Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an banyak membicarakan persoalan yang berkaitan dengan
struktur dan anatomi manusia, dan salah satu diantaranya sehubungan dengan
indera. Secara sederhana, terdapat sejumlah indera yang dibicarakan di dalam
al-Qur’an. Menurut al-Qur’an,indera manusia itu terdiri dari tiga bagian,yaitu
indera zahir,batin,dan idera kalbu. Bahkan al-Qur’an berpandangan bahwa
indera semestinya tidak hanya berfungsi menyerap sejumlah informasi dan
membentuk pengetahuan,melainkan berfungsi untuk dapat membentuk
sebuah keyakinan dalam bentuk perbuatan itu sendiri.
Oleh karena itu, dari ketiga klasifikasi indera yang disebutkan al-
Qur’an, penulis dalam konteks ini akan membatasi penelusuran terhadap
indera antara hati dan lidah sebagai bentuk kemuliaan, yang dinilai berharga
bagi manusia dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya; karenanya
kedua indera ini adalah dua sisi pembeda sekaligus sebagai mata rantai untuk
mengenal sang Pencipta. Pengenalan kepada Tuhan melalui kedua indera ini
merupakan suatu pengetahuan yang benar secara menyeluruh.1

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Panca Indera?
2. Bagaimana Panca Indera Menurut Al-Qur’an dan Hadits?
3. Apa saja Indera Manusia Menjadi Kunci Pintu Ilmu Menurut Al-Quran?
4. Apa saja Dasar Dikatomi Lidah dan Hati ?

C. Tujuan
1
Umar Latif, LIDAH DAN HATI (Sebuah Analisa dalam Konteks Terminologi Al-
Qur’an), Jurnal Al-Bayan, VOL. 22 NO. 33 JANUARI - JUNI 2016, hlm.101,
http://Lidahdanhati.umarlatif.com

1
1. Untuk mengetahui pengertian Panca Indera.
2. Untuk mengetahui peranan panca indera menurut Al-Qur’an dan Hadits
3. Untuk mengetahui mengenai Indera Manusia Menjadi Kunci Pintu Ilmu
menurut Al-Quran
4. Untuk mengetahui uraian Dasar Dikatomi Lidah dan Hati.
.

BAB II

2
PEMBAHASAN

A. Pengertian Panca Indera


Panca indera merupakan instrumen penting bagi manusia dalam
berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Namun antara satu indera dengan
indera yang lainnya terdapat perbedaan, ditinjau dari sisi mana yang
terpenting bagi manusia dalam interaksinya. Ketika salah satu alat indera
hilang, maka terdapat dua kemungkinan.
Pertama, pengaruhnya selain terkait dengan fungsi indera yang hilang
tersebut, juga mempunyai pengaruh terhadap fungsi indera yang lainnya.
Yang kedua, pengaruhnya hanya terkait dengan fungsi indera yang hilang
tersebut dan tidak berpengaruh terhadap fungsi indera yang lainnya.2
Panca indera manusia, sebagaimana yang kita ketahui meliputi lima
indera, yaitu, penglihatan, pendengaran, penciuaman, peraba dan perasa.
Untuk masing-masing indera terdapat sel-sel indera khusus yang
bertanggungjawab untuk mengantarkan pengaruh yang datang dari luar tubuh
ke pusat syarat yang terdapat di otak—melalui sel-sel perantara—sehingga
pengaruh yang datang itu bisa cepat direspon.
Kelima indera yang dimiliki manusia ini harus bekerja secara padu
dalam menjalankan fungsinya masing-masing sehingga manfaat dari panca
indera ini bisa dicapai secara sempurna. Dan jika salah satu dari kelima indera
ini kehilangan fungsinya, maka kesempurnaan indera ini tidak dapat dicapai.3
Ciri yang menandakan bahwa suatu alat indera tidak bisa berfungsi
secara sempurna, dapat diketahui secara langsung dengan memerhatikan
tingkat kecepatan respon yang diberikan otak atas pengaruh yang sampai
kepadanya. Kelambatan respon ini, terkadang bisa membawa akibat yang bisa
membahayakan manusia.
Dalam kasus tertentu yang terjadi pada belbagai jenis makhluk hidup,
disfungsi yang terjadi pada alat indranya, bisa mengakibatkan makhluk
tersebut ‘tertidur’ dalam hitungan waktu yang bisa mencapai 100 tahun,
sebagaimana yang terjadi pada serangga. Dan juga bisa menimpa manusia,
2
Champbell. Biologi Edisi Kelima Jilid 3. ( Jakarta : Erlangga, 2004). Hlm. 10

3
Kimball W.J. Biologi Umum. ( Jakarta : Erlangga, 2004). Hlm. 6

3
cuma dalam hitungan waktu yang lebih sedikit. Yaitu yang disebut dengan
‘tidur’ (naum).
Berkaitan dengan fenomena ‘tidur’, beberapa ilmuwan telah
melakukan penelitian guna memahami mekanisme dan pengaruh alat indera
yang dimilikinya terhadap aktifitas ‘istirahat’ ini.4
Salah satu kesimpulan dari penelitan-penelitian itu menyatakan bahwa
indera pendengaran memiliki pengaruh yang besar, kaitannya dengan aktifitas
tidur berbagai makhluk hidup. Yang kami maksud dengan indera
pendengaran ini, adalah bagian organ tubuh yang berinteraksi dengan bunyi-
bunyian dan suara yang berfungsi untuk merubah suara-suara tersebut
menjadi getaran listrik yang dapat direspon oleh pusat syaraf pendengaran
yang terdapat di otak.

B. Panca Indera Menurut Al-Qur’an dan Hadits


Islam memandang, panca indera manusia terdiri dari indera dalam dan
indera luar. Panca indera artinya adalah alat-alat tubuh yang mempunyai
fungsi untuk mengetahui keadaan luar. Didalam agama Hindu ada jenis
sebelas rasa dan disebut sebagai eka dasa indria.
Sejak lahir, manusia pada umumnya dipersenjatai oleh yang namanya
panca indera, adapun penjelasan mengenai panca indera, filsafat dari panca
indera yaitu inderalah yang merupakan satu-satunya instrumen yang dapat
menghubungkan kita dengan alam.
Tanpa indera, kemungkinan kita memandang alam ini tidak ada atau
masih samar. Akal sebagai sumber pengetahuan, tanpa melalui panca indera
tidak dapat diresapi. Hal ini sesuai apa yang dikatan John Locke, bahwa pada
akal tidak ada sesuatu sebelum itu ada. Seperti yang sudah kita tahu bahwa
panca indra ternyata sudah dijelaskan oleh Allah dalam al-Quran, inilah
penjelasan mengenai panca indra menurut islam dan panca indra dalam al-
Quran.
Panca Indera Dalam Islam dan Al-Quran
Diberikan Allah sejak Penyempurnaan Kejadian , Firman Allah ;
4
Antoni Idel. Biologi dalam kehidupan sehari-hari.( Jakarta : Gramedia Press, 2003)
hlm. 9

4
"(Dialah Allah) yang menjadikan segala ciptaan-Nya indah, dan Dia
memulai penciptaan manusia dari tanah, kemudian menjadikan
keturunannya dari air yang hina (air maniy), kemudian Dia sempurnakan
kejadian (fisiknya) dan Dia  tiupkan Ruh-Nya, dan Dia jadikan bagi kamu
pendengaran, penglihatan, dan hati (akal fikiran ), namun sedikit sekali
kamu yang bersyukur." (QS. 32 (Al-Sajadah): 7-9).

Dari informasi ayat di atas dapat dipahami bahwa:


1. Allah menciptakan segala makhluk-Nya dengan sebaik-baiknya.
2. Penciptaan manusia pertama (Adam) dengan bahan baku pertama
langsung dari tanah .
3. Manusia keturunan (Bani Adam) diciptakan dengan bahan baku
pertama adalah air yang hina  yaitu sperma yang bercampur dengan
ovum (sel telur) dalam  bahasa Al Qur'an disebut “Nuthfatin
Amsyaaj” QS. 76: 2.
4. Allah menyempurnakan kejadian manusia (melengkapi seluruh organ
tubuhnya), dan meniupkan Ruh-Nya kepada jasad manusia itu.
5. Allah memberi manusia indera: pendengaran, penglihatan, dan akal
fikiran.

Di dalam kaidah ilmu tafsir, jika Allah dalam al-Quran menyebut


beberapa hal dengan urut, maka seperti urutan itu pula kejadian dan fakta
yang sesungguhnya terjadi. Dalam ayat di atas, Allah memberi indera
manusia pendengaran, penglihatan, dan akal fikiran, maka dapat dipastikan

5
bahwa berfungsinya pendengaran lebih dahulu dari pada penglihatan, apalagi
dengan akal pikiran.
Sebutan hidup dan mati dalam al-Qur-an ada dua bentuk urutan, di
dalam QS. 6: 162, kata hidup lebih dahulu disebut dari pada mati, karena
yang dimaksud hidup dalam ayat itu adalah kehidupan dunia ini, dan yang
dimaksud mati adalah sesudahnya, sementara dalam QS. 67: 2, kata mati
disebut lebih dahulu dari pada kata hidup, karena yang dimaksud  mati adalah
ketika manusia belum lahir ke dunia, yakni alam arwah, dan yang dimaksud
dengan hidup, adalah kehidupan dunia ini, karena memang manusia
menjalani dua kali mati dan dua kali hidup QS. 2: 28, dan QS. 40: 10-11.
Sepanjang penelusuran kita, ketika Allah menjelaskan penciptaan
manusia dan memberinya indera, selalu menyebut lebih dahulu menyebut “al-
Sam’a” (pendengaran) dari  “al-abshara” (penglihatan, dapat diperhatikan
ayat-ayat berikut: QS.10: 31; QS. 16: 78; QS. 23: 78, dan QS. 67: 23; dan
apabila sebutan al-sam’a di belakang sebutan “al-abshar”, maka dapat
disimpulkan dalam rangka mengecam atau mencela, seperti firman Allah di
bawah ini:

“ Dan sungguh, akan Kami isi Neraka jahanam banyak dari kalangan jin
dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk
memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan
mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
mendengarkan (ayat-ayat allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan
lebih besar lagi. Mereka itulah orang-orang lengah.” (QS. 7 (al-A’raf ):
179).

6
Demikian halnya, ketika kelak di akhirat yang lebih dahulu ditanya adalah
pendengaran, baru penglihatan, kemudian akal fikiran, seperti diinformasikan
QS. 17: 37. karena urutannya seperti itu, namun demikian yang perlu
diperhatikan secara akhlak Islam terhadap Allah,  hamba-Nya tidak
diperkenankan meyakini bahwa indera yang satu lebih penting dari yang
lainnya, semuanya penting dan mempunyai peran masing-masing, yang saling
mendukung sebagai suatu sistem yang utuh dan tak terpisahkan.

Panca Indera Dalam Informasi Hadits


Analisis pendengaran lebih dahulu berfungsi dari pada penglihatan yang
difahami dari informasi al-Quran, agaknya diperkuat oleh al-Hadits, yang
mengajarkan bayi lahir diadzankan dari telinga kanannya dan diiqamatkan di
telinga kirinya, jika bayinya laki-laki,dan diiqamatkan di telingan kanan-
kirinya jika bayinya perempuan.

"Bahwa dia melihat Rasulullah SAW mengadzankan dengan adzan shalat


di telinganya Husein bin Ali, ketika telah dilahirkan oleh Fathimah."
Riwayat Abu Dawud, al-Turmudzy, dan rawi lainnya.

Menurut Jamaah : Dianjurkan diadzankan ditelingan kanannya dan


diiqamahkan ditelinga kirinya, dan telah diriwayatkan dalam Ktab Ibnu
Sinniy dari Husein bin ‘Ali, bahwa nabi SAW bersabda :

"Barang siapa yang anaknya lahir dan diazdankan di telingan kanannya


dan diiqamahkan di telingan kirinya, maka tidak akan dapat diganggu oleh

7
Ummushshibyaan" (Saithan yang diberi tugas menggoda anak yang baru
lahir).
Indera terakhir saat kematian
Jika ayat dan hadits-hadits di atas menunjukkan pendengaran
adalah indera pertama yang lebih dahulu berfungsi, maka ternyata indera
pendengaran juga yang paling akhir  berfungsi, sehingga ketika skarat
maut, manusia dianjurkan untuk ditalqinkan, yang artinya  diajari,
diingatkan, serta dituntun mengucapkan kalimat-kalimat thayyibah :
Rasulullah SAW dalam salah satu sabdanya:

Tuntunlah oleh kamu orang yang hampir mati itu dengan bacaan “Laa
ilaaha Illallaah” (tiada Tuhan selain Allah).
Hadits ini sering disalah-praktekan oleh kebanyakan muslimin
Indonesia, bahwa orang yang sudah dikubur baru ditalqinkan, padahal arti
talqin itu sendiri adalah menuntun, berarti untuk orang yang masih dapat
mengikuti, artiny sebelum mati, maka harus dituntun mengucapkan Laa
ilaaha Illallaah.
Namun ada yang lebih essensi dari itu semua bahwa, perintah
Rasul ini secara tidak lengsung menunjukkan bahwa orang yang sudah
hampir mati pun pendengarannya masih berfungsi, maka disuruh
menuntunnya. 5
Jadi kesimpulannya menurut kami bahwa indera pendengaran
masih tetap berfungsi meskipun kita sudah tiada.

C. Indera Manusia Menjadi Kunci Pintu Ilmu Menurut Al-Quran


Sebagai makhluk paling sempurna, manusia diberikan kelebihan salah
satunya organ indera yang terdapat pada tubuh. Diantara indera tersebut
5
Duwi Pebrianti, Kelebihan Menakjubkan Panca Indra Manusia yang Tertera Dalam
Al Qur'an. http://pancainderamenurutalqurandanhadits.com. Di akses pada tanggal
31 Maret 2019

8
terdapat dua perangkat yang menurut al-Quran menjadi kunci bagi masuknya
ilmu bagi diri manusia itu sendiri. Ilmu sejatinya bisa diserap melalui indera
pendengaran, beberapa ayat al-Quran telah menguatkan bahwa indera kuping
bisa digunakan untuk mendengar seruan atau peringatan baik terhadap bahaya
maupun mendengarkan sesuatu hal yang baik.
Pada surat Al-Haqqah ayat 11 hingga 12, telah ditekankan tentang
kedahsyatan Nabi Nuh yang membuat perahu besar sebelum datangnya
musibah banjir yang sangat besar. Dalam ayat tersebut diterangkan seruan
bagi kalian umat masuk ke dalam bahtera. Peristiwa tersebut merupakan
pelajaran bagi manusia yang mau mendengarkan masuk bahtera dan selamat.
"Sesungguhnya kami, tatkala air telah naik (sampai gunung) kami bawa
(nenek moyang) kamu ke dalam bahtera, agar kami jadikan peristiwa itu
peringatan bagi kamu dan agar diperhatikan oleh telinga yang mau
mendengar," (Al-Haqqah: 11-12).
Indera kedua yang menjadi kunci masuknya ilmu bagi manusia yakni
mata. Melalui penglihatan segala macam ilmu bisa dengan cepat diserap oleh
manusia. Karena indera penglihatan lebih tinggi tingkatannya dibanding
indera pendengaran karena ia merupakan sumber keyakinan (Ainul Yaqin).
Beberapa pemaparan ayat alquran yang menjelaskan bahwa hati akan tenang
dengan penglihatan sehingga ia menjadi yakin. Hal ini dijelaskan dalam
Surah Al-Baqarah ayat 260 yang menceritakan ketiaka Nabi Ibrahim AS
menyeru tuhannya agar memperlihatkan padanya bagaimana cara tuhan
menghidupkan makhluk yang sudah mati. Meski Ibrahim telah yakin dengan
kekuasaan Allah SWT. Namun Ibrahim ingin melihat dengan mata kepalanya
sendiri hal itu. "Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku,
perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang
mati". Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu?" Ibrahim menjawab: "Aku
telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)
Allah berfirman: "(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu
cincanglah semuanya olehmu. (Allah berrman): "Lalu letakkan diatas tiap-
tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah

9
mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera". Dan ketahuilah
bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Al-Baqarah:260).6
Jadi, menurut Kami Kedua indera yakni pendengaran dan penglihatan
bisa diyakini menjadi kunci pintu bagi berbagai macam ilmu yang bisa
dimanfaatkan bagi manusia itu sendiri.

D. Dasar Dikatomi Lidah dan Hati


Salah satu informasi awal yang dinilai begitu fenomenal sehubungan
dengan lidah dan hati tercermin melalui tafsiran ibn Katsir dalam surat
Luqman ayat 12; dan ayat ini dipakai sebagai ilustrasi dengan maksud hendak
melihat urgensi lidah dan relevansinya dengan hati. Adapun ayat yang
dimaksud sebagai berikut: Artinya: “Dan sesungguhnya telah kami berikan
hikmah kepada Luqman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa
yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk
dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya
Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.
Perihal ayat di atas dengan sejumlah tafsiran yang diberikan oleh para
mufassir terkait dengan pribadi dan sejarah kehidupan seorang Luqman al-
Hakim adalah sesuatu yang patut dipertimbangkan secara historis. Meski
kemudian, penafsiran tentang sosok Luqman al-Hakim, di dalam al-Qur’an
sama sekali tidak dijelaskan secara implisit terkait pribadi dan geografis
kehidupan seorang Luqman.7 Al-Qur’an hanya menjelaskan secara
substansial terkait pembelajaran ketauhidan seorang anak kepada Tuhannya
sang Pencipta. Pembelajaran ini yang kemudian memberikan penjelasan
berikutnya di dalam sejumlah penafsiran ayat di atas—yang ditafsirkan
melalui ibn Katsir sehubungan dengan permintaan seorang majikan (raja)
kepada seorang Luqman untuk dimintai memotong seekor kambingdengan
tujuan dikonsumsi dan dari bagian daging yang terbaik (yang enak untuk
dimakan), lalu Luqman menyerahkan hati dan lidah kepada sang majikan.
Demikian juga, sang majikan meminta untuk kedua kalinya kepada Luqman
6
Mufrod,Indera Manusia Menjadi Kunci Pintu Ilmu Menurut Alquran,
http://inderamanusiamenjadikuncipintu.com di akses pada tanggal 31 Maret 2019
7
Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin, (Terj.,] Asmuni, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), hlm.
365-367.

10
bagian daging yang terjelek (tidak enak untuk dimakan), lantas Luqman juga
menyerahkan hati dan lidah.8
Adapun maksud ayat 6 dalam surat Luqman9. dipahami Indikasi ini
berarti bahwa setiap perkataan (lidah; lisan) digunakan untuk hal-hal yang
tidak dapat dipertanggungjawabkan. Keterangan ini tentu mengandung
penekanan bahwa orang atau setiap orang ketika hendak menggunakan lidah
atau perkataan (berbicara) harus melaluimedia pengetahuan. Namun tidak
demikian sosok Nadhr ibn al-Harits sebagaimana yang digambarkan al-
Qur’an yang tidak menggunakan suatu pengetahuan ketika berbicara apalagi
informasi yang diutarakan bertujuan untuk menyesatkan. Demikian pula
peristiwa yang menimpa ‘Aisyah isteri Nabi, yang difitnah (oleh ‘Abdullah
ibn Ubay, dkk) pasca perang dengan Bani Musthaliq pada bulan Sya’ban 5 H;
bahwa ‘Aisyah telah berselingkuh dengan Shafwan ibn Mu’aththal(termasuk)
Shahabat Nabi, yang kemudian al-Qur’an menjelaskan duduk perkara
persoalan tersebut melalui surat al-Nurayat ke-11.10
Ada tiga unsur dalam perbuatan yang harus dipenuhi oleh pelaku agar
apa yang dilakukannya dapat terpuji. Pertama, perbuatannya indah atau baik.
Kedua, dilakukannya secara sadar. Ketiga, tidak atas dasar terpaksa atau
dipaksa11. Dengan demikian, apa yang menjadi dasar tafsiran ibn Katsir dalam
surat Luqman ayat 12, sesungguhnya sebagai upaya merealisasikan seluruh
keterpaduan dalam ajaran agama sementik (agama langit), dengan dibuktikan
melalui praktek atau perbuatan seorang hamba, yang termanifestasi dalam

8
Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Adhim, (Beirut: al-Maktabah Dar al-Kitab al-
Ilmiyah, 2006), hlm. 411-415
9
Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Adhim, (Beirut: al-Maktabah Dar al-Kitab al-
Ilmiyah, 2006), hlm. 411-415. “Dan di antara manusia (ada) orang yang
mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari
jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan...”
10
Qamaruddin Shaleh, dkk, Ayat-ayat Larangan dan Perintah dalam al- Qur’an:
Pedoman Menuju Akhlak Muslim, edisi pertama, (Bandung: Diponegoro, 2002),
hlm. 95.Secara sederhana,kisah BaniMusthaliq berawal ketika Nabi memerintahkan
al-Walid ibn ’Uqbah ibn Abi Mu’ith memungut zakat. Peristiwa yang akan
mengarah kepada peperangan, di mana al-Walid menduga bahwa Bani al-Musthaliq
enggan membayar zakat, bahkan disinyalir hendak menyerang Nabi. Karena itu, al-
Walid kembali sambil memberi laporan kepada Nabi, begini dan begitu. Sehingga
Nabi memerintahkan untuk menyelidiki kebenaran kasus tersebut, tanpa harus
menyerang Bani al-Musthaliq sebelum duduk perkara menjadi jelas.
11
. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2004), hlm. 120-124

11
konsep iman. Atau dengan kata lain, bahwa kesabaran dalam bertindak
(shalihat) adalah keimanan yang sepenuhnya terwujud melalui perbuatan
lahiriah (indera material). Bahkan al-Qur’an menyebutkan dengan ungkapan
‫الحات‬,,,‫وا الص‬,,,‫وا وعمل‬,,,‫ذين ءامن‬,,,‫ال‬, di mana iman memiliki korelasi ke dalam
perbuatan. Sejatinya, orang-orang yang beriman belum dapat dikatakan
beriman secara komprehensif dan sungguh-sungguh apabila belum
mewujudkan keyakinannya itu dalam bentuk perbuatan-perbuatan tertentu
dan perbuatan-perbuatan itu mesti dilakukan secara sabar.
Penegasan al-Qur’an telah memperlihatkan bagaimana komposisi
iman dan amal shaleh dalam satu mata rantai yang utuh, dan tidak
memerlukan pemisahan sebagaimana dipahami dalam doktrin-doktrin teologi
tertentu. Terkait dengan amal shaleh atau perbuatan baik, tampak jelas telah
menghubungkan kepada sejumlah media eksternal sebagai alat bantu dengan
tujuan memperoleh keimanan. Media-media ini acapkali diulang-ulang dalam
al-Qur’an, seperti ungkapan: Jangan menyembah selain Allah, berbuat baik
kepada kedua orangtua, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
mengucapkan katakata yang baik kepada manusia, mendirikan shalat, dan
membayar zakat.12
Terhadap uraian di atas, perlu penulis sebutkan beberapa ayat dalam
beberapa surat yang berbeda terkait hubungan diametris antara hati dan lidah,
di antaranya dalam surat al-Balad ayat 8-9 adalah sebagai berikut: Artinya:
Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata.lidah dan dua
buah bibir. (al-Balad ayat 8-9).
Allah telah menjelaskan tentang hubungan lidah dan hati dalam surat
al-Anfaal ayat 2-4 Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah
mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila
dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya
kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (Yaitu) orang-orang yang mendirikan
shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada
mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenarbenarnya. mereka

12
Quraish Shihab, Tafsir…, hlm. 120-124.

12
akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan
serta rezki (nikmat) yang mulia.” (Q.S. al-Anfaal ayat 2-4).
Sementara bunyi senada dalam surat berikutnya adalah sebagai
berikut: Artinya:“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah)
orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-
orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang
mengandung) keselamatan.”(Q.S. alFurqan ayat 63).
Dalam surat al-Anfaal di atas terdapat dua variabel yang mungkin saja
dapat dimaknai secara substansial, bahwa kata “dhukira” dan “tuliya”
memiliki konotasi pada dataran perkataan dan atau penyampaian. Kedua
indikasi ini bagian yang sama pada konteks indera lahiriah, di mana magnet
indera tersebut telah mengandung nilai-nilai eskatologis secara baik, sehingga
dapat memunculkan sebuah antitesa sebagai orang yang bertakwa.
Keterangan ini memberi penegasan bahwa orang mukmin itu adalah orang
yang seluruh perkataan dan atau penyampaiannya selalu memiliki informasi
yang dapat dipertanggungjawabkan sekaligus memiliki ilmu dan pengetahuan
ke arah informasi yang telah disampaikan. Demikian pula, bahwa seluruh
dedikasi perbuatannya (jasmani dan rohani) hanya diorientasikan pada
13
dimensi ketuhanan. Adapun ayat berikutnya dalam surat al-Furqan, adalah
sebuah mata rantai yang hendak memisahkan pribadi yang biasa dengan
pribadi yang istimewa. Tipologi ini dicirikan pada sikap rendah hati dan
lemah lembut serta tidak menyukai permusuhan dalam konteks apapun. Dari
kedua surat di atas telah memperlihatkan bagaimana seluruh indera lahiriah
digunakan untuk tujuan penghambaan kepada Tuhan; dan melalui indera
lahiriah pun seluruh media pengetahuan diperoleh, dan Tuhan, menjunjung
tinggi orangorang yang menggunakan seluruh indera lahiriah berdasarkan
tujuan yang baik dan mendatangkan manfaat.14
Adapun proses penginderaan itu dapat dibagi dalam tiga tahap.
Tahap pertama, indera penglihatan yang berinteraksi atau dihadapkan pada
objek berupa fenomena alam, yaitu bintang, bulan, dan mata hari yang
muncul di angkasa. Benda-benda langit itu muncul kemudian lenyap. Tidak
13
Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an…, hlm. 305
14
Ibid.

13
satu pun yang tetap, ia muncul dan hilang. Tahap kedua, yakni masuknya
gambaran fenomena alam itu ke dalam pikiran melalui indera penglihatan.
Dalam pikiran kemudian diproses, dianalisa, dan dipikirkan. Kemudian, dia
sampai kepada suatu kesimpulan, yaitu membentuk pengetahuan. Tahap
ketiga, terbentuknya pengakuan dan keyakinan akan kebesaran Allah.
Pengakuan dan keyakinan ini melahirkan sikap dan perilaku menyembah,
mencari kerelaan dan keikhalasan, dan termasuk pula kasih sayang-Nya.
Selain pengakuan dan keyakinan, pada tahap ketiga ini, lahir pula sikap
penolakan terhadap segala sesuatu yang bertentangan dengan pengakuan dan
keyakinannya itu.15
Manusia pada posisi lahiriah memiliki keinginan terhadap kebutuhan
syahwat tubuhnya, di samping pada saat yang bersamaan tertarik oleh
kebutuhan spiritualnya. Dengan demikian, al-Qur’an mengisyaratkan
pergulatan psikologis yang dialami oleh manusia, yakni antara kecenderungan
pada kesenangan-kesenangan jasmani (melalui lidah; rasa, pendengaran dan
penglihatan) dan kecenderungan pada godaan-godaan kehidupan duniawi.
Perihal ini bagian dari sisi alamiah, bahwa pembawaan manusia tersebut
terkandung pergulatan antara kebaikan dan keburukan, antara keutamaan dan
kehinaan. Untuk mengatasi pergulatan antara aspek material dan aspek
spiritual, sesungguhnya, manusia diperlukan solusi yang baik, yakni dengan
menciptakan keselarasan di antara keduanya. Keseimbangan kedua aspek ini,
paling tidak, telah dijelaskan dalam surah al-Tin ayat 5 (Manusia diciptakan
dalam bentuk dan keadaan yang sebaik-baiknya); surah al-Isra’ ayat 70
(Manusia dimuliakan oleh Allah dibandingkan dengan kebanyakan makhluk-
makhluk yang lain).Demikian pula alQur’an juga mencela manusia
berdasarkan sikapnya, yaknitelah dikonfirmasi dalam surat Ibrahimayat 34
(Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari nikmat
Allah); surat al-Kahfi ayat 54 (Manusia sangat banyak membantah); surat al-
Ma’arij ayat 19(Dan manusia bersifat keluh kesah lagi kikir).

15
Sukanto dan A. Dardiri Hasyim, Nafsiologi; Refleksi Analisis Tentang Diri dan
Tingkah Laku Manusia, (Surabaya: Risalah Gusti, 1995), hlm. 56-58.

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Panca indera merupakan instrumen penting bagi manusia dalam
berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Namun antara satu indera dengan

15
indera yang lainnya terdapat perbedaan, ditinjau dari sisi mana yang
terpenting bagi manusia dalam interaksinya. Ketika salah satu alat indera
hilang, maka terdapat dua kemungkinan.
Dalam Al-Quran dan Hadits memandang panca indera manusia terdiri
dari indera dalam dan indera luar. Panca indera artinya adalah alat-alat tubuh
yang mempunyai fungsi untuk mengetahui keadaan luar. Didalam agama
Hindu ada jenis sebelas rasa dan disebut sebagai eka dasa indria.
Sebagai makhluk paling sempurna, manusia diberikan kelebihan salah
satunya organ indera yang terdapat pada tubuh. Diantara indera tersebut
terdapat dua perangkat yang menurut al-Quran menjadi kunci bagi masuknya
ilmu bagi diri manusia itu sendiri. Ilmu sejatinya bisa diserap melalui indera
pendengaran, beberapa ayat al-Quran telah menguatkan bahwa indera kuping
bisa digunakan untuk mendengar seruan atau peringatan baik terhadap bahaya
maupun mendengarkan sesuatu hal yang baik.
Salah satu informasi awal yang dinilai begitu fenomenal sehubungan
dengan lidah dan hati tercermin melalui tafsiran ibn Katsir dalam surat
Luqman ayat 12; dan ayat ini dipakai sebagai ilustrasi dengan maksud hendak
melihat urgensi lidah dan relevansinya dengan hati. Adapun ayat yang
dimaksud sebagai berikut: Artinya: “Dan sesungguhnya telah kami berikan
hikmah kepada Luqman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa
yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk
dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya
Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.

B. Saran
Meskipun kami sudah berusaha maksimal menyelesaikan makalah ini,
tapi kami yakin masih banyak kesalahan dan kekurangannya. Karenanya,

16
kritik dan saran sangat kami nantikan untuk perbaikan selanjutnya. Terima
kasih

DAFTAR ISI

Champbell. 2004. Biologi edisi kelima jidil 3. Jakarta : Erlangga

17
Hasyim, A. dardiri dan Sukanto. 1995. Nafsiologi; Refleksi Analisis Tentang Diri dan
Tingkah Laku Manusia. Surabaya : Risalah Gusti

Idel, Antoni.2003. Biologi dalam kehidupan sehari-hari. Jakarta : Gramedia Press


Katsir,Ibn. 2006. Tafsir al-Quran al-Adhim Beirut: al-Maktabah Dar al-Kitab al-Ilmiyah,
Jakarta : Erlangga

Shihab, Quraish. 2004. Membumikan Al-Quran. Bandung : Mizan

Umar Latif, LIDAH DAN HATI (Sebuah Analisa dalam Konteks Terminologi Al-Qur’an),
Jurnal Al-Bayan, VOL. 22 NO. 33 JANUARI - JUNI 2016

Ulumuddin, Ihya dan Al-Ghazali. 2011. Terj. Asmuni. Jakarta : Rineka Cipta

W. J, Kimball .2004. Biologi umum. Jakarta : Erlangga


Umar Latif, LIDAH DAN HATI (Sebuah Analisa dalam Konteks Terminologi Al-Qur’an),
Jurnal Al-Bayan, VOL. 22 NO. 33 JANUARI - JUNI 2016

http://pancainderamenurutalqurandanhadits.com.
http://inderamanusiamenjadikuncipintu.com

18

Anda mungkin juga menyukai