius dan bertanggung
jawab guna memperkokoh nilai-nilai Pancasila sebagai kaidah penuntun bagi setiap warga
negara, baik bagi yang berkiprah di sektor masyarakat maupun di pemerintahan. Dengan
demikian, integrasi nasional diharapkan semakin kokoh dan secara bertahap bangsa
Indonesia dapat mewujudkan cita-cita dan tujuan negara yang menjadi idaman seluruh
lapisan masyarakat. Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dapat dirinci sebagai
berikut:
1) Pancasila sebagai dasar negara adalah sumber dari segala sumber tertib hukum Indonesia.
Dengan demikian, Pancasila merupakan asas kerohanian hukum Indonesia yang dalam
Pembukaan Undang-Undang Negara Republik Indonesia dijelmakan lebih lanjut ke dalam
empat pokok pikiran.
2) Meliputi suasana kebatinan (Geislichenhintergrund) dari UUD 1945.
3) Mewujudkan cita-cita hukum bagi dasar negara (baik hukum dasar tertulis maupun tidak
tertulis).
4) Mengandung norma yang mengharuskan UUD mengandung isi yang mewajibkan
pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara (termasuk penyelenggara partai dan
golongan fungsional) memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
5) Merupakan sumber semangat abadi UUD 1945 bagi penyelenggaraan negara, para
pelaksana pemerintahan. Hal tersebut dapat dipahami karena semangat tersebut adalah
penting bagi pelaksanaan dan penyelenggaraan negara karena masyarakat senantiasa
tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan dinamika masyarakat
(Kaelan, 2000: 198--199) Rumusan Pancasila secara imperatif harus dilaksanakan oleh
rakyat Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Setiap sila Pancasila
merupakan satu kesatuan yang integral, yang saling mengandaikan dan saling mengunci.
Ketuhanan dijunjung tinggi dalam kehidupan bernegara, tetapi diletakkan dalam konteks
negara kekeluargaan yang egaliter, yang mengatasi paham perseorangan dan golongan,
selaras dengan visi kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan kebangsaan, demokrasi
permusyawaratan yang menekankan consensus, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia (Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR periode 2009-2014, 2013: 88).
Berikut ini adalah pandangan Mubyarto dalam Oesman dan Alfian (1993: 240--241)
mengenai 5 prinsip pembangunan ekonomi yang mengacu kepada nilai Pancasila, yaitu
sebagai berikut:
1) Ketuhanan Yang Maha Esa, roda perekonomian digerakkan oleh rangsangan-rangsangan
ekonomi, sosial, dan moral;
2) Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, ada kehendak kuat dari seluruh masyarakat untuk
mewujudkan pemerataan sosial (egalitarian), sesuai asas-asas kemanusiaan;
3) Persatuan Indonesia, prioritas kebijaksanaan ekonomi adalah penciptaan perekonomian
nasional yang tangguh. Hal ini berarti nasionalisme menjiwai setiap kebijaksanaan ekonomi;
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, koperasi merupakan sokoguru perekonomian dan merupakan
bentuk saling konkrit dari usaha bersama;
5) Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, adanya imbangan yang jelas dan tegas
antara perencanaan di tingkat nasional dan desentralisasi dalam pelaksanaan kebijaksanaan
ekonomi untuk mencapai keadilan ekonomi dan keadilan sosial. Nilai-nilai Pancasila sebagai
dasar negara dalam bidang ekonomi mengidealisasikan terwujudnya keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Beberapa ciri berpikir kefilsafatan meliputi: (1). sistem filsafat harus bersifat koheren, artinya
berhubungan satu sama lain secara runtut, tidak mengandung pernyataan yang saling
bertentangan di dalamnya. Pancasila sebagai sistem filsafat, bagian-bagiannya tidak saling
bertentangan, meskipun berbeda, bahkan saling melengkapi, dan tiap bagian mempunyai
fungsi dan kedudukan tersendiri; (2). sistem filsafat harus bersifat menyeluruh, artinya
mencakup segala hal dan gejala yang terdapat dalam kehidupan manusia. Pancasila sebagai
filsafat hidup bangsa merupakan suatu pola yang dapat mewadahi semua kehidupan dan
dinamika masyarakat di Indonesia; (3). sistem filsafat harus bersifat mendasar, artinya suatu
bentuk perenungan mendalam yang sampai ke inti mutlak permasalahan sehingga
menemukan aspek yang sangat fundamental. Pancasila sebagai sistem filsafat dirumuskan
berdasarkan inti mutlak tata kehidupan manusia menghadapi diri sendiri, sesama manusia,
dan Tuhan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara; (4). sistem filsafat bersifat
spekulatif, artinya buah pikir hasil perenungan sebagai praanggapan yang menjadi titik awal
yang menjadi pola dasar berdasarkan penalaran logis, serta pangkal tolak pemikiran tentang
sesuatu.
Beberapa ciri berpikir kefilsafatan meliputi: (1). sistem filsafat harus bersifat koheren, artinya
berhubungan satu sama lain secara runtut, tidak mengandung pernyataan yang saling
bertentangan di dalamnya. Pancasila sebagai sistem filsafat, bagian-bagiannya tidak saling
bertentangan, meskipun berbeda, bahkan saling melengkapi, dan tiap bagian mempunyai
fungsi dan kedudukan tersendiri; (2). sistem filsafat harus bersifat menyeluruh, artinya
mencakup segala hal dan gejala yang terdapat dalam kehidupan manusia. Pancasila sebagai
filsafat hidup bangsa merupakan suatu pola yang dapat mewadahi semua kehidupan dan
dinamika masyarakat di Indonesia; (3). sistem filsafat harus bersifat mendasar, artinya suatu
bentuk perenungan mendalam yang sampai ke inti mutlak permasalahan sehingga
menemukan aspek yang sangat fundamental. Pancasila sebagai sistem filsafat dirumuskan
berdasarkan inti mutlak tata kehidupan manusia menghadapi diri sendiri, sesama manusia,
dan Tuhan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara; (4). sistem filsafat bersifat
spekulatif, artinya buah pikir hasil perenungan sebagai praanggapan yang menjadi titik awal
yang menjadi pola dasar berdasarkan penalaran logis, serta pangkal tolak pemikiran tentang
sesuatu.
Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila sebagai Sistem Filsafat 1.
Sumber Historis Pancasila sebagai Sistem Filsafat Pada 12 Agustus 1928, Soekarno pernah
menulis di Suluh Indonesia yang menyebutkan bahwa nasionalisme adalah nasionalisme yang
membuat manusia menjadi perkakasnya Tuhan dan membuat manusia hidup dalam roh (Yudi
Latif, 2011: 68). Pembahasan sila-sila Pancasila sebagai sistem filsafat dapat ditelusuri dalam
sejarah masyarakat Indonesia sebagai berikut. (Lihat Negara Paripurna, Yudi Latif). a. Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa Sejak zaman purbakala hingga pintu gerbang kemerdekaan
negara Indonesia, masyarakat Nusantara telah melewati ribuan tahun pengaruh agama-agama
lokal, yaitu sekitar 14 abad pengaruh Hindu dan Buddha, 7 abad pengaruh Islam, dan 4 abad
pengaruh Kristen. Tuhan telah menyejarah dalam ruang publik Nusantara. Hal ini dapat
dibuktikan dengan masih berlangsungnya sistem penyembahan dari berbagai kepercayaan
dalam agama-agama yang hidup di Indonesia. Pada semua sistem religi-politik tradisional di
muka bumi, termasuk di Indonesia, agama memiliki peranan sentral dalam pendefinisian
institusi-institusi sosial (Yudi-Latif, 2011: 57--59). b. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan
Beradab Nilai-nilai kemanusiaan dalam masyarakat Indonesia dilahirkan dari perpaduan
pengalaman bangsa Indonesia dalam menyejarah. Bangsa Indonesia sejak dahulu dikenal
sebagai bangsa maritim telah menjelajah keberbagai penjuru Nusantara, bahkan dunia. Hasil
pengembaraan itu membentuk karakter bangsa Indonesia yang kemudian oleh Soekarno
disebut dengan istilah Internasionalisme atau Perikemanusiaan. Kemanjuran konsepsi
internasionalisme yang berwawasan kemanusiaan yang adil dan beradab menemukan ruang
pembuktiannya segera setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Berdasarkan rekam jejak
perjalanan bangsa Indonesia, tampak jelas bahwa sila kemanusiaan yang adil dan beradab
memiliki akar yang kuat dalam historisitas kebangsaan Indonesia. Kemerdekan Indonesia
menghadirkan suatu bangsa yang memiliki wawasan global dengan kearifan lokal, memiliki
komitmen pada penertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, 158 perdamaian, dan keadilan
sosial serta pada pemuliaan hak-hak asasi manusia dalam suasana kekeluargaan kebangsan
Indonesia (Yudi-Latif, 2011: 201). c. Sila Persatuan Indonesia. Kebangsaan Indonesia
merefleksikan suatu kesatuan dalam keragaman serta kebaruan dan kesilaman. Indonesia
adalah bangsa majemuk paripurna yang menakjubkan karena kemajemukan sosial, kultural,
dan teritorial dapat menyatu dalam suatu komunitas politik kebangsaan Indonesia. Indonesia
adalah sebuah bangsa besar yang mewadahi warisan peradaban Nusantara dan kerajaan-
kerajaan bahari terbesar di muka bumi. Jika di tanah dan air yang kurang lebih sama, nenek
moyang bangsa Indonesia pernah menorehkan tinta keemasannya, maka tidak ada alasan bagi
manusia baru Indonesia untuk tidak dapat mengukir kegemilangan (Yudi-Latif, 2011:377). d.
Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan. Demokrasi sebagai bentuk pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat memang merupakan fenomena baru di Indonesia, yang muncul
sebagai ikutan formasi negara republik Indonesia merdeka. Sejarah menunjukkan bahwa
kerajaan-kerajaan pra-Indonesia adalah kerajaan feodal yang dikuasai oleh raja-raja autokrat.
Meskipun demikian, nilai-nilai demokrasi dalam taraf tertentu telah berkembang dalam
budaya Nusantara, dan dipraktikkan setidaknya dalam unit politik kecil, seperti desa di Jawa,
nagari di Sumatera Barat, banjar di Bali, dan lain sebagainya. Tan Malaka mengatakan bahwa
paham kedaulatan rakyat sebenarnya telah tumbuh di alam kebudayaan Minangkabau,
kekuasaan raja dibatasi oleh ketundukannya pada keadilan dan kepatutan. Kemudian, Hatta
menambahkan ada dua anasir tradisi demokrasi di Nusantara, yaitu; hak untuk mengadakan
protes terhadap peraturan raja yang tidak adil dan hak untuk menyingkir dari kekuasaan raja
yang tidak disenangi (Yudi-Latif, 2011: 387--388). e. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia Masyarakat adil dan makmur adalah impian kebahagian yang telah berkobar
ratusan tahun lamanya dalam dada keyakinan bangsa Indonesia. Impian kebahagian itu
terpahat dalam ungkapan “Gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja”. Demi impian
masyarakat yang adil dan makmur itu, 157 Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis
tentang Pancasila sebagai Sistem Filsafat 1. Sumber Historis Pancasila sebagai Sistem
Filsafat Pada 12 Agustus 1928, Soekarno pernah menulis di Suluh Indonesia yang
menyebutkan bahwa nasionalisme adalah nasionalisme yang membuat manusia menjadi
perkakasnya Tuhan dan membuat manusia hidup dalam roh (Yudi Latif, 2011: 68).
Pembahasan sila-sila Pancasila sebagai sistem filsafat dapat ditelusuri dalam sejarah
masyarakat Indonesia sebagai berikut. (Lihat Negara Paripurna, Yudi Latif). a. Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa Sejak zaman purbakala hingga pintu gerbang kemerdekaan
negara Indonesia, masyarakat Nusantara telah melewati ribuan tahun pengaruh agama-agama
lokal, yaitu sekitar 14 abad pengaruh Hindu dan Buddha, 7 abad pengaruh Islam, dan 4 abad
pengaruh Kristen. Tuhan telah menyejarah dalam ruang publik Nusantara. Hal ini dapat
dibuktikan dengan masih berlangsungnya sistem penyembahan dari berbagai kepercayaan
dalam agama-agama yang hidup di Indonesia. Pada semua sistem religi-politik tradisional di
muka bumi, termasuk di Indonesia, agama memiliki peranan sentral dalam pendefinisian
institusi-institusi sosial (Yudi-Latif, 2011: 57--59). b. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan
Beradab Nilai-nilai kemanusiaan dalam masyarakat Indonesia dilahirkan dari perpaduan
pengalaman bangsa Indonesia dalam menyejarah. Bangsa Indonesia sejak dahulu dikenal
sebagai bangsa maritim telah menjelajah keberbagai penjuru Nusantara, bahkan dunia. Hasil
pengembaraan itu membentuk karakter bangsa Indonesia yang kemudian oleh Soekarno
disebut dengan istilah Internasionalisme atau Perikemanusiaan. Kemanjuran konsepsi
internasionalisme yang berwawasan kemanusiaan yang adil dan beradab menemukan ruang
pembuktiannya segera setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Berdasarkan rekam jejak
perjalanan bangsa Indonesia, tampak jelas bahwa sila kemanusiaan yang adil dan beradab
memiliki akar yang kuat dalam historisitas kebangsaan Indonesia. Kemerdekan Indonesia
menghadirkan suatu bangsa yang memiliki wawasan global dengan kearifan lokal, memiliki
komitmen pada penertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, 158 perdamaian, dan keadilan
sosial serta pada pemuliaan hak-hak asasi manusia dalam suasana kekeluargaan kebangsan
Indonesia (Yudi-Latif, 2011: 201). c. Sila Persatuan Indonesia. Kebangsaan Indonesia
merefleksikan suatu kesatuan dalam keragaman serta kebaruan dan kesilaman. Indonesia
adalah bangsa majemuk paripurna yang menakjubkan karena kemajemukan sosial, kultural,
dan teritorial dapat menyatu dalam suatu komunitas politik kebangsaan Indonesia. Indonesia
adalah sebuah bangsa besar yang mewadahi warisan peradaban Nusantara dan kerajaan-
kerajaan bahari terbesar di muka bumi. Jika di tanah dan air yang kurang lebih sama, nenek
moyang bangsa Indonesia pernah menorehkan tinta keemasannya, maka tidak ada alasan bagi
manusia baru Indonesia untuk tidak dapat mengukir kegemilangan (Yudi-Latif, 2011:377). d.
Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan. Demokrasi sebagai bentuk pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat memang merupakan fenomena baru di Indonesia, yang muncul
sebagai ikutan formasi negara republik Indonesia merdeka. Sejarah menunjukkan bahwa
kerajaan-kerajaan pra-Indonesia adalah kerajaan feodal yang dikuasai oleh raja-raja autokrat.
Meskipun demikian, nilai-nilai demokrasi dalam taraf tertentu telah berkembang dalam
budaya Nusantara, dan dipraktikkan setidaknya dalam unit politik kecil, seperti desa di Jawa,
nagari di Sumatera Barat, banjar di Bali, dan lain sebagainya. Tan Malaka mengatakan bahwa
paham kedaulatan rakyat sebenarnya telah tumbuh di alam kebudayaan Minangkabau,
kekuasaan raja dibatasi oleh ketundukannya pada keadilan dan kepatutan. Kemudian, Hatta
menambahkan ada dua anasir tradisi demokrasi di Nusantara, yaitu; hak untuk mengadakan
protes terhadap peraturan raja yang tidak adil dan hak untuk menyingkir dari kekuasaan raja
yang tidak disenangi (Yudi-Latif, 2011: 387--388). e. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia Masyarakat adil dan makmur adalah impian kebahagian yang telah berkobar
ratusan tahun lamanya dalam dada keyakinan bangsa Indonesia. Impian kebahagian itu
terpahat dalam ungkapan “Gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja”. Demi impian
masyarakat yang adil dan makmur itu, 159 para pejuang bangsa telah mengorbankan dirinya
untuk mewujudkan cita-cita tersebut. Sejarah mencatat bahwa bangsa Indonesia dahulunya
adalah bangsa yang hidup dalam keadilan dan kemakmuran, keadaan ini kemudian dirampas
oleh kolonialisme (Yudi-Latif, 2011: 493--494). 2. Sumber Sosiologis Pancasila sebagai
Sistem Filsafat Sumber sosiologis Pancasila sebagai sistem filsafat dapat diklasifikasikan ke
dalam 2 kelompok. Kelompok pertama, masyarakat awam yang memahami Pancasila sebagai
sistem filsafat yang sudah dikenal masyarakat Indonesia dalam bentuk pandangan hidup,
Way of life yang terdapat dalam agama, adat istiadat, dan budaya berbagai suku bangsa di
Indonesia. Kelompok kedua, masyarakat ilmiah-akademis yang memahami Pancasila sebagai
sistem filsafat dengan teori-teori yang bersifat akademis. Kelompok pertama memahami
sumber sosiologis Pancasila sebagai sistem filsafat dalam pandangan hidup atau kearifan
lokal yang memperlihatkan unsur-unsur filosofis Pancasila itu masih berbentuk pedoman
hidup yang bersifat praktis dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam konteks agama,
masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang religius karena perkembangan
kepercayaan yang ada di masyarakat sejak animisme, dinamisme, politeistis, hingga
monoteis. Pancasila sebagai sistem filsafat, menurut Notonagoro merupakan satu kesatuan
utuh yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Artinya, sila-sila Pancasila merupakan suatu
kesatuan utuh yang yang saling terkait dan saling berhubungan secara koheren. Notonagoro
menggambarkan kesatuan dan hubungan sila-sila Pancasila itu dalam bentuk kesatuan dan
hubungan hierarkis piramidal dan kesatuan hubungan yang saling mengisi atau saling
mengkualifikasi. Kesatuan dan hubungan sila-sila Pancasila yang hierarkis piramidal
digambarkan Notonagoro (1980: 110) dengan bentuk piramida yang bertingkat lima, sila
Ketuhanan Yang Maha Esa berada di puncak piramida dan sila Keadilan Sosial bagi Seluruh
Rakyat Indonesia sebagai alas piramida. Rumusan hierarkis piramidal itu dapat digambar
sebagai berikut:
a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjiwai dan meliputi sila Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
b. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dijiwai dan diliputi oleh sila Ketuhanan Yang
Maha Esa, menjiwai dan meliputi sila Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh
Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi
Seluruh Rakyat Indonesia.
c. Sila Persatuan Indonesia dijiwai dan diliputi oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, menjiwai dan meliputi sila Kerakyatan yang Dipimpin
oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi
Seluruh Rakyat Indonesia.
d. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan dijiwai dan diliputi oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, menjiwai dan meliputi, dan
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
e. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dijiwai dan diliputi oleh sila
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
(Kaelan, 2003: 60- 61).
Kesatuan dan hubungan sila-sila Pancasila yang saling mengkualifikasi atau mengisi dapat
digambar sebagai berikut:
a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah KETUHANAN yang berKemanusiaan yang Adil
dan Beradab, ber-Persatuan Indonesia, berKerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan ber-Keadilan Sosial bagi Seluruh
Rakyat Indonesia.
b. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab adalah KEMANUSIAAN yang berKetuhanan
Yang Maha Esa, ber-Persatuan Indonesia, ber-Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan, dan ber-Keadilan Sosial bagi Seluruh
Rakyat Indonesia.
c. Sila Persatuan Indonesia adalah PERSATUAN yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, ber-
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, ber-Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan, dan ber-Keadilan Sosial bagi Seluruh
Rakyat Indonesia. 159 para pejuang bangsa telah mengorbankan dirinya untuk mewujudkan
cita-cita tersebut. Sejarah mencatat bahwa bangsa Indonesia dahulunya adalah bangsa yang
hidup dalam keadilan dan kemakmuran, keadaan ini kemudian dirampas oleh kolonialisme
(Yudi-Latif, 2011: 493--494).
2. Sumber Sosiologis Pancasila sebagai Sistem Filsafat Sumber sosiologis Pancasila sebagai
sistem filsafat dapat diklasifikasikan ke dalam 2 kelompok. Kelompok pertama, masyarakat
awam yang memahami Pancasila sebagai sistem filsafat yang sudah dikenal masyarakat
Indonesia dalam bentuk pandangan hidup, Way of life yang terdapat dalam agama, adat
istiadat, dan budaya berbagai suku bangsa di Indonesia. Kelompok kedua, masyarakat ilmiah-
akademis yang memahami Pancasila sebagai sistem filsafat dengan teori-teori yang bersifat
akademis. Kelompok pertama memahami sumber sosiologis Pancasila sebagai sistem filsafat
dalam pandangan hidup atau kearifan lokal yang memperlihatkan unsur-unsur filosofis
Pancasila itu masih berbentuk pedoman hidup yang bersifat praktis dalam berbagai aspek
kehidupan. Dalam konteks agama, masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang
religius karena perkembangan kepercayaan yang ada di masyarakat sejak animisme,
dinamisme, politeistis, hingga monoteis. Pancasila sebagai sistem filsafat, menurut
Notonagoro merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Artinya, sila-
sila Pancasila merupakan suatu kesatuan utuh yang yang saling terkait dan saling
berhubungan secara koheren. Notonagoro menggambarkan kesatuan dan hubungan sila-sila
Pancasila itu dalam bentuk kesatuan dan hubungan hierarkis piramidal dan kesatuan
hubungan yang saling mengisi atau saling mengkualifikasi. Kesatuan dan hubungan sila-sila
Pancasila yang hierarkis piramidal digambarkan Notonagoro (1980: 110) dengan bentuk
piramida yang bertingkat lima, sila Ketuhanan Yang Maha Esa berada di puncak piramida
dan sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia sebagai alas piramida. Rumusan
hierarkis piramidal itu dapat digambar sebagai berikut:
a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjiwai dan meliputi sila Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
b. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dijiwai dan diliputi oleh sila Ketuhanan Yang
Maha Esa, menjiwai dan meliputi sila Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh
Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi
Seluruh Rakyat Indonesia.
c. Sila Persatuan Indonesia dijiwai dan diliputi oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, menjiwai dan meliputi sila Kerakyatan yang Dipimpin
oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi
Seluruh Rakyat Indonesia.
d. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan dijiwai dan diliputi oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, menjiwai dan meliputi, dan
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
e. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dijiwai dan diliputi oleh sila
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
(Kaelan, 2003: 60- 61).
Kesatuan dan hubungan sila-sila Pancasila yang saling mengkualifikasi atau mengisi dapat
digambar sebagai berikut:
a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah KETUHANAN yang berKemanusiaan yang Adil
dan Beradab, ber-Persatuan Indonesia, berKerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan ber-Keadilan Sosial bagi Seluruh
Rakyat Indonesia.
b. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab adalah KEMANUSIAAN yang berKetuhanan
Yang Maha Esa, ber-Persatuan Indonesia, ber-Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan, dan ber-Keadilan Sosial bagi Seluruh
Rakyat Indonesia.
c. Sila Persatuan Indonesia adalah PERSATUAN yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, ber-
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, ber-Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan, dan ber-Keadilan Sosial bagi Seluruh
Rakyat Indonesia.
d. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan adalah KERAKYATAN yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa,
ber-Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan ber-Keadilan Sosial bagi
Seluruh Rakyat Indonesia.
e. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia adalah KEADILAN yang ber-
Ketuhanan Yang Maha Esa, ber-Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, ber-Persatuan
Indonesia, dan ber-Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan (Kaelan, 2003: 61).
Salah satu kearifan lokal Suku Baduy adalah menyimpan padi di lumbung untuk mengatasi
masa paceklik (kesusahan/kekurangan pangan) Sumber: (rynari.wordpress.com) Anda
dipersilakan menggali sumber informasi tentang berbagai bentuk kearifan lokal yang terkait
dengan
1. Sumber Politis Pancasila sebagai Sistem Filsafat Pada awalnya, Pancasila merupakan
konsensus politik yang kemudian berkembang menjadi sistem filsafat. Sumber politis
Pancasila sebagai sistem filsafat dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok.
Kelompok pertama, 162 meliputi wacana politis tentang Pancasila sebagai sistem
filsafat pada sidang BPUPKI, sidang PPKI, dan kuliah umum Soekarno antara tahun
1958 dan 1959, tentang pembahasan sila-sila Pancasila secara filosofis. Kelompok
kedua, mencakup berbagai argumen politis tentang Pancasila sebagai sistem filsafat
yang disuarakan kembali di era reformasi dalam pidato politik Habibie 1 Juni 2011.
Wacana politis tentang Pancasila sebagai sistem filsafat mengemuka ketika Soekarno
melontarkan konsep Philosofische Grondslag, dasar filsafat negara. Artinya,
kedudukan Pancasila diletakkan sebagai dasar kerohanian bagi penyelenggaran
kehidupan bernegara di Indonesia. Soekarno dalam kuliah umum di Istana Negara
pada 22 Mei 1958 menegaskan tentang kedudukan Pancasila sebagai
Weltanschauung dapat mempersatukan bangsa Indonesia dan menyelamatkan negara
Indonesia dari disintegrasi bangsa (Soekarno, 2001: 65). Pada kuliah umum di Istana
Negara pada 26 Juni 1958, Soekarno membahas sila-sila Pancasila sebagai berikut.
Sila I, pada garis besarnya manusia Indonesia itu percaya kepada Tuhan,
sebagaimana yang dikenal oleh penganut agama masing-masing. Ketuhanan Yang
Maha Esa merupakan konsep yang dapat diterima semua golongan agama di
Indonesia sehingga apabila elemen Ketuhanan ini dibuang, berarti telah membuang
sesuatu yang mempersatukan batin segenap rakyat sebagai bangsa Indonesia. Kalau
sila Ketuhanan Yang Maha Esa tidak dimasukkan, maka akan kehilangan salah satu
leitstar yang utama dalam kehidupan bangsa. Dengan demikian, elemen Ketuhanan
ini perlu dimasukkan ke dalam sila-sila Pancasila, karena menjadi bintang penuntun
atau pedoman dalam bertindak (Soekarno, 2001: 93). Selanjutnya, Soekarno
menjelaskan tentang Sila II yang merupakan upaya untuk mencegah timbulnya
semangat nasionalisme yang berlebihan sehingga terjebak ke dalam chauvinisme atau
rasialisme. Soekarno menegaskan bahwa nasionalisme ala Hitler merupakan
nasionalisme yang tidak berperikemanusiaan karena didasarkan pada sikap
chauvinistis (Soekarno, 2001: 142). Soekarno memberikan kuliah umum tentang Sila
III pada Juli 1958 di Istana Negara. Soekarno bertitik tolak dari berbagai pengertian
tentang bangsa yang diambilnya dari berbagai pemikiran, seperti teori Ernest Renan
yang mengatakan bahwa bangsa itu sekumpulan manusia yang mempunyai keinginan
bersatu hidup bersama (Le desire d’etre ensemble). Soekarno juga 161 d. Sila
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan adalah KERAKYATAN yang ber-Ketuhanan Yang
Maha Esa, ber-Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan ber-
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. e. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh
Rakyat Indonesia adalah KEADILAN yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, ber-
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Kerakyatan
yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
(Kaelan, 2003: 61). Gambar V.6: Salah satu kearifan lokal Suku Baduy adalah
menyimpan padi di lumbung untuk mengatasi masa paceklik (kesusahan/kekurangan
pangan) Sumber: (rynari.wordpress.com) Anda dipersilakan menggali sumber
informasi tentang berbagai bentuk kearifan lokal yang terkait dengan ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan dalam budaya masyarakat
Indonesia. Diskusikan dengan teman kelompok Anda dan laporkan secara tertulis. 3.
Sumber Politis Pancasila sebagai Sistem Filsafat Pada awalnya, Pancasila merupakan
konsensus politik yang kemudian berkembang menjadi sistem filsafat. Sumber politis
Pancasila sebagai sistem filsafat dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok.
Kelompok pertama, 162 meliputi wacana politis tentang Pancasila sebagai sistem
filsafat pada sidang BPUPKI, sidang PPKI, dan kuliah umum Soekarno antara tahun
1958 dan 1959, tentang pembahasan sila-sila Pancasila secara filosofis. Kelompok
kedua, mencakup berbagai argumen politis tentang Pancasila sebagai sistem filsafat
yang disuarakan kembali di era reformasi dalam pidato politik Habibie 1 Juni 2011.
Wacana politis tentang Pancasila sebagai sistem filsafat mengemuka ketika Soekarno
melontarkan konsep Philosofische Grondslag, dasar filsafat negara. Artinya,
kedudukan Pancasila diletakkan sebagai dasar kerohanian bagi penyelenggaran
kehidupan bernegara di Indonesia. Soekarno dalam kuliah umum di Istana Negara
pada 22 Mei 1958 menegaskan tentang kedudukan Pancasila sebagai
Weltanschauung dapat mempersatukan bangsa Indonesia dan menyelamatkan negara
Indonesia dari disintegrasi bangsa (Soekarno, 2001: 65). Pada kuliah umum di Istana
Negara pada 26 Juni 1958, Soekarno membahas sila-sila Pancasila sebagai berikut.
Sila I, pada garis besarnya manusia Indonesia itu percaya kepada Tuhan,
sebagaimana yang dikenal oleh penganut agama masing-masing. Ketuhanan Yang
Maha Esa merupakan konsep yang dapat diterima semua golongan agama di
Indonesia sehingga apabila elemen Ketuhanan ini dibuang, berarti telah membuang
sesuatu yang mempersatukan batin segenap rakyat sebagai bangsa Indonesia. Kalau
sila Ketuhanan Yang Maha Esa tidak dimasukkan, maka akan kehilangan salah satu
leitstar yang utama dalam kehidupan bangsa. Dengan demikian, elemen Ketuhanan
ini perlu dimasukkan ke dalam sila-sila Pancasila, karena menjadi bintang penuntun
atau pedoman dalam bertindak (Soekarno, 2001: 93). Selanjutnya, Soekarno
menjelaskan tentang Sila II yang merupakan upaya untuk mencegah timbulnya
semangat nasionalisme yang berlebihan sehingga terjebak ke dalam chauvinisme atau
rasialisme. Soekarno menegaskan bahwa nasionalisme ala Hitler merupakan
nasionalisme yang tidak berperikemanusiaan karena didasarkan pada sikap
chauvinistis (Soekarno, 2001: 142). Soekarno memberikan kuliah umum tentang Sila
III pada Juli 1958 di Istana Negara. Soekarno bertitik tolak dari berbagai pengertian
tentang bangsa yang diambilnya dari berbagai pemikiran, seperti teori Ernest Renan
yang mengatakan bahwa bangsa itu sekumpulan manusia yang mempunyai keinginan
bersatu hidup bersama (Le desire d’etre ensemble). Soekarno juga 163 menyitir
pendapat Otto Bauer yang mengatakan bahwa bangsa adalah persatuan, persamaan
watak, yang dilahirkan karena persamaan nasib. Berdasarkan beberapa pemikiran
tersebut, Soekarno menyimpulkan bahwa bangsa itu hidup dalam suatu kesatuan
yang kuat dalam sebuah negara dengan tujuan untuk mempersatukan (Soekarno,
2001: 114). Sila IV, Soekarno memberikan kuliah umum tentang sila kerakyatan
pada 3 September 1958 di Istana Negara. Soekarno mengatakan bahwa demokrasi
yang harus dijalankan adalah demokrasi Indonesia, yang membawa keperibadian
Indonesia sendiri. Demokrasi yang dimaksud bukanlah sekadar alat teknis, melainkan
suatu alam jiwa pemikiran dan perasaan bangsa Indonesia (Soekarno, 2001: 165).
Dalam kuliah umum seminar Pancasila di Yogyakarta 21 Februari 1959, Soekarno
menguraikan tetang arti sila V sebagai berikut: Keadilan sosial bagi bangsa Indonesia
merupakan suatu keharusan karena hal itu merupakan amanat dari para leluhur
bangsa Indonesia yang menderita pada masa penjajahan, dan para pejuang yang telah
gugur dalam memperjuangkan kemerdekaan (Soekarno, 2011: 191). Kelompok
kedua, diwakili Habibie dalam pidato 1 Juni 2011 yang menyuarakan kembali
pentingnya Pancasila bagi kehidupan bangsa Indonesia setelah dilupakan dalam
rentang waktu yang cukup panjang sekitar satu dasawarsa pada eforia politik di awal
reformasi. Pidato Habibie dapat diuraikan sebagai berikut: Pertama, pernyataan
Habibie tentang kedudukan Pancasila sebagai dasar filosofis bangsa Indonesia dalam
dinamika sejarah sistem politik sejak Orde Lama hingga era reformasi. Habibie
mengatakan sebagai berikut. “Selama enam puluh enam tahun perjalanan bangsa,
Pancasila telah mengalami berbagai batu ujian dan dinamika sejarah sistem politik,
sejak zaman demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, era Orde Baru hingga
demokrasi multipartai di era reformasi saat ini. Di setiap zaman, Pancasila harus
melewati alur dialektika peradaban yang menguji ketangguhannya sebagai dasar
filosofis bangsa Indonesia yang terus berkembang dan tidak pernah berhenti di satu
titik terminal sejarah” (Habibie, 2011: 1). Kedua, pernyataan Habibie tentang faktor-
faktor perubahan yang menimbulkan pergeseran nilai dalam kehidupan bangsa
Indonesia sehingga diperlukan reaktualisasi Pancasila. Habibie menyatakan hal itu
sebagai berikut: “Beberapa perubahan yang kita alami antara lain: (1) terjadinya
proses globalisasi dalam segala aspeknya; (2) perkembangan gagasan hak asasi
manusia (HAM) yang tidak diimbagi dengan kewajiban asasi manusia (KAM); (3)
lonjakan pemanfaatan teknologi informasi oleh masyarakat, di mana informasi
menjadi kekuatan yang amat berpengaruh dalam berbagai aspek kehidupan, tetapi
juga yang rentan terhadap "manipulasi" informasi dengan segala dampaknya. Ketiga
perubahan tersebut telah mendorong terjadinya pergeseran nilai yang dialami bangsa
Indonesia, sebagaimana terlihat dalam pola hidup masyarakat pada umumnya,
termasuk dalam corak perilaku kehidupan politik dan ekonomi yang terjadi saat ini.
Dengan terjadinya perubahan tersebut, diperlukan reaktualisasi nilai-nilai Pancasila
agar dapat dijadikan acuan bagi bangsa Indonesia dalam menjawab berbagai
persoalan yang dihadapi saat ini dan yang akan datang, baik persoalan yang datang
dari dalam maupun dari luar. (Habibie, 2011: 2). Ketiga, penegasan Habibie tentang
makna penting reaktualisasi Pancasila diungkapkan sebagai berikut: “….
reaktualisasi Pancasila diperlukan untuk memperkuat paham kebangsaan kita yang
majemuk dan memberikan jawaban atas sebuah pertanyaan akan dibawa ke mana
biduk peradaban bangsa ini berlayar di tengah lautan zaman yang penuh tantangan
dan ketidakpastian?” (Habibie, 2011: 5). Keempat, perlunya implementasi nilai-nilai
Pancasila dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat Indonesia diungkapkan
Habibie dalam pernyataan berikut: “Dalam forum yang terhormat ini, saya mengajak
kepada seluruh lapisan masyarakat, khususnya para tokoh dan cendekiawan di
kampus-kampus serta di lembaga-lembaga kajian lain untuk secara serius
merumuskan implementasi nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam lima silanya
dalam berbagai aspek kehidupan bangsa dalam konteks masa kini dan masa depan.
Yang juga tidak kalah penting adalah peran para penyelenggara negara dan
pemerintahan untuk secara cerdas dan konsekuen serta konsisten menjabarkan
implementasi nilainilai Pancasila tersebut dalam berbagai kebijakan yang dirumuskan
dan program yang dilaksanakan” (Habibie, 2011: 6). Sumber politis Pancasila
sebagai sistem filsafat berlaku juga atas kesepakatan penggunaan simbol dalam
kehidupan bernegara. Garuda Pancasila merupakan salah satu simbol dalam
kehidupan bernegara. Dalam pasal 35 Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi sebagai
berikut. ”Bendera Negara Indonesia ialah sang merah putih”. Pasal 36, ”Bahasa
Negara ialah Bahasa Indonesia”. Pasal 36A, ”Lambang Negara ialah Garuda
Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika”. Pasal 36B, ”Lagu kebangsaan
Indonesia ialah 163 menyitir pendapat Otto Bauer yang mengatakan bahwa bangsa
adalah persatuan, persamaan watak, yang dilahirkan karena persamaan nasib.
Berdasarkan beberapa pemikiran tersebut, Soekarno menyimpulkan bahwa bangsa itu
hidup dalam suatu kesatuan yang kuat dalam sebuah negara dengan tujuan untuk
mempersatukan (Soekarno, 2001: 114). Sila IV, Soekarno memberikan kuliah umum
tentang sila kerakyatan pada 3 September 1958 di Istana Negara. Soekarno
mengatakan bahwa demokrasi yang harus dijalankan adalah demokrasi Indonesia,
yang membawa keperibadian Indonesia sendiri. Demokrasi yang dimaksud bukanlah
sekadar alat teknis, melainkan suatu alam jiwa pemikiran dan perasaan bangsa
Indonesia (Soekarno, 2001: 165). Dalam kuliah umum seminar Pancasila di
Yogyakarta 21 Februari 1959, Soekarno menguraikan tetang arti sila V sebagai
berikut: Keadilan sosial bagi bangsa Indonesia merupakan suatu keharusan karena
hal itu merupakan amanat dari para leluhur bangsa Indonesia yang menderita pada
masa penjajahan, dan para pejuang yang telah gugur dalam memperjuangkan
kemerdekaan (Soekarno, 2011: 191). Kelompok kedua, diwakili Habibie dalam
pidato 1 Juni 2011 yang menyuarakan kembali pentingnya Pancasila bagi kehidupan
bangsa Indonesia setelah dilupakan dalam rentang waktu yang cukup panjang sekitar
satu dasawarsa pada eforia politik di awal reformasi. Pidato Habibie dapat diuraikan
sebagai berikut: Pertama, pernyataan Habibie tentang kedudukan Pancasila sebagai
dasar filosofis bangsa Indonesia dalam dinamika sejarah sistem politik sejak Orde
Lama hingga era reformasi. Habibie mengatakan sebagai berikut. “Selama enam
puluh enam tahun perjalanan bangsa, Pancasila telah mengalami berbagai batu ujian
dan dinamika sejarah sistem politik, sejak zaman demokrasi parlementer, demokrasi
terpimpin, era Orde Baru hingga demokrasi multipartai di era reformasi saat ini. Di
setiap zaman, Pancasila harus melewati alur dialektika peradaban yang menguji
ketangguhannya sebagai dasar filosofis bangsa Indonesia yang terus berkembang dan
tidak pernah berhenti di satu titik terminal sejarah” (Habibie, 2011: 1). Kedua,
pernyataan Habibie tentang faktor-faktor perubahan yang menimbulkan pergeseran
nilai dalam kehidupan bangsa Indonesia sehingga diperlukan reaktualisasi Pancasila.
Habibie menyatakan hal itu sebagai berikut: 164 “Beberapa perubahan yang kita
alami antara lain: (1) terjadinya proses globalisasi dalam segala aspeknya; (2)
perkembangan gagasan hak asasi manusia (HAM) yang tidak diimbagi dengan
kewajiban asasi manusia (KAM); (3) lonjakan pemanfaatan teknologi informasi oleh
masyarakat, di mana informasi menjadi kekuatan yang amat berpengaruh dalam
berbagai aspek kehidupan, tetapi juga yang rentan terhadap "manipulasi" informasi
dengan segala dampaknya. Ketiga perubahan tersebut telah mendorong terjadinya
pergeseran nilai yang dialami bangsa Indonesia, sebagaimana terlihat dalam pola
hidup masyarakat pada umumnya, termasuk dalam corak perilaku kehidupan politik
dan ekonomi yang terjadi saat ini. Dengan terjadinya perubahan tersebut, diperlukan
reaktualisasi nilai-nilai Pancasila agar dapat dijadikan acuan bagi bangsa Indonesia
dalam menjawab berbagai persoalan yang dihadapi saat ini dan yang akan datang,
baik persoalan yang datang dari dalam maupun dari luar. (Habibie, 2011: 2). Ketiga,
penegasan Habibie tentang makna penting reaktualisasi Pancasila diungkapkan
sebagai berikut: “…. reaktualisasi Pancasila diperlukan untuk memperkuat paham
kebangsaan kita yang majemuk dan memberikan jawaban atas sebuah pertanyaan
akan dibawa ke mana biduk peradaban bangsa ini berlayar di tengah lautan zaman
yang penuh tantangan dan ketidakpastian?” (Habibie, 2011: 5). Keempat, perlunya
implementasi nilai-nilai Pancasila dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat
Indonesia diungkapkan Habibie dalam pernyataan berikut: “Dalam forum yang
terhormat ini, saya mengajak kepada seluruh lapisan masyarakat, khususnya para
tokoh dan cendekiawan di kampus-kampus serta di lembaga-lembaga kajian lain
untuk secara serius merumuskan implementasi nilai-nilai Pancasila yang terkandung
dalam lima silanya dalam berbagai aspek kehidupan bangsa dalam konteks masa kini
dan masa depan. Yang juga tidak kalah penting adalah peran para penyelenggara
negara dan pemerintahan untuk secara cerdas dan konsekuen serta konsisten
menjabarkan implementasi nilainilai Pancasila tersebut dalam berbagai kebijakan
yang dirumuskan dan program yang dilaksanakan” (Habibie, 2011: 6). Sumber politis
Pancasila sebagai sistem filsafat berlaku juga atas kesepakatan penggunaan simbol
dalam kehidupan bernegara. Garuda Pancasila merupakan salah satu simbol dalam
kehidupan bernegara. Dalam pasal 35 Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi sebagai
berikut. ”Bendera Negara Indonesia ialah sang merah putih”. Pasal 36, ”Bahasa
Negara ialah Bahasa Indonesia”. Pasal 36A, ”Lambang Negara ialah Garuda
Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika”. Pasal 36B, ”Lagu kebangsaan
Indonesia ialah 165 Indonesia Raya”. Bendera merah putih, Bahasa Indonesia,
Garuda Pancasila, dan lagu Indonesia Raya, semuanya merupakan simbol dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Tahukah Anda apa yang
dimaksudkan dengan simbol itu? Simbol menurut teori Semiotika Peirce adalah
bentuk tanda yang didasarkan pada konvensi. (Berger, 2010: 247). Simbol adalah
tanda yang memiliki hubungan dengan objeknya berdasarkan konvensi, kesepakatan,
atau aturan. Simbol ditandai dengan kesepakatan, seperti halnya bahasa, gerak
isyarat, yang untuk memahaminya harus dipelajari. Makna suatu simbol ditentukan
oleh suatu persetujuan atau kesepakatan bersama, atau sudah diterima oleh umum
sebagai suatu kebenaran. Contoh, lampu lalu lintas adalah simbol, yakni warna merah
artinya berhenti, hijau berarti jalan, warna kuning berarti pengguna jalan harus
berhati-hati. Simbol adalah sesuatu yang maknanya diterima sebagai suatu kebenaran
melalui konvensi atau aturan dalam kehidupan dan kebudayaan masyarakat yang
telah disepakati. Demikian pula halnya dengan Burung Garuda, diterima sebagai
simbol oleh bangsa Indonesia melalui proses panjang termasuk dalam konvensi.
Contoh, simbol Burung Garuda sebagai berikut: Gambar V.7: Burung Garuda
Pancasila sebagai simbol Negara
Perisai Pancasila Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila a. Garuda Pancasila
sendiri adalah Burung Garuda yang sudah dikenal melalui mitologi kuno dalam
sejarah bangsa Indonesia, yaitu kendaraan Wishnu yang menyerupai burung elang
rajawali. Garuda digunakan sebagai Lambang Negara untuk menggambarkan bahwa
Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang kuat. b. Warna keemasan pada
Burung Garuda melambangkan keagungan dan kejayaan. c. Garuda memiliki paruh,
sayap, cakar, dan ekor yang melambangkan kekuatan dan tenaga pembangunan. d.
Jumlah bulu Garuda Pancasila melambangkan hari jadi Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia pada 17 Agustus 1945, di antaranya: 1) 17 helai bulu pada masing-masing
sayap 2) 8 helai bulu pada ekor 3) 19 helai bulu di bawah perisai atau pada pangkal
ekor 4) 45 helai bulu di leher e. Perisai adalah tameng yang telah lama dikenal dalam
kebudayaan dan peradaban Indonesia sebagai bagian senjata yang melambangkan
perjuangan, pertahanan, dan perlindungan diri untuk mencapai tujuan. f. Di tengah-
tengah perisai terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan garis khatulistiwa
yang menggambarkan lokasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu negara
tropis yang dilintasi garis khatulistiwa membentang dari timur ke barat. g. Warna
dasar pada ruang perisai adalah warna bendera kebangsaaan negara Indonesia
"Merah-Putih", sedangkan pada bagian tengah berwarna dasar hitam. 165 Indonesia
Raya”. Bendera merah putih, Bahasa Indonesia, Garuda Pancasila, dan lagu
Indonesia Raya, semuanya merupakan simbol dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara di Indonesia. Tahukah Anda apa yang dimaksudkan dengan simbol itu?
Simbol menurut teori Semiotika Peirce adalah bentuk tanda yang didasarkan pada
konvensi. (Berger, 2010: 247). Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan dengan
objeknya berdasarkan konvensi, kesepakatan, atau aturan. Simbol ditandai dengan
kesepakatan, seperti halnya bahasa, gerak isyarat, yang untuk memahaminya harus
dipelajari. Makna suatu simbol ditentukan oleh suatu persetujuan atau kesepakatan
bersama, atau sudah diterima oleh umum sebagai suatu kebenaran. Contoh, lampu
lalu lintas adalah simbol, yakni warna merah artinya berhenti, hijau berarti jalan,
warna kuning berarti pengguna jalan harus berhati-hati. Simbol adalah sesuatu yang
maknanya diterima sebagai suatu kebenaran melalui konvensi atau aturan dalam
kehidupan dan kebudayaan masyarakat yang telah disepakati. Demikian pula halnya
dengan Burung Garuda, diterima sebagai simbol oleh bangsa Indonesia melalui
proses panjang termasuk dalam konvensi. Contoh, simbol Burung Garuda sebagai
berikut: Gambar V.7: Burung Garuda Pancasila sebagai simbol Negara
(http://agusramdanirekap.blogspot.com/2011/12/arti-dan-makna-lambang-
garudapancasila.html) Tahukah Anda apa arti dari simbol yang termuat dalam perisai
di dada Burung Garuda tersebut? Berikut adalah arti dalam lambang Garuda
Pancasila tersebut: 166 Gambar V.8: Perisai Pancasila Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila a. Garuda Pancasila sendiri adalah Burung
Garuda yang sudah dikenal melalui mitologi kuno dalam sejarah bangsa Indonesia,
yaitu kendaraan Wishnu yang menyerupai burung elang rajawali. Garuda digunakan
sebagai Lambang Negara untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa
yang besar dan negara yang kuat. b. Warna keemasan pada Burung Garuda
melambangkan keagungan dan kejayaan. c. Garuda memiliki paruh, sayap, cakar, dan
ekor yang melambangkan kekuatan dan tenaga pembangunan. d. Jumlah bulu Garuda
Pancasila melambangkan hari jadi Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17
Agustus 1945, di antaranya: 1) 17 helai bulu pada masing-masing sayap 2) 8 helai
bulu pada ekor 3) 19 helai bulu di bawah perisai atau pada pangkal ekor 4) 45 helai
bulu di leher e. Perisai adalah tameng yang telah lama dikenal dalam kebudayaan dan
peradaban Indonesia sebagai bagian senjata yang melambangkan perjuangan,
pertahanan, dan perlindungan diri untuk mencapai tujuan. f. Di tengah-tengah perisai
terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan garis khatulistiwa yang
menggambarkan lokasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu negara tropis
yang dilintasi garis khatulistiwa membentang dari timur ke barat. g. Warna dasar
pada ruang perisai adalah warna bendera kebangsaaan negara Indonesia "Merah-
Putih", sedangkan pada bagian tengah berwarna dasar hitam. 167 h. Pada perisai
terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar negara Pancasila. Pengaturan pada
lambang perisai adalah sebagai berikut: 1) Sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa;
dilambangkan dengan cahaya di bagian tengah perisai berbentuk bintang yang
bersudut lima berlatar hitam. 2) Sila kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab;
dilambangkan dengan tali rantai bermata bulatan dan persegi di bagian kiri bawah
perisai berlatar merah. 3) Sila ketiga: Persatuaan Indonesia; di lambangkan dengan
pohon beringin di bagian kiri atas perisai berlatar putih. 4) Sila keempat: Kerakyatan
yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan;
dilambangkan dengan kepala banteng di bagian kanan atas perisai berlatar merah. 5)
Sila kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia; Dilambangkan dengan
kapas dan padi di bagian kanan bawah perisai berlatar putih.
Etika merupakan struktur pemikiran yang disusun untuk memberikan tuntunan atau panduan
dalam bersikap dan bertingkah laku Pancasila sebagai sistem etika di samping merupakan
way of life bangsa Indonesia, juga merupakan struktur pemikiran yang disusun untuk
memberikan tuntunan atau panduan kepada setiap warga negara Indonesia dalam bersikap
dan bertingkah laku. Pancasila sebagai sistem etika, dimaksudkan untuk mengembangkan
dimensi moralitas dalam diri setiap individu sehingga memiliki kemampuan menampilkan
sikap spiritualitas dalam kehidupan bermasycarakat, berbangsa, dan bernegara. Mahasiswa
sebagai peserta didik termasuk anggota masyarakat ilmiah-akademik yang memerlukan
sistem etika yang orisinal dan komprehensif agar dapat 174 mewarnai setiap keputusan yang
diambilnya dalam profesi ilmiah. Sebab keputusan ilmiah yang diambil tanpa pertimbangan
moralitas, dapat menjadi bumerang bagi dunia ilmiah itu sendiri sehingga menjadikan dunia
ilmiah itu hampa nilai (value –free). Anda sebagai mahasiswa berkedudukan sebagai
makhluk individu dan sosial sehingga setiap keputusan yang diambil tidak hanya terkait
dengan diri sendiri, tetapi juga berimplikasi dalam kehidupan sosial dan lingkungan.
Pancasila sebagai sistem etika merupakan moral guidance yang dapat diaktualisasikan ke
dalam tindakan konkrit, yang melibatkan berbagai aspek kehidupan. Oleh karena itu, sila-sila
Pancasila perlu diaktualisasikan lebih lanjut ke dalam putusan tindakan sehingga mampu
mencerminkan pribadi yang saleh, utuh, dan berwawasan moral-akademis. Dengan demikian,
mahasiswa dapat mengembangkan karakter yang Pancasilais melalui berbagai sikap yang
positif, seperti jujur, disiplin, tanggung jawab, mandiri, dan lainnya. Mahasiswa sebagai insan
akademis yang bermoral Pancasila juga harus terlibat dan berkontribusi langsung dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai perwujudan sikap tanggung jawab warga negara.
Tanggung jawab yang penting berupa sikap menjunjung tinggi moralitas dan menghormati
hukum yang berlaku di Indonesia. Untuk itu, diperlukan penguasaan pengetahuan tentang
pengertian etika, aliran etika, dan pemahaman Pancasila sebagai sistem etika sehingga
mahasiswa memiliki keterampilan menganalisis persoalan-persoalan korupsi dan dekadensi
moral dalam kehidupan bangsa Indonesia. Kompetensi Dasar Taat beragama dalam
kehidupan individu, bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan dalam pengembangan
keilmuan, serta kehidupan akademik dan profesinya; mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila
dalam bentuk pribadi yang saleh secara individual, sosial, dan alam; mengembangkan
karakter Pancasilais yang teraktualisasi dalam sikap jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli,
santun, ramah lingkungan, gotong royong, cinta damai, responsif, dan proaktif; berkontribusi
aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, berperan dalam pergaulan dunia dengan
menjunjung tinggi penegakan moral dan hukum; menguasai pengetahuan tentang pengertian
etika, aliran-aliran etika, etika Pancasila, dan Pancasila sebagai solusi problem moralitas
bangsa; terampil merumuskan solusi atas problem moralitas bangsa dengan
Pancasila memuat nilai-nilai luhur dan mendalam yang menjadi pandangan hidup dan dasar
negara yakni nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis :
1. Nilai dasar adalah azas yang kita terima sebagai dalil yang
kurang lebih mutlak.
2. Nilai instrumental adalah pelaksanaan umum nilai-nilai dasar
biasanya dalam norma sosial dan norma hukum yang
selanjutnya terkristalisasi dalam lembaga-lembaga yang sesuai
dengan kebutuhan tempat dan waktu
3. Nilai praksis adalah nilai yang sesungguhnyakita laksanakan
dalam kenyataan
Pancasila sering disebut sebagai dasar falsafah negara (dasar filsafat negara) dan ideologi
negara. Pancasila dipergunakan sebagai dasar untuk mengatur pemerintahan dan mengatur
penyelenggaraan negara. Konsep-konsep Pancasila tentang kehidupan bernegara yang disebut
cita hukum (staatsidee), merupakan cita hukum yang harus dilaksanakan secara konsisten
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pancasila juga mempunyai fungsi dan kedudukan sebagai pokok atau kaidah negara yang
mendasar (fundamental norma). Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara bersifat tetap,
kuat, dan tidak dapat diubah oleh siapapun, termasuk oleh MPR-DPR hasil pemilihan umum.
Mengubah Pancasila berarti membubarkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Pancasila sebagai kaidah negara yang fundamental berarti bahwa hukum dasar tertulis
(UUD), hukum tidak tertulis (konvensi), dan semua hukum atau peraturan perundang-
undangan yang berlaku dalam negara Republik Indonesia harus bersumber dan berada
dibawah pokok kaidah negara yang fundamental tersebut.
Sebagai dasar negara, Pancasila kembali diuji ketahanannya dalam era reformasi sekarang.
Merekahnya matahari bulan Juni 1945, 63 tahun yang lalu disambut dengan lahirnya sebuah
konsepsi kenengaraan yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, yaitu lahirnya Pancasila.
Sebagai falsafah negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila memang
merupakan karunia terbesar dari Allah SWT dan ternyata merupakan light-star bagi segenap
bangsa Indonesia di masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman dalam memperjuangkan
kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam hidup kerukunan berbangsa, serta sebagai
pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia sehari-hari, dan yang jelas tadi telah
diungkapkan sebagai dasar serta falsafah negara Republik Indonesia.
Pancasila telah ada dalam segala bentuk kehidupan rakyat Indonesia, terkecuali bagi mereka
yang tidak Pancasilais. Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan pada 18 Agustus 1945
bersama-sama dengan UUD 1945. Bunyi dan ucapan Pancasila yang benar berdasarkan
Inpres Nomor 12 tahun 1968 adalah satu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua, Kemanusiaan
yang adil dan beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dan kelima, Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila itu ialah, Mr
Mohammad Yamin, Prof Mr Soepomo, dan Ir Soekarno. Dapat dikemukakan mengapa
Pancasila itu sakti dan selalu dapat bertahan dari guncangan kisruh politik di negara ini, yaitu
pertama ialah karena secara intrinsik dalam Pancasila itu mengandung toleransi, dan siapa
yang menantang Pancasila berarti dia menentang toleransi.
Kedua, Pancasila merupakan wadah yang cukup fleksibel, yang dapat mencakup faham-
faham positif yang dianut oleh bangsa Indonesia, dan faham lain yang positif tersebut
mempunyai keleluasaan yang cukup untuk memperkembangkan diri. Yang ketiga, karena
sila-sila dari Pancasila itu terdiri dari nilai-nilai dan norma-norma yang positif sesuai dengan
pandangan hidup bangsa Indonesia, dan nilai serta norma yang bertentangan, pasti akan
ditolak oleh Pancasila, misalnya Atheisme dan segala bentuk kekafiran tak beragama akan
ditolak oleh bangsa Indonesia yang bertuhan dan ber-agama.
Diktatorisme juga ditolak, karena bangsa Indonesia berprikemanusiaan dan berusaha untuk
berbudi luhur. Kelonialisme juga ditolak oleh bangsa Indonesia yang cinta akan
kemerdekaan. Sebab yang keempat adalah, karena bangsa Indonesia yang sejati sangat cinta
kepada Pancasila, yakin bahwa Pancasila itu benar dan tidak bertentangan dengan keyakinan
serta agamanya.
Dengan demikian bahwa falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia yang
harus diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia agar menghormati, menghargai,
menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya
pahlawan proklamasi yang telah berjuang untuk kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga
baik golongan muda maupun tua tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara Indonesia
tanpa adanya keraguan guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara
Indonesia.
PertemuanKe-Empatbelas.
Bangsa adalah suatu kelompok manusia yang dianggap memiliki identitas bersama,
dan mempunyai kesamaan bahasa, agama, ideologi, budaya, dan/atau sejarah. Mereka
umumnya dianggap memiliki asal-usul keturunan yang sama. Negara adalah suatu wilayah di
permukaan bumi yang kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi, sosial maupun
budayanya diatur oleh pemerintahan yang berada di wilayah tersebut.
Jadi. Negara adalah pengorganisasian masyarakat yang berbeda dengan bentuk
organisasi lain terutama karena hak negara untuk mencabut nyawa seseorang. Untuk dapat
menjadi suatu negara maka harus ada rakyat, yaitu sejumlah orang yang menerima
keberadaan organisasi ini. Syarat lain keberadaan negara adalah adanya suatu wilayah
tertentu tempat negara itu berada. Hal lain adalah apa yang disebut sebagai kedaulatan, yakni
bahwa negara diakui oleh warganya sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas diri mereka
pada wilayah tempat negara itu berada.
Dan yang dimaksud dengan sadar berbangsa dan bernegara adalah sadar bahwasanya
kita berada di tempat yang memiliki bahasa, agama, ideologi, budaya, dan/atau sejarah yang
sama dan mempunyai aturan-aturan baik dalam bidang politik, militer, ekonomi, sosial
maupun budaya yang diatur oleh Negara.
Dengan suatu paradigma atau sudut pandang dan kerangka acuan tertentu, seorang ilmuwan
dapat menjelaskan sekaligus menjawab suatu masalah dalam ilmu pengetahuan. Istilah
paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan, tetapi
pada bidang lain seperti bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi. Paradigma kemudian
berkembang dalam pengertian sebagai kerangka pikir, kerangka bertindak, acuan, orientasi,
sumber, tolok ukur, parameter, arah dan tujuan.
Sesuatu dijadikan paradigma berarti sesuatu itu dijadikan sebagai kerangka, acuan, tolok
ukur, parameter, arah, dan tujuan dari sebuah kegiatan. Dengan demikian, paradigma
menempati posisi tinggi dan penting dalam melaksanakan segala hal dalam kehidupan
manusia.
Pancasila sebagai paradigma dijabarkan dalam pembangunan sehingga proses dan hasil
pembangunan sesuai dengan Pancasila. Misalnya :
a. Pembangunan tidak boleh bersifat pragmatis, yaitu pembangunan itu tidak hanya
mementingkan tindakan nyata dan mengabaikan pertimbangan etis.
b. Pembangunan tidak boleh bersifat ideologis, yaitu secara mutlak melayani Ideologi
tertentu dan mengabaikan manusia nyata.
c. Pembangunan harus menghormati HAM, yaitu pembangunan tidak boleh
mengorbankan manusia nyata melainkan menghormati harkat dan martabat bangsa.
d. Pembangunan dilaksanakan secara demokratis, artinya melibatkan masyarakat
sebagai tujuan pembangunan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut
kebutuhan mereka.
e. Pembangunan diperioritaskan pada penciptaan taraf minimum keadilan sosial, yaitu
mengutamakan mereka yang paling lemah untuk menghapuskan kemiskinan
struktural. Kemiskinan struktural, adalah kemiskinan yang timbul bukan akibat
malasnya individu atau warga Negara, melainkan diakibatkan dengan adanya struktur-
struktur sosial yang tidak adil.
Sebagai paradigma pembangunan, Pancasila mempunyai kedudukan sebagai:
1. Cita-cita bangsa Indonesia
2. Jiwa bangsa.
3. Moral Pembangunan.
4. Dasar negara Republik Indonesia.
Itulah pentingnya paradigma bagi bangsa dan negara kita, kita menjadi satu visi dalam
membangun negeri menjadi negeri yang maju dengan arah dan tujuan yang jelas. Cara atau
metode dapat berubah atau berbeda dalam memajukan negeri tetapi arah dan visinya sama
yaitu berdasarkan Pancasila.
Pancasila Sebagai Etika P{olitik
Etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku etika yaitu
manusia. Oleh karena itu etika politik berkait dengan bidang pembahsan moral. Hal ini
berdasarkan kenyataan bahwa pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai
subjek etika.
Pengertian etika politik berasal dari kata ‘politics’ yang memiliki makna bermacam
macam kegiatan dalam suatu sitem politik atau Negara yang menyangkut proses penentuan
tujuan-tujuan dari system itu dan diikuti dengan pelaksanaan-pelaksanaan itu. Pengambilan
keputusan mengenai apakah yang menjadi tujuan dari system itu.
Pancasila bukanlah merupakan pedoman yang berlangsung bersifat normatif ataupun
praksis melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan sumber hukum
baik meliputi norma moral maupun norma hukum, yang pada giliranya harus dijabarkan lebih
lanjut dalam norma-norma etika, moral maupun norma hukum dalam kehidupan kenegaraan
maupun kebangsaan.
Pancasila Sebagai Etika Politik :
- Pancasila berasal dari kata “panca” yang berarti lima dan “sila” berarti dasar. Jadi Pancasila
merupakan dasar falsafah Negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD
1945.
- Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-
pandangan moral.
- Politik merupakan bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang
menyangkut proses tujuan penentuan-penentuan tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan
pelaksanaan tujuan-tujuan itu.
Pengertian Etika
Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi dua kelompok yaitu etika
umum dan etika khusus. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang
ajaran-aaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang membahasas
tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral terntentu atau bagaimana
kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran
moral (Suseno, 1987).
Etika umum mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia,
sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungannya dengan berbagai
kehidupan manusia (Suseno, 1987). Etika khusus dibagi menjadi etika individual yang
membahas kewajiban manusia terhadap diri sendir dan etika sosial merupakan kewajiban
manusia terhadap manusia lain dalam hidup bermasyarakat, yang merupakan suatu bagian
terbesar dari etika khusus.
Pengertian Politik
Pengertian politik berasal dari kata Politics yang memiliki makna bermacam-macam
kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses tujuan penentuan-
penentuan tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu.
Pengambilan keputusan mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu yang
menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-
tujuan yang dipilih.
Untuk pelaksanaan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan umum,
yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau distributions dari sumber-sumber yang
ada. Untuk melakukan kebijaksanaan-kebijaksanaan itu diperlukan suartu kekuasaan, dan
kewenangan yang akan dipakai baik untuk membina kerjasama maupun menyelesaikan
konflik yang mungkin timbul dalam proses ini. Cara-cara yang dipakai dapat bersifat
persuasi, dan jika perlu dilakukan suatu pemaksaan. Tanpa adanya suatu paksaan
kebijaksanaan ini hanya merupakan perumusan keinginan belaka (statement of intents) yang
tidak akan pernah terwujud. Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat
(public goals), dan bukan tujuan pribadi seseorang (privat goals). Selain itu politik
menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk partai pplitik, lembaga masyarakat
maupun perseorangan.
Pengertian Etika Politik
Sebagai salah satu cabang etika, khususnya etika politik termasuk dalam lingkungan
filsafat. Filsafat yang langsung mempertanyakan praksis manusia adalah etika. Etika
mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia. Ada bebagai bidang etika khusus,
seperti etika individu, etika sosial, etika keluarga, etika profesi, dan etika pendidikan.dalam
hal ini termasuk etika politik yang berkenaan dengan dimensi politis kehidupan manusia.
Etika berkaitan dengan norma moral, yaitu norma untuk mengukur betul salahnya
tindakan manusia sebagai manusia. Dengan demikian, etika politik mempertanyakan
tanggung jawab dan kewajiban manusia sebagai manusia dan bukan hanya sebagai warga
Negara terhadap Negara, hukum yang berlaku dan lain sebagainya.
Fungsi etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat teoritis untuk
mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung jawab. Jadi, tidak
berdasarkan emosi, prasangka dan apriori, melainkan secara rasional objektif dan
argumentative. Etika politik tidak langsung mencampuri politik praktis. Tugas etika politik
membantu agar pembahasan masalah-masalah idiologis dapat dijalankan secara obyektif.
Hukum dan kekuasaan Negara merupakan pembahasan utama etika politik. Hukum
sebagai lembaga penata masyarakat yang normatif, kekuasaan Negara sebagai lembaga
penata masyarakat yang efektif sesuai dengan struktur ganda kemampuan manusia (makhluk
individu dan sosial). Jadi etika politik membahas hukum dan kekuasaan. Prinsip-prinsip etika
politik yang menjadi titik acuan orientasi moral bagi suatu Negara adalah adanya cita-cita
The Rule Of Law, partisipasi demokratis masyarakat, jaminan ham menurut kekhasan paham
kemanusiaan dan sturktur kebudayaan masyarakat masing-masing dan keadaan sosial.
Lima Prinsip Dasar Etika Politik Pancasila
Pancasila sebagai etika politik maka mempunyai lima prinsip itu berikut ini disusun menurut
pengelompokan Pancasila, karena Pancasila memiliki logika internal yang sesuai dengan
tuntutan-tuntutan dasar etika politik modern.
1. Pluralisme.
Pluralisme adalah kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya untuk hidup dengan
positif, damai, toleran, dan biasa/normal bersama warga masyarakat yang berbeda pandangan
hidup, agama, budaya, adat. Pluralisme mengimplikasikan pengakuan terhadap kebebasan
beragama, kebebasan berpikir, kebebasan mencari informasi, toleransi. Pluralisme
memerlukan kematangan kepribadian seseorang dan sekelompok orang.
2. Hak Asasi Manusia.
Jaminan hak-hak asasi manusia adalah bukti Kemanusian yang adil dan beradab. Karena
hak-hak asasi manusia menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan dan wajib tidak
diperlakukan. Jadi bagaimana manusia harus diperlakukan agar sesuai dengan martabatnya
sebagai manusia. Karena itu, hak-hak asasi manusia adalah baik mutlak maupun kontekstual
dalam pengertian sebagai berikut.
a. Mutlak karena manusia memilikinya bukan karena pemberian Negara, masyarakat,
melainkan karena pemberian Sang Pencipta .
b. Kontekstual karena baru mempunyai fungsi dan karena itu mulai disadari, diambang
modernitas di mana manusia tidak lagi dilindungi oleh adat/tradisi, dan seblaiknya
diancam oleh Negara modern.
3. Solidaritas Bangsa.
Solidaritas bermakna manusia tidak hanya hidup demi diri sendiri, melainkan juga demi
orang lain, bahwa kita bersatu senasib sepenanggungan. Manusia hanya hidup menurut
harkatnya apabila tidak hanya bagi dirinya sendiri, melainkan menyumbang sesuatu pada
hidup manusia-manusia lain. Sosialitas manusia berkembang secara melingkar yaitu
keluarga, kampung, kelompok etnis, kelompok agama, kebangsaan, solidaritas sebagai
manusia. Maka di sini termasuk rasa kebangsaan. Manusia menjadi seimbang apabila
semua lingkaran kesosialan itu dihayati dalam kaitan dan keterbatasan masing-masing.
4. Demokrasi.
Prinsip “kedaulatan rakyat” menyatakan bahwa tak ada manusia atau sebuah elit atau
sekelompok ideologi berhak untuk menentukan dan memaksakan orang lain harus atau
boleh hidup. Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang dipimpin berhak
menentukan siapa yang memimpin mereka dan kemana mereka mau dipimpin. Jadi
demokrasi memerlukan sebuah system penerjemah kehendak masyarakat ke dalam
tindakan politik.
Demokrasi hanya dapat berjalan baik atas dua dasar yaitu :
1. Pengakuan dan jaminan terhadap HAM; perlindungan terhadap HAM menjadi prinsip
mayoritas tidak menjadi kediktatoran mayoritas.
2. Kekuasaan dijalankan atas dasar, dan dalam ketaatan terhadap hukum (Negara hukum
demokratis). Maka kepastian hukum merupakan unsur harkiki dalam demokrasi
(karena mencegah pemerintah yang sewenang-wenang).
4. Keadilan Sosial.
Keadilan merupakan norma moral paling dasar dalam kehidupan masyarakat. Moralitas
masyarakat mulai dengan penolakan terhadap ketidakadilan. Tuntutan keadilan sosial
tidak boleh dipahami secara ideologis, sebagai pelaksanaan ide-ide, ideologi-ideologi,
agama-agama tertentu, keadilan sosial tidak sama dengan sosialisme. Keadilan sosial
adalah keadilan yang terlaksana. Dalam kenyataan, keadilan sosial diusahakan dengan
membongkar ketidakadilan-ketidakadilan yang ada dalam masyarakat. Ketidakadilan
adalah diskriminasi di semua bidang terhadap perempuan, semua diskriminasi atas dasar
ras, suku dan budaya.
Untuk itu tantangan etika politik paling serius di Indonesia sekarang adalah:
1. Kemiskinan, ketidakpedulian dan kekerasan sosial.
2. Ekstremisme ideologis yang anti pluralism, pertama-tama ekstremisme agama dimana
mereka yang merasa tahu kehendak Tuhan merasa berhak juga memaksakan pendapat
mereka pada masyarakat.
3. Korupsi
Dimensi Politisi Manusia
Manusia sebagai Makhluk Individu – Sosial.
Paham individualisme yang merupakan cikal bakal paham liberalisme, memandan
manusia sebagai makhluk individu yang bebas. Segala hak dan kewajiban dalam kehidupan
bersama senantiasa diukur berdasarkan kepentingan dan tujuan berdasarkan paradigma sifat
kodrat manusia sebagai individu. Kalangan kolektivisme merupakan cikal bakal sosialisme
dan komunisme memandang sifat kodrat manusia sebagai makhluk sosial saja. Manusia di
pandang sebagai sekedar sarana bagi masyarakat. Segala hak dan kewajiban baik moral
maupun hukum, dalam hubungan masyarakat, bangsa dan negara senantiasa diukur
berdasarkan filosofi manusia sebagai makhluk sosial.
Manusia sebagai makhluk yang berbudaya, kebebasan sebagai individu dan segala
aktivitas dan kreativitas dalam hidupnya senantiasa tergantung pada orang lain, hal ini di
karenakan manusia sebagai warga masyrakat atau sebagai makhluk sosial. Manusia di dalam
hidupnya mampu bereksistensi karena orang lain dan ia hanya dapat hidup dan berkembang
karena dalam hubungannya dengan orang lain. Segala keterampilan yang dibutuhkannya agar
berhasil dalam segala kehidupannya serta berpartisipasi dalam kebudayaan diperolehnya dari
masyarakat.
Dasar filosofis sebagai mana terkandung dalam Pancasila yang nilainya terdapat dalam
budaya bangsa, senantiasa mendasarkan hakikat sifat kodrat manusia adalah bersifat
‘monodualis’. Maka sifat serta ciri khas kebangsaan dan kenegaraan Indonesia, bukanlah
totalitas individualistis ataupun sosialistis melainkan monodualistis.
B. Dimensi Politis Kehidupan Manusia.
Berdasarkan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sosial, dimensi politis
mencakup lingkaran kelembagan hukum dan negara, sistem – sitem nilai serta ideologi yang
memberikan legitmimasi kepadanya. Dalam hubungan dengan sifat kodrat manusia sebagai
makhluk individu dan sosial, dimensi politis manusia senntiasa berkaitan dengan kehidupan
negara dan hukum, sehingga senantiasa berkaitn dengan kehidupan masyrakat secara
keseluruhan. Sebuah keputusan bersifat politis manakala diambil dengan memperhatikan
kepentingan masyarakat sebagai suatu keseluruhan. Dengan demikian dimensi politis
manusia dapat ditentukan sebagai suatu kesadaran manusia akan dirinya sendiri sebagai
anggota masyarakat sebagai sutu keseluruhan yang menentukan kerangka kehidupannya dan
di tentukan kembali oleh kerangka kehidupannya serta ditentukan kembali oleh tindakan –
tindakannya.
Dimensi politis manusia ini memiliki dua segi fundmental, yaitu pengertian dan kehendak
untuk bertindak. Sehingga dua segi fundamental itu dapat diamati dalam setiap aspek
kehidupan manusia. Dua aspek ini yang senantiasa berhadapan dengan tindakkan moral
manusia.
Nilai-nilai Terkandung Dalam Pancasila Sebagai Sumber Etika Politik
Sila pertama ‘Ketuhanan yang Maha Esa’ serta sila kedua ‘ Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab’ adalah merupakan sumber nilai –nilai moral bagi kehidupan kebangsaan dan
kenegaraan.
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan
dalam negeri di jalankan sesuai dengan:
a) Asas legalitas ( legitimasi hukum).
b) Di sahkan dan dijalankan secara demokratis ( legitimasi demokratis)
c) Dilaksanakan berdasarkan prinsip – prinsip moral / tidak bertentangan dengannya
(legitimasi moral).
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara, baik menyangkut kekuasan, kenijaksanan yang menyangkut publik,
pembagian serta kewenangan harus berdasarka legitimasi moral religius ( sila 1 ) serta moral
kemanusiaan ( sila 2). Negara Indonesia adalah negara hukum, oleh krena itu ‘ keadilan’
dalam hidup bersama ( keadilan sosial ) sebgai mana terkandung dalam sila 5, adalah
merupakan tujuan dalam kehidupan negara. Oleh karena itu dalam pelaksanaan dan
pnyelenggraan negara, segala kebijakan, kekuasaan, kewenangan, serta pembagian senantiasa
harus berdasarkan atas hukum yang berlaku.
Negara adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang dilakukan
senantiasa untuk rakyat ( sila 4). Oleh karena itu rakyat adalah merupakan asal mula
kekuasan negara. Oleh karena itu pelaksanaan dan pnyelenggraan negara segala
kebijaksanaan, kekuasaan, serta kewenangan harus dikembalikan pada rakyat sebagai
pendukung pokok Negara.
1. Pengertian Nilai, Norma, dan Moral
Pengertian Nilai
Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk
memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang
atau kelompok. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat dan kualitas yang melekat pada
suatu obyeknya. Dengan demikian,maka nilai itu adalah suatu kenyataan yang
tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan lainnya.
Nilai atau “value” (bahas Inggris) termasuk bidang kajian filsafat, persoalan-persoalan
tentang nilai dibahas dan dipelajari salah satu cabang filsafat yaitu filsafat nilai (Axiology,
theory of value). Filsafat sering juga diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai
di dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya
“kebiasaan” (wath) atau kebaikan (goodness) dan kata kerja yang artinya suatu tindakan
kejiwaan tentu dalam menilai atau melakukan penilaian (Frankena, 229)
Nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, indah, memperkaya batin dan menyadarkan
manusia akan harkat, martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong
dan mengarahkan sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem (sistem nilai)
merupakan salah satu wujud kebudayaan, disamping sistem sosial dan karya. Cita-cita,
gagasan, konsep dan ide tentang sesuatu adalah wujud kebudayaan sebagai sistem nilai.
Nilai sosial berorientasi kepada hubungan antarmanusia dan menekankan pada segi-segi
kemanusiaan yang luhur, sedangkan nilai politik berpusat pada kekuasaan serta pengaruh
yang terdapat dalam kehidupan masyarakat maupun politik.
Pengertian Norma
Norma adalah petunjuk tingkah laku yang harus dijalankan dalam kehidupan sehari-hari
berdasarkan motivasi tertentu. Norma sesungguhnya perwujudkan martabat manusia sebagai
makhluk budaya, sosial, moral dan religi. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur
yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh sebab itu, norma dalam perwujudannya
dapat berupa norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan, norma hukum, dan norma
sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dapat dipatuhi, yang dikenal dengan sanksi,
misalnya:
a. Norma agama, dengan sanksinya dari Tuhan
b. Norma kesusilaan, dengan sanksinya rasa malu dan menyesal terhadap diri sendiri.
c.Norma kesopanan, dengan sanksinya berupa mengucilkan dalam pergaulan masyarakat.
d. Norma hukum, dengan sanksinya berupa penjara atau kurungan atau denda yang
dipaksakan oleh alat Negara.
Pengertian Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) yang artinya kesusilaan, tabiat, kelakuan. Moral
adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan
manusia. Seorang yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku
dalam masyarakatnya ,dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya
terjadi, pribadi itu dianggap tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa
peraturan, prinsip-prinsip yang benar, baik, terpuji, dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan,
kepatuhan terhadap nilai dan norma, moral pun dapat dibedakan seperti moral ketuhanan atau
agama, moral, filsafat, moral etika, moral hukum, moral ilmu, dan sebagainya. Nilai, norma
dan moral secara bersama mengatur kehidupan masyarakat dalam berbagai aspeknya.
Daftar Referensi
Abdullah, Rozali, 1984, Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa,
CV. Rajawali, Jakarta.
Ali, As’ad Said, 2009, Negara Pancasila Jalan Kemaslahatan Berbangsa, Pustaka LP3ES,
Jakarta.
Anshoriy, HM. Nasruddin, 2008, Bangsa Gagal: Mencari Identitas Kebangsaan, LKiS,
Yogyakarta.
Bakry, Noor Ms., 2010, Pendidikan Pancasila, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.Kaelan, 2000,
Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta.
Dodo, Surono dan Endah (ed.), 2010, Konsistensi Nilai-Nilai Pancasila dalam UUD 1945
dan Implementasinya, PSP-Press, Yogyakarta.
Kaelan, 2012, Problem Epistemologis Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara, Paradigma,
Yogyakarta.
Kusuma, A.B., 2004, Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, Badan Penerbit Fakultas
Hukum UniversitasIndonesia, Jakarta.
Latif, Yudi, 2011, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila, PT
GramediaPustaka Utama, Jakarta.
Nurdin, Encep Syarief, 2002, Konsep-Konsep Dasar Ideologi: Perbandingan Ideologi Besar
Dunia, CV Maulana, Bandung.
Rindjin, Ketut, 2012, Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Zubair, Achmad Charris, 1990, Kuliah Etika, Rajawali Pers, Jakarta.
Kaelan (1986). Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Paradigma
Kaelan (1996). Filsafat Pancasila Yuridis Kenegaraan. Yogyakarta: Penerbit Paradigma
Kaelan (1998). Pendidikan Pancasila Yuridis Kenegaraan. Yogyakarta: Penerbit Paradigma
Kaelan (1999). Pendidikan Pancasila Yuridis Kenegaraan. Yogyakarta: Penerbit Paradigma
Notonegoro (1975). Pancasila Secara Utuh Populer. Jakarta: Pancoran Tujuh
Soeprapto, Sri (1997). Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: LP-3-
UGM
Wibisono, Koento (1999). Refleksi Kritis Terhadap Reformasi: Suatu Tinjauan Filsafat dalam
jurnal Pancasila No 3 Tahun III Juni 1999. Yogyakarta: Pusat Studi Pancasila UGM
Yamin, Muhammad). Pembahasan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Jakarta:
Prapanca
Undang-Undang Dasar 1945 beserta Amandemen Tahap Pertama
Ketetapan-Ketetapan MPR RI dalam Sidang Istimewa tahun 1998
Ketetapan-Ketetapan MPR RI dalam Sidang Umum tahun 1998
PANCASILA DAN PERMASALAHAN AKTUAL Pustaka Primer
Undang-Undang Dasar 1945 beserta Amandemen Tahap Pertama
Ketetapan-Ketetapan MPR RI dalam Sidang Istimewa tahun 1998
Ketetapan-Ketetapan MPR RI dalam Sidang Umum tahun 1998
Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI), Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia(PPKI) 28 Mei 1945 --22 Agustus 1945, Sekretariat
Negara Republik Indonesia, Jakarta.
Pertemuuan Ke-Delapan
PERSATUAN INDONESIA :
Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa
dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial.
Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.