Modul APF 1
Modul APF 1
Disusun Oleh:
Kuncoro Asih Nugroho, M.Pd., M.Sc.
Data hasil eksperimen diperoleh dari pengukuran. Berbagai alat ukur digunakan dalam
eksperimen sesuai dengan besaran fisis yang diukur. Ada beberapa metode pengukuran yaitu:
metode dasar, metode selisih, metode nol, metode penggantian, metode penukaran. Berbagai
metode tersebut memiliki perbedaan dalam penggunaan dan kelebihan masing masing.
A. Metode Dasar
Metode dasar yaitu pengukuran besaran fisis yang langsung dibaca pada alat ukurnya.
Ketelitian hasil pengukuran dengan menggunakan metode dasar sangat dipengaruhi oleh alat
ukur. Misalnya: ralat titik nol, kepekaan atau ketlitian skala alat ukur.
V0
Vu
Vu
meter menunjukan
V0 = 0,95 volt
B. Metode Selisih
Pengukuran dengan metode selisih mengunakan standar atau referensi dalam
pengukuranya. Pada pengukuran tegangan, besar nilai tengangan yang terbaca pada alat ukur
merupakan selisih dari tegangan yang diukur (Vu) dengan tegangan refernsi (Vr). Metode
selisih dapat memperbaiki kepekaan dari alat ukur
-
Vu V0
0
+
Vr
Pengukuran tegangan yang terbaca pada alat ukur (V0) = -0,037 volt, dan tegangan
referensi yang digunakan (Vr) = 1,0 volt. Batas ukur alat ukur adalah 0,1 volt, dan
ketidakpastian alat ukur 2% dari batas ukur maka diperoleh besar tegangan yang diukur
adalah sebagai berikut:
V0 Vu Vr
Vu V0 Vr
Vu (0,037 1,0) volt
Vu 0,963 volt
besar ketidak pastian adalah 2% X 0,1 volt = 0,002 volt, sehingga diperoleh nilai Vu adalah
(0,963 ± 0,002) volt
C. Metode Nol
Metode Nol mirip dengan metode selisih. Pada metode Nol selisih antara Vu dengan Vr
dibuat Nol. Tegangan reverensi dapat diatur agar diperoleh selisihnya dengan Vu sama
dengan Nol. Keuntungan metode nol yaitu kesalahan titik Nol dapat dihilangkan, kepekaan
alat ukur tinggi.
-
Vu V0
+ 0
Vr
Pengukuran dengan metode Nol setiap kali memulai mengukur, jarum penunjuk
dikembalikan keposisi Nol terlebih dahulu. Pada saat mengukur besar tegangan Vo dibuat =
0, dengan demikian diperoleh:
V0 Vu Vr
0 Vu Vr
Vu Vr
Contoh penggunaan metode Nol dalam pengukuran tegangan sebagai berikut
-
Vu + 0 X
Skala terkecil
potensiometer 0,1 mV,
X RxVx
standar 1,0183
Misalkan dari gambar 5 diperoleh nilai yang ditunjukan potensiometer adalah 9621
skala sehingga diperoleh nilai Vx = 9621 X 0,1 mV. Nilai Vx besarnya sama dengan Vu. Oleh
karena itu Nilai Vu = (0,9621 ± 0,0001) volt.
Penerapan metode Nol dalam pengukuran massa menggunakan neraca. Pada
pengukuran massa menggunakan metode Nol, penunjuk pada neraca dibuat pada skala Nol.
Gambar 6 sebagai ilustrasi penggunaan pegas menggunakan metode Nol.
mr
0
mu mu 0 mr + m0
(a) (b)
D. Metode Pengantian
Pengukuran dengan metode penggantian yaitu cara mengukur besaran yang diukur
dengan menganti dengan besaran standar sehingga memberikan hasil penunjukan yang sama.
Berikut ini ragkaian pengukuran dengan metode pengantian:
Rx Rs
diganti
V V
Besar nilai Rx sama dengan Rs apabila ampermeter menunjukan simpangan atau sekala
nyang sama. Nilai Rs diperoleh dengan menggeser hambatan variabel. Pada saat simpangan
jarum menunujukan skala yang sama saat dipasang Rx maka nilai Rx = Rs
Pada pengukuran massa dengan neraca pegas, pengukuran besaran massa yang dicari
dapat dilakukan pengantian. Berikut contoh rangkaian pengukuran dengan metode
penggantian menggunakan alat ukur neraca:
θ
θ
diganti
0 0
mx ms
Gambar 8: Pengukuran m dengan metode pengantian
Besar nilai mx dapat dicari dengan mengantikan massa standar. Ketika simpangan jarum
pada neraca sudah sama berarti nilai mx = ms
E. Metode Penukaran
Metode penukaran yaitu pengukuran dengan cara mengantikan salah satu beban dengan
beban yang lain. Ketika salah beban digantikan harus diperoleh kondisi kesetimbangan
seperti sebelum beban diganti. Berikut ini ilustrasi penerapan metode penukaran.
l2 l2
θ
θ l1
l1 ditukar
mx m2
0 0
m1 mx
(a) (b)
Gambar 9: penggunaan metode penukaran
Pada pengukuran metode penukaran nilai m1 dan m2 sudah diketahui, sedangkan mx
adalah massa yang dicari. Besar nilai mx dapat diketahui sebagai berikut: berdasarkan
gambar 9 (a) dapat diperoleh:
m1 gl1 cos m x gl 2 cos
m1l1 m x l 2
m1 l 2 (1.1)
m x l1
berdasarkan gambar 9 (b) dapat diperoleh
mx gl2 cos m2 gl2 cos
mx l1 m2l2
mx l2
(1.2)
m2 l1
m1 m x
Persamaan (1) dan (2) dapat diperoleh bahwa , sehingga diperoleh nilai
m x m2
m x2 m1 m2
m x m1 m2
BAB II
RATA-RATA BERBOBOT
Pengukuran pada sebuah eksperimen dapat dilakukan pada beberapa waktu dan lokasi.
Dalam setiap pengukuran dalam beberapa waktu atau lokasi akan memperoleh hasil pengukuran
yang berupa (x ± Sx), dengan x adalah nilai ter baik dan Sx merupakan ketidakpastian.
Pengukuran yang dilakukan dalam beberapa waktu misalnya mengukur suhu lingkungan setiap
hari pada siang hari selama satu bulan. Pengukuran yang dilakukan pada lokasi yang berbeda
misalnya mengukur hambatan (R) di laboratorium fisika dasar dan laboratorium elektronika.
Keduanya pengukuran pada waktu dan lokasi yang berbeda akan diperoleh sasil ukur yang
berupa (x ± Sx) pada setiap pengukuran. Yang menjadi pertanyaan adalah berapa hasil ukur
terbaik dan ketidakpastian dari seluruh nilai pengukuran.
Dicontohkan pengukuran massa jenis air yang dilakukan oleh 2 orang mahasiswa pada
laboratorium fisika dasar. Air yang diukur oleh mahasiswa sama.kedua mahasiswa itu bekerja
terpisah. Mahasihwa A memperoleh hasil ukur ρair A = (0,95 ± 0,04) gram/m3, sedangkan
mahasiswa B memperoleh hasil ρair B = (0,93 ± 0,03) gram/m3. yang menjadi pertanyaan adalah
berapa perkiraan terbaik dari ρair yang dilakukan oleh kedua mahasiswa tersebut.
Hasil perkiraan nilai pengukuran terbaik dari ρair tidak serta merta dengan
air A air B
menghitung ( ) . Kedua hasil pengukuran yang dilakukan mahasiswa A dan
2
mahasiswa B memiliki ketidakpastian yang berbeda sehingga kesalahan dari hasil ukur tersebut
akan memberikan bobot yang berbeda pada nilai perkiraan pengukuran terbaiknya. Kedua hasil
pengukuran mahasiswa tersebut untuk mengetahui nilai perkiraan terbaik dari ρair dapat
dilakukan dengan rata-rata berbobot. Kedua hasil ukur yang dilakukan mahasiswa A dan B dapat
dirata-rata berbobot apabila diskripansi dari kedua hasil ukur tidak signifikan atau kedua data
tersebut harus cocok.
A. Diskripansi
Pengukuran besaran yang sama dapat menghasilkan hasil ukur yang berbeda.
Perbedaan hasil ukur ini disebut dengan diskripansi. Kita dengan jelas dapat mendefinisikan
diskripansi adalah perbedaan antara dua nilai hasil pengukuran dari besaran yang sama.
Diskripansi (δ) dapat dinyataka dalam bentuk X1 X 2 , dengan X1 adalah hasil ter baik
0,95 0,93
0,02 ,
sehingga deperoleh nilai diskripansi dari kedua pengukuran mahasiswa A dan mahasiswa B
adalah 0,02.
Diskripansi selain dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan dua nilai hasil
pengukuran juga dapat digunakan untuk mengetauhi perbedaan nilai hasil pengukuran
dengan nilai acuan atau standar yang berlaku. Sebagai contoh hasil pengukuran massa jenis
air pada sebuah ekperimen dapat dicari perbedaanya dengan nilai massa jenis air yang
berlaku sebagi standar.
B. Pengujian kecocokan
Dua hasil pengukuran atau hasil pengukuran dengan nilai standar yang berlaku dapat
dicek keduanya cocok atau tidak. Dua hasil pengukuran ( X1 S X 1 ) dan ( X 2 S X 2 ) dapat
dikatakan cocok apabila nilai diskripansi kedua hasil ukur ≤ nilai S X 1 dan S X 2 . Pengujian
Data pengukuran yang dikatakan saling cocok apabila ada range (daerah jangkauan)
pengukuran yang saling overlaping (tumpang tindih) atara kedua data. Jangkauan data satu
masuk pada jangkauan data yang lainganya maka kedua data itu saling cocok. Apabila data
yang dicocokan adalah data hasil pengukuran dan nilai standar yang berlaku maka
nilaistandar akan berada didalam range data hasil pengukuran. Gambar berikut menunjukan
daeah yang saling overlaping.
S x2 SX
S x2
X1 X2 Nilai
X
standar
Gambar 10: (a) Range pengukuran yang saling overlaping. (b) Nilai standar yang
berada pada range nilai X
Dua data pengukuran massa jenis air yang dilakukan mahasiwa A dan B yang sudah
disampaikan sebelumnya dapat digunakan sebagai contoh pengujian kecocokan data. Nilai δ
sudah dihitung sama dengan 0,02, sedangkan nilai S X 1 S X 2 0,04 0,03 0,07 . Nilai
dikatakan cocok.
dengan X adalah hasil rata-rata terbaik, XA adalah hasil pengukuran terbaik dari besaran A,
SA adalah ketidakpastian hasil pengukuran besaran A, XB adalah hasil pengukuran terbaik dari
besaran B, SB adalah ketidakpastian hasil pengukuran besaran B.
1 1
Nilai 2
dan 2 didefinisikan sebagai faktor bobot yang disimbulkan wA sebagai faktor
SA SB
bobot dari hasil pengukuran besaran A. Rumus 3.1 dapat diganti dengan bentuk sebagai
berikut:
wA X A wB X B
X (3.2)
wA wB
Apabila data pengukuran diperoleh seperti berikut: X1 ± S1, X2 ± S2, X3 ± S3,…., Xn ± SN,
maka nilai hasil ukur terbaiknya dapat dituliskan sebagai berikut:
w1 X 1 w2 X 2 w3 X 3 ... wN X N
X
w1 w2 w3 ... wN
n
w X i i
X i 1
N
3.3
w i 1
i
Rumus 3.3 merupakan perhitungan rata-rata berbobot untuk data hasil pengukuran
sebanyak N data. Perlu diingat kembali bahwa sebelum data hasil pengukuran dirata-rata
berbobot terlebih dahulu data diuji kecocokannya sepasang demi sepasang.
Ketidakpastian dari rata rata berbobot dapat dihitung dengan persamaan sebagai
berikut:
1
S X ( wi ) 2
Atau
1
SX
wi
Tabel 1: Hasil pengukuran arus (i) dari kumparan yang diberi medan magnet berubah-ubah
No I ± SXi
1 0.0095 ± 0.0095
2 0.011 ± 0.011
3 0.01 ± 0.01
4 0.0115 ± 0.0115
5 0.0095 ± 0.0095
6 0.01 ± 0.01
7 0.011 ± 0.0125
8 0.0125 ± 0.0125
9 0.013 ± 0.013
10 0.008 ± 0.008
Data yang berada pada tabel 1 dapat dihitung nilai rata-ratanya. Langkah pertama
adalah memastikan data pada table 1 saling cocok. Berikutnya dilakukan perhitungan rata-
rata berbobot. Data yang dirata-rata hanya data yang saling cocok. Berikut ini pengujian
apakah data pada tabel 1 saling cocok atau tidak dilanjutkan perhitungan rata-rata berbobot:
Tabel 2: Uji diskripansi
940 ,715 1
I SX
92328 ,724 92328 ,724
I 0,01019 mA S X 0,00329 mA
1 (10,2 ± 0,3)
2 (9,8 ± 0,2)
3 (10,4 ± 0,3)
4 (10,4 ± 0,2)
5 (9,9 ± 0,1)
Hitunglah berapa nilai perkiraan terbaik dari hasil pengukuran pertambahan panjang
logam tersebut tersebut.