Anda di halaman 1dari 6

Konsep Pengukuran dalam Pemantauan Mutu Pelayanan Kesehatan

Tujuan Pengukuran
Terdapat dua tujuan utama dalam pengukuran mutu pelayanan kesehatan, yaitu:
1. Menggunakan pengukuran mutu dalam quality assurance adalah sebagai
summative mechanism (mekanisme sumatif) untuk akuntabilitas eksternal dan
verifikasi. Pengukuran ini difokuskan pada identifikasi dan mengatasi
permasalahan dengan mutu perawatan dan memastikan tingkatan yang cukup
terhadap kualitas diantara para pemberi pelayanan kesehatan. Memastikan sebuah
akuntabilitas sebagai salah satu tujuan utama dari rancangan pelaporan publik,
dan mengukur kualitas perawatan dapat berkontribusi membentuk kepercayaan
terhadap pelayanan kesehatan dan memungkinkan pasien untuk memilih penyedia
layanan kesehatan yang berkualitas lebih tinggi.

Pengukuran mutu untuk quality assurance (jaminan kualitas) dan akuntabilitas


membuat penilaian sumatif tentang kualitas perawatan yang diberikan.
Konsepnya adalah bahwa perbedaan “nyata” akan terdeteksi sebagai hasil dari
inisiatif pengukuran. Oleh karena itu, diperlukan teknik statistik lanjutan untuk
memastikan bahwa perbedaan yang terdeteksi antara penyedia layanan adalah
“nyata” dan dapat dikaitkan dengan kinerja penyedia. Namun, pengukuran ini
akan mengalami penolakan dari resistensi penyedia layanan karena menyadari
potensi konsekuensinya, seperti kehilangan izin atau kehilangan pasien ke
penyedia lain.

Konsep penilaian indikator untuk jaminan kualitas biasanya akan berfokus pada
jaminan mutu pelayanan berdasarkan standar pelayanan minimum dan
mengidentifikasi penyedia yang berkualitas buruk.

2. Menggunakan pengukuran mutu sebagai formative mechanism (mekanisme


formatif) untuk quality improvement (perbaikan kualitas). Saat proses pengukuran
digunakan untuk tujuan peningkatan kualitas, pengukuran kualitas tidak harus
sempurna karena hanya bersifat informatif. Hasil pengukuran kualitas hanya
digunakan untuk memulai diskusi tentang perbedaan kualitas dan untuk
memotivasi perubahan perilaku penyedia (Quentin, et al, 2019).

Di bawah ini terdapat yang menggambarkan perbedaan fokus dari dua tujuan
pengukuran mutu pelayanan kesehatan yaitu quality assurance vs quality
improvement.

Secara umum, tujuan pengukuran pemantauan mutu pelayanan kesehatan antara lain:
1. Mengetahui adanya diskriminasi atau dapat melihat kesenjangan pelayanan
kesehatan antar individu atau antar kelompok. Sebagai contoh adalah pemantauan
adakah perbedaan pelayanan terhadap pasien dengan tingkat sosioekonomi tinggi
dan rendah (masyarakat kurang mampu) baik dari segi pelayanan sampai ke terapi
pasien.
2. Sebagai prediksi kebutuhan di masa depan atau dapat mengidentifikasi
permasalahan pada tahap dini
3. Monitoring dan evaluasi dengan melihat besaran perubahan atas individu atau
kelompok atas dimensi yang diinginkan.
Tingkat Pengukuran
Terdapat beberapa 3 tingkatan fokus pengukuran yang sesuai terkait dengan pelayanan
kesehatan:
1. Pengukuran struktur (measures of structure)
Metode ini merupakan salah satu yang efektif untuk mengukur input penggunaan
dan pemanfaatan. Mengukur jumlah tenaga kesehatan, jumlah obat-obatan yang
tersedia, jumlah bed pasien yang ada atau perawat yang bekerja full time per
ranjang rumah sakit merupakan contoh tingkat pengukuran dari segi struktural.
2. Pengukuran Proses (measures of process)
Pengukuran ini menggambarkan tingkat pencapaian efisiensi operasional. Proses
pengukuran termasuk diantaranya waktu tunggu, kesalahan medikasi, kecepatan
pelayanan dan lain sebagainya.
3. Pengukuran luaran (measures of outcome)
Tipe pengukuran ini menilai efek dari penyedia layanan kesehatan. Mereka
termasuk diantaranya frekuensi infeksi nosokomial, frekuensi kesalahan situs
pembedahan dan lain sebagainya (Anderson, 2013).

Skala Pengukuran
Pemantauan mutu pelayanan kesehatan menggunakan dua jenis skala pengukuran dalam
menilai variabel mutu yang akan dinilai secara kuantitatif. Terdapat empat jenis skala
pengukuran yang umumnya digunakan. Dua jenis pertama disebut skala pengukuran
kategorikal (categorical), yakni skala nominal dan skala ordinal sedangkan dua jenis
skala pengukuran lainnya disebut kontinu (continuous), yaitu skala interval dan skala
rasio. Skala nominal dan ordinal disebut juga sebagai data nonmetric, artinya bahwa jika
seseorang atau suatu benda sudah termasuk pada salah satu karakteristik, dia tidak dapat
dikategorikan pada karakteristik yang lain, misalnya jika sudah termasuk pada kategori
jenis kelamin laki-laki, responden tidak bisa lagi masuk dalam kategori jenis kelamin
perempuan. (Budiastuti D, Bandur A, 2018)

Adapun jenis-jenis skala pengukuran antara lain:


a. Skala Nominal
Skala nominal menunjukkan tingkat pengukuran yang angka-angka tersebut hanya
berfungsi menunjukkan ada atau tidaknya atribut seseorang atau suatu benda. Karena
itu, skala nominal dikenal juga sebagai skala kategorikal karena hanya menunjukkan
kategori dari suatu variabel yang dinilai/diteliti. Misalnya dalam suatu kuesioner
berikut ini terlampir variabel jenis kelamin responden,

Dalam tahapan analisis terhadap angka-angka pada kategori laki-laki dan perempuan
di atas, kita tidak dapat menghitung rata-rata atau deviasi standar terhadap angka-
angka tersebut, tetapi hanya bisa melakukan tabulasi terhadap angka-angka tersebut
atau hanya dapat mengidentifikasi secara sistematis dan labelling kelas atas obyek
atau peristiwa tertentu. Beberapa variabel lainnya yang bisa diukur dengan skala
nominal antara lain background pendidikan, agama, ras, asal institusi, atau asal
departemen dalam suatu instansi. (Budiastuti D, Bandur A, 2018)

b. Skala Ordinal
Pada skala pengukuran variabel ordinal, penilai berhubungan dengan respon atau
jawaban yang bersifat kategorial, nilai jawaban yang satu “lebih besar” daripada
angka lainnya (memiliki tingkatan). Salah satu diantara variabel dengan skala ordinal
adalah tingkat pendidikan dan lama bekerja seperti yang tertera pada kotak berikut
ini:

Pada contoh variabel mengenai tingkat Pendidikan formal responden, kita tentu
sepakat untuk mengatakan bahwa seseorang yang memiliki Pendidikan S3 memiliki
kualifikasi pendidikan formal yang lebih tinggi daripada seorang responden yang
hanya lulus sampai pada tingkat SMU.

Begitu juga dengan konteks lama bekerja, variabel ini disusun secara kategorikal
dengan nilai bertingkat dengan coding seperti nilai 1 = kurang dari 5 tahun; 2 = 5
sampai 10 tahun, 3 = 11 sampai 15 tahun; 4 = 16 – 20 tahun; 5 = > 20 tahun.

Skala ordinal juga dikatakan sebagai pengukuran yang terdapat perbedaan antar kelas
tetapi tidak dapat menentukan seberapa jauh antar kelas. Beberapa contoh lain skala
ordinal adalah variabel tingkat keparahan penyakit/keadaan umum pasien (sakit
ringan, sakit sedang, sakit berat) atau tingkat kepuasan (sangat tidak puas, tidak puas,
puas, sangat puas). (Budiastuti D, Bandur A, 2018)

c. Skala Interval
Pada skala interval, poin antara skala dapat disusun secara ordinal, tetapi yang jauh
lebih penting bahwa tingkatan tersebut bukan sekedar rangkig, tetapi juga harus
konsisten akan kesamaan jarak diantara skala tersebut. Skala ini biasanya tidak
mempunyai nilai 0 absolut (nilai 0 tetap memiliki makna nilai). Contoh penilaian
dengan skala interval yaitu penilaian dengan skala likert dengan catatan bahwa
peneliti membuat definisi operasional atau butir-butir kuesioner harus disusun
dengan baik agar memiliki kesamaan interval. (Budiastuti D, Bandur A, 2018)

d. Skala Rasio
Beberapa peneliti telah menjelaskan perbedaan antara variabel interval dan rasio.
Misalnya, Bandur (2013) menjelaskan bahwa variabel rasio sulit dibedakan dari
variabel interval karena keduanya memiliki persamaan fungsi. Perbedaan keduanya
terletak pada arti nilai 0 mutlak. Dalam variabel interval, angka 0 memiliki nilai,
misalnya temperature berada pada 0 derajat Celcius, bukan berarti tidak ada atau
kurang temperature. Namun demikian, dalam variabel rasio, angka 0 tidak memiliki
nilai, misalnya dalam ukuran berat badan dan tinggi badan. Biasanya skala rasio
dalam perhitungan statistik juga memiliki pernyataan kelipatan. Salah satu contoh
skala rasio adalah variabel waktu tunggu dan lama perawatan. (Budiastuti D, Bandur
A, 2018)

Referensi
1. Quentin et al, 2019. Improving Healthcare Quality in Europe. Health Policy
Series. Chapter 3(34-6). European Observatory on Health System and Policies.
2. Budiastuti D dan Bandur A, 2018. Validitas dan Reliabilitas Penelitian. Jakarta:
Mitra Wacana Media.
3. Anderson, 2013. Healthcare: Measuring Quality. Diakses pada
https://andersonlyall.wordpress.com/2013/12/16/healthcare-measuring-quality/
pada Tanggal 03 Maret 2021 pukul 13.00.

Anda mungkin juga menyukai